Kerajan Safawi bermula dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil,
sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Safawiyah karena
pendirinya bernama Syech Safiyudin Ishaq (1252-1334) seorang guru agama
yang lahir dari sebuah keluaraga Kurdi di Iran Utara. Beliau merupakan
anak murid seorang imam Sufi yiaitu Sheikh Zahed Gilani (1216–1301, dari
Lahijan.) Safi Al-Din kemudiannya menukar Ajaran Sufi ini kepada Ajaran
Safawiyah sebagai tindak balas kepada pencerobohan tentera Mongol di
wilayah Azerbaijan
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan untuk memerangi
orang-orang ingkar dan golongan Ahl al-Bid’ah Namun pada
perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi
gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan
Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi
al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi gelar Khalifah untuk
memimpin murid-murid di daerahnya masing-masing.
Gerakan Safawi mewakili sebuah kebangkitan Islam Populer yang menentang
dominasi militer yang meresahkan dan bersifat eksploitatif. Tidak
seperti gerakan lainnya,gerakan Safawiyah memprakarsai penaklukan Iran
dan mendirikan sebuah baru yang berkuasa dari 1501 sampai 1722. Sang
pendiri mengawali gerakannya dengan seruan untuk memurnikan dan
memulihkan kembali ajaran Islam.
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaan,
kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya,
kerajaan ini dapat berkembang dengan cepat. Nama safawi ini terus
dipertahankan sampai tarekat Sfawiyah menjadi gerakan politik dan
menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam
perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki
Usmani
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerjaan besarislam lainnya
seperti kerajan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai
penganut Syi’ah dan dijadikan madzhab Negara. Oleh karena itu, kerajaan
Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya Negara Iran
dewasa ini.
Perkembangan Kerajaan Safawi di Persia
Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya,
kerajaan Safawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya,
kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama Safawi ini terus di
pertahankan sampai tarekat Safawiyah menjadi suatu gerakan politik dan
menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Safawi. Dalam
perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan kerajaan Turki
Utsmani.
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam
lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini
menyatakan sebagai penganut Syi'ah dan dijadikan sebagai madzhab negara.
Oleh karena itu, kerajaan Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama
terbentuknya negara Iran dewasa ini .
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di
daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai
dengan nama pendirinya Syaikh Safiyuddin., salah satu keturunan Imam
Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada awalnya tarekat ini bertujuan
memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi
orang-orang ahli bid'ah. Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia
mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat
local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria
dan Anatolia. Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah)
sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan
kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka
dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi'ah).
Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara
yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang
bermazhab selain Syiah.
Bermula dari prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada
masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas
geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa
Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya
menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di
tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AK
Koyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang
ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460
M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya
dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun
1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah
Isma'il yang kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia dan
mengatakan bahwa Syi'ahlah yang resmi dijadikan mazdhab kerajaan ini.
Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran
Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai
rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476
M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan
Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga
pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh. Ali, putera dan pengganti Haidar,
didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya,
terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Ya'kub pemimpin AK Koyunlu
menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan
ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera
mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara
sepupunya. Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil.
Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali
bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M)
Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada
Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan
untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu
diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M, pasukan
Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu
(domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha
memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan akhirnya
berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan
dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I.
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh
tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia
dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M),
menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar
Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M),
Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu
wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur
Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) .
Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk
terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti
Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan mengadakan ekspansi ke wilayah
kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam peperangan ini Ismail I
mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin oleh sultan Salim
dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya
Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer
Turki di negerinya.
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail.
Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan
hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan
Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk
dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan sukusuku Turki, pejabat
keturunan Persia dan Qizibash.
Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal
Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi
beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II
(1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja
tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan
sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat,
juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan
Safawi sendiri.
Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :
1. Isma'il I (1501-1524 M)
2. Tahmasp I (1524-1576 M)
3. Isma'il II (1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
5. Abbas I (1587-1628 M)
6. Safi Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M)
9. Husein I (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)
Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi kerajaan Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa diatasi
setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik tahta (1588-1628 M).
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan
kerajaan Safawi adalah:
1. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara
membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang
bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan
menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas
berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu
Bakar, Umar dan Usman) dalam khutbahkhutbah Jum'at. Sebagai jaminan atas
syarat itu, Abbas menyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai
sandera di Istanbul.
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia
berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu
stabilitas negara dan sekaligus berhasil merebut kembali beberapa
wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz,
Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan
usmani.
Kemajuan yang di capai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang
politik, melainkan bidang lainnya juga mangalami kemajuan.
Kemajuan-kemajaun itu antara lain :
1. Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi pada masa itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan
Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan
demikian Safawiyah menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur.
Di samping sector perdagangan, Safawiyah juga mengalami kemajuan dalam
bidang pertanian, terutama hasil pertanian dari daerah Bulan Sabit yang
sangat subur (Fertille Crescent).
2. Bidang Ilmu Pengatahuan
Sepanjang sejarah Islam Persia di kenal sebagai bangsa yang telah
berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu
Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din
al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof,
ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah mengadakan
observasi tentang kehidupan lebah.
3. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah
bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini.
Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas
Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan
kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan
terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273
pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan,
keramik, permadani dan benda seni lainnya.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam
raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman
(1667-1694 M), Husein (1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas
III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi
tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru
memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran. Raja
Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena
dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar
kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya
mengakibatkan mundurnya kemajuan kemajuan yang telah diperoleh dalam
pemerintahan sebelumnya (Abbas I).
Kota Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh
kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan,
sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja
yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal.
Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam
terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa
bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Ia
memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi'ah yang sering
memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini
membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehinggamereka
berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Safawi. Pemberontakan
bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali tahun 1709 M di bawah
pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar.
Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan
berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia dapat
mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu
merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena desakan dan
ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud
dan mengangkatnya menjadi gebernur di Qandahar dengan gelar Husei Quli
Khan (budak Husein). Dengan pengakuai ini, Mir Mahmud makin leluasa
bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut Kirman dan tak lama kemudian
ia menyerang Isfahan dan memaksa Shah Husein menyerah tanpa syarat. Pada
tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Mir
Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah seorang putera Husein, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh
dari suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang
sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota
Astarabad. Tahun 1726 M, Tahmasp II bekerjasama dengan Nadir Khan dari
suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki
Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur
dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri
terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian Dinasti Safawi kembali
berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II di pecat oleh
Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika
itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8
Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan
Abbas III. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di
Persia.
Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya
kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi'ah merupakan ancaman bagi kerajaan
Usmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar
ini.
2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan
Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja
Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama
tujuh tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri menangani
pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.
3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak
memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash .
Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak
dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani.
Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap
lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
Selain hal tersebut di atas,pada abad 17 beberapa kalangan Ulama Syiah
tidak lagi mau mengakui bahwa Safawiyah telah mewakili pemerintahan sang
imam tersembunyi.pertama,Ulama mulai meragukan otoritas Syah yang
berlangsung secara turun temurun tersebut sebagai penanggung jawab
pertama atas ajaran islam Syiah. Kedua, selaras dengan keyakinan
Syiah,bahkan semenjak masa keghaiban besar tahun 941 sang imam
tersembunyi tidak lagi terwakili di muka bumi oleh Ulama.Selanjutnya
Ulama menegaskan bahwasannya Mujtahid menduduki otoritas keagamaan yang
tertinggi.
Kehancuran rezim ini juga di sebabkan sejumlah perubahan yang luar biasa
dalam hal hubungan negara dan agama.Safawiyah semula merupakan sebuah
gerakan,tetapi setelah berkuasa rezim ini justru menekan bentuk bentuk
millenarian islam sufi seraya cenderung kepada pembentukan lembaga ulama
negara. Safawiyah menjadikan Syiisme sebagai agama resmi Iran, dan
mengeliminir pengikut sufi mereka sebagai mana yang dilakukanya terhadap
ulama sunni.
Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern.
Hampir diseluruh wilayah muslim, priode pramodern yang berakhir dengan
Interfensi, penaklukan bangsa eropa, dan dengan pembentukan beberapa
razim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh
politik bangsa eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium
Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama. Demikianlah, Rezim safawiyah
telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi persia
perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun
berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur unsur kesukuan yang utama, dan
mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan
mandiri.