Jumat, 27 November 2020

Bertani Pekerjaan Yang Mulia Penuh Pahala


Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا, أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة ٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian pohon/ tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2321)

Kadang kadang kita terlalu sibuk dengan mencari ilmu di internet, buku, majalah dan sebagainya dan terlupa bahawa di dalam Al Quran terdapat banyak ayat-ayat yang menceritakan hal yang berkaitan pertanian. Ianya berbentuk soalan (yang perlu kita fikirkan), panduan, peringatan dan sebagainya. Kita (petani) perlu mengambil perhatian akan isi Al-Quran yang sungguh lengkap. Cuma kita kita yang sering terlupa.‎

Agronomi merupakan ilmu bercocok tanam. Cabang penting ilmu-ilmu pertanian  ini merupakan salah satu ilmu terapan  yang berbasis biologi/botani yang mempelajari pengaruh dan manipulasi berbagai komponen biotik (hidup) dan Abiotik (tidak hidup) terhadap suatu individu atau sekumpulan individu tanaman untuk dimanfaatkan bagi kepentingan manusia. Cakupan aspek biotik meliputi individu itu sendiri, individu lain yang sejenis, atau individu lain yang berbeda jenis. Cakupan aspek abiotik meliputi semua komponen tidak hidup yang memengaruhi kehidupan individu yang dipelajari, seperti tanah , cuaca dan iklim tropografi.‎
            
Sebenarnya manusia dalam mencari ilmu tidaklah terlepas dari ilmu Al-quran yang maha kaya,ilmu pertanian yang mencangkup segala hal baik dari kebun,buah air,tanah,biji-bijian yang terkandung dalam ilmiah pertanian.

Menggali dari ayat-ayat al-quran untuk mengetahui,proses-proses dalam tata ilmu pertanian
       I.            Memanfaatkan lahan yang telah Allah berikan untuk tempat berkebun.
    II.            Mengetahui betapa pentingnya air dalam kehidupan pertanian.
 III.            Mengetahui munasabah ayat-ayat Al-qur’an.
‎‎

Agronomi dan Botani  Sebuah kemukjizatan Ilmiah Al-qur’an ‎

Agronomi merupakan ilmu bercocok tanam. Cabang penting ilmu-ilmu pertanian ini merupakan salah satu ilmu terapan yang berbasis biologi/botani yang mempelajari pengaruh dan manipulasi berbagai komponen biotic  (hidup) dan abiotik (tidak hidup) terhadap suatu individu atau sekumpulan individu tanaman untuk dimanfaatkan bagi kepentingan manusia. Cakupan aspek biotik meliputi individu itu sendiri, individu lain yang sejenis, atau individu lain yang berbeda jenis. Cakupan aspek abiotik meliputi semua komponen tidak hidup yang memengaruhi kehidupan individu yang dipelajari, seperti tanah, cuaca dan iklim dan,topografi.

Ayat-ayat Al-quran tentang pertanian 

Al-quran memang memiliki kesempurnaan yang luar biasa semua ilmu pengetahuan di bahas didalam nya tak terkecuali ilmu pertanian,yang di bahas didalamnya,Allah,swt,memberikan sebuah pengertian dan cara manusia untuk bercocok tanam pertanian untuk kehidupanya untuk makan sebagai melengkapi kebutuhan jasmaninya,dengan protein,vitamin,karbohidrat,lemak,gizi dan lain sebagainya yang semuanya ada di tumbuhan,maka untuk itu allah menurunkan segudang ilmu pertanian melalui ayatnya.

Teori Pertanian  Tentang Tanah yang Lebih Tinggi dari Permukaan Air [pada surah QS. Al Baqarah : 265,dan QS. Saba’ : 15-16

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya :
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah : 265)

Kebun-kebun yang ditanam di atas tanah tinggi dari tingkat air tanah, maka daun pepohonannya lebih banyak tumbuh dan akarnya tumbuh lebih panjang ke dalam tanah. Sedangkan kebun yang ditanam di tanah yang sejajar dengan air tanah, maka ia tidak mendapatkan peredaran udara yang mencukupi di lahan pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak akar mati.

Telah terbukti ketika air tanah meninggi, maka penyakit timbul pada kebun-kebun yang terdiri dari pohon-pohon tinggi. Sedangkan jika air tanah lebih tinggi dari permukaan bumi atau dekat darinya, maka kebun tersebut akan mati dalam waktu dua bulan.


قَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌفَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ
سِدْرٍ قَلِيلٍ

Artinya :
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba’ : 15-16)

Pengairan Alami dan Buatan 

pada surah QS. Al Baqarah : 265,


وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya :
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah : 265)‎

Dalam proses pengairan Alami,tumbuhan tidak memerlukan bantuan dari tangan manusia, manusia hanya meraawat tumbuhan itu akan hidup mandiri sesuai dengan firman Allah diatas, tumbuhan yang hidup di daaratan tinggi akan hidup lebih baik karna tumbuhan itu akan mencari air yang lebih dalam,akarnya akan mencari dari sumber air,jika air itu dalam maka Akar tumbuhan akan memanjang mencari sumber air,dengan memanjangnya akar tumbuhan akan semakin kuat tumbuhan itu berdiri,sedangkan tumbuhan yang hidup ditanah yang lebih rendah atau sejajar dengan sumber airmaka tumbuhan itu kurang asupan udara yang mencukupi yang akan berakibat fatal yang membuat akarnya tidak agi memanjang karna sumber airnya telah dekat dan akan banyak akar-akar yang akan mati.
Air memang sangat diperlukan oleh tumbuhan tetapi tidak berlebih,jika air yang terlalu banyak akan membuat tanaman mengalami kejenuhan,dan jika air itu semakin tinggi tentunya menjadi ancaman bagi tumbuhan karna akan ada penyakit yang akan menyerang tumbuhan karna semakin meningginya air dan lama kelamaan akan mengalami kematian pada tumbuhan itu sendiri.

  Dua Pernyataan Ilmiah Terkini 

{وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [الأنعام: 99]

Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. [Al-An'aam:99]

Hujan lebat disamping menyuplai pepohonan dengan air yang mencukupi juga mencuci, membersihkan dan menghilangkan debu yang terkumpul di atasnya. Sedangkan penyiraman dengan air hujan melipat gandakan hasilnya, menambah berat dan manis buahnya dibanding kebun lain yang tidak mendapatkan kedua hal ini.
Allah menurunkanhujan sangatlah bermanfaat baik bagi manusia dan semua makhluk hidup,dalam ilmu pertanian air yang turun dari langit akan menjadi suplai kebutuhan air oleh tumbuhan pertanian,air hujan akan membantu membersihkan debu dan kotoran yang menempel pada tumbuhan yang nantinya akan menggangu jika tidak dibersihkan.

Dengan penyiraman oleh air hujan ini membantu meningkatkan kualitas dari buah tumbuhan tersebut dan hasilnya akan lebih manis dan meningkatkan produktivitas buahnya,air hujan ini memberikan asupan tersendiri kepada buah,namun lain halnya dengan tidak mendapatkan air hujan dan penyiraman dari keduanya maka hasil yang didapatkan pun jelas berbeda..

Memanfaatkan tanah yang terbiar/tidak dimanfaatkan 

Pada surah QS.Yasin:33 allah menjelaskan tentang tanah atau lahan yang tidak dimanfaatkan untuk dimanfaatkan,misalnya untuk lahan perkebunan,dan pertanian.bahwasanya Allah selalu menghidupkan tanah yang mati,jika manusia itu mau merawatnya dan membuat tanah itu agar subur.

وَءَايَةٌ لَّهُمُ الاٌّرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَـهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبّاً فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ - وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّـتٍ مِّن نَّخِيلٍ وَأَعْنَـبٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ - لِيَأْكُلُواْ مِن ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلاَ يَشْكُرُونَ

‘’Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripa danya biji-bijian, maka dari biji-bijian itu mereka makan (Qs,yassin 33)

Penyuburan dan Perkawinan

وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ

Artinya :
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al Hijr : 22)

Artinya :
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyat : 49)‎


Artinya :
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS. Yasin : 36)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّىٰ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ

Artinya :
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS. Al Hajj : 5)

أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الْأَرْضِ كَمْ أَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ

Artinya :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?” (QS. Asy Syu’ara : 7)


خَلَقَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ ۚ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِي

Artinya :
“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.” (QS. Luqman : 10)

فِيهِمَا مِنْ كُلِّ فَاكِهَةٍ زَوْجَانِ

Artinya :
“Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan.” (QS. Ar Rahman : 52)


وَهُوَ الَّذِي مَدَّ الْأَرْضَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْهَارًا ۖ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ جَعَلَ فِيهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ ۖ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya :
“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Ar Ra’d : 3)

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّ

Artinya :
“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.” (QS. Thaha : 53)

Penentuan Kadar Unsur Tanaman 

Ayat al-quran surah al hijr,ayat 19 menerangkan bahwa setiap tanaman itu memiliki kadar unsure tertentu yanh harus dipenuhi dan berimbang,dan setiap tanaman itu tidak sama unsure yang di perlukan untuk proses pertumbuhanya.

Artinya :
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Hijr : 19)

Perkecambahan sebagai sunatullah 

Ayat ini menjelaaskan tentang perkecambahan pada biji,namun ayat ini juga menjelaskan tentang proses pembentukan janin atau pun proses manusia di ciptkan,memiliki kesamaan seperti pada proses perkecambahan.

Artinya :
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS.AlHajj : 5)


وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ ۖ وَإِنَّا عَلَىٰ ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ

Artinya :
“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya” (QS. Al Mu’minun18)

Kekuasaan Allah dalam Perkecambahan 


kekuasaan allah yang menghidupkan dari yang mati menjadi hidup,ibaratkan biji-bijian,yang akan tumbuh menjadi perkecambahan dan akan tumbuh lagi menjadi tanaman atau tumbuhan.

نَّ اللَّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَىٰ ۖ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ مِنَ الْحَيِّ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

Artinya :
”Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?” (QS. Al An’am : 95)

Daerah Terbaik Untuk Bercocok  Tanam 

Dalam ayat ini allah menjelaskan bahwa daerah yang lebih tinggi itu lebih baik untuk bercocok tanam karna daerah tersebut memiliki aliran air yang baik,dan memiliki struktur tanah yang bagus untuk pertanian,misalkan saja ,tembakau,the,rempah-rempah dn lain sebagainya.karna akar tumbuhan akan mencari sumber air yang dalam hal ini akan membuat tumbuhan semakin kokoh,

Artinya :
”Dalam surga yang tinggi. Buah-buahannya dekat ” (QS. Al Haqqah : 22-23)

Rahasia Warna Hijau Pada Daun  


Warna hijau daun dari sebuah daun itu terrbentuk karn adanya klorofil pada daun,yang ada pada lapisan daun dalam.

الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ
Artinya :
”Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” (QS. Yasin : 80)

Zat klorofil yang menakjubkan.

Artinya :
“Sesungguhnya orang yang beriman itu ialah orang yang apabila disebutkan Allah akan gementar hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya (ayat-ayat Allah) akan bertambahlah iman mereka, dan kepada Rab (Tuhan) mereka bertawakal. ( Surah an-Anfal : Ayat 2 )
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.

265
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَتَثْبِيتاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ 

265. Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya kerana mencari keredhoan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.

266
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَن تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِّن نَّخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاء فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ 

266. Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. Inilah perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya kerana RIAK, membangga-banggakan tentang pemberiannya kepada orang lain, dan menyakiti hati orang.

267
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ 

267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
 
268
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاء وَاللّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

268. Syaitan menjanjikan (menakut-nakutkan) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.‎

{وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [الأنعام: 99]

Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. [Al-An'aam:99]

Hadits Tentang Becocok Tanam‎

Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
 
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَ لاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً

“Tidaklah seorang muslim menanam suatu pohon melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Muslim Hadits no.1552)

2.Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا, أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة ٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian pohon/ tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2321)
3.Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:

فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَ لاَ دَابَّةٌ وَ لاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Imam Muslim hadits no.1552(10))‎

Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy -rahimahullah- berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada. Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan paling afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar. Aku telah memaparkan penjelasannya di akhir bab Al-Ath’imah dari kitab Syarh Al-Muhadzdzab. Di dalam hadits-hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak oleh hewan, atau burung atau sejenisnya”.

Pahala sedekah yang dijanjikan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits ini akan diraih oleh orang yang menanam, walapun ia tidak meniatkan tanamannya yang diambil atau dirusak orang dan hewan sebagai sedekah.Al-Hafizh Abdur Rahman Ibnu Rajab Al-Baghdadiy -rahimahullah- berkata, “Lahiriah hadits-hadits ini seluruhnya menunjukkan bahwa perkara-perkara ini merupakan sedekah yang akan diberi ganjaran pahala bagi orang yang menanamnya, tanpa perlu maksud dan niat”.

Penghijauan alias REBOISASI merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini.

Jika demikian banyak manfaat dari REBOISASI alias penghijuan, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits lainnya, seperti beliau pernah bersabda, |
“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang diantara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah”. [HR. Ahmad ]

Ahli Hadits Abad ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata saat memetik faedah dari hadits-hadits di atas, “Tak ada sesuatu (yakni, dalil) yang paling kuat menunjukkan anjuran bercocok tanam sebagaimana dalam hadits-hadits yang mulia ini, terlebih lagi hadits yang terakhir diantaranya, karena di dalamnya terdapat targhib (dorongan) besar untuk menggunakan kesempatan terakhir dari kehidupan seseorang dalam rangka menanam sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia setelah ia (si penanam) meninggal dunia. Maka pahalanya terus mengalir, dan dituliskan sebagai pahala baginya sampai hari kiamat”.

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua ini menunjukkan tentang keutamaan “Go Green” –semoga Allah memberikan balasan kebaikan bagi mereka-.

Saking besarnya manfaat dari penghijauan lingkungan , tanah yang dahulu kering kerontang bisa berubah menjadi tanah subur. Sungai yang dahulu gersang, dengan reboisasi bisa berubah menjadi berair.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda dalam sebuah yang shohih,
“Tak akan tegak hari kiamat sampai tanah Arab menjadi tanah subur, dan sungai-sungai”. [HR. Ahmad]

Ketika para sahabat mendengarkan hadits-hadits ini, maka mereka berlomba-lomba dan saling mendorong untuk melakukan program penghijauan ini, karena ingin mendapatkan keutamaan dari Allah -Azza wa Jalla- di dunia dan di akhirat berupa ganjaran pahala.

Para pembaca yang budiman, jika kita mau membuka sebagian kitab-kitab hadits yang berisi keterangan dan petunjuk jalan hidup para salaf (pendahulu) kita dari kalangan sahabat dan generasi setelahnya, maka kita akan mendapatkan manusia-manusia yang memiliki semangat dalam menggalakkan perintah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam perkara ini.

‎Seorang tabi’in yang bernama Umaroh bin Khuzaimah bin Tsabit Al-Anshoriy Al-Madaniy -rahimahullah- berkata,

“Aku pernah mendengarkan Umar bin Khoththob berkata kepada bapakku, “Apa yang menghalangi dirimu untuk menanami tanahmu?” Bapakku berkata kepada beliau, “Aku adalah orang yang sudah tua, akan mati besok”. Umar berkata kepadanya, “Aku mengharuskan engkau (menanamnya). Engkau harus menanamnya!” Sungguh aku melihat Umar bin Khoththob menanamnya dengan tangannya bersama bapakku”. [HR. Ibnu Jarir Ath-Thobariy ]

Al-Imam Al-Bukhoriy -rahimahullah- meriwayatkan sebuah atsar dari Nafi’ bin Ashim bahwa,
“Dia pernah mendengar Abdullah bin Amer -radhiyallahu anhu- berkata kepada keponakannya yang telah keluar dari kebunnya, “Apakah para pekerjamu sedang bekerja?” Keponakannya berkata, “Aku tak tahu”. Beliau berkata, “Ingatlah, andaikan engkau adalah orang Tsaqif, maka engkau akan tahu tentang sesuatu yang dikerjakan oleh para pekerjamu”. Kemudian beliau menoleh kepada kami seraya beliau berkata, “Sesungguhnya seseorang bila bekerja bersama para pekerjanya di kampungnya atau hartanya, maka ia adalah pekerja diantara pekerja-pekerja Allah -Azza wa Jalla-”. [HR. Al-Bukhoriy ]

Amer bin Dinar -rahimahullah- berkata,
“Amer bin Al-Ash pernah masuk ke dalam suatu kebun miliknya di Tho’if yang dinamai dengan “Al-Wahthu”. Di dalamnya terdapat satu juta batang kayu. Beliau telah membeli setiap kayu dengan harga satu dirham. Maksudnya, beliau menegakkan dengannya batang-batang anggur”. [HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (46/182)]

Para pembaca yang budiman, perhatikanlah sahabat Amer bin Al-Ash telah berani berkorban demi memelihara tanaman-tanaman yang terdapat dalam kebunnya. Semua ini menunjukkan kepada kita tentang semangat para sahabat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam melaksanakan perintah dan anjuran beliau dalam menghijaukan lingkungan. Maka contohlah mereka dalam perkara ini, niscaya kalian mendapatkan keutamaan sebagaimana yang mereka dapatkan. Namun satu hal perlu kita ingat bahwa usaha dan program penghijauan seperti ini terpuji selama tidak melalaikan kita dari kewajiban, seperti jihad, sholat berjama’ah, mengurusi anak dan keluarga atau kewajiban-kewajiban lainnya. Jika melalaikan, maka hal itu tercela!!‎‎

Wallohu A'lam Bishshowab‎

Persatuan Dan Ukhuwah Yang Semakin Goyah


Adalah kenyataan pahit yang tidak bisa dipungkiri jika umat islam pada zaman ini telah berpecah belah dan terkotak-kotak, setiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.

Di antara keistimewaan ajaran Islam adalah seruan kepada penganutnya untuk mempertahankan persatuan di antara umat Islam (Ukhuwah Islamiah ) dan cercaan terhadap perpecahan yang terjadi di tengah umat ini.

Rasulullah saw. bersabda:

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ

وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

"Hampir-hampir berbagai bangsa memangsa kalian seperti orang-orang lapar memangsa tempat makanannya." Seseorang bertanya: ''Apakah hal itu disebabkan karena jumlah kami sedikit pada saat itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab: "Tidak, jumlah kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan. Sesungguhnya ALLAH akan mencabut perasaan takut kepada kalian dari hati musuh-musuh kalian, lalu ALLAH akan menanamkan penyakit wahn dalam hati kalian." Seseorang bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan penyakit wahn itu?"Rasulullah pun menjawab: "Cinta dunia dan takut mati." (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah)

Beliau juga bersabda:

فَوَاللَّهِ لَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

"Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas diri kalian, melainkan aku khawatirkan akan dibuka lebar (pintu) dunia untuk kalian sebagaimana (pintu) dunia itu telah dibuka untuk orang-orang sebelum kalian, sehingga kalian pun saling bersaing untuk mendapatkannya sebagaimana mereka telah bersaing juga, (yang karenanya) dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka." (HR. Bukhari & Muslim)

Persatuan kaum muslimin di atas al haq dan larangan berpecah-belah, merupakan prinsip yang agung dalam agama Islam. Namun layak disesalkan, kenyataan yang nampak di kalangan kaum muslimin berbeda dengan ajaran agama yang suci ini. Maka di sini, kami sampaikan sebagian keterangan agama mengenai masalah besar ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara”. (QS Ali Imran:103)

Rasululloh juga memerintahkan umat Islam supaya bersatu padu dan jangan bercerai berai, sebagai mana sabda beliau:

اِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثاً وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثاً يَرْضَى لَكُمْ اَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَئاُ, وَاَنْ تَعْصَمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمشيْعاً وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلاَّهُ اللهُ اَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثاً: قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةُ السُّؤَالِ وَاِضاَعَةُ المَالِ (روه مسلم)


Artinya: “sesungguhnya Allah meridloi kamu dalam tiga perkara, meridloi kamu menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun; kamu berpegang teguh pada tali (agama) Allah dan tidak bercerai berai; dan kamu mengikhlaskan kecintaanmu terhadap orang yang diberi kekuasaan oleh Allah atau urusanmu. Dia membencimu dalam tiga perkara, yaitu cerita dari mulut ke mulut; terlalu banyak meminta; dan menyia-nyiakan harta”. (HR. Muslim)

Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang tafsir ayat ini: Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini, Dan berpeganglah kamu semuanya kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas  kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. [Jami’ul Bayan 4/30.]

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan. Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal itu juga. Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah. Diantaranya  terdapat satu firqah najiyah (yang selamat) menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi n dan para sahabat beliau.” [Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim, surat Ali Imran:103.]

Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]

Al Qurthubi juga mengatakan,“Maka Allah Ta’ala mewajibkan kita berpegang kepada kitabNya dan Sunnah NabiNya, serta -ketika berselisih- kembali kepada keduanya. Dan memerintahkan kita bersatu di atas landasan Al Kitab dan As Sunnah, baik dalam keyakinan dan perbuatan. Hal itu merupakan sebab persatuan kalimat dan tersusunnya perpecahan (menjadi persatuan), yang dengannya mashlahat-mashlahat dunia dan agama menjadi sempurna, dan selamat dari perselisihan. Dan Allah memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan yang telah terjadi pada kedua ahli kitab”. (Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/164)

Beliau juga mengatakan,“Boleh juga maknanya, janganlah kamu berpecah-belah karena mengikuti hawa nafsu dan tujuan-tujuan yang bermacam-macam. Jadilah kamu saudara-saudara di dalam agama Allah, sehingga hal itu menghalangi dari (sikap) saling memutuskan dan membelakangi.” (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159).

Asy Syaukani berkata tentang tafsir ayat ini,“Allah memerintahkan mereka bersatu di atas landasan agama Islam, atau kepada Al Qur’an. Dan melarang mereka dari perpecahan yang muncul akibat perselisihan di dalam agama.” (Fahul Qadir 1/367).

Dari penjelasan para ulama di atas, dapat diambil beberapa perkara penting berkaitan dengan masalah persatuan.

Pertama. Perkataan Imam Ath Thabari: “Berpeganglah kamu kepada janjiNya, yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah”, menunjukkan kaidah dan landasan penting tentang persatuan yang benar. Yaitu: persatuan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. Kalimat yang ‎haq, sering diistilahkan untuk kalimat la ilaha illa Allah, termasuk Muhammad Rasulullah. Dengan demikian, asas persatuan ialah tauhid dan Sunnah. Tidak ada persatuan tanpa tauhid dan Sunnah Rasulullah. Persatuan yang dibangun tidak berdasarkan tauhid, merupakan model persatuan orang-orang musyrik. Dan persatuan yang tidak di atas Sunnah, merupakan persatuan ahli bid’ah. Bukan Ahlus Sunnah!

Kedua. Penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah yang menghubungkan ayat di atas -yang memerintahkan persatuan- dengan hadits firqah najiyah-menunjukkan- bahwa persatuan yang haq, ialah dengan mengikuti apa-apa yang ada pada Nabi n dan para sahabat beliau. Membangun persatuan, yaitu dengan mengikuti Al Kitab dan As Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat, dan Salafush Sholih, dan menolak Bid'ah yang menyesatkan.

Ketiga. Perkataan Al Qurhubi ‎rahimahullah menjadi jelas bagi kita, bahwa langkah menuju persatuan yaitu dengan berpegang kepada kitab Allah dan Sunnah NabiNya, baik dalam keyakinan maupun perbuatan. Dan jika terjadi perselisihan, maka dikembalikan kepada keduanya.

Keempat. Demikian juga penjelasan Asy Syaukani. Bahwa persatuan, ialah dengan berpegang kepada agama Allah; dengan berpegang kepada Al Qur’an.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأَنَّ هذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. (QS Al An’am:153).

Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi berkata, “Ayat ini memuat perintah agar konsisten terhadap agama Islam, dalam masalah aqidah, ibadah, hukum, akhlaq, dan adab. Ayat ini juga memuat larangan mengikuti selain Islam, yaitu seluruh agama-agama dan sekte-sekte, yang Allah istilahkan dengan ‘jalan-jalan’ (Aisarut Tafasir).

Menjelaskan firman Allah: dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain); Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,”Yaitu jalan-jalan yang menyelisihi jalan ini.” (Firman Allah: karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya), yaitu akan menyesatkan dan mencerai-beraikan kamu darinya. Maka jika kamu telah sesat dari jalan yang lurus, maka di sana tidak ada lagi, kecuali jalan-jalan yang akan menghantarkan menuju neraka jahim.” (Taisir Karimir Rahman).

Kemudian dari ayat di atas dapat diambil petunjuk, bahwa diantara langkah menuju dan menjaga persatuan ialah dengan menetapi agama Islam sampai mati, dan berlepas diri dari selainnya, yang berupa: segala bentuk perpecahan dari Madzhab ataupun Aliran.

Allah Ta’ala juga menyebutkan bahwa perpecahan adalah sifat orang yang tidak mendapat rahmatNya. Firman Allah ta’ala :

وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِيْنَ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ

“ Dan mereka senantiasa berselisih kecuali orang yang Allah rahmati…”. (Hud : 118-119).

Abu Muhammad bin Hazm berkata :” Allah mengecualikan orang yang dirahmati dari himpunan orang-orang yang berselisih “. (Al Ihkam 5/66).

Imam Malik berkata :” orang-orang yang dirahmati tidak akan berpecah belah “. (idem).

Syeikhul islam Ibnu Taimiyah berkata :” Allah mengabarkan bahwa orang yang diberikan rahmat tidak akan berpecah belah, mereka adalah pengikut para nabi baik perkataan maupun perbuatan, mereka adalah ahli Al Qur’an dan hadits dari umat ini, barang siapa yang menyalahi mereka akan hilang rahmat tersebut darinya sesuai dengan kadar penyimpangannya “. (Majmu’ fatawa 4/25). Firman Allah Ta’ala :

وَلاَ تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

“ Janganlah kamu seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan. Dan bagi mereka adzab yang pedih “. (Ali Imran : 105).

Al Muzany rahimahullah berkata :” Allah mencela perpecahan, dan memerintahkan untuk kembali kepada al qur’an dan sunnah, kalaulah perpecahan itu termasuk dari agamaNya tentu Dia tak akan mencelanya, kalaulah perselisihan itu termasuk dari hukumNya, tentu Allah tidak menyuruh untuk kembali kepada Al Qur’an dan sunnah “. (Jami’ bayanil ‘ilmi wa fadllihi 2/910).

Tujuan persatuan dan tolok ukurnya

Setelah kita menjawab pertanyaan pertama, maka mudah untuk menjawab pertanyaan selanjutnya, yaitu untuk tujuan apa kita bersatu dan apa tolak ukurnya ?

Jawabannya yaitu untuk meninggikan agama Allah dengan cara berpegang kepadanya, bukan meninggikan madzhab anu, partai anu, kiyai atau ustadz fulan karena hal itu hanya akan mencerai beraikan kaum muslimin dan menjadi terkotak-kotak, dan inilah yang dimaksud ayat :

وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنَ المُشْرِكِيْنَ مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

“ Dan janganlah kalian seperti orang-orang musyrikin. (yaitu) orang-orang yang memecah belah agama mereka sedangkan mereka berkelompok-kelompok setiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka “. (Ar-Rum : 31-32).

Di dalam At Tafsiirul muyassar (hal 407) diterangkan makna ayat tersebut :” (maksudnya) janganlah kalian seperti kaum musyrikin, ahli bid’ah dan pengekor hawa nafsu yang merubah-rubah agama, mereka mengambil sebagian agama dan meninggalkan sebagian lainnya karena mengikuti hawa nafsu, sehingga merekapun berkelompok-kelompok (hizbiy) karena mengikuti dan membela tokoh dan pendapat kelompok mereka, sebagian mereka membantu sebagian lainnya didalam kebatilan…”.

Dari sinipun kita dapat mengetahui bahwa tolak ukur persatuan adalah al qur’an, sunnah dan pemahaman sahabat bukan pendapat mayoritas, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلىَ اللهِ وَالرَّسُوْلِ

“ Jika kalian berselisih dalam suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan RosulNya…(An Nisa : 59).

Kalaulah pendapat terbanyak itu merupakan tolak ukur dalam perselisihan tentu Allah tidak akan menyuruh untuk kembali kepada al qur’an dan sunnah.

Adapun hadits yang sering didengungkan oleh sebagian orang

 عَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ

 “Hendaklah kamu berpegang kepada assawadul a’dzom “. Ia adalah hadits yang lemah menurut para ahli hadits, semua jalannya tidak lepas dari kelemahan, kalaupun dikatakan shohih maka yang dimaksud assawadul a’dzom dalam hadits tersebut adalah al haq dan pelakunya sebagaimana yang dikatakan oleh imam Al Barbahari dalam kitab syarhussunnah yaitu para shohabat,tabi’in dan tabi’uttabi’in karena kebenaran pada zaman itu mayoritas jumlahnya.

Banyaknya pengikut bukan bukti kebenaran

Seringkali kita tertipu dengan jumlah banyak, sehingga banyak manusia menganggap bahwa banyaknya pengikut merupakan bukti kebenaran, padahal opini tersebut telah dibantah oleh Al Qur’an dalam ayat-ayat yang banyak, diantaranya firman Allah Ta’ala :

وَ ِإْن تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ

“ Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi Ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah “. (Al An’am : 116).

Ayat ini begitu jelas menyatakan bahwa banyaknya jumlah bukan standar dalam menilai sebuah kebenaran. Lebih jelas lagi disebutkan dalam sebuah hadits yang sahih Rasulullah saw Bersabda :” diperlihatkan kepadaku umat-umat pada hari kiamat, maka aku melihat ada nabi yang diikuti suatu kaum, ada nabi yang diikuti seorang atau dua orang dan ada nabi yang tidak mempunyai pengikut sama sekali…(HR Bukhary dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas).

Dalam hadits tersebut diceritakan adanya nabi yang pengikutnya seorang atau dua orang saja bahkan ada nabi yang tidak punya pengikut sama sekali, tentu tidak boleh seorang muslimpun mengatakan bahwa nabi tersebut salah karena pengikutnya sedikit !!

Oleh karena itu Syeikh Muhammad At Tamimiy menyatakan bahwa menilai kebenaran dengan jumlah terbanyak adalah salah satu perkara jahiliyyah (masail jahiliyyah no 5).

Persatuan ala yahudi.

Dalam surat Al Hasyr : 14 disebutkan :

تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعًا وَقُلُوْبُهُمْ شَتَّى

“ Kamu kira mereka (yahudi) itu bersatu padu padahal hati mereka bercerai berai “.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang yahudi badannya bersatu padu tapi hatinya bercerai berai. Maka persatuan yang hanya mengutamakan kesatuan badan dan tidak peduli terhadap kesatuan aqidah adalah menyerupai persatuan yahudi, karena aqidah tempatnya adalah hati.

Maka persatuan tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak menerangkan aqidah yang benar dari aqidah yang batil. Bahkan persatuan tersebut sama saja menghancurkan sebuah pondasi islam yang sangat penting yaitu amar ma’ruf nahi mungkar.

Menjelaskan kesalahan adalah wajib.

Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa apabila kita menjelaskan kesalahan suatu kelompok atau seseorang sama saja memecah belah umat. Padahal kemashlahatan menyelamatkan umat dari bahaya pemikiran sesat lebih besar, karena jika kebatilan itu dibiarkan maka akan semakin samarlah kebenaran kepada manusia.

Ibnu Taimiyah berkata :” para nabi terlindung dari diam untuk mengingkari kesalahan, berbeda dengan ulama. Oleh karena itu selayaknya bahkan wajib hukumnya menerangkan kebenaran yang wajib diikuti, walaupun konskwensinya harus menerangkan kesalahan ulama “. (Majmu’ fatawa 19/123).

Maka jika anda mendengar seseorang menjelaskan tentang kesesatan suatu jama’ah atau individu, tentunya dengan bukti-bukti akurat dan ilmiyyah, janganlah menggapnya sebagai pemecah belah umat, karena telah kita ketahui tadi bahwa justru kesesatanlah yang memecah belah umat dari jalan yang lurus.

Perselisihan yang terjadi akibat bantahan lebih ringan dari pada tersebarnya bid’ah dan kesalahan.

Imam Asy Syathiby ketika membantah sebagian ahli bid’ah berkata :” orang-orang seperti mereka haruslah disebut dan diingkari, karena kerusakan (bid’ah) mereka terhadap kaum muslimin lebih besar dari kerusakan menyebut (nama) mereka…”. (Al I’tisham 2/229).

Kaidah fiqih pun menguatkan hal itu yaitu :” apabila bertemu dua kerusakan maka diambil yang paling ringan dari keduanya “. Maksudnya perselisihan yang terjadi akibat bantahan lebih ringan kerusakannya dari tersebarnya kesesatan orang tersebut.

tapi kita harus tetap berpegang kepada adab islami dalam menjelaskan kesalahan orang seperti menjauhi kata-kata kasar dan sikap arogan.

Peringatan …!!!

Ada sebagian orang yang mempunyai pemahaman yang harus diluruskan, yaitu ketika kita menyebutkan kesesatan seseorang atau sebuah kelompok berarti kita telah memastikannya sebagai ahli neraka. Ini adalah dugaan yang sangat jauh dari ilmu, karena diantara keyakinan ahlussunnah bahwa tidak boleh kita memastikan seorangpun dari ahli kiblat sebagai penduduk api neraka kecuali dengan dalil dari al qur’an dan hadits.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam majmu’ fatawa (4/484) :” Nash-nash ancaman bersifat umum, maka tidak boleh kita memastikan seseorang sebagai penduduk api neraka, karena boleh jadi ada penghalang yang kuat seperti taubat, atau kebaikan yang dapat menghapus kesalahan, atau mushibah yang menimpanya, atau syafa’at yang diterima untuknya atau yang lainnya “.

Harus engkau bedakan antara memvonis orang sesat dengan vonis sebagai ahli neraka, karena yang pertama adalah vonis di dunia yang bersandarkan pada sesuatu yang tampak, sedangkan yang kedua adalah vonis di akhirat yang merupakan hak tunggal bagi Allah saja.

Permisalan yang indah

Dalam sebuah hadits Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَ تَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الجَسَدِ إِذَا اشْتَكىَ مِنْهُ عُضْوٌ تًَدَاعَى سَائِرُ الجَسَدِ.

“ Permisalan kaum mukminin dalam cinta dan kasih sayang mereka bagaikan satu jasad, apabila salah satu anggota merasa sakit, maka seluruh badan merasakannya “. (HR Muslim).

Bid’ah dan kesesatan adalah penyakit yang menimpa umat ini, kita harus merasa sakit bila ada orang melakukannya, tentu dengan mencari obatnya yang mujarab yaitu sunnah.

Nabi menyebutkan “ dalam cinta dan kasih sayang” seseorang dikatakan sayang kepada saudaranya adalah bila ia menginginkan untuknya kebaikan bagi dunia dan akhiratnya. Maka bila kita melihat seseorang hendak jatuh kedalam jurang tentulah kita tidak boleh membiarkanya, tapi kita selamatkan dia. sebaliknya bila anda diam dan membiarkannya jatuh kedalam jurang berarti anda telah berbuat zalim dan kehilangan kasih sayang.

Kemaksiatan baik berupa syirik, bid’ah, khurofat dan lain-lain dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam api neraka, bila kita biarkan pelakunya tanpa diberi nasehat berarti kita telah kehilangan kasih sayang kepada saudara kita sesama muslim.

Bagai bangunan yang kokoh

Dalam hadits lain, nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan persatuan umat islam bak sebuah bangunan kokoh yang saling menguatkan satu sama lainnya (HR Bukhary & Muslim).

Sebuah bangunan tentu harus mempunyai pondasi yang kuat, dan pondasi itu adalah aqidah yang benar. Tiang bangunan tersebut adalah amar ma’ruf nahi mungkar, karena bila kemungkaran dibiarkan merajalela akan robohlah bangunan itu. Dan atapnya adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.

Akan tetapi ada seorang da’i yang memahami hadits itu dengan pemahaman yang aneh, katanya bangunan itu terdiri dari batu, semen, pasir maka bila direkatkan akan membentuk sebuah bangunan yang kokoh, batu itu ia ibaratkan kelompok keras, semen kelompok lembut dan pasir bagaikan kelompok tengah-tengah, kalau semua kelompok itu semuanya direkatkan tentu akan menjadi sebuah bangunan yang kokoh.

Kita katakan, sungguh benar apa yang bapak katakan, akan tetapi merekatkan kelompok-kelompok yang ada dalam tubuh umat islam dengan apa ?? apakah dengan cara mendiamkan penyimpangan-penyimpangan yang ada ataukah dengan cara saling menasehati dan rujuk kepada kebenaran ? bila masing-masing kelompok mau kembali kepada Al qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman salaful ummah tentu bangunan itu akan sangat kuat merekat. Adapun kita biarkan kesyirikan, khurofat dan tahayyul merajalela, perdukunan, bid’ah dan maksiat berkuasa maka tidak akan dapat mengokohkan bangunan itu selama-lamanya bahkan akan membuatnya hancur berkeping-keping.

Dosa penyebab perpecahan.

Rasululah Sallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

مَا تَوَادَّ اثنَانِ فِي اللهِ ثُمَّ يُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا إلاَّ بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ أَحَدُهُمَا.

“ Tidaklah dua orang yang tadinya saling mencintai karena Allah kemudian berpisah kecuali disebabkan oleh dosa yang dilakukan oleh salah satunya “. (HR Bukhary dalam kitab adabul mufrad dari hadits Anas, sahih).

Imam Qatadah berkata :” Ahli rahmat Allah adalah ahli persatuan walaupun rumah dan badannya berjauhan, dan ahli maksiat adalah ahli perpecahan walaupun rumah dan badan mereka berkumpul “. (Jami’ al bayan 12/85 karya Ath Thabary).

Jadi untuk mewujudkan persatuan hendaknya kita jauhi sebab utama perpecahan yaitu dosa, yang paling besar adalah syirik, lalu bid’ah kemudian maksiat.

Langkah Menuju Persatuan

Setelah kita sampaikan perintah Allah tentang masalah persatuan ini, maka bagaimana keadaan umat yang sudah terpecah-belah ini dapat dipersatukan lagi? Tidakkah persatuan umat itu merupakan impian semata yang mustahil diwujudkan?

Sesungguhnya, agama kita mengajarkan segala kebaikan yang dibutuhkan umat manusia. Sedangkan persatuan umat Islam merupakan salah satu prinsip terbesar agama ini. Maka sudah pasti terdapat cara mengobati penyakit perpecahan umat yang sudah berabad-abad lamanya menggerogoti tubuh ini!

Berikut diantara langkah menuju persatuan umat Islam yang didambakan.

Pertama. Memutuskan Perkara Dengan Al Kitab dan As Sunnah.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ أمَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An Nisa’:59).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,“Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan manusia -yang berupa ushuluddin dan furu’ kepada Allah dan RasulNya, yaitu kepada kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Karena sesungguhnya, di dalam keduanya terdapat penyelesaian untuk seluruh perkara yang diperselisihkan. Mungkin dengan jelas di dalam keduanya, atau dengan keumumannya, atau isyarat, atau peringatan, atau pemahaman, atau keumuman makna, yang serupa dengannya dapat dikiaskan padanya. Karena sesungguhnya kitab Allah dan Sunnah RasulNya merupakan fondasi bangunan agama. Keimanan tidak akan lurus, kecuali dengan keduanya. Maka, mengembalikan (perkara yang diperselisihkan) kepada keduanya merupakan syarat keimanan.” (Taisir Karimir Rahman).

Barangsipa bersungguh-sungguh mengikuti petunjuk Allah, niscaya akan terhindar dari kesesatan. Allah berfirman,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى

“Barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”. (QS Thaha:123).

Kedua. Menetapi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan meninggalkan seluruh ‎bid’ah agama yang menyesatkan; mengikuti Sunnah Rasullah , mengikuti Sunnah dan pemahaman sahabat terhadap agama ini. Baik dalam perkara aqidah, ibadah, akhlaq, politik, ekonomi, dan seluruh sisi kehidupan beragama lainnya. Kemudian, harus bisa memahami tentang masalah ‎ bid’ah. Karena bid’ah, sesungguhnya merupakan salah satu penyebab perpecahan terbesar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi  kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat”. (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).

Ketiga. Ikhlas dan memurnikan mutaba’ah.

Ketika Nabi Yusuf mengikhlaskan untuk Rabbnya, Allah memalingkan darinya pendorong-pendorong keburukan dan kekejian.

Allah Ta’ala berfirman,

كَذلِكَ لِنَصْرِفُ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَآءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang dijadikan ikhlas” (QS Yusuf:24).

Oleh karena inilah ketika Iblis mengetahui bahwa dia tidak memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas, dia mengecualikan mereka dari sumpahnya yang bersyarat untuk menyesatkan dan membinasakan (manusia). Iblis mengatakan,

فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ . إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“Demi kekuasaanMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlas diantara mereka”  (QS Shad:82-83).

Maka ikhlas merupakan jalan kebebasan, Islam sebagai kendaraan keselamatan, dan iman adalah penutup keamanan. [Al ‘Ilmu Fadhluhu Wa Syarafuhu, tansiq: Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi.]

Hendaklah kaum muslimin menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagi satu-satunya manusia yang diikuti secara mutlak. Adapun selain beliau, maka perkataannya dapat diterima atau ditolak, sesuai dengan ukuran kebenaran. Karena seluruh apa yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq, sedangkan yang menyelisihinya adalah batil. Amalan yang menyimpang dari jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah cukup untuk menjadikan amal tersebut tertolak.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya, maka perkara itu tertolak”” (HR Bukhari dan Muslim).

Keempat. Menuntut ilmu syar’i dan mendalami agama dari ahlinya.

Untuk mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, tidaklah dapat dijalankan kecuali dengan bimbingan para ulama’ Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Karena para ulama itu sebagai Ahli Waris Para Nabi. Maka seseorang yang ingin selalu menetapi kebenaran dan persatuan, harus selalu mendalami agama dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah yang lurus aqidahnya, terpercaya amanahnya dan agamanya.

Bergaul dengan ahli ilmu, meneladani akhlak, mengambil ilmu mereka dengan manhaj yang lurus merupakan langkah untuk menjauhi perpecahan dan menjaga persatuan. Dan para ulama itu akan selalu ada sepanjang zaman, sampai dikehendaki oleh Allah. Mereka itu adalah thaifah al manshurah (kelompok yang ditolong oleh Allah).

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
 
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS An Nahl:43)

Demikianlah sebagian langkah untuk merajut persatuan. Jika umat ini benar-benar mengikuti agamanya, maka mereka akan hidup bersaudara sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau di bawah ini,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

“Muslim adalah saudara muslim yang lain, dia tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (dalam kesusahan), dan merendahkannya. Takwa itu di sini, -beliau menunjuk dadanya tiga kali- cukuplah keburukan bagi seseorang, jika dia merendahkan saudaranya seorang muslim. Setiap orang muslim terhadap muslim yang lain haram: darahnya, hartanya, dan kehormatannya” (HR Muslim no. 2564; dan lainnya dari Abu Hurairah).

Juga dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari, dari Nabi, beliau bersabda,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا ثُمَّ شَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ

“Seorang mukmin terhadap orang mukmin yang lain seperti satu bangunan, sebagian mereka menguatkan sebagian yang lain, dan beliau menjalin antara jari-jarinya”.

Islam cinta persahabatan dan persa­tuan, dan membenci perselisihan yang menyebabkan per-pecahan dan permusuhan. Rasulullah SAW bersabda:

اِيـَّاكُمْ وَ الظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ اْلحَدِيْثِ، وَ لاَ تَـحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَ لاَ تَـنَافَسُوْا، وَ لاَ تَحَاسَدُوْا، وَ لاَ تـَبَاغَضُوْا، وَ كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانــًا، اَلمُسْلِمُ اَخُو اْلمُسْلِمُ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخـْذُ لُهُ ، وَ لاَ يَحْقِرُهُ. اَلـتَّقْوَى ههُنَا (وَ يُشِيْرُ اِلىَ صَدْرِهِ) بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَ اَخَاهُ اْلمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى اْلمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَ عِرْضُهُ وَ مَالُهُ.

"Jauhkanlah dirimu dari buruk sangka, karena buruk sangka itu sedusta-dusta omongan (hati), janganlah kamu mencari-cari aib, janganlah kamu mengintai-intai (tajassus), janganlah kamu bersaing (yang tidak sehat), janganlah kamu dengki-mendengki, janganlah kamu benci-membenci. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersau­dara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Tidak boleh menganiaya, tidak boleh membiarkannya (tidak tolong-menolong) dan tidak boleh menghinanya. Taqwa itu disini (sambil beliau mengi­syaratkan dengan menunjuk ke dadanya). Seorang Muslim cukup menjadi jahat karena dia menghina saudaranya sesama Muslim. Tiap seorang Muslim terhadap Muslim lainnya adalah haram darahnya, kehormatannya dan hartanya". [HR. Bukhari dari Abu Hurairah].

اُوْصِيْكُمْ بِاَصْحَابِى، ثُمَّ الَّذِيـْنَ يَـلُوْنَـهُمْ ... عَلَيـْكُمْ بِاْلجَمَاعَةِ. وَ اِيـَّاكُمْ وَ اْلـفُرْقَةَ، فَاِنَّ الشَّيـْطَانَ مَعَ اْلـوَاحِدِ، وَهُوَ مِنَ اْلاِثــْنَـيْنِ اَبـْعَدَ. مَنْ اَرَادَ بُحْبُوْحَةَ اْلجَنَّةِ  فَـلْـيُـلْزِمِ اْلجَمَاعَةَ. التـرمذى

"Aku washiyatkan kepada kalian (agar mengikuti) para sahabatku, kemudian generasi berikutnya,......... . Kalian harus berjama'ah (bersatu padu), waspadalah terhadap perpecahan karena sesungguhnya syaitan bersama orang yang sendi­rian, dan dia (syaitan) akan menjauh (memi-sahkan diri) dari dua orang. Barangsiapa yang menginginkan surga, hendaklah tetap dalam jama'ah ya'ni dalam kesatuan dan persatuan". [HR. Tirmidzi].

 اَلاَ اُخْبِرُكُمْ بِاَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلاَةِ وَ الصِّيَامِ وَ الصَّدَقَةِ؟ قَالُـوْا: بَـلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ.صَلاَحُ ذَاتِ اْلـبَـيْنِ، فَاِنَّ فَسَادَ ذَاتِ اْلـبَـيْنِ هِيَ اْلحَالِـقَةُ. قَالَ التِّرْمِذِىُّ، وَ يـُرْوَى عَنِ الـنَّبِيِّ ص اَنـَّهُ قَالَ: هِيَ اْلحَالـِقَةُ. لاَ اَقُوْلُ تَحْلِقُ الشَّعْرَ، وَلكِنَّ تَحْلِقُ الدِّيـْنَ. التـرمذى و ابو داود

"Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari pada pahala ­shalat, puasa dan shadaqah ?" Para sahabat menjawab : "Tentu ya Rasulullah". Nabi SAW bersabda : "Memperbaiki hubungan sesama saudara, karena rusaknya persaudaraan itu adalah pencukur". Tirmidzi berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Aku tidak memaksud­kan mencukur rambut, tetapi mencukur (menghilangkan) agama".
[HR. Tirmidzi dan Abu Dawud].

دَبَّ اِلَـيْكُمْ دَاءُ اْلاُمَمِ قَـبْلَكُمْ: اَلْحَسَدُ وَ اْلبَغْضَاءُ هِيَ اْلحَالِـقَةُ. لاَ اَقُوْلُ تَحْلِقُ الشَّعْرَ، وَلكِنْ تَحْلِقُ الدِّيـْنَ. وَ الَّذِيْ نَـفْسِى بِيَدِهِ، لاَ تَدْخُلُوا اْلجَنَّةَ حَتَّى تُـؤْمِنُوْا، وَ لاَ تُـؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّـوْا. الـتـرمذى

"Penyakit umat-umat sebelum kamu telah menjangkiti kepada kamu sekalian, yaitu kedengkian dan permusuhan. Itulah sang pencukur. Aku tidak mengatakan mencukur rambut, tetapi mencukur agama. Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, kamu sekalian tidak akan masuk surga sehingga kamu sekalian beriman, dan kamu tidak beri­man sehingga saling berkasih sayang". [HR. Tirmidzi].

Persaudaraan sesama Muslim tidak bisa dihalangi oleh lautan maupun daratan yang luas, suku maupun bangsa, apalagi hanya perbedaan tanda gambar.
Nabi SAW bersabda :

تَرَى اْلمُؤْمِنِيْنَ فِى تَـوَادِّهِمْ وَ تَرَاحُمِهِمْ وَ تَـعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ اْلجَسَدِ اْلـوَاحِدِ، اِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ اْلاَعْضَاءِ بِاْلحُمَى وَ السَّــهَرِ.

"Kamu lihat kaum Mukminin dalam berkasih sayang dan menjalin hubungan seperti satu tubuh; apabila salah satu anggota tubuh mengeluhkan rasa sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan­nya"

لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا.

"Janganlah kalian saling hasad, saling membuat makar dan saling bermusuhan. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara"

Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan mengembalikan kemuliaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa dan Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.  Alhamdulillah Rabbil ‘alamiin.

Wallohu A'lam Bishshowab

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...