Sejarah asal-usul Rejang yang sebenarnya sudah sangat tidak memungkinkan
diriwayatkan secara benar senyata fakta sebenarnya. Hal ini disebabkan
beberapa faktor yang mengakibatkan sejarah asal-usul Rejang yang
terhapus dan hilang ditelan ketidaktahuan generasi masa lalu.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Suku Rejang belum memahami media yang berperan untuk dijadikan pedoman
yang tepat untuk meriwayatkan sejarah, seperti kemampuan menggambar,
menulis, memahat, maupun hal-hal lain yang dapat memungkinkan untuk
terdeteksi oleh generasi yang akan datang untuk disejarahkan.
Bukti-bukti arkeolog tersebut belum ditemukan keberadaannya hingga zaman sekarang.
Suku Rejang masih dipengaruhi oleh tradisi yang bersifat fiktif,
sehingga hal-hal yang tidak masuk akal dimasukkan dalam kisah sejarah.
Hal ini menjadikan sejarah asal-usul Rejang menjadi kisah fiktif yang
validitas dan reliabilitasnya jauh dari patokan untuk meriwayatkan
sejarah.
Suku Rejang tidak terlalu mempedulikan masa lampau, tapi menerima
sejarah masa lalu yang diriwayatkan oleh para sejarawan dan cendikiawan
asing yang berstatus penjajah. Hal ini juga dihubungkan dengan beberapa
oknum suku Rejang yang terlalu percaya diri berpendapat menurut
kemauannya sendiri, padahal kemampuan berbahasa Rejang dengan berbagai
dialek Rejang yang ada tidak dikuasainya.
Suku Rejang yang berpartisipasi dalam proyek tersebut juga bukan
berstatus orang Rejang asli, apalagi menjalani kehidupan di komunitas
suku Rejang yang masih asli.
Suku Rejang dengan sumber daya alam yang paling dieksploitasi oleh
penjajah menjadi daerah yang dijadikan asal-usul suku Rejang. Ini
disebabkan oleh rekayasa dari para penjajah yang memang memiliki
kemampuan membaca dan menulis, sedangkan suku Rejang sangat dibodohkan.
Sifat dari penjajah yang seperti ini sudah diketahui oleh para sejarawan
Indonesia, yakni penjajah menjauhkan bangsa Indonesia untuk mengetahui
ilmu pengetahuan modern.
Pengetahuan modern seperti kemampuan ilmu bahasa, ilmu hitung, ilmu
filsafat, maupun ilmu-ilmu modern yang lainnya belum didapatkan oleh
suku Rejang yang merupakan suku bangsa di Indonesia. Ini terbukti dengan
aksara kaganga yang konon merupakan tulisan asli suku Rejang, tapi pada
kenyataan tidak mampu dipahami suku Rejang masa silam hingga masa
sekarang. Hal ini juga menumbuhkan keraguan bahwa aksara tersebut adalah
asli tulisan suku Rejang yang memang prakarsa suku Rejang itu sendiri.
Suku Rejang terlalu suka meniru secara tidak kreatif, ini terbukti
dengan alat musik tradisional, tari tradisional, rumah adat, adat
upacara pernikahan, dan bahkan pakaian adat yang ada semuanya imitasi
dari suku bangsa terdekat dan pendatang yang ada di tanah Rejang.
Fenomena ini secara kasat mata dapat langsung ditebak oleh setiap
pengamatnya, meskipun pengamat tersebut adalah seorang amatir.
Dari beberapa faktor di atas, sulit sekali mendeteksi sejarah asal-usul
suku Rejang. Meskipun demikian, masih ada satu peninggalan yang masih
diwariskan secara nyata dan masih ada hingga sekarang. Warisan tersebut
adalah bahasa Rejang, sebuah bahasa yang unik yang belum punah hingga
sekarang. Walaupun bukti-bukti arkeologi belum ada terbukti
keberadaannya secara fakta, tapi bahasa dapat dijadikan pedoman
menelusuri sejarah Rejang. Hal ini membuktikan bahwa orang yang paling
berperan untuk meriwayatkan Rejang adalah suku Rejang dengan kemampuan
bahasa Rejang tingkat mahir atau penutur asli bahasa Rejang yang mampu
berkomunikasi dengan orang-orang Rejang dengan kemampuan meriwayatkan
kisah lampau secara ilmiah.
Suku Rejang adalah salah satu suku tertua di pulau Sumatera selain suku
bangsa Melayu. Suku rejang diyakini berasal dari daerah Sumatera bagian
utara dan kemudian menyebar sampai ke daerah Lebong, kepahiang, sampai
di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku
rejang terbanyak menempati Kabupaten rejang Lebong yang kini memekarkan
diri menjadi kabupaten Rejang Lebong (induk), Kabupaten Lebong dan
Kabupaten Kepahiang.
Bila kita lihat dari dialek bahasa yang digunakan, sangat jelas
perbedaan antara bahasa melayu dan bahasa daerah di Sumatra lainnya
dengan bahasa Rejang. Suku Rejang menempati Bengkulu Utara, Lebong dan
di kabupaten Rejang Lebong. Suku ini merupakan terbesar di provinsi
Bengkulu. Berdasarkan Tambo, orang Rejang berasal dari Bidara Cina
melewati Paguruyung, juga dari Majapahit dari Jawa. Leluhur suku Rejang
berasal dari Mongolia, Cina Utara.
Suku Rejang, yang mempunyai garis keturunan yang jelas, mempunyai daerah
dan wilayah tempat tinggal yang diakui etnisnya, memiliki adat istiadat
dan tata cara yang tinggi diantara ratusan suku bangsa yang ada di bumi
nusantara ini.Hampir semua dari unsur-unsur budaya telah dimiliki oleh
suku Rejang, seperti: Sejarah,Bahasa, Aksara, Sistem pengetahuan, sistem
organisasi sosial, sistem peralatan hidup, sistem religi dan kesenian.
Sejarah suku bangsa Rejang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
sejarah Rejang Purba dan sejarah Rejang Modern.Sejarah Rejang Purba
dimulai dari masa kedatangan kelompok bangsa Mongolia di Bintunan
Bengkulu Utara pada tahun 2090 SM hingga
sebelum kedatangan para Ajai di pertengahan abad ke 14 masehi.Sejarah
Rejang Modern dimulai dari masa kedatangan dan kepemimpinan para”Ajai”
di Renah Skalawi ( 1348) hingga sekarang.
Disebut Rejang Purba karena dalam kurun waktu 2090 SM hingga
pertengahan abad-14 M itu kehidupan suku Rejang masih sangat primitif,
hidup selalu berpindah-pindah( nomaden) dar satu tempa ke tempat lain
dimana tempat yang dapat memberi merek kehidupan.Kemudian mereka mulai
hidup menetap dalam kelompok masyarakat “kumunal” di pedalaman hutan
rimba yang tertutup dunia luar, peralatan hidup teknologi yang masih
sangat sederhana, mereka penganut animisme.
Sejarah rejang modern ditandai dengan masuknya para Ajai ( Sutan Gagu
alias Ninik Bisu dan Zein Hadirsyah alias Tiea Keteko) pada pertengahan
abad ke -14 yang membawa perubahan pada pola kehidupan masyarakat suku
Rejang, mereka mulai mengenal sistem pengetahuan, sistem organisasi
sosial, sistem peralatan hidup dan sistem religi.
Menurut sejarah, semua orang rejang yang bertebaran itu berasal dari
pinang Belapis, Renah Skalawi yang kini disebut Lebong.Mereka adalah
anak keturunan Rhe Jang Hyang dari bangsa Mongol, cina Utara.Kira -kira
4100 tahun yang lalu atau sekitar 2090 SM,
Rhe jang Hyang bersama dengan kelompoknya mendarat di pantai Slolong,
daerah Bintunan, Bengkulu Utara, sekarang, ketika itu Sumatera masih
bernama Swarnadwiva.
Setelah bertahun-tahun hidup merejang di dalam hutan, akhirnya mereka
mulai hidup menetap dan mereka mendirikan sebuah perkampungan yang
diberi nama ” Kutai Nuak”, di daerah utara NapalPutih, perbatasan antara
Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara sekarang, tetapi masih merupakan
kelompok masyarakat “kumunal” dalam arti, setiap anggotanya belum
mempunyai hak milik perorangan.
Dalam keempat kepemimpinan ini mereka ada sebuah falsafah hidup yang
diterapkan yang itu pegong pakeui, adat cao beak nioa pinangyang
berartikan adat yang berpusat ibarat beneu. Bertuntun ibarat jalai (jala
ikan), menyebar ibarat jala, tuntunannya satu. Jika sudah berkembang
biak asalnya rejang tetap satu. Kenapa ibaratbeneu? beneu ini satu
pohon, tapi didahan daunnya kait-mengait walaupun ada yang menyebar atau
menjalar jauh. Walaupun pergi ketempat yang jauh tapi tahu akan
jalinan/hubungan kekeluargaannya. Bisa kembali lagi darimana asal mereka
berada.
Pegong pakeui juga mengajarkan bahwa kita sebagai manusia mempunyai hak
yang sama. Jika kita sama-sama memiliki, maka kita membaginya sama rata.
Jika kita menakar (membagi), misalnya membagi beras, kita menakarnya
sama rata atau sama banyaknya. Jika kita melakukan timbangan, beratnya
harus sama berat. Itulah pegong pakeui orang rejang. Amen bagiea' samo
kedaou, ameun betimbang samo beneug, amen betakea samo rato. Artinya
jika membagi sama banyak, jika menimbang sama berat, jika menakar sama
rata). Itulah cara adat rejang.
Suku Rejang memiliki lima marga, yaitu Jekalang, Manai, Suku Delapan,
Suku Sembilan dan Selumpu. Lima marga inilah sekarang yang ada di tanah
rejang yang ada di Bengkulu. Jika ada yang pindah ketempat lain mereka
akan tetap berdasarkan lima marga tersebut. Walaupun mungkin banyak
orang-orang rejang yang ada di Bengkulu sudah tidak tahu lagi mereka
masuk kedalam marga apa. Dikatakan oleh orang tua dahulu pecua' bia
piting kundei tanea' ubeuat, pecua bia' piting kundei tanea' guao',
istilah rejangnya mbon stokot, 'mbar-mbar ujung aseup, royot kundeui
ujung stilai. Artinya masih ada asal usul yang menyangkut tanah lebong,
walau dia berpencar kemanapun.
Dari kepercayaan yang ada, mereka percaya asal mula rejang itu satu.
Tidak ada bibitnya (asal usulnya) dari orang lain. Semuanya berasal dari
Ruang Lebong atau Daerah Lebong yaitu dari Ruang Sembilan Sematang.
Walaupun sekarang orang rejang atau suku-suku rejang sudah menyebar
dipelosok nusantara ini ataupun diluar negeri sekalipun.
Bahasa Rejang adalah bahasa yang digunakan di Kabupaten Rejang Lebong,
Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Kepahiang.
Keempat kabupaten tersebut termasuk dalam wilayah Provinsi Bengkulu,
Indonesia. Bahasa Rejang memiliki abjad tersendiri yang dikenali sebagai
abjad Kaganga. Abjad Kaganga identik dengan huruf yang ada pada abjad
Batak dan abjad lampung. Kemungkinan besar karena adanya asimilasi
tradisi melalui informasi di masa yang tidak kita mengerti. Bahasa
Rejang terbagi dari tiga kelompok dialek, yakni dialek Rejang Curup,
Rejang Kepahiang, dan Rejang Lebong. Dialek yang di Kabupaten Bengkulu
Utara termasuk dialek Curup, karena tidak berbeda dengan dialek Curup.
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi
menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun,
meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi
setiap penutur asli bahasa Rejang dapat memahami perbedaan kosakata
pada saat komunikasi berlangsung. Karena perbedaan tersebut seperti
perbedaan dialek pada bahasa Inggris Amerika, bahasa Inggris Britania,
dan bahasa Inggris Australia. Secara filosofis, perbedaan dialek bahasa
Rejang terjadi karena faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis
dari suku Rejang itu sendiri.
Hal ini juga membuktikan bahwa tingkat persatuan dan kesatuan suku
Rejang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan suku bangsa terdekat
lainnya anatara suku Lembak, suku Srawai dan suku Pasemah. Itu
disebabkan karena suku Rejang bukan suku bangsa perantau sehingga
tingkat kepemilikan tanah mereka tergolong tinggi, mereka masih mudah
dipengaruhi devide et empera yang dilancarkanpenjajah sejak zaman
pemerintahan Hindia-Belanda. Pada zaman sekarang, politik pecah belah
tersebut dilancarkan oleh golongan tertentu dengan tujuan yang relatif
sama dengan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejarah asal-usul suku Rejang telah terhapus dan hilang atau tidak
tercatat, sehingga hanya terdapat beberapa spekulasi sejarah mengenai
asal-usul mereka, selain beberapa cerita rakyat yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya.