Gunung Kerinci merupakan suatu gunung tertinggi di pulau Sumatra yang
lebih kurang tingginya 3805 m. yang terletak di ds. kersik tua kab.
kerinci Jambi. daerahnya sangat dingin karena berada di ketinggian
1500 DPL. dan konon katanya di G kerinci tersebut mempunyai anak
gunung yang namanya Gunung Ayam yang terkenal sangat angker dan
misteri, dan di sekitar gunung tsb. terhampar perkebunan teh yang
sangat luas yang menambah keindahan dibalik kekeramatan yang akhirnya
sangat menjadi perhatian dan mengundang masarakat di seluruh plosok
penjuru.
Gunung Ayam salah satu gunung yang letaknya di kaki gunung Kerinci yang
mempunyai tingkat misteri yang sangat kuat ada kaitanya dengan gunung
kerinci, dimana dihamparan gunung tsb. banyak berserakan telur ayam
namun tak satu pun orang berani mengambilnya. karena sangat-amat
keramatnya sehingga apabila diambil akan berakibat fatal bagi yang
menambilnya.
Keunikan dan keanehan yang perna terjadi di daerah tersebut antara lain ,
pada suatu hari skelompok orang pekerja pemetik teh hilang satu group
kurang lebih 20 orang hingga sampai sekarang tidak pernah diketemukan,
dan anenya lagi sampe saat ini apabila jam 10 pagi di gunung tsb.
terdengar suara pluit seakan-akan tiba waktunya untuk menimbang teh
hasail petikanya padahal di gunung ayam sangat jauh jaraknya dari
perkebunan, adapun yang lainya apabila orang mengambil telur-telur yang
ada maka orang tsb. tidak akan bisa pulang dan terus keliling dan
keliling tidak kan akan menemukan jalan pulang.
Kerinci menjadi gunung di Pulau Sumatra yang ingin ditaklukan oleh
pendaki sejati. Biarpun sudah berpengalaman menaklukan gunung-gunung di
di tanah Jawa, namun mereka yang benar-benar suka tantangan pasti akan
membidik Gunung Kerinci karena trek dan energi yang dikeluarkan harus
dipertimbangkan secara matang. Biar tahu lebih banyak tentang Kerinci di
Propinsi Jambi.
Sejarah Kerinci di Tanah Sumatra
Keberadaan Taman Nasional Sumatra di sekitar Kerinci selalu
dikait-kaitkan dengan manusia pendek dengan ciri-ciri tinggi kurang dari
140 cm, tubuh berbulu, berjalan tegak, wajah kelihatan sudah tua dan
selalu membawa tombak. Legenda ini sudah muncul sejak ratusan tahun yang
lalu dan masih menjadi misteri hingga kini.
Berbagai penelitian pun dilakukan oleh saintis dunia. Bahkan National
Geographicmenerjunkan langsung ilmuwan mereka ke tengah-tengah Taman
Nasional Kerinci Seblat untuk mencari tahu lebih banyak lagi tentang
makhluk misterius tersebut. Namun hingga sekarang hasilnya masih nihil
karena jejak manusia pendek tidak pernah terdeteksi.
Ekplorasi Kerinci Untuk Petualang Sejati
Sebagai salah satu gunung tertinggi di Sumatra, tentu membuat pendaki
lokal dan mancanegara tertarik untuk menaklukannya. Dengan tinggi
sekitar 3.805 meter di atas permukaan laut, ini membuat perencanaan
harus dilakukan dengan matang, seperti memperkirakan faktor cuaca,
perbekalan, peta, dan pemandu berpengalaman. Travelers, biar acara
memanjat Kerinci sukses dengan tubuh fresh, kalian bisa beristirahat di
penginapan yang ada di kaki gunung.
Untuk bisa sampai ke puncak, tiap pendaki harus melewati beberapa pos
dan shelter dengan ketinggian yang berbeda-beda. Mulai dari Pintu Rimba
(1800 mdpl) – Pos 1 (1900 mdpl) – Pos 2 (2000 mdpl) – Pos 3 (2250 mdpl) –
Shelter 1 (2500 mdpl) – Shelter 2 (2950 mdpl) – Shelter 3 (3200 mdpl) –
dan Puncak Kerinci (3805 mdpl). Rentang waktu yang diperlukan untuk
tiba di masing-masing pos dan shelter pun cukup bervariasi, mulai dari
30 menit hingga 4 jam tergantung dari kecepatan para pendaki.
Rasa lelah dan keringat yang mengucur untuk bisa sampai ke puncak
Kerinci akan terbayar dengan view eksotis dari kota Jambi, Bengkulu dan
Padang. Bahkan kalau cuaca lagi cerah, Samudera Hindia bisa dilihat dari
ketinggian. Nikmati juga kawah Gunung Kerinci berukuran raksasa, yaitu
120 x 400 meter dengan air berwarna kehijauan. Alihkan pandangan lagi ke
sebelah timur karena disana terdapat Danau Bento, yaitu rawa tertinggi
di Sumatra yang memiliki air jernih.
Jika kamu memegang kamera, putar lagi kebelakang karena disana terdapat
Gunung Tujuh yang mempunyai kawah perawan yang sangat indah. Hampir
semua pendaki yang akhirnya berhasil sampai di puncak Kerinci speachless
dan hanya bisa terpukau dengan lukisan alam yang terhampar di hadapan
mereka. Ya, memang sangat menyenangkan bisa berdiri di puncak gunung
tertinggi di Sumatra. Rasanya puas sekali.
Udara yang segar, panorama menakjubkan, awan yang tergantung di langit,
serta viewkhas pegunungan yang berwarna hijau membuat mereka yang
berhasil mencapai puncak hanya sanggup memuji kebesaran Tuhan. Tapi
kalian tidak bisa berlama-lama ada di puncak karena kamu disarankan
segera turun sebelum jam 10.00. Kenapa? Karena biasanya awan akan
terbang rendah sehingga kalau terlambat, kalian bisa tersesat karena
trek untuk turun menjadi sulit ditemukan.
Kalau pengin mengeksplorasi Kerinci lebih banyak, sediakan waktu juga
untuk datang ke Gunung Tujuh. Tempatnya bersebelahan kok jadi kalian
akan punya koleksi foto lebih banyak. Oh ya, Taman Nasional Kerinci
Seblat juga menjadi spot untuk penelitian lho. Di tempat ini banyak
hidup flora dan fauna yang menjadi binatang khas Sumatra, seperti badak
sumatra, harimau sumatra, tapir, kuskus, macan tutul, siamang, dan
gibbon. Karena keragaman hayati yang dimiliki, tak jarang banyak spesies
yang ditemukan disana.
Dapat mencapai puncak dan sekaligus mengagumi lukisan alam yang sempurna
ini pasti meninggalkan memori indah buat para pendaki. Selamat
berpetualang!!!
Legenda Naga Raksasa
Gunung Kerinci menyimpan legenda unik tentang naga raksasa. Di kisahkan
pada jaman dahulu di kaki gunung kerinci hiduplah dua saudara kembar,
Calupat dan Calungga. Keduanya sudah tidak berayah dan beribu lagi. Dua
yatim piatu ini memiliki pusaka buah delima dan batu putih peninggalan
orang tuanya.
Suatu hari Calungga pergi berburu seorang diri. Dalam perburuanya itu,
ia menemukan sebutir telur raksasa. Telur itu kemudian dibawanya pulang
sekaligus ingin diperlihatkan kepada sang adik Calupat.
Namun, sebelum sampai dirumah, Calungga berubah pikiran. Calungga
memutuskan untuk memakan telur itu. Setelah menyantap telur raksasa,
Calungga merasa kehausan. Tapi anehnya rasa dahaga Calungga tidak pernah
hilang meski dia telah mengeringkan air sungai yang mengalir di kaki
Gunung Kerinci.
Dalam waktu bersamaan tubuh Calungga lambat laun berubah wujud. Tubuhnya
memanjang dan memiliki sisik-sisik emas sebesar nyiru atau tampah.
Calungga berubah menjadi seekor naga raksasa dengan batu mustika merah
delima di kepalanya.
Calungga yang sudah berubah wujud menjadi naga raksasa menjadi sakti.
Hanya dengan sekali putaran tubuhnya, lembah di kaki Gunung Kerinci
menjadi sebuah danau yang dikenal Danau Bento.
Calupat, Sang adik rupanya tidak mampu hidup seorang diri. Ia pun
meminta Naga Calungga mengantarkan ke perkampungan penduduk di sebelah
timur matahari terbit. Tujuanya agar ia dapat hidup berdampingan dengan
penduduk.
Dengan hanya sekali tiup, terbentuklah sebuah sungai. Sungai itu
dinamakan Muara Angin atau sungai Batang Merangin. Kemudian air sungai
tersebut menyusut saat Naga Calungga berjalan ke timur, seperti
permintaan adiknya, Calupat.
Bekas aliran sungai itu menjadi Danau Kerinci. Sesampainya di
perkampungan yang dituju, Calupat duduk di atas kepala Naga Calungga.
Maka penduduk menobatkan Calupat sebagai raja bergelar Sang Hyang Jaya
Naga.
Legenda Orang Pendek
Makhluk itu konon memiliki kaki terbalik, telapak kakinya menghadap ke
belakang. Meski demikian, ia mampu bergerak lincah di antara lebatnya
hutan. Tinggi tubuhnya hanya sekitar satu meter. Sekujur tubuhnya
ditutupi bulu pendek. Beberapa kesaksian lain memberi detail tambahan
tentang sosok itu tengah menenteng sebatang tombak kayu dengan tangan
yang terlihat kekar.
Itulah sosok ”orang pendek” yang kerap digambarkan sejumlah penduduk di
sekitar kawasan hutan Danau Gunung Tujuh dan Gunung Kerinci yang masuk
kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. ”Ayah saya dulu pawang
Gunung Tujuh, ia pernah cerita ketemu ’orang pendek’. Banyak orang lain
yang juga ketemu,” kata Ali Akbar (70), warga Air Jernih, Gunung Tujuh.
Tak semua penduduk lokal percaya dengan cerita ini. Sebagian
menganggapnya hanya sekadar dongeng. Warga di sekitar Kerinci terbelah
antara percaya dan tidak terhadap keberadaan makhluk ini. Mereka juga
berdebat apakah makhluk itu sebenarnya binatang sejenis monyet atau
manusia.
Orang Pendek adalah misteri sejarah alam terbesar di Asia; ahli binatang
telah mendaftarkan laporan penampakan kera misterius di wilayah Taman
Nasional Kerinci Seblat, Propinsi Jambi, lebih dari 150 tahun lalu.
Sampai hari ini, mahluk yang di Kerinci dikenal sebagai “uhang pandak”,
tetapi juga karena variasi yang membingungkan dari nama dialek setempat,
sampai sekarang masih belum teridentifikasi oleh ilmuwan.
Orang pendek ialah nama yang diberikan kepada seekor binatang (manusia?)
yang sudah dilihat banyak orang selama ratusan tahun yang kerap muncul
di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Walaupun tak sedikit
orang yang pernah melihatnya, keberadaan orang pendek hingga sekarang
masih merupakan teka-teki. Tidak ada seorangpun yang tahu, sebenarnya
makhluk jenis apakah yang sering disebut sebagai orang pendek itu.
Tidak pernah ada laporan yang mengabarkan bahwa seseorang pernah
menangkap atau bahkan menemukan jasad makhluk ini, namun hal itu
berbanding terbalik dengan banyaknya laporan dari beberapa orang yang
mengatakan pernah melihat makhluk tersebut. Sekedar informasi, Orang
pendek ini masuk kedalam salah satu studi Cryptozoology.
Ekspediasi pencarian Orang Pendek sudah beberapa kali di lakukan di
Kawasan Kerinci, Salah satunya adalah ekspedisi yang didanai oleh
National Geographic Society. National Geographic sangat tertarik
mengenai legenda Orang Pendek di Kerinci, Jambi, beberapa peneliti telah
mereka kirimkan kesana untuk melakukan penelitian mengenai makhluk
tersebut.
Adapun cerita mengenai orang pendek pertama kali ditemukan dalam catatan
penjelajah Marco Polo tahun 1292, saat ia bertualang ke Asia. Walau
diyakini keberadaannya oleh penduduk setempat, makhluk ini dipandang
hanya sebagai mitos oleh para ilmuwan, seperti halnya yeti di Himalaya
dan monster Loch Ness Inggris Raya.
Sejauh ini, para saksi yang mengaku pernah melihat Orang Pendek
menggambarkan tubuh fisiknya sebagai makhluk yang berjalan tegap
(berjalan dengan dua kaki) tinggi sekitar satu meter (diantara 85 cm
hingga 130 cm) dan memiliki banyak bulu diseluruh badan. Bahkan tak
sedikit pula yang menggambarkannya dengan membawa berbagai macam
peralatan berburu, seperti semacam tombak.
Legenda Mengenai Orang Pendek sudah secara turun temurun dikisahkan di
dalam kebudayaan masyarakat Suku anak dalam. Mungkin bisa dibilang, Suku
Anak Dalam sudah terlalu lama berbagi tempat dengan para Orang Pendek
di kawasan tersebut. Walaupun demikian, jalinan sosial diantara mereka
tidak pernah ada. Sejak dahulu Suku Anak Dalam bahkan tidak pernah
menjalin kontak langsung dengan makhluk-makhluk ini, mereka memang
sering terlihat, namun tak pernah sekalipun warga dari suku anak dalam
dapat mendekatinya.
Ada suatu kisah mengenai keputusasaan para Suku Anak Dalam yang mencoba
mencari tahu identitas dari makhluk-makhluk ini, mereka hendak
menangkapnya namun selalu gagal. Pencarian lokasi dimana mereka
membangun komunitas mereka di kawasan Taman Nasional juga pernah
dilakukan, namun juga tidak pernah ditemukan.
Awal tahun 1900-an, dimana saat itu Indonesia masih merupakan jajahan
Belanda, tak sedikit pula laporan datang dari para WNA. Namun yang
paling terkenal adalah Kesaksian Mr. Van Heerwarden di tahun 1923. Mr.
Van Heerwarden adalah seorang zoologiest, dan disekitar tahun itu ia
sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Pada suatu catatan kisahnya, ia menuliskan mengenai pertemuannya dengan
beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di badan. Tinggi tubuh mereka
ia gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun, namun dengan bentuk
wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu. Mr. Heerwarden
sadar mereka bukan sejenis siamang maupun perimata lainnya. Ia tahu
makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu, sehingga
mereka berlari menghindar. Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden tak
habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak
dan mereka berjalan tegak. Semenjak itu, Mr. Heerwarden terus berusaha
mencari tahu makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah
hasil.
Sumber-sumber dari para saksi memang sangat dibutuhkan bagi para
peneliti yang didanai oleh National Gographic Society untuk mencari tahu
keberadaan Orang Pendek. Dua orang peneliti dari Inggris, Debbie Martyr
dan Jeremy Holden sudah lama mengabadikan dirinya untuk terus menerus
melakukan ekspedisi terhadap eksistensi Orang Pendek. Namun, sejak
pertama kali mereka datang ke Taman Nasional Kerinci di tahun 1990,
sejauh ini hasil yang didapat masih jauh dari kata memuaskan.
Lain dengan peneliti lainnya, Debbie dan Jeremy datang ke Indonesia
dengan dibiayai oleh Organisasi Flora dan Fauna Internasional (
http://fauna-flora.org). Dalam ekspedisi yang dinamakan “Project Orang
Pendek” ini, mereka terlibat penelitian panjang disana. Secara
sistematik, usaha-usaha yang mereka lakukan dalam ekspedisi ini antara
lain adalah pengumpulan informasi dari beberapa saksi mata untuk
mengetahui lokasi-lokasi di mana mereka sering dikabarkan muncul.
Kemudian ada metode menjebak pada suatu tempat dimana disana terdapat
beberapa kamera yang selalu siap untuk menangkap aktivitas mereka. Rasa
putus asa dan frustasi selalu menghinggap di diri mereka ketika hasil
ekspedisi selama ini belum mendapat hasil yang memuaskan.
Beberapa pakar Cryptozoology mengatakan bahwa Orang Pendek mungkin
memiliki hubungan yang hilang dengan manusia. Apakah mereka merupakan
sisa-sisa dari genus Australopithecus?
Banyak Paleontologiest mengatakan bahwa jika anggota Australopithecus
masih ada yang bertahan hidup hingga hari ini, maka mereka lebih suka
digambarkan sebagai seekor siamang. Pertanyaan mengenai identitas Orang
Pendek yang banyak dikaitkan dengan genus Australopitechus ini sedikit
pudar dengan ditemukannya fosil dari beberapa spesies manusia kerdil di
Flores beberapa waktu yang lalu.
Fosil manusia-manusia kerdil “Hobbit” berjalan tegak inilah yang
kemudian disebut sebagai Homo Floresiensis. Ciri-ciri fisik spesies ini
sangat mirip dengan penggambaran mengenai Orang Pendek, dimana mereka
memiliki tinggi badan tidak lebih dari satu seperempat meter, berjalan
tegak dengan dua kaki dan telah dapat mengembangkan perkakas/alat
berburu sederhana serta telah mampu menciptakan api. Homo Floresiensis
diperkirakan hidup diantara 35000 – 18000 tahun yang lalu.
Apakah Orang Pendek benar-benar merupakan sisa-sisa dari Homo
Floresiensis yang masih dapat bertahan hidup? Secara jujur, para
peneliti belum dapat menjawabnya. Peneliti mengetahui bahwa setiap saksi
mata yang berhasil mereka temui mengatakan lebih mempercayai Orang
Pendek sebagai seekor binatang. Debbie Martyr dan Jeremy Holden, juga
mempertahankan pendapat mereka bahwa Orang Pendek adalah seekor siamang
luar biasa dan bukan hominid.