Imam Al Baihaqi adalah seorang ulama ahli fiqh, ushul fiqh, hadist, dan
salah seorang ulama besar mazhab Syafi’i. Beliaulah penulis kitab Sunan
Al Baihaqi yang terkenal itu.
Nama Beliau
Imam Al-Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafizh Al-Muttaqin Abu Bakar
Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khusrauijrdi Al-Khurasani
Al-Baihaqi. Baihaq adalah sejumlah perkampungan di wilayah Naisabur.
Beliau adalah seorang ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran
kota Baihaq) dan penulis banyak kitab terkenal.
Kelahiran Beliau
Al-Baihaqi lahir di bulan Sya’ban tahun 384 H yang bertepatan dengan
bulan September 994 Masehi1. Lahir di desa Khusraujirdi, termasuk daerah
Baihaq, Naisabur.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Imam Al-Baihaqi hidup pada masa Daulah Al-‘Abbasiyah. Beliau mengembara
mencari ilmu ke Khurasan, Irak, dan Hijaz. Dalam Siyar A’lam An-Nubala,
Imam Adz-Dzahabi bercerita tentang perjalanan Imam Al-Baihaqi dalam
menuntut ilmu. Beliau mengatakan bahwa Imam Al-Baihaqi ketika berusia 15
tahun telah mendengar dari Abu Al-Hasan Muhammad bin Al-Husain
Al-Alawi, sahabat dari Abu Hamid bin Asy-Syarqi dan beliau adalah guru
yang paling dahulu bagi Imam Al-Baihaqi. Beliau luput dari menyimak
secara langsung dari Abu Nu’aim Al-Isfarayini, sahabat Abu ‘Uwanah, dan
meriwayatkan darinya secara ijazah mengenai jual beli. Beliau juga
mendengar dari Imam Al-Hakim Abu Abdillah Al-Hafizh lalu memperbanyak
riwayat darinya dan lulus darinya.
Guru Beliau
Beliau berguru kepada ulama-ulama terkenal dari berbagai negara. Beliau
harus menempuh perjalanan panjang dan melelahkan untuk bisa menghadiri
majelis ilmu tersebut. Di antara guru-gurunya adalah sebagai berikut:
Imam Abul Hassan Muhammad bin Al-Husain Al-Alawi
Abu Abdillah Al-Hakim, pengarang kitab Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain
Abu Tahir Az-Ziyadi
Abu Abdur-Rahman Al-Sulami
Abu Bakr bin Furik
Abu Ali Al-Ruthabari
Hilal bin Muhammad Al-Hafar
Ibnu Busran
Al-Hasan bin Ahmad bin Farras
Ibnu Ya’qub Al-Ilyadi, dll.
Murid-Murid Beliau
Dalam kitab Siyar A’lamin Nubala(18/169), Imam Adz-Dzahabi mengatakan
bahwa di antara perawi yang meriwayatkan dari beliau adalah:
Syaikhul Islam Abu Ismail Al-Anshari dengan ijazah
Putranya sendiri: Ismail bin Ahmad bin Al-Husain
Cucu beliau: Abu Al-Hasan bin Ubaidillah bin Muhammad bin Ahmad
Abu Zakariya Yahya bin Mandah Al-Hafidz
Abu Ma’ali Muhammad bin Ismail Al-Farisi
Abdul Jabbar bin Abdul Wahhab Ad-Dahhan
Abdul Jabbar bin Muhammad Al-Khuwairi
Abdul Hamid bin Muhammad Al-Khuwairi
Abu Bakar Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Al-Bahiri, dll.
Pujian Ulama Kepada Beliau
Imam Al-Haramain mengatakan, “Tidak ada satu pengikut Asy-Syafi’i pun
melainkan Asy-Syafi’i memiliki jasa kepadanya, kecuali Al-Baihaqi,
karena dia berjasa kepada Asy-Syafi’i berkat karya-karyanya yang
berisikan pembelaan terhadap mazhabnya dan pendapat-pendapatnya.”
At-Taj As-Subki mengatakan, “Imam Al-Baihaqi adalah salah satu imam kaum
muslimin dan penyeru kepada tali Allah yang kukuh. Beliau adalah
penghafal besar, ahli ushul yang tiada bandingnya, zuhud, wara’, taat
kepada Allah, membela mazhab, baik ushul maupun furu’-nya, salah satu
bukit ilmu.”
Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisaburi dalam bukunya “Dzail Tarikh
Naisaburi” memuji imam Al-Baihaqi setinggi langit dengan mengatakan,
“Abu Bakr Al-Baihaqi Al-Faqih Al-Hafizh Al-Ushuli Ad-Din Al-Wari’, orang
nomor satu pada zamannya dalam hal hafalan, orang yang tiada
bandingannya di antara para sejawatnya dalam hal kesempurnaan dan
ketelitian, salah satu pemuka murid Al-Hakim, dan dia mengunggulinya
dengan berbagai macam ilmu. Beliau menulis hadis, menghafalkannya
semenjak kecil, mendalaminya, serta menguasainya.
Beliau mengambil ilmu ushul dan melakukan perjalanan menuntu ilmu ke
Irak, daerah berbukit dan Hijaz, kemudian menulis karya ilmiah. Karyanya
hampir mencapai seribu juz, yang belum pernah didahului oleh seorang
pun sebelumnya. Beliau menghimpun ilmu hadis dan fikih, menjelaskan
tentang ‘illat hadis dan meninjau tentang perbedaan-perbedaan
hadis-hadis. Para ulama meminta beliau untuk berpindah dari daerah
An-Nahiyah ke Naisabur untuk mendengar kitab-kitabnya. Beliau pun datang
padatahun 314 H, lalu mereka bermajelis untuk mendengarkan kitab
Al-Ma’rifah dan para ulama menghadirinya. Dia mengikuti jalan ulama,
merasa puasdengan yang sedikit.”
Imam Adz-Dzahabi pun memuji beliau dengan mengatakan, “Seandainya
Al-Baihaqi mau membuat madzhab untuk dirinya di mana dia berijtihad,
niscaya dia mampu melakukannya karena keluasan ilmu dan pengetahuannya
tentang perselisihan ulama. Karena itu, kalian melihatnya membela
permasalahan-permasalahan yang didukung oleh hadis sahih.”
Akhlak Beliau
Ibnu ‘Asakir berkata, Syekh Abu Al-Hasan Al-Farisi berkata, “Al-Baihaqi
berjalan di jalan para ulama, qana’ah terhadap yang sedikit, dihiasi
dengan zuhud dan wara’,serta tetap seperti demikian sampai meninggal.”
Ibnu Katsir berbicara tentang akhlak beliau, “Al-Baihaqi adalah orang
yang zuhud dan menerima sesuatu yang sederhana, banyak beribadah dan
wara’.”
Karya Beliau
Sejumlah kitab penting telah ditulisnya dan mempunyai nilai tinggi di
sisi para ulama-ulama setelahnya. Bahkan ada yang berpendapat bahwa
karyanya mencapai seribu jilid9. Kitab-kitab karangan beliau pun
mempunyai keistimewaan dibandingkan yang lainnya, karena diurutkan
dengan urutan yang begitu teliti dan cermat dan tidak ada yang seperti
beliau. Karena itu tidak ada yang seperti beliau sebelumnya
Di antara karya beliau:
Kitab As-Sunan Al-Kubra dalam 10 jilid
Kitab Syu’ab Al-Iman dalam 2 jilid
Kitab Dala’il An-Nubuwwah dalam 4 jilid
Kitab Al-Asma wa Ash-Shifat dalam 2 jilid
Kitab Ahkam Al-Qur’an dalam 2 jilid
Kitab Takhrij Ahadits Al-Umm
Kitab Al-Ma’rifat fi As-Sunan wa Al-Atsar dalam 4 jilid
Kitab Al-Mu’taqad dalam 1 jilid
Kitab Al-Ba’tswa An-Nusyur dalam 1 jilid
Kitab At-Targhib wa At-Tarhib dalam 1 jilid
Kitab Nushus Asy-Syafi’i dalam 2 jilid
Kitab As-Sunan Ash-Shaghir dalam 1 jilid besar
Kitab Al-Madkhal ila As-Sunan dalam 1 jilid
Kitab Fadhail Al-Auqat dalam 2 jilid
Kitab Manaqib Asy-Syafi’i dalam 1 jilid dan masih banyak lagi yang lainnya.
Meninggalnya Beliau
Imam al-Baihaqi meninggal pada hari Sabtu di Naisabur, Iran, tanggal 10
Jumadil Ula 458 H (9 April 1066 M). Dia lantas dibawa ke tanah
kelahirannya yaitu Baihaq dan dimakamkan di sana. Beliau hidup selama 74
tahun.
Pandangan Imam Baihaqi tentang As-Sunah
Berkata Al-Baihaqi setelah membahas masalah ini : Seandainya tidak ada
ketetapan berhujjah dengan As-Sunnah, tentulah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam khutbahnya, setelah mengajarkan perkara agama
kepada mereka yang menyaksikannya, tidak akan mengatakan.
"Artinya : Ketahuilah hendaknya yang hadir di antara kalian untuk
menyampaikan kepada yang tidak hadir, berapa banyak orang yang menerima
berita lebih paham dari pada orang yang mendengar".
Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits yang berbunyi.
"Artinya : Semoga Allah membahagiakan seseorang yang mendengarkan sebuah
hadits dari kami, kemudian ia menyampaikannya (kepada yang lain)
sebagaimana yang ia dengar, dan berapa banyak orang-orang yang menerima
kabar lebih paham dari pada orang yang mendengar".
Hadits ini adalah hadits mutawatir sebagaimana yang akan saya terangkan, insya Allah.
Berkata Imam Syafi'i : "Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menganjurkan ummatnya untuk memperhatikan sabdanya, menghafalkan dan
menyampaikannya, hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak akan
memerintahkan untuk menyampaikan sabdanya kecuali bahwa sabda beliau itu
sendiri berkedudukan sebagai hujjah bagi yang telah sampai kepadanya
sabda beliau itu, karena itu, apa yang dinyatakan dari beliau halal maka
boleh dilakukan, dan yang haram harus ditinggalkan, yang berupa hukuman
(sanksi) maka harus di tegakkan, yang berhubungan dengan harta antara
diambil atau diberi, dan yang berupa nasehat adalah untuk kebaikan untuk
duniawi dan ukhrawi".
Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits dari Abu Rafi', ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sungguh akan aku dapatkan seseorang diantara kalian yang
tengah bersandar di atas dipannya kemudian datang kepadanya suatu
perkara dariku yang aku perintahkan kepadanya atau aku larang baginya,
lalu ia berkata : "Saya tidak tahu, apa yang kami temukan di dalam
Kitabullah maka kami mengikutinya". [Hadits Riwayat Abu Daud dan
Al-Hakim]
Dan dari hadits Al-Miqdam bin Ma'di Karib, bahwa Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam mengharamkan beberapa hal pada hari (peperangan)
Khaibar, antara lain : (memakan) daging keledai dan lain-lainnya,
kemudian beliau bersabda.
"Artinya : Hampir seorang laki-laki duduk di atas dipannya tatkala
disampaikan ucapanku (haditsku), lalu ia berkata : 'Antara aku dan
kalian terdapat Kitabullah, apa yang kami dapati didalamnya (Al-Qur'an)
halal maka kami akan menghalalkannya dan apa yang kami dapati didalamnya
haram maka kami akan mengharamkannya'. Ketahuilah bahwa apa yang
diharamkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sama dengan
apa yang diharamkan Allah".
Al-Baihaqi mengatakan : " Ini adalah berita dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi pada masa setelah beliau
berupa penolakan ahli bid'ah (mubtadi') terhadap haditsnya. Ternyata
keautentikan berita ini terbukti setelah beliau tiada".
Kemudian Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syubaib bin Abi
Fadalah Al-Makki bahwa Imran bin Hushain Radhiyallahu 'anhu menyebutkan
tentang syafaat, lalu seorang laki-laki di antara kaumnya berkata
kepadanya : "Wahai Abu Najid, sesungguhnya engkau menyebutkan kepada
kami beberapa hadits yang mana hadits-hadits itu tidak memiliki dasar di
dalam Al-Qur'an". Maka Imran marah dan ia berkata kepada orang itu :
"Apakah engkau telah membaca Al-Qur'an ?". Laki-laki itu menjawab :
"Ya", Imran berkata : "Apakah di dalam Al-Qur'an engkau dapatkan (dasar)
bahwa shalat Isya adalah empat raka'at, apakah engkau mendapatkan di
dalamnya bahwa shalat Maghrib tiga raka'at, shalat Shubuh dua raka'at,
shalat Zhuhur empat raka'at dan shalat Ashar empat raka'at ?" Laki-laki
itu menjawab : "Tidak", Imran berkata : "Lalu dari siapa engkau
mengambil (dalil) itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami
mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?.! Apakah
kamu dapatkan di dalamnya (Al-Qur'an) bahwa (zakat) setiap empat puluh
ekor domba adalah satu domba, dan (zakat) setiap sekian onta adalah
sekian ekor, dan (zakat) sekian dirham adalah sekian ?" Laki-laki itu
menjawab : "Tidak", Imran berkata lagi : "Lalu dari siapa engkau
mengambil dalil itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami
mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?!. Imran
berkata lagi : " Di dalam Al-Qur'an engkau mendapatkan ayat yang
berbunyi.
"Artinya : Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah) ". [Al-Hajj : 29].
Apakah di dalamnya engkau mendapatkan keterangan bahwa hendaknya kalian
melakukan thawaf tujuh kali lalu melaksanakan shalat dua raka'at di
belakang maqam Ibrahim ?! Apakah di dalamnya (Al-Qur'an) engkau
menemukan keterangan tentang tidak bolehnya jalab, junub dan nikah
syighar dalam Islam ?! Tidaklah engkau mendengar bahwa Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah berfirman di dalam kitab-Nya.
"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" [Al-Hasyr : 7]
Imran berkata lagi : "Sesungguhnya kami telah mengambil dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak hal yang kalian tidak mengetahui
tentang semua itu".
Kemudian Al-Baihaqi berkata : "Hadits yang menyatakan bahwa suatu hadits
harus dicocokkan terhadap Al-Qur'an adalah bathil dan tidak benar
bahkan batal dengan sendirinya karena di dalam Al-Qur'an tidak ada dalil
yang menunjukkan suatu hadits harus dihadapkan pada Al-Qur'an".
Sampai disini pembahasan Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya yang berjudul
Al-Madkhal Ash-Shagir, suatu kitab yang mengantar pada pembahasan
tentang bukti-bukti kenabian. Ia juga telah menyebutkan masalah ini
dalam kitab yang berjudul Al-Madkhal Al-Kabir, yaitu suatu kitab yang
mengantar pada pembahasan tentang Sunnah-Sunnah Rasul, dalam kitab kedua
ini Imam Al-Baihaqi menyebutkan hal ini lebih gamblang dari pada kitab
yang pertama, di antaranya menyebutkan tentang bab mengenal
Sunnah-Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kewajiban
mengikuti Sunnah-Sunnah itu dengan menyebutkan firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
"Artinya : Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan
Al-Hikmah". [Ali-Imran : 164].
Berkata Imam Syafi'i : "Aku mendengar dari para Ahli Ilmu Al-Qur'an
bahwa maksud dari kata Al-Hikmah dalam ayat ini adalah Sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.