Minggu, 29 November 2020

Penjelasan Tentang Keutamaan Baitul Maqdis Palestina


Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Surat Al-Isra ayat pertama yang berbunyi:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya : "Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang diberkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkantanda-tanda kekuasaan Kami, bahwasanya Dia itu Maha Mendengar dan Maha Melihat“. (Q.S. Al-Isra [17] : 1).


Berdasarkan ayat tersebut, Allah menempatkan Kedudukan Masjid Al-Aqsha sebagai :
Nama yang diberikan langsung oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Merupakan tempat singgah Isra Mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Merupakan tempat yang diberkahi Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Selain ketiga kedudukan tersebut, Masjid Al-Aqsha juga menjadi bagian dari agama Islam, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yakni :

1. Masjid Al-Aqsha adalah kiblat pertama umat Islam

Masjid Al-Aqsha di Palestina adalah kiblat pertama umat Islam, sebelum Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan mengubah arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha Palestina ke Masjid Al-Haram di Mekkah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menunaikan shalat menghadap Masjid Al-Aqsha sewaktu berada di Mekkah sebelum Hijrah hingga hijrah ke Madinah, dalam kurun waktu 16 bulan. Kemudian atas perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala beliau shalat menghadap Ka'bah (Masjid Al-Haram) di Mekkah.

Di dalam hadits disebutkan sebagai berikut :

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا حَتَّى نَزَلَتْ الْآيَةُ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ

Artinya : Dari Al-Bara bin ‘Azib berkata, “Saya shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam belas bulan, sampai turun ayat di dalam Surah Al-Baqarah WAHAITSU MA KUNTUM FAWALLAU WUJUHAKUM SYATROH...” (H.R. Bukhari).

Ayat di dalam Surah Al-Baqarah yang dimaksud adalah ayat 144 yaitu :

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 144).

Bukti peninggalan adanya peralihan kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Masjid Al-Haram, terbukti dengan adanya Masjid Qiblatain di Madinah. Masjid Qiblatain merupakan masjid tempat di mana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menerima perintah pemindahan arah kiblat itu. Maka disebut Masjid Qiblatain artinya masjid dua kiblat.

2. Masjid Al-Aqsha adalah Bangunan Kedua yang Diletakkan Allah di Bumi

Di dalam sebuah hadits disebutkan :

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً
Artinya : "Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?" Beliau bersabda, "Al-Masjid Al-Haram". Abu Dzar bertanya lagi, "Kemudian apa?". Beliau bersabda, "Kemudian Al-Masjid Al-Aqsha". Berkata Abu Mu’awiyah “Yakni Baitul Maqdis” . Abu Dzar bertanya lagi, "Berapa lama antara keduanya?". Beliau menjawab, "Empat puluh tahun". (H.R. Ahmad dari Abu Dzar).
Dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
 
قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلَ ؟ قَالَ : الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ. قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟. قَالَ : الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى. قُلْتُ : كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا ؟. قَالَ : أَرْبَعُوْنَ سَنَةً. ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهْ. فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ : أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ فَهُوَ مَسْجِدٌ
 
Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama kali dibangun di muka bumi ?”. Beliau menjawab  : “Al-Masjid Al-Haram”. Aku bertanya lagi : “Kemudian (masjid) mana ?”. Beliau menjawab : “Al-Masjid Al-Aqshaa”. Aku bertanya lagi : “Berapa jarak antara keduanya ?”. Beliau menjawab : “Empat puluh tahun. Kemudian dimanapun shalat menjumpaimu setelah itu, maka shalatlah, karena keutamaan ada padanya”. Dan dalam riwayat yang lain : ”Dimanapun shalat menjumpaimu, maka shalatlah, karena ia adalah masjid” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Dzarr r‎adliyallaahu ’anhu]
Pondasi Masjid Al-Aqsha diletakkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala sejak zaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Dalam kurun waktu sekian lama, bangunan itu rusak dan runtuh dimakan waktu. Areal tanah sekitar Masjid Al-Aqsha juga termasuk ke dalam kawasan masjid tersebut. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam shalat di tanah itu, bagian Masjid Al-Aqsha.

Ibnul Qayyim Al-Jauzy menyebutkan, Masjid Al-Aqsha dibangun kembali di atas pondasinya oleh cucu Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, yakni Nabi Ya`qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘Alaihis Salam. Keturunan berikutnya, Nabi Daud bin Ya’qub 'Alaihis Salam membangun ulang masjid itu. Bangunan Masjid Al-Aqsha diperbaharui oleh putera Nabi Dawud 'Alaihis Salam, yakni Nabi Sulaiman 'Alaihis Salam. Mereka para nabi utusan Allah membangun kembali Masjid Al-Aqsha adalah untuk tempat ibadah mendirikan shalat di dalamnya, bukan mendirikan kuil sinagog seperti klaim Zionis Yahudi.

3. Masjid Al-Aqsha merupakan Tempat Ziarah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah

Tentang anjuran yang sangat untuk berziarah Masjid Al-Aqsha disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam hadits :

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَ
 
Artinya : "Tidak dikerahkan melakukan suatu perjalanan kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)". (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Dengan dasar hadits ini, Masjid Al-Aqsha merupakan tempat kunjungan yang mulia. Maka sangat dianjurkan untuk berziarah ke sana, shalat di dalamnya, dan mengetahui secara mendalam tentangnya.

Begitu mulianya berziarah ke masjid Al-Aqsha tersebut, hampir seluruh sahabat utama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berkunjung ke sana. Beberapa di antaranya yaitu Umar bin Khattab saat menjadi Khalifah, Abu Hurairah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Umar, Abdullah bin ‘Abbas, Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu’az bin Jabbal, Bilal bin Rabbah, Khalid bin Walid, Abu Dzar Al-Ghiffari, Salman Al-Farisi, Abu Darda, Abu Mas’ud Al-Anshari, Amr bin ‘Ash, Abdullah bin Salam, Said bin Zaid, Murrah bin Ka’ab, Abdullah bim Amr bin Ash, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Auf bin Malik, Ubadah bin Shamit, Sa’id bin Al-Ash, dan Shafiyah isteri Rasulullah.

Demikian pula kalangan ulama dari kalangan tabi’in dan tokoh-tokoh ahli fiqih terkenal pernah berziarah ke Masjid Al-Aqsha, di antaranya Imam Asy-Syafi’i, Imam Al-Ghazali, Sufyan Ats-Tsauri, Rabi’ah Al-Adawiyah, Malik bin Dinar, Uwais Al-Qaruj, Imam Al-Auza’i, Muqatil bin Sufyan, Tsauban bin Yamrad, Dzum Num Al-Misri, Abdul Wahid Al-Hambali, Imam Abu Bakar Al-Thurthutsi, Imam Abu Bakar Al-‘Arabi, Abu Bakar Al-Jurjani, Abu Al-Hasan Al-Zuhri, dan yang lainnya.

4. Keutamaan Pahala Shalat di Masjid Al-Aqsha
Dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.

أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خِلَالًا ثَلَاثَةً سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حِينَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لَا يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فِيهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (فِيْ رِوَايَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ)

“Sesungguhnya , ketika Sulaiman bin Dawud membangun Baitul Maqdis, (ia) meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tiga perkara. (Yaitu), meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar (diberi taufiq) dalam memutuskan hukum yang menepati hukumNya, lalu dikabulkan ; dan meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dianugerahi kerajaan yang tidak patut diberikan kepada seseorang setelahnya, lalu dikabulkan ; serta memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bila selesai membangun masjid, agar tidak ada seorangpun yang berkeinginan shalat disitu, kecuali agar dikeluarkan dari kesalahannya, seperti hari kelahirannya” (Dalam riwayat lain berbunyi : Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Adapun yang dua, maka telah diberikan. Dan saya berharap, yang ketigapun dikabulkan)” [Hadits ini diriwayatkan An-Nasa’i, dan ini lafadz beliau, Ahmad dalam musnad-nya dengan lebih panjang lagi. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Haakim dalam kitab Mustadrak dan Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, serta selain mereka]

Ada beberapa hadits yang menyebutkan keutamaan pahala shalat di Masjid Al-Aqsha. Ada yang menyebutkan 1.000 kali, 500 kali, dan 250 kali lebih baik daripada shalat di masjid lain, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Hadits yang menyebutkan shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 1.000 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :

أَنَّ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ أَرْضُ الْمَنْشَرِ وَالْمَحْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“‎Sesunggunya Maimunah pembantu Nabi berkata, “Ya Nabiyallah, berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis”. Maka Rasulullah menjawab, “Bumi tempat bertebaran dan tempat berkumpul. Datangilah ia, maka shalatlah di dalamnya, karena sesungguhnya shalat di dalamnya seperti seribu kali shalat dari shalat di tempat lain”. (HR Ahmad).

Hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 500 kali dibandingkan shalat di masjid lain berasal dari Abu Dzar, yaitu :

الصلاة في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة، والصلاة في مسجدي، بألف صلاة، والصلاة في بيت المقدس بخمسمائة صلاة

”Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali lipat daripada sholat di masjid-masjid lainnya. Sholat di Masjid Nabawi lebih utama seribu kali lipat. Dan sholat di Masjidil Aqsha lebih utama lima ratus kali lipat.” (HR Ahmad dari Abu Darda).

Adapun hadits yang menyebutkan bahwa shalat di Masjid Al-Aqsha lebih utama 250 kali dibandingkan shalat di masjid lain, yaitu :

Dari Abu Dzar Rodhiyallohu 'Anhu Rosululloh Bersabda ;

تَذَاكَرْنَا وَ نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَيُّهُمَا أَفْضَلُ, مَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أو مَسْجِدُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : صلاة في مَسْجِدِيْ هذا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ وَ لَنِعْمَ الْمُصَلَّى وَ لَيُوُشِكَنَّ أَنْ لاَ يَكُوْنَ لِلَّرَجُلِ مِثْلُ شَطَنِ فَرَسِهِ مِنَ اْلأَرْضِ حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا جَمِيْعًا أَوْ قَالَ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا .

“Kami saling bertukar pikiran tentang mana yang lebih utama, masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau Baitul Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya dari tempat itu terlihat Baitul Maqdis lebih baik baginya dari dunia seluruhnya”, atau ,”lebih baik dari dunia seisinya”. (HR Ath-Thabrani dan Al-Hakim).
5. Masjid Al-Aqsha Negeri Para Nabi Utusan Allah

Para nabi utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, banyak diturunkan di kawasan Masjid Al-Aqsha Palestina dan sekitarnya. Sehingga jejak-jejak langkah kaki para Nabi utusan dalam berdakwah mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mengajak manusia menyembah dan memperibadati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, terukir abadi di negeri para nabi, Al-Aqsha Palestina. Hal itu juga dibuktikan dengan peninggalan sejarah Islam dengan adanya makam-makam para Nabi utusan Allah Subhananhu Wata’ala, seperti : makam Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, makam Nabi Syu'aib ‘Alaihis Salam, makam Nabi Musa ‘Alaihis Salam, makam Nabi Dawud ‘Alaihis Salam, makam Nabi Yunus ‘Alaihis Salam, dan makam Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam.

Bahkan pada waktu Isra Mi’raj, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengimami shalat jama’ah bersama para nabi di Masjid Al-Aqsha. Seperti tertuang dalam hadits Riwayat Muslim berikut, yang artinya :

"..... Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama'ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu'ah. Dan ada pula 'Isa bin Maryam 'Alaihi Salam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim 'Alaihi Salam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): "Wahai Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!" Aku pun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Beberapa penjelasan tentang makna “tanah yang diberkahi sekelilingnya” sebagaimana tersebut di dalam Surah Al-Isra ayat pertama, yakni negeri Syam, termasuk di dalamnya Masjid Al-Aqsha. Keberkahan yang dimaksud, antara lain karena di Syam-lah Allah mengutus banyak Nabi dan Rasul-Nya. Syam juga menjadi tempat berlangsungnya kisah-kisah yang ditunjukkan Al-Qur'an. Para malaikat turun di sana dengan membawa wahyu, dan dengan wahyu itu para Rasul berdakwah. Di tanah Syam pula banyak nabi dikuburkan. Nabi Isa, Nabi Dawud, dan Nabi Sulaiman berdakwah di Syam.

Nabi Ibrahim dan Luth pun bermigrasi ke Syam seperti firman Allah,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ () وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ () وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ

 “Kami berfirman, `Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim,’ mereka berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS. Al-Anbiya [21] : 69-71).

Tanah Syam adalah negeri yang ditetapkan Allah untuk menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari kekejaman Fir'aun. Syam adalah negeri tempat dikuburkannya Nabi Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, dan Musa.

Di dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari Zaid bin Tsabit Al-Anshari disebutkan, yang artinya, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Betapa diberkahinya Syam! Betapa diberkahinya Syam!’ Lalu orang-orang bertanya, ‘Bagaimana ia diberkahi wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Para malaikat membentangkan sayapnya di atas Syam, dan para nabi telah membangun Baitul Maqdis (Al Quds).” Ibnu Abbas menambahkan bahwa Rasulullah bersabda, “Dan para nabi tinggal di Syam, dan tidak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR. At-Tirmidzi).

6. Masjid Al-Aqsha merupakan Tempat bertolaknya jama’ah Haji / Umrah

Hal ini berdasarkan hadits berikut :

مَنْ أَحْرَمَ مِنْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya : “Barangsiapa berihram dari Baitul Maqdis Allah mengampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Ahmad dari Ummu Salamah isteri Rasulullah).

Maka, baik sekali, kalau berdasarkan hadits tentang anjuran yang sangat kuat untuk berziarah ke tiga masjid, yakni Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsha di Palestina, serta hadits di atas, jika umat Islam melaksanakan haji atau umrah plus ziarah ke Masjid Al-Aqsha. Berdasarkan nash hadits di atas, maka ziarah dulu ke Masjid Al-Aqsha, baru kemudian melaksanakan umrah/haji.

7. Masjid Al-Aqsha adalah Tanah Waqaf Milik Islam

Khalifah Umar bin Khattab telah melakukan perjalanan ziarah ke Palestina, ketika penduduk negeri itu mensyaratkan bahwa yang berhak menerima penyerahan Palestina harus Umar sendiri selalu pemimpin umat Islam (Khalifah). Pada waktu itu warga Palestina termasuk kaum Nasrani memberikan mandat kepada Khalifah Umar bahwa diri mereka, harta mereka, dan semua kepecayaan di sana, untuk dijaga dan dipelihara oleh Islam. Khalifah Umar bin Khattab membebaskan kembali Masjid Al-Aqsha tersebut pada tahun 638 M. Khalifah Umar bin Khattab kemudian membangunnya kembali dengan kayu di atas pondasi aslinya. Khalifah Umar bin Khattab mewaqafkannya untuk umat Islam, agar jangan sampai diperjualbelikan dan jatuh ke tangan orang di luar Islam.

Jauh setelah masa Khalifah Umar bin Khattab, kemudian bangunan fisik Masjid Al-Aqsha disempurnakan dengan batu permanen pada jaman Mulkan Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Pada tahun 691 M. (72 H.), Abdul Malik bin Marwan selain merehab dan merenovasi Masjid Al-Aqsha, dengan kubah berwarna kebiruan, juga mendirikan sebuah bangunan berbentuk kubah untuk melindungi batu tempat pijakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam akan dimi'rajkan ke langit. Bangunan itu terletak sekitar 100 meter di sebelah utara Masjid Al-Aqsha, yang kemudian disebut dengan Kubah Ash-Shakhrah (artinya Kubah Batu), dalam bahasa Inggris disebut Dome of the Rock. Kubahnya berwarna kuning keemasan.

Masa berikutnya, adalah orang dari luar Palestina, yakni Shalahuddin Al-Ayyubi dari negeri Kurdi Iraq yang bersumpah kepada dirinya untuk tidak akan tersenyum selama hidupnya sebelum membebaskan kompleks Masjid Al-Aqsha dan kawasan sekitarnya, dari penjajahan tentara Salibis yang juga bukan haknya. Akhirnya, melalui perjuangan panjang pada tanggal 27 Rajjab 573 H. / 2 Oktober 1187 Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan sekitarnya dapat dibebaskan kembali dari penjajahan yang telah menguasai selama 88 tahun.

Berikutnya, Sulthan Abdul Hamid II (tahun 1876-1911 M.) dengan gigih mempertahankan Masjid Al-Asha sebagai hak waqaf umat Islam, dan tidak memberikan sejengkalpun tanah Palestina dan kompleks Masjid Al-Aqsha untuk dikuasai oleh selain umat Islam yang memang yang bukan haknya. Sentral kepemimpinan umat Islam mempertahankan tanah waqaf kompleks Masjid Al-Aqsha dan kawasan Palestina dan sekitarnya berlangsung selama lebih kurang 1.200 tahun lamanya hingga tahun 1917 M.

8. Masjid Al-Aqsha adalah tempat yang akan dibebaskan oleh hamba-hamba-Nya‎

فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍشَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا

Artinya : “Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. (Q.S. Al-Isra [17] : 5).

ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَوَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا

Artinya : “Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”. (Q.S. Al-Isra [17] : 6).

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُالْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَمَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا

Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS Al-Isra [17] : 7).

Di dalam hadits disebutkan :

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْقَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَحَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ

Artinya : "Tidak henti-hentinya thaifah dari umatku yang menampakkan kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan tidak ada yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang kepada mereka keputusan Allah 'Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan demikian". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, di manakah mereka?". Beliau bersabda, "Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait Al-Maqdis". (HR Ahmad dari Abi Umamah).

عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ

Artinya : "Dari Abu Hurairah bahwa Raslullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin berperang dengan Yahudi, maka kaum Muslimin berhasil membunuh mereka sehingga Yahudi bersembunyi di balik pohon dan batu. Lalu batu atau pohon itu berkata : Wahai Muslim.. Wahai Abdullah… ini Yahudi sembunyi di belakangku, maka segera bunuh dia, kecuali gharqad karena ia adalah dari pohon Yahudi". (H.R. Muslim).‎

Perlu diketahui, banyak kelompok orang-orang Yahudi dengan beragam nama, mereka berusaha terus menerus mengganggu kaum Muslimin di dalam Masjidil Aqsha, dengan dalih, mereka melakukan shalat disana, sehingga menimbulkan bentrokan antara kaum Muslimin yang sedang melakukan shalat di dalam masjid tersebut, dengan tentara Yahudi. Ini mengakibatkan banyak korban yang terbunuh dan luka-luka. Akhir perlawanan ini terjadi ketika Yahudi membuat terowongan di bawah Masjidil Aqsha.

Sejak pendudukan Yahudi atas bagian timur kota Al-Quds pada tanggal 5 Haziraan (Juni) 1967M, setelah pendudukan bagian baratnya pada tanggal 15 Ayaar (Mei) 1948M, kemudian orang-orang Yahudi melarang kaum Muslimin memperluas banguan dan pemukiman, serta mereka meratakan bangunan-bangunan yang tidak memiliki surat izin mendirikan bangunan. Juga berusaha mempersulit orang Arab Palestina, agar meninggalkan kota, tinggal di luar kota dan orang yang telah mengungsi dianggap telah bermukim di luar kota Al-Quds. Wallahu Mustaan.

Setelah perang tahun 1967M, orang-orang Yahudi memperluas bagian timur kota Al-Quds dan menggabung 66 ribu Dunum dari wilayah Ghaza disebelahnya. Agar luas kota Al-Quds menjadi 72 ribu Dunum. Yahudi juga bergerak, dengan menambah tiga orang Yahudi pada setiap orang Arab di kota Al-Quds bagian timur. Oleh karena itu, perpindahan orang-orang Yahudi ke kota Al-Quds bagian timur terus menerus dilakukan. Kantor kementrian dalam negeri melakukan usaha untuk tidak menyatukan keluarga-keluarga yang telah terpisah di Al-Quds. Juga pemerintah bagian perkotaannya (Al-Baladiyah), kota Al-Quds menolak memberikan izin pendirian bangunan dan menghancurkan bangunan yang tidak ada izinnnya.

Berdasarkan ini semua, usaha-usaha mereka ini berhasil dan memaksa banyak penduduk Al-Quds mengungsi ke daerah pinggiran di luar batas kota Al-Quds, seperti Ar-Rami, Dhahiyah Al-Barid, Abu Dis dan Al-Izariyah.

Pembagian wilayah-wilayah pinggiran ke wilayah yang ikut kota Al-Quds dan yang lainnya ke Ghaza Barat, serta mempersulit penduduk Al-Quds dalam pendirian bangunan, membuat penduduk wilayah pinggiran memperluas pendirian bangunan pada bagian wilayah yang masuk Ghaza Barat, karena undang-undang yang khusus dalam perizinan bangunan lebih mudah. Perbedaannya jelas, yaitu untuk memindahkan dan mengusir secara resmi penduduk Al-Quds ke wilayah pinggiran, yang terletak di Ghaza Barat secara bertahap. Tujuannya, diantaranya untuk memperkecil jumlah orang-orang Palestina di kota Al-Quds.

Pentingnya pemukiman-pemukiman yang dibangun di sekitar Al-Quds sebelah timur di jalur Ghaza Barat, seperti kota Ma’alaih Adwamim, Ja’bat Za’if dan sebagainya adalah untuk menjadikan kota-kota pemukiman Yahudi di jalur Ghaza mengitari dan melindungi kota Al-Quds. Maka, pada akhir tahun tujuh puluhan dan awal-awal delapan puluhan (Masehi) telah dibangun kota Ma’alih Adwamim ke arah timur dari Al-Quds, kota Ja’bat Za’if ke arah barat laut, dan kota Afrat ke arah selatan. Masing-masing kota ini memiliki beragam tugas penting yang berbeda.

Kota Ma’alih Adwamim dibangun untuk memisahkan Al-Quds timur dengan jalur Ghaza Barat, dan sebagai penghalang interaksi antara penduduk Arab di Al-Quds Timur dengan Ghaza Barat. Juga untuk mencegah perkembangan perkampungan Arab di timur kota Al-Quds, yang telah selesai ditentukannya perluasan wilayah, pengembangannya, serta rencana untuk memperluas batas kota Ma’alih Adwamim, sehingga menyatu dengan kota Ja’bat Za’if dan kota Nabi Ya’qub. Dengan begitu, sempurnalah membentengi daerah timur. Hal itu bertujuan untuk menegaskan pembatas atau pemisah antara Al-Quds dengan Ghaza.

Kota Ja’bat Za’if, disamping sebagai pemukiman Yahudi, kota ini dibangun untuk merealisasikan beberapa tugas lain. Di antara tugas tersebut ialah.
a). Menghambat perkembangan tanah Palestina yang subur ini, dari arah barat laut dengan cara melakukan perampasan tanah.
b). Mencegah interaksi antar organisasi Palestina di tanah subur Palestina ( Ar-Rif Falastini) yang dekat dengan Al-Quds
c). Menghalangi interaksi antara daerah Ramilah dan Al-Quds, dengan cara membangun wilayah ini ditempat tersebut.

Kota Bitar dan Afrat. Tugas dua kota ini, yaitu :
a). Menyatukan organisasi-organisasi Yahudi di batas wilayah barat daya kota Al-Quds, dan mengahalangi perluasan Palestina dari kota Al-Quds
b). Menjaga hubungan antara daerah dan penduduk Yahudi Al-Quds dan apa yang dinamakan Ghausy Atshiyun ke arah barat daya Al-Quds.

KEMAKMURAN BAITUL MAQDIS
Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُمْرَانُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَرَابُ يَثْرِبَ وَخَرَابُ يَثْرِبَ خُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ وَخُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ فَتْحُ قُسْطَنْطِينِيَّةَ وَفَتْحُ الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ خُرُوجُ الدَّجَّالِ ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى فَخِذِ الَّذِي حَدَّثَهُ أَوْ مَنْكِبِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا لَحَقٌّ كَمَا أَنَّكَ هَاهُنَا أَوْ كَمَا أَنَّكَ قَاعِدٌ يَعْنِي مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pembangunan menyeluruh Baitul Maqdis adalah waktu kerusakan Madinah, dan kerusakan Madinah adalah waktu keluarnya Malhamah (perang), dan keluarnya Malhamah adalah waktu penaklukan Konstantinopel, dan penaklukan Konstantinopel adalah waktu (dekat) keluarnya Dajjal”, kemudian beliau memukul paha atau bahu orang yang diajak bicara dengan tangannya, seraya bersabda, “Ini sungguh sebuah kebenaran sebagaimana benarnya kamu disini, atau sebagaimana kamu duduk, yaitu Muadz bin Jabal” [HR Ahmad, Abu Dawud, Ali bin Al-Ja’d, Abu Bakar bin Abu Syaibah dan lainnya]

PENJELASAN MASJIDIL AQSHA' TIDAK DIMASUKI DAJJAL
Dari Mujahid, beliau berkata : 

كُنَّا سِتَّ سِنِينَ عَلَيْنَا جُنَادَةُ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ فَقَامَ فَخَطَبَنَا فَقَالَ أَتَيْنَا رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ فَقُلْنَا حَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا تُحَدِّثْنَا مَا سَمِعْتَ مِنْ النَّاسِ فَشَدَّدْنَا عَلَيْهِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ: وَلاَ تُجَدِّثْنَا عَنْ غَيْرِهِ وَ إِنْ كَاَنَ مُصَدَّقًا) فَقَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِينَا فَقَالَ أَنْذَرْتُكُمْ الْمَسِيحَ (وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَنْذَرْتُكُمْ الدَّجَّالَ ثَلاَثًا) (فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌ قَبْلِيْ إِلاَّ أَنْذَرَهُ أَمَّتَهُ وَ إِنَّهُ فِيْكُمْ أَيَّتُهَا الأُمَّة وَ إِنَّهُ جَعْدٌ آدَمٌ) وَهُوَ مَمْسُوحُ الْعَيْنِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ : أَعْوَرُ عَيْنِهِ اليُسْرَى) قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ الْيُسْرَى يَسِيرُ مَعَهُ جِبَالُ الْخُبْزِ وَأَنْهَارُ الْمَاءِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ: مَعَهُ جَنَّةٌ وَ نَارٌ فَنَارُهُ جَنَّةٌ وَ جَنَّتُهُ نَارٌ وَ إِنَّهُ يُمْطِرُ الْمَطَرَ وَلاَ يُنْبِتُ الشَّجَرَ وَ أَنَّهُ يُسَلَّطُ عَلَى نَفْسٍ فَيَقْتُلُوْنَ ثُمَّ يُحْيِيْهَا وَلاَ يُسَلَّطُ عَلَى غَيْرِهَا) عَلَامَتُهُ يَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا يَبْلُغُ سُلْطَانُهُ كُلَّ مَنْهَلٍ لَا يَأْتِي أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ الرَّسُولِ وَالْمَسْجِدَ الْأَقْصَى وَالطُّورَ وَمَهْمَا كَانَ مِنْ ذَلِكَ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ بِأَعْوَرَ وَقَالَ ابْنُ عَوْنٍ وَأَحْسِبُهُ قَدْ قَالَ يُسَلَّطُ عَلَى رَجُلٍ فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يُحْيِيهِ وَلَا يُسَلَّطُ عَلَى غَيْرِهِ

"Kami dipimpin Junadah bin Abi Umayyah selama enam tahun; beliau bangkit dan berkhutbah, lalu berkata: 

Kami pernah mendatangi seorang sahabat Rasululloh dari Anshar . Kami menemuinya dan berkata: "Sampaikanlah kepada kami apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jangan sampaikan apa yang engkau dengar dari orang-orang," lalu kami memaksanya untuk itu. (Dalam riwayat lainnya: dan jangan sampaikan kepada kami dari selain beliau, walaupun benar).

Maka ia pun berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri dan berkata :'Aku peringatkan kalian dari al Masih (Dalam riwayat lain: Aku peringatkan kalian dari Dajjal, sebanyak tiga kali), (karena tidak ada seorang nabipun sebelumku, kecuali memperingatkan umatnya dari Dajjal, dan Dajjal itu muncul pada kalian, wahai umatku. Dia itu berambut keriting), matanya buta sebelah (Dalam riwayat lain: buta sebelah kirinya)'. Ia berkata : 'Saya yakin beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata sebelah kiri. Berjalan bersamanya bukit roti dan sungai air (Dalam riwayat lain: Bersamanya surga dan neraka. Neraka dia adalah surga, dan surga dia adalah neraka. Ia dapat menurunkan hujan dan tidak bisa menumbuhkan pohon. Dia diberi kekuasaan atas satu jiwa, lalu membunuhnya dan menghidupkannya, dan tidak diberi kekuasaan pada selainnya). Tanda-tandanya : Dia tinggal di bumi ini selama empat puluh hari, kekuasaannya mencapai semua tempat, namun ia tidak dapat mendatangi empat masjid, Masjid Ka'bah, Masjid Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Masjid al Aqsha dan Masjid ath Thur. Walaupun demikian, namun ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak buta sebelah'. Ibnu 'Aun berkata : Saya yakin beliau telah berkata : "Dan ia (Dajjal) diberi kekuasaan atas satu jiwa lalu membunuhnya dan menghidupkannya, dan tidak diberi kekuasaan pada selainnya'." [HR Ahmad dalam Musnad-nya, 5/364 dan sanadnya shahih atas syarat Syaikhan (al Bukhari dan Muslim)]

Pelajaran Hadits:
Hadits ini tidak kontradiktif, dan tidak ada masalah dengan hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan Dajjal telah menginjakkan kakinya di seluruh muka bumi dan menguasainya, kecuali Mekkah dan Madinah. Tidaklah ia memasukinya dari salah satu pintunya, kecuali bertemu dengan para malaikat yang menghunus pedang-pedangnya… (al Hadits). 

Dalam hadits ini terdapat tambahan keterangan, pengkhususan masjid-masjid yang tidak dimasuki Dajjal. Dajjal –semoga Allah melindungi kita dari fitnahnya- walaupun memasuki daerah bukit Thursina dan Baitul Maqdis, namun ia tidak bisa memasuki kedua masjidnya. Dajjal juga tidak bisa masuk keMekkah dan Madinah, maka lebih lagi masjidnya. Wallahu a'lam.

YA'JUJ WA MA'JUJ DAB BUKIT BAITUL MAQDIS‎

Dari Nawas bin Sam’aan radliyallaahu ’anhu ia berkata :

ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ فَخَفَّضَ فِيهِ وَرَفَّعَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَلَمَّا رُحْنَا إِلَيْهِ عَرَفَ ذَلِكَ فِينَا فَقَالَ مَا شَأْنُكُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَكَرْتَ الدَّجَّالَ غَدَاةً فَخَفَّضْتَ فِيهِ وَرَفَّعْتَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَقَالَ غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُنِي عَلَيْكُمْ إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيكُمْ فَأَنَا حَجِيجُهُ دُونَكُمْ وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيكُمْ فَامْرُؤٌ حَجِيجُ نَفْسِهِ وَاللَّهُ خَلِيفَتِي عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِنَّهُ شَابٌّ قَطَطٌ عَيْنُهُ طَافِئَةٌ كَأَنِّي أُشَبِّهُهُ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَهْفِ إِنَّهُ خَارِجٌ خَلَّةً بَيْنَ الشَّأْمِ وَالْعِرَاقِ فَعَاثَ يَمِينًا وَعَاثَ شِمَالًا يَا عِبَادَ اللَّهِ فَاثْبُتُوا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا لَبْثُهُ فِي الْأَرْضِ قَالَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلَاةُ يَوْمٍ قَالَ لَا اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا إِسْرَاعُهُ فِي الْأَرْضِ قَالَ كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيحُ فَيَأْتِي عَلَى الْقَوْمِ فَيَدْعُوهُمْ فَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَجِيبُونَ لَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ وَالْأَرْضَ فَتُنْبِتُ فَتَرُوحُ عَلَيْهِمْ سَارِحَتُهُمْ أَطْوَلَ مَا كَانَتْ ذُرًا وَأَسْبَغَهُ ضُرُوعًا وَأَمَدَّهُ خَوَاصِرَ ثُمَّ يَأْتِي الْقَوْمَ فَيَدْعُوهُمْ فَيَرُدُّونَ عَلَيْهِ قَوْلَهُ فَيَنْصَرِفُ عَنْهُمْ فَيُصْبِحُونَ مُمْحِلِينَ لَيْسَ بِأَيْدِيهِمْ شَيْءٌ مِنْ أَمْوَالِهِمْ وَيَمُرُّ بِالْخَرِبَةِ فَيَقُولُ لَهَا أَخْرِجِي كُنُوزَكِ فَتَتْبَعُهُ كُنُوزُهَا كَيَعَاسِيبِ النَّحْلِ ثُمَّ يَدْعُو رَجُلًا مُمْتَلِئًا شَبَابًا فَيَضْرِبُهُ بِالسَّيْفِ فَيَقْطَعُهُ جَزْلَتَيْنِ رَمْيَةَ الْغَرَضِ ثُمَّ يَدْعُوهُ فَيُقْبِلُ وَيَتَهَلَّلُ وَجْهُهُ يَضْحَكُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللَّهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَرَ وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ فَلَا يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيحَ نَفَسِهِ إِلَّا مَاتَ وَنَفَسُهُ يَنْتَهِي حَيْثُ يَنْتَهِي طَرْفُهُ فَيَطْلُبُهُ حَتَّى يُدْرِكَهُ بِبَابِ لُدٍّ فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يَأْتِي عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ قَوْمٌ قَدْ عَصَمَهُمْ اللَّهُ مِنْهُ فَيَمْسَحُ عَنْ وُجُوهِهِمْ وَيُحَدِّثُهُمْ بِدَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَوْحَى اللَّهُ إِلَى عِيسَى إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ وَيَبْعَثُ اللَّهُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرِيَّةَ فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ (وَفِي رِوَايَةٍ بَعْد قَوْلِهِ لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ : ثُمَّ يَسِيْرُوْنَ حَتَّى يَنْتَهُوا إِلَى جَبَلِ الْخَمَرِ، وَهُوَ جَبَلُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، فَيَقُوْلُوْنَ : لَقَدْ قَتَلْنَا مَنْ فِي الْأَرْضِ، هَلُمَّ فَلْنَقْتُلْ مَنْ فِي السَّمَاءِ فَيَرْمُونَ بِنُشَّابِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ، فَيَرُدُّ اللهُ عَلَيْهِمْ نُشَّابَهُمْ مَخْضُوْبَةً دَماً- وَفِي رِوَايَةِ بْنِ حُجْجٍ : قَدْ أَنْزَلْتُ عَبَاداً لِيْ لَا يَدَ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ) وَيُحْصَرُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ حَتَّى يَكُونَ رَأْسُ الثَّوْرِ لِأَحَدِهِمْ خَيْرًا مِنْ مِائَةِ دِينَارٍ لِأَحَدِكُمْ الْيَوْمَ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ فَيُرْسِلُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ يَهْبِطُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى الْأَرْضِ فَلَا يَجِدُونَ فِي الْأَرْضِ مَوْضِعَ شِبْرٍ إِلَّا مَلَأَهُ زَهَمُهُمْ وَنَتْنُهُمْ فَيَرْغَبُ نَبِيُّ اللَّهِ عِيسَى وَأَصْحَابُهُ إِلَى اللَّهِ فَيُرْسِلُ اللَّهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ مَطَرًا لَا يَكُنُّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ فَيَغْسِلُ الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كَالزَّلَفَةِ ثُمَّ يُقَالُ لِلْأَرْضِ أَنْبِتِي ثَمَرَتَكِ وَرُدِّي بَرَكَتَكِ فَيَوْمَئِذٍ تَأْكُلُ الْعِصَابَةُ مِنْ الرُّمَّانَةِ وَيَسْتَظِلُّونَ بِقِحْفِهَا وَيُبَارَكُ فِي الرِّسْلِ حَتَّى أَنَّ اللِّقْحَةَ مِنْ الْإِبِلِ لَتَكْفِي الْفِئَامَ مِنْ النَّاسِ وَاللِّقْحَةَ مِنْ الْبَقَرِ لَتَكْفِي الْقَبِيلَةَ مِنْ النَّاسِ وَاللِّقْحَةَ مِنْ الْغَنَمِ لَتَكْفِي الْفَخِذَ مِنْ النَّاسِ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً فَتَأْخُذُهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ فَتَقْبِضُ رُوحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ يَتَهَارَجُونَ فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ

"Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang Dajjal. Beliau menganggap remeh dan (juga) menganggap perkara besar, sehingga kami merasa yakin ia (Dajjal) berada di sisi sekumpulan pohon kurma. Ketika kami pergi kesana, maka beliau tahu ada sesuatu pada kami. Beliau bertanya,"Ada apa kalian?" ‎

Kami menjawab,"Wahai, Rasulullah. Tadi pagi engkau telah menjelaskan tentang. Engkau telah menganggap remeh dan menganggap besar perkaranya, hingga kami merasa yakin ia (dajal) berada di sisi sekumpulan pohon kurma." 

Maka beliau bersabda: "Bukan Dajjal yang membuatku takut atas kalian. Apabila ia keluar (muncul) dan aku ada bersama kalian, maka akulah yang akan membantahnya tanpa bantuan kalian. Dan bila ia keluar, sedangkan aku tidak ada bersama kalian, maka setiap orang membantah (melawan) sendiri-sendiri; sedangkan Allah menjadi pelindung setiap muslim. Sungguh Dajjal adalah seorang pemuda berambut keriting dan buta sebelah. Seakan-akan aku menyerupakannya dengan Abdul 'Uzza bin Qathan. Barangsiapa di antara kalian mendapatkannya, maka bacakan kepadanya awal-awal surat al Kahfi. Dia keluar di jalan antara Syam dan Iraq lalu membuat kerusakan di sekitarnya. Wahai hamba Allah, istiqamahlah!" 

Maka kami berkata: "Wahai Rasulullah, berapa lama tinggalnya di muka bumi ini?" 

Beliau menjawab,"Empatpuluh hari. Satu hari seperti satu tahun. Satu hari seperti satu bulan. Satu hari seperti satu pekan, dan sisa harinya, seperti hari-hari kalian ini." 

Kami bertanya lagi: "Wahai, Rasulullah. Hari yang seperti satu tahun itu, apakah cukup bagi kami shalat sehari?" 

Beliau menjawab: "Tidak! Perkirakan ukurannya!" 
Kami bertanya lagi: "Berapa kecepatannya di bumi ini?" 

Beliau menjawab: "Seperti hujan ditiup angin, lalu (ia) mendatangi satu kaum dan mengajak mereka, lalu mereka mempercayainya dan menerima ajakannya. Kemudian Dajjal menyuruh langit, dan langitpun menurunkan hujan. Dan menyuruh bumi, lalu bumi menumbuhkan tanaman. Lalu hewan gembalaan mereka berangkat di sepanjang puncak gunung, sangat banyak susunya dan makan sangat kenyang. Kemudian (ia) mendatangi kaum lainnya, lalu mendakwahi mereka, namun mereka membantah perkataannya, lalu ia (pun) pergi meninggalkan mereka. Lalu pagi harinya, mereka tertimpa kelaparan dan kekeringan. Mereka tidak memiliki harta sedikitpun. Dajjal melewati tempat yang rusak tersebut dan berkata kepadanya,'Keluarkan simpananmu!' Lalu keluarlah harta simpanan (tanah tersebut) seperti ratu-ratu lebah. Kemudian Dajjal memanggil seorang yang gemuk dan masih muda, lalu ia sembelih dengan pedang dan memotongnya menjadi dua seukuran tombak, kemudian ia memanggilnya, lalu pemuda itu datang dan wajahnya bersinar-sinar. Ketika dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengutus Masih Ibnu Maryam, lalu turun di dekat menara putih (Manarul Baidha') di sebelah timur Damaskus, mengenakan sepasang baju yang dicelup dengan za'faran dan meletakkan kedua telapak tangannya pada sayap-sayap dua malaikat. Apabila ia menggoyangkan kepalanya, maka meneteskan air; dan bila mengangkatnya, maka keluarlah dari air itu seperti batu permata. Sehingga, tidaklah seorang kafir mencium wangi napasnya, kecuali mati; dan napasnya itu sepanjang pandangannya. Lalu beliau mengejar Dajjal sampai mendapatinya di daerah Bab Ludd, kemudian membunuhnya. Kemudian datang kepada Isa Ibnu Maryam suatu kaum yang Allah selamatkan dari Dajjal, lalu beliau mengusap wajah-wajah mereka, dan beliau sampaikan derajat mereka di surga. Ketika hal itu terjadi, tiba-tiba Allah mewahyukan kepada Isa yang berisi: 'Aku telah mengeluarkan hambaKu, yang tidak ada seorangpun mampu memerangi mereka. Maka, bawalah hamba-hambaKu berlindung ke bukit Thur'. Allah mengutus Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka bergerak cepat (datang) dari segala arah, sehingga rombongan pertama mereka melewati Danau Thabariyah lantas meminum isinya. Kemudian rombongan terakhir mereka mengatakan : 'Sungguh dulu di tempat ini ada airnya'. (Dalam riwayat lain : dan ada tambahan setelah perkataan : 'Sungguh dulu di tempat ini ada airnya. Kemudian mereka berjalan sampai mencapai bukit al Khamar, yaitu bukit Baitul Maqdis. Lalu mereka berkata : 'Sungguh kita telah membunuh orang yang ada di muka bumi ini. Ayo kita bunuh yang di atas langit,' lalu mereka melemparkan anak-anak panahnya ke langit, lantas Allah kembalikan kepada mereka anak-anak panah tersebut dalam keadaan berlumuran darah - dalam riwayat IbnuHujur- Sungguh Aku telah menurunkan hamba-hambaKu, yang tidak ada seorangpun mampu memeranginya). Dan mengepung Nabi Isa dan sahabat-sahabatnya, hingga kepala sapi banteng bagi salah seorang dari mereka lebih baik dari seratus dinar bagi salah seorang di antara kalian sekarang. 

Nabi Isa dan para sahabatnya berdoa kepada Allah, lantas Allah mengirim kepada mereka (Ya'juj dan Ma'juj) ulat di leher-leher mereka, sehingga mereka semuanya terbunuh seperti kematian satu jiwa. Kemudian Nabi Isa dan para sahabatnya turun ke dataran bumi dan tidak mendapatkan sejengkal tanahpun, kecuali dipenuhi oleh bau busuk dan bangkai mereka. 

Nabi Isa dan para sahabatnya berdoa kepada Allah, lantas Allah mengirim burung seperti onta berleher panjang, lalu mengangkut mereka dan melemparkan mereka di tempat yang Allah kehendaki. 

Kemudian Allah menurunkan hujan, yang tidak ada satupun rumah dari kulit domba dapat menahannya, dan tidak juga rumah batu yang kokoh, hingga mencuci bumi sampai meninggalkannya seperti cermin. 

Kemudian dikatakan kepada bumi : "Tumbuhkan buah-buahan dan kembalikan barakahmu". 

Pada hari tersebut, sejumlah orang memakan buah delima dan bernaung di bawah kulit-kulitnya, dan diberi barakah pada susu, hingga seekor onta yang baru melahirkan mencukupi sejumlah orang, sapi yang baru melahirkan (susunya) mencukupi satu kabilah, dan seekor kambing yang baru melahirkan mencukupi sekeluarga besar. 

Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah mengirim angin yang harum, lantas angin tersebut menarik mereka dari bawah-bawah ketiak mereka, lalu setiap mu'min dan muslim wafat, dan tersisa orang-orang yang jelek, yang berzina terang-terangan (di khalayak ramai) seperti kelakuan keledai. Maka pada merekalah terjadi kiamat. [HR Muslim]. 
Semoga Bermanfaat

Penjelasan Tentang Keutamaan Madinah


Kota Rasûlullâh (kota Madinah), kota mulia, tempat turunnya wahyu dan turunnya Jibril al-Amîn kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kota yang menjadi tempat kembalinya iman, tempat pertemuan antara kaum Muhâjirîn dan kaum Anshâr. Kota Madinah adalah ibu kota pertama bagi kaum Muslimin. Disanalah dikibarkan bendera jihad di jalan Allâh. Dari kota ini juga pasukan-pasukan pembawa kebenaran bertolak untuk membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya kebenaran. Dari kota ini, cahaya hidayah memancar sehingga bumi terterangi dengan cahaya hidayah. Itulah kota yang menjadi tujuan hijrah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Disana Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghabiskan sisa usia Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disana pula Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikuburkan dan dari kota itu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan dibangkitkan. Kubur Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan kuburan pertama yang terbuka.

Kota Madinah yang penuh berkah ini telah dimuliakan oleh Allâh Azza wa Jalla dan diberi berbagai keutamaan. Allâh Azza wa Jalla menjadikannya sebagai tempat terbaik setelah Mekah. Yang menunjukkan keutamaan Mekah atas Madinah yaitu sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dari Mekah dan hijrah menuju Madinah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mekah: 

وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ وَلَوْلاَ أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ

Demi Allâh! Sesungguhnya kamu merupakan bumi Allâh yang terbaik, tempat yang paling dicintai oleh Allâh. Seandainya aku tidak diusir darimu niscaya aku tidak akan keluar darimu. [HR. at-Tirmizdi dan Ibnu Mâjah. Hadits ini hadits shahih]‎

Begitu banyak peninggalan-peninggalan bersejarah dengan nilai-nilai keimanan tinggi terkumpul di Madinah. Keutamaan dan kemuliaan kota Madinah menghiasi pendengaran dan penglihatan.

Allah 'Azza wa Jalla menjadikan kota Madinah sebaik-baik tempat setelah Makkah Al Mukarramah. Tempat diturunkannya wahyu dan tempat bertemunya antara Muhajirin dan Anshor, dan di dalamnya ditegakkan bendera jihad fi sabilillah dan tersebarnya Al Islam keseluruh penjuru alam. Banyak hadist Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan sisi-sisi keutamaan kota Madinah. Diantaranya adalah:

1. Madinah Sebagai Kota Suci

Madinah oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam‎ dijadikan sebagai kota suci. Di sinilah Islam tumbuh, berkembang, dan menyebar luas, sehingga semesta yang pada waktu itu tertutup oleh kegelapan jahiliyah menjadi terang benderang oleh cahaya Islam.

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ ؛ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:

إِنَّ إَبْرَاهِيْمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا ِلأَهْلِهَا. وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِيْنَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيْمُ مَكَّةَ. وَإِنِّي دَعَوْتُ فِي صَاعِهَا وَمُدِّهَا بِمِثْلَىْ مَا دَعَا بِهِ إِبْرَاهِيْمُ ِلأَهْلِ مَكَّةَ

Dari Abdullah bin Zaid bin `Ashim Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan Mekah dan mendoakan penduduknya dan sesungguhnya aku pun mengharamkan Madinah sebagaimana Ibrahim telah mengharamkan Mekah. Dan sesungguhnya aku juga berdoa agar setiap sha` dan mudnya diberkahi dua kali lipat dari yang didoakan Ibrahim untuk penduduk Mekah. (HR. Muslim)‎

Dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah ‎Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,  

إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ حَرَّمَ مَكَّةَ. وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِيْنَةَ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا. لاَ يُقْطَعُ عِضَاهُهَا وَلاَ  يُصَادُ صَيْدُها

"Sesungguhnya Ibrahim menjadikan Makkah Tanah Suci dan aku menjadikan Madinah Tanah Suci di antara tepinya. Tidak boleh ditebang kayu berdurinya dan tidak boleh diburu binatang buruannya." (HR. Al-Bukhari)‎


عَنْ ابي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى يَقُولُونَ يَثْرِبُ وَهْيَ الْمَدِينَةُ تَنْفِي النَّاسَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu berkata, “Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda, ‘Saya diperintahkan pergi ke suatu desa yang memakan desa-desa yang lain, mereka menyebutnya Yatsrib. Yaitu, Madinah, yang meniadakan manusia (yang buruk) sebagaimana اembusan tukang besi  meniadakan kotoran besi. (HR. Bukhari-Muslim)

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ أَبِي زُهَيْرٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : تُفْتَحُ الْيَمَنُ ، فَيَأْتِي قَوْمٌ يُبِسُّونَ ، فَيَتَحَمَّلُونَ بِأَهْلِيهِمْ وَمَنْ أَطَاعَهُمْ ، وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ، وَتُفْتَحُ الشَّامُ ، فَيَأْتِي قَوْمٌ يُبِسُّونَ ، فَيَتَحَمَّلُونَ بِأَهْلِيهِمْ وَمَنْ أَطَاعَهُمْ ، وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ، وَتُفْتَحُ الْعِرَاقُ ، فَيَأْتِي قَوْمٌ يُبِسُّونَ ، فَيَتَحَمَّلُونَ بِأَهْلِيهِمْ وَمَنْ أَطَاعَهُمْ ، وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Sufyan bin Abu Zuhair Radhiyallahu’ anhu . berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda, ‘Yaman itu akan ditaklukkan. Maka, datanglah satu kaum yang menggiring binatangnya. Mereka membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya, sedang Madinah itu lebih baik bagi mereka. Seandainya mereka mengetahui Syam itu akan ditaklukkan, maka akan datang padanya suatu kaum dengan menggiring binatang ternaknya dan membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya. Padahal, Madinah itu lebih baik bagi mereka, jika mereka mengetahuinya. Irak akan ditaklukkan, maka datanglah suatu kaum yang menggiring binatangnya. Lalu, mereka membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya. Padahal, Madinah itu lebih baik bagi mereka, jika mereka mengetahuinya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Maksud dari penyandaran pengharaman kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Ibrahim Alaihissallam dalam hadits di atas adalah pengharaman ditampakkan melalui keduanya bukan mereka berdua yang mengharamkan karena sesungguhnya hak mengharamkan hanya milik Allâh Subhaahu wa Ta’ala . Allâh-lah yang menjadikan Mekah dan Madinah menjadi kota haram.

Allâh Azza wa Jalla hanya mengkhususkan dua kota ini dengan sifat haram. Tidak ada dalil kuat yang menunjukkan adanya kota haram selain kota Mekah dan Madinah. Adapun berita yang tersebar ditengah masyarakat yang menyatakan bahwa masjid al-Aqsha merupakan kota haram yang ketiga, maka itu merupakan berita yang salah, karena tidak ada kota haram yang ketiga. Namun jika dikatakan bahwa Masjid al-Aqsha merupakan masjid ketiga yang dimuliakan dan diagungkan, maka itu benar. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Nu’man bin Basyîr Radhiyallahu anhu yang disepakati kesahihannya yang mengisyaratkan keutamaan tiga masjid ini dan keutamaan shalat didalamnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersbada:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا، وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

Tidak boleh melakukan safar (menuju tempat yang dianggap berkah) kecuali safar menuju tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini dan Masjidil Aqsha. [HR. Imam al-Bukhâri dan Muslim]

Kemudian yang dimaksud dengan daerah haram di kota Mekah dan Madinah adalah wilayah yang mencakup semua area yang berada dalam batas-batas kota Mekah dan Madinah. Adapun perkataan yang mengatakan bahwa wilayah haram ini hanya sebatas di masjid Nabawi saja, maka adalah sebuah kekeliruan. Karena bukan hanya masjid Nabawi saja yang haram, tapi seluruh kota Madinah termasuk daerah haram, yaitu daerah yang berada antara 'Air dan Tsaur dan antara dua gunung. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إِلَى ثَوْرٍ

Kota Madinah merupakan kota haram, (yaitu) wilayah antara wilayah 'Air dan wilayah Tsaur [HR. al-Bukhâri dan Muslim]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: 

إِنِّي حَرَّمْتُ مَابَيْنَ لاَبَتَيْ المَدِيْنَةِ لَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا، وَلا يُقْتَلُ صَيْدُهَا

Sesungguhnya aku mengharamkan wilayah yang terletak antara dua tanah hitam kota Madinah, tidak boleh dipotong pepohonannya dan tidak boleh dibunuh hewan buruannya [HR. Muslim]

Namun fakta yang sudah diketahui oleh masyarakat dunia bahwa kota Madinah saat ini telah mengalami perluasan sehingga sebagian dari kota Madinah telah keluar dari daerah haram. Oleh karena itu tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa semua bangunan yang ada di kota Madinah sekarang ini masuk dalam daerah yang diharamkan. Yang benar adalah semua wilayah kota Madinah yang berada dalam batasan wilayah haram, maka dia termasuk wilayah haram, sedangkan wilayah kota Madinah yang sudah keluar dari batasan wilayah haram, meski wilayah ini masih bisa disebut kota Madinah, namun wilayah tersebut tidak termasuk dalam wilayah haram.‎

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan batasan wilayah haram di kota Madinah yaitu wilayah atau daerah yang terletak antara dua tanah (bebatuan yang) hitam, atau (dalam riwayat lain yaitu) yang terletak antara dua harrah, atau (dalam riwayat lain yaitu) wilayah yang terletak antara dua gunug, atau (dalam riwayat lain yaitu) wilayah yang berada antara antara ‘Airin dan Tsaur. Penyebutan batasan-batasan haram dengan teks yang berbeda-beda ini tidak saling berlawanan dan tidak kacau. Karena (batasan-batasan yang disebutkan oleh Rasûlullâh ada batasan yang kecil dan ada batasan yang besar, dan-pent) batasan yang kecil masuk dalam batasan yang besar. Jadi semua daerah yang berada dalam batasan-batasan tersebut masuk dalam wilayah haram. Apabila ada daerah yang masih diragukan, apakah wilayah itu masuk dalam wilayah haram atau tidak? Maka ini bisa dikategorikan sebagai umûrun musytabihat (perkara yang belum jelas). Dan untuk perkara-perkara yang belum jelas itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan bagaimana cara menyikapinya, yaitu dengan berhati-hati padanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nu’mân bin Basyîr Radhiyallahu anhu yang disepakati keshahihannya: 

فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ

Barangsiapa menjauhi perkara-perkara syubhat maka sungguh dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa jatuh kedalam perkara-perkara syubhat maka dia telah terjatuh kedalam perkara yang haram.‎

2. Jaminan Syafaat Bagi Orang yang Menanggung Kesusahan di Madinah dan Meninggal di Dalamnya

Ini merupakan sebuah kehormatan bagi penduduk Madinah atau yang menziarahinya apabila meninggal di dalamnya. Rasullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menganjurkan umatnya agar menutup usia di Kota tersebut. Beliau bersabda,

“Siapa yang mampu menutup usia di Madinah, maka hendaklah dia meninggal di sana, karena aku memberi Safa`at pada orang yang meninggal di sana.”( HR. Tirmizi dan Ahmad)

Diriwayatkan dari Sa'id bin Abu Sa'id dari Abu Sa'id maula Al-Mahri, dia datang kepada Abu Sa'id Al Khudri Radhiyallahu 'Anhu di malam peristiwa Al-Harrah meminta nasehatnya untuk keluar dari Madinah, seraya mengeluhkan harga barang-barang yang tinggi dan ia mempunyai banyak tanggungan. Dia menyampaikan, sudah tidak mampu lagi menanggung cobaan dan kesulitan hidup Madinah. Lalu Abu Sa'id Al-Khudri ‎Radhiyallahu 'Anhu menjawab, “Celakalah engkau! Aku tidak merestuimu untuk melakukan hal itu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ‎Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

لَا يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا فَيَمُوتَ إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا

"Tidaklah seseorang yang tetap tinggal (di Madinah), bersabar dengan cobaan dan kesukarannya lalu meninggal di sana, melainkan aku akan memberi Safa'at dan menjadi saksinya pada hari kiamat, jika ia seorang muslim.”(HR. Muslim)

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ صَبَرَ عَلَى لَأْوَائِهَا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Siapa bersabar dengan  kesukaran di Madinah, maka aku akan memberi syafa'at atau menjadi saksi untuknya pada hari Kiamat." (HR. Muslim)

Dalam sabdanya yang lain,

مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَفْعَلْ فَإِنِّي أَشْهَدُ لِمَنْ مَاتَ بِهَا

Siapa di antara kalian yang bisa meninggal di Madinah, hendaklah dia berusaha ke arah itu. Karena sesungguhnya Aku menjadi saksi bagi siapa yang meninggal di sana." (HR. Muslim dari Ibnu Umar)

Amirul Mukminin, Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhupernah berkeinginan meninggal di kota Madinah, beliau berdoa,

اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Ya Allah, karuniakanlah aku syahid di jalan-Mu dan jadikan kematianku di negeri Rasul-Mu Shallallahu 'Alaihi Wasallam (Madinah)." (HR. Bukhari)

3. Tempat Kembalinya Keimanan

Tidak diragukan lagi, Madinah adalah ibukota pertama umat Islam dan darinya tersebar Islam keseluruh penjuru alam. Dan setiap muslim menyimpan rasa rindu untuk menziarahinya dan karena kecintaannya kepada Rasulullah Shalallahu A'laihi Wasallam.‎

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ الإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا

Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam . bersabda, “Sesungguhnya iman itu berkumpul ke Madinah sebagaimana ular berkumpul di lubangnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Maksudnya adalah iman akan kembali menuju Madinah dan menetap di Madinah, serta kaum Muslimin akan berbondong-bondong mendatangi kota Madinah. Yang mendorong mereka melakukan itu semua adalah keimanan dan kecintaan mereka terhadap tempat yang penuh dengan berkah serta telah dijadikan wilayah haram oleh Allâh Azza wa Jalla .
4. Bebas dari Thaun dan Dajjal

Salah satu keutamaan kota Madinah lainnya adalah ia dijaga oleh para Malaikat sehingga tha’un—yaitu wabah penyakit menular yang bisa memusnahkan semua penduduk suatu negeri— dan Dajjal tidak bisa memasukinya. Banyak hadits-hadits shahih yang menjelaskan tentangnya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Di pintu-pintu masuk Madinah terdapat para malaikat sehingga wabah tha’un dan Dajjal tidak bisa memasukinya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain, diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalambersabda:  “Tidaklah setiap negri melainkan Dajjal akan menginjakkan kakinya di sana kecuali Makkah dan Madinah. Dan tidaklah setiap pintu masuk kota tersebut melainkan ada para malaikat yang berbaris menjaganya. Lalu Dajjal singgah di Sapha, kemudian Madinah berguncang tiga kali dan melemparkan setiap orang kafir dan munafik dari dalamnya menuju ke tempat Dajjal." (HR. Bukhari  dan Muslim, redaksinya berasal dari Muslim)

5. Madinah Adalah Tempat Yang Penuh Barakah Dan Kebaikan

Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda tentang kota Madinah,

إِنَّهَا طَيْبَةُ يَعْنِي الْمَدِينَةَ وَإِنَّهَا تَنْفِي الْخَبَثَ كَمَا تَنْفِي النَّارُ خَبَثَ الْفِضَّةِ

"Ia Thaibah, yaiut Madinah. Ia menghilangkan segala keburukan sebagaimana api yang menghilangkan kotoran pada perak." (HR. Muslim)

Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata, "Kami tiba di Madinah ketika kota tersebut dilanda wabah penyakit sehingga Abu Bakar dan Bilal mengeluhkan keadaan itu. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallammenyaksikan keluhan para sahabatnya, beliau berdoa:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَمَا حَبَّبْتَ مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ وَصَحِّحْهَا وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِهَا وَمُدِّهَا وَحَوِّلْ حُمَّاهَا إِلَى الْجُحْفَةِ

" Ya Allah, jadikanlah kami cinta kepada Madinah sebagaimana Engkau membuat kami mencintai Makkah bahkan lebih besar lagi, bersihkanlah lingkungannya, berkatilah untuk kami dalam setiap sha` serta mudnya (sukatan) dan alihkanlah wabah penyakit (Madinah) ke daerah Juhfah." (HR. Muslim)

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لِأَهْلِهَا وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ وَإِنِّي دَعَوْتُ فِي صَاعِهَا وَمُدِّهَا بِمِثْلَيْ مَا دَعَا بِهِ إِبْرَاهِيمُ لِأَهْلِ مَكَّةَ

"Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan Makkah dan mendoakan penduduknya dan sesungguhnya aku mengharamkan Madinah sebagaimana Ibrahim telah mengharamkan Makkah. Dan sesungguhnya aku juga berdoa agar setiap sha` dan mudnya diberkahi dua kali lipat dari yang didoakan Ibrahim untuk penduduk Makkah." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

6. Memiliki Beberapa Nama yang Mulia

Madinah memiliki nama banyak yang menunjukkan akan kedudukannya yang tinggi. Tetapi hanya ada enam nama yang tersebutkan dalam hadits-hadits shahih, yaitu:

a. Yatsrib, ini adalah nama Madinah di zaman jahiliah. Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menggantinya karena maknanya yang buruk dan melarang menggunakan nama ini setelah Islam.

b. Al-Madinah, merupakan nama yang terkenal setelah hijrah. Telah datang banyak penyebutannya dalam Al Quran dan As Sunnah shahihah.

c. Thobah & Thoibah, kedua nama ini diberikan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

d. Ad Daar wal Iman,  datang penyebutan kedua nama ini dalam Al-Quran Al-Karim pada firman Allah 'Azza wa Jalla,

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Ad Daar wal Iman(yaitu kota Madinah) sebelum mereka." (QS. 59:9)

Masih banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan keutamaan kota Madinah. Semoga ada niat besar dalam diri kita untuk menziarahinya, karena Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ : الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ ، وَمَسْجِدِي هَذَا ، وَالْمَسْجِدُ الْأَقْصَى

"Janganlah memaksakan bersafar (ke tempat tertentu karena keutamaan tempat tersebut) kecuali untuk pergi ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha." (Muttafaq 'Alaih).

Tempat yang Disunahkan untuk di ziarohi di Madinah

Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah saw., setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah beliau dari Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam tiba di Madinah, di tempat unta tunggangan Nabi Shalallahu alaihi Wassallam menghentikan perjalanannya. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli oleh RasulullahShalallahu alaihi Wassallam untuk dibangunkan masjid dan tempat kediaman beliau.

Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5m. Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam . turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para shahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja.

Kemudian melekat pada salah satu sisi masjid, dibangun kediaman Nabi Shalallahu alaihi Wassallam. Kediaman Nabi ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup. Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah. Belakangan, orang-orang ini dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid.

Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi yang pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 H, dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 29 H. Di zaman modern, Raja

Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024m² pada tahun 1372 H. Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Fahd pada tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah
Keutamaan Mesjid Nabawi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاََ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu , bahwa Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda (yang artinya):

“Tidak disiapkan kendaraan, kecuali untuk  mengunjungi tiga buah masjid: Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsa.” (HR. Bukhari-Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu , bahwa Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda (yang artinya):

Satu kali salat di masjidku ini, lebih besar pahalanya dari seribu kali salat di masjid yang lain, kecuali di Masjidil Haram (HR. Bukhari-Muslim)

(Raudhah)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاََ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu , bahwa Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda (yang artinya):

”Di antara rumahku dan mimbarku adalah taman (Raudhah) dari taman-taman surga. Dan mimbarku di atas telaga.”  (HR. Bukhari-Muslim)

Adapun hadits:

من صلى فى مسجدي أربعين صلاة لا يفوته صلاة كتبت له براءة من النار ، ونجاة من العذاب ، وبرئ من النفاق

Barangsiapa melakukan salat di mesjidku sebanyak empat puluh kali tanpa luput satu  kali salat pun juga, maka akan dicatat kebebasannya dari neraka,  kebebasan dari siksa dan terhindarlah ia dari kemunafikan.”

Hadits ini Mungkar (tergolong hadits lemah). 

MAKAM RASULULLAH SHALALLAHU ALAIHI WASSALLAM
 
Apabila kita telah tiba di mesjid nabawi maka kita disunnahkan untuk mengunjungi makam Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam , para ulama mengatakan bahwa berziaroh ke makam Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam adalah disunnahkan bagi yang telah tiba bagi para penziarah mesjid nabawi, dan bukanlah makam Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam yang menjadi tujuan utama safarnya menuju madinah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاََ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu , bahwa NabiShalallahu alaihi Wassallam bersabda (yang artinya):

“Tidak disiapkan kendaraan, kecuali buat mengunjungi tiga buah masjid: Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsa.” (HR. Bukhari-Muslim)

Adapun hadits

“من حج البيت ولم يزرني فقد جفاني “

Barangsiapa yang berhaji ke baitulloh dan tidak menziarahiku maka sungguh dia telah berbuat kasar kepadaku”.

“من زارني بعد موتي فكأنما زارني في حياتي “

“Barangsiapa yang menziarahiku setelah aku mati maka seakan-akan dia telah menziarahiku ketika aku hidup”.

“من زارني بالمدينة محتسباً كنت له شفيعاً شهيداً يوم القيامة

“Barangsiapa yang menziarahiku di madinah dengan sungguh-sungguh maka aku akan  menjadi pemberi syafa’at dan saksi baginya pada hari qiyamat”.

Maka hadits-hadits tersebut adalah hadits yang lemah,
Bahkan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam melarang kita menjadikan makam beliau sebagai tempat perayaan :

لا تتخذوا قبري عيداً، ولا بيوتكم قبوراً، وصلوا علي فإن تسليمكم يبلغني أينما كنتم

Artinya :

“Janganlah kalian menjadikan quburanku ini ‘ied(perayaan), jangan pula menjadikan rumah-rumah kalian sebagai quburan, dan bersholawatlah kepadaku karena sesungguhnya ucapan salam kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalian berada”. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abdil Wahid Al Maqdisiy dalam kitabnya : “Al Ahadits Al Mukhtaroh”   HR. Al Imam Ahmad dalam Musnad Al Muktsirin  Minash Shohabah, Baqi Musnad Abi Huroiroh no.8586

PEMAKAMAN BAQI’

Baqi’ adalah tanah kuburan letaknya di sebelah timur dari Masjid Nabawi. Di sinilah makam Utsman bin Affan Radhiyallahu’ anhu , para istri Nabi ‎Shalallahu alaihi Wassallam diantaranya Umi Salamah, Zainab, Shafiyah, Juariyah, Mariyah, siti Hafsah dan Siti Aisyah  kecuali Khadjah Radhiyallahu’ anha yang wafat dimekkah , putra dan putrinya, dan ribuan para sahabat Rasulullah ‎Shalallahu alaihi Wassallam dimakamkan.‎

Pemakaman Baqi’ Dibuka untuk penziaroh hanya setelah sholat faar sampai kurang lebih pukul 9 Pagi, dan setelah Sholat Ashr hingga menjelang Maghrib khusus untuk laki-laki.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata: dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika giliran malamnya bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau keluar pada malam itu menuju pekuburan Baqi’, Beliau bersabda: Salam sejahtera untuk kalian negeri kaum beriman, telah didatangkan kepada kalian apa-apa yang dijanjikan, hari besok akan segera, dan kami –Insya Allah- akan besama kalian, Ya Allah berikanlah ampunan kepada penghuni Baqi’ algharqod. (HR. Muslim)

Jannatul-Baqī‘ berarti Taman Surga, juga dikenal dengan nama Baqī` algharqod. Baqī` berarti taman dan Al Garqad adalah pohon jenis Lycium shawii (Bahasa Arab:Alaosaj) spesies dari Boxthorn

Bacaan ketika berziaroh ke maqam baqi’

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ (وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, (semoga Allah l merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan). Kami insya Allah akan bergabung bersama kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim 2/671 dan Ibnu Majah 2/494)

MESJID QUBA

Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw.pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa masjid Quba adalah mesjid yang dibangun atas dasar takwa (Surat At Taubah:108).

Masjid ini telah beberapa kali mengalami renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang pertama yang membangun menara masjid ini. Sakarang renovasi masjid ini ditangani oleh keluarga Saud. Mengutip buku berjudul Sejarah Madinah Munawarah yang ditulis Dr Muhamad Ilyas Abdul Ghani, masjid Quba ini telah direnovasi dan diperluas pada masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz pada 1986. Renovasi dan peluasan ini menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah

Keutamaan Mesjid Quba

عنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ، رَاكِبًا وَمَاشِيًا. فَيُصَلِّي فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu:

Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mendatangi (menziarahi) mesjid Quba dengan berkendaraan dan berjalan kaki, kemudian beliau sholat dua rakaat didalamnya (HR. Bukhari)

وعن سهل بن حنيف رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((من تطهر في بيته ثم أتى مسجد قباء فصلى فيه صلاة كان له كأجر عمرة

Dari Abu bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian mendatangi Masjid Quba, lalu ia shalat di dalamnya, maka baginya pahala seperti pahala umrah”.( HR. Tirmizi no. 298. Ibnu Majah no. 1401)

PEMAKAMAN SYUHADA UHUD

Disunnahkan pula  mengunjungi pemakaman para syuhada perang Uhud yang terletak di bukit kaki uhud.

Pertempuran Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy yang diperkirakan terjadi pada tanggal 22 Maret 625 M (7 Syawal 3H). Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih seminggu setelahPertempuran Badr. Tentara Islam berjumlah 700 orang sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Tentara Islam dipimpin langsung oleh Rasulullah sedangkan tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan. Disebut Pertempuran Uhud karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil.

Gugur pada perang uhud 70 orang Sahabat, Diantara beberapa sahabat yang gugur pada perang tersebut :

Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu’ anhu(Paman Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam )

Mush’ab bin Umair Radhiyallahu’ anhu

Sa’ad bin Ar-Rabi Radhiyallahu’ anhu’

Abdullah bin Haram Radhiyallahu’ anhu

Haitsamah Abu sa’ad Radhiyallahu’ anhu

Amr’ bin Al-jamuh Radhiyallahu’ anhu

Handzolah bin abi Amir Radhiyallahu’ anhu

Abdullah Bin Jahsy Radhiyallahu’ anhu

Bacaan dan doa bagi pemakaman syuhada Uhud, sama dengan bacaan ketika berziaroh ke

pemakaman Baqi’, berlaku juga untuk seluruh pemakaman.

Adapun selain dari 5 tempat yang disebutkan para ulama, maka tidak ada sunnahnya untuk mengunjungi dan melakukan peribadahan khusus di dalamnya, karena tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam dan para Ulama-ulama sesudahnya.‎

 

Penjelasan Tentang Keutamaan Makkah


Dari Abdulloh bin Adi bin Hamro rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata:

رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاقِفًا عَلَى الْحَزْوَرَةِ، فَقَالَ: وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ، وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ، وَلَوْلاَ أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ.

“Saya melihat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berdiri di Hazwaroh (salah satu daerah di Mekkah), lalu beliau bersabda, “Demi Alloh, sesungguhnya engkau sebaik-baik bumi Alloh, dan negeri Alloh yang paling dicintai Alloh, kalau bukan lantaran aku dikeluarkan darimu, niscaya aku tidak keluar.” (HR. Tirmidzi dan ia menshohihkannya, Nasa’i dalam Sunan al-Kubro, Ibnu Majah, al-Hakim dalamal-Mustadrok dan ia menshohihkannya.)

Mekah, namanya berasal dari kata: imtakka yang artinya mendesak atau mendorong. Kota ini disebut Mekah karena manusia berdesakan di sana (Mu’jam al-Buldan, kata: Mekah).

Dalam Alquran Allah menyebutnya dengan Bakkah. Allah berfirman,

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang pertama kali di dibangun (di bumi) untuk (tempat beribadah) manusia adalah Baitullah di Bakkah (Mekah) yang memiliki berkah dan petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 96).

Kota Mekah disebut Bakkah dari kata bakka –yabukku, artinya menekan. Karena Mekah menekan leher-leher orang yang sombong (Tafsir Jalalainuntuk QS. Ali Imran: 96).

Kota Mekah juga memiliki nama lain, diantaranya:

1. Ummul Qura (pusat kota), Allah berfirman,

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا

“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya.” (QS. As Syura: 7)

Kota Mekah disebut Ummul Qura karena menjadi kota yang paling padat kegiatannya.

2. Al-Balad al-Amin (kota yang aman), Allah berfirman,

وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ

“Demi al-Balad al-Amin ini (Mekkah).” (QS. At Tin: 3).

3. Ma’ad (tempat kembali), Allah berfirman,

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

“Sesungguhnya Dzat yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashas: 85).

Sebagian ahli tafsir mengatakan, yang dimaksud tempat kembali adalah Mekkah. (Tafsir Jalalain, untuk QS. Al Qashas: 85)

4. Al-Baitul Haram, Allah berfirman,

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

“(ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf…” (QS. Al Haj: 26).

Sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa Baitullah adalah Mekkah (Mekkah fil Qur’an wa as-Sunnah, Hal. 6

DI ANTARA KEUTAMAAN KOTA MEKKAH

Alloh Ta’ala memuliakan penduduk kota Mekkah dengan adanya Baitulloh al-Harom rumah peribadatan pertama kali di muka bumi.

Sebagaimana Allah menyebutkan mengenai do’a Nabi Allah –kholilullah (kekasih Allah)- Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).

Alloh Ta’ala berfirman:

٩٦. إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكاً وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitulloh yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imron: 96)

Dan baitullah inilah yang dijadikan tempat berhaji sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali Imran: 97).
Haji ini dijadikan sebagai amalan penghapus dosa yang telah lalu Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (Muttafaqun ‘alaih).

Sebagaimana shalat di baitullah juga dilipatgandakan. Dari Jabir, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad 3/343 dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173).

Baitulloh al-Harom adalah tempat seorang muslim diperbolehkan bepergian mengunjungi masjid dengan tujuan beribadah.


Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam:

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ؛ مَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى.

“Tidak ada keutamaan  bepergian (ke suatu masjid) kecuali bepergian mengunjungi tiga masjid, (yaitu) masjidku ini (Masjid Nabawwi di Madinah), Masjidil Harom (Mekkah), dan Masjidil Aqsho (Palestina).” (HR. Bukhori dan Muslim)

Tanah haram dijadikan tempat yang penuh rasa aman

Inilah berkat do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آَمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آَمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali“.” (QS. Al Baqarah: 126).

Begitu pula disebutkan dalam ayat lainnya,

وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا

“Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia” (QS. Ali Imran: 97).

Kaum Quraisy di masa silam juga merasakan rasa aman ketika safar mereka,

الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Quraisy: 4)


Alloh Ta’ala menjaga Mekkah dari penguasa yang lalim dan mencegah mereka dari melanggar kehormatannya.

Alloh Ta’ala berfirman:
١. أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ
٢. أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
٣. وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْراً أَبَابِيلَ
٤. تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ
٥. فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. al-Fiil: 1-5)

Dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, ia berkata bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَغْزُو جَيْشُ الْكَعْبَةَ فَإِذَا كاَنُوْا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ. قاَلَتْ : قُلْتُ : ياَ رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيْهِمْ أَسْوَاقُهُمْ ، وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ ؟ قاَلَ : يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ، ثُمَّ يُبْعَثُوْنَ عَلىَ نِيَّاتِهِمْ.

“Akan ada pasukan yang menyerbu Ka’bah, saat mereka berada di sebuah tempat, seluruh pasukan itu dari yang awal hingga akhir dimusnahkan.” ‘Aisyah berkata, “Akupun bertanya, ‘Wahai Rosululloh, bagaimana dimusnahkan dari awal hingga akhir sedangkan di antara mereka ada orang selain mereka?” Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Dimusnahkan dari yang awal hingga akhir, lalu mereka dibangkitkan berdasarkan niat mereka.” (HR. al-Bukhori)

Alloh Ta’ala memuliakan penduduknya dan mengaruniai mereka dengan tujuh hal.

Dari az-Zubair bin al-Awwam rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَضَّلَ اللهُ قُرَيْشًا بِسَبْعِ خِصَالٍ، فَضَّلَهُمْ بِأَنَّهُمْ عَبَدُوا اللهَ عَشَرَ سِنِيْنَ ، لاَ يَعْبُدُ اللهَ إِلاَّ قُرَيْشٍ، وَفَضَّلَهُمْ بِأَنَّهُمْ نَصَرَهُمْ يَوْمَ اْلفِيْلِ وَهُمْ مُشْرِكُوْنَ، وَفَضَّلَهُمْ بِأَنَّهُ نَزَلَتْ فِيْهِمْ سُوْرَةٌ مِنَ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ تَحْمِلُ اسْمَهُمْ، لَمْ يَدْخُلْ فِيْهَا أَحَدٌ مِنَ اْلعَالَمِيْنَ وَهِيَ: “ِلإِيْلاَفِ قُرَيْشٍ” وَفَضَّلَهُمْ بِأَنَّ فِيْهِمْ النُبُوَّةَ، وَالْخِلاَفَةَ، وَالْحِجَابَةَ، وَالسِّقَايَةَ.

“Alloh Ta’ala mengutamakan suku Quroisy dengan tujuh hal: (Pertama) Alloh mengutamakan mereka di mana mereka beribadah kepada Alloh selama sepuluh tahun, tidak ada yang menyembah Alloh kecuali Quroisy. (Kedua) Alloh Ta’ala mengutamakan mereka dengan menolong mereka pada hari pasukan bergajah menyerbu Ka’bah dan saat itu mereka dalam keadaan musyrik. (Ketiga) Alloh Ta’alamemberikan keutamaan pada mereka di mana turun surat dalam al-Qur’an yang menyebut nama Quroisy, tidak ada di dunia ini yang seperti mereka, yaitu surat (لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ) “Karena kebiasaan orang-orang Quroisy” (QS. al-Fiil: 1). (Keempat) Alloh Ta’ala mengutamakan dari mereka terdapat seorang Nabi. (Kelima) Kholifah. (Keenam) Hak pengelolaan pemegang kunci Ka’bah. (Ketujuh) Hak pelayanan memberikan air minum bagi haji.” (Shohih al-Jami’ 4208)

Alloh menjaga Mekkah sebagai tempat yang suci dengan Islam, di kota-kota seluruh dunia ada agama yang bermacam-macam yang dianut penduduknya, kecuali Mekkah dan Madinah.

Alloh Ta’ala berfirman:

٢٨. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُواْ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَـذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ إِن شَاء إِنَّ اللّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Harom sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Alloh nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah: 28)

Kota Mekkah tidak akan dimasuki Dajjal.

Dajjal akan muncul dari Ashbahan dan akan menelusuri muka bumi. Tidak ada satu negeri pun melainkan Dajjal akan mampir di tempat tersebut. Yang dikecualikan di sini adalah Makkah dan Madinah karena malaikat akan menjaga dua kota tersebut. Dajjal tidak akan memasuki kedunya hingga akhir zaman. 

Dalam hadits Fathimah binti  Qois radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Dajjal mengatakan,

فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِى الأَرْضِ فَلاَ أَدَعَ قَرْيَةً إِلاَّ هَبَطْتُهَا فِى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَىَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِى مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِى عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلاَئِكَةً يَحْرُسُونَهَا

“Aku akan keluar dan menelusuri muka bumi. Tidaklah aku membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh malam selain Makkah dan Thoybah (Madinah Nabawiyyah). Kedua kota tersebut diharamkan bagiku. Tatkala aku ingin memasuki salah satu dari dua kota tersebut, malaikat menemuiku dan menghadangku dengan pedangnya yang mengkilap. Dan di setiap jalan bukit ada malaikat yang menjaganya.” (HR. Muslim no. 2942)

Dan Dajjal tidak akan memasuki empat masjid. Dalam hadits disebutkan tentang Dajjal,

لاَ يَأْتِى أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ الرَّسُولِ والْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَالطُّورَ

“Dajjal tidak akan memasuki empat masjid: masjid Ka’bah (masjidil Haram), masjid Rasul (masjid Nabawi), masjid Al Aqsho’, dan masjid Ath Thur.” (HR. Ahmad 5: 364. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth, sanad hadits ini shahih)

Dalam sebuah hadits yang panjang dari Abu Umamah rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

ياَ أَيُّهَا الناَّسُ ! إِنَّهَا لَمْ تَكُنْ فِتْنَةٌ عَلىَ وَجْهِ اْلأَرْضِ ، مُنْذُ ذَرَأَ اللهُ ذُرِّيَّةَ آدَمٍ أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ، وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَبْعَثْ نَبِيًّا إِلاَّ حَذَّرَ أُمَّتَهُ الدَّجَّالَ… إِلَى أَنْ قَالَ: وَإِنَّهُ لاَ يَبْقَى شَيْئٌ مِنَ اْلأَرْضِ إِلاَّ وَطِئَهُ، إِلاَّ مَكَّةَ وَالْمَدِيْنَةَ، لاَيَأْتِيْهَا مِنْ نَقْبٍ مِنْ أَنْقَابِهَا إِلاَّ لَقِيَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ بِالسُّيُوْفِ صَلْتَةً.

“Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada fitnah di muka bumi ini semenjak Alloh menciptakan keturunan Adam yang lebih besar daripada fitnah ad-Dajjal. Dan sungguh tidaklah Alloh mengutus seorang Nabi melainkan dia memberi peringatan kepada umatnya tentang ad-Dajjal …. (hingga sabda beliau): Dan tidak ada suatu tempat yang tersisa di muka bumi ini melainkan akan dikunjungi ad-Dajjal kecuali Mekkah dan Madinah, segala penjuru kotanya dijaga para malaikat yang menghunus pedang.” (Shohih al-Jami’ 7875)

Para Nabi semenjak dahulu menunaikan haji di Mekkah.

Alloh Ta’ala berfirman:

٢٦. وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَن لَّا تُشْرِكْ بِي شَيْئاً وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrohim di tempat Baitulloh (dengan mengatakan): “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thowaf, bagi orang-orang yang beribadah, orang-orang yang ruku’, dan sujud.” (QS. al-Hajj: 26)

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِوَادِي الأَزْرَقِ ، فَقَالَ: (أَيُّ وَادٍ هَذَا؟). فَقَالُوا: وَادِي الأَزْرَقِ. قَالَ: (كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ هاَبِطًا مِنَ الثَّنِيَّةِ وَ لَهُ جُؤَارٌ إِلَى اللَّهِ بِالتَّلْبِيَةِ). ثُمَّ أَتَى عَلَى ثَنِيَّةِ هَرْشَى، فَقَالَ: (أَيُّ ثَنِيَّةٍ هَذِهِ ؟) قَالُوا : ثَنِيَّةُ هَرْشَى.

“Bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam melalui lembah al-Arzaq, lalu beliau bertanya, “Lembah apa ini?” Para sahabat menjawab, “Lembah al-Arzaq.” Beliau bersabda, “Seolah-olah aku melihat Musa ‘alaihis salam turun dari tempat yang tinggi, ia mempunyai suara keras mengucapkan talbiyah kepada Alloh.” Lalu beliau melalui tsaniyyatul harsya.[3] Kemudian beliau shollallohu ‘alaihi wasallam bertanya, “Lembah apa ini?” “Tsaniyyatul Harsya,” jawab para sahabat. Kemudian beliau bersabda, “Seolah-olah aku melihat Yunus bin Matta ‘alaihis salam duduk di atas unta kekar, mengenakan jubah yang terbuat dari wol, tali kendali untanya terbuat dari serabut, dan ia sedang mengucapkan kalimat talbiyah.” (HR. Muslim 166)

Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَيُهِلَّنَّ ابْنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ حَاجاًّ أَوْ مُعْتَمِراً، أَوْ لَيَثْنِيَنَّهُمَا.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, Ibnu Maryam akan bertalbiyah di Fajj ar-Rouhah (tempat antara Mekkah dan Madinah), dia menunaikan haji atau umroh, atau mengiringi antara haji dan umroh.” (HR. Muslim 3020)

Mekkah adalah kiblat muslimin yang mendirikan sholat di seluruh penjuru dunia.

Alloh Ta’ala berfirman:

١٤٤. قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Harom. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. al-Baqoroh: 144)

Wajib memperhatikan waktu dan jaman saat memasuki kota Mekkah dalam rangka menunaikan haji dan umroh, yang demikian itu untuk ihrom dan talbiyah.

Alloh Ta’ala berfirman:

١٨٩. يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.” (QS. al-Baqoroh: 189)

Adapun miqot haji dan umroh adalah sebagaimana diriwayatkan dari Abdulloh bin Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, ia berkata:

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ ِلأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَ ِلأَهْلِ الشَّأْمِ الْجُحْفَةَ، وَ ِلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ، وَ ِلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، وَقَالَ: هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ وَمَنْ كَانَ دُوْنَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ.

“Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam menetapkan miqot untuk penduduk Madinah adalah Dzulhulaifah, bagi penduduk Syam adalah al-Juhfah, bagi penduduk Najd adalah Qornulmanazil, bagi penduduk Yaman adalah Yalamlam. Dan beliau shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri tersebut dan juga bagi mereka yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut jika hendak melakukan ibadah haji dan umroh. Sedangkan mereka selain itu, maka dia memulai dari kediamannya, dan bagi penduduk Mekkah, mereka memulainya dari di Mekkah.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Di Mekkah terdapat air Zamzam.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فُرِجَ سَقْفِي وَأَنَا بِمَكَّةَ، فَنَزَلَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَم فَفَرَجَ صَدْرِي، ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ، ثُمَّ جَاءَ بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيمَانًا، فَأَفْرَغَهَا فِي صَدْرِي، ثُمَّ أَطْبَقَهُ، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِي فَعَرَجَ بِيْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ….. الحديث.

أخرجه البخاري كتاب الحج

Dari Abu Dzar radhiyallahuanhu ia bercerita bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam   bersabda : atap rumahku terbuka sedang waktu itu aku di Makkah, lalu turunlah Jibril alaihissalam, kemudian ia membelah dadaku, kemudian mencucinya dengan air zamzam, lalu ia mengambil baskom yang terbuat dari emas penuh dengan hikmah dan iman, lalu ia menuangkannya dalam dadaku, setelah itu ia menutup kembali dadaku, kemudian ia memegang tanganku dan naik bersamaku ke-langit dunia …..” (HR.Bukhori)

 أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ – في خبر إسلامه – قال : قال لي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَتىَ كُنْتَ هَاهُنَا؟

 قَالَ : قُلْتُ : قَدْ كُنْتُ هَاهُنَا مُنْذُ ثَلاَثِينَ – بَيْنَ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ _.

قَالَ : فَمَنْ كَانَ يُطْعِمُكَ ؟

قَالَ : قُلْتُ : مَا كَانَ لِي طَعَامٌ إِلاَّ مَاءُ زَمْزَمَ .

فَسَمِنْتُ حَتَّى تَكَسَّرَتْ عُكَنُ بَطْنِي وَمَا أَجِدُ عَلَى كَبِدِي سُخْفَةَ جُوعٍ.

قَالَ : إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ، إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ.

أخرجه المسلم

Dari Abu Dzar radhiyallahuanhu – dalam kisahnya tatkala memeluk Islam – ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam   berkata kepadaku : Kapan kamu di sini? Abu Dzar menjawab : saya berada di sini sejak tiga puluh hari yang lalu. Nabi shallallahu alaihi wasallam  bertanya lagi : siapa yang memberimu makan? Abu Dzar menjawab : Aku tidak mempunyai makanan kecuali hanya minum air zamzam, maka aku menjadi gemuk sampai-sampai perutku buncit (karena banyaknya lemak dan ada lipatan-lipatannya), dan aku tidak merasakan rasa lapar dan lemah. Rasulullah menjawab : Sesungguhnya air zam-zam itu berbarakah, sesungguhnya ia adalah makanan yang penuh gizi.” (HR. Muslim) 

Dari Anas rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَرْحَمُ اللهُ أُمَّ إِسْمَاعِيْلَ ! لَوْلاَ أَنَّهَا عَجِلَتْ لَكاَنَ زَمْزَمَ عَيْنًا مَعِيْناً

“Semoga Alloh merahmati Ummu Ismail, andai saja dia tidak terburu-buru , tentulah Zamzam akan menjadi mata air yang mengalir di atas bumi.” (HR. al-Bukhori 3362)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : خَيْرُ مَاءٍ عَلىَ وَجْهِ اْلأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمَ، فِيْهِ طَعَامٌ مِنَ الطُّعْمِ، وَشِفَاءٌ مِنَ السُّقْمِ.

أخرجه الطبراني في الكبير، وصححه الألباني

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam   bersabda : “Sebaik-baik air di muka bumi adalah air zamzam, air itu mengenyangkan peminumnya sebagaimana makanan mengenyangkan orang yang makan, dan terdapat obat dari penyakit.” (HR. Thobroni dalam al-Kabiir dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Silsilah Hadits no. 3585.)

Di kota Mekkah terdapat buah-buahan beraneka macam, padahal kota itu kota yang tandus, hal ini adalah dari doa Nabi Ibrohim ‘alaihis salam yang dikabulkan Alloh Ta’ala.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

٣٧. رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitulloh) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rejekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrohim: 37)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

٥٧. وَقَالُوا إِن نَّتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّن لَّهُمْ حَرَماً آمِناً يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقاً مِن لَّدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan mereka berkata, “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah Harom (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rejeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. al-Qoshosh: 57)

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. al-Fiil: 1-5)


Mekkah adalah negeri Harom (suci) dan aman, semenjak jaman Jahiliyah, ataupun masa Islam, tidak tertumpahkan darah di kota ini.

Alloh Ta’ala berfirman:

٦٧. أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَماً آمِناً وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Alloh?” (QS. al-Ankabut: 67)

Alloh Ta’ala berfirman:

٩١. إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekkah). Yang telah menjadikannya suci (harom) dan kepunyaanNyalah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. an-Naml: 91)

Alloh Ta’ala menjadikan Mekkah sebagai Bilad al-Harom (negeri yang suci) semenjak hari penciptaan langit dan bumi.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ  افْتَتَحَ مَكَّةَ : لاَ هِجْرَةَ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا، فَإِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، وَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلاَّ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لاَ يُعْضَدُ شَوْكُهُ، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلاَ يُلْتَقَطُ لُقَطَتُهُ، إِلاَّ مَنْ عَرَّفَهَا، وَلاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا). قَالَ الْعَبَّاسُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِلاَّ الإِذْخِرَ، فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوتِهِمْ. قَالَ : ( إِلاَّ الإِذْخِرَ ).

أخرجه البخاري  ومسلم

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata : Nabi shallallahu alaihi wasallam   bersabda di hari penaklukkan kota Makkah : “Tidak ada hijrah lagi‎, akan tetapi yang ada adalah jihad dan niat‎, jika kalian diperintah (ulil amri) pergi berjihad maka berangkatlah, sesungguhnya negeri ini Allah telah mengharamkannya pada hari Dia menciptakan langit dan bumi, maka sejak itu haram dengan keharaman Allah hingga hari kiamat, sesungguhnya tidak diperbolehkan berperang di dalamnya kepada seorangpun sebelumku, dan juga tidak dihalalkan bagiku kecuali sesaat di siang hari‎, maka sejak itu (negeri Makkah) haram dengan keharaman Allah hingga hari kiamat, duri-durinya tidak boleh dipatahkan, binatang buruannya tidak boleh di usir (diganggu), barang yang jatuh di Makkah tidak boleh diambil, kecuali untuk mencari (pemiliknya), ‎tumbuh-tumbuhannya tidak boleh ditebang”.

Ibnu Abbas bertanya : Wahai Rasulullah, kecuali tumbuhan al-idhir (sejenis tumbuhan-tumbuhan yang harum baunya)? Sesungguhnya tumbuhan itu digunakan oleh tukang besi atau tukang emas/perak mereka, dan digunakan untuk rumah-rumah mereka?

Beliau bersabda : “Kecuali al-idhir”.  (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Demikianlah keutamaan kota Mekkah yang disebutkan dalam hadits-hadits Nabi. Setelah mengetahui tentang keutamaan kota Mekkah maka sepatutnya bagi seorang muslim yang menunaikan umroh dan haji untuk mawas diri dan berakhlak Islam serta menetapi adab-adabnya saat berkunjung di tempat yang paling dicintai Alloh, dengan cara memperhatikan kemuliaan dan mengagungkan syiar-syiar Alloh di Baitulloh, lalu berendah hati pada kebenaran dengan mengikutinya. Dan sepatutnya dia menjaga anggota tubuhnya, janganlah melakukan sesuatu yang menodai kesucian kota Mekkah. Hendaknya dia merasa diawasi Alloh Ta’ala saat sepi maupun ramai.

Semoga Alloh Ta’ala menyempurnakan nikmatNya kepada kita semua, dhohir maupun batin, menolong kita dalam bersyukur padaNya, menjaga negeri Mekkah dan seluruh negeri-negeri Islam dari makar manusia yang ingin merusaknya. Dan semoga Alloh menerima ibadah haji dan umroh dari kita yang menunaikannya, sesungguhnya Dia adalah Maha Kuasa atas semua ini.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...