SAMPAI abad ke-11 M, di bawah pemerintahan kaum Muslimin, Palestina
merupakan kawasan yang tertib dan damai. Orang-orang Yahudi, Nasrani,
dan Islam hidup bersama. Kondisi ini tercipta sejak masa Khalifah Umar
bin Khattab (638 M) yang berhasil merebut daerah ini dari kekaisaran
Byzantium (Romawi Timur). Namun kedamaian itu seolah lenyap ditelan bumi
begitu Tentara Salib datang melakukan invasi.
Ceritanya bermula ketika orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani merebut
Anatolia (Asia Kecil, sekarang termasuk wilayah Turki) dari kekuasaan
Alexius I. Petinggi kaum Kristen itu segera minta tolong kepada Paus
Urbanus II, guna merebut kembali wilayah itu dari cengkeraman kaum yang
mereka sebut “orang kafir”.
Paus Urbanus II segera memutuskan untuk mengadakan ekspedisi
besar-besaran yang ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin membara
setelah Paus menerima laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai
Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-orang
Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karena itu, tanah suci Palestina
harus direbut kembali,” kata Paus.
Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh
Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di seluruh
Eropa untuk ikut serta. Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas,
dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau
berperang.
Paus juga meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan-terdiri
atas para uskup, kepala biara, bangsawan, ksatria, dan rakyat
sipil-untuk memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang
bertikai segera bersatu padu untuk mengambil alih tanah suci Palestina.
Hadirin menjawab dengan antusias, “Deus Vult!” (Tuhan menghendakinya!)
Dari pertemuan terbuka itu ditetapkan juga bahwa mereka akan pergi
perang dengan memakai salib di pundak dan baju. Dari sinilah bermula
sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini
sebagai “Perang Demi Salib” untuk merebut tanah suci.
Mobilisasi massa Paus menghasilkan sekitar 100.000 serdadu siap tempur.
Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan
Paus. Peter The Hermit dan Walter memimpin kaum miskin dan petani. Namun
mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di medan pertempuran
Anatolia ketika perjalanan menuju Baitul Maqdis (Yerusalem).
Perang Salib I
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar
bangsaPerancis dan Norman berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke
Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan
Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097
mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha
(Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwinsebagai
raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan
mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi
rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada
15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya,
Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan
ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli(1109 M) dan
kota Tyre (1124 M). Di Tripolimereka mendirikan County Tripoli, rajanya
adalah Raymond.
Tentara Salib yang utama berasal dari Prancis, Jerman, dan Normandia
(Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey dan Raymond (dari
Prancis), Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), dan Robert
Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum
Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal 3 Juni 1098.
Sepanjang perjalanan menuju Palestina, Tentara Salib membantai
orang-orang Islam. Tentara Jerman juga membunuhi orang-orang Yahudi.
Rombongan besar ini akhirnya sampai di Baitul Maqdis pada tahun 1099.
Mereka langsung melancarkan pengepungan, dan tak lupa melakukan
pembantaian. Sekitar lima minggu kemudian, tepatnya 15 Juli 1099, mereka
berhasil merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin. Kota ini
akhirnya dijadikan ibukota Kerajaan Katolik yang terbentang dari
Palestina hingga Antakiyah.(intokiyah)
Pada tanggal 2 Oktober 1187, Sholahuddin Yusuf Al Ayyubi (Panglima Besar
umat islam dalam perang salib dan memerintahkan Sayid Jakfar Al
Barjanji mengarang Maulid) dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai
penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia. Tidak ada
dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang dianjurkan
Al-Qur`an dalam surat An-Nahl ayat 127: “Bersabarlah (hai Muhammad) dan
tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah
kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu
bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Permusuhan dihentikan dan Sholahuddin menghentikan pembunuhan. Ini
sesuai dengan firman dalam Al-Qur`an: “Dan perangilah mereka sehingga
tidak ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka
berhenti (memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali
terhadap orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah: 193)
Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan.
Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Sholahuddin bahkan menangis
tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur
terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan
keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara
lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, juga sedih melihat penderitaan
para tawanan sehingga dia meminta Sholahuddin untuk membawa seribu orang
di antara mereka dan membebaskannya saat itu juga.
Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen
kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya bisa
digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar
tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain, dan
bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta
bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon).
Sholahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik)
meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan
bagian dari Tentara Salib-tetap dibiarkan tinggal dan beribadah di
kawasan itu.
Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah
pasukan besar di bawah komando Phillip Augustus dan Richard “Si Hati
Singa”.
Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul
dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo,Hamimah, dan Edessa. Namun
ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh
Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembaliAntiokhia pada
tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut
kembali.
Perang Salib II
Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristenmengobarkan
Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang
disambut positif oleh rajaPerancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II.
Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria.
Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi.
Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri
melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M.
Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M,
setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir. Hasil
peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem
pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalamPertempuran
Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli
dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik penguasaan daerah. Dengan
demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung
selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggalTirus merupakan kota
besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin
oleh Conrad dari Montferratberhasil sukses dari pengepungan yang
dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin kemudian mundur dan
menaklukan kota lain, seperti Arsuf danJaffa.
Perang Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaumMuslim sangat memukul perasaan Tentara
Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib
dipimpin oleh Frederick Barbarossa rajaJerman, Richard si Hati Singa
raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancismemunculkan Perang Salib
III. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda.
Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa -
saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - melalui jalur darat,
melewati Konstantinopel.
Namun,Barbarossa meninggal di daerah Ciliciakarena tenggelam di sungai,
sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci,
Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikanKerajaan
Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Sholahuddin, namun mereka
berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin.
Philip kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah
kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang
Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa
beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M,
dibuat perjanjian antara Tentara Salib dengan Sholahuddin yang disebut
dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa
orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan
diganggu.
Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam
sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam,
yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak. Tragedi ini
berlangsung di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan
kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.
Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin secara
sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda
Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran
yang hebat Sholahudin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh.
Richard terkesan dengan kebesaran hati Sholahuddin. Ia pun menawarkan
damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa.
Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu,
Sholahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal
mereka datang dengan damai dan tidak membawa senjata. Selama delapan
abad berikutnya, Palestina berada di bawah kendali kaum Muslimin.
Perang Salib IV
Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang
Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman,
Frederik II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke
Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orangKristen Koptik.
Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, rajaMesir
dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian
dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan
Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick
menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim
bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya,
Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada
masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Pada Perang Salib V berlangsung tahun 1218-1221. Orang-orang Kristen
yang sudah bersatu berusaha menaklukkan Mesir yang merupakan pintu masuk
ke Palestina. Tapi upaya ini gagal total.
Kaisar Jerman, Frederick II (1194-1250), mengobarkan Perang Salib VI,
tapi tanpa pertempuran yang berarti. Ia lebih memilih berdialog dengan
Sultan Mesir, Malik Al-Kamil, yang juga keponakan Shalahuddin.
Dicapailah Kesepakatan Jaffa. Isinya, Baitul Maqdis tetap dikuasai oleh
Muslim, tapi Betlehem (kota kelahiran Nabi Isa ‘alaihis-salaam) dan
Nazareth (kota tempat Nabi Isa dibesarkan) dikuasai orang Eropa-Kristen.
Dua Perang Salib terakhir (VII dan VIII) dikobarkan oleh Raja Prancis,
Louis IX (1215-1270). Tahun 1248 Louis menyerbu Mesir tapi gagal dan ia
menjadi tawanan. Prancis perlu menebus dengan emas yang sangat banyak
untuk membebaskannya.
Tahun 1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang
Tunisia. Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk,
Bibars. Louis meninggal di medan perang.
Sampai di sini periode Perang Salib berakhir. Namun, beberapa sejarawan
Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad
II Al-Fatih dari Turki (1453) juga sebagai Perang Salib. Penaklukan
Islam oleh Ratu Spanyol, Isabella (1492), juga dianggap Perang Salib.
Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalikyang menggantikan posisi
Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan
Syaikhul IslamIbnu Taimiyyah. Pada masa merekalahAkka dapat direbut
kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang
berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol,
sampai umat Islam terusir dari sana.