Disalah satu tempat di Kabupaten Temanggung terdapat sebuah tempat yang
sering kali menjadi tempat wisata relegi oleh banyak masyarakat dari
berbagai daerah di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa yang tedapat di
Indonesia.
Tempat itu berada tepatnya di Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Temanggung.
Sebut saja salah satunya adalah kawasan pemakaman yang dianggap keramat
dan bisa membawa keberkahan menurut sebagian masyarakat yang berjiarah.
Kawasan itu adalah area pemakaman Ki Ageng Makukuhan. Di tempat inilah
ada salah satu makam yang banyak dikunjungi masyarakat untuk berjiarah
dan mengirim doa, selain itu terkadang tidak sedikit pula penjiarah
memintah keberkahan di makam keramat tersebut. Lalu siapakan Ki Ageng
Makukuhan tersebut?. Dan mengapa menjadi legenda serta menjadikan sebuah
nama yang begitu di agungkan banyak masyarakat Temanggung pada
khususnya, Ki Ageng Makukuhan?.
Alkisahnya sebagai berikut, istilah Wali dalam masyarakat Jawa merupakan
sebuah nama yang sangat terkenal dan mempunyai arti khusus, yakni
digunakan untuk menyebut nama nama tokoh yang dipandang sebagai awal
mula penyiar agama Islam di Tanah Jawa. Mengenai asal-usul para Wali
tersebut sampai sekarang masih belum terdapat keseragaman pendapat.
Namun, dapat ditarik kesimpulan bahwa para Wali yang ada di negara kita
mempunyai darah campuran dari bangsa Arab, Cina, dan Jawa.
Akan tetapi ketidakjelasan asal-usul para Wali nampak pada Ki Ageng
Makukuhan yang disebut juga dengan nama Syeikh Maulana Taqwim, Jaka
Teguh dan Maha Punggung. Di samping itu, ia juga dinamakan Sunan Kedu
karena telah menyebarkan agama Islam di daerah Kedu yang sekarang
bertempat di Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.
Sementara itu Ki Ageng Makukuhan adalah seorang wali yang ikut tergabung
dalam anggota Dewan Santri konon dari generasi penerus Walisanga. Ia
adalah seorang wali yang hidup sejaman dengan Walisanga yang memegang
peranan penting dalam menyebarkan agama Islam di Daerah Kedu
(Temanggung).
Salah satu bukti ia pernah berguru kepada Sunan Kudus dan Sunan
Kalijaga. Ia telah merubah masyarakat Kedu yang semula masih menganut
kepercayaan hingga menjadi masyarakat yang beragama Islam. Berkat Ki
Ageng Makukuhan seluruh masyarakat Temanggung dan sekitarnya sekarang
menjadi makmur khususnya dalam bidang pertanian.
Alkisah berawal dari masa berdirinya Kerajaan Demak. Ada seorang pemuda
ber-etnis Tionghoa, yang sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren
Glagahwangi pimpinan Sunan Kudus. Nama pemuda tersebut MA KUW KWAN,
namun oleh Sunan Kudus, dia diberi nama baru yakni Syarif Hidayat. Meski
demikian, Sunan Kudus masih sering memanggil dengan nama aslinya,
karena dia memang merupakan salah satu santri kesayangan Sunan Kudus.
Karena selain memang mereka berasal dari etnis yang sama, Ma Kuw Kwan
merupakan salah satu dari sembilan santri Sunan Kudus yang paling tinggi
ilmunya. Dalam perjalanan hidupnya, Ma Kuw Kwan juga pernah menimba
ilmu dari Sunan Kalijaga.
Disaat Ma Kuw Kwan harus melarikan diri dari Prajurit Kerajaan
Capiturang pimpinan Gagaklodra yang hendak membunuhnya. Untuk
menghilangkan jejak, saat itu Ma kuw Kwan menggunakan nama samaran Jaka
Teguh. Selain mendapat tambahan ilmu agama, Ma Kuw Kwan juga diajari
cara bercocok tanam oleh Sunan Kalijaga, juga beberapa ilmu kanuragan,
termasuk ilmu untuk terbang.
Selain itu Sunan Kalijaga sengaja mengajarkan cara bercocok tanam, agar
Ma Kuw Kwan menyebarkan agama Islam melalui media pertanian. Sedangkan
ilmu kanuragan, memang diperlukan untuk menjaga diri selama melakukan
perjalanan. Setelah dirasa cukup ilmu yang diberikan, Sunan Kalijaga
menugaskan Ma Kuw Kwan untuk menyebarkan agama di daerah Kedu, hingga
akhirnya Ma Kuw Kwan bermukim di Desa Pendang. Disini Ma Kuw Kwan mulai
aktif menyebarkan agama Islam.
Ma Kuw Kwan menjalankan penyebaran agama Islam dirinya selalu
menyesuaikan segala petunjuk Sunan Kalijaga, Ma Kuw Kwan lebih banyak
mengajarkan cara bercocok tanam yang baik. Sedangkan dalam mengajarkan
agama Islam, dia lebih banyak memberikan contoh. Misalnya, saat tiba
waktu dhuhur di sawah, Ma Kuw Kwan tak segan-segan untuk meminta air
wudhu dari warga dan sengaja melaksanakan sholat di tempat terbuka.
Dan saat ada orang yang penasaran dan bertanya tentang yang
dilakukannya. Ma Kuw Kwan menjelaskan bahwa yang dilakukannya adalah
berdoa, memohon berkah dari Tuhan yang Maha Kuasa agar diberikan hasil
panen yang melimpah. Warga memang tak langsung mengikutinya, tetapi saat
hasil panen Ma Kuw Kwan benar-benar melimpah, tak sedikit warga yang
minta diajari sholat dan memeluk agama Islam. Dengan cara yang santun
dan membawa manfaat langsung seperti tersebut diatas, banyak warga yang
bersimpati dan mengikuti ajaran Ma Kuw Kwan.
Sehingga dalam waktu singkat dia mendapatkan banyak pengikut, nama Ma
Kuw Kwan makin disegani sebagai pemimpin agama yang juga mengajarkan
pertanian. Oleh para pengikutnya, dia mendapat julukan Ki Ageng Kedu,
atau juga sering disebut dengan nama aslinya, Ki Ageng Ma Kuw Kwan,
namun lebih mudah dengan menyebut KI AGENG MAKUKUHAN.
Dan akhirnya nama harum Ki Ageng Makukuhan akhirnya terdengar oleh
telinga Sunan Kudus. Mengetahui tanah di Kedu sangat subur, Sunan Kudus
mengutus salah satu santrinya yang bernama Bramanti untuk mengirimkan
bibit padi jenis Rajalele dan Cempa, serta bibit tanaman tembakau.
Akan tetapi setelah sampai di Kedu dan menyerahkan bibit tanaman yang
diberikan Sunan Kudus, Bramanti tak mau pulang ke Pondok Pesantren
Glagahwangi, tetapi memilih mengabdi pada Ki Ageng Makukuhan. Setelah
beberapa waktu, Ki Ageng Makukuhan mempercayakan Bramanti untuk
menggarap tanah di Desa Balongan atau Mbalong, serta menyebarkan agama
disana.
Bramanti menyebarkan agama Islam di daerah Parakan. Seperti halnya Ki
Ageng Makukuhan, Bramanti dengan cepat mendapatkan banyak pengikut
hingga oleh para pengikutnya Bramanti diberi gelar Ki Ageng Parak.
Seiring berjalannya waktu, lahan pertanian Ki Ageng Makukuhan makin
luas. Padi jenis Rajalele dan Cempa yang ditanamnya telah banyak
digemari oleh warga masyarakat karena selain pulen, rasanya juga enak.
Sedangkan tembakau digunakan untuk menyelingi tanaman padi saat musim
kemarau. Pada saat Ki Ageng Makukuhan sedang menanam tembakau, sekali
lagi datang utusan Sunan Kudus yang menyampaikan pesan agar Ki Ageng
Makukuhan datang menghadap Sunan Kudus, untuk melaporkan perkembangan
penyebaran agama di Kedu, serta hasil panen dari bibit yang
diberikannya. Namun karena bibit tembakau yang belum ditanam masih cukup
banyak, dan khawatir akan layu jika ditinggalkan dalam waktu yang lama,
maka Ki Ageng Makukuhan terlebih dahulu menyelesaikan pekerjaannya,
baru kemudian memenuhi undangan Sunan Kudus. Karena merasa telah
terlambat, Ki Ageng Makukuhan tidak menempuh jalan darat, melainkan
terbang menggunakan ilmu yang diajarkan Sunan Kalijaga.
Sesampai di Pondok Pesantren Glagahwangi, Ki Ageng Makukuhan tak
langsung turun, melainkan terbang mengelilingi masjid untuk mencari
tempat pendaratan yang aman. Namun aksinya keburu dilihat oleh Sunan
Kudus. Mengira Ki Ageng Makukuhan sedang pamer ilmu, Sunan Kudus
menyuruh salah satu santrinya untuk melemparkan nyiru/tampah yang berada
didekatnya. Namun bukannya menghindar, Ki Ageng Makukuhan justru
menaiki nyiru tersebut untuk terbang.
Marahlah Sunan Kudus melihat kelakuan muridnya itu. Beliau mengambil
kerikil dan dilemparkan kearah Ki Ageng Makukuhan hingga jatuh. Ki Ageng
Makukuhan merasa malu dan memohon maaf pada Sunan Kudus, sembari
menjelaskan duduk persoalannya. Untunglah, Sunan Kudus memaklumi dan
memaafkannya. Malamnya, setelah Ki Ageng Makukuhan melaporkan
perkembangan penyebaran agama yang dilakukannya, beliau juga sempat
menjelaskan bahwa bibit padi yang diberikan oleh Sunan Kudus telah
menjadi tanaman yang sangat diminati para petani. Namun tembakau yang
beliau tanam di daerah Kedu, kurang menghasilkan rasa yang mantab
sehingga harga jualnyapun kurang bagus.
Ki Ageng Makukuhan meminta petunjuk Sunan Kudus untuk masalah ini. Sunan
Kudus membantu Ki Ageng Makukuhan mencarikan lokasi yang baik untuk
bercocok tanam tembakau. Beliau mengambil sebuah RIGEN, yaitu anyaman
bambu yang tidak terlalu rapat, berbentuk empat persegi panjang dengan
ukuran.
Kemudian Rigen tersebut dilamparkan oleh Sunan Kudus ke arah Kedu dengan
ilmu panuragannya, lalu menjelaskan bahwa lokasi sekitar jatuhnya Rigen
tersebut merupakan tempat yang sangat baik untuk menanam tembakau.
Sunan Kudus juga menjelaskan, jika setelah tembakau ditanam, malam
harinya dari tanah tersebut seperti memancarkan sinar, maka hasil panen
dari sawah yang memancarkan sinar ini akan memiliki kualitas yang sangat
istimewa. Belakangan, Rigen digunakan oleh masyarakat untuk menjemur
tembakau yang sudah di rajang tipis-tipis. Dan warga menyebut sawah yang
memancarkan sinar sebagai Ndaru Rigen.
Karena mereka beranggapan bahwa tanah mendapatkan berkah dari rigen yang
dilemparkan Sunan Kudus. Setelah kembali ke Kedu, Ki Ageng Makukuhan
mencari lokasi jatuhnya rigen yang dilemparkan Sunan Kudus. Ternyata,
rigen tersebut jatuh di lereng Gunung Sumbing. Saking tingginya ilmu
kesaktian Sunan Kudus, tanah tempat jatuhnya rigen yang dilemparkannya
sampai melesak ke dalam bahasa. Jawa adalah LEGOK, kini makin banyak
warga yang bermukim di lokasi tersebut dan telah menjadi sebuah kampung
yang diberi nama LEGOKSARI.
Sekarang Legoksari masuk kedalam wilayah desa Lamuk Kecamatan Tlogomulya
Temanggung. Di sinilah Ki Ageng Makukuhan pertama kali membuka lahan
pertanian tembakau di Lereng Gunung Sumbing - Sindoro. Saat pertama kali
akan memulai/wiwit penanaman tembakau, Ki Ageng Makukuhan mengajak
warga sekitar untuk bersama-sama berkumpul di sawah, karena hendak
diajari cara bercocok tanam tembakau, maklumlah, warga memang belum
mengenal tanaman ini sebelumnya.
Ki Ageng Makukuhan sebelum mengajarkan cara bercocok tanam, terlebih
dahulu Ki Ageng Makukuhan mengajak warga untuk mengadakan selamatan,
yaitu berdoa bersama memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, agar
tembakau yang mereka tanam bisa memberikan hasil panen yang memuaskan.
Acara dilanjutkan dengan makan bersama sambil menikmati jajanan pasar,
buah-buahan dan kopi kental, minuman kegemaran Ki Ageng Makukuhan.
Hal ini sengaja dilakukan sekaligus untuk menyebarkan agama Islam,
tujuan utama Ki Ageng Makukuhan. Sampai kini, warga masih selalu
melakukan acara WIWIT, selain untuk melestarikan apa yang telah
dicontohkan oleh Ki Ageng Makukuhan, juga untuk mengharapkah berkah dari
Tuhan. Sekarang, pada acara tersebut warga masyarakat membuat TUMPENG
ROBYONG. Yaitu tumpeng dari beras hitam yang dibentuk kerucut menyerupai
Gunung, dilengkapi lauk pauk yang lengkap, yaitu ingkung ayam utuh,
pepes teri teri, telur dadar dan lauk pauk lain seperti tempe tahu
goreng, serta jajanan pasar dan buah-buahan, tentu tak ketinggalan kopi
kental tanpa gula, yang kesemuanya itu merupakan menu kegemaran Ki Ageng
Makukuhan.
Warga masyarakat akan tumpek blek disawah, tak peduli lelaki perumpuan,
tua ataupun muda, semua melakukan acara memulai musim tembakau, warga
menyebutnya Among Tebal, selain untuk mengharap berkah tentu juga untuk
kerukunan antar warga. Saat tembakau telah dipanen dan dirajang,
disinilah letak perbedaan tembakau dari sawah yang mendapat ndaru rigen
dan dari lokasi yang lain. Tembakau dari tanah biasa jika dirajang akan
jatuh dan menyebar/ambyar, sedangkan tembakau yang berasal dari sawah
yang mendapat ndaru rigen, setelah dirajang justru menggumpal atau
nyrintil, maka warga menamakan tembakau jenis ini sebagai Tembakau
Srintil.
Dan kononnya, tembakau Srintil ini memiliki kualitas dan rasa yang
sangat istimewa bagi para penikmatnya. Tak heran, harganyapun juga
istimewa, bisa ratusan kali lebih mahal dari harga tembakau biasa. Namun
sayangnya, ndaru rigen tidak selalu terjadi pada setiap musim dan di
semua lokasi. Sehingga tak setiap tahun warga bisa menikmati hasil
melimpah dari tembakau srintil. Tapi bukan tidak mungkin, justru itulah
alasan warga tetap melestarikan tradisi acara wiwit, dengan harapan
sawahnya bisa mendapatkan ndaru rigen dan menghasilkan tembakau srintil.
Akan tetapi biar bagaimanapun Tuhan selalu memiliki cara-Nya sendiri,
agar kita selalu mengingatnya, yang jelas Tuhan menetapkan segala
sesuatu kepada kita, sesungguhnya Dia telah melibatkan kita dalam sebuah
rencana-Nya. Sekarang tinggal kita yang harus melibatkan Tuhan dalam
setiap rencana kita, agar hasil dari rencana kita tersebut bisa
mendapatkan berkah dari Tuhan dan sesuai dengan apa yang kita harapkan.