Ju Panggola adalah sebuah gelar atau julukan. Ju dalam bahasa Gorontalo
yang artinya ya, dan Panggola berarti tua. Jadi, Ju Panggola berarti ya
pak tua.
Menurut sejarah, orang yang dijuluki Ju Panggola itu adalah Ilato yang
berarti kilat. Ia adalah seorang Awuliya atau Wali yang menyebarkan
agama Islam di Gorontalo dan memiliki kesaktian yang tinggi, yakni mampu
menghilang dari pandangan manusia dan dapat muncul seketika jika Negeri
Gorontalo dalam keadaan gawat. Ia dijuluki Ju Ponggala, karena ia
selalu tampil atau muncul dengan profil kakek tua berjenggot panjang dan
mengenakan jubah putih.
Ju Panggola meninggalkan sebuah aliran ilmu putih yang diterapkan lewat
bela diri yang oleh masyarakat gorontalo di sebut dengan langga. Semasa
masih hidup, Ju Panggola mewariskan ilmunya kepada murid-muridnya dengan
cara meneteskan air mata pada mata mereka. Setelah itu, sang murid akan
menguasai ilmu bela diri tersebut melalui mimpi atau pun gerakan
refleks.
Lokasi Makam Ju Panggola dan Pengambilan Tanah
Makam Ju Panggola termasuk makam keramat dan tanah di sekitar makam itu
senantiasa menebarkan bau harum. Menurut sejarah bahwa bukit tersebut
pernah dihuni oleh beliau sebagai tempat bermunajat ke hadirat Allah
SWT. Setiap pengunjung yang berziarah ke makam itu mengambil segenggam
tanah untuk dijadikan azimat. Mereka percaya bahwa tanah tersebut dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit atau memperlancar rezeki. Ajaibnya,
walaupun sudah ribuan pengunjung mengambil tanah di sekitar makam itu,
namun tanahnya tetap utuh. Bahkan, tanah bekas galian tersebut tidak
meninggalkan bekas lubang sedikit pun. Keajaiban tersebut masih dapat
disaksikan hingga sekarang ini.
Makam tersebut terdapat dalam sebuah masjid yang bernama Masjid Ju
Panggola. Orang gorontalo sering menyebutnya Masjid Quba. Konon, jika
seseorang berdoa di masjid tersebut, permohonannya akan dikabulkan. Maka
tidak heran, jika banyak pengunjung yang menyempatkan diri shalat dan
berdoa untuk memohon kesembuhan dari berbagai penyakit, memperlancar
rezeki dan lain sebagainya.
Gerbang Lokasi Makam Keramat Ju Panggola,
Lokasi Makam Ju Panggola terletak di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota
Barat, Kota Gorontalo. Makam ini terletak sekitar 7 km dari pusat Kota
Gorontalo dan 1 km ke arah barat dari lokasi Benteng Otanaha. Makam
keramat ini terletak di atas bukit pada ketinggian 50 meter dari jalan
raya. Tepat di perbatasan Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo.
Walaupun letaknya berada di atas bukit, setiap hari makam ini tidak
pernah sepi dari pengunjung, baik lokal maupun mancanegara. Dari atas
bukit ini kita dapat melihat keindahan panorama Danau Limboto
Untuk mencapai lokasi, pengunjung dapat menggunakan kendaraan roda
empat, roda dua maupun menggunakan kenderaan bentor. Pengunjung tidak
dikenakan biaya tiket masuk. Dilokasi makam ini belum disediakan
fasilitas penginapan bagi pengunjung. Hanya ada beberapa rumah warga
yang boleh di gunakan untuk tempat istirahat sejenak bagi pengunjung
yang berziarah ke Makam Ju Panggola.
Kisah lain Ju Panggola
Ju Panggola sesungguhnya adalah gelar, yang artinya ”tokoh yang
dituakan”. Orang Gorontalo di zaman dulu selalu mengenal Ju Panggola
sebagai kakek tua yang berjubah putih yang panjangnya sampai ke lutut.
Ia juga dikenal sebagai Ilato atau Raja Kilat, karena perjuangan melawan
penjajah Belanda ia mampu menghilang, dan kembali muncul jika negeri
dalam keadaan gawat. Karena jasa-jasanya,
Ju Panggola mendapat gelar adat “Ta Lo’o Baya Lipu” atau “orang yang
berjasa kepada rakyat”, sebagai lambang kehormatan dan keluhuran negeri.
Ju Panggola juga dikenal sebagai penyebar agama Islam. Berkat penguasaan
ilmu agama yang tinggi, ia tidak saja dikenal sebagai Ulama, tapi juga
sebagai Waliyullah. Dan sebagai pejuang, ia juga dikenal sebagai
pendekar yang piawai dalam ilmu persilatan di Gorontalo yang disebut
Langga. Berkat kesaktiannya, ia tidak perlu melatih murid-muridnya
secara fisik, melainkan cukup dengan meneteskan air kepada kedua bola
mata sang murid, dan setelah itu, kontan sang murid mendapatkan
jurus-jurus silat yang mengagumkan.
Tapi ada versi legenda lain yang menyebutkan bahwa Ilato adalah “Raja”.
Namun tidak ada yang dapat memastikan, apakah Ilato Ju Panggola adalah
juga Raja Ilato putra Raja Amai yang bergelar “Matoladula Kiki” yang
memerintah kerajaan Gorontalo pada 1550 – 1585, dan menetapkan Islam
sebagai agama resmi kerajaan. Yang pasti, pada sebuah batu prasasti di
bukit yang juga merupakan fondasi masjid Quba, tertera tulisan: Masjid
Quba, tempat makam Ta’awuliya Raja Ilato Ju Panggola, Ta Lo’o Baya Lipu,
1673 M, wafat Ahad 1 Muharam 1084 H.
Menurut silsilah pada buku yang bertuliskan huruf Arab Pegon, maka Ju
Panggola atau Raja Kilat (Ilato) merupakan titisan dari Raja-Raja besar
di Gorontalo seperti Raja Matolodula Kiki, Raja Amay sampai kepada Raja
Yilahudu / Matolodulada’a (pendiri Kerajaan Gorontalo). Ju Panggola
diganti oleh anaknya sebagai Raja yaitu Raja Humonggilu pada tahun 1673.
Anak perempuan Raja Kilat yaitu putri Tataydi adalah Ibu dari Jogugu
Limboto, Wadipalapa sedang Putri Otu (anak Ju Panggola) dikawini Raja
Walangadi I menghasilkan 9 anak antara lain, Raja Botutihe.
Raja Kilat (Ju Panggola) bersaudara tiga yaitu
1. Raja Putri Moliye,
2. Raja Kilat (Ju Panggola),
3. Padudu.
Raja Putri Moliye dimakamkan di Gunung di Pelabuhan Gorontalo (Ta toayabu),
Padudu dimakamkan di Batuda’a pantai dan
Raja Kilat dimakamkan di Kelurahan Dembe Kecamatan Kota Barat, berdekatan dengan Benteng Otanaha.
Dalam buku yang bertuliskan Huruf Arab Pegon Ju Panggola adalah seorang
Aulia karena Aulianya kuburannyaselalu diziarahi oleh orang-orang dari
segala penjuru. Jadi Ju Panggola ini bukan seperti cerita orang bahwa
beluai adalah Ta Lobutaa To Putito (yang pecah dari telur), karena jelas
silsilahnya dan bukan pula kembaran dari Tolangahula.
Adapun Putri Tolangahula (Putri Bulan Purnama) yang merupakan Raja
pertama Kerajaan Limboto (1330), bahwa ketika dua orang perempuan yaitu
Mbuibungale dan Mbuibintela bertengkar memperebutkan suatu benda yang
berkilauan ditengah danau masing-masing mengaku benda itu miliknya.
Tiba-tiba muncul seorang tinggi besar (Pembono Bulodo II anak dari
Buluati, Raja Bolaang dengan istrinya Buluwinadi cucu Raja Suwawa)
mengambil benda tersebut yang terbungkus daun teratai, setelah dibuka
ternyata seorang bayi perempuan yaitu putri Tolangohula. Lelaki tersebut
menanyakan kepada kedua permpuan yang bertengkar itu apa mereka sudah
bersuami. Karena keduanya menjawab belum bersuami maka Pembono Bulodo II
meminta untuk memperistrikan keduanya dan keduanya menerima pinangan
tersebut sedangkan bayi tersebut dipelihara oleh salah satunya yaitu
Mbuibungale.
Perkawinan Pembono Bulodo II dengan Mbuibungale melahirkan anak
laki-laki dengan nama Yilumoto (Luneto). Setelah dewasa Yilumoto dan
Tolangohula menjadi suami istri.
Jadi dapat dilihat disini bahwa Tolangohula hidup pada sekitar Tahun
1330 sebagai Raja Pertama Kerajaan Limboto, sedangkan Ju Panggola /
Aulia atau Raja Kilat / Raja Limboto hidup sekitar Tahun 1500-an.
Seperti halnya banyak legenda, sebuah versi mengatakan, Ju Panggola
wafat di Mekah. Tapi versi lain menyebutkan, ia tidak wafat, melainkan
raib, menghilang secara gaib. Lantas bagaimana dengan makam di balik
mihrab masjid Quba yang di yakini sebagai makam Ju panggola? Menurut
Farha Daulima, Budayawan Gorontalo, makam tersebut dibangun oleh warga
setempat hanya berkat adanya keajaiban di tanah tempat makam itu kini
berada.
Tanah yang berwarna putih itu baunya sangat harum. Menurut penuturan
orang-orang tua dulu, Ju Panggola pernah berwasiat, “Dimana ada bau
harum dan tanahnya berwarna putih di situlah aku,” di sana pula dulu Ju
Panggola tinggal sekaligus berkhalwat. Itulah sebabnya warga setempat
menganggap, disana pula Ju Panggola “beristirahat panjang.”
Makam Ju Panggola terdapat dalam sebuah bilik berukuran 3 x 3 m,
lantainya dari keramik warna putih, sewarna dengan kain kelambu penutup
tembok dinding yang menjuntai menyentuh lantai. Tanah makam berwarna
putih dan harum itu sering diambil oleh para peziarah, karena mereka
percaya, sejumput tanah makam itu dapat menjadi obat.
Bahkan ada saja gadis-gadis yang membawa pulang segumpal tanah tersebut
untuk digunakan sebagai bedak lulur, bahkan diyakini dapat mempercantik
diri dan dapat mempermudah mendapat jodoh.
Dibulan ramadhan, makam ini penuh dengan orang berziarah. atau jika
musim paceklik tiba, banyak orang berziarah kesana. Di makam Ju Panggola
yang dikeramatkan itu mereka berkhalwat selama tujuh hari sambil
berpuasa, membaca shalawat dan berdoa dengan khusuk. Ada pula sebagian
peziarah yang melakukan ritus khusus dengan meletakkan sebotol air putih
di makam sang Waliyullah selama tiga hari tiga malam. Mereka berharap
air itu menjadi obat untuk segala macam penyakit. Wallahu’ A’lam.