Asal-usul Dinasti Bani Umayyah
Nama ” Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah ibnu” Abdi Syam ibnu
”Abdi Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama
Jahiliyah. Bani Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki
ikatan famili dengan para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak
kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan, salah seorang
keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi
bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidin.
Pada masa Ustman, Mu’awiyah diduga memiliki hubungan yang kuat dengan
Ustman, sehingga terjebak dengan praktik nepotisme dengan Mu’wiyah.
Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat nepotismenya kepada Bani
Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para pendukung Sayidina
Ali.
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Mu’awiyah mulai
bekerja. Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu
mengambil posisi kekuasaan dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa
Kholifah Ustman, betapa Mu’awiyah mampu membangun koalisi nepotis dengan
Ustman, sehingga Bani Umayah tetap menjadi pihak yang diuntungkan.
Setelah Khalifah Usman bin Affan wafat, masyarakat beramai-ramai
membaiat Sayidina Ali bin abi Thalib sebagai Khalifah. Dan Sayidina Ali
memerintah hanya enam tahun . selama masa pemerintahannya Beliau
menghadapi berbagai pergolakan (keadaan yang tidak tenang) . tidak ada
masa sedikit pun yang dapat dikatakan stabil . setelah menduduki jabatan
khalifah Sayidina Ali memecat para Gubernur yang diangkat oleh Khalifah
Usman. Beliau yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena
keteledoran mereka. Beliau juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan
oleh Sayidina Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali system distribusi pajak
tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana yang pernah ditetapkan
pada masa Khalifah Sayidina Umar.
Tidak lama setelah itu, Sayidina Ali bin Abi Thalib menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, karena
Sayidina Ali tidak mau menghukum para pembunuh Sayidina Usman dan mereka
menuntut bela terhadap darah Khalifah Usman yang telah ditumpahkan
secara zalim. Hembusan tersebut diperkirakan datang dari Mu'awiyah yang
masih jadi Gubernur Damaskus dan masih ada ikatan Darah dengan Sayidina
Utsman (konspirasi politik Mu'awiyah)
Sayidina Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Beliau mengirim
surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk
menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak.
Akhirnya pertempuran yang dasyat pun terjadi berkobar. Perang ini
dikenal dengan “Perang Jamal (Unta) karena dalam pertempuran itu
dipimpin oleh Sayidah Aisyah yang menunggangi Unta, dan Sayidina Ali
berhasil mengalahkan lawannya.serta mengembalikan Sayidah Aisyah ke
Madinah dengan Kehormatan.
Bersama dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Sayidina Ali juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari Gubernur di Damaskus, Mu’awiyah,
yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaanya. Sayidina Ali bergerak dari Kuffah menuju
Damaskus dengan sejumlah besar tentara . pertemuan yang terjadi di sini
yang dikenal “ Perang Shiffin” perang ini di akhiri dengan tahkim
(arbitrase) ternyata tidak menyelesaikan masalah jutru menimbulkan
golongan ketiga , al-Khawarij yaitu orang-orang yang keluar dari
barisan Ali. Akibatnya diujung pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Thalib
ada tiga kekuatan politik , yaitu al-Khawarij (orang – orang yang keluar
dari barisan Ali), Syi’ah (pengikut Ali), Mu’awwiyah.
Keadaan ini tidak menguntungkan Sayidina Ali. munculnya kelompok
al-Khawarij menyebabkan melelamahnya barisan Ali sedangkan barisan
Muawwiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (66o M) Sayidina
Ali terbunuh oleh anggota khawarij.
Kedudukan Sayidina Ali sebagai khalifah dijabat anaknya Sayidina Hasan
selama beberapa bulan , namun karena ternyata Sayidina Hasan dianggap
lemah , sementara Muawwiyah semakin kuat, karena kelicikan Muawwiyah
dengan mudah ia menduduki jabatan Putra Sayidina Ali. Sekarang Muawwiyah
ibn Abi Sufyan sebagai penguasa. Mulai dari masa Abu Bakar sampai ke
Ali dinamakan Khulafah Rasyidah. Para Khalifahnya disebut al-Khulafa
Rasyidun (orang-orang yang mendapat petunjuk).
Pada periode ini Islam berbentuk kerajaan diwariskan secara turun
temurun selain itu dalam bertindak khalifah mengadakan musyawarah
dengan pembesar-pembesar yang lain, sedangkan, khalifah-khalifah
sesudahnya sering bertindak otoriter.
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi masa kekuasaan Umayyah ,
pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis
(kerajaan turun temurun).
Sementara pada masa-masa Sayidina Ali, Mu’awiyah telah mulai melakukan
gerakan politik untuk meraih posisi puncak dalam kekuasaan. Mu’awiyah
mampu memanfaatkan kelemahan dan keluguan kekuasaan Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah memiliki kekuatan penuh,
sehingga pada saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung mengambil alih
kekuasaan dengan sangat mudah dan terkordinasi dengan baik.
Salah satu kepekaan nalar politik Mu’awiyah ialah mampu belajar pada
pengalaman yang terjadi pada tiga khalifah sebelumnya, yang berakhir
dengan pembunuhan. Pilihan memindahkan kekuasaan ke luar Jazirah Arab,
menunjukkan sikap dan kecerdasan politik Mu’awiyah dalam menghindari
pergolakan antar kubu yang sangat tragis di kalangan umat Islam di
jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari tragedi pembunuhan
yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya.
Akhirnya, Mu’awiyah dan dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar
jazirah Arab, mencoba bersebarangan dengan para pendahulu-pendahulunya
yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab.
Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun 660 M. ibu kota kerajaan Arab
dipindahkan ke Damaskus, tempat kedudukan baru khilafah Bani Umayah,
sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam,
pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat
Yunani Romawi Timur.
Sistem Pergantian Kholifah
Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan
secara demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu,
Mu’awiyah mengubah model pemerintahnya dengan model pemerintahan
monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).yaitu sebagai berikut:
Kronologi Bani Ummayyah
661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Ummayyah.
670 M- Perluasan ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.
677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke Konstantinopel.
680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Husain.
685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara.
711 M- Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana.
713 M- Penaklukan Multan.
716 M- Serangan ke Konstantinopel.
717 M- Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan.
725 M- Tentara Islam merebut Nimes di Perancis.
749 M- Kekalahan tentara Ummayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyyah.
750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani Ummaiyyah.
756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba. Memisahkan diri dari Abbasiyyah.
Kekhalifahan Utama di Damaskus
Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M
Keamiran di Kordoba
Abdur-rahman I, 756-788
Hisyam I, 788-796
Al-Hakam I, 796-822
Abdur-rahman II, 822-888
Abdullah bin Muhammad, 888-912
Abdur-rahman III, 912-929
Kekhalifahan di KordobaSunting
Abdur-rahman III, 929-961
Al-Hakam II, 961-976
Hisyam II, 976-1008
Muhammad II, 1008-1009
Sulaiman, 1009-1010
Hisyam II, 1010-1012
Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
Abdur-rahman IV, 1021-1022
Abdur-rahman V, 1022-1023
Muhammad III, 1023-1024
Hisyam III, 1027-1031
Masa Keemasan Bani Umayyah
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai
pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya
Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin
Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada
Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang
pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan
penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir
terbunuhnya Sayidina Ali bin Abi Thalib.
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada
masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali, dimulai dengan menaklukanTunisia, kemudian ekspansi ke sebelah
timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai
melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada
masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim
tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad,
Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke
India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai
keMultan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid
bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat
suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya,
benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat
ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya
menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua
Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama
Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kotaSpanyol,
Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota
lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol
yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak
lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui
pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerangBordeaux, Poitiers. Dari sana ia
mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar
kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali
keSpanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada
zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun
barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat
luas. Daerah-daerah itu meliputiSpanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina,
Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,Afganistan, daerah yang
sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, danKirgistan di
Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa
dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan
dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang
lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha
menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin
Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di
daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa
Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan
ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M)
meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang
cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun
jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya,
pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti
bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin
Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis
(kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika
dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap
anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi
oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah
tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi
sendiri dari kata-kata tersebut dimanakhalifah Allah dalam pengertian
penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari
al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung pendapatnya.
Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi
perjanjiannya denganHasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang
menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada
pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknyaYazid bin Muawiyah
sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa
kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah
kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk
memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini,
semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan
Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.
Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada
tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain
bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak
seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala Sayidina
Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus,
sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin
mereka Husain bin Ali, terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan
di antaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada
685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali
(yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan
lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara
kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah
bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah
setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil
menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak
sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah
kembali mengepung Madinahdan Mekkah secara biadab seperti yang
diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak
terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama kemudian
Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa
kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan
pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi
dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.
Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok
Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat
orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada
pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota
di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka
jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu diangkat
sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan
negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik
daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri menjadi
prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan
dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun
berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada
penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya.
Kemerosotan Bani Umayyah Damaskus
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh
Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup
dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau.
Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat
menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik
cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya,
Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu
kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan
Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang
didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin
Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi,
karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil
dipadamkannya.
Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah
yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal
ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750
M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan
bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad,
khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke
Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian
Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur
(Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era
baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
Bani Umayyah Andalusia
Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan
oleh umat Islampada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin
Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah
menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi
dari dinasti Bani Umayyah.
Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang
dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang
lebih luas lagi. Kemudian pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin
Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona,Seville, dan Merida
serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya,
mulai dari Zaragoza sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana sasaran ditujukan
untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan.
Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal
dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan
diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan
pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini ia
mencoba menyerang kotaTours, di kota ini ia ditahan oleh Charles Martel,
yang kemudian dikenal denganPertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh
sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali
ke Spanyol.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial,
politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara
politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam
beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak
toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama
Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa
dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh
secara brutal.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama
disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi
pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan
pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigothadalah ketika Roderic
memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara
Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo,
diberhentikan begitu saja.
Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak
Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan
Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum
muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Roderick dengan
Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung
dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam
untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah
kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderic
yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai
semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga
mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum
Muslimin.
Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari
tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh
percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang
ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan
tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat
dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut
kehadiranIslam di sana.
Keberhasilan Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :
1. Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga
berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
2. Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan
”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan
keselamatan dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika
sedang melaksanakan shalat.
3. Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah
membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah
sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan
Umayyah.
4. Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian
dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini,
semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik
pada waktu itu.
5. Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd
Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang
dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
6. Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
7. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga
tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas
disediakan oleh Umayyah.
8. Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman
sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia
berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
9. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa
resmi administrasi pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan
Pahlawi sehingga sampai berdampak pada orang-orang non Arab menjadi
pandai berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan pengetahuan tata bahasa
Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh Sibawaih
dalam al-Kitab.
10. Merubah mata uang yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Sebelumnya mata uang Bizantium dan Persia seperti dinar dan dirham.
Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan
memakai kata-kata dan tulisan Arab.
11. Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya,
benua Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di
bawah kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan
Kordova, Granada, dan Toledo.
12. Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus
dirubah menjadi mesjid, sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai
mesjid dan gereja. Di al-Quds (Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid
al-Aqsha. Monumen terbaik yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubah
al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha yang menurut riwayatnya tempat
Nabi Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan
mi’raj ke langit, mesjid Cordova di Spanyol dibangun, mesjid Mekah dan
Madinah diperbaiki dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.
13. Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.
b). Bidang Immaterial
1. Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya
memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri
dan Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir,
hadits, fikih, dan kalam.
2. Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka
terhadap syair Arab Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn
Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri (w. 701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah
(w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w
732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni
Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa
filsafat dan eksakta. Dan ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang,
yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-kota yang menjadi pusat
ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain kota
Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan
ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul
Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu
al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan
al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan
Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu
eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul
Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan
ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah
dan amtsal.
Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang
bersumber dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari
tentang tafsir al-Qur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan
termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau
telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian
kesulitan-kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist,
yang pada gilirannya melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab tentang
ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim.
Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu
Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab
az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami
al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam
bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Ibn
Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu Syihab
telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus
berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai
dilakukan.
4. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga
dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia
memerintahkan penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang
dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian
diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah
memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang
dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan
oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak
buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk karya Aristoteles
:Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya Porphyrius
:Isagoge.
Kemunduran Dinasti Umayyah
Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah,
sejak Umayah berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang
berarti bagi Islam. Tetapi, kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara
yang keras dan kasar seperti yang dilakukan oleh Mu’awiyah seperti pasa
saat ia merebut kekkuasaan, dan ditambah lagi dengan pola suksesi yang
bersifat keluargaan telah memunculkan perlawanan yang keras dari
lawan-lawan politik Bani Umaya. Sejak sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik,
khalifah-khalifah Bani Umayah terus mengalami melemah, bukan hanya
moral tetap juga lemah dalam kekuataan politik. Kelemahn ini tentu saja
terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-musuh Bani Umayah untuk
dihancurkan, dan segera diganti.
Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara lain :
1. System suksesi khalifah dengan cara dinatian bukan tradisi Arab dan
lebih mengandalkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga
menimbulkan menimbulkan persaingan yang keras di kalangan anggota
keluarga.
2. Latar belakang terbentuknya Bani Umayah tidak terlepas dari konflik
politik yang terjadi di masa Ali. Ktbu Ali (Syi’ah) dan kubu khawarij
yang masih tersisa, terus menjadi oposisi dan melakukan perlawanan
terhadap Bani Umayah, baik dengan terang-terangan maupun dengan cara
sembunyi-sembunyi. Penumpasan terhadap kelompok-kelompok ini, banyak
menyedot kekuatan pemerintah Bani Umayah.
3. Pada masa Bani Umayah pertentangan etnis antara suku Arabia Utara
(Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) terus menruncing. Konflik ini
membuat penguasa Bani Umayah merasa kesulitan dalam menggalang
persatuan dan kesatuan.
4. Faktor lemahnya Bani Umayah juga akibat sikap hidup mewah orang-orang
di lingkungan istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kekuasaan. Kemudian, banyak para agamawan yang kecewa
dengan penguasa Bani Umayah karena penguasa ini sudah tidak
memperhatikan pengembangan agama.
5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn
Abd Thalib yang mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan
Syi’ah dan kaum Mawali.
Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh pembunuhan terhadap
khalifah Marwan yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shaffah, setelah itu
ia menjadi khalifah dalam kekuasaan umata Islam. Kemudian kelompok Abul
Abbas, beralih menghancurkan Yazid bin Umar bin Hubairah, yang merupakan
benteng terakhir kekuasaan dinasti Umayah.
Jadi, hancurnya dua kekuayaan Umayah ini, menjadi akhir dari kiprah bani Umayah dalam sejarah kekuasan Islam.
Berbagai kekejaman yang di lakukan oleh kaum Mu'awiyah telah Menoreh kan
tinta sejarah politik kotor di awal perkembangan Islam. Dan walau
bagaimanapun juga Bani Umayah telah Menoreh kan tinta dalam sejarah
peradaban Islam di Dunia
Semoga dengan riwayat tersebut orang2 pemerintahan di masa sekarang
lebih bijak dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat serta kepentingan
Negara.