Selama ini banyak umat yang merujuk pada Seorang Ulama Besar abad 13
sebagai Ulama Wahabi. Hal tersebut sangat lah tidak berdasar.
Dikarenakan beda Zaman. Syaikh Ibnu Qoyim Aljauziyah Abad 13 sedang
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri Wahabi) abad 18. Alfaqir
sengaja menulis ini untuk penjelasan mengenai hal yang sangat
menyesatkan dan bisa menjadi pergolakan di kalangan umat yang fanatik.
Dan yang memusuhi kaum Wahabi.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Syamsuddin Muhammad Abu Bakr bin
Ayyub bin Sad bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-Zuri ad-Dimasyqi dan
dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dia dilahirkan pada tanggal
7 Shafar tahun 691 H. Dia tumbuh dewasa dalam suasana ilmiah yang
kondusif. Ayahnya adalah kepala sekolah al-Jauziyah di Dimasyq
(Damaskus) selama beberapa tahun. Karena itulah, sang ayah digelari
Qayyim al-Jauziyah. Sebab itu pula sang anak dikenal di kalangan ulama
dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Beliau adalah seorang Imam Sunni, cendekiawan, dan ahli fiqh yang hidup
pada abad ke-13. Ia adalah ahli fiqih bermazhab Hambali. Disamping itu
juga seorang ahli Tafsir, ahli hadits, penghafal Al-Quran, ahli ilmu
nahwu, ahli ushul, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang mujtahid.
Ibnu Qayyim berguru ilmu hadits pada Syaikh Syihab an-Nablusi dan Syaikh
Qadi Taqiyyuddin bin Sulaiman; berguru tentang fiqh kepada Syekh
Safiyyuddin al-Hindi dan Syaikh Isma'il bin Muhammad al-Harrani; berguru
tentang ilmu pembahagian waris (fara'idh) kepada bapaknya; dan juga
berguru selama 16 tahun kepada Syaikh Syarofuddin Ibnu Taimiyyah
(saudara Syaikhul islam Abu Abdillah Acmad Ibnu Taimiyyah)
Beliau belajar ilmu faraidh dari bapaknya kerana beliau sangat berbakat
dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy
dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa’ kemudian kitab
al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab
al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar
dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li
Ibni Ushfur.
Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari
Syaikh Syarofuddin Ibnu Taimiyah dan Syaikh Isma’il bin Muhammad
al-Harraniy.
Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sambil didera dengan cambuk di atas
seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan
dari penjara. Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran
agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali.
Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika
kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam firqah
Islamiyah.
Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya
terhadap ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai
hadits, makna hadits, pemahaman serta istinbath-istinbath rumitnya,
sulit ditemukan tandingannya.
Begitu pula, pengetahuan beliau rahimahullah tentang ilmu suluk dan ilmu
kalam-nya Ahli tasawwuf, isyarat-isyarat mereka serta detail-detail
mereka. Ia memang amat menguasai terhadap berbagai bidang ilmu ini.
Disiplin ilmu yang didalami dan dikuasainya hampir meliputi semua ilmu
syariat dan ilmu alat. Ibnu Rajab, muridnya, mengatakan, "Dia pakar
dalam tafsir dan tak tertandingi, ahli dalam bidang ushuluddin dan ilmu
ini mencapai puncak di tangannya, ahli dalam fikih dan ushul fikih, ahli
dalam bidang bahasa Arab dan memiliki kontribusi besar di dalamnya.
Dia berkata juga, "Saya tidak melihat ada orang yang lebih luas ilmunya
dan yang lebih mengetahui makna Al-Quran, Sunnah dan hakekat iman
daripada Ibnu Qayyim. Dia tidak makshum tapi memang saya tidak melihat
ada orang yang menyamainya."
Ibnu Katsir berkata, "Dia mempelajari hadits dan sibuk dengan ilmu. Dia
menguasai berbagai cabang ilmu, utamanya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu
ushuluddin, dan ushul fikih."
Adz-Dzahabi berkata, "Dia mendalami hadits, matan dan perawinya. Dia
menggeluti dan menganalisa ilmu fikih. Dia juga menggeluti dan
memperkaya khasanah ilmu nahwu, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih."
Ibnu Hajar berkata, "Dia berhati teguh dan berilmu luas. Dia menguasai perbedaan pendapat para ulama dan mazhab-mazhab salaf.
As-Suyuthi berkata, "Dia telah mengarang, berdebat, berijtihad dan
menjadi salah satu ulama besar dalam bidang tafsir, hadits, fikih,
ushuluddin, ushul fikih, dan bahasa Arab."
Ibnu Tughri Burdi berkata, "Dia menguasai beberapa cabang ilmu, di
antaranya tafsir, fikih, sastra dan tatabahasa Arab, hadits, ilmu-ilmu
ushul dan furu. Dia telah mendampingi Syaikh Ibnu Taimiyyah sekembalinya
dari Kairo tahun 712 H dan menyerap darinya banyak ilmu. Karena itu,
dia menjadi salah satu tokoh zamannya dan memberikan manfaat kepada umat
manusia."
Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para
pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah
benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik
yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah :
Anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah
Anaknya yang lain bernama Ibrahim,
Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitabal-Bidayah wan Nihayah
Al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah
Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi
Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy
Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy
Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafi’i
Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky
Taqiyuddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafi’i
Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada
sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh
ra’yu-ra’yu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa’ wal bida’ (AhliBid’ah) serta
helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama.
Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab
salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan
sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid.
Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering
keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru
setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang
masyhur.
Karya Imam Ibnu Qoyim
Ijtimā' al-Juyūsy al-Islāmiyyah 'ala al-Mu'aththilah wa al-Jahmiyyah
Ahkām Ahli adz-Dzimmah
I'lān al-Muwaqi'īn 'an Rabb al-'Ālamin
Ighātsatu al-Lahfān min Mashāyidi asy-Syaithān
Ighātsatu al-Lahfan fī Hukmi Thalāqi al-Ghadbān
Badāi' al-Fawā'id
At-Tibyān fī Aqsāmi al-Qur'ān
Tuhfatu al-Maudūd bi Ahkāmi al-Maulūd
Jalāu al-Afhām fī ash-Shālāti wa as-Salāmi 'ala khairi al-Anām
Al-Jawāb al-Kāfi liman sa ala 'an ad-Dawā asy-Syāfi au Ad-Dā wa ad-Dawā'
Hādi al-Arwāh ila bilādi al-Afrāh
Raudhatu al-Muhibīn wa Nuzhatu al-Musytāqqīn
Ar-Rūh
Zādu al-Ma'ād fī Hadyi Khairi al-'Ibād
Syifā'u al-'Alil fi Masā'ili al-Qadhā' wa al-Qadar wa al-Hikmatu wa at-Ta'līl
Ash-Shawā'iq al-Mursilah 'ala al-Jahmiyyah wa al-Mu'aththilah
Ath-Thibb an-Nabawī (Bagian dari Kitab Zādu al-Ma'ād)
Ath-Thuruq al-Hukmiyyah
'Iddatu ash-Shābirīn wa Dzukhriyyaty asy-Syākirīn
Al-Farusiyah
Al-Fawā id
Al-Kāfiyah asy-Syāfiyah fi an-Nahwi
Al-Kāfiyah asy-Syāfiyah fi al-Intishari lilfirqati an-Nājiyah
Al-Kalām 'ala mas'alati as-Simāi
Kitāb ash-Shalāti wa Ahkāmu Tārikuhā
Madāriju as-Sālikīn baina Manāzili Iyyāka Na'budu wa Iyyaka Nasta'īn
Miftāhu Dāri as-Sa'ādah wa Mansyur Wilāyati al-'Ilmi wa al-Irādah
Al-Manār al-Munīf fī ash-Shahīh wa adh-Dha'īf
Hidāyatu al-Hiyāri fī Ajwibati al-Yahūd wa an-Nashāra
Al-Wābil ash-Shayyib min al-Kalimi ath-Thayyib
Sebagian orang tidak mampu membedakan antara Ibnu Qayyim al-Jauziyah
dengan Ibnu al-Jauzi karena kemiripan nama. Kesalahan ini telah
berakibat pada penisbahan beberapa kitab karya Ibnu al-Jauzi kepada Ibnu
Qayyim al-Jauziyah. Kesalahan seperti itu terjadi karena kelalaian para
penulis manuskrip atau karena perbuatan orang-orang yang sentimen
terhadap Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Sebagai bukti adalah bahwa Ibnu al-Jauzi adalah Abdurrahman bin Ali
al-Qursyi, wafat tahun 597 H. Meskipun dia adalah salah seorang ulama
dari golongan Hanbali yang terkemuka dan banyak menulis, tapi dalam
kajian masalah nama-nama dan sifat Allah SWT dia tidak mengikuti metode
Imam Hanbal karena dia dalam hal ini menempuh metode takwil. Ini jelas
bertentangan dengan metodologi Ibnu Qayyim sebab dia menempuh metode
ulama salaf.
Di antara buku yang dinisbahkan kepada Ibnu Qayyim, padahal sebenarnya
itu adalah karya Ibnu al-Jauzi, adalah kitab Dafu Syubahit-Tasybih bi
Akaffit-Tanzih. Yang di jadikan rujukan kaum Wahabi dan Salafi. Kitab
ini banyak memuat takwil yang keliru. Karena itu, dia terjerumus dalam
tathil guna melepaskan diri dari noda tasybih (penyerupaan).
Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah
sehingga dia mengikuti langkah ulama salaf. Sebab itu, dia selamat dari
noda tasybih dan bahaya takwil. Dia menempuh cara ulama salaf di mana
dia hanya menetapkan apa yang ditetapkan Allah SWT untuk diri-Nya dan
apa yang ditetapkan oleh Rasul-Nya tanpa melakukan penyimpangan, tasybih
dan tathil.
Demikian pula kitab Akhbar an-Nisa yang jadi rujukan kaum Wahabi. Kitab
ini dinisbahkan kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah, padahal kitab ini
dikenal sebagai karya Ibnu al-Jauzi.
Wafatnya
Kitab-kitab biografi sepakat bahwa Ibnu Qayyim al-Jauziyah wafat pada
malam Kamis setelah azan Isya, tanggal 13 Rajab tahun 751H. Dia
dishalati setelah shalat Zhuhur keesokan harinya di Mesjid al-Umawi,
kemudian di Mesjid Jarah. Dan, dimakamkan di perkuburan al-Bab
ash-Shaghir dekat makam ibunya di Damaskus.
Semoga ada Manfaatnya dan bisa diketahui bahwa yang jadi Rujukan
Muhammad bin Abdul Wahhab adalah Syekh Ibnu Al Jauzi bukan Syaikh Ibnu
Al Qoyyim Al Jauziyah.