Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro) yang merupakan suami Nyai
Gadhung Melati dan ayah Roro Tenggok (Roro Sekar Rinonce) adalah paman
sekaligus guru Raden Mas Karebet (Jaka Tingkir/Sultan Hadiwijaya) yang
menjadi pendiri Kerajaan Pajang.
Ayah Kyai Ageng Purwoto Sidik bernama Pangeran Handayaningrat (Jaka
Sengara/Kyai Muhammad Kabungsuan/Ki Ageng Pengging Sepuh) putra Syaikh
Jumadil Kubro, Troloyo, Mojokerto. Ibu Kyai Ageng Purwoto Sidik bernama
Raden Ayu Retno Pambayun putri Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit
terakhir).
Adapun saudara kandung Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro) diantaranya:
1. Ki Ageng Kebo Kenongo (Kyai Ageng Sihabbuddin), ayah Jaka Jaka Tingkir.
2. Ki Ageng Kebo Amiluhur
3. R. Ayu Retno Pandang Kuning
4. R. Ayu Retno Pandang Sari
5. Raden Kebo Sulastri
Adapun silsilah Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro) adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah Muhammad saw, berputra:
2. Sayyidah Fathimah az-Zahra, berputra:
3. Sayyidina Husain, berputra:
4. Sayyid Ali Zainal Abidin, berputra:
5. Sayyid Muhammad al-Baqir, berputra:
6. Sayyid Ja’far Shadiq, berputra:
7. Sayyid Ali al-Uraidhi, berputra:
8. Sayyid Muhammad, berputra:
9. Sayyid Isa bin Muhammad, berputra:
10. Sayyid Ahmad al-Muhajir, berputra:
11. Sayyid Ubaidillah, berputra:
12. Sayyid Alwi, berputra:
13. Sayyid Muhammad, berptra:
14. Sayyid Alwi, berputra:
15. Sayyid Ali Khali’ Qasam, berputra:
16. Sayyid Muhammad Shahib Mirbath, berputra:
17. Sayyid Alwi Ammil Faqih, berputra:
18. Sayyid Abdul Malik Azmatkhan, berputra:
19. Sayyid Ahmad Jalaluddin, berputra:
20. Sayyid Husain Jamaluddin, berputra:
21. Sayyid Maulana Ahmad Jumadil Kubra, berputra
22. Sayyid Muhammad Kabungsuan/ Pangeran Handayaningrat/Jaka Sengara, berputra:
23. Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kenongo/Kyai Ageng Banyubiru),
suami Nyai Gadhung Melati dan ayah Roro Tenggok (Roro Sekar Rinonce)
Adapun silsilah Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro) dari pihak ibu adalah:
1. Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit terakhir), berputra:
2. Raden Ayu Retno Pambayun (suami Pangeran Handayaningrat), berputra:
3. Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kenongo/Kyai Ageng Banyubiru),
suami Nyai Gadhung Melati dan ayah Roro Tenggok (Roro Sekar Rinonce)
Perlu diketahui bahwa Nyai Gadhung Melati (istri Kyai Ageng Purwoto
Sidik/Ki Kebo Kanigoro) dan putrinya Roro Tenggok (Roro Sekar Rinonce)
merupakan pertapa yang menjadi cikal bakal dusun Sekardangan, kecamatan
Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Dalam berbagai pengembaraannya, Nyai Gadhung Melati dan putrinya Roro
Tenggok (Roro Sekar Rinonce) mempunyai beberapa petilasan diantaranya
berada di:
1. Sekardangan, Kanigoro, Blitar
2. Maliran, Ponggok, Blitar
3. Kanigoro, Blitar
4. Bendelonje, Talun, Blitar
5. Dayu, Nglegok, Blitar
6. Kademangan, Blitar
7. Selokajang, Srengat, Blitar
8. Genjong, Wlingi, Blitar
9. Batu, Malang
10. Dan lain-lain
Tempat-tempat tersebut merupakan tempat singgah Nyai Gadhung Melati dan
putrinya Roro Tenggok (Roro Sekar Rinonce) dalam berbagai
pengembaraannya. Setelah mengembara kesana kemari dan yang terakhir di
dusun Sekardangan, kecamatan kanigoro, kabupaten Blitar, Nyai Gadhung
Melati dan putrinya Roro Tenggok (Roro Sekar Rinonce) lalu kembali ke
tempat asalnya, yaitu daerah Banyubiru, kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
dan dimakamkan disana disamping Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo
Kanigoro) suaminya. Berikut adalah petilasan Nyai Gadhung Melati dan
Roro Tenggok di dusun Sekardangan, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar:
Mahesa Jenar
Mahesa Jenar dikenal pula sebagai Senapati Rangga Tohjaya. Gelar itu
didapatnya saat masih menjabat sebagai salah satu prajurit pilihan di
Kerajaan Demak. Mahesa Jenar adalah trah Majapahit Dia adalah murid dari
Ki Ageng Pengging Sepuh alias Pangeran Handayaningrat, Menantu dari
Prabu Brawijaya kelima. Serta berguru pada Wong Agung Menak Di
Kadilangu. Saudara seperguruannya adalah Ki Ageng Pengging alias Ki Kebo
Kenanga adalah putra dari Ki Ageng Pengging Sepuh.
Di dalam perantauannya, Mahesa Jenar juga dikenal sebagai Manahan. Nama
itu dipakainya saat melarikan diri dari kejaran laskar banyubiru demi
menyelamatkan Arya Salaka, putra sahabatnya, Ki Ageng Gajah Sora.
Masa kecilnya dilalui sebagai teman bermain "Nis" yang dikenal juga
sebagai Ki Ageng Sela Enom. Nis Sela atau yang dikenal juga dengan
sebutan Ki Ageng Ngenis adalah putra dari Ki Ageng Sela Sepuh.
Legenda mengatakan bahwa Ki Ageng Sela Sepuh (yang tinggal di daerah
Sela,Boyolali, Jawa Tengah) memunyai kelincahan yang luar biasa sehingga
mampu menangkap petir. Dan kemampuan ini menurun pada anaknya (Nis
Sela)
Hubungan dengan beberapa tokoh nyata ini karena jalan ceritanya
mengambil latar ketika masih berkuasanya Kasultanan Demak. Mahesa Jenar
merupakan salah satu prajurit yang sangat dihormati di lingkungan
kerajaan, termasuk oleh Sultan sendiri. Sayang saat terjadi peristiwa
terbunuhnya Ki Kebo Kenanga ditambah pencurian pusaka kerajaan, Kyai
Nagasasra dan Kyai Sabukinten, Mahesa Jenar dianggap sebagai seteru
kerajaan, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari
jabatannya dan mulai merantau untuk melacak keberadaan kedua keris
pusaka itu.
Mahesa Jenar dikenal dengan sikapnya yang jantan dan ksatria. Dia adalah
tipikal prajurit yang berjuang tanpa berharap imbalan. Begitu gigihnya
dalam perjuangan, Mahesa Jenar sampai kadang melupakan kepentingan
pribadinya. Mahesa Jenar juga tipe pria yang keras hati dan kadangkala
dianggap kaku oleh kaum perempuan. Kekakuannya itu sebenarnya adalah
cerminan dari ketulusan jiwanya dan kerelaannya berkorban untuk sesuatu
yang dianggapnya benar. Termasuk jika dia harus mengorbankan perasaannya
sendiri demi kebahagiaan orang yang dicintainya.
Sikapnya yang demikian juga karena kecanggungannya jika berhadapan
dengan wanita sehingga membuatnya bisa bersikap tidak wajar. Peristiwa
yang melibatkan dirinya dengan Nyai Wirasaba menunjukkan betapa Mahesa
jenar kurang peka dalam menyelami perasaan seorang wanita.
Dalam perjalanannya, suatu hari di Hutan Tambak Baya, dirinya menolong
seorang gadis cantik bernama Dewi Rara Wilis dari cengkeraman penjahat
yang menamakan dirinya Jaka Soka dan Lawa Ijo setelah melalui
pertempuran sengit dan nyaris tewas oleh kekuatan pusaka Lawa Ijo.
Dari situlah Mahesa Jenar kemudian menaruh bibit cinta pada Rara Wilis.
Rara Wilispun ternyata membalas cintanya, meskipun kemudian Mahesa Jenar
berusaha meninggalkannya karena tahu dirinya tidak bisa memberikan
apa-apa pada gadis yang sangat dicintainya itu. Hal itu dilakukannya
setelah mengetahui saudara perguruan Rara Wilis, Demang Sarayuda yang
kaya raya juga mencintai Rara Wilis. Tidak diketahui apakah sikap Mahesa
Jenar yang demikian itu benar-benar keluar dari dasar hatinya ataukah
sekedar akibat kecemburuan sesaat. Beruntung kemudian Mahesa Jenar
mendapat nasihat dari Ki Ageng Pandan Alas, kakek sekaligus guru dari
Rara Wilis.
Dalam perantauannya, Mahesa Jenar bersahabat dengan Ki Ageng Gajah Sora
dari Banyubiru. Ki Ageng Gajah Sora adalah putra sekaligus murid dari Ki
Ageng Sora Dipayana yang juga adalah sahabat gurunya. Uniknya, sebelum
saling menyadari, keduanya terlibat pertarungan dahsyat yang nyaris
merenggut nyawa mereka berdua. Persahabatan mereka berdua pula yang
membawa Mahesa Jenar terlibat perang saudara di Banyubiru dan akhirnya
harus melarikan diri setelah Ki Ageng Gajah Sora difitnah telah mencuri
keris Nagasasra dan Sabukinten.
Dalam pelariannya itu, dia membawa putra Ki Ageng Gajah Sora, Arya
Salaka yang belakangan diangkatnya sebagai anak dan murid. Secara tidak
diduga, dalam pelariannya selama hampir lima tahun itu, dia bertemu
dengan paman gurunya Ki Kebo Kanigara saudara seperguruan sekaligus anak
tertua Ki Ageng Pengging Sepuh , yang memiliki kesaktian jauh lebih
dahsyat dari gurunya sendiri. Dan lewat bimbingan dari Kebo Kanigara
pulalah Mahesa Jenar akhirnya bisa melewati batas kemampuan ilmunya
sendiri yang membuat ilmunya meningkat berlipat-lipat hingga diapun juga
berhasil melampaui kesaktian gurunya.
Mahesa Jenar menguasai Ilmu Sasra Birawa dari perguruan Pengging dengan
baik. Sebelum mendapat bimbingan dari Ki Kebo Kanigara, ilmunya masih
belum seberapa, hanya setingkat lebih tinggi dari kesaktian para
pendekar level menengah seperti Mantingan, Wirasaba, Jaka Soka atau Lawa
Ijo. tapi setelah menggembleng diri di bawah bimbingan Ki Kebo
Kanigara, ilmunya meningkat tajam, bahkan jika harus melawan para
sesepuh dunia persilatan sekalipun Mahesa Jenar tidak akan kalah
Sehingga Mahesa Jenar kemudian disebut sebagai titisan dari Almarhum
Pangeran Handayaningrat sendiri. Bahkan oleh sebagian kalangan tua,
Mahesa Jenar dipandang lebih hebat dari gurunya tersebut.
Tata Gerak yang diperagakan oleh Mahesa Jenar selain murni dari tata
gerak perguruan Pengging, juga dikembangkan dengan kemampuannya
menirukan gerak binatang di alam liar, sehingga perkembangan gerakan
Perguruan Pengging menjadi semakin bervariasi. Mahesa Jenar kerap
disebut memiliki kelincahan seekor kijang dengan tenaga seekor banteng.
Dia juga bisa menggunakan berbagai macam senjata dengan baik berkat
latihannya sebagai prajurit, segala benda yang ada di tangannya bisa
digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Mahesa Jenar juga gemar mengamati setiap tata gerak dari setiap lawannya
membuatnya mampu membaca setiap gerakan lawannya. Ki Kebo Kanigara
menyebutnya bertarung dengan kecerdasan. Tidak salah jika disebut
demikian karena Mahesa Jenar selain jeli juga memiliki otak yang
cemerlang. Kecerdasannya dibuktikan saat mengungkap teka-teki keberadaan
tokoh misterius bernama Pasingsingan, bahkan dia berhasil pula
menghubungkan keberadan Pasingsingan dengan Panembahan Ismaya, sesepuh
Padepokan Karang Tumaritis, yang sejatinya adalah guru dari seluruh
Pasingsingan yang ada. Berkat kecerdasannya pula dia berhasil
menyempurnakan ilmu Sasrabirawa tidak hanya sebagai ilmu untuk
menyerang, tapi juga bisa berfungsi sebagai pertahanan. Pasingsingan
yang bernama Umbaran pernah merasakan bagaimana ilmunya berhasil
dipatahkan dengan perlindungan Sasrabirawa yang disempurnakan oleh
Mahesa jenar.
Mahesa Jenar juga kebal racun karena di dalam darahnya mengalir bisa
ularGundala Seta yang terkenal mampu menetralisir segala macam racun.
Bisa ular Gundala Seta tersebut diperolehnya dari Ki Ageng Sela.
Kemampuannya dibuktikan saat mengobati kaki Wirasaba, salah satu
sahabatnya yang disebut juga sebagai Seruling Gading. Dan sekali lagi
saat memunahkan racun dari pusaka Lawa Ijo yang dikenal dengan sebutan
Akik Kelabang Sayuta.