Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis itu membuat jiwa manusia menjadi sadar.
Sedar akan kelemahan-kelemahan diri, disaat tiada lagi yang sanggup
menolong dari kesusahan selain Allah Swt. Kesedaran yang membawa kepada
manfaat dunia dan akhirat.
Bukankah hati manusia tidak pernah stabil?
Selalu berbolak – balik menurut keadaan yang dilalui.
Apabila seseorang menghadapi kebahagiaan, maka hatinya akan gembira. Dan
saat dilanda musibah, banyak orang yang berputus asa lalu berpaling
dari kebenaran.
Sebahagian orang menganggap menangis itu adalah sesuatu yang hina, ia merupakan tanda lemahnya seseorang.
Bagi seorang muslim yang mukmin, menangis merupakan sebuah kelembutan
hati dan petanda kepekaan jiwanya terhadap peristiwa yang menimpa
dirinya mahupun umatnya.
Isak tangis orang dewasa tidaklah sama dengan tangisan anak kecil.
Menangis bukanlah aib, bukan pula pintu kesengsaraan. Terkadang tangisan
dapat menghidupkan hati, menghapus kesalahan dan mendatangkan ampunan
ar-Rohman. Dan jangan dikira tertawa atau menertawakan sesuatu adalah
hal yang sepele. Apalagi yang menjadi bahan lelucon adalah syari’at
Islam yang mulia.
Dalam Islam, tertawa dan menangis ada rambu-rambu syar’inya, namun masih
banyak saudara kita belum mengetahuinya. Benarlah bahwa hal-hal yang
dianggap remeh oleh sebagian kalangan ternyata jika dikaji secara rinci
merupakan hal yang perlu diwaspadai.
Menangis itu indah, sehat, dan simbol kejujuran. Pada saat yang tepat,
menangislah sepuas-puasnya dan nikmatilah karena tidak selamanya orang
bisa menangis. Orang-orang yang suka menangis sering kali dilabeli
sebagai orang cengeng. Cengeng terhadap Sang Khalik adalah positif dan
cengeng terhadap makhluk adalah negatif.
Orang-orang yang gampang berderai air matanya ketika terharu mengingat
dan merindukan Tuhannya, air mata itu akan melicinkannya menembus surga.
Air mata yang tumpah karena menangisi dosa masa masa lalu akan
memadamkan api neraka.
Pernahkah anda seumur hidup menangis karena Allah? Menangisi dosa-dosa
kita? Menangisi kelemahan kita di hadapan Allah? Kita tidak bisa
tiba-tiba menangis karena Allah begitu saja, kita tidak bisa
merencanakan tangisan ini, kita tidak bisa menangis sesuai keinginan
kita. Akan tetapi tangisan ini, timbul karena takut kepada Allah,
bergetar hatinya karena nama Allah disebut dan berguncang jiwanya ketika
mengingat maksiat dan dosa yang ia lakukan, oleh karena itu inilah
tangisan keimanan, tangisan kebahagiaan dan tangisan hanifnya jiwa.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً
وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yangberiman itu adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya
kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2)
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhuberkata,
قال لي النبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : ” اقْرَأْ علَّي القُرآنَ ”
قلتُ : يا رسُولَ اللَّه ، أَقْرَأُ عَلَيْكَ ، وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ ،
قالَ : ” إِني أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي ” فقرَأْتُ عليه
سورَةَ النِّساء ، حتى جِئْتُ إلى هذِهِ الآية : { فَكَيْفَ إِذا جِئْنا
مِنْ كُلِّ أُمَّة بِشَهيد وِجئْنا بِكَ عَلى هَؤلاءِ شَهِيداً } [ النساء /
40 ] قال ” حَسْبُكَ الآن ” فَالْتَفَتَّ إِليْهِ ، فَإِذَا عِيْناهُ
تَذْرِفانِ)
“Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,
“Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai
Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara
al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab,
“Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka
akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya
ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah
ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau
sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata,
“Cukup, sampai di sini saja.”Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan
ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.”
Dari Haani’ Maula Ustman radhiallahu ‘anhu berkata,
كان عثمان إذا وقف على قبر ؛ بكى حتى يبل لحيته ! فقيل له : تذكر الجنة
والنار فلا تبكي ، وتبكي من هذا ؟! فقال إن رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال : ” إن القبر أول منزل من منازل الآخرة ، فإن نجا منه ، فما بعده أيسر
منه ، وإن لم ينج منه ؛ فما بعده أشد منه
“Utsman jika berada di suatu kuburan, ia menangis sampai membasahi
jenggotnya. Dikatakan kepadanya, “disebutkan surga dan neraka engkau
tidak menangis, tetapi engkau menangis karena ini?”. Beliau berkata,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“sesungguhnya kubur adalah tempat persinggahan pertama dari beberapa
persingggahan di akhirat, jika ia selamat maka ia dimudahkan, jika tidak
selamat maka tidaklah datang setelahnya kecuali lebih berat.
Tangisan itu, ada yang dicintai Allah, adapula yang tidak bernilai apa-apa, adapula yang dibenciNya.
Menangislah, tapi yang benar.
Semua orang mungkin pernah menangis, tapi untuk engkau kumohon, menangislah, tapi yang benar.
Orang menangis untuk alasan yang bermacam-macam. Bayi menangis karena lapar, haus, gatal, kesakitan, atau buang air.
Anak kecil menangis karena dipukul kawannya, dimarahi ayahnya, keinginannya tidak dituruti, atau barangnya yang hilang.
Remaja menangis karena merasa dikhianati,ditinggalkan sendiri,
keinginannya tidak tercapai, tambatan hatinya diambil orang, atau
dikucilkan kawan.
Seorang gadis menangis karena nyeri haid, tidak diperhatikan ayahnya, menikah gagal, atau malu berkesangatan.
Seorang istri menangis karena bertengkar dengan suami, anak-anak yang nakal, hutang yang menumpuk, atau difitnah tetangga.
Seorang ibu menangis karena anaknya mati, rumahnya terbakar, tokonya dijarah orang, atau uang arisan hilang.
Seorang lelaki menangis karena istri selingkuh, anak yang durhaka,
fitnah rekan sekerja, atau sakit berkepanjangan yang tak kunjung sembuh.
Orang bergembira juga bisa menangis. Menangis karena senang. Mahasiswa
lulus ujian skripsi menangis, setelah bersemester-semester tidak
kunjung lulus. Dua pasangan yang mandul menangis, ketika tiba2 mendapat
berita dari dokter bahwa sang istri hamil. Seorang pria buruk rupa
menangis karena lamarannya pada gadis pujaan hatinya yang cantik nan
cerdas diterima.
Semua orang mungkin pernah menangis, dengan alasan susah maupun gembira,
tapi untuk engkau Demi Allah ,menangislah, tapi yang benar.
Orang menilai sebuah tangisan dengan penilaian yang bermacam-macam.
Orang bilang jika bayi menangis, itu wajar, anak menangis itu biasa,
perempuan menangis itu fitrahnya, lelaki menangis itu tanda cengeng,
tapi aku ingin mengatakan kepadamu; sesungguhnya tangisan itu ada yang
dicintai Allah, ada yang tidak bernilai apa-apa, dan ada pula yang
benar-benar dibenciNya.
Tangisan yang dibenci Allah adalah tangisan yang disertai dengan ucapan
lisan yang membuat Allah murka. Tangisan yang dibenciNya adalah tangisan
yang disertai keluhan atas ketentuanNya. Tangisan yang yang dimurkaiNya
adalah tangisan yang tidak ridha dengan takdirNya.
Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ اشْتَكَى
سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ شَكْوَى لَهُ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ
وَسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ فَوَجَدَهُ فِي غَاشِيَةِ
أَهْلِهِ فَقَالَ قَدْ قَضَى قَالُوا لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَبَكَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمُ
بُكَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَكَوْا فَقَالَ
أَلَا تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا
بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ
أَوْ يَرْحَمُ
صحيح البخاري [5 /59]
Dari Abdullah bin Umar beliau berkata; Sa’d bin Ubadah sakit, maka Nabi
SAW datang membezuknya bersama Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi
waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Tatkala Nabi masuk menemuinya, beliau
mendapatinya berada dalam selimut keluarganya. Nabi bertanya; “Apakah
sudah wafat”?mereka menjawab: “Belum wahai Rasulullah”.. maka Rasulullah
SAW menangis. Tatkala orang-orang melihat tangisan Nabi Saw mereka ikut
menangis. Nabi bersabda; “dengarkanlah; sesungguhnya Allah tidak
menyiksa dengan tetesan airmata, tidakpula dengan kesedihan hati, tetapi
Dia menyiksa atau mengasihi karena (sebab) ini –beliau sambil menunjuk
lisannya– (H.R.Bukhari)
Tangisan yang seperti inilah yang disebut dengan Niyahah (ratapan) yang dicela keras dalam Islam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ الطَّعْنُ
فِي النَّسَبِ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ
صحيح مسلم [1 /207]
Dari Abu Hurairah beliau berkata; Rasulullah SAW bersabda; ada dua hal
yang ada pada orang-orang dimana keduanya dalah kekufuran; memfitnah
nasab dan meratapi mayit (H.R.Muslim)
Tangisan yang tidak bernilai apa-apa adalah tangisan kesedihanmu yang
semata-mata mengeluarkan airmata karena urusan duniamu. Tangisan yang
tidak bernilai apa-apa adalah tangisanmu ketika kehilangan orang yang
engkau cintai, atau kehilangan barangmu, atau disakiti orang yang engkau
kagumi, atau hal-hal yang semakna dengan ini. Engkau hanya semata-mata
mengeluarkan airmata, tapi engkau menjaga lisanmu.
Tangisan yang dicintai Allah adalah tangisan ketika engkau sendiri,
menyepi, tiada teman tiada kawan, tiada kekasih tiada handai taulan,
lalu engkau mengingat Allah, lalu melelehlah airmatamu…..berlinanglah
butiran-butiran halus bening dari sudut penglihatanmu, karena engkau
merasa banyak dosa, banyak kesalahan, banyak maksiat dan Engkau takut
akan murkaNya..
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا
ظِلُّهُ …. وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
صحيح مسلم [5 /229]
Dari Abu Hurairah; dari Nabi SAW; ada tujuh orang yang dinaungi Allah
dalam naungannya di hari tidak ada naungan selain naunganNya (hari
pengadilan)………dan seseorang yang mengingat Allah sendirian lalu meleleh
kedua matanya. (H.R.Muslim)
Engkau menangis karena merasa selama ini tidak tahu diri…ketika berdoa
kepadaNya banyak yang kau pinta, tapi ketaatan yang kau persembahkan
asal-asalan.
Engkau menangis karena merasa selama ini tidak konsisten dengan yang
kau ucapkan..di luar berteriak tegakkan syariat dan jagalah ketakwaan,
tapi saat sendiri kau turuti hawa nafsu tanpa malu..
Engkau menangis karena sepertinya selama ini sudah dapat ilmu banyak, tapi tidak ada yang diamalkan kecuali sedikit.
Engkau menangis karena sering berjanji kepad Allah “jika permohonanku
ini dikabulkan, maka aku akan melakukan ini dan itu…” tapi tidak ada
satupun yang dilakukan..kalaupun dilakukan itupun seenakknya.
Engkau menangis karena jika dihadapan si dia kau tampakkan kesalihan dan
kelembutan, tapi jika sendiri kewajiban-kewajiban suci tidak ada yang
kau buat peduli.
Jadi, menangislah tapi yang benar.
Orang memangis karena musibah, itu wajar tetapi jangan sampai lisan mengucapkan kata-kata yang menimbulkan murka.
Orang menangis karena musibah, sungguh indah jika disertai dengan Shobr (ketabahan).
Orang menangis saat sendiri mengingat Allah, adalah secantik-cantik
jenis menangis. Tangisan inilah yang paling ikhlas,yang selamat dari
Riya’, Sum’ah, dan ambisi dipuji manusia.
Menangislah, tapi yang benar.
Seorang sufi pernah mengatakan, jika seseorang tidak pernah menangis,
dikhawatirkan hatinya gersang. Salah satu kebiasaan para sufi ialah
menangis. Beberapa sufi mata dan mukanya menjadi cacat karena air mata
yang selalu berderai.
Tuhan memuji orang menangis. "Dan, mereka menyungkurkan wajah sambil
menangis dan mereka bertambah khusyuk." (QS Al-Isra' [17]:109). Nabi
Muhammad SAW juga pernah berpesan, "Jika kalian hendak selamat, jagalah
lidahmu dan tangisilah dosa-dosamu."
Ciri-ciri orang yang beruntung ialah ketika mereka hadir di bumi
langsung menangis, sementara orang-orang di sekitarnya tertawa dengan
penuh kegembiraan. Jika meninggal dunia ia tersenyum, sementara
orang-orang di sekitarnya menangis karena sedih ditinggalkan.
Tampaknya, kita perlu membayangkan ketika nanti meninggal dunia, apakah
akan lebih banyak orang mengiringi kepergian kita dengan tangis
kesedihan atau dengan tawa kegembiraan.
Jika air mata kerinduan terhadap Tuhan tidak pernah lagi terurai,
apalagi jika air mata selalu kering di atas tumpukan dosa dan maksiat,
kita perlu segera melakukan introspeksi. Apakah mata kita sudah mulai
bersahabat dengan surga atau neraka.
Menangislah tapi yang benar
Bagaimana kita bisa bangga menisbatkan diri sebagai muslim yang beriman,
tetapi kita tidak pernah merasa takut kepada Allah, air mata mengering,
seolah-olah merasa aman dengan maksiat dan dosa yang ia lakukan.
Beginilah ciri seorang yang beriman (mukmin) sebagaimana sabda Nabi
Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ
يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ
كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ » . فَقَالَ بِهِ هَكَذَ
“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia
berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan
menimpanya.Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti
seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan
tangannya –begini–, maka lalat itu terbang”.
Ibnu Abi Jamrah rahimahulla menjelaskan hadits,
السبب في ذلك أن قلب المؤمن منور فإذا رأى من نفسه ما يخالف ما ينور به
قلبه عظم الأمر عليه والحكمة في التمثيل بالجبل أن غيره من المهلكات قد
يحصل التسبب إلى النجاة منه بخلاف الجبل إذا سقط على الشخص لا ينجو منه
عادة
“Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya. Apabila
dia melihat pada dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang
diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat baginya. Hikmah perumpamaan
dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa manusia itu selain
runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari
musibah-musibah itu. Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan
menimpa seseorang, umumnya dia tidak akan selamat.
وبكى معاذ رضي الله عنه بكاء شديدا فقيل له ما يبكيك ؟ قال : لأن الله عز
وجل قبض قبضتين واحدة في الجنة والأخرى في النار ، فأنا لا أدري من أي
الفريقين أكون
“Mu’adz radhiallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis
tersedu-sedu.Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu
menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya
mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan
masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan
manakah aku di antara kedua golongan itu?”.
وخطب أبو موسى الأشعري رضي الله عنه مرة الناس بالبصرة : فذكر في خطبته
النار ، فبكى حتى سقطت دموعه على المنبر ! وبكى الناس يومئذ بكاءً شديداً
Abu Musa al-Asya’ri radhyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di
Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka
beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada
hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan
yang amat dalam”.
وبكى الحسن فقيل له : ما يبكيك ؟ قال : أخاف أن يطرحني الله غداً في النار ولا يبالي
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah menangis, dan ditanyakan
kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku
khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak
memperdulikanku lagi.”
Mata Menangis Tetapi Hati Berbahagia
Bagaimana tidak bahagia? Sementara air mata mengalir deras, ia bergumam,
“akhirnya, akhirnya, akhirnya, mata ini menangis karena Allah?
Bagaimana tidak bahagia, ia langsung teringat keutamaan menangis karena
Allah.
Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut
kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke
tempat keluarnya."
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak
ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan [7] seorang yang mengingat
Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata
(menangis).”
Dan sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa sallam
عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله
“Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang
menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di
malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di
jalan Allah."
Bukan Menangis Terharu Atau Menangis Ramai-Ramai
Bukan menangis karena terharu melihat atau mendengar kejadian
menyedihkan atau terharu bahagia, bukan ini yang dimaksud menangis
karena Allah dalam hadits, karena orang kafir dan munafik juga menangis
atau karena memang pembawaannya gampang menangis/melankolis. Menangis
seperti ini adalah fitrah manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Al-Qurtubhi rahimahullah dalam tafsir ayat,
وأنّه هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى
“dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis” (An-Najm: 43)
Beliau berkata,
أي : قضى أسباب الضحك والبكاء ، وقال عطاء بن أبي مسلم : يعني : أفرح وأحزن ؛ لأن الفرح يجلب الضحك والحزن يجلب البكاء
“Yaitu Allah menetapkan sebab-sebab tertawa dan menangis. Berkata Atha’
bin Abi Muslim, “Allah membuat gembira dan membuat sedih, karena
kebahagiaan bisa membuat tertawa dan kesedihan bisa membuat menangis.”
Dan bukan juga menangis ramai-ramai sebagaimana acara muhasabah
bersama(direncanakan acaranya), berkumpul bersama berdzikir kemudian
menangis beramai-ramai. Karena bisa jadi tangisannya karena suasana dan
menangis yang menular apalagi acaranya diiringi dengan lagu dan musik
yang sendu.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa tangisan ada 10 jenis, salah
satunya beliau jelaskan, “Tangisan muwafaqaah, yaitu seseorang melihat
manusia menangis karena suatu perkara, kemudian ia ikut menangis bersama
mereka sedangkan ia tidak tahu mengapa ia menangis, ia melihat mereka
menangis maka ia ikut menangis.”
Lebih Sedih Karena Film Dan Drama Daripada Takut Kepada Allah
Ketika ayat Al-Quran dibacakan dan ketika membaca perjuangan para Nabi
dan Sahabat membela Islam kita sulit menangis dan tersenth, akan tetapi
ketika menonton film (notabenenya sandiwara) dan ketika membaca cerita
fiktif kita menangis tersedu-sedu? Di mana keimanan kita?
Padahal kita tahu mereka hanyalah menangis yang berdusta dan
berpura-pura, ini yang disebutkan oleh ulama sebagai Al-Buka’
Al-Kadzib ”tangisan palsu”, sebagaimana tangisan saudara-saudara Nabi
Yusuf Alaihissalam ketika mengadu kepada bapak mereka bahwa yusuf telah
dimakan serigala. Sebagaimana diceritakan Al-Quran,
وجاؤوا أباهُمْ عِشَاءً يَبْكونَْ قَالُواْ يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا
نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِندَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ
وَمَا أَنتَ بِمُؤْمِنٍ لِّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ
“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.
Mereka berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi
berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami,
lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya
kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” (Yusuf:
16-17)
Bahkan ini adalah Al-buka’ Al musta’ar wal musta’jar alaihi “tangisan
bayaran” sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim, beliau berkata,
“tangisan yang disewa yaitu tangisan orang yang meratap dengan upah
(dibayar untuk menangisi tokoh besar agar terlihat banyak yang merasa
kehilangan, pent). Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab, “ia menjual
tetesan air mata dan menangis duka untuk orang lain.”
Bukan Sering Menampakkan Wajah Sedih
Akan tetapi seorang muslim tidaklah sering menampakkan kesedihan dan
tangisannya di depan manusia kemudian dihiasi dengan wajah pucat-pasi
(sebagaimana salah paham disangka inilah tawaddu). Seorang muslim ketika
menyendiri ia berlinang air mata menikmati bermunajat dengan Allah dan
ketika bertemu dengan manusia berwajah gembira dan ceria.
Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau
bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka”.
Bahkan salafus shalih menyembunyikan tangisan mereka dari manusia agar
lebih ikhlas, contohnya pura-pura sedang pilek ketika menangis
Dari Bastham bin Huraits berkata,
كان أيوب السختياني يرق فيستدمع فيجب أن يخفي ذلك على أصحابه ، فيمسك على أنفه كأنه رجل مزكوم ،فإذا خشي أن تغلب عبرته قام
“Ayyub (Ayyub bin Abi Tamimah Al-Sikhtiyani) pernah merasa terenyuh dan
airmatanya mulai mengalir. Namun dia berusaha menyembunyikannya dari
para sahabatnya dengan memegang hidungnya seakan sedang pilek (dalam
riwayat lain, sambil dia berkata, ‘Alangkah beratnya pilek ini’). Jika
dia tidak sanggup menahan isak tangisnya, dia pun berdiri.”
Para Nabi Dan Orang Shalih Menangis Karena Allah
Para nabi dan orang-orang shalih menangis karena Allah, Allah Ta’alaberfirman,
أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذريه آدم وممن حملنا مع نوح ومن
ذريه إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن
خروا سجداً وبكياً
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah,
yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami
angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari
orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka
menyungkur dengan bersujud dan menangis.”(Maryam: 58)
Termasuk para malaikat dan penghuni langit, mereka takut kepada Allah.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
مررتُ ليلة أسري بي بالملأ الأعلى وجبريل كالحِلس البالي من خشية الله تعالى
“Ketika malam isra’, saya melewati penghuni langit dan malaikat Jibril,
mereka seolah-olah seperti alas pelana yang tua-usang karena takut
kepada Allah.”
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhudari Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bahwasanya malaikat Jibril berkata,
ما لي لا أرى ميكائيل ضاحكاً قط ؟ ” قال : ما ضحك ميكائيل منذ خلقت النار
“aku tidak pernah melihat Mikail tertawa sedikitpun, Mikail tidak pernah tertawa sejak diciptakan neraka”
Suka menangis karena Allah daripada segalanya
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,
لأن أدمع من خشية الله أحب إلي من أن أتصدق بألف دينار
“Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab Al-Ahbar berkata,
لأن أبكى من خشية الله فتسيل دموعي على وجنتي أحب إلى من أن أتصدق بوزني ذهباً
“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku
karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas
yang besarnya seukuran tubuhku.”
Menangislah yang benar!!!!
Wallohu A'lam