Kekaisaran Persia (Persia: امپراتوری ایران) adalah sejumlah kekaisaran
bersejarah yang berkuasa di Dataran Tinggi Iran, tanah air asal Bangsa
Persia, dan sekitarnya termasuk Asia Barat, Asia Tengah dan Kaukasus.
Saat ini nama Persia dan Iran sudah menjadi kebiasaan; Persia digunakan
untuk isu sejarah, dan kebudayaan, dan Iran digunakan untuk isu politik.
Bangsa yang dikemudian hari memproklamirkan diri sebagai Republik Islam
Iran ini didominasi oleh Syi'ah.
Kekaisaran Media dan Kekaisaran Akhemeniyah (3200SM – 330SM)
Dari tulisan-tulisan sejarah, peradaban Iran yang pertama ialah
Proto-Iran, diikuti dengan peradaban Elam. Pada milenium kedua, dan
ketiga, Bangsa Arya hijrah ke Iran, dan mendirikan kekaisaran pertama
Iran, Kekaisaran Media (728SM-550SM). Kekaisaran ini telah menjadi
simbol pendiri bangsa, dan juga kekaisaran Iran, yang disusul
denganKekaisaran Akhemeniyah (648SM–330SM) yang didirikan oleh Koresh
yang Agung.
Koresh Agung juga terkenal sebagai pemerintah pertama yang mewujudkan
undang-undang mengenai hak-hak kemanusiaan, tertulis di atas artefak
yang dikenal sebagai Silinder Koresh. Ia juga merupakan pemerintah
pertama yang memakai gelar Agung dan juga ShahIran. Di zamannya,
perbudakan dilarang di kawasan-kawasan taklukannya (juga dikenal sebagai
Kekaisaran Persia.) Gagasan ini kemudian memberi dampak yang besar pada
peradaban-peradaban manusia setelah zamannya.
Kekaisaran Persia kemudian diperintah oleh Cambyses selama tujuh tahun
(531SM - 522SM) dan kemangkatannya disusul dengan perebutan kuasa.
Akhirnya Darius yang Agung(522SM -486SM) menang, dan dinyatakan sebagai
raja.
Ibu kota Persia pada zaman Darius dipindahkan ke Susa dan ia mulai
membangunPersepolis. Sebuah terusan di antara Sungai Nil dan Laut Merah
turut dibangun, dan menjadikannya pelopor untuk pembangunan Terusan
Suez. Sistem jalan juga turut diperbaharui, dan sebuah jalan raya
dibangun menghubungkan Susa, dan Sardis. Jalan raya ini dikenal sebagai
Jalan Kerajaan.
Selain itu, mata uang syiling dalam bentuk daric (syiling emas) dan juga
Shekel (syilingperak) diperkenalkan ke seluruh dunia. Bahasa Persia
Kuno turut diperkenalkan, dan diterbitkan di dalam prasasti-prasasti
kerajaan.
Di bawah pemerintahan Koresh yang Agung, dan Darius yang Agung,
Kekaisaran Persia menjadi sebuah kekaisaran yang terbesar, dan terkuat
di dunia zaman itu. Pencapaian utamanya ialah sebuah kekaisaran besar
pertama yang mengamalkan sikap toleransi, dan menghormati budaya-budaya,
dan agama-agama lain di kawasan jajahannya.
Kekaisaran Seleukus (330SM ~ 248SM)
Pada tahun 330SM Kekaisaran Akhemeniyah diserang oleh Kerajaan Yunani
yang di pimpin salah satu jenderal dari Alexander Agung yang bernama
Seleukus dan lahirlah pemerintahan baru Persia yaitu Kekaisaran Seleukus
dari Yunani. Seleukus mengangkat dirinya menjadi Kaisar setelah
Alexander Agung wafat.
Kekaisaran Iran Ketiga: Kekaisaran Parthia (248SM – 224M)
Parthia bermula dengan Dinasti Arsacida yang menyatukan, dan memerintah
dataran tinggi Iran, yang juga turut menaklukkan wilayah timur Yunani
pada awal abad ketiga Masehi, dan juga Mesopotamia antara tahun 150 SM
dan 224 M. Parthia juga merupakan musuh bebuyutan Romawi di sebelah
timur, dan membatasi bahaya Romawi di Anatolia. Tentara-tentara Parthia
terbagi atas dua kelompok berkuda, tentara berkuda yang berperisai, dan
membawa senjata berat, dan tentara berkuda yang bersenjata ringan, dan
kudanya lincah bergerak. Sementara itu, tentara Romawi terlalu
bergantung kepada infantri, menyebabkan Romawi sukar untuk mengalahkan
Parthia. Tetapi, Parthia kekurangan teknik dalam perang tawan,
menyebabkan mereka sukar mengawal kawasan taklukan. Ini menyebabkan
kedua belah pihak gagal mengalahkan satu sama lain.
Kekaisaran Parthia tegak selama lima abad (Berakhir pada tahun 224 M,)
dan raja terakhirnya kalah di tangan kekaisaran lindungannya, yaitu
Sassania.
Kekaisaran Iran Keempat: Kekaisaran Sassania (226–651)
Kekaisaran Persia Sassania (bahasa Persia: دودمان ساساني) (diucapkan
[ˈsæsənɪd]; disebut juga Kekaisaran Sassania, Kekaisaran Sasania, atau
Kekaisaran Sassaniyah) adalah kekaisaran bangsa Iran yang ketiga dan
kekaisaran Persia yang kedua. Kekaisaran Sassania merupakan Kekaisaran
Persia pra-Islamterakhir dan dipimpin oleh Dinasti Sassania pada tahun
224 hingga 651 M. Kekaisaran Sassania, yang menggantikan Kekaisaran
Parthia atau Kekaisaran Arkasid, diakui sebagai salah satu kekuatan
utama di Asia Barat,Selatan, dan Tengah, bersama denganKekaisaran Romawi
dan Kekaisaran Bizantium, dalam periode selama lebih dari 400 tahun.
Kekaisaran Sassania didirikan oleh Ardashir I, setelah keruntuhan
Kekaisaran Parthia dan kekalahan raja Parthia terakhir, Artabanos IV
(bahasa Persia: اردوان, Ardavan); dan kekaisaran ini berakhir ketika
Syahansyah (Raja Segala Raja) Sasania terakhir, Yazdegerd III(632–651),
kalah dalam perjuangan selama 14 tahun untuk menyingkirkan kekhalifahan
Islam yang pertama, yaitu pendahulu dari kekaisaran-kekaisaranIslam
lainnya. Wilayah kekaisaran ini meliputi wilayah yang kini menjadi
Iran,Irak, Armenia, Afganistan, bagian timurTurki, dan sebagian India,
Suriah,Pakistan, Kaukasia, Asia Tengah danArabia. Selama pemerintahan
Khosrau II (590–628), Mesir, Yordania, Palestina,Israel, dan Libanon
juga sementara waktu merupakan wilayah kekaisaran ini.
Bangsa Sassania menamakan kerajaan mereka Eranshahr (Wilayah kekuasaan
bangsa Iran (Arya)) atau Ērān dalam bahasa Persia Pertengahan, yang
menghasilkan istilah Iranshahr and Iran dalam bahasa Persia Baru. Masa
kekuasaan Sassania terbentang sepanjang periode Abad Kuno Akhir (bahasa
Inggris: Late Antiquity), dan dianggap sebagai salah satu periode yang
paling penting dan berpengaruh dalam sejarah Iran. Dalam banyak hal
periode Sassania menyaksikan pencapaian tertinggi kebudayaan Persia, dan
melambangkan kemegahan Kekaisaran Iran terakhir sebelum penaklukan
muslimdan berkembangnya agama Islam.
Menurut legenda, veksiloid Kekaisaran Sassania adalah Derafsh Kaviani.
Diduga juga bahwa peralihan menuju Kekaisaran Sassania melambangkan
akhir perjuangan etnis proto-Persia melawan kerabat etnis migran dekat
mereka, yaknibangsa Parthia, yang tempat asalnya adalah di Asia Tengah.
Persia memiliki pengaruh yang cukup besar pada kebudayaan Romawi selama
masa Sassania. dan bangsa Romawi menganggap bangsa Persia Sassania
sebagai satu-satunya bangsa yang berstatus sama dengan mereka. Hal ini
diperlihatkan misalnya dalam surat-surat yang ditulis oleh Kaisar Romawi
kepada Syahansyah Persia, yang pada alamatnya bertuliskan kata "kepada
saudaraku". Pengaruh kebudayaan Sassania terbentang jauh melebihi
batas-batas wilayah kekaisaran mereka, dan bahkan menjangkau sampai
Europa Barat, Afrika,Cina, dan India. serta berperan penting dalam
pembentukan seni-seni Abad Pertengahan di Eropa dan Asia.
Pengaruh tersebut terus terbawa ke masa awal perkembangan dunia Islam.
Kebudayaan yang unik dan aristokratik dari dinasti ini telah mengubah
penaklukan Islam atas Iran menjadi sebuah Renaisans Persia. Banyak hal
yang kemudian dikenal sebagai kebudayaan, arsitektur, dan penulisan
Islam serta berbagai keahlian lainnya, diperoleh dari Sassania Persia
dan kemudian disebarkan pada dunia Islam yang lebih luas. Sebagai
contohnya ialah bahasa resmi Afghanistan, yaitu Bahasa Dari yang
merupakan dialek dari Bahasa Persia, merupakan perkembangan dari bahasa
kerajaan bangsa Sassania.
Asal mula dan sejarah awal (205–310)
Dinasti Sassania didirikan oleh Ardashir I (226–241), seorang keturunan
kaum pendeta DewiAnahita di Istakhr, Pars (Fars), yang pada awal abad
ke-3 telah berhasil menjadi gubernur wilayah tersebut. Ayahnya Pabag
(juga disebut Papak atau Babak), awalnya adalah penguasa kota kecil
bernama Kheir. Ia tahun 205 berhasil menggulingkan Gocihr, raja terakhir
dinasti Bazrangid (yaitu penguasa lokal Pars yang merupakan sekutu dari
Parthia) dan mengangkat dirinya sendiri menjadi penguasa baru. Ibunya,
Rodhagh, adalah putri dari gubernur provinsi Persis. Nama dinasti ini
sendiri berasal dari kakek pihak ayah Ardashir I, yaitu Sassan, seorang
pendeta besar Kuil Anahita.
Usaha Pabag menguasai daerah tersebut pada awalnya luput dari perhatian
kaisar dinasti Ashkâniâ Artabanus IV, yang saat itu sedang terlibat
perseteruan dinasti dengan saudaranya Vologases (Walakhsh) VI di
Mesopotamia. Dengan menggunakan peluang yang tercipta karena terjadinya
perseteruan tersebut, Pabag dan anak tertuanya Shapur berhasil
memperluas kekuasaan mereka ke seluruh Persis. Kejadian-kejadian
selanjutnya tidak begitu jelas, karena sedikitnya sumber-sumber sejarah.
Meskipun demikian sesuatu hal yang pasti ialah ketika Pabag meninggal
tahun 220, Ardashir yang ketika itu adalah gubernurDarabgird terlibat
dalam perebutan kekuasaan melawan kakaknya Shapur. Sumber-sumber sejarah
menceritakan bahwa tahun 222, Shapur yang akan berangkat untuk menemui
saudaranya tewas ketika atap sebuah bangunan runtuh menimpanya.
Ardashir kemudian memindahkan pusat kekuasaannya lebih jauh lagi ke
selatan Persis, dan mendirikan ibukotanya di Ardashir-Khwarrah
(dahulunya adalah Gur, saat ini adalah kotaFirouzabad). Kota ini, yang
dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan mudah dipertahanan melalui
jalur-jalur tebing sempitnya, menjadi pusat dari berbagai usaha Ardashir
dalam mengembangkan kekuasaannya. Kota ini dikelilingi oleh tembok kota
yang tinggi dan melingkar, kemungkinan ditiru dari Darabgird, dan di
bagian utara terdapat istana besar yang sisa-sisa bangunannya sekarang
pun masih dapat dilihat.
Setelah membangun kekuasaannya atas Persis, Ardashir I dengan cepat
meluaskan wilayahnya, menuntut upeti dari para penguasa lokal Fars, dan
berhasil memperoleh kendali atas provinsi-provinsi sekitarnya yaitu
Kerman, Isfahan, Susiana, dan Mesene. Perluasan kekuasaan ini segera
saja menarik perhatian Artabanus IV (216–224), yaitu penguasa atasan
(overlord) Ardashir I. Artabanus IV awalnya memerintahkan gubernur
Khuzestan untuk menyerang Ardashir pada tahun 224, akan tetapi ini
berakhir dengan kemenangan besar bagi Ardashir. Artabanus sendiri
akhirnya memimpin penyerangan kedua atas Ardashir I pada tahun 224.
Pasukan keduanya bertempur di Hormizdeghan, dan Artabanus IV tewas
terbunuh. Ardashir I terus melanjutkan menyerang provinsi-provinsi
sebelah barat Kekaisaran Parthia (Ashkâniâ) yang telah tumbang itu.
Tahun 226, Ardashir I dimahkotai diCtesiphon sebagai penguasa tunggal
Persia, mengambil gelar Syahansyah, atau "Raja Segala Raja" (berbagai
prasasti juga menyebutkan tokoh Adhur-Anahid sebagai "Ratu Segala Ratu",
tetapi hubungannya dengan Ardashir belum dapat dipastikan). Dengan
demikian, berakhirlah Kekaisaran Parthia yang telah berumur 400 tahun
dan dimulailah pemerintahan Sassania yang akan berlangsung selama empat
abad.
Dalam beberapa tahun selanjutnya, dan setelah melalui pemberontakan
lokal di beberapa tempat, Ardashir I melanjutkan meluaskan kekaisaran
barunya tersebut ke arah timur dan barat laut. Ia menaklukkan
provinsi-provinsi Sistan, Gorgan, Khorasan, Margiana (sekarang di
Turkmenistan), Balkh, dan Khwarezmi. Ia juga berhasil menaklukkan
Bahrain dan Mosulke dalam kekuasaan Sassania. Prasasti-prasasti Sassania
terkemudian juga mengklaim menyerahnya para raja Kushan, Turan, dan
Mekran kepada Ardashir, meskipun bila dilihat dari bukti numismatik,
lebih mungkin bahwa mereka menyerah kepada anak Ardashir, yaituShapur I.
Di sisi lain, penyerangan-penyerangan Ardashir ke arah barat terhadap
Hatra,Armenia, dan Adiabene tidaklah terlalu berhasil. Tahun 230, ia
menyerbu jauh ke dalam wilayah kekuasaan Romawi, dan serangan balasan
Romawi dua tahun kemudian berakhir tanpa kemenangan yang jelas.
Putra Ardashir I, Shapur I (241–272), melanjutkan ekspansi kekaisaran
dengan menaklukkanBaktria dan bagian barat dari Kekaisaran Kushan, serta
melakukan beberapa penyerangan terhadap Romawi. Ketika menyerbu bagian
Mesopotamia yang dikuasai Romawi, Shapur I berhasil merebut Carrhae dan
Nisibis, akan tetapi jenderal Romawi Timesitheus tahun 243 mengalahkan
tentara Persia di Rhesaina dan memperoleh kembali wilayah-wilayah yang
hilang. Kaisar Romawi Gordian III (238–244) yang selanjutnya bergerak
untuk menguasai hilir sungai Eufrat berhasil dikalahkan di Meshike
(244), menyebabkan Gordian dibunuh oleh pasukannya sendiri; dan Shapur
berhasil memperoleh perjanjian perdamaian dengan kondisi yang sangat
menguntungkan dari kaisar baru Romawi Philip Si Arab (244–249). Shapur
mendapatkan pembayaran sebesar 500.000 denari beserta pembayaran bulanan
selanjutnya. Shapur segera saja melanjutkan perang dan mengalahkan
tentara Romawi pada Barbalissos (252), kemudian menyerbu Syria dan
menaklukkan Antiokhia (253 atau 256).
Serangan balasan Romawi dibawah Kaisar Valerian (253–260) berakhir
dengan kehancuran, saat pasukan Romawi dikalahkan dan dikepung pada
Edessa dan Valerian secara licik ditangkap oleh Shapur pada perundingan
perdamaian, dan menjadi tawanan Shapur sepanjang hidupnya. Shapur I
merayakan kemenangannya dan keberhasilan luar biasanya menangkap seorang
kaisar Romawi dengan relief-relief batu di Naqsh-e Rostamdan Bishapur,
serta prasasti monumental dalam bahasa Persia dan Yunani di daerah
sekitar Persepolis. Ia terus saja berusaha melanjutkan kesuksesannya
dengan bergerak menuju Anatolia (260), akan tetapi berakhir dengan
kemundurannya yang berantakan karena kekalahannya di tangan tentara
Romawi dan sekutunya Palmyra, yang dipimpin olehOdaenathus. Selir-selir
Shapur tertangkap, serta seluruh wilayah Romawi yang sebelumnya
dikuasainya juga terlepas kembali.
Shapur I melaksanakan berbagai rencana pembangunan secara intensif. Ia
mendirikan banyak kota, yang sebagian penduduknya adalah imigran yang
berasal dari berbagai wilayah Romawi. Di antara para imigran terdapat
kaum Kristen, yang memperoleh kebebasan menjalankan ajaran agamanya di
bawah pemerintahan Sassania. Dua kota, yaitu Bishapurdan Nishapur
dinamakan berdasarkan namanya. Shapur I secara khusus mendukung
Manikheisme. Ia melindungi Mani (yang mendedikasikan salah satu
kitabnya, Shabuhragan, untuk Shapur I) dan mengirimkan banyak misionaris
Manikheisme sampai ke luar wilayahnya. Shapur I juga menjalin
persahabatan dengan rabbi Babilonia yang bernamaShmuel. Persahabatan ini
menyebabkan komunitas Yahudi setempat memperoleh sedikit kelonggaran
dari penerapan berbagai hukum yang menekan, yang dikenakan kepada
mereka.
Raja-raja selanjutnya menerapkan kebijakan yang berkebalikan dari Shapur
I mengenai toleransi agama. Penerus Shapur I, Bahram I (273–276)
menghukum Mani dan para pengikutnya berdasarkan desakan dari pendetaMagi
Zoroaster. Bahram I memenjarakan Mani dan memerintahkan untuk
membunuhnya. Menurut sebuah legenda, Mani meninggal di penjara ketika
sedang menunggu eksekusinya.sedangkan menurut cerita lainnya ia disiksa
dan dipenggal.
Selanjutnya Bahram II (276–293) meneruskan kebijakan ayahnya dalam
masalah agama. Di masa pemerintahannya, ibukota Sassania Ctesiphon
mengalami penghancuran oleh Romawi, yaitu di bawah pimpinan kaisar
Romawi Carus (282–283). Demikian pula sebagian besar wilayah Armenia,
yang selama setengah abad berada dalam penguasaan Persia, pada masa
pemerintahannya diserahkan kepada Diocletian (284–305).
Bahram III hanya memerintah secara singkat (293), dan penerusnya Narseh
(293–302) kemudian kembali mengobarkan pertempuran terhadap Romawi.
Setelah mengalami kesuksesan awal terhadap Kaisar Galerius (293–305
sebagai Caesar, 305–311 sebagai Augustus) pada pertempuran di dekat
Callinicum di Sungai Euphrates tahun 296, Narseh secara meyakinkan
berhasil dikalahkan dalam penyergapan ketika ia sedang bersama haremnya
di Armenia tahun 297. Dalam perjanjian yang mengakhiri perang ini,
Sassania setuju menyerahkan lima provinsi di sebelah timur Sungai Tigris
dan bersedia untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Armenia dan
Georgia.
Setelah kekalahan yang menghancurkan ini, Narseh mengundurkan diri tahun
301 dan meninggal dalam kesedihan setahun kemudian. Putra Narseh,
Hormizd II (302–309), kemudian naik tahta. Meskipun ia berhasil menekan
pemberontakan di Sistan dan Kushan, Hormizd II juga seorang penguasa
yang lemah, dan ia tidak mampu mengontrol para bangsawan. Ia terbunuh
oleh serangan suku Badui ketika sedang berburu pada tahun 309.
Sejarah Iran seterusnya diikuti dengan konflik selama enam ratus tahun
dengan Kekaisaran Romawi. Menurut sejarawan, Persia kalah dalam Perang
al-Qādisiyyah (632 M) di Hilla, Iraq.Rostam Farrokhzād, seorang jenderal
Persia, dikritik kerana keputusannya untuk berperang dengan orang Arab
di bumi Arab sendiri. Kekalahan Sassania di Irak menyebabkan tentara
mereka tidak keruan, dan akhirnya ini memberi jalan kepada futuhat Islam
atas Persia.
Era Sassania menyaksikan memuncaknya peradaban Persia, dan merupakan
kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Pengaruh, dan
kebudayaan Sassania kemudian diteruskan setelah pemelukan Islam oleh
bangsa Persia.
Islam Persia dan Zaman Kegemilangan Islam Persia (700–1400)Sunting
Setelah pemelukan Islam, orang-orang Persia mulai membentuk gambaran
Islam Persia, di mana mereka melestarikan gambaran sebagai orang Persia
tetapi pada masa yang sama juga sebagai muslim. Pada abad ke-8 M, Parsi
memberi bantuan kepadaAbbassiyah memerangi tentara Umayyah, karena Bani
Umayyah hanya mementingkan bangsa Arab, dan memandang rendah kepada
orang Persia. Pada zaman Abbassiyah, orang-orang Persia mulai melibatkan
diri dalam administrasi kerajaan. Sebagian mendirikan dinasti sendiri.
Pada abad kesembilan, dan kesepuluh, terdapat beberapa kebangkitan
ashshobiyyah Persia yang menentang gagasan Arab sebagai Islam, dan
Muslim. Tetapi kebangkitan ini tidak menentang identitas seorang Islam.
Salah satu dampak kebangkitan ini ialah penggunaanbahasa Persia sebagai
bahasa resmi Iran (hingga hari ini.)
Pada zaman ini juga, para ilmuwan Persia menciptakan Zaman Kegemilangan
Islam. Sementara itu Persia menjadi tumpuan penyebaran ilmu sains,
filsafat, dan teknik. Ini kemudian memengaruhi sains di Eropa, dan juga
kebangkitan Renaissance.
Bermula pada tahun 1220, Parsi dimasuki oleh tentera Mongolia di bawah
pimpinan Genghis Khan, diikuti dengan Tamerlane, dimana kedua penjelajah
ini menyebabkan kemusnahan yang parah di Persia.
Islam Syi'ah, Kekaisaran Safawi, Dinasti Qajar/Pahlavi dan Iran Modern (1501 – 1979)
Parsi mulai berganti menjadi Islam Syiah pada zaman Safawi, pada tahun
1501. Dinasti Safawi kemudian menjadi salah sebuah penguasa dunia yang
utama, dan mulai mempromosikan industri pariwisata di Iran. Di bawah
pemerintahannya, arsitektur Persia berkembang kembali, dan menyaksikan
pembangunan monumen-monumen yang indah. Kejatuhan Safawi disusuli dengan
Persia yang menjadi sebuah medan persaingan antara kekuasaan Kekaisaran
Rusia dan Kekaisaran Britania (yang menggunakan pengaruh Dinasti
Qajar). Namun begitu, Iran tetap melestarikan kemerdekaan, dan
wilayah-wilayahnya, menjadikannya unik di rantau itu.
Modernisasi Iran yang bermula pada lewat abad ke-19, membangkitkan
keinginan untuk berubah dari orang-orang Persia. Ini menyebabkan
terjadinya Revolusi Konstitusi Persia pada tahun 1905 hingga 1911. Pada
tahun 1921, Reza Khan (juga dikenal sebagai Reza Shah) mengambil alih
tahta melalui perebutan kekuasaan dari Qajar yang semakin lemah. Sebagai
penyokong modernisasi, Shah Reza memulai pembangunan industri modern,
jalan kereta api, dan pendirian sistem pendidikan tinggi di Iran.
Malangnya, sikap aristokratik, dan ketidakseimbangan pemulihan
kemasyarakatan menyebabkan banyak rakyat Iran tidak puas.
Pada Perang Dunia II, tentara Inggris, dan Uni Soviet menyerang Iran
dari 25 Agustus hingga 17 September 1941, untuk membatasi Blok Poros,
dan menggagas infrastruktur penggalian minyak Iran. Blok Sekutu memaksa
Shah untuk melantik anaknya, Mohammad Reza Pahlavi menggantikannya,
dengan harapan Mohammad Reza menyokong mereka.
Malangnya, pemerintahan Shah Mohammad Reza bersifat otokratis. Dengan
bantuan dari Amerika, dan Inggris, Shah meneruskan modernisasi Industri
Iran, tetapi pada masa yang sama menghancurkan partai-partai oposisi
melalui badan intelijennya, SAVAK. AyatollahRuhollah Khomeini menjadi
oposisi, dan pengkritik aktif terhadap pemerintahan Shah Mohammad Reza,
dan kemudian ia dipenjarakan selama delapan belas bulan. Melalui nasihat
jenderal Hassan Pakravan, Khomeini dibuang ke luar negeri, dan diantar
ke Turki dan selepas itu ke Irak.