Keris-keris yang paling tinggi bersifat khusus adalah Keris Keraton.
Di bawah tingkatan keris keraton yang mengandung wahyu keraton, ada
keris-keris lain yang mengandung di dalamnya apa yang disebut sebagai
wahyu kepangkatan dan derajat dan wahyu keningratan.
Keris Keraton adalah keris-keris dan pusaka bentuk lain yang maksud dan
tujuan dalam pembuatannya adalah dikhususkan untuk nantinya dipasangkan
dengan orang si penerima wahyu keraton, menjadi lambang kebesaran sebuah
keraton, menjadi lambang kebesaran sebuah kerajaan / kadipaten /
kabupaten sesuai tingkatan kerisnya (sesuai tingkatan wahyu kerisnya).
Keris Keraton, pusaka yang menjadi lambang kebesaran sebuah keraton,
terkandung di dalamnya apa yang disebut sebagai Wahyu Keraton, yaitu
wahyu kepemimpinan pemerintahan / kenegaraan, yang akan dapat
mengantarkan orang pemiliknya kepada posisi dan derajat yang tinggi
menjadi seorang kepala pemerintahan, menjadi raja / kepala negara atau
kepala daerah, sesuai kelas dan peruntukkan kerisnya (sesuai tingkatan
wahyu kerisnya).
Pengertian keraton bukanlah semata-mata sebuah bangunan keraton yang
menjadi istana raja / adipati / bupati. Sebuah keraton melambangkan
kebesaran sebuah pemerintahan. Bangunannya sendiri hanyalah simbol saja
dari adanya sebuah pemerintahan.
Pengertian keraton terbagi dalam 3 tingkatan, yaitu keraton kerajaan,
kadipaten dan kabupaten, sehinggapengertian keraton ini meliputi, sesuai
tingkatannya masing-masing, kekuasaan dan kebesaran sebuahpemerintahan
kerajaan, kadipaten dan kabupaten.
Dan yang disebut Keris Keraton bukanlah semua keris yang dimiliki oleh
sebuah keraton atau semua keris yang dijadikan pusaka kerajaan atau
semua keris yang menjadi perbendaharaan sebuah keraton dan disimpan di
dalam ruang pusaka kerajaan.
Keris Keraton adalah keris-keris yang mengandung wahyu keraton yang
dalam pembuatannya khusus ditujukan untuk dipasangkan dengan wahyu
kepemimpinan keraton yang sudah ada pada orang yang menjadi pemimpin di
sebuah keraton untuk menjadi pusaka lambang kebesaran keraton tersebut.
Dalam kategori pusaka keraton ini termasuk juga, sesuai tingkatannya
masing-masing, pusaka-pusaka yangmenjadi lambang kekuasaan dan kebesaran
sebuah keraton kadipaten atau kabupaten.
Sebuah keris keraton baru akan menyatu dan memberikan tuahnya kepada
seorang manusia pemiliknya yang memiliki wahyu keraton di dalam dirinya,
atau kepada seorang pemiliknya yang cocok untuk menjadi wadah wahyunya.
Keris keraton adalah keris keningratan yang paling tinggi tingkatannya
dan bersifat khusus, hanya untuk orang yang memiliki wahyu keraton saja
di dalam dirinya.
Keris Keraton tidak boleh dipakai oleh sembarang orang, termasuk
walaupun ia adalah anak seorang raja. Hanya orang-orang yang sudah
menerima wahyu keraton saja yang boleh memakainya, karena keris itu
pembuatannya ditujukan untuk dipasangkan dengan orang si penerima wahyu
keraton, sehingga wahyu di dalam orang itu dan wahyu dari kerisnya akan
mewujudkan sebuah sinergi kegaiban yang kegaibannya tidak akan bisa
disamai oleh jenis pusaka apapun.
Keris Keraton dan Keris Pusaka Kerajaan sulit membedakannya. Orang harus
memiliki spiritualitas yang tinggi untuk bisa membedakan kandungan
wahyu di dalam masing-masing keris untuk bisa membedakan mana yang
adalah Keris Keraton dan mana yang bukan Keris Keraton tetapi dijadikan
Pusaka Kerajaan dan diperlakukan sama seperti sebuah Keris Keraton.
Secara umum keris-keris tersebut di atas adalah keris-keris yang bertuah
wibawa kekuasaan dan hanya cocok untuk orang-orang yang status dan
posisinya juga berkaitan dengan wibawa dan kekuasaan. Secara umum pada
jaman sekarang ini keris-keris tersebut akan memberikan tuah yang
bersifat menunjang wibawa kekuasaan, kepangkatan dan derajat (dan
kerejekian).
Jika keris-keris wahyu itu sudah dimiliki oleh seseorang yang sesuai
dengan peruntukkan kerisnya, keris-keris itu akan memancarkan aura
wibawanya dan akan dapat mengantarkan orang tersebut kepada posisi dan
derajat yang tinggi sesuai peruntukkan kerisnya dan akan membantunya
mengamankan posisi dan derajatnya dari gangguan atau perbuatan orang
lain yang merongrong martabat dan wibawanya
Keris-keris yang dalam pembuatannya khusus ditujukan untuk menjadi
pusaka lambang kebesaran dan yang untuk menjadi keris-keris pusaka
keraton (kerajaan, kadipaten / kabupaten), yang maksud pembuatannya
ditujukan untuk dipasangkan dengan wahyu keraton atau wahyu kepemimpinan
pemerintahan kenegaraan yang sudah ada pada diri seseorang, memiliki
tuah yang luar biasa, yang tidak bisa disejajarkan dengan keris-keris
yang umum ataupun jimat dan mustika. Selain biasanya kerisnya
berkesaktian tinggi, tuah dan wibawanya pun tidak sebatas hanya
melingkupi diri manusia pemakainya, tetapi melingkupi suatu area yang
luas yang menjadi wilayah kekuasaan yang harus dinaunginya. Biasanya
sosok gaibnya juga adalah raja dan penguasa di alamnya. Karakter isi
gaibnya menyerupai perwatakan wahyu keprabon yang menjadikan para mahluk
halus dan manusia di dalam lingkup kekuasaannya menghormati si keris
dan si manusia sebagai pemimpin dan penguasa di wilayah itu.
Karena itulah pada masanya, mungkin juga sampai sekarang, banyak orang
memiliki pengertian yang salah seolah-olah siapa saja yang memiliki
pusaka-pusaka keraton itu akan menjadikannya lebih mudah menduduki tahta
kekuasaan dan akan jaya berkuasa, sehingga banyak orang yang memiliki
pamrih atas pusaka-pusaka tersebut.
Padahal segala sesuatunya tergantung pada orangnya itu sendiri, dan
tergantung kepadanya juga apakah jiwa pusaka-pusaka keraton itu dapat
luluh atau tidak ke dalam dirinya. Itulah yang disebut wahyu. Dan wahyu
itu tidak dapat diperoleh hanya melalui pemilikan keris saja. Untuk
dapat menerima wahyu, seseorang harus menjadikan dirinya sebagai wadah
yang sesuai dengan watak dan sifat-sifat wahyunya. Karena itulah untuk
dapat menerima sebuah wahyu seseorang harus bekerja keras, mesu raga
penuh keprihatinan dan membentuk sifat-sifat kepribadian diri dan
perbuatan yang sesuai dengan sifat-sifat wahyunya.
Seseorang yang memiliki sebuah keris / pusaka keraton, bukanlah jaminan
bahwa orang itu akan dapat mencapai tampuk pemerintahan selama jiwa
keris-kerisnya itu masih belum luluh dengan orang pemiliknya. Apabila
seseorang telah benar-benar menguasai keris-keris tersebut, serta jiwa
keris-keris itu telah luluh ke dalam dirinya, barulah orang tersebut
mendapatkan sipat kandel yang sebenarnya. Selama masih ada selisih
kebatinan antara orangnya dengan keris-keris itu, maka selama itu pula
keris-keris keramat tersebut tidak akan berguna. Keris-keris itu hanya
cocok untuk orang-orang tertentu saja. Bisa saja kerisnya dimiliki oleh
seseorang, tapi tidak semua orang pemiliknya bisa mendapatkan wahyunya.
Karena itulah, meskipun seseorang berhasil menyimpan keris-keris itu
untuk dirinya sendiri, dan seandainya ia ingin meraih tampuk
pemerintahan, tidak akan dapat dicapainya dengan bantuan keris-keris
itu, karena jiwa keris-keris itu tidak luluh ke dalam dirinya. Itulah
yang terjadi pada orang-orang yang berambisi menjadi penguasa, walaupun
mereka membekali dirinya dengan bermacam-macam pusaka, tetapi tuah
pusaka-pusaka itu tidak menyatu dengan dirinya. Yang kemudian terjadi
adalah keberadaan dan perbuatan orang-orang itu hanya membuat kacau
keadaan, pemerintahan yang tengah berjalan menjadi goyah karena
digerilya oleh orang-orang tersebut. Rakyat yang menjadi korban.
Demikianlah keris-keris tersebut baru akan bermanfaat bagi pemiliknya apabila jiwa keris-keris itu telah luluh ke dalam dirinya.
Contoh Keris Kraton
Kyai Nagasasra mempunyai karakter berwibawa, disujuti oleh kawula,
dicintai dan dihormati rakyat, berperikemanusiaan, melindungi dan
memberi kesejahteraan kepada rakyat.
Kyai Sabuk Inten mempunyai watak seperti lautan, luas tak bertepi,
menampung arus sungai dan banjir yang bagaimanapun besarnya. Dan airnya
selalu bergerak ke tempat yang membutuhkannya, tetapi gelombangnya dapat
menunjukkan kedahsyatannya bila diperlukan.
Keris-keris Nagasasra dan Sabuk Inten melambangkan perwatakan Dewa Wisnu.
Keris-keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten masih harus dilengkapi
dengan Kyai Sengkelat, keris yang juga tidak kalah pentingnya. Keris
yang memiliki watak lengkap seorang prajurit sejati, mewakili perwatakan
Dewa Hanoman, yang setia dan patuh pada kewajibannya, yang bekerja dan
berjuang bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk tanah
tumpah darah dan rakyatnya dengan penuh kejujuran tanpa pamrih, dan
setia menjalankan perintah-perintah Yang Maha Kuasa.
Watak-watak manusia yang demikian jugalah yang dicari oleh mereka, yang
diharapkan layak dan mampu menjadi pemimpin dan berbudi luhur, sejalan
dengan watak dari keris-keris tersebut. Karenanya kesejahteraan rakyat
dapat dijamin dan memberi kesempatan mengalirkan bantuannya kepada yang
membutuhkannya
Itulah sebabnya keris-keris tersebut di atas dan keris-keris lain yang
dulu terkenal kegaiban dan kesaktiannya sekarang sudah tidak ada lagi
dalam kehidupan manusia, sudah moksa, masuk ke alam gaib bersama dengan
fisik kerisnya, karena tidak mau jatuh ke tangan orang-orang yang mereka
tidak berkenan. Tetapi pada waktunya nanti sesudah ditemukan sesosok
manusia yang sesuai dengan perkenan mereka, mereka akan datang dengan
sendirinya menyatukan diri kepada orang tersebut tanpa perlu diminta.
Keris-keris tertentu dulu yang terkenal kesaktian dan tuahnya, karena
banyak orang yang ingin memilikinya dan memesan untuk dibuatkan,
kemudian banyak dibuatkan tiruan / turunan-nya, sehingga kemudian banyak
keris yang bentuknya seragam. Contoh keris yang banyak ditiru adalah
keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten dan keris Kyai Sengkelat, dan
keris-keris tiruannya sering disebut keris berdapur nagasasra (atau
berdapur naga), berdapur sabuk inten atau berdapur sengkelat.
Bila yang membuat keris-keris berdapur naga atau sengkelat itu adalah
empu yang sama dengan yang membuat keris aslinya, maka keris-keris itu
disebut keris turunannya, tetapi bila yang membuatnya adalah empu lain,
maka keris-keris itu disebut keris tiruannya (tetiron).