Di tanah jawa banyak orang yang sering menceritakan tentang jongko
Djoyoboyo. Dan berikut ini saya berikan uraian yang cukup lengkap
mengenai bait-bait prediksi yang pernah di tulis oleh Prabu Jayabaya,
raja Kerajaan Kadiri/Kediri (1135-1159 Masehi) yang bergelar Sri
Maharaja Sri Warmeswara Madhusudanawatarani ndita Suhrtsingha Parakrama
Digjayottunggadewa Apa yang terdapat di dalamnya adalah rujukan bagi
orang Jawa dulu tentang apa yang sudah, sedang dan akan terjadi nanti.
Sehingga bisa juga kita jadikan rujukan dalam kehidupan kita sekarang
dan nanti.
Adapun tujuan artikel ini tidak bermaksud untuk membuat Anda sekalian
memasuki dunia khayal dan mitos belaka, tetapi agar kita semua kembali
merenungkan apa yang telah terjadi saat ini, khususnya mengenai
kerusakan zaman dan moral manusia.
Karena lihatlah, bangsa ini pun sangat sulit untuk maju, masih saja
dijajah secara politik, ekonomi, budaya, dll (karena menjadi negara
boneka Amerika) dan menjadi budaknya dari bangsa lain.
Yang salah satu penyebabnya tentu karena melupakan sejarah bangsa dan wasiat bijak dari para leluhur yang waskitho.
Untuk mempersingkat waktu, berikut ini adalah uraiannya:
Pendahuluan
Ramalan yang bernada pilu itu pantas dikumandangkan lagi agar kita bisa
berkaca diri. Para elite politik dan pemegang tampuk kekuasaan pun
selayaknya merefleksikan diri atas segala sesuatu yang telah
dilakukannya, yang seakan-akan justru “menggenapi” ramalan itu.
Ramalan Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang dipercaya telah
ditulis oleh Prabu Jayabaya, raja dari kerajaan Kadiri/Kediri. Ramalan
ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan
secara turun temurun oleh para pujangga.
Asal usul utama serat Jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musarar
(asror) yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan
tentang keasliannya, tapi sangat jelas bunyi pada bait pertama dari
kitab Musarar yang menuliskan bahwasanya Jayabaya lah yang membuat
ramalan-ramalan tersebut; “Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya
di Kediri yang gagah perkasa, musuh takut dan takluk, tak ada yang
berani.”
Asal-usul Ramalan
Tradisi Jawa mengakui, Ramalan Jayabaya ditulis oleh Prabu Jayabaya,
Raja Kerajaan Kadiri/Kediri (1135-1159 Masehi) yang bergelar Sri
Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawatarani ndita Suhrtsingha Parakrama
Digjayottunggadewan.Gelar yang amat panjang itu tertera pada tiga
prasasti batu yang ditemukan dan dikenal sebagai peninggalan sang raja,
yakni prasasti Hantang (1135 M), prasasti Talan (1136 M), dan prasasti
dari Desa Jepun (1144 M).
Pada zamannya, ditopang kekuatan armada laut yang tangguh, kekuasaannya
meluas tidak hanya meliputi Tanah Jawa, tetapi hingga pantai Kalimantan.
Bahkan, Ternate pun menjadi kerajaan subordinat kerajaannya. Sebagai
raja dan pujangga, Prabu Jayabaya memandang jauh ke depan dengan mata
hati dan perasaan. Ia meramalkan keadaan kacau balau, yang disebutnya
sebagai “wolak-walik ing zaman” atau keadaan zaman yang serba jungkir
balik.
Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya,
maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini
sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) (sesuatu yang
terahasiakan) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang
dikumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5
tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan
Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi
penulisan sumber ini sudah sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram
bertahta (1613-1645 M).
Kitab Jongko Joyoboyo pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya
Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II/
Sunan Kadilangu) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743
M. Sang pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak
merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah “Perdikan” yang
berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak! Memang beliau keturunan Sunan
Kalijaga, sehingga logis bila beliau dapat mengetahui sejarah leluhurnya
dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Prabu Brawijaya
terakhir (ke-5) mengikuti agama baru; Islam, sebagai pertemuan segitiga
antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat sang baginda bernama
Sabda Palon dan Nayagenggong.
Disamping itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton
Kartasura tatkala zamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya
sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad
Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa,
Sejarah Empu, dll.
Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di
Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada
tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya
Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang
sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun
1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.
Sang pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam’iah 1672
Jawa atau 1747 Masehi, yang pada zamannya Sri Paku Buwono 11 di
Surakarta.
Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri
yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di
Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai
pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari
Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 Masehi.
3. Isi Ramalan
Jongko Joyoboyo yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab
Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut “Kitab Asrar” karangan Sunan
Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakangnya juga
menyebut nama baru itu. Kitab Asrar/Musarar itu memuat lkhtisar
(ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara
sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan
Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut
sebagai ”Giri Kedaton”.
Berikut ini adalah sebagian dari isi kitab Musarar yang merupakan gubahan dari Jongko Joyoboyo:
1.Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.
2.Beliau sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung, pasukannya raja-raja.
3.Terkisahkan bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah
dewasa dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negaranya.
4.Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang
Prabu akan mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum
(Kontantinopel/Istanbul) bernama, Sultan Maolana.
5.Lengkapnya bernama Ngali Samsuden Kedatangannya disambut
sebaik-baiknya. Sebab tamu tersebut seorang raja pandita lain bangsa
pantas dihormati.
6.Setelah duduk Sultan Ngali Samsuden berkata: “Sang Prabu Jayabaya,
perkenankan saya memberi petuah padamu mengenai Kitab Musarar.”
7.Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan
diganti oleh orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya.
Karena beliau telah mengerti kehendak Dewata.
8.Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab
Musarar sudah diketahui semua. Beliaupun ingat tinggal menitis 3 kali.
9.Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Ka`bah yang membawa Imam Supingi untuk menaikkan kutbah.
10.Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada
Maolana masih cucu Rasul yang mengembara sampai ke Pulau Jawa membawa
ecis tersebut. Kelak menjadi punden Tanah Jawa.
11.Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu bulan Sang Prabu memanggil putranya.
12.Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah datang lalu naik ke gunung.
13.Disana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang raja yang berincoknito termasuk titisan Bhatara Wisnu.
14.Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.
15.Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah
lama. Bertemu dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata
sehingga apa yang dikehendaki terjadi.
16.Tergopoh-gopoh menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang
endang yang membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan
lengkap delapan dengan endangnya.
17.Jadah (ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu
bungkus, darah sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan
kembang mojar satu bungkus.
18.Kedelapan endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah:
“Inilah hidangan kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian
menarik senjata kerisnya.
19.Ki Ajar
ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi.
Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan putra raja kecewa
melihat perbuatan ayahnya.
20.Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian mereka pun pulang. Datang di kedaton, Sang Prabu berbicara dengan putranya.
21.Hai anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa
kepada guru saya Sultan Maolana Ngali Samsuden tatkala masih muda.
1.Dia itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar.
Sama seperti saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di Pulau
Jawa. Toh saya sudah diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi
(menitis).
2.Bila sudah menitis tiga kali kemudian ada jaman lagi bukan perbuatan
saya. Sudah dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi.
Diberi lambang Jaman catur semune segara asat.
3.Itulah Jenggala, Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih
kekuasaan saya. Negaranya bahagia di atas bumi. Menghancurkan keburukan.
4.Setelah 100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada jaman
lagi yang bukan milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan
saudara-saudara ditempat yang rahasia.
5.Di dalam teken sang guru Maolana Ngali. Demikian harap diketahui oleh
anak cucu bahwa akan ada zaman Anderpati yang bernama Kala-wisesa.
6.Lambangnya: Sumilir naga kentir semune liman pepeka. Itu negara
Pajajaran. Negara tersebut tanpa keadilan dan tata negara, Setelah
seratus tahun kemudian musnah.
7.Sebab berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab
saya mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti
jaman di Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.
8.Demikian nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut
Anderpati, lamanya sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis
(uang). Ternyata waktu itu dari hidangan ki Ajar.
9.Hidangannya Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune
curiga ketul. Kemudian berganti jaman lagi. Di Gelagahwangi dengan
ibukota di Demak. Ada agama dengan pemimpinnya bergelar Diyati
Kalawisaya.
10.Enam puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta
wali dan pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya
diberi hidangan bunga Melati oleh ki Ajar.
11.Negara tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak
kampuhe bedah. Kemudian berganti jaman Kalajangga. Beribukota Pajang
dengan hukum seperti di Demak. Tidak diganti oleh anaknya. 36 tahun
kemudian musnah.
12.Negara ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa
terkena pajak pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan
sebatang pohon kajar. Kemudian berganti jaman di Mataram. Kalasakti
Prabu Anyakrakusuma.
13.Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani
seluruh bangsa Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta
pandita, bersatu dalam diri Sang Prabu yang adil.
14.Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab
waktu itu saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya
diberi gelar: Sura Kalpa semune lintang sinipat.
15.Kemudian berganti lagi dengan lambang:Kembang sempol Semune modin
tanpa sreban. Raja yang keempat yang penghabisan diberi lambangKalpa sru
kanaka putung. Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu.
Kemudian ada nakhoda yang datang berdagang.
16.Berdagang di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama
kelamaan ikut perang dan selalu menang, sehingga terpandang di pulau
Jawa. Zaman sudah berganti meskipun masih keturunan Mataram. Negara
bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang.
17.Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai
menjadi raja dengan gelarLayon keli semune satriya brangti. Kemudian
berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian
berganti.
18.Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi (Raja yang penuh inisiatif
dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita; Sukarno)kemudian
berganti gajah meta semune tengu lelaki(Raja yang disegani/ditakuti,
namun nista; Suharto). Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga
tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
19.Waktu itu pajaknya rakyat adalah uang anggris dan uwang. Sebab saya
diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak
berkasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang
tidak dapat ditolak.
20.Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri
sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka
(Raja-raja yang saling balas dendam). Lambangnya Panji loro semune
Pajang Mataram (Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin
menjatuhkan).
21.Nakhoda (Orang asing) ikut serta memerintah.Punya keberanian dan
kaya. Sarjana (Orang arif dan bijak) tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah
hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang
Rara ngangsu, randa loro nututi pijer tetukar (Ratu yang selalu
diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya; Megawati).
22.Tidak berkesempatan menghias diri (Raja yang tidak sempat mengatur
negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan), sinjang kemben tan
tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya
Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang
tersebut.
23.Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak
membuat kenyang. Hasilnya berkurang. Orang jahat makin menjadi-jadi.
Orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan
negara.
24.Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti.
Keadilan tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap
benar. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan
orang tua.
25.Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang
seorang oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda
negara pecah.
26.Banyak hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan
gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara
Murka Kutila musnah.
27.Kemudian kelak akan datang tunjung putih semune Pudak kasungsang
(Raja berhati putih namun masih tersembunyi). Lahir di bumi Mekah (Orang
Islam yang sangat bertauhid). Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu
Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
28.Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa
(Orang Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan
ajaran tradisi Jawa (kawruh Jawa)). Letaknya dekat dengan gunung Perahu,
sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal
sedunia.
29.Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar, sebab saya diberi
hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik
sekali. Orangnya tampan, senyumnya manis sekali.
Bait-bait lain dari Jongko Joyoboyo
1.Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran — Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda (mobil).
2.Tanah Jawa kalungan wesi — Pulau Jawa berkalung besi (rel kereta api).
3.Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang — Perahu berjalan di angkasa (pesawat terbang).
4.Kali ilang kedhunge — Sungai kehilangan mata air.
5.Pasar ilang kumandhang — Pasar kehilangan suara (mall, plaza).
6.Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak— Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
7.Bumi saya suwe saya mengkeret — Bumi semakin lama semakin mengerut/ mengecil (karena majunya teknologi).
8.Sekilan bumi dipajeki — Sejengkal tanah dikenai pajak.
9.Jaran doyan mangan sambel — Kuda suka makan sambal.
10.Wong wadon nganggo pakeyan lanang — Orang perempuan berpakaian lelaki.
11.Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman— Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik (zaman edan).
12.Akeh janji ora ditetepi — Banyak janji tidak ditepati.
13.Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe— Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14.Manungsa padha seneng nyalah— Orang-orang saling lempar kesalahan/senang berbuat salah.
15.Ora ngendahake hukum Hyang Widhi— Tak peduli akan hukum Hyang Widhi (Tuhan).
16.Barang jahat diangkat-angkat— Yang jahat dijunjung-junjung (diagungkan).
17.Barang suci dibenci— Sesuatu yang suci (justru) dibenci.
18.Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit— Banyak orang hanya mementingkan uang.
19.Lali kamanungsan— Lupa jati kemanusiaan.
20.Lali kabecikan— Lupa hikmah kebaikan.
21.Lali sanak lali kadang— Lupa sanak lupa saudara.
22.Akeh bapa lali anak— Banyak ayah lupa anak.
23.Akeh anak wani nglawan ibu— Banyak anak berani melawan ibu.
24.Nantang bapa— Menantang ayah.
25.Sedulur padha cidra— Saudara dan saudara saling khianat.
26.Kulawarga padha curiga— Keluarga saling curiga.
27.Kanca dadi mungsuh — Kawan menjadi lawan.
28.Akeh manungsa lali asale — Banyak orang lupa asal-usul.
29.Ukuman Ratu ora adil — Hukuman raja/pemimpin tidak adil.
30.Akeh pangkat sing jahat lan ganjil-– Banyak pejabat jahat dan ganjil.
31.Akeh kelakuan sing ganjil — Banyak ulah-tabiat yang ganjil.
32.Wong apik-apik padha kapencil — Orang yang baik justru tersisih.
33.Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin — Banyak orang kerja yang halal justru merasa malu.
34.Luwih utama ngapusi — Lebih mengutamakan menipu.
35.Wegah nyambut gawe — Malas untuk bekerja.
36.Kepingin urip mewah — Inginnya hidup mewah.
37.Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka — Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
38.Wong bener thenger-thenger — Orang (yang) benar termangu-mangu (dan kesulitan).
39.Wong salah bungah — Orang (yang) salah gembira ria.
40.Wong apik ditampik-tampik-– Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41.Wong jahat munggah pangkat— Orang (yang) jahat naik pangkat.
42.Wong agung kasinggung— Orang (yang) mulia dilecehkan.
43.Wong ala kapuja— Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44.Wong wadon ilang kawirangane— perempuan hilang malunya.
45.Wong lanang ilang kaprawirane— Laki-laki hilang perwira/kejantanannya (sifat kesatria).
46.Akeh wong lanang ora duwe bojo— Banyak laki-laki tak mau beristri.
47.Akeh wong wadon ora setya marang bojone— Banyak perempuan ingkar pada suami.
48.Akeh ibu padha ngedol anake— Banyak ibu menjual anak.
49.Akeh wong wadon ngedol awake— Banyak perempuan menjual diri.
50.Akeh wong ijol bebojo— Banyak orang tukar istri/suami.
51.Wong wadon nunggang jaran— Perempuan menunggang kuda (melanggar kodratnya karena menjadi kepala keluarga).
52.Wong lanang linggih plangki— Laki-laki naik tandu (pemalas).
53.Randha seuang loro— Dua janda seharga seuang (Red: seuang = 8,5 sen).
54.Prawan seaga lima— Lima perawan seharga lima picis (murah).kimcil
55.Dhudha pincang laku sembilan uang— Duda pincang laku sembilan uang (asal kaya walaupun jelek tetap laku).
56.Akeh wong ngedol ngelmu— Banyak orang berdagang ilmu (ustad, ulama gadungan).
57.Akeh wong ngaku-aku— Banyak orang mengaku diri (kampanye).
58.Njabane putih njerone dhadhu— Di luar putih di dalam jingga.
59.Ngakune suci, nanging sucine palsu— Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60.Akeh bujuk akeh lojo— Banyak tipu banyak muslihat.
61.Akeh udan salah mangsa— Banyak hujan salah musim.
62.Akeh prawan tuwa— Banyak perawan tua.
63.Akeh randha nglairake anak— Banyak janda melahirkan bayi (tanpa nikah).
64.Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne — Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65.Agomo akeh sing nantang— Agama banyak ditentang.
66.Prikamanungsan saya ilang— Perikemanusiaan semakin hilang.
67.Omah suci dibenci— Rumah suci (tempat ibadah/masjid mushola) dijauhi.
68.Omah ala saya dipuja— Rumah maksiat (hotel.diskotik) makin dipuja.
69.Wong wadon lacur ing ngendi-endi— Perempuan menjual diri dimana-mana.
70.Akeh laknat— Banyak kutukan.
71.Akeh pengkianat— Banyak pengkhianat.
72.Anak mangan bapak—Anak makan (menindas) bapak.
73.Sedulur mangan sedulur—Saudara makan (menindas) saudara.
74.Kanca dadi mungsuh—Kawan menjadi lawan.
75.Guru disatru—Guru dimusuhi.
76.Tangga padha curiga—Tetangga saling curiga.
77.Kana-kene saya angkara murka — Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78.Sing weruh kebubuhan—Barangsiapa tahu terkena beban.
79.Sing ora weruh ketutuh—Sedang yang tak tahu disalahkan.
80.Besuk yen ana peperangan—Kelak jika terjadi perang.
81.Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor—Datang dari timur, barat, selatan, dan utara (perang dunia).
82.Akeh wong becik saya sengsara— Banyak orang baik makin sengsara.
83.Wong jahat saya seneng— Sedang yang jahat makin bahagia.
84.Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul— Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
85.Wong salah dianggep bener-–Orang salah dipandang benar.
86.Pengkhianat nikmat—Pengkhianat nikmat.
87.Durjana saya sempurna— Durjana semakin sempurna.
88.Wong jahat munggah pangkat— Orang jahat naik pangkat.
89.Wong lugu kebelenggu— Orang yang lugu dibelenggu.
90.Wong mulya dikunjara— Orang yang mulia dipenjara.
91.Sing curang garang— Yang curang berkuasa.
92.Sing jujur kojur— Yang jujur sengsara.
93.Pedagang akeh sing keplarang— Pedagang banyak yang tenggelam.
94.Wong main akeh sing ndadi—Penjudi banyak merajalela.
95.Akeh barang haram—Banyak barang haram.
96.Akeh anak haram—Banyak anak haram.
97.Wong wadon nglamar wong lanang—Perempuan melamar laki-laki.
98.Wong lanang ngasorake drajate dhewe—Laki-laki memperhina derajat sendiri.
99.Akeh barang-barang mlebu luang—Banyak barang terbuang-buang.
100.Akeh wong kaliren lan wuda—Banyak orang lapar dan telanjang.
101.Wong tuku ngglenik sing dodol—Pembeli membujuk penjual.
102.Sing dodol akal okol—Si penjual bermain siasat.
103.Wong golek pangan kaya gabah diinteri—Mencari rezki ibarat gabah ditampi.
104.Sing kebat kliwat—Yang tangkas lepas.
105.Sing telah sambat—Yang terlanjur menggerutu.
106.Sing gedhe kesasar—Yang besar tersasar.
107.Sing cilik kepleset—Yang kecil terpeleset.
108.Sing anggak ketunggak—Yang congkak terbentur.
109.Sing wedi mati—Yang takut mati.
110.Sing nekat mbrekat—Yang nekat mendapat berkat.
111.Sing jerih ketindhih—Yang hati kecil tertindih.
112.Sing ngawur makmur—Yang ngawur makmur.
113.Sing ngati-ati ngrintih—Yang berhati-hati merintih.
114.Sing ngedan keduman—Yang main gila menerima bagian.
115.Sing waras nggagas—Yang sehat pikiran berpikir.
116.Wong tani ditaleni—Orang (yang) bertani diikat.
117.Wong dora ura-ura—Orang (yang) bohong berdendang.
118.Ratu ora netepi janji, musna panguwasane—Raja/pemimpin ingkar janji, hilang wibawanya.
119.Bupati dadi rakyat—Pegawai tinggi menjadi rakyat.
120.Wong cilik dadi priyayi—Rakyat kecil jadi priyayi.
121.Sing mendele dadi gedhe—Yang curang jadi besar.
122.Sing jujur kojur—Yang jujur celaka.
123.Akeh omah ing ndhuwur jaran—Banyak rumah di punggung kuda.
124.Wong mangan wong—Orang makan sesamanya.
125.Anak lali bapak—Anak lupa bapa.
126.Wong tuwa lali tuwane—Orang tua lupa ketuaan mereka.
127.Pedagang adol barang saya laris—Jualan pedagang semakin laris.
128.Bandhane saya ludhes—Namun harta mereka makin habis.
129.Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan—Banyak orang mati kelaparan di samping makanan.
130.Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara—Banyak orang berlimpah harta tapi hidup sengsara.
131.Sing edan bisa dandan—Yang gila bisa bersolek.
132.Sing bengkong bisa nggalang gedhong—Si bengkok (orang jahat) membangun rumah mewah dan mahligai.
133.Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil—Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
134.Ana peperangan ing njero—Terjadi perang di dalam.
135.Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham—Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
136.Durjana saya ngambra-ambra—Kejahatan makin merajalela.
137.Penjahat saya tambah—Penjahat makin banyak.
138.Wong apik saya sengsara—Yang baik makin sengsara.
139.Akeh wong mati jalaran saka peperangan—Banyak orang mati karena perang.
140.Kebingungan lan kobongan—Karena bingung dan kebakaran.
141.Wong bener saya thenger-thenger-–Si benar makin tertegun.
142.Wong salah saya bungah-bungah—Si salah makin sorak sorai.
143.Akeh bandha musna ora karuan lungane—Banyak harta hilang entah ke mana.
144.Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe—Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
145.Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram—Banyak barang haram, banyak anak haram.
146.Bejane sing lali, bejane sing eling—Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
147.Nanging sauntung-untunge sing lali—Tapi betapapun beruntung si lupa.
148.Isih untung sing waspada—Masih lebih beruntung si waspada.
149.Angkara murka saya ndadi—Angkara murka semakin menjadi.
150.Kana-kene saya bingung-–Di sana-sini makin bingung.
151.Pedagang akeh alangane—Pedagang banyak rintangan.
152.Akeh buruh nantang juragan—Banyak buruh melawan majikan.
153.Juragan dadi umpan—Majikan menjadi umpan.
154.Sing suwarane seru oleh pengaruh—Yang bersuara tinggi (politikus) mendapat pengaruh.
155.Wong pinter diingar-ingar—Si pandai direcoki.
156.Wong ala diuja—Si jahat dimanjakan.
157.Wong ngerti mangan ati—Orang yang mengerti makan hati.
158.Bandha dadi memala—Harta benda menjadi penyakit.
159.Pangkat dadi pemikat—Pangkat/jabatan menjadi pemukau.
160.Sing sawenang-wenang rumangsa menang — Yang sewenang-wenang merasa menang.
161.Sing ngalah rumangsa kabeh salah—Yang mengalah merasa serba salah.
162.Ana Bupati saka wong sing asor imane—Ada bupati berasal orang beriman rendah.
163.Patihe kepala judhi—Maha menterinya bandar judi.
164.Wong sing atine suci dibenci—Yang berhati suci dibenci.
165.Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat—Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
166.Pemerasan saya ndadra—Pemerasan merajalela.
167.Maling lungguh wetenge mblenduk — Pencuri (koruptor) duduk berperut gendut.
168.Pitik angrem saduwure pikulan—Ayam mengeram di atas pikulan.
169.Maling wani nantang sing duwe omah—Pencuri menantang si empunya rumah.
170.Begal pada ndhugal—Penyamun semakin kurang ajar.
171.Rampok padha keplok-keplok—Perampok semua bersorak-sorai.
172.Wong momong mitenah sing diemong—Si pengasuh memfitnah yang diasuh.
173.Wong jaga nyolong sing dijaga—Si penjaga mencuri yang dijaga.
174.Wong njamin njaluk dijamin—Si penjamin minta dijamin.
175.Akeh wong mendem donga—Banyak orang mabuk doa.
176.Kana-kene rebutan unggul—Di mana-mana berebut menang (pilkada dan pemilu).
177.Angkara murka ngombro-ombro—Angkara murka menjadi-jadi.
178.Agama ditantang—Agama ditantang.
179.Akeh wong angkara murka—Banyak orang angkara murka.
180.Nggedhekake duraka—Membesar-besarkan durhaka.
181.Ukum agama dilanggar—Hukum agama dilanggar.
182.Prikamanungsan di-iles-iles—Perikemanusiaan diinjak-injak.
183.Kasusilan ditinggal—Tata susila diabaikan.
184.Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi—Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
185.Wong cilik akeh sing kepencil—Rakyat kecil banyak tersingkir.
186.Amarga dadi korbane si jahat sing jajil—Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
187.Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit—Lalu datang Raja /pemimpin berpengaruh dan punya berprajurit.
188.Negarane ambane saprawolon—Lebar negeri seperdelapan dunia.
189.Tukang mangan suap saya ndadra—Pemakan suap semakin merajalela
190.Wong jahat ditampa—Orang jahat diterima.
191.Wong suci dibenci—Orang suci dibenci.
192.Timah dianggep perak—Timah dianggap perak.
193.Emas diarani tembaga—Emas dibilang tembaga.
194.Dandang dikandakake kuntul—Gagak disebut bangau.
195.Wong dosa sentosa—Orang berdosa sentosa.
196.Wong cilik disalahake—Rakyat jelata dipersalahkan.
197.Wong nganggur kesungkur—Si penganggur tersungkur.
198.Wong sregep krungkep—Si tekun terjerembab.
199.Wong nyengit kesengit—Orang busuk hati dibenci.
200.Buruh mangluh—Buruh menangis.
201.Wong sugih krasa wedi—Orang kaya ketakutan.
202.Wong wedi dadi priyayi—Orang takut jadi priyayi.
203.Senenge wong jahat-–Berbahagialah si jahat.
204.Susahe wong cilik—Bersusahlah rakyat kecil.
205.Akeh wong dakwa dinakwa—Banyak orang saling tuduh.
206.Tindake manungsa saya kuciwa—Ulah manusia semakin tercela.
207.Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan
disenengi—Para raja/pemimpin berunding negeri mana yang dipilih dan
disukai.
208.Wong Jawa kari separo—Orang Jawa tinggal setengah.
209.Landa-Cina kari sejodho — Belanda-Cina tinggal sepasang.
210.Akeh wong ijir, akeh wong cethil—Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
211.Sing eman ora keduman—Si hemat tidak mendapat bagian.
212.Sing keduman ora eman—Yang mendapat bagian tidak berhemat.
213.Akeh wong mbambung—Banyak orang berulah dungu.
214.Akeh wong limbung—Banyak orang limbung (kosong pikiran).
215.Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teko—Lambat laun nanti terbolak-baliknya zaman pun datang.
Tambahan:
Selain yang telah disebutkan di atas, Prabu Jayabaya pada akhirnya
membagi zaman yang sudah, sedang dan akan terjadi nanti, khususnya di
Nusantara. Lama waktunya yaitu 2.100 tahun matahari (1 tahun matahari =
±10,3 tahun kita sekarang). Ramalannya itu lalu menjadi Tri-takali,
yaitu:
1.Zaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari (721 th
bulan). Pada waktu itu di jawa banyak terdengar suara alam, gara-gara
geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib
dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun ke Bumi menjadi
manusia.
2.Zaman pertengahan disebut KALI-YOGA. Pada waktu ini banyak perubahan
pada Bumi, Bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak
makhluk yang salah jalan, karena orang yang mati banyak menjelma
(nitis).
3.Zaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Pada waktu ini banyak hujan
salah mangsa (musim) dan banyak kali dan bengawan (sungai) bergeser,
Bumi kurang manfaatnya, menghambat datangnya kebahagian, mengurangi
rasa-terima, sebab manusia yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.
Tiga zaman tersebut lalu masing-masingnya dibagi lagi menjadi
Saptama-kala, artinya zaman kecil-kecil. Tiap zaman rata-rata berumur
100 tahun matahari (103 tahun bulan). Seperti berikut ini:
I. JAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi:
1) Kala-kukila 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung,
berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum ada
yang mengatur/memerintah.
2) Kala-buddha (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama Buddha menurut syariat Hyang Jagadnata (Bhatara Guru).
3) Kala-brawa (th. 201 – 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya
kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun ke bumi menyiarkan ilmu.
4) Kala-tirta (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan,
di sepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut
pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul,
sedang, telaga, dsb.
5) Kala-swabara (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau menimpa diri manusia.
6) Kala-rebawa (th. 501-600): Orang Jawa mengadakan keramaian-kesenian dsb.
7) Kala-purwa (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang-orang
besar yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.
II. JAMAN KALA-YOGA dibagi menjadi:
1) Kala-brata (th. 701-800): Orang mengalami hidup sebagai fakir.
2) Kala-drawa (th. 801-900): Banyak orang mendapat ilham, orang pandai menerangkan hal-hal yang gaib.
3) Kala-dwawara (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.
4) Kala-praniti (th. 1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.
5) Kala-teteka (th. 1.101 – 1.200): Banyak orang datang dari negeri-negeri lain.
6) Kala-wisesa (th. 1.201 – 1.300): Banyak orang yang terhukum.
7) Kala-wisaya (th. 1.301 – 1.400): Banyak orang memfitnah.
III. JAMAN KALA-SANGARA dibagi menjadi:
1) Kala-jangga (th. 1.401 – 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.
(periode akhir Mojopahit dan Pajajaran serta munculnya kekholifahan
Islam tanah jawa)
2) Kala-sakti (th. 1.501 – 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.(zaman Demak sampai Mataram Senopaten)
3) Kala-jaya (th. 1.601 – 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk
tulang punggung kehidupannya. (periode Zaman Mataram Sultan Agung sampai
Amangkurat)
4) Kala-bendu (th. 1.701 – 1.800): Banyak orang senang berbantahan,
akhirnya bentrokkan (zaman kartosuro hingga perpecahan negara).
5) Kala-suba (th. 1.801 – 1.900 ): Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa
kesulitan, orang bersenang hati. (munculnya Sultan Herucokro)
6) Kala-sumbaga (th. 1.901 – 2.000): Banyak orang tersohor pandai dan hebat.
7) Kala-surasa (th. 2.001 – 2.100): Pulau Jawa ramai sejahtera, serba teratur, tak ada kesulitan, banyak orang ulah asmara.
Semoga hal ini lebih bisa menjadi perenungan untuk kita semua – Bukan
untuk mendahului takdir Tuhan, tetapi agar kita semua bisa terus
mempersiapkan diri sebaik mungkin. Jika seandainnya nanti zaman
berganti, yang dimulai dengan bencana dahsyat, maka kita sudah siap.
Tetapi jika tidak terjadi, tentunya tidak menjadi masalah, karena justru
kita sudah berusaha menjadi orang yang baik dan mengikuti perintah
Tuhan. Sehingga kehidupan pun akan menjadi lebih baik.
Penutup
Wahai saudaraku. Sebagai generasi penerus, kita sepatutnya bangga dengan
kearifan yang telah dimiliki oleh bangsa ini, bahkan sejak ribuan tahun
silam. Lihatlah! Dengan kemampuan yang lebih dan kewaskitaannya,
leluhur kita bisa mengetahui masa depan – jauh setelah kehidupan mereka –
dan mau membagikannya kepada kita dalam betuk wasiat. Ini bertujuan
agar kita, anak cucuk mereka, tidak masuk ke dalam pola hidup yang
semrawut (kacau balau) dan jauh dari aturan agama. Yang pada akhirnya
menyengsarakan kehidupan kita sendiri.
Tetapi, sungguh sangat disayangkan, banyak dari kita, khususnya para
pemimpin dan generasi muda sekarang, yang tidak lagi memperhatikan hal
ini. Banyak dari kita yang justru tidak tahu atau menganggap apa yang
pernah diwariskan oleh para leluhur kita itu hanya sebagai dongeng dan
tidak memiliki arti apa-apa dalam kehidupan ini. Padahal lihatlah,
hampir semua yang telah mereka wasiatkan itu terbukti benar dan sangat
mempengaruhi perjalanan sejarah bangsa ini.
Untuk itu, marilah kita semua, khususnya para pemimpin dan generasi muda
bangsa ini untuk kembali pada jati diri kita sendiri sebagai bangsa
Nusantara. Mari kita menilai apa yang sudah diwasiatkan oleh para
leluhur di atas sebagai bahan refleksi untuk menjalani kehidupan
berbangsa dan bernegara kedepannya. Banggalah menjadi bagian dari bangsa
yang dulunya sangat besar – bahkan pernah memimpin dunia – ini, dengan
terus membangkitkan rasa percaya diri dan tidak terlalu gandrung dengan
budaya bangsa lain. Paculah kemajuan bangsa dengan banyak berkarya dan
tidak hanya menjadi masyarakat konsumtif, yang ujung-ujungnya jadi “sapi
perahnya” bangsa lain. Karena kita ini hebat dan punya kebudayaan yang
tinggi, yang dulunya pernah disegani di seluruh dunia.
Selain itu, cukupkanlah perilaku yang tidak lagi sesuai dengan norma
agama dan norma susila yang berlaku. Karena itu adalah sumber utama
kehancuran bangsa ini nanti. Azab Tuhan akan menghampiri kita, semua
dari kita, jika hal ini tidak segera diperbaiki. Terlebih saat banyak
dari kita yang tidak lagi peduli bahwa ada kehidupan setelah mati. Maka
bangsa dan negeri tercinta ini akan benar-benar hilang ditelan bencana
dan azab Tuhan dalam waktu dekat. Sebagaimana dulu, nenek moyang kita
yang harus meninggalkan tanah air tercinta ini – ribuan tahun – demi
menyelamatkan diri dari bencana dahsyat (azab Tuhan) yang terjadi.
Akhirnya, semoga tulisan ini bisa menambah pengetahuan sejarah bagi Anda
sekalian, yang pada akhirnya tetap menjadikan Anda bangga sebagai
bagian dari bangsa yang besar ini; Nusantara. Bagi yang setuju dan
meyakininya, silahkan ikuti dan jadikan prediksi di atas sebagai acuan
dalam kehidupan dan tentunya untuk bekal mempersiapkan diri dalam
menghadapi sesuatu yang akan menggemparkan dunia nanti. Namun bagi yang
tidak mempercayainya, silahkan tinggalkan dan tolong hargai siapa saja
yang sudah percaya dengan wasiat leluhur ini. Karena setiap orang punya
hak yang sama dalam meyakini dan berpendapat. Kita semua harus
menghormati hal yang mendasar ini, karena kita pun manusia.
Semoga zaman segera berganti, dari zaman Kala Bendu menjadi Kala Suba.
Karena disanalah akan ada kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan yang
sesungguhnya. Bangsa kita pun akan bangkit kembali dan memimpin dunia.
Sementara kita, berusaha dan berdoa semoga saja bisa menyaksikan dan
ikut serta dalam menikmatinya.