Minggu, 29 November 2020

Penjelasan Keutamaan Surat Ikhlash


‎Inilah surat yang dikatakan dalam beberapa hadits seperti sepertiga Al Qur’an yaitu surat Al Ikhlash. Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit mengupas mengenai surat ini. Pada awalnya kita akan melihat dahulu tafsiran ayat-ayat yang ada pada surat tersebut. Setelah itu kita akan melihat keutamaan surat ini. Terakhir, kita akan mengkaji waktu kapan saja surat Al Ikhlash dibaca. Semoga bermanfaat.

Surah al ikhlas diturunkan di kota Mekah sehingga dikatakan sebagai surat Makiyah. Surat al ikhlas menjadi pusat dalam ajaran substantif Islam yang mengajarkan tentang keesaan Tuhan. Dalam kajian akademis, surat al ikhlas memiliki arti dan makna bahwa ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad adalah monoteistik (Tuhan esa), bukan politeistik (banyak Tuhan).

Oleh karena itu, arti dan makna surat al ikhlas beserta terjemahannya ini ditulis bertujuan untuk mengetahui secara hakiki tentang hakikat, arti dan makna surat al ikhlas agar bisa dimengerti umat Islam. Dengan demikian, setiap kali umat muslim membaca bacaan surat al ikhlas, ia tahu arti beserta makna kandungan surat al ikhlas untuk kemudian diresapi di dalam hati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Pengenalan‎

Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya.

Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang kedua, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. 

Perhatikan penjelasan berikut ini.

Asbabun Nuzul

Diriwayatkan bahwa orang-orang musyrik mengutus Amir bin Tufail kepada Nabi Muhammad SAW, menyampaikan amanah mereka kepada Nabi, ia berkata: “Engkau telah memecahbelahkan keutuhan kami, memaki-maki “tuhan” kami, berubah agama nenek moyangmu. Jika engkau miskin dan mau kaya kami berikan engkau harta dan jika engkau gila akan kami obati. Jika engkau wanita cantik akan kami kawinkan engkau dengannya”. Rasulullah SAW menjawab:
 
لست بفقير ولا مجنون ولا هويت امرأة أنا رسول الله أدعوكم من عبادة الأصنام إلى عبادته. فأرسلوه ثانية وقالوا: قل له بين لنا جنس معبودك. امن ذهب أو من فضة؟ فأنزل الله هذه السورة

“Aku tidak miskin, tidak gila, tidak ingin kepada wanita. Aku adalah Rasul Allah, mengajak kamu meninggalkan penyembahan berhala dan mulai menyembah Allah Yang Maha Esa”, kemudian mereka mengutus utusannya yang kedua kalinya dan bertanya kepada Rasulullah. Terangkanlah kepada kami macam Tuhan yang engkau sembah itu. Apakah Dia dari emas atau perak?”, lalu Allah menurunkan surah ini. (HR. Dahhak)‎

Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?’. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, … [lalu disebutkanlah surat ini]’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292). Namun, Syaikh Muqbil mengatakan bahwa asbabun nuzul yang disebutkan di atas berasal dari riwayat yang dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Shohih Al Musnad min Asbab An Nuzul.
Saatnya memahami tafsiran tiap ayat.

Tafsir Ayat Pertama

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Kata (قُلْ) –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.
Al Qurtubhi mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) maknanya adalah :
 
الوَاحِدُ الوِتْرُ، الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا شَرِيْكَ
 
Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.
Asal kata dari (أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya diawali dengan huruf ‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an, Adhwaul Bayan)

Tafsir Ayat Kedua
اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:
Pertama, Ash Shomad bermakna:
أنه السيِّد الذي يُصْمَدُ إليه في الحوائج
 
Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
Kedua, Ash Shomad bermakna:
أنه الذي لا جوف له
Allah tidak memiliki rongga (perut).
Ketiga, Ash Shomad bermakna:
أنه الدائم
Allah itu Maha Kekal.
Keempat, Ash Shomad bermakna:
الباقي بعد فناء الخلق‎
Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
 
الَّذِي يَصْمُدُ الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ
 
Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.
Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai
 
(اللَّهُ الصَّمَدُ) :
هو السيد الذي قد كمل في سؤدده، والشريف الذي قد كمل في شرفه، والعظيم الذي قد كمل في عظمته، والحليم الذي قد كمل في حلمه، والعليم الذي قد كمل في علمه، والحكيم الذي قد كمل في حكمته وهو الذي قد كمل في أنواع الشرف والسؤدد، وهو الله سبحانه، هذه صفته لا تنبغي إلا له، ليس له كفء، وليس كمثله شيء، سبحان الله الواحد القهار.

Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Al A’masy mengatakan dari Syaqiq dari Abi Wa’il bahwa Ash Shomad bermakna:
 
{ الصَّمَدُ } السيد الذي قد انتهى سؤدده
 
”Pemimpin yang paling tinggi kekuasaan-Nya”. Begitu juga diriwayatkan dari ’Ashim dari Abi Wa’il dari Ibnu Mas’ud semacam itu.
Malik mengatakan dari Zaid bin Aslam, ”Ash Shomad adalah As Sayyid (Pemimpin).”
Al Hasan dan Qotadah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الباقي بعد خلقه) Yang Maha Kekal setelah makhluk-Nya (binasa).
Al Hasan juga mengatakan bahwa‎
Ash Shomad adalah
الحي القيوم الذي لا زوال له
 
Yang Maha Hidup dan Quyyum (mengurusi dirinya dan makhlukNya) dan tidak mungkin binasa.
’Ikrimah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah yang tidak mengeluarkan sesuatupun dari-Nya (semisal anak) dan tidak makan.
Ar Robi’ bin Anas mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الذي لم يلد ولم يولد) yaitu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Beliau menafsirkan ayat ini dengan ayat sesudahnya dan ini tafsiran yang sangat bagus.
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ’Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ’Atho’ bin Abi Robbah, ’Athiyyah Al ’Awfiy, 

Adh Dhohak dan As Sudi mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah (لا جوف له) yaitu tidak memiliki rongga (perut).
Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobroni dalam kitab Sunnahnya -setelah menyebut berbagai pendapat di atas tentang tafsir Ash Shomad- berkata, ”Semua makna ini adalah shohih (benar). Sifat tersebut merupakan sifat Rabb kita ’Azza wa Jalla. Dia-lah tempat bersandar dan bergantung dalam segala kebutuhan. Dia-lah yang paling tinggi kekuasaan-Nya. Dia-lah Ash Shomad tidak ada yang berasal dari-Nya. Allah tidak butuh makan dan minum. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya binasa. Baihaqi juga menjelaskan yang demikian.” (Diringkas dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Tafsir Ayat Ketiga
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Kalimat (لَمْ يَلِدْ) sebagaimana dikatakan Maqotil,
”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” Kalimat (وَلَمْ يُولَدْ) maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)

Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Maha Suci Dia dari mempunyai anak. Ayat ini juga menentang dakwaan orang-orang musyrik Arab yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah anak-anak perempuan Allah dan dakwaan orang Nasrani bahwa Isa anak laki-laki Allah.

Dalam ayat lain yang sama artinya Allah berfirman:

فاستفتهم ألربك البنات ولهم البنون أم خلقنا الملائكة إناثا وهم شاهدون ألا إنهم من إفكهم ليقولون ولد الله وإنهم لكاذبون

"Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah) “Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak-anak laki-laki, atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan (nya)? Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: “Allah beranak”. Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta." (Q.S. As Saffat: 149-152). 

Dan Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Dengan demikian Dia tidak sama dengan makhluk lainnya, Dia berada tidak didahului oleh tidak ada. Maha suci Allah dari apa yang tersebut. Ibnu ‘Abbas berkata: “Dia tidak beranak sebagaimana Maryam melahirkan Isa A.S. dan tidak pula diperanakkan. Ini adalah bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang mengatakan Isa Al Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah anak Allah.

Tafsir Ayat Keempat
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.
Ringkasnya, surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya.

Keutamaan Surah Al-Ikhlas

Surah ini meliputi dasar yang paling penting dari risalah Nabi Muhammad SAW yaitu mentauhidkan Allah SWT dan mensucikanNya serta meletakkan pedoman umum dalam beramal sambil menerangkan amal perbuatan yang baik dan yang jahat, menyatakan keadaan manusia sesudah mati mulai dari sejak berbangkit sampai dengan menerima balasanNya berupa pahala dan dosa. Telah diriwayatkan dalam hadis, “Bahwa surah ini sebanding dengan sepertiga Alquran,” karena barang siapa menyelami artinya dengan bertafakur yang mendalam, niscaya jelaslah kepadanya bahwa semua penjelasan dan keterangan yang terdapat dalam Islam tentang tauhid dan kesucian Allah dari segala macam kekurangan merupakan perincian dari isi surah ini.

Dalam hadis lainnya juga dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa pahala membaca surah Al-Ikhlas sama dengan membaca sepertiga Al-Qur’an sehingga membaca 3x surah Al-Ikhlas sama dengan mengkhatam Al-Qur’an. Kisah terkait hadits itu terekam dalam beberapa kisah. Seperti kisah ketika Nabi bertanya kepada sahabatnya untuk mengkhatam Al-Qur’an dalam semalam. Umar menganggap mustahil hal itu, namun begitu Alimenyanggupinya. Umar kemudian menganggap Ali belum mengerti maksud Nabi karena masih muda. Ali kemudian membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 3 kali dan Nabi Muhammad membetulkan itu. Dalam hadits-hadits terkait hal ini, keutamaan surah Al-Ikhlas sangat memiliki peran dalam Al-Qur’an sehingga sekali membacanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur’an.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ :
أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ #قل‎ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ # يُرَدِّدُهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ يَتَقَالُّهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ.
رواه البخاري وَزَادَ في رواية : أَنَّ رَجُلاً قَامَ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقْرَأُ مِنْ السَّحَرِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، لَا يَزِيدُ عَلَيْهَا. فَلَمَّا أَصْبَحْنَا أَتَى الرَّجُلُ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَسَلَّمَ نَحْوَهُ .

Dari Abu Sa'id Al-Khudri Rodhiyallohu 'Anhu (Abu Sa’id al-Khudri berkata) Seseorang sahabat mendengar seorang membaca Qul huwallahu ahad berulang-ulang. Esok paginya sahabat ini datang kepada Nabi dan menceritakan kejadian semalam sambil mempertanyakannya. Rasulullah saw menjawab: "Demi jiwaku yang ada di TanganNya, sesungguhnya surah itu sama dengan sepertiga al-Qur’an.Dalam riwayat al-Bukhari yang lain diceritakan bahwa: Pada zaman Nabi saw seorang sahabat melakukan pengobatan dari pengaruh sihir dengan membaca Qul huwa Allahu Ahad, tanpa menambah nambah. Ketika pagi, sahabat tersebut datang kepada Nabi saw, nabipun menjawab seperti hadis diatas (Demi jiwaku yang ada di Tangannya, sungguh surah itu sama dengan sepertiga al-Qur’an)."
Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no. 4627), Abu Dawud (hadis no. 1244), al-Nasa’i (hadis no. 985) dll. Surah al-Ikhlas adalah surah ke-112

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لأَصْحَابِهِ :
أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ ؟ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَقَالُوا: أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَارَسُولَ اللَّهِ ؟ فَقَالَ :اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ الْقُرْآنِ
رواه البخاري

Dari Abu Sa'id Al-Khudri Rodhiyallohu 'Anhu. Rosululloh Sholallohu 'Alaihi Wasallam Bersabda "Adakah diantara kalian yang tidak mampu untuk membaca sepertiga al-Qur’an dalam semalam ?. Para sahabatpun merasa keberatan dan berkata: Siapa yang kuat melaksanakan hal itu hai Rasulullah ?. Rasulullah saw pun menjawab: Allahu al-samad (surat al-ikhlas) sama seperti sepertiga al-Qur’an."
Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no. 4628) dan Ahmad (hadis no. 10631).

Begitu juga dalam hadits:

عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِى لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ». قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) يَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ».

Dari Abu Darda’ dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Apakah seorang di antara kalian tidak mampu untuk membaca sepertiga Al Qur’an dalam semalam?” Mereka mengatakan, ”Bagaimana kami bisa membaca seperti Al Qur’an?” Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Qul huwallahu ahad itu sebanding dengan sepertiga Al Qur’an.” 
(HR. Muslim no. 1922)

An Nawawi mengatakan, dalam riwayat yang lainnya dikatakan :

”Sesungguhnya Allah membagi Al Qur’an menjadi tiga bagian. Lalu Allah menjadikan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) menjadi satu bagian dari 3 bagian tadi.” 

Lalu Al Qodhi mengatakan bahwa Al Maziri berkata, 
”Dikatakan bahwa maknanya adalah Al Qur’an itu ada tiga bagian yaitu membicarakan 

(1) kisah-kisah, (2) hukum, dan (3) sifat-sifat Allah. 

Sedangkan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) ini berisi pembahasan mengenai sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, surat ini disebut sepertiga Al Qur’an dari bagian yang ada. (Syarh Shohih Muslim, 6/94)

Apakah Surat Al Ikhlas bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an?

Maksudnya adalah apakah seseorang apabila membaca Al Ikhlas sebanyak tiga kali sudah sama dengan membaca satu Al Qur’an 30 juz? 
[Ada sebagian orang yang meyakini hadits di atas seperti ini.]
 
Jawabannya: 
Tidak. Karena ada suatu kaedah: “Sesuatu yang bernilai sama, belum tentu bisa menggantikan.”

Itulah surat Al Ikhlas. Surat ini sama dengan sepertiga Al Qur’an, namun tidak bisa menggantikan Al Qur’an. Salah satu buktinya adalah apabila seseorang mengulangi surat ini sebanyak tiga kali dalam shalat, tidak mungkin bisa menggantikan surat Al Fatihah (karena membaca surat Al Fatihah adalah rukun shalat, pen). Surat Al Ikhlas tidak mencukupi atau tidak bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an, namun dia hanya bernilai sama dengan sepertiganya.
Bukti lainnya adalah seperti hadits :

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ

”Barangsiapa mengucapkan (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ) sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti memerdekakan emat budak keturunan Isma’il.” 
(HR. Muslim no. 7020)

Pertanyaannya : Apakah jika seseorang memiliki kewajiban kafaroh, dia cukup membaca dzikir ini?
 
Jawabannya : 
Tidak cukup dia membaca dzikir ini. Karena sesuatu yang bernilai sama belum tentu bisa menggantikan. 
(Diringkas dari Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah 97-98, Tafsir Juz ‘Amma 293)

Keutamaan Kedua : 

Membaca Al-Ikhlas 10x menyebabkan Allah membangunkan rumah di surga 
“Barang siapa membaca surah al Ikhlash hingga selesai 10x, maka Allah membangunkan baginya sebuah rumah di surga.”
[HR. Ahmad]

Keutamaan Ketiga: 

Membaca surat Al Ikhlash sebab mendapatkan kecintaan Allah

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdurrahman bin Wahb telah menceritakan kepada kami pamanku yaitu Abdullah bin Wahb, telah menceritakan kepada kami Amru bin Harits dari Sa'id bin Abu Hilal bahwa Abu Rijal Muhammad bin Abdurrahman, telah menceritakan kepadanya dari ibunya Amrah binti Abdurrahman, saat itu ia berada di rumah Aisyah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seorang lelaki dalam suatu sariyyah (pasukan khusus yang ditugaskan untuk operasi tertentu). Laki-laki tersebut ketika menjadi imam shalat bagi para sahabatnya selalu mengakhiri bacaan suratnya dengan "QUL HUWALLAHU AHAD." Ketika mereka pulang, disampaikan berita tersebut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda:

"Tanyakanlah kepadanya kenapa ia melakukan hal itu?" Lalu mereka pun menanyakan kepadanya. Ia menjawab,

"Karena didalamnya terdapat sifat Ar Rahman, dan aku senang untuk selalu membacanya." Mendengar itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Beritahukanlah kepadanya bahwa Allah Ta'ala juga mencintainya."
(HR. Bukhari)

Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya”. Beliau mengatakan, ”Maksudnya adalah bahwa sebab kecintaan Allah pada orang tersebut adalah karena kecintaan orang tadi pada surat Al Ikhlash ini. Boleh jadi dapat kitakan dari perkataan orang tadi, karena dia menyukai sifat Rabbnya, ini menunjukkan benarnya i’tiqodnya (keyakinannya terhadap Rabbnya).” (Fathul Bari)

Faedah dari hadits di atas:

Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan, ”Orang tadi biasa membaca surat selain Al Ikhlash lalu setelah itu dia menutupnya dengan membaca surat Al Ikhlash (maksudnya: setelah baca Al Fatihah, dia membaca dua surat, surat yang terakhir adalah Al Ikhlash, pen). Inilah yang dia lakukan di setiap raka’at. Kemungkinan pertama inilah yang nampak (makna zhohir) dari hadits di atas. Kemungkinan kedua, boleh jadi orang tadi menutup akhir bacaannya dengan surat Al Ikhlash, maksudnya adalah surat Al Ikhlas khusus dibaca di raka’at terakhir. Kalau kita melihat dari kemungkinan pertama tadi, ini menunjukkan bolehnya membaca dua surat (setelah membaca Al Fatihah) dalam satu raka’at.” Demikian perkataan Ibnu Daqiq. (Fathul Bari)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
أَقْبَلْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : وَجَبَتْ. قُلْتُ: وَمَا وَجَبَتْ ؟ قَالَ: الْجَنَّةُ
رواه مالك وأحمد والترمذي

Saya (Abu Hurairah) bersama-sama Nabi  mendengar seorang membaca Qul huwa Allahu ahad Allahu al-samad (surah al-Ikhlas). Maka Rasulullah saw bersabda: Wajiblah. Sayapun bertanya: Apa yang wajib ?. Jawab baginda: Surga.
Hadis hasan, diriwayatkan oleh Malik (hadis no. 435), Ahmad (hadis no. 7669 dan 10498) dan al-Tirmizi (hadis no. 2822) yang berpendapat bahwa hadis ini Hasan Gharib .

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
كَانَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ، فَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ لَهُمْ فِي الصَّلَاةِ فَقَرَأَ بِهَا افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا، ثُمَّ يَقْرَأُ بِسُورَةٍ أُخْرَى مَعَهَا. وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ. فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا: إِنَّكَ تَقْرَأُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لَا تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى، فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى. قَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِهَا فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَهُ أَفْضَلَهُمْ وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ. فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ، فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا يَمْنَعُكَ مِمَّا يَأْمُرُ بِهِ أَصْحَابُكَ، وَمَا يَحْمِلُكَ أَنْ تَقْرَأَ هَذِهِ السُّورَةَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّهَا.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: إِنَّ حُبَّهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ
رواه الترمذي وأحمد والدارمي

Seorang sahabat dari kalangan Ansor menjadi imam salat di masjid Quba, Setiap rakaat dia membaca Qul huwa Allah. Pada raka’at pertama dia membacanya setelah al-Fatihah, pada reka’at kedua dia akan membaca dua surat setelah al-Fatihah, satu diantaranya adalah Qul huwa Allah. Setelah kejadian ini terus berulang, para sahabat (jamaahnya) mempertanyakannya dan berkata: Kami melihat kamu selalu membaca surah ini, sementara kami berpendapat bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan sampai kamu membaca surah yang lain, baik kamu membaca kedua surah itu sekaligus atau kamu meninggalkan surah itu (al-Ikhlas) untuk digantikan dengan surah yang lain. Sahabat ini menjawab: Saya tidak akan meninggalkannya. Jika kalian senang kalau saya yang menjadi imam, akan saya lanjutkan. Namun jika kalian tidak menyenanginya, saya tidak akan menjadi imam shalat kalian lagi. Kenyataannya, mereka memandangnya sebagai orang yang paling afdal di antara mereka, dan mereka tidak senang kalau diimami oleh orang lain. Ahirnya, mereka menemui Rasulullah saw dan menceritakan hal ini. Rasulullah saw pun menanyakan sahabat itu : Hai Pulan, apa yang menyebabkan kamu enggan untuk melakukan saran sahabat-sahabat kamu, dan apa yang membawa kamu untuk selalu membaca surah ini (al-Ikhlas) di setiap raka’at ? Dia menjawab : Wahai Rasulullah, saya mencintainya. Rasulullah saw pun menjawab : Sesungguhnya mencintainya itu akan membawa kamu ke syurga.‎
Hadis sahih, diriwayat al-Tirmizi (Hadis no. 2826), Ahmad (hadis no. 11982 dan 12054) dan al-Darimi (hadis no. 3300). al-Tirmizi berkata: Hadis ini Hasan Gharib Sahih.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ :
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنَامَ عَلَى فِرَاشِهِ فَنَامَ عَلَى يَمِينِهِ ثُمَّ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ مِائَةَ مَرَّةٍ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَقُولُ لَهُ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا عَبْدِيَ ادْخُلْ عَلَى يَمِينِكَ الْجَنَّةَ
رواه الترمذي

Anas ibn Malik ra berkata: Rasulullah saw bersabda:Barangsiapa yang ingin tidur di atas tempat tidurnya kemudian memiringkan posisinya ke kanan, lalu membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad (surah al-Ikhlas) 100 kali, maka ketika hari kiamat nanti Allah swt akan berkata kepadanya: Wahai hamba-Ku, masuklah ke surga di sebelah kananmu
Hadis da’if, diriwayatkan oleh al-Tirmizi dengan jalan yang sama, yaitu melalui Hatim bin Maimun (hadis no. 2823).

Anjuran Waktu Dalam Membaca Surat Ikhlash

Pertama: waktu pagi dan sore hari.
Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash bersama dengan maw’idzatain (surat Al Falaq dan surat An Naas) masing-masing sebanyak tiga kali. Keutamaan yang diperoleh adalah: akan dijaga dari segala sesuatu (segala keburukan).
Dari Mu’adz bin Abdullah bin Khubaib dari bapaknya ia berkata,
 
خَرَجْنَا فِى لَيْلَةِ مَطَرٍ وَظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِيُصَلِّىَ لَنَا فَأَدْرَكْنَاهُ فَقَالَ « أَصَلَّيْتُمْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ ». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَقُولُ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِى وَحِينَ تُصْبِحُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ »
 
Pada malam hujan lagi gelap gulita kami keluar mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat bersama kami, lalu kami menemukannya. Beliau bersabda, “Apakah kalian telah shalat?” Namun sedikitpun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, “Katakanlah“. Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, “Katakanlah“. Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Kemudian beliau bersabda, “Katakanlah“. Hingga aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku katakan?” Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah (bacalah surat)
 
 QUL HUWALLAHU AHAD DAN QUL A’UDZU BIRABBINNAAS DAN QUL A’UDZU BIRABBIL FALAQ ketika sore dan pagi sebanyak tiga kali, maka dengan ayat-ayat ini akn mencukupkanmu (menjagamu) dari segala keburukan.” (HR. Abu Daud no. 5082 dan An Nasai no. 5428.

Kedua: sebelum tidur.
Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas dengan terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan, lalu keduanya ditiup, lalu dibacakanlah tiga surat ini. Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Cara seperti tadi diulang sebanyak tiga kali.
Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
 
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
 
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017)
Ketiga: ketika ingin meruqyah (membaca do’a dan wirid untuk penyembuhan ketika sakit).
Bukhari membawakan bab dalam shohihnya ‘Meniupkan bacaan ketika ruqyah’. 

Lalu dibawakanlah hadits serupa di atas dan dengan cara seperti dijelaskan dalam point kedua.
 
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ نَفَثَ فِى كَفَّيْهِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَبِالْمُعَوِّذَتَيْنِ جَمِيعًا ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ ، وَمَا بَلَغَتْ يَدَاهُ مِنْ جَسَدِهِ . قَالَتْ عَائِشَةُ فَلَمَّا اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنِى أَنْ أَفْعَلَ ذَلِكَ بِهِ
 
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur, beliau akan meniupkan ke telapak tangannya sambil membaca QUL HUWALLAHU AHAD (surat Al Ikhlas) dan Mu’awidzatain (Surat An Naas dan Al Falaq), kemudian beliau mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata, “Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu (sama seperti ketika beliau hendak tidur, -pen).”  (HR. Bukhari no. 5748)
Jadi tatkala meruqyah, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An Naas dengan cara: Terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan lalu keduanya ditiup lalu dibacakanlah tiga surat tersebut. Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Cara seperti ini diulang sebanyak tiga kali.
Keempat: wirid seusai shalat (sesudah salam).
Sesuai shalat dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An Naas masing-masing sekali. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata,
 
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ الْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ
 
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk membaca mu’awwidzaat  di akhir shalat (sesudah salam).” (HR. An Nasai no. 1336 dan Abu Daud no. 1523‎). Yang dimaksud mu’awwidzaat adalah surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani. (Fathul Bari, 9/62)
Kelima: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh).
Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Dari’ Aisyah radhiyallahu ‘anha,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
نِعْمَتِ السُّوْرَتَانِ يَقْرَأُ بِهِمَا فِي رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الفَجْرِ : { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ } وَ { قُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُوْنَ
 
“Sebaik-baik surat yang dibaca ketika dua raka’at qobliyah shubuh adalah Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan Qul yaa ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun).” (HR. Ibnu Khuzaimah 4/273. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Silsilah Ash Shohihah bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 646). Hal ini juga dikuatkan dengan hadits Ibnu Mas’ud yang akan disebutkan pada point berikut.
Keenam: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah ba’diyah maghrib.
Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
 
مَا أُحْصِى مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَفِى الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
 
“Aku tidak dapat menghitung karena sangat sering aku mendengar bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat pada shalat dua raka’at ba’diyah maghrib dan pada shalat dua raka’at qobliyah shubuh yaitu Qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al Kafirun) dan qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash).” (HR. Tirmidzi no. 431)
Ketujuh: dibaca ketika mengerjakan shalat witir tiga raka’at.
Ketika itu, surat Al A’laa dibaca pada raka’at pertama, surat Al Kafirun pada raka’at kedua dan surat Al Ikhlash pada raka’at ketiga.
Dari ‘Abdul Aziz bin Juraij, beliau berkata,  “Aku menanyakan pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (setelah membaca Al Fatihah) ketika shalat witir?”
‘Aisyah menjawab,
 
كَانَ يُوتِرُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ يَقْرَأُ فِى الأُولَى بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَفِى الثَّانِيَةِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَفِى الثَّالِثَةِ بِ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ.
 
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada raka’at pertama: Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), pada raka’at kedua: Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan pada raka’at ketiga: Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan mu’awwidzatain (surat Al Falaq dan An Naas).” (HR. An Nasai no. 1699, Tirmidzi no. 463, Ahmad 6/227)
Dalam riwayat yang lain disebutkan tanpa surat al mu’awwidzatain.
 
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوتِرُ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)
 
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya melaksanakan shalat witir dengan membaca Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash)” (HR. Abu Daud no. 1423 dan An Nasai no. 1730)
Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan,
وَحَدِيثُ عَائِشَةَ فِي هَذَا لَا يَثْبُتُ ؛ فَإِنَّهُ يَرْوِيهِ يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ ، وَهُوَ ضَعِيفٌ .وَقَدْ أَنْكَرَ أَحْمَدُ وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ زِيَادَةَ الْمُعَوِّذَتَيْنِ .
“Hadits ‘Aisyah tidaklah shahih. Di dalamnya ada seorang perowi bernama Yahya bin Ayyub, dan ia dho’if. Imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in telah mengingkari penambahan “mu’awwidzatain”.” (Al Mughni, 1/831)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan,
 
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره دون قوله : والمعوذتين وهذا إسناد ضعيف عبد العزيز بن جريج لا يتابع في حديثه
 
“Hadits ini shahih kecuali pada perkataan “al mu’awwidzatain”, ini sanadnya dho’if karena ‘Abdul ‘Aziz bin Juraij tidak diikuti dalam haditsnya.” (Tahqiq Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, 6/227)
Jadi yang tepat dalam masalah ini, bacaan untuk shalat witir adalah raka’at pertama dengan surat Al A’laa, raka’at kedua dengan surat Al Kafirun dan raka’at ketiga dengan surat Al Ikhlas (tanpa mu’awwidzatain).
Namun bacaann ketika witir ini sebaiknya tidak rutin dibaca, sebaiknya diselingi dengan berganti membaca surat lainnya. Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah mengatakan,
 
والظاهر أنه يكثر من قراءتها، ولا يداوم عليها فينبغي قراءة غيرها أحياناً حتى لا يعتقد العامة وجوب القراءة بها
 
“Yang nampak dari hadits yang ada, hendaklah bacaan tersebut seringkali saja dibaca, namun tidak terus-terusan. Sudah seharusnya seseorang membaca surat yang lain ketika itu agar orang awam tidak salah paham,ditakutkan mereka malah menganggapnya sebagai perkara yang wajib.” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 24/43)
Kedelapan: dibaca ketika mengerjakan shalat Maghrib (shalat wajib) pada malam jum’at.
Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Dari Jabir bin Samroh, beliau mengatakan,
 
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي صَلاَةِ المَغْرِبِ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ : ( قَلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُوْنَ ) وَ ( قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
 
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika shalat maghrib pada malam Jum’at membaca Qul yaa ayyuhal kafirun’ dan ‘Qul ‘ huwallahu ahad’. ” (Syaikh Al Albani dalam Takhrij Misykatul Mashobih (812) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Kesembilan: ketika shalat dua rak’at di belakang maqom Ibrahim setelah thowaf.
Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,
 
فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد )

“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).” ‎

Penjelasan Tentang Keutamaan Surat Fatihah


Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik terdapat sebuah hadis yang perlu diperhatikan. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik:‎

عن العلاء بن عبد الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ الحُرَقي: أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كَرِيزٍ أَخْبَرَهُمْ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَادَى أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ، وَهُوَ يُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ لَحِقَهُ، قَالَ: فَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَلَى يَدِي، وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ، ثُمَّ قَالَ: " إِنِّي لَأَرْجُو أَلَّا تَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ حَتَّى تَعْلَمَ سُورَةً مَا أُنْزِلَ  فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ". قَالَ أُبَيٌّ: فَجَعَلْتُ أُبْطِئُ فِي الْمَشْيِ رَجَاءَ ذَلِكَ، ثُمَّ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا السُّورَةُ الَّتِي وَعَدْتَنِي؟ قَالَ: " كَيْفَ تَقْرَأُ إِذَا افْتَتَحْتَ الصَّلَاةَ؟ قَالَ: فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} حَتَّى أَتَيْتُ عَلَى آخِرِهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " هِيَ هَذِهِ السُّورَةُ، وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُ "

Dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman ibnu Ya'qub Al-Harqi,  bahwa Abu Sa'id maula Amir ibnu Kuraiz telah menceritakan kepada mereka bahwa Rasulullah pernah memanggil Ubay ibnu Ka'b yang sedang salat. Setelah Ubay menyelesaikan salatnya, lalu ia menjumpai Nabi Saw. Nabi Saw. memegang tangan Ubay, saat itu beliau hendak keluar menuju pintu masjid. Kemudian beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap sebelum kamu keluar dari masjid ini kamu sudah mengetahui suatu surat yang belum pernah diturunkan di dalam Taurat, Injil, dan tidak ada pula di dalam Al-Qur'an surat yang serupa dengannya." Ubay melanjutkan kisahnya, "Maka aku mengurangi kecepatan langkahku karena mengharapkan pelajaran tersebut, kemudian aku berkata, 'Wahai Rasulullah, surat apakah yang engkau janjikan kepadaku itu?' Beliau Saw. bersabda. 'Apakah yang engkau baca bila membuka salatmu?' Aku membaca alhamdu lillahi rabbil 'alamina sampai akhir surat,' lalu beliau bersabda, 'Itulah surat yang kumaksudkan. Surat ini adalah sab'ul masani dan Al-Qur’anul 'azim yang diberikan kepadaku'."

Surat Al-fatihah mempunyai urgensi yang agung dan keutamaan yang banyak, diantaranya adalah;

Surat Fatihah Sebagai Penentu Sholat

Al-Fatihah adalah kewajiban bagi setiap orang yang mengerjakan sholat, baik ia imam, makmum, atau pun munfarid (sholat sendiri). Barangsiapa yang tak membacanya, maka sholatnya tak sah.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلاَثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيْلَ لِأَبِيْ هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُوْنُ وَرَاءَ اْلإِمَامِ فَقَالَ: اِقْرَأْ بِهَا فِيْ نَفْسِكَ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَّمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ

“Barangsiapa yang melakukan sholat, sedang ia tak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) di dalamnya, maka sholatnya kurang (3X), tidak sempurna”. Abu Hurairah ditanya, “Bagaimana kalau kami di belakang imam”. Beliau berkata, “Bacalah pada dirimu (yakni, secara sirr/pelan), karena sungguh aku telah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Allah -Ta’ala- berfirman, “Aku telah membagi Sholat (yakni, Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku setengah, dan hamba-Ku akan mendapatkan sesuatu yang ia minta”. [HR. Muslim (395), Abu Dawud (821), At-Tirmidziy (2953), An-Nasa’iy (909), dan Ibnu Majah (838)]‎
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini (menunjukkan) kewajiban membaca Al-Fatihah dan itu merupakan keharusan. Shalat tidak sah kecuali dengan membacanya. Lain halnya, jika orang tersebut tidak mampu. Ini adalah mazhab Malik, Syafii dan mayoritas para ulama dari kalangan para shahabat, tabiin dan (generasi) setelahnya." 

Ibnu Dharis meriwayatkan dari Abi Qibalah, Nabi SAW bersabda:

من شاهد فاتحة الكتاب حين تستفتح كمن شهد فتحا في سبيل الله، ومن شهدها حين تختم كان كمن شهد الغنائم حين تقسم

“Barang siapa menyaksikan fatihatul kitab ketika mulai dibaca maka dia seperti seseorang yang menyaksikan peperangan di jalan Allah, dan barang siapa menyaksikannya ketika ditutup maka dia seperti orang yang menyaksikan ketika harta rampasan dibagikan.”

Dalam kitabnya Tarikh Damsyik, Ibnu Asakir meriwayatkan sebuah hadits dari Syaddad bin Aus, RAsulullah SAW bersabda:

إذا أخذا أحدكم مضجعه ليرقد، فليقرأ بأم الكتاب وسورة، فإن الله يوكل به ملكا يهب معه إذاهب

“Apabila seseorang diantara kalian hendak mulai tidur, maka bacalah ummul kitab (surat fatihah) dan salah satu dari surat dalam Al-Qur’an, maka Allah akan mewakilkan untuknya malaikat yang akan bangun bersamanya jika dia bangun.”

Para ulama berpendapat bahwa surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ merupakan salah satu ayat dari surat Al-Fatihah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Daruquthniy dan Imam Bukhari dalam kitab tarikhnya dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

إذا قرأتم الحمدلله فاقرأوا بسم الله الرحمن الحيم، لأنها أم القران وام الكتاب والسبع المثاني بسم الله الرحمن الرحيم إحدى اياتها

“Jika Engkau membaca Alhamdulillah (surat Al-Fatihah) bacalah بسم الله الرحمن الحيم karena merupakan induk Al-Quran daj kerupakan Sab’ul Matsani dan بسم الله الرحمن الحيم adalah salah satu dari ayatnya.”

Untuk kata amin (آمين) yang diucapkan ketika selesai membaca surat Al-Fatihah bukan merupakan bagian dari Al-Qur’an tetapi disunnahkan bagi kita untuk membacanyaketika selesai membaca surat Al-Fatihah, sebagaimana sbada Rasulullah SAW:

علمني جبريل آمين عند فراغي من قراءة سورة الفاتحة

“Jibril mengajarkan kepadaku agar membaca amin (آمين) ketika aku selesai membaca surat Al-Fatihah.”
Al-Baihaqi dan beberapa ulama lainnya mengatakan tentang bacaan amin (آمين) sewaktu shalat jahriyah (shalat yang bacaan Al-Fatihahnya dikeraskan) yaitu imam membacanya dengan jelas (dapat didengar oleh ma’mum), sebagaimana riwayat dari Wail bin Hujr, adalah Rasulullah SAW jika selesai membaca وَلاَ الضَّآلِّيْنَ beliau mengucapkan amin (آمين) dengan mengeraskan suaranya dan ma’mum mengucapkan juga bersamaan dengan imamnya. Dalam salah satu hadits, Nabi SAW bersabda: 

إذا قام الإمام ولا الضـــــــــالين، فقولوا آمين، فإن الملائكة يقول آمين، فإن الإمام يقول آمين، ومن وافق تأمينه تأمين الملائكة غفرله ماتقدم من ذنبه

“Apabila imam selesai mengucapkan ولا الضـــــــــالين maka ucapkanlah آمين , karena para malikat juga mengucapkan آمين , barang siapa yang ketika membaca آمين bertepatandengan malikat ketika membaca آمين , maka dosanya yang lalu diampuni oleh Allah.”
Menurut Asy-Syaikh Al-Jarjaniy sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Al-Amaliy akan diampuni dosanya baik yang telah lalu maupun yang belakangan/akan datang.

Hikayat.
Dalam kitab Zadul Musafirin diceritakan bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada khalifah Umar bin Khattab yang isinya:
Aku baca di kitab Injil bahwa siapa yang membaca satu surat yang tidak terdapat didalamnya 7 huruf, yaitu tsa (ث),kha (خ), zha (ظ), fa (ف), za (ز), jim (ج) dan syin (ش), siapa yang membaca surat ini maka Allah akan mengharamkan tubuhnya tersentuh api neraka, maka kami mencarinya dalam kitab Zabur, dan kitab Taurat tetapi tidak kami temukan, apakah surat itu terdapat pada kitab kalian? Setelah membaca surat ini khalifah Umar mengumpulkan pada sahabat dan menceritakan tentang isi surat dari kaisar tersebut, maka salah seorang sabahat Ubay bin Ka’ab mengatakan bahwa yang dimaksud oleh kaisar itu adalah surat Al-Fatihah, setelah mendengar itu khalifa Umar langsung mengirimkan jawabannya, tidak lama setelah mengetahui itu kaisar tersebut masuk Islam.

Al-Fatihah Surat yang Agung

Dia merupakan surat paling mulia dalam Al-Qur’an. Diriwayatkan oleh Tirmizi, no. 2875 dan dishahihkannya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Ubay bin Ka’b:

أَتُحِبُّ أَنْ أُعَلِّمَكَ سُورَةً لَمْ يَنْزِلْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ ، يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَيْفَ تَقْرَأُ فِي الصَّلَاةِ ؟ قَالَ : فَقَرَأَ أُمَّ الْقُرْآنِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا) صححه الألباني في صحيح الترمذي

“Apakah engkau suka aku ajarkan kepadamu surat yang belum diturunkan di Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam Al-Furqan sepertinya?" Dia menjawab, “Ya. Wahai Rasulullah." Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana anda membaca dalam shalat?" Beliau menjawab, “Membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah).” Maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya. Tidak diturunkan dalam Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam Al-Furqan (surat) semisalnya.” (HR Tirmidzi)

Dia adalah Assab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang). Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.” (QS. Al-hijr: 87)

ذِكْرُ مَا وَرَدَ فِي فَضْلِ الْفَاتِحَةِ
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ، فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ شُعْبَةَ، حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ المُعَلَّى، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنْتُ أُصَلِّي فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ أُجِبْهُ حَتَّى صلَّيت وَأَتَيْتُهُ، فَقَالَ: " مَا مَنَعَكَ أَنْ تَأْتِيَنِي؟ ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ أُصَلِّي. قَالَ: " أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ} [الْأَنْفَالِ: 24] ثُمَّ قَالَ: " لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ ". قَالَ: فَأَخَذَ بِيَدِي، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ قُلْتَ: " لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ ". قَالَ: " نَعَمْ، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ: السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ ".

Imam Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hambal di dalam kitab Musnad-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Syu'bah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Khubaib ibnu Abdur Rahman, dari Hafz ibnu Asim, dari Abu Sa'id ibnul Mua’la r.a. yang menceritakan: Aku sedang salat, kemudian Rasulullah Saw. memanggilku, tetapi aku tidak menjawabnya hingga aku selesai dari salatku, lalu aku datang kepadanya dan ia bertanya,"Mengapa engkau tidak segera datang kepadaku? Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sedang salat." Beliau Saw. bersabda, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman, 'Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian' (Al-Anfal: 24)." Kemudian beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar akan mengajarkan kepadamu surat yang paling besar dalam Al-Qur'an sebelum kamu keluar dari masjid ini." Lalu beliau memegang tanganku. Ketika beliau hendak keluar dari masjid, aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah mengatakan bahwa engkau akan mengajarkan kepadaku sebuah surat Al-Qur'an yang paling agung. Beliau menjawab,"Ya, Alhamdulillahi rabbil 'alamin adalah sab'ul masani, dan Al-Qur'anul 'azim yang diberikan kepadaku."
Demikian pula menurut yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Musaddad dan Ali ibnul Madini, keduanya dari Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan dengan lafaz yang sama. Imam Bukhari pun meriwayatkan hadis ini pada bagian lain dalam tafsirnya. dan diriwayatkan pula oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah dari berbagai jalur melalui Syu'bah dengan lafaz yang sama. Al-Waqidi meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Mu'az Al-Ansari, dari Khubaib ibnu Abdur Rahman, dari Abu Sa'id ibnul MA’la, dari Ubay ibnu Ka'b hadis yang semisal.

Orang yang membaca Al-Fatihah akan mendapatkan balasan pahala yang besar di sisi Allah. Terlebih lagi jika ia membacanya dengan ikhlash, dan mentadabburi maknanya.

Abu Sa’id bin Al-Mu’allaa -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

كُنْتُ أُصَلِّيْ فَدَعَانِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أُجِبْهُ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ أُصَلِّيْ, قَالَ: أَلَمْ يَقُلِ اللهُ: (اسْتَجِيْبُوْا لِلّهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ), ثُمَّ قَالَ: أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ؟. فَأَخَذَ بِيَدِيْ, فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّكَ قُلْتَ: لأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ. قَالَ: (الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ), هِيَ السَّبعُ الْمَثَانِيْ وَاْلقُرْآنُ الْعَظِيْمُ الَّذِيْ أُوْتِيْتَهُ

“Dulu aku pernah sholat. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memanggilku. Namun aku tak memenuhi panggilan beliau. Aku katakan, “Wahai Rasulullah, tadi aku sholat“. Beliau bersabda, “Bukankah Allah berfirman,

“Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu“. (QS. Al-Anfaal: 24).

Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau kuajarkan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid”?. Beliau pun memegang tanganku. Tatkala kami hendak keluar, maka aku katakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi Anda bersabda, “Aku akan ajarkan kepadamu Surat yang paling agung dalam Al-Qur’an”. Beliau bersabda, “Alhamdulillahi Robbil alamin. Dia ( Surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim yang diberikan kepadaku”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4720), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1458), dan An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (913)]‎

Al-Hafidz Ibnu Hajar  berkata, “Ada perbeda dalam maknanya, dikatakan ‘Al-Matsani’ karena diulang pada setiap rakaat. Ada yang mengatakan  karena memuji kepada Allah Ta’ala, atau, karena dikhususkan untuk umat ini, dimana (tidak diturunkan) pada umat sebelumnya.’

Di dalamnya menggabungkan antara tawasul kepada Allah Ta’ala dengan pujian dan sanjungan kepada-Nya serta memuliakan-Nya. Bertawasul kepada-Nya dengan ubudiyah dan mentauhidkan kepada-Nya. Kemudian setelah itu meminta keperluan yang paling penting dan keinginan yang paling bermanfaat yaitu petunjuk setelah dua wasilah tersebut. Maka orang yang meminta seperti lebih layak untuk dikabulkan.  (Lihat  ‘Madarijus salikin, 1/24)

Meskipun pendek, surat ini memuat tiga macam tauhid, tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah dan tauhid Asma’ was sifat. (Silahkan lihat  ‘Madirijus salikin, 1/24-27)

Surat Terbaik dalam Al – Qur’an

Surat Al-Fatihah merupakan surat terbaik, karena ia mengandung tauhid, ittiba’ (mengikuti) Sunnah, adab berdo’a, al-wala’ wal baro’, keimanan terhadap perkara gaib, dan lainnya.

Ibnu Jabir-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ إِهْرَاقَ الْمَاءَ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ: السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَانْطَلَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِيْ وَأَنَا خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى رَحْلِهِ وَدَخَلْتُ أَنَا الْمَسْجِدَ فَجَلَسْتُ كَئِيْبًا حَزِيْنًا فَخَرَجَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَطَهَّرَ فَقَالَ : عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ و عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ ثُمَّ قَالَ اَلاَ أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُوْرَةٍ فِيْ الْقُرْآنِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اِقْرَأْ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَتَّى تَخْتِمَهَا

“Aku tiba kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , sedang beliau mengalirkan air. Aku berkata, “Assalamu alaika, wahai Rasulullah”. Maka beliau tak menjawab salamku (sebanyak 3 X). Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berjalan, sedang aku berada di belakangnya sampai beliau masuk ke kemahnya, dan aku masuk ke masjid sambil duduk dalam keadaan bersedih. Maka keluarlah Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menemuiku, sedang beliau telah bersuci seraya bersabda, “Alaikas salam wa rahmatullah (3 kali)”. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Jabir, maukah kukabarkan kepadamu tentang sebaik-baik surat di dalam Al-Qur’an”. Aku katakan, “Mau ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “Bacalah surat Alhamdulillahi Robbil alamin (yakni, Surat Al-Fatihah) sampai engkau menyelesaikannya“. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/177). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 17633)]

Al – Fatihah adalah Al – Qur’an Al – Azhim

Surat Al-Fatihah dinamai oleh Allah dengan “Al-Qur’an Al-Azhim”, padahal Al-Qur’an Al-Azim bukan hanya Al-Fatihah, masih ada surat-surat lainnya yang berjumlah 11 3. Namun Allah -Azza wa Jalla- menamainya demikian karena kandungan Al-Fatihah meliputi segala perkara yang dikandung oleh Al-Qur’an Al-Azhim secara global. Wallahu A’lam bish showab.

Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik terdapat sebuah hadis yang perlu diperhatikan. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik: 
 
عن العلاء بن عبد الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ الحُرَقي: أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كَرِيزٍ أَخْبَرَهُمْ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَادَى أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ، وَهُوَ يُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ لَحِقَهُ، قَالَ: فَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَلَى يَدِي، وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ، ثُمَّ قَالَ: " إِنِّي لَأَرْجُو أَلَّا تَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ حَتَّى تَعْلَمَ سُورَةً مَا أُنْزِلَ  فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ". قَالَ أُبَيٌّ: فَجَعَلْتُ أُبْطِئُ فِي الْمَشْيِ رَجَاءَ ذَلِكَ، ثُمَّ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا السُّورَةُ الَّتِي وَعَدْتَنِي؟ قَالَ: " كَيْفَ تَقْرَأُ إِذَا افْتَتَحْتَ الصَّلَاةَ؟ قَالَ: فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} حَتَّى أَتَيْتُ عَلَى آخِرِهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " هِيَ هَذِهِ السُّورَةُ، وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُ "

Dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman ibnu Ya'qub Al-Harqi,  bahwa Abu Sa'id maula Amir ibnu Kuraiz telah menceritakan kepada mereka bahwa Rasulullah pernah memanggil Ubay ibnu Ka'b yang sedang salat. Setelah Ubay menyelesaikan salatnya, lalu ia menjumpai Nabi Saw. Nabi Saw. memegang tangan Ubay, saat itu beliau hendak keluar menuju pintu masjid. Kemudian beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap sebelum kamu keluar dari masjid ini kamu sudah mengetahui suatu surat yang belum pernah diturunkan di dalam Taurat, Injil, dan tidak ada pula di dalam Al-Qur'an surat yang serupa dengannya." Ubay melanjutkan kisahnya, "Maka aku mengurangi kecepatan langkahku karena mengharapkan pelajaran tersebut, kemudian aku berkata, 'Wahai Rasulullah, surat apakah yang engkau janjikan kepadaku itu?' Beliau Saw. bersabda. 'Apakah yang engkau baca bila membuka salatmu?' Aku membaca alhamdu lillahi rabbil 'alamina sampai akhir surat,' lalu beliau bersabda, 'Itulah surat yang kumaksudkan. Surat ini adalah sab'ul masani dan Al-Qur’anul 'azim yang diberikan kepadaku'."
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْآنُ الْعَظِيْمُ

“Ummul Qur’an (yakni, Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4427), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1457), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3124)]

Surat Ruqyah

Al-Qur’an seluruhnya bisa digunakan dalam meruqyah. Namun secara khusus Al-Fatihah pernah dipergunakan oleh para sahabat dalam meruqyah sebagian orang yang tergigit kalajengking. Dengan berkat pertolongan Allah, orang yang digigit kalajengking tersebut sembuh kala itu juga.

Sekarang kita dengarkan kisahnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- ketika beliau berkata,

انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ سَفْرَةٍ سَافَرُوْهَا حَتَّى نَزَلُوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمْ فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ الرَّهْطَ الَّذِيْنَ نَزَلُوْا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُوْنَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوْا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ وَسَعْيُنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ فَهَلْ عَنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ وَاللهِ إِنِّيْ لأَُرْقِي وَلَكِنْ وَاللهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُوْنَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلاً فَصَالَحُوْهُمْ عَلَى قَطِيْعٍ مِنَ الْغَنَمِ فَانْطَلَقَ يَتْفُلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ { الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ } . فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ . قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِيْ صَالَحُوْهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوْا فَقَالَ الَّذِيْ رَقِيَ: لاَ تَفْعَلُوْا حَتَّى نَأْتِيّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِيْ كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوْا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ فَذَكَرُوْا لَهُ فَقَالَ: وَمَا يُدْرِيْكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ . ثُمَّ قَالَ: قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوْا وَاضْرِبُوْا لِيْ مَعَكُمْ سَهْمًا . فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

” Ada beberapa orang dari kalangan sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka lakukan sampai mereka singgah pada suatu perkampungan Arab. Mereka pun meminta jamuan kepada mereka. Tapi mereka enggan untuk menjamu mereka (para sahabat). Akhirnya, pemimpin suku itu digigit kalajengking. Mereka (orang-orang kampung itu) telah mengusahakan segala sesuatu untuknya. Namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Sebagian diantara mereka berkata, “Bagaimana kalau kalian mendatangi rombongan (para sahabat) yang telah singgah. Barangkali ada sesuatu (yakni, obat) diantara mereka”.Orang-orang itu pun mendatangi para sahabat seraya berkata, “Wahai para rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat, dan kami telah melakukan segala usaha, tapi tidak memberikan manfaat kepadanya. Apakah ada sesuatu (obat) pada seorang diantara kalian?” Sebagian sahabat berkata, “Ya, ada. Demi Allah, sesungguhnya aku bisa me-ruqyah. Tapi demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian tak mau menjamu kami. Maka aku pun tak mau me-ruqyah kalian sampai kalian mau memberikan gaji kepada kami”. Merekapun menyetujui para sahabat dengan gaji berupa beberapa ekor kambing. Lalu seorang sahabat pergi (untuk me-ruqyah mereka) sambil memercikkan ludahnya kepada pimpinan suku tersebut, dan membaca, “Alhamdulillah Robbil alamin (yakni, Al-Fatihah)”. Seakan-akan orang itu terlepas dari ikatan. Maka mulailah ia berjalan, dan sama sekali tak ada lagi penyakit padanya. Dia (Abu Sa’id) berkata, “Mereka pun memberikan kepada para sahabat gaji yang telah mereka sepakati. Sebagian sahabat berkata, “Silakan bagi (kambingnya)”. Yang me-ruqyah berkata, “Janganlah kalian lakukan hal itu sampai kita mendatangi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu kita sebutkan kepada beliau tentang sesuatu yang terjadi. Kemudian kita lihat, apa yang beliau perintahkan kepada kita”. Mereka pun datang kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya menyebutkan hal itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Apa yang memberitahukanmu bahwa Al-Fatihah adalah ruqyah?” Kemudian beliau bersabda lagi, “Kalian telah benar, silakan (kambingnya) dibagi. Berikan aku bagian bersama kalian”. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tertawa“. [HR. Al-Bukhoriy (2156), Muslim (2201)]

Al-Imam Ibnu Abi Jamroh-rahimahullah- berkata, “Tempat memercikkan ludah ketika me-ruqyah adalah usai membaca Al-Qur’an pada anggota badan yang dilalui oleh ludah”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (9/206)]

Cahaya Untuk Ummat Islam

Satu lagi diantara fadhilah Al-Fatihah, ia disebut dengan cahaya, karena di dalamnya terdapat petunjuk bagi seorang muslim dalam semua urusannya. Jika kita mengkaji Al-Fatihah secara mendalam, maka kita akan mendapat banyak faedah dan petunjuk. Oleh karena itu, sebagian ulama’ telah menulis kitab khusus menafsirkan Al-Fatihah dan mengeluarkan mutiara hikmahnya yang berisi pelita yang menerangi kehidupan kita.

Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

بَيْنَمَا جِبْرِيْلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ نَقِيْضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى اْلأَرْضِ لَمْ يَنْزِلُ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ أُوْتِيْتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمَ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيْتَهُ

“Tatkala Jibril duduk di sisi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , maka ia mendengarkan suara (seperti suara pintu saat terbuka) dari atasnya. Maka ia (Jibril) mengangkat kepalanya seraya berkata, “Ini adalah pintu di langit yang baru dibuka pada hari ini; belum pernah terbuka sama sekali, kecuali pada hari ini”. Lalu turunlah dari pintu itu seorang malaikat seraya Jibril berkata, “Ini adalah malaikat yang turun ke bumi; ia sama sekali belum pernah turun, kecuali pada hari ini”. Malaikat itu pun memberi salam seraya berkata, “Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu; belum pernah diberikan kepada seorang nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab, dan ayat-ayat penutup Surat Al-Baqoroh. Tidaklah engkau membaca sebuah huruf dari keduanya, kecuali engkau akan diberi“. [HR. Muslim dalam Shahih-nya (806), dan An-Nasa’iy (912)]

Surat Fatihah dibaca Untuk Ahli Kubur

Hadis membaca surat Al Fatihah untuk yang meninggal dunia

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ (رواه الطبراني في الكبير رقم 13613 والبيهقي في الشعب رقم 9294 وتاريخ يحي بن معين 4 / 449)

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Jika diantara kalian ada yang meninggal, maka janganlah diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan hendaklah di dekat kepalanya dibacakan pembukaan al-Quran (Surat al-Fatihah) dan dekat kakinya dengan penutup surat al-Baqarah di kuburnya” (HR al-Thabrani dalam al-Kabir No 13613, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 9294, dan Tarikh Yahya bin Main 4/449)[2]

Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian pada hadis tersebut:

فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ (فتح الباري لابن حجر 3 / 184)

“HR al-Thabrani dengan sanad yang hasan” (Fath al-Bari III/184)

Surat Fatihah Adalah Doa

Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa beberapa sahabat Nabi pernah singgah di sebuah kabilah, yang kepala sukunya terkena gigitan hewan berbisa. Lalu sahabat melakukan doa ruqyah dengan bacaan Fatihah (tanpa ada contoh dan perintah dari Nabi). Kepala suku pun mendapat kesembuhan dan sahabat mendapat upah kambing. Ketika disampaikan kepada Nabi, beliau tersenyum dan berkata:

وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَصَبْتُمُ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ بِسَهْمٍ

“Dari mana kalian tahu bahwa surat Fatihah adalah doa? Kalian benar. Bagikan dan beri saya bagian dari kambing itu” (HR al-Bukhari dan Muslim, redaksi diatas adalah hadis al-Bukhari)

Di hadis ini sahabat membaca al-Fatihah untuk doa ruqyah adalah dengan ijtihad, bukan dari perintah Nabi. Mengapa para sahabat melakukannya, sebab hal ini tidak dilarang oleh Rasulullah. 

Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam al-Hasyr: 7

 “… Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…”

Yang harus ditinggalkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah, bukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah! Dalam masalah al-Fatihah ini tidak ada satupun hadis yang melarang membaca al-Fatihah dihadiahkan untuk mayit!

Bahkan membaca al-Fatihah untuk orang yang telah wafat juga telah diamalkan oleh para ulama, diantara ulama ahli Tafsir berikut:

وَأَنَا أُوْصِي مَنْ طَالَعَ كِتَابِي وَاسْتَفَادَ مَا فِيْهِ مِنَ الْفَوَائِدِ النَّفِيْسَةِ الْعَالِيَةِ أَنْ يَخُصَّ وَلَدِي وَيَخُصَّنِي بِقِرَاءَةِ اْلفَاتِحَةِ وَيَدْعُوَ لِمَنْ قَدْ مَاتَ فِي غُرْبَةٍ بَعِيْداً عَنِ اْلإِخْوَانِ وَاْلأَبِ وَاْلأُمِّ بِالرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ فَإِنِّي كُنْتُ أَيْضاً كَثِيْرَ الدُّعَاءِ لِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فِي حَقِّي وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً آمِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (تفسير الرازي : مفاتيح الغيب 18 / 183)

“(al-Razi berkata) Saya berwasiat kepada pembaca kitab saya dan yang mempelajarinya agar secara khusus membacakan al-Fatihah untuk anak saya dan diri saya, serta mendoakan orang-orang yang meninggal nan jauh dari teman dan keluarga dengan doa rahmat dan ampunan. Dan saya sendiri melakukan hal tersebut” (Tafsir al-Razi 18/233-234)
Surat ini mengandung obat hati dan obat badan.

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahulah berkata, “Adapun terkait obat bagi hati, maka sungguh surat ini memiliki kandungan tersebut. Karena penyakit hati berkisar pada dua sumber. Rusaknya ilmu dan rusaknya niat yang berdampak pada dua penyakit mematikan yaitu kesesatan dan kemarahan. Kesesatan adalah dampak dari rusaknya ilmu. Sementara kemarahan adalah dampak dari rusaknya niat. Keduanya termasuk unsur pokok semua penyakit hati. Petunjuk ke jalan yang lurus mengandung obat dari penyakit kesesatan. Oleh karena itu, permohonan petunjuk termasuk doa wajib bagi setiap hamba dan harus dilakukan setiap hari pada setiap shalat. Karena kebutuhan terhadap hidayah yang diinginkan sangat urgen sekali dan tidak dapat digantikan posisinya oleh permintaan yang lain. Sehingga realisasi dari ‘Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan’ termasuk ilmu, pengetahuan, amal dan berbagai keadaan yang mengandung obat dari penyakit kerusakan hati dan niat.

Adapun bahwa surat ini mengandung obat bagi fisik, kami sebutkan apa yang ada dalam sunnah. Dan sesuai dengan kaidah kedokteran dan yang telah dibuktikan.

Dalam sunah, terdapat dalam hadits shahih dari Abu Mutawakil An-Naji dari Abu Said Al-Khuri bahwa sekelompok shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam melewati sebuah perkampungan arab…. Hingga akhirnya disebutkan tentang ruqyah dengan Al-Fatihah. Kemudian beliau mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa bacaan surat Al-Fatihah mengandung kesembuhan dari sengatan binatang, maka cukup dengannya sebagai obat, bahkan bisa jadi kesembuhannya melebihi obat-obatan lainnya. Padahal penduduk di tempat (yang dibacakannya Al-Fatihah) bukan orang-orang yang dapat menerima, mungkin karena penduduk setempat non muslim atau penduduknya kikir dan sering mencela. Bagaimana halnya jika di daerah yang penduduknya dapat menerima?"  (Madarijus salikin, 1/52-55)

Kemudian beliau menambahkan, “Pernah terjadi pada diriku sakit yang mengganggu, hampir saja aku tidak dapat bergerak. Hal itu terjadi saat thawaf dan di tempat lain. Lalu aku segera bacakan Al-Fatihah dan aku usap di tempat yang sakit, maka bagaikan (ada) batu yang jatuh (sembuh). Hal itu telah aku praktekkan berulang-ulang. Aku juga mengambil segelas air zam zam, lalu aku bacakan Al-Fatihah berkali-kali kemudian aku minum. Aku merasakan manfaat dan kekuatan yang tidak aku dapatkan seperti itu pada obat lainnya." (Madarijus Salikin, 1/58)

Surat Al-Fatihah mengandung bantahan untuk orang sesat dan kelompok sesat. Juga bantahan terhadap ahli bid’ah dan kesesatan umat ini. Hal ini dapat diketahui dari dua sisi, secara global dan terperinci.

Penjelasannya adalah bahwa jalan yang lurus (ash-shirathal mustaqim) mengandung kebenaran dan mendahulukan (kebenaran) dibandingkan yang lainnya. Serta mencintai, merealisasikan, mendakwakan kepadanya dan melawan musuh semampu mungkin. Kebenaran adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya, serta apa yang beliau ajarkan, baik secara teori maupun praktek dalam masalah nama dan sifat Allah. Juga dalam masalah tauhid, perintah, larangan, janji dan ancaman-Nya. Juga dalam hakikat keimanan yang termasuk tempat bagi orang yang menuju kepada Allah Ta’ala. Kesemuanya itu diserahkan sepenuhnya bersumber dari ajaran Rasululah sallallahu alaihi wa sallam, bukan pada pendapat orang lain, atau  kondisi tertentu maupun pemikiran serta istilah dari orang lain.” (Madarijus salikin, 1/58)

Surat Al-Fatihah mengandung semua makna Kitab-kitab yang diturunkan. (Madarijus salikin, 1/74)

Dalam surat Al-Fatihah terkandung doa yang paling bermanfaat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Saya renungkan doa yang paling bermanfaat adalah permintaan bantuan untuk menggapai keridhaan-Nya. Kemudian saya lihat ada pada surat Al-Fatihah pada ayat "Iyyakana’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)" (Madarijus Salikin, 1/78)

Kesimpulannya, bahwa surat Al-fatihah merupakan kunci semua kebaikan dan kebahagian di dunia dan akhirat.

Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata, “Fatihatul kitab, Ummul Qur’an, As-Sab’ul Matsani, kesembuhan total, obat yang bermanfaat, ruqyah sempurna, kunci kekayaan dan kemenangan, penjaga kekuatan, menghilangkan sedih, gundah, ketakutan, kesedihan,  bagi orang yang mengetahui kemuliaannya dan memberikan haknya serta menempatkan dengan tepat dalam mengobati suatu penyakit, mengetahui bagaimana cara kesembuhan dan mengetahui rahasia yang terkandung di dalamnya.

Maka ketika sebagian shahabat mendapatkan kenyataan tersebut, mereka menjadikannya  sebagai ruqyah dengannya dan langsung sembuh. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, “Dari mana kalian tahu bahwa itu adalah ruqyah.”

Seseorang yang mendapatkan taufiq dengan cahaya pengetahuan, hingga mendapatkan rahasia surat ini dan kandungan di dalamnya berupa tauhid, mengenal Dzat, nama, sifat dan perbuatan Allah, lalu meyakini syariat agama, takdir dan kebangkitan. Juga mengkhususkan tauhid Rububiyah dan Uluhiyyah, bertawakkal secara sempurna dan berserah diri secara penuh kepada Yang mempunyai semua urusan dan mempunyai semua pujian. Meyakini bahwa di tangan-Nya semua kebaikan, dan semua urusan dikembalian kepada-Nya. Dirinya merasa kekurangan kepada-Nya untuk meminta hidayah yang menjadi pokok kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan mengetahui keterkaitan maknanya dalam mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan dan bahwa kesudahan secara mutlak dan kenikmatan secara sempurna terkait dengan merealisasikannya, maka dengannya sudah cukup obat dan ruqyah serta tidak membutuhkan lainnya.  Padanya terbuka pintu kebaikan, dan tertolak sebab-sebab keburukan." (Zadul Ma’ad, 4/315)‎

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...