Permasalahan onani/masturbasi (istimna’) onani bahasa Indonesia,
sedangkan bahasa Arabnya adalah istimta’ atau adatus sirriyah. (Onani
(matsurbasi) atau bahasa asinge ngiclik atau ngocok barange piyambak.
kata Onani dalam istilah bahasa Arab menggunakan kata Istimna yang artinya usaha untuk mengeluarkan sperma atau mani.)
Menurut keterangan yang ada di Injil, istilah Onani berasal dari nama
anak Judas yang bernama Onan. Ia disuruh olah ayahnya untuk menyetubuhi
istri kakaknya, karena ia tidak berani dan birahinya telah memuncak
sehingga Ia memuskan dirinya dengan mengelurkan sperma dengan tanganya
sendiri sehinngga istilah Onani merupakan penisbatan terhadap Onan.
Mengenal Istilah “الاستمناء”
Dalam bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya
mani. Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan
mani dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus) dan cara ini dinilai
haram seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan secara paksa
disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara pasutri
dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255) disebutkan makna “الاستمناء”
adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik
dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang
mubah melalui tangan pasangannya.
Istilah “الاستمناء” di sini sama dengan onani atau masturbasi.
Wasilah (Perantara) Onani
Onani bisa dilakukan dengan tangan, atau cara bercumbu lainnya, bisa
pula dengan pandangan atau sekedar khayalan. Kita akan mengulas ketiga
cara tersebut. Onani dengan bercumbu yang dimaksud adalah seperti dengan
menggesek-gesek kemaluan pada perut, paha, atau dengan cara diraba-raba
atau dicium dan tidak sampai terjadi senggama pada kemaluan. Pengaruh
onani semacam ini sama dengan onani dengan tangan.
Onani adalah permasalahan yang telah dibahas oleh para ulama.
Onani adalah upaya mengeluarkan mani dengan menggunakan tangan atau yang
lainnya. Hukum permasalahan ini ada rinciannya sebagai berikut:
1. Hukum Haram
Madzhab Maliki, madzhab Syafi’i, Madzhab Hanafi ,satu riwayat dari imam
ahmad, yang diambil sebagai pendapat jumhur ahli ilmu, Syeikh Islam ibnu
Taimiyah, sebagian besar ulama salaf, Ibnu Baz, Ibnu ustaimin, Albani,
dan lain-lain, semuanya mengharamkan perbuatan Onani.
Adapun dalilnya adalah berdasarkan Firman Allah :
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ
أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ
ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka mereka sesungguhnya dalam
hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka
mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”(Q S Al mu’minun Ayat
5-7)
Dari ayat ini jelaslah dalilnya bahwa Allah SWT memuji orang-orang
mukmin yang memelihara kemaluannya dari hal-hal yang di haramkan,
kecuali terhadap istri dan Budaknya.
Maka mereka termasuk orang-orang yang dzalim, karena telah melampaui
batas yang halal untuk berbuat yang haram, seperti halnya perbuatan
Onani.
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, Juz : 5 halaman 458 mengatakan : “ Imam
syafi’i dan pengikutnya telah mengambil dalil pengharaman Onani dengan
ayat tadi ,yaitu “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali
terhadap istri –istri mereka dan budak yang mereka miliki.”
Selanjutnya Ibnu Kastir berkata : Perbuatan onani tidak termasuk(diluar)
dari keduanya, yaitu menggauli istri dan budaknya, sedang Allah
berfirman: “Maka barang siapa mencari yang selain itu(menggauli istri
atau budak), mereka itulah orang-orang yang melampui batas”. Mereka juga
berdalil dengan firmannya: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin
hendaklah menjaga kesuciannya(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka
dengan karunia-Nya”(An Nur 33).
1. Ayat ini menjelaskan tentang pengharaman onani dari dua sudut :
Sesungguhnya Allah memerintahkan orang islam yang belum mampu kawin agar
menjaga kesucian dirinya ” Walyastagfif “. Kalimat tersebut merupakan
kalimat perintah. Dalam Ushul Fiqh, kaidah perintah menunjukan hukum
wajib. Artinya, barang siapa yang belum bisa atau mampu kawin,
diwajibkan baginya untuk menjauhi hal-hal yang menjerumuskan dirinya
kedalam lembah kehianaan (kemaksiatan), semisal zina, homoseks, onani,
dll.
2. Allah tidak pernah berfirman tentang penghalalan onani bagi
mereka yang tidak mampu melaksanakan perkawinan, dan sebaliknya Allah
justru memerintahkan untuk memelihara diri. Singkatnya, jika Allah
membolehkan hamba-Nya beronani, niscaya Dia telah menjelaskan di dalam
ayat Alqur’an. Surat An Nur ayat 33 di atas, yang menerangkan masalah
perkawinan (bagi yang mampu), tidak menyebutkan solusi lain bagi yang
tidak mampu kecuali dengan (diwajibkan) menjaga kesucian dirinya. Jadi,
karena adanya dalil yang menerangkan tentang onani, serta adanya kalimat
perintah tadi, yaitu”Walyasta’fif” maka dapatlah disimpulkan bahwa
perbuatan tersebut adalah haram hukumnya.
Qurtubi menafsirkan surat An Nur ayat 33 sebagai berikut: “ Dan tatkala
Allah tidak menentukan suatu perbuatan apapun yang pantas, kecuali
dengan menikah atau menjaga kesucian dir i(jika belum mampu), maka
perbuatan yang selain itu hukumnya haram. Juga suatu pengecualian lagi
yang di bolehkan, yaitu menggauli budak wanitanya dalam firman Allah.”
Jadi berdasarkan uraian diatas, onani haram hukumnya selain dari ayat
Al Qur’an, mereka juga memakai dalil dari hadist, yang menerangkan bahwa
onani itu haram”.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“ Dari Abdullah bin Mas’ud Ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
’’wahai generasi muda, barangsiapa diantara kalian sudah siap (mampu)
menjalani hidup berumah tangga ( suami istri) maka kawinlah !
Sesungguhnya dibalik itu, pandangan mata dan kemaluan akan lebih terjaga
dan terpelihara dari perbuatan maksiat dan barabg siapa belum mampu
hendaknya berpuasa. Karena dengan puasa itulah dirinya akan
terlindungi dari kemaksiatan”. (HR bukhori Muslim)
Maksud dalil ini, bahwa Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada pemuda
muslim, agar segera berumah tangga bagi yang sudah mampu dan supaya
berpuasa bagi yang masih lemah.
Hanya sebatas itu yang disabdakan dan beliau tidak memberikan penjelasan
lebih rinci lagi tentang tindakan selain puasa. Dan kalaulah
Rasulullah SAW membolehkan perbuatan onani, niscaya beliau akan
menerangkannya. Ternyata beliau tidak menjelaskannya. Maka
kesimpulannya, onani adalah perbuatan yang diharamkan.
Sebagian ulama berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Al hasan
Bin Arafah bahwa Rosulullah SAW bersabda: “Allah SWT tidak
memperdulikan tujuh manusia pada hari kiamat, tidak mensucikan, serta
tidak mengumpulkan mereka bersama hamba-hambaNya yang beriman.
Merekalah yang pertama kali dimasukkan kedalam api neraka, kecuali jika
mereka mau bertobat (tatkala hidupnya) dan barang siapa yang bertobat
niscaya Allah akan memberi ampunan. Tujuh manusia tersebut adalah orang
yang beronani , homoseks yang melakukan dan yang diperlakukan, pecandu
Khame , pemukul kedua orang tuanya hingga keduanya mengeluh dan meminta
tolong, orang yang sering menyakiti tetangganya sehingga orang-orang
banyak yang melaknatnya, serta orang menzinai tetangganya .”
Akan tetapi hadist ini tergolong dhaif, Ibnu Katsir berkata: “ini adalah hadits ghorib. Isnadnya tidak diketahui ‘’
Ibnu hajar juga mendhoifkannya begitu juga Albani yang mendhoifkan hadits tersebut didalam kitab Irwaul Ghalil.
2. Hukum Makruh
Para pengikut madzhab Hambali memberikan dalil tentang onani dengan
menggunakan Qiyas. Mereka mengatakan: ‘’bahwa onani adala perbuatan
mengeluarkan sperma dari badan, dan sperma itu sendiri adalah sebagian
dari (isi) anggota badan, maka tentangnya tidak ada larangan
(jaiz)adapun Qiyasnya bahwa perbuatan onani itu seperti perbuatan orang
mengeluarkan darah dari bagian tubuhnya demi untuk kesembuhan
penyakitnya.”
Hanya saja meskipun berpegang pada dalil yang demikian mereka tetap membenci perbuatan tersebut.
Juga riwayat dari Atho’ yaitu Madzhab Ibnu Hazm yang memakruhkan
perbuatan onani Ibnu Hazm berkata: ’’Bahwa orang laki-laki dan perempuan
yang menyentuh alat vital masing-masing menurut ijma’ para ulama
hukumnya boleh (mubah). Maka pernuatan onani tersebut tidak ada hukum
yang mengharamkannya sebagai mana firman Allah SWT: “….padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya
atasmu…”(QS Al An’am 119).
Dan karena Allah tidak menjelaskan bahwa perbuatan onani sebagai hal
yang haram maka perbuatan itu merupakan /termasuk yang dibolehkan.
FirmanNya: ”Dialah Allah yang menjadikan segala sesuatu di bumi untuk
kamu sekalian….” (QS Albaqarah 29).
Akan tetapi walaupun berdasarkan ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan
bahwa perbuatan onani tidak haram tapi kita tetap membencinya karena
perbuatan itu tidak terpuji dan tergolong tidak sopan.
3. Hukum Boleh (Mubah)
Hukum yang membolehkan perbuatan onani ini berasal dari pendapat Al
Hasan, Amr bin Dinar, Ziyad bin Abi Al ala’, dan ujahid. Al Hasan
memberikan penjelasannya mengenai orang Laki-laki yang berbuat Onani
sehingga keluar spermanya, Bahwa: ”Hal itu juga di lakukan tatkala
peperangan”.
Dari sini dapat di ambil suatu kesimpulan, Bahwa al Hasan Membolehkan
perbuatan Onani berdasarkan yang pernah terjadi Didalam keadaan perang.
Artinya perbuatan tersebut Di bolehkan jija dalam keadaan dalam sangat
terpaksa dan mendesak.
Dari tiga pendapat tersebut diatas, ternyata yang lebih kuat
argumentasinya adalah pendapat yang mengharamkan perbuatan Onani. Kita
simpulkan demikian karena Dalil naqli (nushus) yang di kemukakan
sangatlah kuat, sedangkan Dalil Aqlinya khususnya yang berkenanaan
dengan masalah kesehatan menurut Ilmu kedokteran sangatlah masuk akal.
Sedangkan pendapat yang memakruhkan atau membolehkan Onani (Mubah)
sangatlah bertentangan dengan kebenaran, meskipun yang berpendapat
demikian adalah Ulama’ yang terkenal jadi pendapat yang lebih benar
(Arjah) dan sesuailah yang harus di ikuti.
Efek Samping Dari Onani
1. Efek terhadap Rohani
Dapatlah di katakan Bahwa perbuatan Onani adalah suatu kemaksiatan.
Bahkan lebih dari itu, mungkin juga bisa di katakan sebagai dosa besar.
Maka hendaknya setiap muslim menginterpretasikan pada dirinya, bahwa
sungguh luar biasa bahaya yang akan menimpa dirinya, karena perbuatan
maksiat tersebut. Tentunya perbuatan onanipun akan mendatangkan musibah
bagi pelakunya. Bagaimana tidak, sedangkan malapetaka dan bencana adalah
di sebabkan adalah tersebarnya kemaksiatan.
Ibnu Qoyyim pernah berkata : “Setiap Musibah,bencana,nasib sial dan
kekurangan,baik di dunia maupun di akhirat,penyebabnya adalah perbuatan
dosa adan tidak melaksanakan perintah Allah.”
Lalu ia menambahkan : “Kemaksiatan adalah api yang membakar nikmat keseluruhan,seperti halnya,Api yang membakar kayu bakar.”
Maka diantara bahaya yang di timbulkan oleh perbuatan Onani adalah
berkurangnya hIdayah dan taufik Allah SWT; tidak stabilnya pemikiran,
sehingga Ide-ide yang kemukakan selalu jauh dari kebenaran, Hati yang
menjadi keras dan kasar, akhlak semakin tidak terpuji, suka marah tidak
banyak meridhoi (kurang ikhlas), dan sulit menerima Ilmu Agama.
Dapatlah kiranya berikut ini kita Kupas Dua(2) efek samping Dari perbuatan Onani di tinjau dari segi rohani.
1- Hilangnya sifat istiqomah (Berpegang teguh) pada agamanya yaitu
islam. Sehingga, jika kita ingin tahu lebih jauh kenapa seorang pemuda
sampai tidak memperdulikan agamanya lagi, maka kemungkinan ia akan
menjawab (dalam Hati), Maka ia akan tidak akan melepaskan kebiasaan
Onani. Agar di ketahui selama dia belum bisa meninggalkan perbuatan
maksiat tersebut, selama itu pula Syetan akan terus menerus menggodanya,
agar jauh dari saudara-saudaranya. Selanjutnya ia akan membenci dan
berusaha menghindar berkumpul dengan mereka. Lantas terjerumuslah dia
dalam gelora syahwat dan Musnah lah Dari dalam jiwanya sifat istiqomah
terhadap agama. Hal ini terjadi karena ia menyendiri dan menasingkan
diri dari orang-orang terdekat dan selalu memberikan bimbingan
kepadanya.
2- Poin ini masih mempunyai hubungan dengan yang pertama bahwa kalaupun
pelaku Onani tidak menyimpang dari agama secara keseluruhan, Ia tetap
meremehkan dalam hal ketaatan beribadah, seperti adanya anggapan penting
untuk shalat jemaah, shalat sunnah rawatib, puasa sunnah dan untuk
ibadah lainnya. Maka berapa banyak ibadah yang di tinggalkannya? dan
tidak menutup kemungkinan, Ia (pelaku) akan berani meninggalkan shalat
wajib, tidak puasa ramadhan, apalagi membaca al Quran. Hal ini bisa
terjadi karena perbuatan Onani tersebut telah menjadi lemah tidak mampu
memarangi gelora syahwat sekaligus tidak berdaya memerangi syetan, dan
tidak pula dapat mempertahankan dirinya, sehingga ia kalah dan tunduk di
bawah perbuatan Onani. Hasan Basri berucap :” Sesungguhnya orang yang
berbuat demikian(onani), hanyalah untuk mencari dosa dan meninggalkan
bangun malamnya sehingga tidak beribadah”.
2. Efek terhadap kesehatan
Bahaya Onani dari Sisi Kesehatan
Ejakulasi dini atau terlalu cepat selesai ketika melakukan hubungan seks
yang sebenarnya. Ketika melakukan onani, biasanya orang cenderung
melakukannya secara terburu-buru dengan harapan dapat segera mencapai
orgasme. Cara onani yang terburu-buru ini akan membiasakan sistem syaraf
untuk melakukan seks secara cepat ketika sedang bercinta. Dan hasilnya
adalah ejakulasi dini.
Gairah seks yang lemah ketika sudah berumah tangga. Keinginan untuk
melakukan hubungan seks kadang sangat rendah karena sudah terbiasa
melakukan onani ketika masih muda.
Orang-orang zaman dulu menyebut onani yang berlebihan akan menyebabkan
kebodohan karena selalu membayangkan hal-hal porno dan orientasi pikiran
selalu negatif.
Badan jadi kurus dan lemah. Karena pikiran selalu negatif dan berpikir
yang porno-porno membuat banyak energi yang terkuras. Hal ini
menyebabkan badan menjadi kurus kering.
Sulit menikmati hubungan seks yang sebenarnya bersama wanita. Karena
sejak remaja sudah terbiasa merasakan seks secara manual atau onani.
Penis yang terbiasa dengan tekanan tertentu dari tangan menjadi tidak
responsif terhadap rangsangan dari vagina.
Perasaan bersalah karena terlalu sering onani menimbulkan rasa minder dan tidak percaya diri di lingkungan sosial.
Bagi wanita muda yang senang masturbasi atau onani bisa merobek lapisan hymen keperawanannya.
Mengalami impotensi atau gagal ereksi ketika berhubungan. Orang yang
melakukan onani sudah terbiasa menciptakan rangsangan yang bersifat
mental berupa khayalan-khayalan, hal tersebut membuat penis tidak
terbiasa dengan rangsangan fisik ketika berhubungan seks yang
sebenarnya.
Jadi sering melamun dan pikiran selalu negatif membuat adaptasi sosial menjadi terbatas.
Tidak di ragukan lagi,bahwa perbuatan onanai akan memberikan dampak
negative terhadap perkembanagan sebagian anggota badan,bahkan karena
onani aka nada anggota badan yang tidak berkembang.
Ahli kedokteran telah menetapkan,bahwa onani dapat menimbulkan beraneka ragam sfek samping,antara lain:
a. Melemahkan alat kelamin sebagai sarana untuk berhubungan seksual,
serta sedikit demi sedikit alat tersebut akan semakin melemah (lemas).
b. Akan membuat urat-urat tubuh semakin lemah, akibat kerja keras dalam beronani demi untuk mengeluarkan spermanya.
c. Sangat mempengaruhui perkembangan alat vital, dan mungkin tidak akan tumbuh seperti lazimnya.
d. Alat vital tersebut akan membengkak, sehingga sang pelaku menjadi mudah mengeluarkan air maninya.
e. Meninggalkan rasa sakit pada sendi tulang punggung dimana air mani
keluar darinya. Dan akibat dari sakitnya itu, punggung akan menjadi
bungkuk.
f. Menyebabkan anggota badan sering gemetaran, seperti di bagian kaki dsb.
g. Onani bisa menyebabkan kelenjar otak menjadi lemah, sehingga daya
pikir menjadi semakin berkurang, daya faham menurun, dan daya ingat juga
melemah.
h. Penglihatan semakin berkurang ketajamannya, karena mata tidak lagi normal seperti biasanya.
3. Efek kejiwaan dan sosial
1. Ahli ilmu jiwa mengatakan: Sebenarnya, pemuda yang beronani itu juga
merasakan bahwa dirinya sedang berbuat kesalalahan, dan dia pun tahu
bahwa hal itu merupakan perbuatan dosa. Akan tetapi, dia slalu
mengulanginya sebagai kebiasaan. Jadi nafsu pemuda yang bisa beronani
tersebut, sedangkan hati menuntunnya dengan memberikan rasa berdosa dan
resah, karena dia pun menyadari bahwa perbuatan itu melanggar
ajaran-ajaran Allah SWT.
2. Perbuatan onani yang telah menjadi kebiasaan secara berlebihan, akan
menyebabkan urat saraf tidak stabil lagi, kepercayaan diri menjadi
sirna, dan penderitaan akan selalu menyendiri disebabkan rasa malu yang
tertanam didalam jiwanya.
3. Kesenangan selama beronani yang melampaui batas kewajaran akan
menjadikan pemuda semakin kecanduan dalam berbuat. Hidup pun akan terus
terbawa oleh arus perbuatan keji tersebut, yaitu sekedar untuk memuaskan
hasrat nafsu birahi yang memuncak. Dengan kata lain, walaupun hati
kecilnya ingin membebaskan dirinya dari belenggu syahwat yang
menjeratnya, akan tetapi pada akhirnya perbuatan Onani tetap dia lakukan
untuk memenuhi kelezatan dan kesenangan belaka, sehingga kebiasaan
tersebut mendarah daging dan menyatu dengan pelakunya.
Ibnu Qoyyim beucap : “Bahkan perbuatan onani itu hanyalah untuk mencari
kemaksiatan tanpa adanya kenikmatan yang ia dapatkan, Sebenarnya pemuda
yang melakukan perbuatantersebut hanyalah memperoleh rasa sakit, setelah
bekerja keras mengeluarkan spermanya.”
Sebagaimana di lagukan Sya’irnya Oleh Hasan bin Hani’ : “segelas air
kau teguk hanya untuk kesenangan belaka, dan segelas yang lain adalah
sebagai penawar (terhadap akibat kelezatan itu).”
4. Pengobatan
Menikah
Dalam Bab ini merupakan inti penulisan artikel ini, bahwa sebagai Tujuan
akhir penulis adalah untuk memecahkan permasalahnnya. Dikatakan
demikian karena banyaknya pemuda yang tertimpa Musibah penyakit Onani
ini yang tidak mengetahui Hukum dan mudharatnya (bahaya) yang di
timbulkanya. Dan di harapkan pengetahuan yang benar tentang hukum dan
akibat dari perbuatan tersebut, akan merupakan satu langkah untuk menuju
kepada jalan keluar yang terbaik dari lingkaran penyakit syaitan itu.
Memang pemuda yang beronani pada umumnya belum mengetahui jalan keluar
yang mampu melepaskan dirinya dari penyakit yang berbahaya tersebut,
mereka tidak mengetahui cara terbaik untuk memecahkan permasalahan yang
berkenaan dengan gelora nafsu syahwat yang memuncak, sarana yang dapat
digunakan untuk membantu menaklukkan syahwat syaitan tersebut sehingga
dapat membebaskannya dari kebiasaan yang tercela itu kemudian setelah
terbebas dari perbuatan onani pemuda tersebut akan merasakan nikmatnya
iman dan kemantapan taqwanya dalam menetapkan islam sebagai agamanya,
serta akan tumbuh dalam jiwanya gairah hidup baru dengan penuh antusias
dalam mencari ridho Allah SWT.
Jalan keluar seperti itulah yang dibutuhkan oleh mereka yang dihinggapi
penyakit onani. Untuk itu hendaknya setiap pemuda yang mengidap penyakit
ini memperhatikan jalan keluar yang kami berikan, serta menggunakannya
untuk pengobatan diri dengan disertai harapan semoga Allah memberi
kemudahan baginya untuk melepaskan diri dari perbuatan onani tersebut ,
jalan keluar yang akan kami paparkan ini merupakan petunjuk dari Allah
yang tertera dalam kitab suci AlQur’an dan hadist Rosulullah SAW.
Adapun jalan keluar yang terbaik untuk memberantas kebiasaan yang buruk
tersebut adalah kawin (Menikah), yang selain dianggap sebagai sarana
terbaik untuk melampiaskan kebutuhan biologis, juga menghilangkan
perasaan ingin selalu menyendiri. Rosulullah SAW menganjurkan kepada
generasi muda agar segera menikah bagi yang sudah mampu .
Beliau bersabda:
“Wahai para pemuda barang siapa diantara kalian mampu menjalani hidup
berumah tangga segeralah untuk kawin karena dengan demikian pandangan
mata dan kemaluanmu akan lebih terjaga. Sedang yang tidak mampu diantara
kalian hendaknya berpuasa sesungguhnya dengan puasalah dirimu akan
terpelihara dari kemaksiatan .”
Solusi dari Onani
Para ulama memberi nasehat bagi orang yang sudah kecandu onani,
hendaklah ia perbanyak do’a, rajin menundukkan pandangan dari melihat
yang haram, dan rajin berolahraga untuk menurunkan syahwatnya. Namun
jika ia dihadapkan pada dua jalan yaitu berzina ataukah onani, maka
hendaklah ia memilih mudhorot yang lebih ringan yaitu onani, sambil
diyakini bahwa perbuatan tersebut adalah suatu dosa sehingga ia patut
bertaubat, memperbanyak istighfar dan do’a.
Solusi yang bisa dirinci:
1- Banyak berdo’a dan bertaubat kepada Allah, untuk berhenti dari onani selamanya.
2- Harus memiliki tekad, kemauan, dan motivasi yang kuat dari diri sendiri.
3- Bergaullah dengan orang-orang yang alim, cerdas, sholeh, beriman,
bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa Anda menuju
“lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang hobi
onani. Teman karib yang baik sangat berpengaruh pada seseorang ibarat
seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi. Kalau tidak diberi
gratis, kita bisa dapat bau harumnya secara cuma-cuma.
4- Sibukkan diri dengan beribadah terutama banyak melakukan puasa sunnah
karena puasa akan mudah mengekang syahwat. Sibukkan diri pula dengan
menjaga shalat berjamaah, shalat malam, berzikir, dan membaca Alquran
serta melakukan hal bermanfaat seperti olahraga.
5- Jika Anda “hobi beronani”, berhati-hatilah atau waspadalah dengan
kanker prostat! Sebab, hasil riset yang dilakukan oleh Universitas
Nottingham Inggris, menyatakan bahwa pria berusia antara 20-30 tahun
yang “gemar beronani” memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker
prostat. Juga, Sebanyak 34% atau 146 dari 431 orang yang terkena kanker
prostat sering melakukan onani mulai usia 20 tahun. Sekadar tambahan,
kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di kelenjar
prostat, disebabkan karena sel prostat bermutasi dan mulai berkembang di
luar kendali.
6- Hindari melihat tontonan, tayangan, gambar, video, yang “syur”,
“aduhai”, atau porno, baik di internet, televisi, VCD, DVD, dsb. Hindari
juga “bacaan dewasa”, “kisah panas”, atau “bumbu-bumbu seksual”.
7- Sadarilah bahwa onani hanya akan menghabiskan energi dan waktu Anda
yang sebenarnya dapat Anda gunakan untuk melakukan hal-hal lainnya yang
bermanfaat.
Tinggalkanlah onani dan tempuh cara yang halal, lalu ingatlah sabda Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya
Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR.
Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits
ini shohih)
Semoga bermanfaat untuk kaum muda dan bagi Orang tua yang seharusnya
ikut mengawasi dan membimbing Putra-putri kita agar tidak terjerumus
dalam perbuatan yang tidak kita inginkan.