Rencong (bahasa Aceh: reuncong) adalah senjata tajam tradisional
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Masyarakat Aceh menggunakan senjata ini
untuk keperluan sehari-hari, aksesori busana, dan peralatan perang serta
alat untuk membela diri.
Asal-usul
Hampir semua orang Aceh, terutama kaum laki-laki, memiliki rencong.
Bahkan, orang Aceh yang berada di perantauan pun banyak yang menyimpan
senjata ini, meskipun mungkin jarang atau bahkan tidak pernah digunakan.
Bagi mereka, rencong bukan sekadar senjata tapi juga menjadi teman
hidup.
Kemunculan rencong dibagi ke dalam dua periode. Pertama, kemunculan
berbagai jenis perkakas yang digunakan sehari-hari. Peralatan tersebut
juga merupakan peralatan senjata tajam yang meliputi alat perang, kapak,
pisau, dan lain-lain. Pembuat peralatan ini disebut pandee beusou.
Orang ini umumnya juga membuat senjata tajam berbentuk pendek sejenis
pisau yang berfungsi sebagai alat potong.
Kedua, rencong sebagai senjata dalam peperangan. Senjata ini merupakan
perkembangan dari pisau yang semula digunakan sebagai alat potong. Pisau
dianggap tidak berfungsi efektif dalam peperangan, maka bentuknya
diubah sedikit dan berubah menjadi senjata tikam. Keunggulan rencong
dibanding peralatan perang lain, semisal pedang, adalah bentuknya yang
kecil. Bentuk seperti ini membuat rencong dapat diselipkan di pinggang
sehingga tidak diketahui musuh. Rencong digunakan dalam pertarungan
jarak dekat.
Sama dengan peralatan dari besi lainnya, rencong pada awal kemunculannya
dibuat oleh pandee beusou. Hanya saja orang yang membuat senjata ini
adalah pendee beusou yang sudah terampil. Ia harus mampu menciptakan
senjata yang ampuh sebagai alat perang serta bentuk yang indah sebagai
benda pusaka.
Rencong pertama kali digunakan sebagai senjata perang ketika perang
melawan Portugis, yaitu pada masa pemerintahan Sultan Ali Muqhayat Syah
pada kurun 1514-1528. Bentuk rencong pada masa itulah yang kemudian
menjadi bentuk rencong seperti yang dikenal sekarang ini.
Bentuk rencong menunjukkan hubungan erat senjata ini dengan nuansa
Islam. Rangkaian huruf Arab Ba, Sin, dan Lam kemudian menyerupai bentuk
kalimat bismillah. Namun, bentuk ini seperti kalimat itu hanya abstrak
saja, tidak benar-benar membentuk kalimat itu. Bentuk yang diserupakan
dengan kalimat suci itu lalu menjadi dasar bahwa rencong tidak boleh
digunakan sembarangan. Senjata ini hanya boleh digunakan untuk kebaikan,
atau membela diri, dan berperang di jalan Tuhan (Jihad Fi Sabilillah).
Di zaman dulu rencong menjadi simbol Islam di mana senjata ini
berhubungan dengan jihad sebagai perang suci. Oleh karenanya, ketika
berperang dengan senjata ini, pengguna akan mendapat kekuatan dari
Allah. Selain itu, rencong dikatakan juga mempunyai “ilmu”, yang dapat
diartikan sebagai kekuatan yang ada pada rencong tersebut.
Bahan pembuat rencong berbeda tingkatan tergantung siapa pemilik senjata
itu. Sarung rencong milik raja atau sultan terbuat dari gading, dan
mata pisaunya terbuat dari emas. Pada badan rencong terukir ayat suci
Alquran. Sedangkan untuk sarung rencong kebanyakan terbuat dari tanduk
kerbau atau kayu, sedangkan badan rencong terbuat dari kuningan atau
besi putih.
Bentuk rencong dipengaruhi oleh senjata-senjata di Turki dan anak benua
India. Hal ini mengingat hubungan internasional Aceh dengan
daerah-daerah di luar negeri sudah lama berlangsung dengan baik. Bentuk
rencong mempunyai kemiripan dengan sejenis pedang dari Turki, kilij.
Bentuk rencong juga mirip dengan pedang dari Kesultanan Mughal walaupun
jauh lebih pendek.
Rencong terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
Rencong Meupucok
Ciri rencong meupucok adalah ukiran emas pada gagang bagian atas. Gagang
rencong jenis ini terlihat kecil di bagian bawah, kemudian membesar di
bagian atasnya. Ukiran pada bagian gagang senjata ini ada
bermacam-macam. Ada yang berbentuk kembang daun, mawar, dan berbagai
bentuk huruf Arab. Bentuk-bentuk ukiran tersebut tidak menunjukkan
maksud atau makna tertentu. Namun, ukiran-ukiran pada gagang senjata ini
merupakan ukiran yang disenangi pemiliknya. Bahan ukiran ini juga
berbeda antara satu dengan yang lain, ada yang terbuat dari emas murni
dan ada pula yang terbuat dari suasa, yaitu bahan campuran emas dan
tembaga di mana jumlah tembaga lebih banyak.
Rencong Meucugek
Rencong meucugek adalah rencong yang menggunakan gagang melengkung 90
derajat (cugek) sehingga membentuk siku-siku. Gagang itu melengkung ke
belakang mata rencong sepanjang 8-10 cm. Rencong jenis ini digunakan
dalam medan laga pada waktu pertarungan satu lawan satu.
Masyarakat Aceh sudah menggunakan senjata jenis ini sejak peperangan
melawan penjajah. Cugek pada senjata ini dimaksudkan untuk lebih
memudahkan seseorang untuk menyergap dan menikam lawan dan mencabutnya
kembali dengan mudah. Oleh karena itu, fungsi cugek adalah untuk menahan
genggaman tangan pada rencong agar tidak terlepas.
Dalam bahasa Indonesia, cugek sering diartikan sebagai “lengkungan”.
Jadi, rencong meucugek adalah rencong yang melengkung pada bagian
sumbunya. Rencong jenis ini terkenal paling ampuh bagi masyarakat Aceh.
Gagang dan sarung rencong meucugek ada yang terbuat dari gading ada pula
yang terbuat dari tanduk kerbau.
Rencong Meukuree
Ciri yang menonjol dari rencong meukuree adalah tanda yang terdapat pada
mata rencong. Tanda bisa berbentuk bunga, ular, lipan, akar kayu, atau
daun. Gambar-gambar tersebut muncul secara tidak sengaja ketika rencong
ditempa, yang oleh pembuatnya disebut kuree, maka dari itu rencong
tersebut dikenal dengan nama rencong meukuree.
Pandai besi pembuat rencong menafsirkan kemunculan gambar itu dengan
kekuatan dan keistimewaannya. Semakin lama rencong itu disimpan,
kuree-nya akan semakin bertambah sehingga nilai rencong semakin tinggi.
Tingginya kekuatan pada sebuah rencong dipercaya menambah kekuatan magis
pemilik rencong itu.
Rencong Pudoi
Pudoi berarti tidak sempurna atau setengah. Ketidaksempurnaan ini
terdapat pada tidak adanya gagang pada rencong tersebut dan karena
itulah rencong ini dinamakan rencong pudoi. adapun riwayat rencong
pudoi sebagai berikut:
Setelah Perang Aceh sekitar tahun 1904, orang-orang Aceh masih sering
menyelipkan rencong di pinggang di balik baju mereka, biasanya jenis
meuceugek atau meucangee. Padahal pemerintah kolonial Belanda menetapkan
peraturan orang Aceh tidak boleh memakai rencong pada saat bepergian.
Larangan itu bertentangan dengan tradisi Aceh yang menganggap rencong
sebagai perhiasan dan alat membela diri sewaktu-waktu.
Dengan adanya peraturan itu, masyarakat Aceh kemudian mencari cara untuk
mengelabuhi Belanda. Caranya adalah dengan mengubah bentuk gagang yang
biasanya menyembul dari balik pakaian menjadi bentuk rencong pudoi.
Orang Aceh membawa rencong dengan menyembunyikannya di bawah kain sarung
atau celana panjang sehingga tidak terlihat.
Bagian-bagian Rencong
Hulu Rencong
Hulu rencong disebut juga gagang rencong, yaitu tempat untuk menggenggam
senjata tersebut. Dalam bahasa Aceh, hulu rencong disebut goo. Bagian
ini sangat diperhatikan oleh pengguna, terutama pada keindahan dan
kekuatannya, sehingga bahan yang kuat pun diperlukan untuk membuat hulu
rencong, misalnya tanduk atau gading. Hulu rencong terbuat dari gading
dan tanduk kerbau atau sapi yang sudah cukup tua.
Meskipun kuat, kayu tidak pernah dipakai untuk membuat hulu rencong
karena justru akan menurunkan kredibilitas pemiliknya. Kalau rencong
menggunakan hulu dari kayu, maka senjata ini tidak berbeda dengan
senjata tajam biasa.
Tingkatan masyarakat atas (kaum bangsawan) umumnya memakai rencong
meupucok, yakni rencong yang dibungkus dengan perhiasan emas pada
gagangnya. Pada zaman dahulu, kaum bangsawan Aceh sering menggunakan
rencong meucugeek. Rencong ini gagangnya terbuat dari gading gajah dan
kadang-kadang dihiasi dengan perhiasan pada sumbunya. Sedangkan
masyarakat umum menggunakan rencong yang gagangnya dibuat dari tanduk
yang sudah diulas licin, sehingga mutunya tidak kalah dengan rencong
yang sumbunya terbuat dari gading atau bergagang pucok.
Ukiran Rencong
Hulu dan batang rencong umumnya diukir dengan bentuk-bentuk hiasan
tertentu, namun tidak ada syarat tertentu pada macam jenis ukiran.
Pemilik rencong bebas memilih bentuk ukiran yang mereka sukai karena
ukiran-ukiran ini tidak mempunyai makna tertentu. Beberapa bentuk ukiran
pada rencong di antaranya adalah kalimat syahadat, bentuk daun, bunga,
bintang, bulan, atau matahari. Bentuk-bentuk ini hanya menonjolkan
estetika semata dan tidak mengandung unsur magis.
Perut Rencong
Perut rencong adalah bagian rencong yang terdapat di bagian tengah mata
rencong. Perut rencong merupakan bagian mata rencong yang lebih lebar
dibanding ujung dan pangkal rencong. Fungsi perut rencong adalah untuk
membelah. Lengkung rencong ini memberi batas tertentu yang berfungsi
sebagai pengendali gagang atau sebagai alat untuk menekan.
Bagian perut rencong yang digunakan dalam perang akan digosok dengan
racun. Selain bagian perut, bagian lain yang digosok dengan racun adalah
bagian mata atau ujung rencong.
Ujung Rencong
Ujung rencong merupakan bagian rencong yang tajam. Bagian ini menentukan
keampuhan sebuah rencong: rencong akan semakin ampuh kalau ujungnya
semakin tajam. Bagian ujung rencong bukan hanya bagian ujung rencong
saja, namun termasuk juga bagian pangkal perut rencong.
Batang Rencong
Batang rencong (bak rincong) adalah mata rencong yang pertama setelah
tenggorokan atau leher rencong. Batang rencong merupakan tumpuan
kekuatan sebuah rencong. Bagian ini lebih tebal dan kuat dibandingkan
dengan perut dan ujung rencong karena rencong adalah senjata tikam. Jika
dibandingkan rencong dengan jenis senjata tikam lain, misalnya keris
Jawa, maka akan terdapat beberapa perbedaan. Misalnya, bentuk keris Jawa
berkelok-kelok dan membentuk lekukan-lekukan dengan jumlah tertentu,
sedangkan rencong mempunyai bentuk tertentu yang kombinasi bentuk
tersebut dapat dibayangkan membentuk kalimat basmalah. Hal tersebut
tampaknya sesuai dengan budaya masyarakat Aceh yang kental dengan nuansa
Islam.
Fungsi Rencong
Rencong mempunyai beberapa fungsi dalam masyarakat Aceh seiring dengan
perkembangan waktu. Pada awalnya, rencong hanya digunakan sebagai
senjata untuk membela diri, namun kemudian, rencong mempunyai fungsi
yang luas. Beberapa fungsi rencong adalah:
Sebagai Senjata
Fungsi utama rencong adalah sebagai senjata yang digunakan dalam
berbagai peperangan dalam menghadapi musuh. Rencong menjadi senjata
andalan ketika Belanda menyerang Aceh. Namun, sebenarnya masyarakat Aceh
telah mengenal rencong sejak masa Kerajaan Samudra Pasai abad 13M.
Sebagai Aksesoris
Seiring dengan perkembangan menuju zaman modern, rencong pun mulai
meluas fungsinya. Senjata ini juga menjadi alat perhiasan sehari-hari
kaum pria Aceh. Rencong disisipkan di pinggang sebagai pelengkap pakaian
adat Aceh untuk kaum laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari, kaum
laki-laki di Aceh membawa rencong ketika bepergian. Selain itu, rencong
dipakai sebagai peralatan tambahan dalam kesenian, terutama Tari Seudati
dan Tari Ratoh. Para penari menyelipkan rencong di pinggang mereka,
yang kemudian diikat dengan selendang berwarna merah atau hijau.
Sebagai Peralatan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh kadang menggunakan rencong
sebagai perkakas pengganti alat-alat pembuat lubang. Fungsi ini terutama
pada zaman dahulu masyarakat Aceh menggunakan pelepah rumbia sebagai
dinding rumah. Untuk menyatukan pelepah-pelepah rumbia, orang Aceh
menggunakan rencong sebagai alat membuat lubang. Ini berlangsung sampai
pada awal-awal masa kemerdekaan terutama di daerah pedesaan.
Nilai-nilai dalam Rencong
Sebagai senjata tradisional rencong mengandung nilai-nilai yang dapat
dikembangkan, baik masyarakat Aceh maupun bagi masyarakat yang lain.
Beberapa nilai yang terkandung dalam senjata rencong adalah.
Nilai Tradisi
Rencong merupakan senjata tradisional yang menjadi kebanggaan masyarakat
Aceh. Senjata ini bukan hanya peralatan dalam peperangan, namun juga
aksesoris dalam pakaian adat. Senjata ini bahkan menjadi “harta”
keluarga yang diwariskan secara turun-temurun. Semakin tua umur senjata
ini, semakin tinggi pula nilainya di mata masyarakat Aceh.
Nilai Seni
Rencong merupakan salah satu karya seni masyarakat Aceh. Melalui senjata
ini para ahli pembuat senjata menuangkan ide kreatifnya dalam berbagai
bentuk ukiran, hiasan, dan tempaan. Rencong juga mempunyai berbagai
bentuk yang bermacam-macam sehingga para pembuat rencong dapat
memaksimalkan kemampuan mereka untuk membuat senjata ini.
Nilai Sejarah
Orang Aceh telah menggunakan rencong sebagai senjata sejak masa
kerajaan. Senjata ini digunakan untuk menghadapi serangan-serangan dari
luar Aceh. Kemudian senjata ini digunakan untuk menghadapi penjajah.
Dari fakta ini terlihat bahwa rencong erat kaitannya dengan perkembangan
masyarakat dan sejarah perjuangan masyarakat Aceh.
Rencong merupakan warisan pusaka tradisional yang menjadi kekayaan
tradisi Aceh. Bagi masyarakat Aceh, rencong merupakan kekayaan yang tak
ternilai harganya. Sebagai cara untuk melestarikan senjata ini,
masyarakat Aceh saat ini menggunakan rencong sebagai souvenir. Sebagian
masyarakat Aceh lainnya mewariskan rencong sebagai pusaka keluarga.
Dan tidak benar jika ada yang menulis bahwa Rencong pertama kalinya
berawal dari Keris hadiah dari Sultan Agung Mataram pada Sultan Aceh
yang dengan kalimah (pusoko puniko mugi dados Rencang) kata Rencang yang
akhirnya menjadi Rencong.
Rencong adalah senjata Khas Aceh yang sangat tinggi nilainya dan begitu
melekat pada masyarakat Aceh sebagai simbol Keimanan dan Perjuangan
dalam kehidupan.