Berdasarkan sumber historiografi tradisional cikal bakal berdirinya
kerajaan Sumedanglarang berawal dari kerajaan Tembong Agung (Tembong
artinya nampak dan Agung artinya luhur).
Berdirinya kerajaan Tembong Agung sangat erat kaitannya dengan kerajaan Galuh Pakuan yang didirikan oleh Wretikandayun
Prabu Wertikendayun penguasa kerajaan Galuh Purwa mempersunting Ratu Candraresmi melahirkan tiga putra yang bernama :
1.Sempak waja, yang menjadi penguasa Saunggalah
2. Jantaka, penguasa denuh
3. Mandiminyak yang menjadi penerus Galuh
Mandiminyak mempunyai kesempurnaan dibandingkan saudaranya Sempakwaja
dan Jantaka yang lahir dalam keadaan cacat fisik,Mandimiyak pemuda yang
Tampan rupawan,Cerdas,dan memiliki bakat kepemimpinan sehingga timbul
kecemburuan saudara-saudaranya setelah mandiminyak menikah dengan putri
cantik rupawan.
Untuk mengobati kecemburuan Sempakwaja dan Jantaka maka Prabu
Wertikendayun menikahkan Sempakwaja dengan Pwah Rababu persembahan dari
kerajaan Saunggalah dan setelah menikah sempakwaja bermukim di
Galunggung dan melahirkan putra PURBASORA
Sedangkan Jantaka dinikahkan dengan Dewi Sawitri,Setelah menikah Jantaka
serta dewi sawitri mengikuti Sempakwaja bermukim di Galunggung karena
merasa tidak layak tinggal di istana pindah ke Denuh dan melahirkan
BIMARAKSA alias Aki Balagantrang nama yang termashur ditatar sunda.
Prabu Mandiminyak lengser keprabon kemudian menobatkan BRATASENAWA
(Sangsena) menjadi pemangku kerajaan Galuh,penobatan tersebut mendapat
reaksi dari kalangan pengagung,karena Bratasenawa lahir tidak melalui
perkawinan yang syah,tetapi hasil perselingkuhan Prabu Mandiminyak
dengan Pwah Rababu istri Sempakwaja yang tidak lain kakak iparnya Prabu
mandiminyak sendiri.
Arya Bimaraksa dan Purbasora menyusun pasukan dengan merekrut rakyat
limbangan dan sumedang bergabung dengan pasukan Purbasora lalu menyerbu
istana Galuh
Sehingga terjadi perang saudara dan Purbasora berhasil merebut istana
Galuh namun Bratasenawa berhasil meloloskan diri ke gunung Merapu
sehingga selamat dari gempuran Pasukan Purbasora.
Setelah Istana Galuh dikuasai Purbasora menjadi pemangku kerajaan
kemudian mengangkat Arya Bimaraksa menjadi Patih dan menikah dengan
Dewi Komalasari dan hasil pernikahannya melahirkan
1. Adji Putih,
2.Usoro,
3.Siti putih,
4. Sekar Kencana
Diawal kekuasaanya Purbasora mengikis habis pengikut Bratasenawa,
Sementara Bratasenawa mendapa bantuan politik dari penguasa Kerajaan
Kalingga utara,Kemudian Candraresmi menobatkan Bratasenawa menjadi
Pemangku kerajaan Kalinggautara kemudian menikah dengan Sanaha
melahirkan Raden Sanjaya, Kehadiran Sandjaya diKalingga utara membuat
kekhawatiran Prabu Purbasora bahwa Sandjaya akan membalas dendam
kekalahan ayahnya Bratasenawa sebagai penguasa sah Galuh.
Dugaan tersebut menjadi kenyataan Istana Galuh diserang oleh pasukan
Sandjaya didalam pertempuran Prabu Purbasora diusia tuanya gugur
ditangan Sandjaya,
Sedangkan Patih Bimaraksa beserta keluarganya berhasil meloloskan diri
kedalam hutan belantara dan pasukan sondjaya kehilangan Jejak Patih
Bimaraksa,
Patih Bimaraksa beserta keluarganya melakukan perjalanan yang sangat
jauh kearah utara melintasi hutan lebat dan melintasi gunung penuh,
Mandalasakti,Gunung SangkanJaya,Gunung Nurmala dan berakhir dikampung Muhara Leuwi Hideung Darmaraja,
Disanalah Bimaraksa mendirikan Padepokan Tembong Agung sekaligus
mendidik putranya Adji putih yang dipersiapkan sebagai Pemimpin yang
tangguh.
Berdirinyanya kerajaan Tembong Agung Menarik Simpati para resi tatar
sunda agar bisa mengatasi ambisi Prabu Sandjaya merebut dan menaklukan
kerajaan-kerajaan berpengaruh ditatar sunda.
Prabu Sandjaya berhasil menggabungkan kerajaan MedangJati, kerajaan Indraprahasta,dengan kerajaan Galuh
Kemudian mengangkat Patih Saunggalah (Kuningan) yaitu Wijayakusumah menjadi pemangku kerajaan Galuh
Sementara Sanjaya pergi ke arah timur (Bhumi Mataram) dan mendirikan kerajaan (Wangsa Sanjaya)
Namun tidak berlangsung lama berkuasa kemudian Wijaya Kusumah digantikan oleh Prabu Permadikusumah.
Diawal kekuasanya memindahkan kerajaan/keraton Galuh ke daerah Bojong
Galuh Karang Kamulyan (Ciamis)kemudian mengangkat patih Agung Arya
Bimaraksa,dan mengangkat Tamperan Barmawijaya (putra Prabu Sandjaya)
menjadi mentri muda kedudukanya sebagai Strategis Tempur/Perang.
Hubungan Prabu Permadikusumah dengan Patih Arya Bimaraksa bertambah
dekat dan Harmonis setelah menikahkan Dewi Naganingrum keturunan Prabu
Purbasora untuk mengikis persetruan saudara dimasa lalu.
kehadiran Bimaraksa diistana Galuh punya peranan cukup besar dalam
perkembangan kerajaan Galuh yang semakin besar besar pengaruh dan
disegani kerajaan-kerajaan ditatar Sunda.
Namun Terjadi pergantian kekuasaan oleh Prabu Tamperan Barmawijaya (Arya
Kebonan) putra Sanjaya. Pasukan sunda ingin menghilangkan sisa2 orang
Galuh yang berpengaruh akibatnya terjadi pertempuran.
Ki Balagantrang (Arya Bimaraksa) berhasil meloloskan diri dari pasukan
Sunda pada malam pembinasaan Prabu Purbasora oleh Rakai Sanjaya kemudian
tinggal di Geger Sunten (sekarang kampung Sodong Desa Tambaksari
Kecamatan Rancah, Ciamis).
Ki Balagantrang berserta pengikutnya berupaya menghimpun kekuatan untuk
merebut kembali Galuh dari tangan Keturunan Sanjaya. Sebagai patih
kawakan dan cucu Prabu Wretikandayun, Balagantrang mudah memperoleh
pengikut dan pendukung, akhirnya Ki Balangantrang berhasil mendekati
cicitnya Sang Manarah (Ciung Wanara) melalui tangan Manarah ini Ki
Balagantrang berhasil merebut Galuh kembali, serangan dilakukan ketika
diadakan acara sabung ayam (panyawungan) kerajaan (antara Ciung Wanara
dan Tamperan Barmawijaya) putra Sanjaya.
Ketika akan melangsungkan persiapkan serangan ke Galuh, putra Ki
Balagantrang yaitu Guru Aji Putih mendirikan kerajaan Tembong Agung di
Sumedang dan menjadi kerajaan bawahan Galuh.
Setelah berhasil merebut Galuh, tahta kerajaan diserahkan kepada Manarah
dan Ki Balagantrang/ Aria Bimaraksa pesiun sebagai patih Galuh. Dan
menjadi Resi Batara Agung.
Ki Balagantrang mempunyai beberapa orang anak yang salah satunya Guru
Aji Putih Dalam Kitab Waruga Jagat bahwa Prabu Guru Aji Putih merupakan
putra dari Ratu Komara keturunan Baginda Syah, putra Nabi Nuh yang
ke-10.
Prabu Guru Aji Putih awalnya mendirikan padepokan di Citembong Agung
Girang Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa
Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja kemudian mendirikan kerajaan Tembong
Agung.
Prabu Guru Aji Putih dari hasil pernikahan dengan Dewi Nawang Wulan
(Ratna Inten) memiliki empat orang putra; yang sulung bernama Batara
Kusumah atau Batara Tuntang Buana yang dikenal juga sebagai Prabu
Tajimalela .yang kedua Sakawayana alias Aji Saka, yang ketiga Haris
Darma dan yang terakhir Jagat Buana yang dikenal Langlang Buana.
Kemunculan kerajaan Tembong Agung mulai diperhitungkan oleh kerajaan
lain, Tembong Agung mendapat pengakuan dan dukungan penuh dari Galuh,
sebab Dewi Nawang Wulan adalah keponakan dari Prabu Purbasora selain
kedudukan Aria Bimaraksa sebagai Maha Patih mempunyai peranan penting di
Galuh sehingga memberikan pengaruh yang besar kepada Tembong Agung,
selain itu pengakuan diberikan pula Prabu Resi Demunawan penguasa
kerajaan Saung Galah, Resi Demunawan merupakan putera dari Prabu Batara
Sempakwaja. Serta penguasa Galuh (Hariang Banga dan Sang Manarah)
Setelah menyerahkan kerajaan Tembong Agung kepada putranya Prabu
Tajimalela, Prabu Guru Aji Putih menjadi mahaguru Prabu Guru Aji Putih
menganut ajaran Sunda Wiwitan / Agama Sunda (Sunda = Suci) yang mengakui
Sang Pencipta itu tunggal. Agama Sunda sudah dianut oleh masyarakat
Sunda kuna sebelum agama Hindu menyebar di tatar Sunda dan sudah ada
sebelum Dewarman bertahta di Salakanagara (130 – 168 ).
Agama Sunda / Sunda wiwitan menganut faham Monotheisme (satu tuhan)
seperti digambarkan dalam Pantun Bogor : “Nya INYANA anu muhung di
ayana, aya tanpa rupa aya tanpa waruga, hanteu kaambeu-ambeu acan, tapi
wasa maha kawasa di sagala karep inyana”. Dalam Sahadat Pajajaran bahwa
inti ajaran Agama Sunda hampir mirip dengan Surat Al Ikhlas.
Agama Sunda memberikan ajaran tentang proses hidup manusia sejak lahir,
hidup, mati dan menitis secara reinkarnasi. Pada hakekatnya ajaran Agama
Sunda mengajarkan “Orang Sunda kudu Nyunda”.
Dalam Babad Darmaraja diceritakan setelah mengetahui adanya agama baru
(Islam) yang hampir mirip dengan agama Sunda maka Prabu Guru Aji Putih
berangkat menuju Mekkah untuk menpendalam Agama Islam, sehingga Prabu
Guru Aji Putih dikenal juga sebagai Prabu Guru Haji Aji Putih atau Haji
Purwa Sumedang yang berarti orang Sumedang pertama berangkat Haji. Prabu
Guru Haji Aji Putih adalah orang jawa yang masuk islam dan berdakwah di
wilayah bawahan kerajaan Sunda Galuh.
Prabu Guru Haji Aji Putih menciptakan beberapa karya sastra yang
bernafaskan Islam salah satunya Ilmu Kacipakuan, Sir Budi Cipta Rasa,
Sir Rasa Papan Raga, Dzat Marifat Wujud Kula, Maring Purbawisesa,
Terahwisesa, Ratu Galuh…..( Getaran jiwa adalah untuk menciptakan
perasaan, perasaan untuk menghidupkan jasmani. Dzat untuk mengetahui
diri sendiri, untuk mendekatkan diri dengan Tuhan pencipta alam semesta,
untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan dan mengetahui hati nurani, Cahaya
Hati / Nurani….).
Setelah wafat Prabu Guru Haji Aji Putih dimakamkan di Situs Astana
Cipeueut terletak di Kampung Cipeueut Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja
Sumedang. Makam Prabu Guru Haji Putih terletak tak jauh dari makam
ayahnya Sanghyang Resi Agung (Arya Bimaraksa) dan Dewi Nawang Wulan
istrinya.