Gunung Wudang terletak di wilayah Kota Shi Yan Propinsi Hubei
barat-laut, di sebelah timur adalah kota kuno Xiangfan, sebelah selatan
adalah hutan primitif Shennongjia, dan sebelah utara adalah daerah waduk
Sungai Danjiang yang menjadi daerah sumber air untuk poyek penyaluran
air ke utara dari selatan Tiongkok.
Puncak Tianzhu , puncak utama Gunung Wudang setinggi 1.612 meter dari
permukaan laut terkenal di seluruh Tiongkok dengan julukan " Pilar
Penyangga Langit". Puncak-pucak lain di sekitarnya yang berjumlah 72
buah jauh lebih rendah daripadanya, dan dari kejauhan terbentuk secara
alami panorama unik di mana 72 puncak seperti membungkuk menghadap
puncak utama.
Gunung Wudang merupakan tanah kramat Agama Dao yang terkenal di
Tiongkok. Kaisar Chendi Dinasti Yuan mensakralkan gunung tersebut
sebagai tanah kramat. Dan sampai Dinasti Ming, oleh Kaisar Shizhong
gunung tersebut diberi penghargaan gunung nomor satu di antara lima
gunung yang terkenal di Tiongkok .
Pada zaman Dinasti Tang, dibangun kelenteng yang pertama yaitu Kelenteng
Wulong atau Kelenteng Lima Naga di gunung tersebut, dan kelenteng itu
diperluas terus pada zaman Dinasti Song.
Untuk mengembangkan Agama Dao Wudang, Kaisar Yongle dari Dinasti Ming
merekrut sekitar 300 ribu tentara , rakyat dan tukang yang ahli untuk
membangun Kelenteng Gunung Wudang yang dirancang menurut kisah dalam
kitab suci Agama Dao. Kelenteng itu merupakan suatu kelompok bangunan
raksasa yang terdiri atas 33 kelenteng yang dibangun dengan menyusuri
satu garis dari kota kuno Jinzhou sampai puncak Tianzhu sepanjang 70
kilo meter.
Maka setelah diselesaikannya pembangunan Kota Terlarang (Istana
Kekaisaran) dan Kuil Langit yang merupakan proyek-proyek berskala besar,
yaitu pada tahun 1412, Kaisar Zhuli memerintahkan tukang dan buruh
sebanyak 300 ribu orang supaya kedua proyek itu dipindahkan ke
Pegunungan Wudang untuk membangun kelompok bangunan agama Dao di sana.
Pembangunan di Pegunungan Wudang itu berlangsung selama 13 tahun hingga
selesai. Pembangunan yang bersakala begitu besar adalah tiada taranya
dalam pembangunan di gunung-gunung terkenal lainnya di Tiongkok.
Bangunan-bangunan di Gunung Wudang dibangun menurut dongeng agama Dao.
Dari kaki gunung sampai ke Balairung Emas di Puncak Pilar Langit
dipasang "jalan dewa" sepanjang 70 kilometer. Sepanjang jalan itu
dibangun sekelompok bangunan yang sangat mengagumkan.
Balairung Emas di Gunung Wudang adalah suatu bangunan yang berciri khas
di Puncak Pilar Langit, dan merupakan balairung perunggu berlapis emas
yang besar yang ada di Tiongkok sekarang ini.
Tingginya 5 meter dan lebarnya 4 meter. Di dalam balairung itu
disemayamkan patung Mahakaisar Zhen Wu Pencipta Agama Tao yang terbuat
dari tembaga berlapis emas dengan beratnya tercatat 10 ton.
Menurut catatan, balairung emas itu ditempa dengan 20 ton tembaga dan
300 kilogram emas di Beijing, kemudian diangkut ke Gunung Wudang yang
letaknya di bagian selatan Tiongkok. Balairung Emas adalah konduktor
baik listrik sehingga setiap kali kilat, menyambar bola sinar akibat
kilat bergelinding mengelilingi balairung tersebut. Pemandangan itu
dijuluki penduduk setempat sebagai "api menempa balairung". Yang aneh
ialah, setiap kali dikenakan kilat, balairung itu tidak pernah mengalami
kerusakan, bahkan tampak baru dan cemerlang seperti bangunan yang baru
saja selesai dibangun.
Hal-hal aneh lain yang mengagumkan mengenai balairung emas itu masih
banyak, misalnya di satu gedung bertingkat lima di Kuil Fuzhen terdapat
satu pilar yang menunjang 12 belandar; di satu ruang yang lain terdapat
satu genta yang berciri khas sangat istimewa, yaitu setiap kali genta
itu dibunyikan, suaranya hampir tidak terdengar di dalam ruang di mana
genta berada, tapi bunyi genta itu terdengar nyaring sekali di luar
ruang tersebut.
Selain itu, di Gunung Wudang masih terdapat banyak sekali bangunan agama
Dao yang sangat mengagumkan. Bangunan-bangunan itu dibangun di atas
gunung dengan menyesuaikan diri dengan kemegahan gunung sehingga
kelihatannya sangat harmonis dengan pemandangan alam. Keharmonisan itu
justru manifestasi filsafat agama Dao yang mengutamakan "hidup
berdampingan secara harmonis dengan alam".
Luas bangunan kelenting itu seluruhnya mencapai lebih dari 1,6 juta
meter persegi, dan dibangun dengan memakan waktu lebih 10 tahun. Sejauh
ini Gunung Wadang telah menyandang sejumlah predikat antra lain warisan
budaya dunia, daerah wisata kelas 4 A, daerah pemandangan kultur tingkat
nasional, unit benda budaya penting yang dilindungi negara, forum
penting kegiatan agama seluruh negeri, kampung halaman silat Wushu dan
Taman Nasional .
Silat Wudang adalah salah satu aliran silat yang tertua dan paling
berpengaruh di Tiongkok, sama seperti Silat Shaolin telah menyemarakkan
dunia persilatan Tiongkok dengan keunggulan dan keistimewaannya
masing-masing .
Berikut kami keistimewaan dari Gunung Wudang.
Pertama, kelompok bangunan kuno di Gunung Wudang termasuk sangat langka
di antara bangunan-bangunan kuno Tiongkok, baik ditinjau dari segi
skala, kerapian struktur dan keindahan dekorasinya. Bangunan-bangunan di
gunung tersebut dibangun pada posisi dan lingkungan yang paling ideal,
baik di lembah yang dalam maupun di tebing yang curam, dan diupayakan
seserasi mungkin dengan lingkungan alam sekeliling, sehingga dijuluki
sebagai Museum Prestasi Bangunan Kuno Tiongkok.
Setiap unit bangunan dibangun pada posisi yang paling layak di puncak,
bukit, lereng , tebing maupun lembah, dengan memanfaatkan sepenuhnya
kemegahan, keunikan dan keindahan lingkungan alam sekeliling, sehingga
membentuk konsep artistik seperti dunia kayangan.
Keharmonisan itu telah memanifestasikan sepenuhnya ide agama Dao tentang
manusia adalah bagian integral dari alam , dan menciptakan bentang alam
hasil perpaduan harmonis keindahan alam dan keindahan sosial budaya.
Keistimewaan lain dari Gunung Wudang ialah suasana kemisteriusan yang
terdapat pada gunung tersebut. Bentang alam Gunung Wudang sangat
beraneka-ragam, curam berbahaya, puncak-puncak yang aneh menakjubkan ,
pemandangan yang indah permai dan lembah hijau yang sunyi. Bukit-bukit
sambung menyambung bagaikan ombak samudera, puncak-puncak menjulang
tinggi bak pencakar langit, sungai-sungai kecil mengalir gemercik
sepanjang masa di dasar lembah, dan hutan-hutan sering berselimutkan
kabut sehingga lebih menambah kemisteriusan suasana .
Di musim semi, Gunung Wudang terlihat lebih hijau semarak, 1001 macam
bunga bersaing bermekaran. Di musim panas, pucak dan bukit sering
bersaputkan awan dan kabut, sehingga lebih menyerupai dunia kayangan.
Di musim rontok, pemandangan di Gunung Wudang akan lebih mempesona,
daun-daun berganti warna menjadi kuning keemas-emasan atau merah
menyala, dan bunga-bunga Kasia harum semerbak. Dan sampai musim dingin,
setelah salju turun, Gunung Wudang akan berselimutkan salju putih, warna
putih dan hitam seolah-olah berdominan di sana, sehingga bentangan alam
di gunung tersebut bagaikan lukisan tradisional Tiongkok dengan tinta
bak, indah dan megah.
Keistimewaan lain dari Gunung Wudang yalah kebudayaannya yang merupakan
khazanah bangsa. Gunung Wudang adalah gunung terkenal agama Dao, dan
oleh umat agama Dao gunung itu disakralkan sebagai gunung dewata. Gunung
itu pernah dijadikan tempat untuk mengadakan upacara agama Dao atau
Buddha yang terbesar di Tiongkok. Rincian tentang kebudayaan agama Dao
di Gunung Wudang sangat kaya, dan kebudayaan Wudang yang diwakili agama
Dao merupakan bagian komponen penting dari kebudayaan tradisional bangsa
Tionghoa.
Silat Wudang yang sudah bersejarah lama itu juga merupakan salah satu keistimewaan dari Gunung Wudang .
Konon dikisahkan seorang pendeta agama Dao terkenal bernama Zhang
Sanfeng dengan bakat dan kepandaiannya telah berhasil menciptakan aliran
silat yang dinamakan Neijiaquan yang menggunakan tenang untuk
menundukkan gerak, dan dengan lembut menaklukkan keras. Aliran silat
tersebut menjadi satu aliran besar dalam dunia persilatan di Tiongkok,
dan sangat terkenal di dunia.
Zhang Sanfeng (Chang Sanfeng/Thio Samhong/Thio Kunpo).
Di masa mudanya, Thio Sam Hong adalah murid yang sangat berbakat di Kuil
Shaolin. Karena diperlakukan semena-mena oleh para seniornya, beliau
keluar dari Kuil Shaolin dan belajar mengembangkan Kungfu sendiri dengan
memperhatikan berbagai fenomena alam seperti terpaan angin keras
terhadap pohon bambu, pertarungan bangau dan ular, kokohnya pertahanan
belalang sembah dari terpaan angin, dan lain-lain. Setelah mengerti dan
memahami Intisari Alam Semesta, Thio Sam Hong muda menyepi di gunung Hua
San untuk menyempurnakan ilmu-ilmunya. Pada saat beliau turun gunung,
beliau menjelajahi seluruh Tiongkok dan mengadu ilmunya dengan para ahli
bela diri dan para pendekar dari berbagai aliran. Berdasarkan literatur
kuno, tercatat dua pertarungan yang sangat terkenal. Pertarungan yang
pertama adalah pertarungan antara Thio Sam Hong dengan pegulat nomor
satu Mongol yang sangat besar, kuat dan agresif. Belakangan diketahui
bahwa pegulat tersebut juga sangat ahli dalam berbagai aliran Kungfu
Tiongkok. Pegulat Mongol tersebut konon mengalahkan banyak petarung Kuil
Shaolin dan sejumlah pendekar aliran keras lainnya. Pertarungan antara
Thio Sam Hong dengan Pegulat Mongol tersebut dimenangkan oleh Thio Sam
Hong dengan ilmu barunya, yaitu Tai Chi Quan/Taijiquan. Pertarungan
kedua adalah pertaruangan Thio Sam Hong yang seorang diri mengalahkan
lebih dari 100 orang gangster di sarang penyamun hanya dengan tangan
kosong. Semenjak itu, Thio Sam Hong diakui oleh seluruh kalangan
persilatan sebagai Pendekar Tanpa Tanding saat itu. Setelah merasa cukup
dalam perantauanya, Thio Sam Hong naik ke gunung Wudang (Butong) dan
mendirikan Perguruan Wudang dengan basis utama pengajarannya, yaitu
Taoisme. Thio Sam Hong sendiri diyakini merupakan Pencipta Ilmu Tai Chi,
dan sangat ahli dalam Ilmu Tao Yin (Nei Kung/Nei Gong). Konon Thio Sam
Hong hidup dalam 3 (tiga) zaman dinasti, yakni Dinasti Song, Dinasti
Yuan(Monggol, dan Dinasti Ming (Han), dan Thio Sam Hong dikenal sebagai
immortal Taoist.
Silat Wushu Gunung Wudang berkaitan mendalam dengan filsafat yang
dijunjung oleh agama Dao. Para penganut agama Dao biasanya berlatih
silat Wushu sambil mengadakan studi tentang agama Dao.
Silat Wushu mengutamakan pembugaran badan dan bela diri. Silat Wudang
tampaknya halus dan lambat gerak-geriknya, tapi justru kehalusan dan
kelambatan itulah dapat mengalahkan silat yang geraknya cepat dan keras.
Silat Wudang juga terkenal dengan keunggulannya untuk mengalahkan
lawannya tanpa bergerak lebih dulu, melainkan tunggu lawannya yang
memukul lebih dulu dan baru membalasnya. Pendek kata, Silat Wudang sama
terkenal dengan Silat Shaolin di Tiongkok .
Keistimewaan lain dari Gunung Wudang yalah sangat kayanya sumber daya
tumbuh-tumbuhan untuk bahan obat tradisional Tiongkok, sehingga dijuluki
sebagai Gudang Obat Alami Tiongkok.
Hampir setiap pendeta agama Dao di gunung tersebut dapat mengobati penyakit dengan resepnya sendiri yang sangat mujarab.
Keistimewaan lain dari Gunung Wudang yalah musik agama Dao yang sangat
khas dan berharga sebagai komponen penting warisan budaya agama Dao
Gunung Wudang. Musik agama Dao itu merupakan perpaduan antara musik
istana, musik rakyat dan musik agama, memiliki gaya tersendiri yang
anggun, santai dan mistik.