Tahun 929, Raja Mpu Sindokmemindahkan pusat Kerajaan Mataramdari Jawa
Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau serangan
Kerajaan Sriwijaya. Beberapa literatur menyebutkan pusat kerajaan yang
baru ini terletak di Watugaluh. Suksesor Mpu Sindok adalah Sri Isyana
Tunggawijaya (947-985) dan Dharmawangsa (985-1006). Tahun 1006, sekutu
Sriwijaya menghancurkan ibukota kerajaan Mataram dan menewaskan Raja
Dharmawangsa. Airlangga, putera mahkota yang ketika itu masih muda,
berhasil meloloskan diri dari serbuan Sriwijaya, dan ia menghimpun
kekuatan untuk mendirikan kembali kerajaan yang telah runtuh.
Bukti petilasan sejarah Airlangga sewaktu menghimpun kekuatan kini dapat
dijumpai di Sendang Made, Kecamatan Kudu. Tahun 1019, Airlangga
mendirikan Kerajaan Kahuripan, yang kelak wilayahnya meliputi Jawa
Timur, Jawa Tengah, Bali; serta mengadakan perdamaian dengan Sriwijaya.
Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang
merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono,
Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah DesaNgrimbi, Kecamatan
Bareng. Hingga ini banyak dijumpai nama-nama desa/kecamatan yang diawali
dengan prefiks mojo-, di antaranya Mojoagung,Mojowarno, Mojojejer,
Mojotengah,Mojotrisno, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu
peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan
Bareng.
Menyusul runtuhnya Majapahit, agamaIslam mulai berkembang di kawasan,
yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang
kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan
melemahnya pengaruh Mataram, Kolonialisasi Belandamenjadikan Jombang
sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian
sebagai bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke 18, dan juga
seperti di daerah lain juga pernah diduduki oleh Bala Tentara Dai Nippon
(Jepang) pada tahun 1942 sampai Indonesia merdeka di tahun 1945.
Jombang juga menjadi bagian dari wilayah gerakan revolusi kemerdekaan
Indonesia. Etnis Tionghoa juga berkembang dengan adanya tiga kelenteng
di wilayah Jombang dan sampai sekarang masih berfungsi. Etnis Arab juga
cukup signifikan berkembang. Hingga kini pun masih ditemukan sejumlah
kawasan yang mayoritasnya adalah etnis Tionghoa dan Arab, terutama di
kawasan perkotaan.
Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula wilayah
yang kini adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu
residen di dalam Kabupaten Mojokerto. BahkanTrowulan (di mana merupakan
pusat Kerajaan Majapahit), adalah masuk dalamkawedanan (onderdistrict
afdeeling) Jombang.
Alfred Russel Wallace (1823-1913), naturalis asal Inggris yang
memformulasikan Teori Evolusi dan terkenal akan Garis Wallace, pernah
mengunjungi dan bermalam di Jombang ketika mengeksplorasi keanekaragaman
hayati Indonesia.
Tahun 1910, Jombang memperoleh status Kabupaten, yang memisahkan diri
dari Kabupaten Mojokerto, dengan Raden Adipati Arya Soeroadiningrat
sebagai Bupati Jombang pertama. Masa pergerakan nasional, wilayah
Kabupaten Jombang memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme.
Beberapa putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia,
seperti KH Hasyim Asy'ari (salah satu pendiri NU dan pernah menjabat
ketua Masyumi) dan KH Wachid Hasyim (salah satu anggotaBPUPKI termuda,
serta Menteri Agama RI pertama).
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950tentang Pembentukan Daerah Kabupaten
dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan Jombang sebagai salah
satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur.
Asal usul terjadinya Kabupaten Jombang tidak terlepas dari legenda
pertarungan Kebo Kicak dan Surontanu. Wilayah pertarungan dua manusia
sakti tersebut dipercaya sebagai daerah yang sekarang kita kenal sebagai
Kabupaten Jombang.
SEJARAH KEBO KICAK
Siapakah Kebo Kicak? Mengapa namanya menjadi demikian aneh?
Terdapat banyak versi legenda yang beredar di masyarakat yang
menceritakan kisah Kebo Kicak. Salah satu legenda yang beredar di
kalangan cerita dari mulut ke mulut menyatakan bahwa karena sifatnya
yang durhaka kepada orang tua, maka Kebo Kicak dikutuk oleh orang tuanya
sehingga memiliki kepala kebo (kerbau). Dengan demikian muncul sebutan
Kebo Kicak.
Setelah dikutuk memiliki kepala kerbau dengan tetap berbadan manusia,
Kebo Kicak berguru kepada seorang kyai yang sakti mandraguna. Setelah
bertahun-tahun belajar pada kyai tersebut, akhirnya Kebo Kicak pun
menjadi orang yang sholeh dan sadar akan kesalahannya di masa lalu. Kebo
Kicak memiliki kemampuan yang luar biasa, baik dari segi agama maupun
kesaktian.
SEJARAH SURONTANU
Siapa pula Surontanu? Apakah hubungannya dengan Kebo Kicak?
Pada masa itu, di sebuah kadipaten Kerajaan Majapahit yang kelak disebut
Kabupaten Jombang, terdapat seorang perampok yang sakti bernama
Surontanu. Surontanu adalah penjahat nomor satu dan paling ditakuti oleh
masyarakat yang tinggal di sekitar Jombang. Tidak ada satu pun orang
yang mampu menangkap Surontanu.
Alkisah, Kebo Kicak mendengar terjadinya huru-hara di masyarakat
kemudian diperintahkan oleh gurunya untuk membasmi angkara murka. Kebo
Kicak turun gunung untuk menghentikan kejahatan Kebo Kicak. Setelah
petualangan beberapa hari, Kebo Kicak berhasil menemukan Surontanu dan
keduanya beradu ilmu kesaktian.
Pertarungan tersebut berlangsung lama sekali sehingga Surontanu terdesak
dan akhirnya melarikan diri. Dan sampailah pelarian Surontanu ke sebuah
rawa yang terdapat banyak sekali tanaman tebu. Akhirnya Surontanu
dengan kesaktiannya berhasil masuk ke dalam rawa tebu. Kebo Kicak pun
menyusul dan masuk ke dalam rawa yang terletak di wilayah Jombang
sekarang.
Baik Surontanu maupun Kebo Kicak yang masuk ke dalam rawa tebu tidak
pernah kembali lagi hingga sekarang. Entah apa yang terjadi dengan
mereka berdua, hingga sekarang jasad maupun makam mereka berdua tidak
pernah ditemukan oleh masyarakat.
VERSI LAIN ASAL USUL TERJADINYA KABUPATEN JOMBANG
Dari beberapa cerita tentang Kebo Kicak memang masih banyak versi lain
yang mengungkapkannya. Salah satu versi mengisahkan bahwa Kebo Kicak
adalah sosok ksatria dan berani mengobrak-abrik Kerajaan Majapahit untuk
mencari ayah kandungnya yang bernama Patih Pangulang Jagad.
Setelah Kebo Kicak bertemu Patih Pangulang Jagad, sang ayah mengajukan
syarat agar Kebo Kicak menunjukkan bukti bahwa dia benar-benar anaknya.
Pembuktian dilakukan dengan mengangkat batu hitam di sungai Brantas
sehingga Kebo Kicak harus berkelahi dengan Bajul Ijo. Sesudah berhasil
membuktikan bahwa dirinya anak kandung Patih Pangulang Jagad, maka Kebo
Kicak diberi wewenang menjadi penguasa wilayah Barat.
Namun sepak terjang Kebo Kicak tidak sampai disitu. Ambisi kekuasaannya
yang tinggi membuat dia rela bertarung dengan saudara seperguruannya,
Surantanu. Kebo Kicak berkelahi dengan Surantanu karena memperebutkan
pusaka banteng yang sudah diakui sebagai milik Surantanu.
Lokasi pertarungan Kebo Kicak dan Surantanu berpindah-pindah. Sebagian
besar wilayah pertarungan mereka kemudian diabadikan menjadi nama
daerah. Konon ceritanya, pertempuran dua saudara tersebut berlangsung
dengan dahsyat. Keduanya saling beradu kesaktian hingga memunculkan
cahaya ijo (hijau) dan abang (merah). Dari penggabungan kata ijo dan
abang inilah muncul sebutan wilayah Jombang.
Dari dua versi asal usul terjadinya Kabupaten Jombang di atas,
masyarakat lebih banyak yang percaya kepada versi kedua, yaitu
pertarungan Kebo Kicak dan Surantanu yang menghasilkan cahaya ijo dan
abang. Akronim kata ijo dan abang melahirkan sebutan jombang. Demikian
cerita asal usul kabupaten Jombang. Semoga bisa memperkaya wawasan Anda
dalam mempelajari kebudayaan Indonesia.
Situs Gua Made atau disebut juga Situs Kedung Watu terletak di Dukuh
Kedung Watu, Desa Made, Kecamatan Ngusikan. Dulunya Desa Made termasuk
dalam wilayah Kecamatan Kudu, namun semenjak ada pengembangan kecamatan
di Kabupaten Jombang pada tahun 2008, Desa Made kini masuk dalam wilayah
Kecamatan Ngusikan. Situs Kedung Watu berada di kawasan Petak 16 D,
BKPH Tapen, Bagian Hutan Mantup, KPH Mojokerto, Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur. Lokasinya terletak pada 07°24’07,3” LS dan 112°19’05,7” BT.
Penemuan Situs Gua Made berawal dari kegiatan penambangan emas liar yang
dilakukan oleh penduduk pada tahun 1982. Mereka tidak sengaja menemukan
ruangan bawah tanah yang kemudian disebut dengan gua bawah tanah. Pada
tahun 1992/1993, lokasi ini ditinjau oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Jawa Timur (menjadi BP3 dan kini menjadi BPCB). Pada tahun
2001, peneliti asal Italia melakukan pendataan (dokumentasi foto) yang
didampingi oleh petugas dari Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Jawa Timur. Kegiatan ini mencatat adanya temuan struktur bata di 3
lubang dan beberapa temuan lepas seperti fragmen gerabah, keramik asing,
kerang, dan kerak perunggu. Tim Puslitarkenas dan BP3 Jatim pada tahun
2006 melakukan survei permukaan dan menemukan fragmen gerabah, keramik,
celupak, gandik, bandul jala, dan fosil kerang.
Berdasarkan Mitos yang berkembang, Situs Gua Made dipercaya sebagai
tempat persembunyian Maling Cluring. Maling Cluring adalah pencuri yang
mencuri harta orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin.
Prasasti Tengaran disebut juga Prasasti Geweg secara administratif
terletak di Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, Jombang. Letak prasasti
ini masih insitu (berada pada posisinya semula). Saat ini wilayah di
sekitar prasasti ini berada merupakan areal persawahan. Rute untuk
menuju Prasati Tengaran sebagai berikut: Jombang – Jl. Gus Dur – Jl.
Soekarno Hatta – belok ke arah Terminal Jombang – perempatan terminal
lurus ke utara mentok belok kiri – pertigaan belok kanan lurus ikuti
jalan – Desa Tengaran.
Prasasti Tengaran terbuat dari batu andesit dengan tinggi 124 cm dan
lebar 78 cm. Ditulis dengan aksara Jawa kuno dalam bahasa Jawa kuno.
Tersusun menjadi 7 baris pada sisi A dan 16 baris pada sisi B.
Prasasti Tengaran disebut juga Prasasti Geweg karena prasasti ini memuat
tentang penetapan Desa Geweg sebagai sima. Desa Geweg merupakan desa
kuno, sekarang masuk dalam wilayah Desa Tengaran. Penetapan sima
dilakukan pada tanggal 6 Paropeteng bulan Srawana tahun 857 Saka (14
Agustus 935M) oleh Mahamantri pu Sindok san srisanotunggadewa
bersamarakyan sri parameswari sri wardhani Kbi umisori. Pu Sindok
merupakan raja Medang (Mataram Kuno) periode Jawa Timur, sedangakan Kbi
diduga merupakan permaisurinya.