Watak manusia memang berbeda-beda. Ada yang ramah dan penyabar, dan ada
pula yang pemarah dan berwatak keras. Jika suami punya watak keras dan
pemarah, hendaknya seorang istri memaklumi dan memberitahu kepada
kerabat dan tetangga agar memaklumi keberadaannya, serta berusaha untuk
lebih mengedepankan pengabdian dan berpedoman pada Agama.
Pertama; Mari melihat ke bawah
Terkait dengan urusan dunia, sikap terbaik yang diajarkan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah selalu melihat ke bawah, bukan ke
atas. Mendapat nikmat duniawi atau tertimpa kesusahan duniawi sikap
terbaik adalah melihat ke bawah, karena jika seorang hamba mendapat
nikmat lalu dia melihat ke atas, maka akan timbul ketidakpuasan dan iri
hati, sementara jika mendapat kesusahan lalu melihat ke atas, maka akan
timbul sikap keluh kesah dan meratapi nasib. Sikap-sikap semacam ini
dicela syariat karena merupakan cermin kegagalan bersyukur dan
ketidaksanggupan untuk bersikap tabah.
Jika seorang hamba mendapat nikmat sepeda motor, maka jangan melihat
orang yang punya mobil, karena hal itu akan menimbulkan ketidakpuasan
atas kepemilikan sepeda motor tersebut dan sikap iri hati atau malah
dengki dengan pemilik mobil. Yang lebih tepat adalah melihat orang yang
berjalan kaki, yang tidak sanggup membeli sepeda motor, karena sikap ini
akan menimbulkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah dengan
sepeda motor tersebut.
Jika seorang hamba diberi wajah pas-pasan, maka jangan melihat kepada
orang berwajah rupawan, karena itu bisa membuat iri hati dan meratapi
nasib, tetapi lihatlah kepada orang lebih buruk rupa, cacat permanen,
atau ditimpa penyakit mengerikan tak tersembuhkan. Sikap ini akan
menumbuhkan rasa syukur atas nikmat rupa wajah yang diberikan Allah
tersebut.
Demikian pula menghadapi suami yang kasar dan tajam lidah, lihatlah ke
bawah. Lihatlah di sana bahwa diantara sekian banyak rumah tangga ada
banyak para suami yang jauh lebih jahat dan kejam. Ada yang gemar
meludahi istrinya, memukul, menendang, bahkan menyetrika sampai
membunuh. Lebih kejam lagi setelah dibunuh masih dimutilasi dan dibakar.
Boleh jadi jika ibu menjadi istri dari suami jenis itu, saat ini ibu
sudah tinggal nama saja karena telah berpindah ke alam baka. Yakinlah,
bahwa sejahat-jahat suami, masih ada yang lebih jahat lagi.
Sejahat-jahat suami, kejahatannya tidaklah sejahat fir’aun yang menyiksa
sendiri istrinya; Asiyah. Fir’aun menyiksa istrinya dengan mengikat
tangan dan kakinya memakai empat tonggak, lalu memanggangnya di bawah
sinar matahari, dan menindihkan batu penggilingan di atas dadanya sampai
Asiyah menemui ajalnya. Seperti inilah cara bersikap yang diajarkan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; melihat ke bawah, agar seorang
hamba selalu bisa bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan tidak
meremehkan nikmat pemberianNya betapapun kecilnya nikmat tersebut. Imam
Muslim meriwayatkan;
صحيح مسلم (14/ 213)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرُوا إِلَى
مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ
فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
bersabda: “Pandanglah orang yang berada dibawah kalian, jangan memandang
yang ada di atas kalian, karena hal itu lebih layak membuat kalian
tidak meremehkan nikmat Allah (H.R.Muslim)
Kedua; mari mengingat bahwa hidup ini adalahuntuk beramal
Jangan lupa bahwa semua yang dialami, yang dirasakan, yang didapatkan
dan yang hilang, semuanya itu tidak lebih hanyalah “alat’ untuk menguji
amal seorang hamba. Allah menjelaskan bahwa Dia menciptakan hidup dan
mati adalah untuk menguji manusia. Allah berfirman;
{الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا } [الملك: 2]
Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (Al-Mulk;2)
Semua pemberian dunia dari Allah kepada seorang hamba adalah untuk
dilihat bagaimana hamba tersebut beramal dengan cara yang diperintahkan
Allah. Mobil, tanah, tabungan, suami, anak, kedudukan dan semua yang
bersifat duniawi diberikan Allah untuk menguji apakah seorang hamba
sanggup menggunakan dan semua pemberian itu untuk beramal shalih yang
diridhai Allah atau tidak. Imam Muslim meriwayatkan;
صحيح مسلم (13/ 286)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدُّنْيَا
حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ
كَيْفَ تَعْمَلُونَ
dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguhnya dunia itu manis. Dan sesungguhnya Allah telah
menunjuk kalian sebagai Khalifah (dengan cara membuat kalian
menguasainya) didalamnya. Kemudian Allah memperhatikan bagaimana kalian
beramal (H.R.Muslim)
Kesusahan, kesedihan, kegalauan, kesengsaraan, keperihan, ketakutan,
kecemasan, kekhawatiran, dll yang muncul akibat berinteraksi dengan
sesama hamba juga tidak lepas dari pesan amal. Semua perasaan yang
muncul akibat berinteraksi dengan sesama hamba adalah bentuk ujian untuk
menguji ketabahan. Allah berfirman;
{وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ} [الفرقان: 20]
Dan Aku jadikan sebahagian dari kalian cobaan bagi sebahagian yang lain. Bisakah kalian tabah? (Al-Furqon; 20)
Jadi, kalaupun Ibu susah, maka ingatlah bahwa Ibu bukan satu-satunya
orang yang susah di dunia ini. Jika ibu merasa tersiksa, ingatlah bahwa
ibu bukan satu-satunya orang yang tersiksa di dunia ini. Jika ibu merasa
menderita ingatlah bahwa ibu bukan satu-satunya orang yang menderita
didunia ini apalagi paling menderita. Allah tahu semua itu. Allah
mengawasi semua gerak-gerik hambaNya. Tidak ada satupun yang luput dari
pengawasan Allah di bawah kolong langit ini. Sehelai daun yang jatuh
dari pepohonanpun Allah Maha mengetahui.
Ingatlah ibu, sesungguhnya di dunia ini ada jutaan orang menderita dan
sengsara, tetapi tidak semuanya menjadi mulia disisi Allah.
Seorang hamba yang beriman, bisa menyulap penderitaan menjadi kemuliaan, empedu menjadi madu, dan luka menjadi ceria.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam harus dicaci, dimaki, dituduh
sinting, difitnah, diusir, dan dihinakan sebelum beliau berhijrah ke
madinah, dilu-elukan, dan dicintai milyaran orang dikalangan penduduk
bumi. Nabi Yusuf harus dimasukkan dalam sumur oleh saudara-saudaranya,
dijual sebagi budak, difitnah berzina dengan istri pejabat, dijebloskan
ke dalam penjara sebelum diangkat menjadi bangsawan dan memperoleh
kemuliaan Nubuwwah. Imam As-Sarokhsi dicemplungkan ke dalam sumur
sebelum mengarang kitab fikihnya yang terbesar Al-Mabsuth yang terdiri
dari 30 juz, Hamka dipenjara sebelum akhirnya menerbitkan karya
terbesarnya tafsir Al-Azhar,dst..semuanya adalah orang-orang yang diuji
dengan kesusahan dan penderitaan, tetapi sanggup melewatinya dengan
cantik dan menjadi orang-orang yang mulia karena benar menyikapinya;
yakni dijadikan sebagai medan amal.
Jangan sampai kita rugi dunia akhirat. Di dunia menderita, diakhirat
juga rugi. Orang-orang yang tergolong kelompok ini adalah orang-orang
yang menyikapi hidup tanpa iman dan tidak menjadikan cara penyikapannya
sebagai amal. Tujuan hidupnya hanya memburu kebahagiaan duniawi tanpa
peduli bagaimana membangun rumahnya di akhirat.
Pertanyaannya; Amal apakah yang bisa dilakukan seorang wanita jika
kebetulan memiliki suami yang jahat? Untuk mengetahui jawaban dari
pertanyaan ini harus diketahui terlebih dahulu hak suami atas istri
menurut Allah dan RasulNya.
Ketiga; memahami hak suami atas istri menurut syariat.
Sesungguhnya syariat Islam menjadikan amal berbakti kepada suami sebagai
amal utama bagi seorang wanita yang telah menjadi istri dan terikat
dalam ikatan pernikahan. Imam Ahmad meriwayatkan;
مسند أحمد (4/ 85)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّتْ
الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا
وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ
أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
Dari Abdurrahman bin Auf berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima
waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta’at kepada
suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; ‘Masuklah kamu ke dalam
syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan (H.R.Ahmad)
Dalam hadis di atas dijelaskan jika seorang wanita menunaikan hak Allah
dengan melakukan Shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan dan menjaga
kemaluannya, lalu menunaikan hak hamba dengan berbakti kepada suaminya,
maka amal tersebut sudah cukup menjadi tiket untuk memasuki surga dari
pintu manapun yang dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa amal berbakti
kepada suami adalah amal terbesar seorang wanita, karena hak hamba yang
wajib ditunaikan wanita adalah banyak seperti hak orang tua, hak
kerabat, hak tetangga, hak fakir miskin, hak anak yatim,hak kaum
muslimin dll. Namun diantara sekian hak hamba yang seharusnya ditunaikan
seorang wanita, pelaksanaan salah satu hak hamba yaitu hak suami untuk
ditaati ternyata sudah cukup untuk menjamin wanita masuk surga setelah
dia menunaikan hak-hak Allah seperti shalat dan puasa.
Dalam hadis yang lain, Nabi juga mengajarkan kepada wanita bahwa suami
adalah surga dan neraka istri. Artinya, jika seorang istri benar dalam
memperlakukan suami, maka dia berhak mendapatkan surga, tetapi jika
salah dalam memperlakukan suami maka dia layak dijebloskan ke dalam
neraka. Imam Ahmad meriwayatkan;
مسند أحمد (55/ 350)
عَنْ حُصَيْنِ بْنِ مِحْصَنٍ
أَنَّ عَمَّةً لَهُ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي حَاجَةٍ فَفَرَغَتْ مِنْ حَاجَتِهَا فَقَالَ لَهَا أَذَاتُ زَوْجٍ
أَنْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ قَالَ يَعْلَى
فَكَيْفَ أَنْتِ لَهُ قَالَتْ مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ قَالَ
انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Dari Husain bin Mihshan bahwa bibinya datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dan menyampaikan keperluannya, beliau lalu bertanya:
“Apakah kamu memiliki suami?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi:
“Bagaimana sikapmu terhadapnya?” dia menjawab, “Aku tidak menunda-nunda
(memenuhi kebutuhannya) kecuali karena aku sudah tidak mampu lagi.”
Kemudian beliau bersabda: “Lihatlah di mana posisimu darinya karena
sesungguhnya dia adalah Surga dan Nerakamu.(H.R.Ahmad)
Nabi menginformasikan bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah wanita,
dan sebab yang membuat mereka masuk neraka kebanyakan adalah karena
kufur terhadap suami. Bukhari meriwayatkan;
صحيح البخاري (1/ 50)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيتُ النَّارَ
فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ
بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ
أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا
قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Dari Ibnu ‘Abbas berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah
wanitayang kufur“. Ditanyakan: “Apakah mereka kufur terhadap Allah?”
Beliau bersabda: “ (tidak tetapi)Mereka kufur terhadap suami, dan kufir
terhadapkebaikan. Seandainya kamu berbuat baik terhadap seseorang dari
mereka sepanjang masa, lalu dia melihat satu saja kejelekan darimu maka
dia akan berkata: ‘aku belum pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu
(H.R.Bukhari)
Begitu besarnya hak suami, sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam mengumpamakan seandainya beliau diizinkan memerintahkan
seseorang bersujud kepada orang lain niscaya beliau akan memerintahkan
seorang wanita bersujud kepada suaminya. Ahmad meriwayatkan;
مسند أحمد (25/ 199)
عَنْ حَفْصٍ عَنْ عَمِّهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
كَانَ أَهْلُ بَيْتٍ مِنْ الْأَنْصَارِ لَهُمْ جَمَلٌ يَسْنُونَ عَلَيْهِ
وَإِنَّ الْجَمَلَ اسْتُصْعِبَ عَلَيْهِمْ فَمَنَعَهُمْ ظَهْرَهُ وَإِنَّ
الْأَنْصَارَ جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالُوا إِنَّهُ كَانَ لَنَا جَمَلٌ نُسْنِي عَلَيْهِ
وَإِنَّهُ اسْتُصْعِبَ عَلَيْنَا وَمَنَعَنَا ظَهْرَهُ وَقَدْ عَطِشَ
الزَّرْعُ وَالنَّخْلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ قُومُوا فَقَامُوا فَدَخَلَ الْحَائِطَ
وَالْجَمَلُ فِي نَاحِيَةٍ فَمَشَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَحْوَهُ فَقَالَتْ الْأَنْصَارُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّهُ
قَدْ صَارَ مِثْلَ الْكَلْبِ الْكَلِبِ وَإِنَّا نَخَافُ عَلَيْكَ
صَوْلَتَهُ فَقَالَ لَيْسَ عَلَيَّ مِنْهُ بَأْسٌ فَلَمَّا نَظَرَ
الْجَمَلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَقْبَلَ نَحْوَهُ حَتَّى خَرَّ سَاجِدًا بَيْنَ يَدَيْهِ فَأَخَذَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَاصِيَتِهِ أَذَلَّ مَا
كَانَتْ قَطُّ حَتَّى أَدْخَلَهُ فِي الْعَمَلِ فَقَالَ لَهُ أَصْحَابُهُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ بَهِيمَةٌ لَا تَعْقِلُ تَسْجُدُ لَكَ وَنَحْنُ
نَعْقِلُ فَنَحْنُ أَحَقُّ أَنْ نَسْجُدَ لَكَ فَقَالَ لَا يَصْلُحُ
لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ
لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ
حَقِّهِ عَلَيْهَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ
إِلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ قُرْحَةً تَنْبَجِسُ بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيدِ
ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلَحَسَتْهُ مَا أَدَّتْ حَقَّهُ
“Dari Hafs dari pamannya, Anas bin Malik berkata, “Ada sebuah keluarga
dari kaum anshar yang memiliki seekor unta yang mereka gunakan untuk
menyiram ladang, hanya saja unta tersebut tiba-tiba merasa sulit bagi
kami untuk mejinakkannya dan mengelak dari kami untuk ditunggangi, maka
orang-orang anshar datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam
dan berkata: “Wahai Nabi Allah! sesungguhnya ada seekor unta yang kami
gunakan untuk menyiram ladang hanya saja tiba-tiba unta tersebut merasa
sulit bagi kami untuk menjinakkannya dan mengelak dari kami untuk
ditunggangi, padahal tanaman-tanaman serta pohon-pohon kurma kami
dilanda kekeringan.” Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda,
“Berdirilah kalian “, lalu mereka berdiri, dan masuk ke dalam kebun
sedangkan unta tersebut telah berada di sebuah tepi, maka Nabi
Shallallahu’alaihi wa Sallam berjalan ke arahnya dan orang-orang anshar
berkata: “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya unta tersebut menjadi seperti
anjing yang galak dan kami takut jika dia menerjang tuan”, maka
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Saya tidak ada
masalah dengan unta ini”, dan tatkala unta tersebut melihat Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam dia berjalan ke arah beliau Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam kemudian jatuh dengan bersujud di depannya
lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam menyentuh ubun-ubunnya dan
menjinakkannya dengan suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya
hingga beliau Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam mempekerjakan unta
tersebut. Maka para sahabat berkata kepada beliau Shallallahu’alaihi wa
Sallam: wahai Rasulullah sesungguhnya binatang ini tidak memiliki akal
namun dia bersujud kepada Tuan sedangkan kita adalah manusia yang
berakal maka kita lebih berhak untuk bersujud kepada Tuan, maka
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak boleh seorang
manusia bersujud kepada manusia, dan jikalau boleh seorang manusia
bersujud kepada manusia niscaya saya akan memerintahkan seorang wanita
untuk bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadapnya,
demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandainya seorang suami
memiliki luka dari ujung kaki hingga ujung kepala yang mengalirkan nanah
atau darah kemudian sang istri menghadapinya hingga menjilatinya, maka
hal itu belum memenuhi seluruh haknya kepadanya” (H.R.Ahmad)
Nabi memuji wanita yang selalu berusaha memperoleh ridha suaminya baik
dalam keadaan zalim maupun dizalimi. An-Nasai meriwayatkan;
سنن النسائي الكبرى (5/ 361)
عن عبد الله بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ألا أخبركم
بنسائكم من أهل الجنة الودود الولود العؤود على زوجها التي إذا آذت أو
أوذيت جاءت حتى تأخذ بيد زوجها ثم تقول والله لا أذوق غمضا حتى ترضى
“Dari Abdullah bin Abbas beliau berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda; Tidakkah aku beritahu kalian tentang wanita-wanita
kalian yang termasuk penghuni surga? Yang penyayang, subur, dan banyak
memberi manfaat kepada suaminya…yang jika menyakiti atau disakiti dia
datang lalu mengambil tangan suaminya kemudian berkata; demi Allah, aku
tidak bisa tidur sebelum engkau ridha” (H.R.An-Nasai)
Sebaliknya beliau juga mencela wanita yang tidak bisa berterima kasih
kepada suaminya dengan mengatakan bahwa wanita-wanita semacam itu tidak
dilihat dan diperhatikan Allah. An-Nasai meriwayatkan;
سنن النسائي الكبرى (5/ 354)
عن عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا ينظر الله إلى امرأة لا تشكر لزوجها وهي لا تستغني عنه
“Dari Abdullah bin ‘Amr beliau berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda; Allah tidak melihat seorang wanita yang tidak bisa
berterima kasih kepada suaminya padahal dia membutuhkan suami”
(H.R.An-Nasai)
Nabi menjamin, jika seorang wanita benar dalam memperlakukan suaminya,
lalu wanita tersebut mati dalam keadaan suaminya ridha kepadanya, maka
wanita tersebut akan dimasukkan ke dalam surga. At-Tirmidzi
meriwayatkan;
سنن الترمذى (4/ 388)
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ
“dari Umu Salamah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Wanita manapun yang meninggal dan suaminya dalam keadaan
ridha (kepadanya), niscaya dia masuk surga (H.R.At-Tirmidzi).”
Dengan besarnya hak yang dimiliki suami seperti ini maka wajarlah jika
Islam memberikan hak memilih suami itu sepenuhnya kepada wanita.
Siapapun tidak berhak mengintervensi pilihan suami seorang wanita,
apalagi memaksanya. Jika seorang wanita menikah karena dipaksa (meski
oleh orang tuanya), maka syariat memberi hak Khiyar (memilih) antara
melanjutkan pernikahan atau membatalkannya. Ketidaktaatan seorang wanita
kepada orangtuanya dalam hal memilih calon suami tidak tergolong
kedurhakaan, dan malah jika ayah (yang menjadi wali wanita)
menghalang-halangi wanita menikah dengan lelaki pilihannya maka ayah
tersebut dianggap telah melakukan ‘Adhl (mempersulit pernikahan) yang
diharamkan syariat, dan statusnya menjadi orang fasik yang ditolak
persaksiannya dan gugur hak perwaliannya. Allah berfirman;
{فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 232]
Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya, apabila telah terdapat saling ridho di antara mereka
dengan cara yang ma’ruf. (Al-Baqarah;232)
Karena itu, dengan memahami paparan nash diatas bisa difahami bahwa hak
suami adalah hak yang besar, dan amal utama seorang wanita yang telah
berumah tangga adalah berbakti kepada suaminya. Seorang wanita bebas
memilih siapapun yang akan jadi suaminya, tetapi jika sudah menikah
dengan lelaki pilihannya, maka dia terkena tanggung jawab berbakti
semaksimal mungkin kepada suaminya. Wanita sulit menyalahkan orang lain
jika suami jahat yang ditemuinya adalah adalah hasil pilihannya sendiri.
Namun, masalahnya sekarang tentu bukan menyesali pilihan, kerena
pernikahan sudah terjadi dan anak-anak telah lahir. Lebih bijaksana jika
memahami bahwa suami yang jahat adalah bentuk ujian, dan ujian apapun
yang dihadapi pasti berada diarea yang disanggupi karena Allah tidak
pernah membebani hamba kecuali sekedar kesanggupannya, dan setiap jiwa
akan mendapatkan sesuai yang diusahakannya. Allah berfirman;
{ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ} [البقرة: 286]
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Al_Baqarah-286).
Selanjutnya, setelah mengetahui besarnya hak suami dan amal utama
seorang wanita untuk berbakti, harus diketahui bekal utama untuk
menjalankan amal tersebut yaitu; Shobr (ketabahan)
Keempat; menghadapi dengan Shobr
Harus difahami terlebih dahulu bahwa jahatnya pasangan tidak menunjukkan
buruknya kita. Jahatnya pasangan juga tidak boleh menjadi alasan agar
kita tidak menjadi shalih. Asiyah, suaminya jahat yaitu Fir’aun, tetapi
Asiyah adalah wanita shalihah yang jelas dijamin masuk surga oleh Allah.
Nabi Nuh istrinya Kafir, namun hal itu tidak menjadi alasan Nabi Nuh
menjadi tidak shalih. Pasangan hidup tidak lebih hanya ujian hidup. Apa
yang didapatkan itulah yang dihadapi.
Memang menjadi idaman setiap wanita untuk mendapatkan suami yang shalih,
yang lembut, setia, pengertian, bertutur kata halus, berimu,
membimbing, bertanggungjawab dan kriteria-kriteria ideal lainnya. Namun
harus diingat, saat ini kita hidup di dunia, bukan di surga. Dunia
adalah negeri ujian, bukan negeri pembalasan. Karena itu sebaik-baik
suami tentu tetaplah ada celah kekurangannya, dan seburuk-buruk suami
tentu tetaplah ada sisi kebaikannya. Setiap kali wanita bertemu dengan
kondisi tidak ideal dalam rumah tangga yang menyusahkannya akibat
perlakuan suami, maka sebaik-baik sikap adalah Shobr (tabah). Kesusahan
yang dihadapi dengan Shobr karena semata-mata ingin memperoleh ridha
Allah, akan menghapuskan dosa dan kesalahan seorang hamba. Bukhari
meriwayatkan;
صحيح البخاري (17/ 374)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ
الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا
أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ
بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau
bersabda: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan
keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan
kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus
kesalahan-kesalahannya.(H.R.Bukhari)“
Terhapusnya dosa bermakna bersihnya diri. Bersihnya diri dan kesucian
jiwa akan membuat seorang hamba dicinta Rabbnya. Jika seorang hamba
sudah dicintai Rabbnya maka doanya akan didengar, kebutuhannya akan
dipenuhi, dilindungi dari marabahaya, dan dibela jika disakiti. Boleh
jdi juga dengan kedekatan kepada Allah seorang wanita bisa membuat
keajaiban, yakni menjadi perantara suaminya menjadi orang shalih
sebagaimana dirinya. Kisah-kisah keajaiban dalam rumah tangga semacam
ini cukup banyak di masyarakat.
Jadi yang dilakukan bukan meratapi nasib dan menyesali diri, tetapi
berbuat, beramal, dan beraksi semaksimal mungkin sebatas yang dimampui
dan kapasitas yang didapatkan. Asiyah istri Firaun adalah contoh
terbesar seorang wanita yang berhasil beramal dengan benar, meskipun
bersuamikan orang jahat. Asiah telah berhasil melewati episode hidup di
dunia ini dengan sempurna dan telah dijamin masuk surga karena dengan
sikap hidupnya yang benar. Hendaknya Asiyah ini benar-benar menjadi
teladan. Allah berfirman;
{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ
قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ
فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ} [التحريم:
11]
Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang
beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah
rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim
(At-tahrim;11).
Namun, kadang-kadang persoalan dalam rumah tangga telah mencapai level
berat sehingga sulit diselesaikan dengan baik. Karena itu Islam
memberikan solusi talak. Hanya saja Allah membenci dan tidak menyukai
talak meskipun memubahkannya. Talak hendaknya dijadikan solusi terakhir
jika persoalan sudah tidak mungkin lagi diselesaikan dengan cara
baik-baik.
Seorang wanita hendaknya juga perlu berhati-hati dalam meminta talak,
karena meminta talak dengan alasan yang tidak benar adalah haram dan
pelakunya diancam tidak bisa mencium baunya surga. Imam Ahmad
meriwayatkan;
مسند أحمد (45/ 360)
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ
سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا
رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
Dari Tsauban berkata; Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda;
“Siapa pun wanita yang meminta talak pada suaminya tanpa alasan maka bau
surga haram baginya.”(H.R.Ahmad)
Alasan yang benar meminta Tafriq (pemisahan ikatan pernikahan oleh
Hakim) yang tidak haram adalah semisal suami tidak memberi nafkah, suami
gila, suami impoten, suami terkena penyakit yang berbahaya jika hidup
bersama dan semisalnya. Jika sekedar kasarnya ucapan, maka hal itu belum
cukup untuk membolehkan wanita meminta Tafriq. Jadi, menyikapi dengan
Shobr sebagaimana direkomendasikan adalah sikap yang paling bijaksana,
terlebih lagi kondisi anak yang sudah tiga, perceraian secara tidak
langsung akan mempengaruhi perkembangan psikologi anak. Mudah-mudahan
Allah memberi Taufiq katabahan.
Wallohu A'lam