Ada yang unik dari baginda Muhammad SAW. Seorang manusia yang
mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk memberitahukan kepada umat
manusia tentang agama yang benar-benar datang dari Allah SWT. Keunikan
dari baginda bahwa ternyata ia juga seorang pria yang memakai cincin di
tangannya. Sebelum anda berfikir yang aneh - aneh, perlu saya
beritahukan bahwa cincin Nabi Muhammad SAW bukanlah cincin yang terbuat
dari emas bahkan cincin batu akik yang dewasa ini banyak digandrungi
oleh masyarakat indonesia.
Memakai cincin merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Bahkan diceritakan, Nabi Sulaiman AS dan Nabi Dawud AS juga memakai cincin.
Ibnu Umar radhiallahu 'anhu berkata :
اتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ وَجَعَلَ فُصَّهُ مِمَّا يَلِي كَفَّهُ
فَاتَّخَذَهُ النَّاسُ فَرَمَى بِهِ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ أَوْ
فِضَّةٍ
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin dari emas, beliau
menjadikan mata cincinnya bagian dalam ke arah telapak tangan, maka
orang-orang pun memakai cincin. Lalu Nabi membuang cincin tersebut dan
memakai cincin dari perak" (HR Al-Bukhari no 5865)
Ibnu Umar juga berkata :
اتخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم خاتما من ورق وكان في يده ثم كان بعد في
يد أبي بكر ثم كان بعد في يد عمر ثم كان بعد في يد عثمان حتى وقع بعد في
بئر أريس نقشه محمد رسول الله
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin dari perak,
cincin tersebut berada di tangan Nabi, lalu setelah itu berpindah ke
tangan Abu Bakar, setelah itu berpindah ke tangan Umar, setelah itu
berpindah ke tangan Utsman, hingga akhirnya cincin tersebut jatuh di
sumur Ariis. Cincin tersebut terpahatkan Muhammad Rasulullah" (HR
Al-Bukhari no 5873)
Anas bin Maalik radhiallahu 'anhu berkata :
لما أراد النبي صلى الله عليه وسلم أن يكتب إلى الروم قيل له إنهم لن
يقرءوا كتابك إذا لم يكن مختوما فاتخذ خاتما من فضة ونقشه محمد رسول الله
"Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menulis surat kepada
Romawi, maka dikatakan kepada beliau : "Sesungguhnya mereka (kaum
Romawi) tidak akan membaca tulisanmu jika tidak distempel". Maka Nabi
pun memakai cincin dari perak yang terpahat "Muhammad Rasulullah" (HR
Al-Bukhari no 5875)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan
كان نقش خاتم رسول الله صلى الله عليه وسلم ( محمد ) سطر و ( رسول ) سطر و ( الله ) سطر
Ukiran mata cincin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertuliskan:
Muhammad [محمد] satu baris, Rasul [رسول] satu baris, dan Allah [الله]
satu baris. (HR. Turmudzi 1747, Ibn Hibban 1414, dan semakna dengan itu
diriwayatkan oleh Bukhari 5872)
Dalam riwayat lain dijelaskan,
أن النبي صلى الله عليه وسلم أراد أن كتب إلى كسرى وقيصر والنجاشي فقيل له :
إنهم لا يقبلون كتابا إلا بخاتم فصاغ رسول الله صلى الله عليه وسلم خاتما
حلقته فضة ونقش فيه محمد رسول الله فكأني أنظر إلى بياضه في كفه
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menulis surat ke Kisra
(persi), Kaisar (romawi), dan Najasyi (Ethiopia). Kemudian ada yang
mengatakan, ’Mereka tidak mau menerima surat, kecuali jika ada
stempelnya.’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat
cincin dari perak, dan diukir tulisan Muhammad Rasulullah. Saya melihat
putihnya cincin itu di tangan beliau. (HR. Ahmad 12738, Bukhari 5872,
Muslim 2092, dan yang lainnya).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ خَاتَمًا
مِنْ فِضَّةٍ، وَنَقَشَ فِيهِ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، وَقَالَ:
«إِنِّي اتَّخَذْتُ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ، وَنَقَشْتُ فِيهِ مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ، فَلاَ يَنْقُشَنَّ أَحَدٌ عَلَى نَقْشِهِ»
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat cincin dari
perak, dan diukir: Muhammad Rasulullah. Kemudian Beliau bersabda,
“Sesungguhnya aku membuat cincin dari perak, dan aku ukir Muhammad
Rasulullah. Karena itu, jangan ada seorangpun yang mengukir dengan
tulisan seperti ini.” (HR. Bukhari 5877)
Dari beberapa riwayat di atas, ada beberapa pelajaran yang bisa kita simpulkan,
1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin
2. Cincin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki ciri:
Terbuat dari perak
Ada mata cincinnya, yang juga terbuat dari perak
Logam perak mata cincin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berasal dari Ethiopia
Bagian mata cincin ada ukirannya, bertuliskan: Muhammad Rasulullah
Tulisan ukiran di mata cincin itu biasa digunakan untuk stempel surat.
3. Tujuan utama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat cincin adalah
untuk dijadikan stempel surat dakwah yang hendak dikirim ke berbagai
penjuru dunia.
4. Cincin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam digunakan para khulafa’ ar-rasyidin setelah beliau sebagai stempel surat.
5. Larangan untuk membuat cincin dengan ukiran seperti ukiran cincin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad Rasulullah. al-Hafidz
Ibn Hajar menjelaskan, ’Karena dalam cincin itu ada tulisan nama
beliau, dan status beliau. Beliau membuat demikian sebagai ciri khas
beliau, yang membedakan dengan lainnya. Jika yang lain dibolehkan untuk
membuat ukiran cincin seperti itu, maka tujuan ini tidak terwujud.’
(Fathul Bari, 10/324).
Para ulama telah berselisih pendapat, apakah memakai cincin hukumnya
sunnah ataukah hanya sekedar mubah (diperbolehkan)?. Sebagian ulama
berpendapat bahwa memakai cincin hukumnya sunnah secara mutlak. Sebagian
lagi berpendapat hukumnya sunnah bagi para raja dan sultan yang
membutuhkan stempel cincin sebagaimana kondisi Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam, adapun selain para raja dan sultan maka hukumnya hanyalah
mubah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah menggunakan
cincin tersebut untuk berhias, akan tetapi karena ada keperluan. Dan
sebagian ulama lagi memandang hukumnya makruh bagi selain raja dan
sulton, terlebih lagi jika diniatkan untuk berhias.
Ibnu Abdil Barr (wafat 463 H) berkata :
"Yang merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan ulama terdahulu
dan yang sekarang yaitu bolehnya memakai cincin perak bagi sultan dan
juga yang selainnya. Dan tatkala Imam Malik mengetahui sebagian orang
memandang makruh hal ini maka beliaupun menyebutkan dalam kitab
Muwattho' beliau…dari Sodaqoh bin Yasaar ia berkata, "Aku bertanya
kepada Sa'id ibn Al-Musayyib tentang memakai cincin, maka beliau berkata
: Pakailah dan kabarkan kepada orang-orang bahwasanya aku telah
berfatwa kepadamu akan hal ini"…
Tatkala sampai kepada Imam Ahmad tentang hal ini (yaitu bahwasanya
memakai cincin bagi selain sultan hukumnya makruh, maka Imam Ahmad pun
terheran" (At-Tamhiid 17/101)
Pendapat yang hati lebih condong kepadanya adalah sunnahnya memakai
cincin secara mutlak. Dalilnya adalah meskipun sebab Nabi memakai cincin
adalah karena untuk menstempeli surat-surat yang akan beliau kirim
kepada para pemimpin Romawi, Persia, dan lain-lain, akan tetapi dzohir
dari hadits Ibnu Umar di atas bahwasanya para sahabat juga ikut memakai
cincin karena mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal para
sahabat bukanlah para sulton, dan mereka tidak membutuhkan cincin untuk
stempel. Wallahu a'lam bis showab.
Ditangan yang mana dan jari yang mana memakai cincin?
Sebagian ulama berpendapat akan disunnahkan memakai cincin di tangan
kiri, dan sebagian yang lain berpendapat di tangan kanan. Dan pendapat
yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan dibolehkan di kanan atau
di kiri.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, "Semua hadits-hadits tersebut (yang
menyebutkan Nabi menggunakan cincin di tangan kiri dan juga
hadits-hadits yang menyebutkan Nabi menggunakan cincin di tangan
kanan-pen) sanadnya shahih" (Zaadul Ma'aad 1/139).
Hadits Hadits Tersebut Adalah
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَ خَاتِمُ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى هَذِهِ. وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengenakan cincin di sini.”
Anas berisyarat pada jari kelingking di tangan sebelah kiri. (HR. Muslim
no. 2095).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa yang sesuai
sunnah, cincin pria diletakkan di jari kelingking. Sedangkan untuk
wanita, cincin tersebut diletakkan di jari mana saja.” (Syarh Shahih
Muslim, 14: 65).
Adapun hikmah memakai cincin di jari kelingking yaitu jauh dari
pelecehan sebab letak cincin tersebut di jari paling pinggir. Selain
itu, tidak mengganggu aktivitas, berbeda jika dipasang di jari lain.
Demikian disebutkan oleh Imam Nawawi di halaman yang sama.
Anas juga berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ
فِضَّةٍ فِي يَمِينِهِ فِيهِ فَصٌّ حَبَشِيٌّ كَانَ يَجْعَلُ فَصَّهُ
مِمَّا يَلِي كَفَّهُ
"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin
perak di tangan kanan beliau, ada mata cincinnya terbuat dari batu
habasyah (Etiopia), beliau menjadikan mata cincinnya di bagian telapak
tangannya" (HR Muslim no 2094)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
قال العلماء يعني حجرا حبشيا أي فصا من جزع أو عقيق فإن معدنهما بالحبشة
واليمن وقيل لونه حبشي أي أسود وجاء في صحيح البخاري من رواية حميد عن أنس
أيضا فصه منه قال بن عبد البر هذا أصح وقال غيره كلاهما صحيح وكان لرسول
الله صلى الله عليه وسلم في وقت خاتم فصه منه وفي وقت خاتم فصه حبشي وفي
حديث آخر فصه من عقيق
Berkata para ulama: Yakni batu dari Etiopia, yaitu batu dari jaza’ atau
‘aqiq, yg keduanya menjadi barang berharga di Etiopia dan Yaman. Ada
yang bilang warnanya khas Etiopia, yaitu hitam. Terdapat keterangan
dalam Shahih Al Bukhari dari riwayat Humaid dari Anas juga bahwa mata
cincinnya terbuat darinya (batu Etiopia) . Berkata Ibnu Abdil Bar:
Inilah yang paling shahih. Yang lain mengatakan keduanya shahih. Dahulu
Nabi ﷺ suatu waktu pakai cincin yang matanya darinya, pada waktu lain
batu Etiopia, pada hadits lain mata cincinnya dari ‘aqiq. (Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 14/71. Cet. 2, 1392H. Dar Ihya At Turats, Beirut)
Namun terdapat keterangan lain yang menyatakan bahwa apa yang
dimaksudkan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah salah satu
jenis batu zamrud yang terdapat di Habasyi yang berwarna hijau, dan
berkhasiat menjernihakan mata dan menjelaskan pandangan”
ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﻔْﺮَﺩَﺍﺕِ ﻧَﻮْﻉٌ ﻣِﻦْ ﺯَﺑَﺮْﺟَﺪَ ﺑِﺒِﻠَﺎﺩِ ﺍﻟْﺤَﺒْﺶِ ﻟَﻮْﻧُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻀْﺮَﺓِ
ﻳُﻨَﻘِّﻲ ﺍﻟْﻌَﻴْﻦَ ﻭَﻳَﺠْﻠُﻮ ﺍﻟْﺒَﺼَﺮَ
“Dan di dalam kitab al-Mufradat, (batu cincin yang berasal dari Habasyi) adalah
salah satu jenis zamrud yang terdapat di Habasyi, warnanya hijau, bisa
menjernihkan mata dan menerangkan pandangan” (Lihat Abdurrauf al-Munawi,
Faidlul-Qadir , Bairut- Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-1, 1451H/1994
M, juz, 5, h. 216)
Lantas bagaimana hukum memakainya?
Menurut Imam Syafi’i hukum memakai batu mulia atau batu akik seperti
batu yaqut, zamrud dan lainnya adalah Mubah sepanjang tidak untuk
berlebih-lebihan dan menyombongkan diri.
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ – ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺮَﻩُ ﻟِﻠﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻟُﺒْﺲَ ﺍﻟﻠُّﺆْﻟُﺆِ ﺇﻟَّﺎ ﻟِﻠْﺄَﺩَﺏِ ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻣِﻦْ
ﺯِﻱِّ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻟَﺎ ﻟِﻠﺘَّﺤْﺮِﻳﻢِ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺮَﻩُ ﻟُﺒْﺲَ ﻳَﺎﻗُﻮﺕٍ ﺃَﻭْ ﺯَﺑَﺮْﺟَﺪٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ
ﺍﻟﺴَّﺮَﻑِ ﻭَﺍﻟْﺨُﻴَﻠَﺎﺀِ
“Imam Syafii berkata dalam kitab al-Umm, saya tidak memakruhan laki-laki
memakai mutiara kecuali karena terkait dengan etika dan mutiara itu
termasuk dari aksesoris perempuan, bukan karena haram. Dan saya tidak
memakrukan (laki-laki, pent) memakai yaqut atau zamrud kecuali jika
berlebihan dan untuk menyombongkan (diri)”. (Muhammad Idris asy-Syafi’i,
al-Umm , Bairut-Dar al-Ma’rifah, 1393 H, juz, 1, h. 221)
Lalu bagaimana jika cincin akik tersebut bisa mendatangkan keampuhan dan
Hal Gaib lainnya? kasus seperti ini sama seperti hukum benda-benda yang
lain, yaitu harus mempunyai keyakinan bahwa benda tersebut tidak
mempunyai pengaruh dan kekuatan apapun, melainkan atas kekuatan Allah
SWT.
تحفة المريد ص : 58
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى
مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو
بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع
ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه
الإختيارية بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو
الله لكن جعل بين الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو
جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على
خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات
تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله إهـ
“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada
sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan
memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan
lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah)
hukumnya kafir dengan kesepakatan para ulama, atau berkeyakinan terjadi
sebab kekuatan (kelebihan) yang diberikan Allah didalamnya menurut
pendapat yang paling shahih tidak sampai kufur tapi fasiq dan ahli bidah
seperti pendapat kaum mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seorang hamba
adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan sifat kemampuan yang diberikan
Allah pada dirirnya, atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah
hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara rasio maka
dihukumi orang bodoh. atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah
hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka
dihukumi orang mukmin yang selamat, Insya Allah" Tuhfah alMuriid 58
Jari Terlarang untuk Cincin Laki-Laki
Telah lalu bahwasanya sunnah bagi lelaki untuk memakai cincin pada jari
kelingking, demikian pula ia dibolehkan memakai cincin pada jari manis,
karena tidak ada dalil yang melarangnya.
Imam Nawawi membawakan judul bab dalam Syarh Shahih Muslim, “Larangan memakai cincin di jari tengah dan jari setelahnya.”
Disebutkan dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib, ia berkata,
نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَتَخَتَّمَ فِى
إِصْبَعِى هَذِهِ أَوْ هَذِهِ. قَالَ فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى
وَالَّتِى تَلِيهَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang padaku memakai cincin
pada jari ini atau jari ini.” Ia berisyarat pada jari tengah dan jari
setelahnya. (HR. Muslim no. 2095).
Para ulama berselisih pendapat tentang larangan pada hadits ini apakah
larangan tahrim (haram) ataukah hanyalah larangan makruh??. Para ulama
juga sepakat bahwa larangan ini hanya berlaku bagi kaum lelaki, adapun
para wanita bebas untuk memakai cincin di jari mana saja, karena para
wanita dibolehkan untuk berhias.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
وأجمع المسلمون على أن السنة جعل خاتم الرجل فى الخنصر وأما المرأة فانها
تتخذ خواتيم فى أصابع قالوا والحكمة فى كونه فى الخنصر أنه أبعد من
الامتهان فيما يتعاطى باليد لكونه طرفا ولأنه لايشغل اليد عما تتناوله من
أشغالها بخلاف غير الخنصر ويكره للرجل جعله فى الوسطى والتى تليها لهذا
الحديث وهى كراهة تنزيه وأما التختم فى اليد اليمنى أو اليسرى فقد جاء فيه
هذان الحديثان وهما صحيحان
"Kaum muslimin telah berijmak akan sunnahnya lelaki memakai cincin di
jari kelingking, adapun wanita maka boleh memakai cincin-cincin di
jari-jari mereka. Mereka berkata hikmahnya memakai cincin di jari
kelingking karena lebih jauh dari pengotoran cincin karena penggunaan
tangan, karena jari kelingking letaknya di ujung, dan juga jari
kelingking tidak mengganggu aktivitas tangan. Hal ini berbeda dengan
jari-jari yang lainnya.
Dan dimakruhkan bagi seorang lelaki untuk memakai cincin di jari tengah
dan juga jari yang setelahnya (jari telunjuk), dan hukumnya adalah
makruh tanzih. Adapun memakai cincin di tangan kanan atau tangan kiri
maka telah datang dua hadits ini, dan keduanya shahih" (Al-Minhaaj Syarh
Shahih Muslim 14/71)
Memakai Cincin di Jari Tangan Kanan ataukah Tangan Kiri?
Imam Nawawi menyatakan bahwa para ulama sepakat bolehnya memakai cincin
di jari tangan kanan atau pun di jari tangan kiri. Tidak ada disebut
makruh di salah satu dari kedua tangan tersebut. Para ulama cuma
berselisih pendapat saja manakah di antara keduanya yang afdhal.
Kebanyakan salaf memakainya di jari tangan kanan, kebanyakannya lagi di
jari tangan kiri. Imam Malik sendiri menganjurkan memakai di jari tangan
kiri, beliau memakruhkan tangan kanan. Sedangkan ulama Syafi’iyah yang
shahih, jari tangan kanan lebih afdhal karena tujuannya adalah untuk
berhias diri. Tangan kanan ketika itu lebih mulia dan lebih tepat untuk
berhias diri dan juga sebagai bentuk pemuliaan. Lihat Syarh Shahih
Muslim, 14: 66.
Kesimpulannya, jari tangan yang terbaik untuk memakai cincin bagi
laki-laki adalah jari kelingking pada tangan kiri. Adapun jari yang
terlarang (makruh) dipakaikan cincin adalah jari tengah dan jari
telunjuk. Sedangkan jari manis, masih bisa dikenakan. Adapun untuk
wanita, bebas memakai cincin di jari mana saja.
Diharamkan bagi lelaki memakai segala bentuk perhiasan yang terbuat dari emas
Telah jelas dalam hadist Ibnu Umar di atas bahwasanya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam membuang cincin emasnya, karena cincin emas haram
dipakai oleh lelaki. Bahkan bukan hanya cincin, segala perhiasan yang
terbuat dari emas dilarang dipakai oleh lelaki.
عن عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أنَّ النَبِيَّ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ فِي
يَمِينِهِ ، وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ : (
إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي)
"Dari Ali bin Abi Tholib radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam mengambil kain sutra lalu meletakkannya di tangan
kanan beliau, dan mengambil emas lalu beliau letakan di tangan kiri
beliau, lalu beliau berkata : "Kedua perkara ini haram bagi kaum lelaki
dari umatku" (HR Abu Dawud no 4057, An-Nasaai no 5144, dan Ibnu Maajah
no 3595, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Bahkan para ulama menyebutkan bahwa cincin yang ada polesan emasnya pun tidak boleh digunakan oleh lelaki.
An-Nawawi rahimahullah berkata :
وأما خاتم الذهب فهو حرام على الرجل بالاجماع وكذا لو كان بعضه ذهبا وبعضه
فضة حتى قال أصحابنا لو كانت سن الخاتم ذهبا أو كان مموها بذهب يسير فهو
حرام لعموم الحديث ... ان هذين حرام على ذكور أمتى حل لإناثها
"Adapun cincin emas maka hukumnya haram bagi lelaki menurut kesepakatan
(ijmak para ulama), demikian pula jika sebagian cincin tersebut emas dan
sebagiannya perak. Bahkan para ashaab (para ulama syafi'iyah) berkata
jika seandainya mata cincinnya terbuat dari emas atau dipoles dengan
sedikit emas maka hukumnya juga haram, berdasarkan keumuman
hadits…."Sesungguhnya kedua perkara ini (kain sutra dan emas) haram bagi
kaum lelaki dari umatku dan halal bagi kaum wanitanya" (Al-Minhaaj
Syarh Shahih Muslim 14/32)
Karenanya para ulama memfatwakan bahwa jam tangan yang terdapat padanya emas maka tidak boleh digunakan oleh lelaki.
Bolehkah memakai cincin dari besi dan tembaga?
Dalam hadits Abdullah bin 'Amr bin al-'Aash bahwasanya
رَأَى عَلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَأَعْرَضَ عَنْهُ
فَأَلْقَاهُ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ هَذَا شَرٌّ هَذَا
حِلْيَةُ أَهْلِ النَّارِ فَأَلْقَاهُ فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ
فَسَكَتَ عَنْهُ
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat salah seorang sahabat
memakai cincin dari emas, maka Nabi pun berpaling darinya, lalu sahabat
tersebut pun membuang cincin tersebut, lalu memakai cincin dari besi.
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Ini lebih buruk, ini
adalah perhiasan penduduk neraka". Maka sahabat tersebut pun membuang
cincin besi dan memakai cincin perak. Dan Nabi mendiamkannya" (HR Ahmad
6518, Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod no 1021, dan dihasankan oleh
Syaikh Al-Albani dan para pentahqiq Musnad Ahmad)
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa cincin besi merupakan
perhiasan penduduk neraka, ini merupakan 'illah (sebab) pengharaman
penggunaan cincin besi. Dan kita ketahui bahwasanya para penghuni neraka
diikat dengan rantai dan belenggu, dan yang kita ketahui biasanya
rantai dan belenggu terbuat dari besi (lihat 'Aunul Ma'buud 11/190).
Allah juga berfirman :
وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ
"Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi" (QS Al-Haaj : 21)
Dan dari sini juga bisa kita pahami bahwasanya larangan memakai cincin
besi mencakup laki-laki dan perempuan, karena keduanya dituntut untuk
tidak menyerupai penduduk neraka.
Dari sini juga kita pahami bahwasanya jika cincin tersebut tidak terbuat
dari besi murni maka tidaklah mengapa (lihat Fathul Baari 10/323).
Sebagian ulama juga mengharamkan cincin yang terbuat dari tembaga karena
tembaga juga merupakan perhiasan penduduk neraka. Allah berfirman :
فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ
"Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka"(QS Al-Haaj : 19)
Sa'id bin Jubair menafsirkan pakaian dari api tersebut dengan
نُحَاس"tembaga yang dipanaskan" (Lihat Tafsir At-Thobari 18/591 dan
Tafsir Ibnu Katsir 5/406)
Demikian juga firman Allah
سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى
"Pakaian mereka adalah dari qothiroon"(QS Ibrahim : 50)
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhumaa menafsirkan qothiroon dengan nuhaas
"tembaga yang panas" (lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/522 dan Ad-Dur
Al-Mantsuur 8/581)
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda