Salah satu kunci keluarga bahagia yaitu adanya pemahaman dan pelaksanaan
hak dan kewajiban suami istri di dalam bahtera rumah tangga. Diperlukan
kerjasama antara suami dan istri dalam membangun keharmonisan rumah
tangganya. Tak lupa pula didasari dengan agama, keluarga tersebut akan
menjadi sakinah. Seorang suami yang beriman akan mampu menjadi kepala
rumah tangga yang baik dan kelak membawa keluarganya menuju syurga.
Seorang istri yang sholehah tentunya yang selalu taat pada suaminya
serta mampu membawa keluarganya senantiasa dalam kebaikan.
Firman Allah swt: “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai
tempat tinggal (mendapat ketenangan di dalamnya)” (QS. An-Nahl:80)
Suami sebagai pemimpin rumah tangga memiliki hak-hak yang didapatkan
dari istri dan anak-anaknya. Istri menghormati suami, dan anak-anak
menghormati ayahnya. Beberapa dalil tentang suami sebagai pemimpin rumah
tangga antara lain:
Firman Allah swt: “Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena
Alloh telah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya
dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka.” (Qs.
an-Nisaa’: 34).
Rasulullah saw bersabda: “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang
untuk sujud kepada orang lain1niscaya aku perintahkan seorang istri
untuk sujud kepada suaminya. Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan
seluruh hak Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya hingga ia menunaikan
seluruh hak suaminya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya
(mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang
dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh
menolak).” (HR. Ahmad)
Al-Hushain bin Mihshan rahimahullahu menceritakan bahwa bibinya pernah
datang ke tempat Rasulullah saw karena satu keperluan. Seselesainya dari
keperluan tersebut, Rasulullah saw bertanya kepadanya: “Apakah engkau
sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.” “Bagaimana (sikap)
engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Aku tidak
pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.”
Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu
dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad )
Hak-hak suami antara lain:
Ditaati dalam seluruh perkara kecuali maksiat. Sabda Rasulullah saw:
“Hanyalah ketaatan itu dalam perkara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Istri wajib mentaati perintah suami asalkan itu bukanlah
perbuatan maksiat dan melanggar hukum agama Islam. Istri juga wajib
menolak perintah suami untuk berbuat maksiat kepada Allah swt, karena
apabila ia menaati suaminya berarti ia berbuat dosa sebagaimana suaminya
berdosa karena telah memerintahkannya bermaksiat.
Ketaatan istri kepada suami termasuk memenuhi panggilan suami ke tempat
tidur dan tidak boleh menolak suami, kecuali sedang dalam keadaan haid.
Istri yang menolak ajakan tersebut akan dilaknat oleh malaikat,
sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Jika seorang suami memanggil istrinya
ke tempat tidurnya lalu si istri menolak untuk datang maka para
malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dimintai izin oleh istri yang hendak keluar rumah. Istri tidak boleh
keluar rumah kecuali seizin suami. Hal ini termasuk ketika istri ingin
mengunjungi orangtuanya serta kebutuhan lainnya. Istri yang keluar rumah
tanpa seizing suaminya cenderung menimbulkan fitnah hingga maksiat
kepada Allah swt.
Istri tidak boleh puasa sunnah kecuali dengan izin suaminya, terutama
jika suami sedang berada di rumah seharian. Rasulullah saw bersabda:
“Tidak boleh seorang istri puasa (sunnah) sementara suaminya ada di
tempat kecuali dengan izin suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Suami berhak mendapatkan kesenangan bersama istrinya yang harus segera
ditunaikan dan tidak boleh tertunda dikarenakan sang istri sedang puasa
sunnah. Oleh sebab itu lah istri bisa berpuasa sunnah hanya atas izin
suami.
Istri tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suami kecuai
dengan izinnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw: “Tidak boleh
seorang istri mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya terkecuali
dengan izin suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim)‘
Amr ibnul Ahwash ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, sabda beliau:
“Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka
pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah
mereka tidak boleh membiarkan seorang yang tidak kalian sukai untuk
menginjak permadani kalian dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang
kalian benci untuk memasuki rumah kalian. Sedangkan hak mereka terhadap
kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan
makanan mereka.” (HR. At- dan Ibnu Majah)
Mendapatkan pelayanan dari istrinya.hal ini memang sudah semestinya,
sebagai tugas istri di rumah yaitu melayani dan mengurusi segala
kebutuhan suami. Seperti yang telah dicontohkan oleh istri sahabat Nabi
Muahmmad saw, yaitu Asma’ istri Abi Bakar Ash-Shiddiq ra. Ia mengurusi
hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan
menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang
memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat
tinggalnya dengan tanah tersebut cukuplah jauh.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Disyukuri kebaikan yang diberikannya. Istri harus menysukuri atas setiap pemberian suaminya dan berterima kasih kepadanya.
Islam memandang tinggi dan mulia Terhadap wanita. Oleh karena itu, istri
pun juga memiliki hak-hak yang harus ditunaikan oleh suami. Sesuai
denga firman Allah swt: “Dan para istri mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah:
228).
Seperti suami, istri pun berhak mendapatkan hak-haknya sebagaimana ia juga memenuhi kewajibannya.
Adapun hak-hak istri antara lain:
Mendapat mahar dari suaminya. Tentunya ketika akad nikah seorang lelaki
harus menyerahkan mahar kepada wanita yang dinikahinya. Mahar adalah
wajib hukumnya, sebagaiaman firman Allah swt: “Berikanlah mahar kepada
wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan.” (QS. An-Nisa`: 4)“…berikanlah kepada mereka (istri-istri
kalian) maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.” (QS.An-Nisa`: 24)
Serta sabda Rasulullah saw yang diucapkan ketika seorang sahabatnya
ingin menikah namun ia tidak memiliki harta: “Lihatlah apa yang bisa
engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin dari
besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Digauli oleh suaminya dengan patut dan akhlak mulia. Allah swt
berfirman: “Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Bila
kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian
tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.” (QS. An-Nisa`: 19)
Rasulullah saw pun telah bersabda: “Mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. At-Tirmidzi)
Mendapatkan nafkah , pakaian, dan tempat tinggal. Suami wajib memberikan
nafkah dam pakaian yang layak bagi istrinya, serta anak-anaknya. Firman
Allah swt: “…dan kewajiban bagi seorang ayah untuk memberikan nafkah
dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah:
233)
Mendapat perlakuan adil, jika suami memiliki lebih dari satu istri. Maka
suami yang berpoligami wajib memberikan nafkah dan perlakuan yang sama
kepada istri-istrinya. “…maka nikahilah wanita-wanita yang kalian
senangi: dua, tiga, atau empat. Namun jika kalian khawatir tidak dapat
berbuat adil di antara para istri nantinya maka nikahilah seorang wanita
saja atau dengan budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang
demikian itu lebih dekat bagi kalian untuk tidak berbuat aniaya.” (QS.
An-Nisa`: 3)
Rasulullah bersabda: “Siapa yang memiliki dua istri lalu ia condong
(melebihkan secara lahiriah) kepada salah satunya maka ia akan datang
pada hari kiamat nanti dalam keadaan satu sisi tubuhnya miring/lumpuh.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Mendapatkan bimbingan dari suaminya agar selalu taat kepada Allah swt,
serta terjaga dari api neraka. Bimbingan itu berupa
pengajaran/pengetahuan agama. Sebagaimana firman Allah swt: “Wahai
orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….” (QS.
At-Tahrim: 6)
Keutuhan sebuah rumahtangga sangat dipengaruhi oleh baiknya kepemimpinan
seorang suami (sebagai kepala keluarga) dalam membina keluarganya.
Lebih-lebih lagi adalah SIKAP & PERILAKUnya dalam bergaul dengan
isterinya. Suami isteri sebagai tokoh UTAMA dalam sesebuah rumahtangga,
bila mengalami kerusakan maka bangunan rumahtangga pun akan runtuh.
Disebabkan hubungan ini seharusnya sangat dijaga dengan memperhatikan
HAK & KEWAJIBAN masing-masing.
Bagi suami isteri harus saling menunaikan kewajibannya setelah itu baru boleh mendapatkan apa yang menjadi haknya.
Jika kita melihat kenyataan dalam masyarakat, dua sikap suami yang
saling bertentangan dalam menyantuni isteri mereka, sikap inilah yang
perlu di ambil perhatian, hal ini dapat menimbulkan masalah yang
berujung dengan sebuah perceraian.
Pertama, suami yang meremehkan isterinya, yang mensia – siakan
hak-haknya & melakukan pelbagai kesalahan berkaitan dengan hak
isterinya.
Kedua, suami melepaskan kendalinya terhadap isteri & membebaskannya
begitu saja (dalam kata lain, , suami ber ‘LEPAS TANGAN’).
Allah berfirman dalam Al-Quran, Surah An Nisa : 34 :
“Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (lelaki atas sebahagian yang lain (wanita) &
mereka (lelaki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab
itu, maka wanita yg soleh, ialah yang taat Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita- wanita yg kamu khuatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka
& pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka & pukullah mereka.
Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari–cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”
Berikut ini adalah 10 (sepuluh) KESALAHAN-KESALAHAN suami yang banyak
dilakukan, yang kesemuanya berdasarkan kepada dua sikap keliru tipe para
suami diatas:
1. Tidak mengajarkan AGAMA dan HUKUM syariat Islam kepada isteri
Banyak kita temui bahwa para isteri tidak mengetahui bagaimana cara
sholat yang betul, hukum haid & nifas, bertingkah laku/berperilaku
terhadap suami secara tidak Islami & tidak mendidik anak-anak
secara Islam. Bahkan ada yang terjerumus ke dalam pelbagai jenis
kesyirikan. Yang menjadi fokus perhatian seorang isteri hanyalah
bagaimana cara memasak & menghidangkan makanan tertentu, cara
berdandan yang cantik dsb. Tidak lain semua kerana tuntutan suami,
sedangkan masalah AGAMA, terutama ibadahnya tidak pernah ditanyakan oleh
suami.
Padahal Allah s.w.t berfirman yang bermaksud:
“Hai orang–orang yang beriman, peliharalah dirimu & keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia & batu, penjaganya
malaikat – malaikat yang kasar, keras & tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yg di perintahkan-Nya kepada mereka & selalu
mengerjakan apa yang diperintakan” {Al-Quran, Surah At-Tahrim:6}
Maka para suami diminta untuk tidak sesekali mengABAIkan hal ini, karena
semuanya akan diminta dipertanggungjawaban atasnya. Hendaklah
benar-benar mengajarkan agama kepada isterinya, baik dilakukan sendiri
atau melalui perantara. Antara lain yang dapat dilakukan; menghadiahkan
buku-buku tentang Islam & hukum-hukumnya serta berbincang
bersama-sama, kaset/cd ceramah, mengajak isterinya menghadiri ke
majlis-majlis ILMU yang disampaikan oleh orang-orang yang berilmu dsb..
(yang paling praktis.. ajaklah solat berjamaah di rumah atau di masjid )
2. Suka mencari kekurangan & kesalahan isteri
Dalam suatu hadith riwayat Bukhari & Muslim, Rasulullah s.a.w
melarang lelaki yang berpergian dalam waktu yang lama, pulang menemui
keluarganya di waktu malam, karena dikhawatirkan akan mendapati
berbagai kekurangan isteri & cela isterinya. Bahkan suami diminta
bersabar & menahan diri dari kekurangan yang ada pada isterinya,
juga ketika isteri tidak melaksanakan kewajibannya. Karena suami juga
mempunyai kekurangan & celaan, seperti sabda Rasulullah:
“Janganlah seorang suami yang beriman membenci isterinya yang beriman.
Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak
lain darinya.” {H.R. Muslim}
3. Memberi hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan isteri
Ini termasuk bentuk kezaliman terhadap isteri, antara lain iaitu:
(a) Menggunakan pukulan di tahap awal pemberitahuan hukuman {lihat Al-Quran, Surah An-Nisa : 34}
(b) Mengusir isteri dari rumahnya tanpa ada kebenaran secara syar’ie {lihat Al-Quran, Surah Ath-Thalaq : 1}
(c) Memukul wajah, mencela dan menghina.
Dalam as-Sunan dan al-Musnan dari Mu’awiyah bin Haidah al-Qusyairi
bahawa ia berkata: “Ya Rasulullah, apakah HAK isteri atas suaminya? Nabi
s.a.w menjawab:
“Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian
jika engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-jelekkannya
…..” {H.R. Ibnu Majah disahihkan oleh Syeikh Albani}
4. Culas dalam memberi nafkah kepada isteri
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusukan anak-anak mereka selama dua tahun
yaitu bagi orang yang hendak menyempurnakan penyusuan itu; dan
kewajiban ayah ialah memberi makan dan pakaian kepada isterinya itu
menurut cara yang sepatutnya.
Tidaklah diberatkan seseorang melainkan menurut kemampuannya. Janganlah
menjadikan seseorang ibu itu menderita karena anaknya, dan (jangan juga
menjadikan) seseorang ayah itu menderita karena anaknya; dan waris
juga menanggung kewajiban yang tersebut (jika si ayah telah tiada).
kemudian jika keduanya (suami isteri berkeinginan menghentikan penyusuan
itu dengan persetujuan (yang telah dicapai oleh) mereka sesudah
berunding, maka mereka berdua tidaklah salah (melakukannya).
Dan jika kamu hendak beri anak-anak kamu menyusu kepada orang lain, maka
tidak ada salahnya bagi kamu apabila kamu serahkan (upah) yang kamu
berikan itu dengan cara yang patut. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
serta ketahuilah, sesungguhnya Allah sentiasa melihat akan apapun yang
kamu lakukan.” {Al-Quran, Surah Al-Baqarah : 233}
Isteri BERHAK mendapatkan nafkah, kerana dia telah membolehkan suaminya
bersenang–senang kepadanya, dia telah mentaati suaminya, tinggal di
rumahnya, mengasuh & mendidik anak-anaknya. Dan jika isteri
mendapati suaminya culas dalam memberi nafkah, bakhil, tidak memberikan
nafkah kepadanya tanpa ada pembenaran syar’i, maka dia boleh mengambil
harta suami untuk mencukupi keperluannya secara ma’ruf (tidak
berlebihan) meskipun tanpa sepengetahuan suaminya.
Sabda Rasulullah s.a.w:
“Jika seorang muslim mengeluarkan nafkah untuk keluarganya sedangkan dia
mengharapkan pahalanya, maka nafkah itu adalah sedekah baginya.”
{Muttafaq ‘alaih}
5. Sikap keras, kasar, tidak lembut terhadap isteri
Rasulullah s.a.w bersabda: “Mukmin yang paling sempurna adalah yang
paling baik akhlaknya. Dan sebaik–baik kalian adalah yang paling baik
tehadap isteri-isterinya.” {H.R. at-Tirmidzi, disahihkan oleh Syeikh
Albani}
Maka suami hendaklah berakhlak baik terhadap isterinya dengan bersikap lembut & menjauhi sikap kasar.
6. Kesombongan suami membantu isteri dalam urusan rumahtangga
Ini kesalahan yang paling banyak MENJANGKITI para suami. Padahal lelaki
yang paling UTAMA yakni Rasulullah s.a.w tidak segan untuk membantu
pekerjaan isterinya.
Ketika Aisyah r.a ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah s.a.w di rumahnya, beliau menjawab:
“Beliau membantu pekerjaan isterinya & jika datang waktu solat, maka beliau pun keluar untuk solat.” {H.R. Bukhari}
7. Menyebarkan rahasia dan aib isterinya
“Sesungguhnya diantara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi
Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli isterinya &
isterinya menggaulinya kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia
isterinya.” {H.R. Muslim}
Dalam hadith ini diHARAMkan seorang suami menyebarkan apa yang terjadi
antara dia dengan isterinya terutama perilaku keduanya di tempat tidur.
Juga diharamkan menyebutkan perinciannya, serta apa yang terjadi pada
isterinya baik berupa perkataan maupun perbuatan lainnya.
8. Sikap terburu-buru dalam menceraikan isteri
Wahai suami yang mulia, sesungguhnya hubungan antara engkau &
isterimu adalah hubungan yang kuat lagi suci, oleh karena itu Islam
menganggap penceraian adalah perkara besar yang tidak boleh diremehkan
karena penceraian akan menyeret kepada kerusakan, kacau balaunya
pendidikan anak dsb. Dan hendaknya perkataan cerai/talak itu tidak
digunakan sebagai bahan gurauan/mainan. Karena Rasulullah s.a.w telah
bersabda:
“Ada 3 hal yang kesungguhannya dan gurauannya sama-sama dianggap
sungguh-sungguh yaitu: NIKAH, TALAK (cerai) dan RUJUK.” {H.R. Abu Daud,
at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai “hasan” oleh asy-Syeikh Albani}
Memang perselisihan antara suami isteri sering terjadi kadang sampai
mengarah kepada penceraian. Akan tetapi penceraian ini tidak boleh
dijadikan sebagai langkah pertama dalam penyelesaian perselisihan ini.
Bahkana harus diusahakan berbagai cara untuk menyelesaikannya, karena
kemungkinan besar akan banyak rasa penyesalan yang ditimbulkan
dikemudian hari kelak.
Rasulullah s.a.w bersabda:
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgahsananya di atas air (laut),
kemudian ia mengutus para tentaranya. Maka tentara yang paling dekat
dengan Iblis adalah yang paling besar fitnahnya (penyesatannya). Maka
datanglah salah satu tenteranya dan melapor: Aku telah melakukan ini dan
itu, maka Iblis berkata: Engkau belum melakukan apa-apa, kemudian
datanglah tentara yang lain dan melapor: Aku telah menggodanya hingga
akhirnya aku menceraikannya dengan isterinya. Maka Iblis pun mendekatkan
tentara syaitan ini di sisinya lalu berkata: Engkau tentara terbaik.”
{H.R. Muslim}
9. Berpoligami tanpa memperhatikan ketentuan syari’at
Menikah untuk kedua kali, ketiga dan keempat kali merupakan salah satu
perkara yang Allah syariatkan. Akan tetapi yang menjadi catatan di sini
bahwa sebahagian orang yang ingin menerapkan syariat ini/telah
menerapkannya tidak memperhatikan sikapnya yang tidak memenuhi kewajiban
serta tanggungjawab terhadap isteri. Terutama isteri pertama &
anak-anaknya.
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja.” {Al-Quran, Surah An-Nisa : 3}
Sikap ini merupakan KEADILAN yang diperintahkan Allah s.w.t. Memang
benar berpoligami merupakan syariat Islam, tetapi jika seseorang tidak
mampu melaksanakannya dengan baik & tidak memenuhi syarat-syaratnya
maka tidak boleh memikul tanggungjawabnya, bila dilakukan maka
menjuruskan kerusakan sebuah rumahtangga, menghancurkan anak-anak &
menambah permasalahan keluarga & juga kepada masyarakat. Maka
fikirkanlah akibatnya & perhatikanlah dengan saksama perkaranya
sebelum masuk kelayakan ke’dalam’nya.
10. Lemahnya kecemburuan
Para suami memBIARkan kemolekan, keindahan & kecantikan isterinya
DINIKMATI & DIPERTONTONkan oleh ramai orang. Dia memBIARkan
isterinya menampakkan auratnya ketika keluar rumah, membiarkan berkumpul
dengan lelaki-lelaki lain. Bahkan sebahagian ada yang BANGGA karena
telah memiliki isteri yang cantik yang boleh dinikmati ‘pandangan’
kebanyakan orang. Padahal wanita dimata Islam adalah makhluk yang SANGAT
mulia, sehingga keindahan & keelokannya hanya diperuntukkan atau
DIKHUSUSkan buat suaminya saja dan tidak sesekali di’jaja’ sebebasnya
kemana-mana.
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istrinya tidak akan
membiarkan isterinya berjabat tangan dengan lelaki lain yang BUKAN
mahram.
“Ditusukkan kepala seorang lelaki dengan jarum dari besi lebih baik
daripada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” {lihat
dalam ash-Shahihah : 226}
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap isterinya, dia akan memperhatikan sabda Rasulullah s.a.w:
“Janganlah kalian masuk menemui para wanita.” lalu seorang Ansar
berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan al-hamwu (kerabat
suami/ipar )?” Beliau mengatakan, “Al- hamwu (ipar) adalah kematian.”
{Muttafaq ‘alaih}
Perhatikan juga ancaman Rasulullah s.a.w terhadap lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarga (isteri):
“Tiga golongan yang Allah s.w.t tidak akan melihat mereka pada hari
kiamat iaitu seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita
yang menyerupai lelaki dan ad-Dayyuts” {H.R. An-Nasa’i dinilai ‘hasan’
oleh syeikh Albani, lihat ash-Shahihah : 674}
Dan ad-Dayyuts(dayus) adalah LELAKI yang tidak memiliki kecemburuan terhadap keluarganya.
Semoga bermanfaat buat kita semua.. insyaAllah