Selasa, 24 November 2020

Tengku Fakinah Ulama Wanita Pejuang Dari Aceh


Perang Aceh ialah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 sampai 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, & mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen.

Pada 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, & langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman.Köhler saat itu membawa 3. 198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira.

Penyebab Terjadinya Perang Aceh
Perang Aceh disebabkan karena:

Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan & Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.

Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London ialah Belanda & Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.

Aceh menuduh Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.

Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.

Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris & Belanda, yg isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak & menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.

Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.

Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia & Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh & meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yg sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.

Strategi Siasat Snouck Hurgronje Mata-mata Belanda
Untuk mengalahkan pertahanan & perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan & ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh [De Acehers]. Dalam buku itu disebutkan strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh. Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala [yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala] dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu.

Tetap menyerang terus & menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi & membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh. Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yg menjadi Gubernur militer & sipil di Aceh [1898-1904]. Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.

Perang Aceh merupakan salah satu perang terhebat di nusantara dalam melawan penjajah Belanda. Perang yang meletus di tahun 1873-1904 ini merupakan perang yang menelan korban serdadu Belanda paling banyak . Belanda sendiri mengakui bahwa perang Aceh adalah perang yang paling pahit, melebihi pahitnya pengalaman mereka dalam Perang Napoleon. Hal ini bisa dibuktikan oleh saksi bisu sejarah, yaitu kuburan Kerkhof.

Kuburan Kerkhoff Banda Aceh adalah kuburan militer Belanda yang terletak di luar negeri Belanda. Kuburan tentara ini adalah salah satu yang terluas di dunia. Sekitar 2.200 tentara termasuk empat orang jenderal dimakamkan di sini. Serdadu-serdadu Belanda tersebut menjadi saksi kegigihan perjuangan rakyat Aceh yang tak pernah lelah mengobarkan jihad melawan “kaphee” (si kafir) Belanda.

Bahkan Belanda sempat putus asa dalam menghadapai perlawanan rakyat Aceh, tidak tahu harus bagaimana lagi untuk memadamkannya. Atas jasa Dr. Christiaan Snouck Hurgronje lah Belanda dapat mengusai Kesultanan Aceh.

Snouck Hurgronje berpura-pura masuk Islam untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kelemahan rakyat Aceh. Selama dua tahun Ia berbaur dengan rakyat Aceh. Dari hasil penelitiannya yang dibukukan dalam buku berjudul De Acehers (Rakyat Aceh) Ia memberi pandangan bahwa pemimpin perang sebenarnya bukanlah sultan Aceh tetapi para ulama.

Ia menyarankan agar tentara Belanda berkonsentrasi dalam menumpas dan memberangus para ulama. Setelah para ulama tertangkap dan diasingkan atau bahkan dibunuh barulah perjuangan rakyat Aceh bisa dipadamkan. Saran Snouck Hurgronje dijalankan oleh Belanda, dan ternyata berhasil dengan baik. Perang Aceh bisa dipadamkan sedikit demi sedikit.

Tak ada yang menyangkal keheroikan rakyat Aceh dalam berjuang. Bahkan ketika Sultan Aceh, Sultan Muhammad Daud Syah menyerah pada tahun 1904, rakyat Aceh tetap melanjutkan perang secara gerilya. Mereka berjuang bukan demi Sultan, tetapi karena panggilan jihad suci mempertahankan tanah air. Perang gerilya tetap berlangsung hingga tahun 1942, tahun berakhirnya penjajahan Belanda karena kedatangan tentara Jepang.

Perang Aceh telah begitu banyak melahirkan para pahlawan, tak hanya laki-laki tetapi juga pahlawan perempuan. Salah satu pahlawan tersebut adalah Teungku Fakinah, seorang ulama perempuan yang menjadi panglima perang di daerahnya.

Teungku adalah sebutan bagi alim ulama Aceh. Sedangkan Teuku adalah gelar kebangsawanan. Teungku Fakinah merupakan salah satu ulama perempuan yang hidup sezaman dengan Cut Nyak Dien. Ia sahabat karib Cut Nyak Dien dalam berjuang. Ia juga sering menjadi penasihat spiritual Cut Nyak Dien.
Teungku Fakinah dilahirkan tahun 1856 di desa Lam Krak. Ayahnya bernama Datuk Mahmud, seorang pejabat pemerintahan kesultanan Aceh. Sedangkan ibunya bernama Teungku Muhammad Sa’at pendiri pesantren Lam Pucok. Ibunya adalah seorang ulama. Pesantren Lam Pucok menghasilkan banyak pejuang gigih Aceh, salah satunya adalah Teungku Chik Ditiro.

Teungku Fakinah tidak pernah menempuh pendidikan formal. Ia menempuh pendidikan agama di pesantren milik kedua orang tuanya. Ia belajar agama dengan tekun seperti ilmu Tauhid, tafsir, hadits, Bahasa Arab. Sedangkan ilmu keputrian ia peroleh dari ibunya.

Teungku Fakinah dibesarkan dalam kondisi perang Aceh. Semua masyarakat Aceh bersatu padu mengobarkan semangat jihad. Tua, muda, laki-laki, perempuan semuanya membenci kaphee Belanda. Terlebih lagi ketika Masjid agung Baiturrahman di kuasai Belanda, semua rakyat Aceh bersumpah untuk merebutnya kembali. Tercatat terjadi empat kali pertempuran besar dalam merebut Masjid Agung Baiturrahman.

Meskipun perempuan, tetapi Teungku Fakinah memiliki keberanian yang tidak kalah dengan laki-laki. Ia dikarunia wajah yang rupawan. Kecantikan wajahnya tidak membuat ia lupa diri. Tidak membuat ia mengeksploitasi dirinya sendiri untuk kepentingan duniawi semata. Kecantikan wajahnya ia lengkapi dengan kecantikan hatinya. Teungku Fakinah memegang teguh prinsip-prinsip Islam dalam kehidupannya. Ia hanya mau menerima pinangan pemuda yang taat beragama.

Ketika berusia 16 tahun, yaitu di tahun 1872, Teungku Fakinah menggenapkan separuh agamanya. Ia menikah dengan Teungku Ahmad, seorang pemuda shalih dari kampung Lam Beunot. Pasangan suami istri ini telah mewakafkan dirinya untuk berjuang bersama di jalan Alloh. Mereka mendirikan pesantren di Lam Beunot. Disamping aktif mengajar di pesantren, Teungku Ahmad juga gigih berjuang mengusir Belanda.Ia bersumpah untuk berjuang di jalan Alloh hingga syahid menjelang.

Tatkala pecah perang Aceh untuk pertama kalinya di tahun 1873, tanpa ragu Teungku Ahmad turut berjuang memenuhi panggilan jihad suci. Ia memperkuat barisan pasukan Panglima Polim (Panglima Kesultanan Aceh) . Meskipun masih pengantin baru dan mempunyai istri cantik, tetapi hal tersebut tidak menyurutkan langkahnya untuk berjihad. Ia berjuang dengan gagah berani di garis depan. Pertempuran terjadi dengan dahsyatnya. Banyak kaum mujahidin yang syahid, termasuk di dalamnya Teungku Ahmad.

Teungku Fakinah berduka sekaligus bangga memiliki suami yang syahid di jalan Alloh. Ia menjadi janda dalam usia yang sangat muda yaitu 17 tahun. Teungku Fakinah adalah tipe mukmin sejati yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk berjuang di jalan Alloh. Meskipun suaminya telah tiada, bukan berarti ia harus larut dalam kedukaan. Ia bahkan bangkit meneruskan perjuangan suaminya.

Kiprah pertamanya adalah membentuk Badan Amal bagi kaum mujahidin. Ia mengkoordinir para perempuan terutama para janda untuk bangkit berjuang. Ia berkeliling Aceh mengumpulkan sumbangan untuk menyokong perang Aceh. Berbagai sumbangan yang ia peroleh baik berupa uang, makanan, senjata, ataupun pakaian diserahkan sepenuhnya bagi kepetingan kaum mujahidin. Ia juga mendirikan dapur umum dan tenda darurat bagi mujahidin yang terluka.

Ketika Kutaraja (Banda Aceh) berhasil dikuasai Belanda, para pejuang memindahkan pertahanannya di Lam Bhouk. Tetapi pertahanan tesebut tidak bisa bertahan lama, Lam Bhouk berhasil dikuasai Belanda pada tahun 1883. Para pejuang kemudian bergerilya dan memindahkan pusat pertahanannya di Aneuk Galung. Dengan dipimpin oleh Teungku Cik Di Tiro, para pejuang berjuang mati-matian mempertahankan daerah Aneuk Galung. Dahulunya, daerah Aneuk Galung ini merupakan markas pertahanan Panglima Polim. Tetapi Panglima Polim berhasil ditangkap Belanda pada tahun 1878.

Disamping memperkuat pertahanana daerah Aneuk Galung, para pejuang juga membangun basis-basis pertahanan di daerah lain. Diantaranya yaitu daerah Lam Sa Yeun yang dipimpin oleh Tengku Mat Saleh, daerah Cut Weue yang dipimpin oleh Tengku Fakinah, daerah Bak Balee dipimpin Habib Lhong, dan daerah Bak Garot yang dipimpin oleh Tengku Amat. Tengku Amat merupakan paman Teungku Fakinah, yaitu adik dari Teungku Muhammad Sa’at.

Tengku Fakinah merupakan satu-satunya panglima perang perempuan. Ia memimpin langsung pembangunan benteng di daerah Cut Weue. Ia mengerahkan anak buahnya untuk memasang pagar, menggali parit dan memasang ranjau. Ia memiliki pasukan perempuan yang hebat, pasukan perempuan berani mati. Tercatat nama-nama hebat seperti Cutpo Fatimah Blang Preh, Nyak Raniah, Cutpo Habi, Cutpo Nyak Cut, dan Cut Puteh menjadi anggota pasukannya.

Semua pejuang menghormati Teungku Fakinah. Semua rakyat Aceh mencintai Teungku Fakinah. Ia sering menghadiri rapat koordinasi dengan para panglima perang daerah lain. Waktu itu Teungku Fakinah adalah seorang janda. Adat dan tradisi masyrakat Aceh memandang kurang baik apabila seorang perempuan menghadiri pertemuan dengan para panglima laki-laki seorang diri. Atas desakan anak buahnya, akhirnya Teungku Fakinah menikah untuk kedua kalinya dengan Teungku Nyak Badai, seorang pejuang dari Pidie. 

Pernikahan mereka adalah hasil dari perjodohan kaum mujahidin. Dengan harapan, sepasang mujahidin ini semakin teguh berjuang di jalan Alloh. Akan tetapi pernikahan mereka pun tidak berumur panjang. Teungku Nyak Badai mati syahid dalam sebuah pertempuran di tahun 1896. Ketika itu Belanda di bawah pimpinan Kolonel J. W Stempoort menyerbu markas Teungku Fakinah. Teungku Nyak Badai beserta istrinya berjuang mati-matian mempertahankan benteng. Akhirnya Teungku Nyak Badai menunaikan janji sucinya untuk menjadi syuhada.
Sepeninggal suaminya, Teungku Fakinah tidak mundur setapak pun dari jalan perjuangan. Salah satu jasa besar yang tercatat oleh sejarah adalah ketika Teungku Fakinah berhasil mengembalikan Teuku Umar (suami Cut Nyak Dien) untuk insyaf berjuang kembali melawan kaphee Belanda.

Waktu itu Teuku Umar sempat membelot, memihak kepada Belanda. Ia bahkan dianugerahi gelar Johan Pahlawan oleh Belanda atas jasa-jasanya menumpas pemberontakan rakyat Aceh. Padahal sebelumnya Teuku Umar adalah seorang pejuang yang gigih melawan Belanda. Entah karena alasan taktik atau bukan, Teuku Umar sempat membelot. Rakyat Aceh sangat bersedih dengan keadaan ini, mereka kehilangan sosok Teuku Umar yang selama ini memimpin perjuangan.

Teungku Fakinah tak cukup hanya bersedih, ia menyusun taktik agar Teuku Umur dapat insyaf kembali, berjuang bersama rakyat kembali. Ia mengirimkan pesan kepada Cut Nyak Dien yang merupakan sahabatnya. Ia berkata, sampaikan kepada Teuku Umar untuk membawa pasukannya ke Cut Weue, untuk memerangi kaum janda dan anak-anak. Cut Nyak Dien terdiam mendapat pesan tersebut. Hatinya tertohok. Ia malu mendapati suaminya berpihak kepada musuh, terlebih lagi memerangi janda dan anak-anak bangsanya sendiri. Kemudian Cut Nyak Dien mempengaruhi suaminya agar kembali ke pangkuan ibu pertiwi, kembali berjuang bersama rakyat Aceh.

 Akhirnya Teuku Umur tersadar, ia menyadari kekeliruannya. Ia merasa sangat malu mendapati pesan dari Teungku Fakinah untuk memerangi janda dan anak-anak. Teuku Umar pun kembali berjuang bersama rakyat Aceh. Ia melarikan 800 pucuk senapan beserta berkarung-karung makanan. Kemudian senapan-senapan tersebut ia bagikan kepada kaum mujahidin. Belanda merasa tertipu, merasa dipermainkan oleh Teuku Umur. Sejak saat itu Teuku Umar dan Cut Nyak Dien menjadi buronan nomor wahid. Hingga akhir hayatnya Teuku Umar dan Cut Nyak Dien tetap setia membela ibu pertiwi.

Sesudah jatuhnya markas pertahanannya, Teungku Fakinah berpindah-pindah tempat. Mula-mula ia tinggal di Lammeulo. Setelah itu ia tinggal di Blang Peuneuleun (Pucok Peuneuleun). Daerah ini merupakan daerah yang sangat indah dan lahan yang sangat subur, sehingga ditempat ini dijadikan perkampungan dan sekaligus membuka lahan pertanian. Teungku Fakinah pun sempat membuka pesantren di daerah ini. Akan tetapi pada tahun 1899 menyerbu tempat ini dan memporak-porandakan semua bangunan yang ada. Teungku Fakinah berhasil lolos dari pengepungan.

Sejak saat itu Teungku Fakinah tidak pernah membuat markas pertahanan lagi. Ia mengobarkan perang gerilya bersama perempuan hebat lainnya seperti Pocut Awan (ibunda Panglima Polim), Pocut Lam Gugob (kerabat sultan),dll.

 Mereka mengarungi hutan belantara, berpindah-pindah sampai kepegunungan Pasai, Gayo Luas, serta tempat-tempat lain disekitar Laut Tawar. Sekalipun Teungku Fakinah tidak lagi memegang peranan sebagai Panglima Perang, namun beliau tetap aktif dalam bidang pendidikan agama, terutama mengajar wanita-wanita yang turut bergerilya. Ia mengobarkan semangat jihad mujahidah-mujahidah hebat tersebut.

Setelah Panglima Polim dan Kesultanan Aceh menyerah, Teungku Fakinah kembali ke kampung halamannya pada tanggal 21 Mei 1910. Dia kembali ke kampung halamannya di desa lam Kraak dalam usia 54 tahun. Kemudian ia pun mendirikan pesantren pada tahun 1911. Teungku Fakinah sangat dihormati dan dicintai rakyat Aceh. Banyak tokoh masyarakat yang menyumbangkan dana untuk pembangunan pesantren tersebut. Teungku Fakinah pun mengisi hari tuanya dengan mengajar agama di pesantren. Murid-muridnya berdatangan dari segala penjuru Aceh.

Teungku Fakinah mempunyai cita-cita untuk berangkat haji ke tanah suci. Ia sudah berumur tetapi niatnya belum terlaksana. Di tahun 1914 ia bertekad untuk berangkat haji. Tetapi ia seorang janda, dan tidak diperkenankan seorang janda untuk berangkat haji sendiri. Akhirnya ia memutuskan untuk menikah lagi agar ada muhrim yang menemani perjalanannya naik haji. Teungku Fakinah menikah lagi dengan Ibrahim. Akhirnya di tahun 1915 mereka menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Waktu itu Teungku Fakinah sudah berusia 58 tahun.

Selesai menunaikan ibadah haji, Teungku Fakinah memutuskan tinggal sementara di Mekkah untuk memperdalam ilmu agama. Di tahun keempat di tanah suci,sang suami yaitu Ibrahim meninggal dunia. Maka pada tahun 1918 Teungku Fakinah memutuskan untuk kembali ke Aceh.

Sesampainya di Aceh, ia memimpin kembali pesantren di Lam Krak. Ia mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada para muridnya. Ia mengabdikan dirinya di pesantren hingga ajal menjemputnya. Teungku Fakinah menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1938 di usianya yang ke-75 . Aceh berduka.

Seorang ulama perempuan sekaligus panglima perang telah tutup usia. Teungku Fakinah telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengibarkan panji-panji Islam. Meski namanya tak pernah tercatat dalam buku-buku sejarah Indonesia, tetapi namanya tetap abadi di sisi pencipta alam semesta. Salam penuh takzim untuk sang ulama panglima perang…….

Merenungi kembali mozaik sejarah…Kita tidak pernah menemukan materi perang Aceh dalam buku-buku pelajaran sejarah dari SD,SMP,SMA….padahal perang Aceh adalah perang terhebat dan terlama di nusantara. Bahkan Belanda pun mengakuinya sebagai perang paling pahit, melebihi pahitnya perang Napoleon…..Kuburan Berkhoff menjadi saksi bisu kehebatan rakyat Aceh….Aceh menjadi mimpi buruk bagi 2200 serdadu Belanda yang mati dalam perang ini....‎

 

Sejarah Perjuangan Tengku Cik Di Tiro


Teungku Chik di Tiro (Bahasa Aceh, artinya Imam ulama di daerah Tiro) atau Muhammad Saman (Tiro, Pidie, 1836 – Aneuk Galong, Aceh Besar, Januari 1891), adalah seorang pahlawan nasional dari Aceh.

Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada tahun 1836, bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo,Tiro, daerah Pidie, Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.

Ketika ia menunaikan ibadah haji di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan Islam yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan Perang Sabil.

Dengan perang sabilnya, satu persatu benteng Belanda dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (concentratie stelsel) yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.

Teuku Cik di Tiro yang nama sebenarnya ialah Muhammad Saman, dilahirkan tahun 1836 di Cumbok Lamlo, Tiro, daerah Pidie, Aceh. Ayahnya bernama Syekh Abdullah, guru agama di Garot, dekat Sigli. Ibunya, Siti Aisyah, adalah adik dari Teungku Cik Dayah Cut, ulama terkenal di Tiro. Saman menjalani masa kecilnya di dua tempat, di Garot dan di Tiro. Di tempat-tempat itu ia bergaul dengan para santri. Pelajaran agama mula-mula didapat dari ayahnya dan kemudian dari pamannya. Ibunya mengajarinya menulis huruf Arab. Perhatiannya cukup besar terhadap buku-buku tasawuf karangan Imam Ghazali.

Pelajaran yang diterima dari ayah dan pamannya dirasanya belum cukup. Karena itulah ia pergi belajar pada beberapa guru lain, seperti Teungku Cik di Yan di Ie Lebeu, Teungku Abdullah Dayah Meunasah Biang dan Teungku Cik di Tanjung Bungong. Terakhir ia belajar pada Teungku Cik di Lamkrak. Pulang dari Lamkrak, ia membantu pamannya mengajar di Tiro. Pengetahuannya cukup luas. Teungku Cik Dayah Cut, pamannya, mengharapkan agar Saman kelak mampu menggantikannya sebagai guru agama sesuai dengan tradisi keluarga ulama Tiro. Sesudah mengajar beberapa waktu lamanya, Saman berniat menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat, terlebih dulu dikunjunginya bekas guru-gurunya untuk memohon doa restu, yang terakhir dikunjunginya ialah Teungku Cik di Lamkrak, tetapi ternyata guru ini sudah meninggal dunia.

Di Lamkrak Saman telah menyaksikan suatu perubahan. Para santri hanya belajar siang hari, pada malam hari mereka turut bergerilya menyerang pos-pos tentara Belanda. Demikianlah suasana perang Aceh melawan penindasan Belanda. Mau tak mau Saman ikut menyertai mereka. Cukup lama ia tinggal di Lamkrak dan hampir saja niat untuk naik haji dibatalkannya.
Pada waktu itu perang Aceh — Belanda sedang memasuki masa suram bagi rakyat Aceh. Daerah Aceh Besar seluruhnya sudah jatuh di tangan Belanda. Pejuang-pejuang Aceh banyak yang bersembunyi di daerah pedalaman, dan tetap melakukan serangan kecil-kecilan yang kurang terorganisasi.

Perang Aceh — Belanda meletus pada tahun 1873. Latar belakangnya ialah keinginan Belanda untuk menguasai daerah Aceh. Walaupun pasukan Aceh berhasil menggagalkan pasukan ekspedisi pertama Belanda, bahkan pimpinan ekspedisi, Jenderal Mayor Kohier tewas, namun mereka tidak mampu menghalau ekspedisi Belanda yang kedua. Istana jatuh ke tangan Belanda, tetapi beberapa hari sebelumnya, Sultan Aceh sudah menyingkir. Ia meninggal dalam perjalanan karena serangan kolera. Kedudukannya digantikan oleh putranya yang masih kecil. Sultan baru dan seluruh keluarga istana lalu menyingkir ke Keumala Dalam, jauh di daerah pedalaman.

Pemimpin-pemimpin Aceh yang terkenal berani, lambat-laun menghentikan kegiatannya. Panglima Polim menghindar dan tidak bersedia ditemui oleh siapa pun. Ia kecewa, karena di dalam kalangan Aceh sendiri timbul perpecahan. Ada pula pemimpin yang memihak Belanda.

Perlawanan semakin surut dan keadaan itulah yang dilihat Saman di Lamkrak. Serangan gerilya yang dilancarkan oleh pejuang-pejuang yang masih setia seperti para santri di Lamaran itu, namun tidak banyak hasilnya. Sebaliknya justru menyengsarakan rakyat. Bila suatu malam sebuah pos Belanda diserang, tak ayal besoknya Belanda mengadakan pembalasan dengan cara membakar kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Saman menyadari hal itu dan ia mulai berpikir tentang perlunya disusun sebuah kekuatan yang cukup besar. Untuk itu diperlukan persatuan semua golongan, menghilangkan perbedaan faham dan curiga-mencurigai.

Dari Tiro datang pesan bertubi-tubi agar Saman segera pulang. Atas desakan yang kuat dari pamannya, Teungku Cik Dayah Cut, akhirnya Saman kembali ke Tiro. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, ia pun berangkat ke Mekah. Kesempatan berkunjung ke tanah suci dimanfaatkannya untuk bertukar pikiran dengan ulama-ulama terkemuka dan menambah ilmu
pengetahuan. Dalam bertukar pikiran itu tak lupa ia membicarakan masalah perang Aceh—Belanda. Ia pun menyibukkan diri membaca buku-buku dan majalah-majalah terbitan negeri luaran yang menguraikan perkembangan dan perjuangan dunia Islam.

Pulang dari Mekah, perhatian Saman tidak sepenuhnya tertumpah kepada tugas-tugas mengajar di pesantren. Pikirannya sewaktu bergerilya di Lamkrak kini muncul kembali. Ia mengetahui pula, bahwa perlawanan rakyat semakin menurun. Kebetulan, pada suatu hari beberapa orang utusan dari Gunung Biram, tempat sebagian kecil gerilya Aceh bermarkas, tiba di Tiro. Mereka mengharapkan, agar salah seorang ulama Tiro bersedia memimpin mereka untuk mengobarkan kembali semangat perang melawan Belanda. Teungku Cik Dayah Cut sudah tua, dan karena itu ia tak mungkin melakukan tugas tersebut. Saman memanfaatkan kesempatan itu.

Ia menyatakan kesediaannya untuk memenuhi permintaan utusan dari Gunung Biram. Niatnya itu mendapat persetujuan dan restu pamannya. Ketika itu Mohammad Saman berusia 44 tahun, berbadan gemuk dan sedikit rabun. Rakyat yang menyangsikan kemampuannya, namun Saman tidak mengindahkan ejekan orang-orang sekitarnya. Dengan ditemani beberapa orang, setelah terlebih dulu menggadaikan sawah untuk bekal, ia pun berangkat ke Gunung Biram.
 Kepada anggota rombongan dan juga kepada utusan Gunung Biram ia minta agar kepergiannya dirahasiakan. Tindakan pertama yang dilakukannya ialah menghubungi beberapa orang tokoh yang dianggapnya mampu untuk membantu perjuangannya. Berkat bantuan Tuanku Mahmud, keluarga Sultan Aceh, ia berhasil menghubungi Panglima Polim. Tokoh yang sudah putus asa ini tidak bersedia menerima sembarang orang, namun akhirnya bersedia membantu Mohammad Saman. Ia berjanji akan memerintahkan para ulubalang agar mereka membantu perjuangan, atau sekurang-kurangnya tidak menghalangi rencana Saman. Selain itu dihubunginya pula tokoh lain yang menjanjikan akan memberikan bantuan keuangan.

Tindak selanjutnya oleh Mohammad Saman ialah mengumpulkan pejuang-pejuang yang masih ada dan tersebar di beberapa tempat. Dengan kekuatan itu ia membentuk sebuah angkatan perang yang dinamakan Angkatan Perang Sabil. Diumumkannya bahwa perang yang akan dilancarkan adalah perang sabil melawan kaum kafir.

Di sekeliling Mereu didirikan benteng-benteng pertahanan Senjata-senjata dikumpulkan dan diangkat pula orang yang akan mengepalai tiap-tiap pasukan. Saman pun mengundang Syekh Pante Hulu untuk membantunya. Syekh ini terkenal pandai membacakan syair karangannya sendiri yang berjudul “Hikayat Perang Sabil”. Isinya, anjuran agar rakyat berperang melawan Kaum kafir. Orang yang tewas dalam perang itu akan diterima Tuhan di surga. Pengaruh syair itu cukup besar dan mampu menggerakkan semangat rakyat.

Sementara itu, dalam bulan April 1881, di Banda Aceh dilangsungkan serahterima pimpinan penguasa Belanda dari van der Heyden, yang terkenal bertangan besi, kepada Pruys van der Hooven. Pejabat baru ini ingin menyelesaikan masalah Aceh secara damai. Sultan dibujuk agar mau menjadi raja di bawah perlindungan Belanda. Rencana itu ditentang oleh golongan militer, sedangkan pemerintah di Jakarta tidak pula bersedia menambah biaya perangnya.

Dalam laporan Pruys van der Hooven tanggal 10 Mei 1881, dikatakannya bahwa keadaan di Aceh cukup tenang. Laporan itu membuktikan, bahwa Belanda tidak mengetahui samasekali adanya persiapan-persiapan di sekitar Mereu. Dalam bulan itu pula benteng Belanda di Indrapuri direbut oleh Angkatan Perang Sabil. Belanda terkejut, sedang anak buah Syekh Saman tambah bersemangat. Sesudah merebut Indrapuri, mereka melanjutkan serangan ke Samahani yang berhasil mereka kuasai pada akhir tahun 1881. Sesudah itu menyusul benteng Aneuk Galong. Dengan jatuhnya benteng ini, berarti Belanda sudah jauh mundur ke tengah Aceh Besar.

Syekh Saman merencanakan sehingga pada akhir tahun 1883 Belanda sudah terusir dari bumi Aceh. Rencana itu tidak tercapai, namun dalam tahun 1883 itu sebagian besar daerah Sagi XXII dan Sagi XXV dapat dibersihkan dari pasukan Belanda, sehingga jalan ke Ulehleh terbuka. Belanda mundur dari Aneuk Galong ke Lambaro, dari Sagi XXVII mundur ke Lamyong dan dari Sagi XXV mundur ke Keutapang. Karena kemajuan-kemajuan pasukan Sabil itu, maka Belanda lalu membuat garis konsentrasi atau batas yang kuat untuk menahan serangan rakyat. Garis konsentrasi yang terbentang dari Kuta Pahama hingga Keutapang Dua diperkuat sedemikian rupa hingga barisan Sabil tidak sanggup menembusnya.

Kekuatan Angkatan Perang Sabil telah menjadi kekuatan yang nyata dan yang harus diperhitungkan Belanda dengan sungguh-sungguh. Sementara itu Haji Saman merobah siasatnya dengan maksud menyerang langsung Banda Aceh.

Pada tanggal 12 Juni 1882 pasukan rakyat dipecah menjadi tiga bagian dan digerakkan ke Ulehleh, ke Lok Ngha dan di Lamtong. Dari tiga jurusan itulah Banda Aceh akan diserang, tetapi Belanda mengetahui rencana itu. Mereka lalu mengerahkan kekuatan besar untuk menghadang barisan rakyat. Pertempuran sengit berkobar dan Haji Saman terkepung di Gle Tarom. Waktu pasukan Mayor Rheumpol mau menjebaknya, Haji Saman dan pasukannya telah berhasil melarikan diri ke Krueng Pinang. Pasukan Belanda lalu menyerang Pulau Breuh, namun mengalami kekalahan. Seluruh pasukan dan komandannya tewas. Kemudian dikirim bantuan di bawah komando Kapten Segov, tetapi barisan Haji Saman sudah meninggalkan pulau itu.

Serangannya atas Kutaraja tidak berhasil. Karena kewalahan, maka Belanda merobah siasat dengan memecah belah dan menghasut. Teuku Aris diangkat menjadi panglima perang untuk menghadapi Teungku Cik di Tiro, tetapi usaha itu tidak berhasil sama sekali.
Sultan pun dihasut. Kepada Sultan dikatakan, bahwa ia tidak berkuasa lagi. Teungku Cik di Tiro-lah yang menguasai rakyat. Sultan termakan oleh hasutan itu dan dalam bulan April 1884 ia mengeluarkan maklumat, bahwa dia masih menjadi Sultan yang berkuasa. Dalam bulan Agustus 1884 Haji Saman terpaksa membuat pengumuman, bahwa ia tidak bermaksud menduduki singgasana kasultanan, tetapi ia berjuang untuk mempertahankan agama Islam dan mengusir “kafe belanda”. Pesan demikian pun sampai kepada Sultan, hingga Sultan Daud Syah akhirnya menyadarinya.
Dalam tahun 1885 Cik di Tiro mencatat kemenangan dengan berhasil merebut benteng Aneuk Galong. Benteng di Lambaro yang jaraknya hanya 8 km. dari Banda Aceh diserang pula, namun tidak berhasil. Tentara Belanda mundur ke benteng-bentengnya dan tak berani keluar. Banda Aceh dipertahankan dengan sistem benteng-berbenteng, yaitu membangun benteng berlapis-lapis. Untuk merebut Banda Aceh, pasukan Sabil harus merebut beberapa benteng yang dipertahankan sekuat-kuatnya.

Haji Saman lalu menentukan siasat lain. Jalan-jalan ke Banda Aceh ditutup. Rakyat dilarang masuk kota. Rakyat dilarang memasukkan makanan. Di samping itu beberapa pasukan berani mati disusupkan sehingga di dalam kota terjadi beberapa kali orang mengamuk dan membunuh Belanda.

Pada bulan Desember 1885 Pasukan Cik di Tiro mendarat lagi di Pulau Breuh dan Kuala Cangkul untuk menyerang Banda Aceh, namun kali ini pun gagal lagi. Pada tahun 1887 Syekh Saman terpaksa meninggalkan medan perjuangan dan pulang ke Tiro karena paman sekaligus gurunya yang amat mencintainya, Teungku Cik Dayah Cut, pulang ke rakhmatullah. Ia berziarah ke makamnya dan kemudian kembali ke garis depan pertempuran. Dengan meninggalnya pamannya itu, Haji Saman berhak sepenuhnya menyandang gelar Teungku Cik di Tiro.

Tampaknya Belanda tak mungkin mematahkan perlawanan Cik di Tiro dengan kekuatan senjata. Pahlawan Aceh ini hanya mau berdamai bilamana semua orang Belanda masuk Islam. Persyaratan itu dimanfaatkan pula oleh Belanda. Beberapa orang Belanda menghadap Teungku Cik di Tiro untuk menyatakan bersedia masuk Islam, tetapi sebenarnya mereka itu semata-mata datang untuk memata-matai keadaan kekuatan Angkatan Perang Sabil.
Teungku Cik di Tiro menjadi marah setelah mengetahui siasat licik itu. Di puncak kemarahannya ia berkata: “Saya mau membunuh semua orang Belanda yang ada di negeri ini.”
Mendengar ancaman itu Belanda menjadi ngeri. Dengan segala daya upaya mereka mengadakan pendekatan sambil mengurung diri dalam benteng-bentengnya.

Sementara itu, pada tahu 1884 Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronye ke Mekah dengan menyamar sebagai dokter mata dan tukang potret bernama Abdul Gafur. Tugasnya mengumpulkan sebanyak-banyak bahan tentang orang-orang Aceh di luar negeri dan mencari hubungan dengan sebanyak mungkin fihak Aceh dan fihak kaum jemaah untuk dapat melemahkan semangat perang di Aceh.

Sepulangnya dari Mekah, pada tahun 1885, ia diangkat menjadi penasehat pemerintahan Hindia Belanda. Penyamarannya itu menghasilkan tiga buah buku yang dipakai Belanda sebagai pedoman menghadapi orang Aceh, yaitu buku-buku:
1. Het Mekaansche feest; 
2. De Atjehers; dan 
3 Nederland en de Islam.

Dengan segala macam cara Belanda lalu mengadakan pendekatan, sebab orang-orang Aceh tidak dapat dihadapi dengan perang saja. Sultan didekatinya hingga ia bernafsu mengadakan perdamaian dengan Belanda dan mencoba mempengaruhi Teungku Cik di Tiro, namun Panglima Sabil itu tetap tidakbersedia dan berkata, “Damai berarti kalah.” Teungku Cik di Tiro tegak tegap seperti baja yang tak dapat ditundukkan oleh apa dan siapa pun. Terhadap orang kuat itu Belanda mencari muslihat secara licik. Mereka menemukan orang yang berambisi menjadi kepala Sagi XXII Mukim. Kebetulan kepala Sagi itu, Panglima Polim Muda Kuala, sudah berusia lanjut. Anaknya yang tinggal dengan Sultan dijanjikan Belanda akan dijadikan penggantinya asal dia dapat membunuh Teungku Cik di Tiro.

Pengkhianat itu meminjam tangan orang lain untuk melaksanakan pembunuhan. Waktu Teungku Cik di Tiro datang di benteng Tui Suilemeng ia pergi ke mesjid. Di sana ia dijamu oleh Nyak Ubit, seorang wanita yang diperalat calon pengganti kepala Sagi XXII untuk meracun Panglima Besar Angkatan Perang Sabil. Nyak Ubit menghidangkan kepada Teungku makanan yang sudah dicampur racun. Setelah memakan hidangan itu tanpa curiga, Teungku Cik di Tiro merasa sakit. Ia dibawa ke benteng Aneuk Galong untuk diobati, namun nyawanya tidak tertolong. Teungku Cik di Tiro wafat pada bulan Januari 1891. Tidak lama kemudian Panglima Polim pun meninggal dunia. Dengan wafatnya 2 orang pemimpin yang amat kuat dan fanatik itu. Aceh kehilangan tokoh perjuangannya.

Perjuangan Aceh padam sementara waktu hingga tampilnya Teuku Umar di medan perjuangan dengan sama-sama gigihnya, namun berbeda caranya. Teungku Cik di Tiro pada hakekatnya tidak terkalahkan oleh Belanda. Wafatnya disebabkan cara Belanda yang licik dan keji. Perjuangan dan jasa-jasanya tercatat dalam sejarah sepanjang masa. 

Pemerintah RI menghargainya dan berdasarkan SK Presiden RI No. 87/TK/Tahun 1973 tanggal 6 Nopember 1973, Teuku Cik di Tiro dianugerahi gelar Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan.

Teungku Chik di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda. Bukti kehebatan beliau dapat dilihat dari banyaknya pergantian gubernur Belanda untuk Aceh semasa perjuangan beliau (1881-1891) sebanyak 4 kali, yaitu:‎

1- Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
2- Philip Franz Laging Tobias (1883-1884)
3- Henry Demmeni (1884-1886)
4- Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)‎‎

Belanda yang merasa kewalahan akhirnya memakai “siasat liuk” dengan mengirim makanan yang sudah dibubuhi racun. Tanpa curiga sedikitpun ia memakannya, dan akhirnya Muhammad Saman meninggal pada bulan Januari 1891 di benteng Aneuk Galong.

Jenazahnya dimakamkan di Indrapura, Aceh. Walaupun Tengku Cik Di Tiro telah meninggal dunia, namun perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda terus dilakukan. Perang terus dilakukan sampai bertahun-tahun lamanya, sampai akhirnya Belanda baru bisa menguasai Aceh pada tahun 1904 dengan Plakat Pendeknya.

Kegigihan yang dilakukan oleh Tengku Cik Di Tiro dalam membela bangsa Indonesia membuat pemerintah RI mengangkat beliau sebagai Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan pada tanggal 6 Nopember 1973 sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 087/TK/Tahun 1973.‎

 

Keutamaan Bulan Dzulhijjah


الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا ومولانا محمد وعلى آله وأصحابه الطاهرين أجمعين. ‏

Bulan Dzulhijjah adalah bulan ke 12 dari tahun qomariyah atau kalender hijriyah. Menempati urutan kedua dari empat bulan Haram. Bulan terakhir dari asyhurul hajj (bulan-bulan haji). Di dalamnya terdapat banyak keutamaan dan amal besar dalam Islam; seperti hari ‘Arafah, umroh dan haji, idul adha, (udhiyah (penyembelihan hewan kurban), dan anjuran beramal shalih secara umum. Allah menjadikannya sebagai musim ketaatan yang bersifat tahunan. hendaknya seorang muslim memperhatikan keberadaannya, memanfaatkannya dengan melaksanakan berbagai ibadah yang disyariatkan, menjaga perkataan dan amal yang shalih agar mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala.

Dari bulan Dzulhijjah, sepuluh hari pertamanya merupakan hari-hari yang sangat istimewa di sisi Allah, sangat mulia dan penuh barakah. Buktinya, Allah Ta’ala bersumpah dengannya dalam Kitab-Nya.

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)

Imam al-Thabari dalam menafsirkan “Wa Layaalin ‘Asr” (Dan malam yang sepuluh), “Dia adalah malam-malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan hujjah dari ahli ta’wil (ahli tafsir).” (Jaami’ al Bayan fi Ta’wil al-Qur’an: 7/514)

Penafsiran ini dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini, “Dan malam-malam yang sepuluh, maksudnya: Sepuluh Dzulhijjah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan lebih dari satu ulama salaf dan khalaf.” (Ibnu Katsir: 4/535)

Kemuliaan sepuluh hari ini juga disebutkan dalam Surat Al-Hajj dengan perintah agar memperbanyak menyebut nama Allah pada hari-hari tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 27-28)

Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menukil riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma,  “al-Ayyam al-Ma’lumat (hari-hari yang ditentukan) adalah hari-hari yang sepuluh.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/239)

Maka dapat disimpulkan bahwa keutamaan dan kemuliaan hari-hari yang sepuluh dari Dzulhijjah telah datang secara jelas dalam Al-Qur’an al-Karim yang dinamakan denganAyyaam Ma’lumaat karena keutamaannya dan kedudukannya yang mulia.

Sedangan dari hadits, terdapat keterangan yang menunjukkan keutamaan dan kemuliaan sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah ini, di antaranya sabda NabiShallallaahu 'Alaihi Wasallam:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Dawud dan  Ibnu Majah)

Karenanya dianjurkan atas orang Islam pada hari-hari tersebut untuk bersungguh-sungguh dalam ibadahnya, di antaranya shalat, membaca Al-Qur’an, dzikrullah, memperbanyak doa, membantu orang-orang yang kesusahan, menyantuni orang miskin, memperbaharui janji kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Masih ada satu amalan lagi yang utama pada hari-hari tersebut, yaitu berpuasa sunnah di dalamnya.

Terdapat dalam Sunan Abu dawud dan lainnya, dari sebagian istri Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, dia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ

“Adalah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam berpuasa pada tangga 9 Dzulhijjah.” (HR. Abu Dawud no. 2437 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Dawud no. 2081)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid –Salah seorang ulama besar Saudi Arabia- berkata, “Di antara musim ketaatan yang agung adalah sepuluh hari perama dari bulan Dzulhijjah, yang telah Allah muliakan atas hari-hari lainnya selama setahun. Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhu, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud dan  Ibnu Majah).

Hadits ini dan hadits-hadit lainnya menunjukkan bahwa sepuluh hari ini lebih utama dari seluruh hari dalam setahun.

Allah Ta’ala telah bersumpah dengannya. Dan bersumpahnya Allah dengan sesuatu menjadi dalil urgensinya dan besarnya manfaat. Allah Ta’ala berfirman,

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)

Ibnu Abbas, Ibnu al-Zubair, Mujahid, dan beberapa ulama salaf dan khalaf berkata: Bahwasanya dia itu adalah sepuluh hari pertama Dzil Hijjah. Ibnu Katsir membenarkan pendapat ini (Tafsir Ibni Katsir: 8/413)

روى البخاري رحمه الله عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام – يعني أيام العشر - قالوا : يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء 

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rahimahullah, dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah ?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun".

وروى الإمام أحمد رحمه الله عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام أعظم ولا احب إلى الله العمل فيهن من هذه الأيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد 

وروى ابن حبان رحمه الله في صحيحه عن جابر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أفضل الأيام يوم عرفة.

"Imam Ahmad, rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid".

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah
Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة 

"Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga".

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah.
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :

الصوم لي وأنا أجزي به ، انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي

"Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku".

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ما من عبد يصوم يوماً في سبيل الله ، إلا باعد الله بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريف

"Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun". [Hadits Muttafaqun 'Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده .

"Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".

3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala.

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ 

".... dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ...". [al-Hajj/22 : 28].

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد 

"Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid". [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah".

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ

"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu ...". [al-Baqarah/2 : 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do'a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do'a-do'a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.
Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta'atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

ان الله يغار وغيرة الله أن يأتي المرء ما حرم الله علي

"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya" [Hadits Muttafaqun 'Alaihi].

5. Banyak Beramal Shalih.
Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur'an, amar ma'ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama'ah ; bagi selain jama'ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq.
Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta'ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده وسمى وكبّر ووضع رجله على صفاحهما 

"Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu". [Muttafaqun 'Alaihi].

8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu 'anha bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره 

"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya".

Dalam riwayat lain :

فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي 

"Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban".

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah.

وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

"..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan...". [al-Baqarah/2 : 196].

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.
Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

والله الموفق والهادي إلى سواء السبيل وصلى الله على سيدنا  محمد وآله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين ‏

 

Pengertian Tentang Makna Kemerdekaan


Pengertian Kemerdekaan Secara Umum Sangat penting untuk di pahami secara seksama oleh masing - masing pribadi dan juga oleh semua rakyat indonesia pada umumnya. Sebab sudah lebih dari separuh abad rakyat indonesia merasakan masa kejayaan setelah beratus tahun di jajah.

Meskipun begitu, masih banyak dari kita orang indonesia kurang bisa memahami apa arti dari kemerdekaan itu sendiri. Hal itu dibuktikan dengan adanya sikap atau prilaku generasi bangsa saat ini cenderung merusak moral bangsa indonesia secara utuh.

Terbukti dari banyaknya kasus seperti pembunuhan, korupsi, tindak asusila yang mana kesemuanya itu merupakan faktor dimana secara pribadi atau umum mencerminkan kalau bangsa ini belum merdeka.Kenapa begitu? apakah dengan hal tersebut bangsa ini bisa dikatakan masih dijajah? lalu yang dinamakan merdeka itu yang bagaimana?

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami mencoba untuk mengutarakan beberapa pendapat mengenai pengertian kemerdekaan secara umum yang mana akan ada komparasi definisi tentang kata merdeka itu sendiri.‎

“Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia…” Penggalan kalimat proklamasi ini diucapkan Soekarno, di dampingi Hatta, di hadapan masyarakat dunia, tanggal 17 Agustus 1945. Meski singkat, tetapi kalimat ini memiliki makna yang sangat luar biasa bagi rakyat Indonesia. Begitu selesai dibacakan, pekik kemerdekaan : Merdeka ! Merdeka!, terdengar membahana di mana-mana dengan ekspresi kegembiraan yang meluap-luap, berhamburan di pelosok-pelosok seluruh negeri Indonesia. Tetabuhan berdentam-dentam. Dunia kemanusiaan menyambut dengan sukacita. Hari bersejarah itu kemudian dirayakan dengan situasi kegembiraan yang sama setiap tahun oleh seluruh rakyat Indonesia sebaggai hari Lahirnya Negara Indonesia. Bendera merah putih berkibar-kibar dengan gagah di setiap rumah dan setiap tempat diiringi nyanyian kegembiraan dan kegagahan yang mengharukan.

Makna Kemerdekaan.

Kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut „al-Istiqlal“. Hari Kemerdekaan disebut Id al-Istiqlal. Ia ditafsirkan sebagai:

التحرر والخلاص من القيد والسيطرة الاجنبية

”al-Taharrur wa al-Khalash min ayy Qaydin wa Saytharah Ajnabiyyah” (bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain). Atau

القدرة على تنفيذ مع عدم القسر والعنف من الخارج

“al-Qudrah ‘ala al-Tanfidz ma’a In‘idam Kulli Qasr wa ‘Unf min al-Kharij” (Kemampuan melaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya).

Dengan kata lain kemerdekaan adalah bebas dari segala bentuk penindasan bangsa lain. Kata lain untuk makna ini adalah “Al-Hurriyyah“. Kata ini biasa diterjemahkan sebagai kebebasan. Dari kata ini terbentuk kata al-Tahrir yang berarti pembebasan. Tahrir al-Mar‘ah berarti pembebasan perempuan. Orang yang bebas/merdeka disebut al-hurr lawan dari al-“abd“ (budak). Penggunaan kata kebebasan dalam konteks kaum muslimin hari ini tampaknya kurang menyenangkan. Sebagian mereka memandangnya dengan sinis. Ini boleh jadi karena kebebasan menjadi milik khas Barat. Padahal al-Qur‘an selalu menyebutkan kata ini, dan bukan kata al-Istiqlal. Dalam teks-teks klasik al-Hurriyyah, kebebasan, amatlah populer dan terpuji.

Akan tetapi makna-makna sebagaimana disebutkan di atas masih amatlah sederhana dan formalistic, masih semi merdeka (Syibh al-Hurriyyah/Istiqlal). Kemerdekaan yang diproklamirkan pada 17/08/45 barulah gerbang dan pintu yang terbuka.

Kemerdekaan atau Kebebasan dalam maknanya yang sejati dan luas adalah situasi batin yang terlepas dari segala rasa yang menghimpit, yang menekan dan yang menderitakan jiwa, pikiran dan gerak manusia baik yang datang dari dalam diri sendiri maupun dari luar. Kemerdekaan/Kebebasan adalah suasana hati yang damai, yang tenang terbukanya kehendak-kehendak dan harapan-harapan yang manis manusia. Kemerdekaan adalah suasana di mana semua potensi kemanusiaan : energi tubuh, akal-intelek, budi, jiwa dan hati, memperoleh tempat dan jalan menuju harapan-harapannya.

Kemerdekaan adalah sesuatu yang asasi dan yang melekat dalam diri setiap manusia, apapun latarbelakang sosial, budaya, politik, jenis kelamin, agama, keyakinan, warna kulit, kebangsaannya dan seterusnya. Kemerdekaan adalah essensi kemanusiaan itu sendiri. Karena itu ia tidak dapat dan tidak boleh dirampas atau dicabut oleh siapapun. Ia adalah anugerah Tuhan kepada manusia, makhluk-Nya yang paling dihormati. Oleh sebab itu, segala bentuk kebudayaan, peradaban dan setiap sistem kehidupan yang menghalangi, membatasi, yang memenjarakan, dan memperbudak manusia harus dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan hakikat manusia.

Islam dan Kemerdekaan

Manusia menurut Islam adalah makhluk yang merdeka/bebas sejak ia ada. Ini di satu sisi. Pada sisi lain ia adalah hamba-Nya, karena dia diciptakan dan Dialah Penciptanya. Manusia adalah makhluk merdeka ketika ia berhadapan dengan sesamanya dan adalah hamba ketika berada di hadapan Tuhan, Penciptanya. Dalam bahasa agama manusia disebut Abd Allah. Jadi, manusia tidak bisa dan tidak boleh menjadi budak bagi manusia yang lain. Perbudakan manusia atas manusia sama artinya dengan melanggar hak Tuhan. Manusia yang memperbudak manusia lain sama dengan memosisikan dirinya sebagai Tuhan Yang Maha Esa.

Nabi Muhammad dan para Nabi yang lain adalah para utusan Tuhan. Mereka ditugaskan membawa misi Tauhid ini, yang tidak lain hanya bermakna memerdekakan dan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan manusia atas manusia yang lain. Al-Qur’an menegaskan: “(Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang-benderang dengan izin Tuhan mereka”. (Q.S. Ibrahim, [14:1].

Mengeluarkan adalah membebaskan. Kegelapan di sini bermakna, kekafiran, kezaliman, kesesatan dan kebodohan. Cahaya adalah keimanan kepada Tuhan, keadilan, jalan lurus dan Ilmu pengetahuan. Ini semjua merupakan ajaran paling inti dari Islam dan setiap agama yang dibawa para nabi, utusan Tuhan dan para pembawa misi kemanusian yang lain. Karena ia merupakan refleksi dan aksi dari pernyataan Ke-Maha-Esa-an Tuhan.

Kemerdekaan manusia dalam Islam telah diperoleh sejak ia dilahirkan ibunya dan oleh karena itu tidak seorangpun dibenarkan memperbudaknya atas dasar kekuasaan apapun. Keyakinan Islam ini dipraktikkan Nabi melalui perintah-perintahnya kepada manusia untuk membebaskan sistem perbudakan melalui segala cara yang mungkin. Diinspirasi oleh tindakan Nabi ini, Umar bin Khattab, khalifah kaum muslim ke dua, kemudian mengembangkannya melalui tindakan pembebasan penzaliman manusia atas manusia yang lain. Ketika Abdullah, anak Amr bin Ash, Gubernur Mesir, menganiaya seorang petani desa yang miskin, Umar bin Khattab segera memanggil anak sang Gubernur tersebut. Kepadanya Umar mengatakan: “sejak kapan kamu memperbudak orang, padahal ia dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka“. Umar lalu mempersilakan si petani miskin tersebut mengambil haknya yang diperlukan terhadap anak pejabat tinggi negara itu.

Sikap Umar ini memperlihatkan kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Dia memperlakukan semua orang yang berada dalam kekuasaannya. Umar ingin menunjukkan bahwa di depan hukum, setiap orang mempunyai hak untuk tidak dihakimi dan dizalimi hanya karena kedudukan sosialnya yang dianggap rendah. Perbedaan status sosial-ekonomi, dalam pandangannya tidak boleh membuat orang yang tak beruntung tidak memperoleh haknya. Sebaliknya orang dengan status sosial beruntung, tidak boleh dibiarkan merampas hak orang lain seenaknya dan dibebaskan dari tindakan hukum. Hal yang terkhir ini pernah disampaikan Nabi: “Andaikata Fatimah, anakku, mencuri, aku pasti akan menghukumnya”.

Kata “merdeka” kita jumpai dari Al Quran ada dua: hurriyah dan fakka, lalu dari sabda nabi: itqun minannar; dari kata harian, Istiqlal. Singkatnya, ada empat kata yang menunjuk arti sama (merdeka), namun beda lafadz. Masing-masing ‎kata memiliki pengertian yang istimewa.

1. Itqun minannar, potongan naskah hadits yang sering dibaca pada moment ceramah tarawih searti dengan kata “merdeka” yaitu bebas dari api neraka.

Konteks dari itu adalah bahwa kemerdekaan terjadi jiakalau sudah terbebas dari penindasan, dari ancaman, intimidasi dari pihak lain. Itulah artinya merdeka. Misalnya sebuah kehidupan jika tidak ada yang memaksa, tidak ada yang mengancam, tidak ada yang mengintimidasi, inilah makna “merdeka”. Kemudian jika ancaman, intimidasi itu membebaskan dalam sebuah bangsa disebut bangsa yang merdeka. Itulah makna “merdeka” yang diambil dari kata “itqun minannaar”, bebas dari api neraka.

2. Fatahriru roqobah. Potongan ayat dari Al Qur’an. Banyak sekali kata fatahriru roqobah misalnya dalam Annisa ayat 92 saja ada tiga kata. Kata dasar dalam bahasa Arab tahrir dan khurriyah juga artinya “merdeka”.

Makna “merdeka” di sini adalah :asyrofuhum, yuqolu huwa hurriyatu min qoumih. Artinya, dikatakan merdeka di sini ini jika seseorang itu menjadi mulya. Pengertiannya, tidak ada kelas di dalam kehidupan manusia; tidak ada kasta, tidak ada “nomor satu”, tidak “nomor dua”, tidak ada ningrat, tidak ada suku yang merasa unggul dipihak lain.

Seandainya masih ada berarti belum merdeka. Karenanya, dengan ungkapan kata hurriyah semuanya tidak ada. Sedangkan dalam quran yang ada adalah ‎Inna akromakum ‘indallahi atqoqum. Sesungguhnya yang mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Jadi kalau masih ada yang merasa “tuan”, atau menganggap “itu anak buah dari saya”, berarti belum ada kemerdekaan dalam dirinya. Padahal pengertian manusia semuanya sama di hadapan Allah. Tidak ada budak, tidak kelas.

Kolonialisme, penjajah dahulu,menganggap bangsa Indonesia dikategorikan orang kelas dua, sementara kelas satunya orang Belanda. Karena itu kata hurriyah tidak berlaku. Berarti bangsa kita dahulu belum merdeka. Kemudian sekarang, jika dikatakan merdeka, mesti merujuk pada kata hurriyah, baru dikatakan merdeka.

3. Fakku roqobah. Artinya, melepaskan budak dari perbudakan. Diambil dari ayat Al Qur’an Wamaa adroka mal ‘aqobah,fakku roqobah (Al Balad: 12-13). Fakku di sini juga pengertianya “merdeka“. Seabab ‎fakku di situ didefinisikan dengan:

إبطال الرق والعبودية (ibtlolur roqqi wal ‘ubudiyah)
atau أبان بعضه عن بعض (Abaana ba’dhuhu ‘an ba’d) 
maksudnya kemerdekaan itu mestinya bisa tampil bersama-sama antara satu individu dengan individu lain, atau antar kelompok satu dengan lainnya. 
Sehingga bukannya yang satu tampil yang lainnya tidak boleh tampil (disembunyikan) gara-garadianganggap kelas dua, atau karena dianggap tidak sejajar dengan bangsa-bangsa lain, atau dianggapnya tidak berarti. Kalau saja hal tersebut masih berlaku di negeri kita, atau di negeri lain, bahkan bisa terjadi dalam diri kita, berarti belum ada “merdeka”. Contoh yang sering kita dengar: “sudah, umpetin saja dia!”, “kita saja yang maju, jangan sampai dia tampil” dan lain-lain. 

Kata fakku roqobah di atas diambil dari Qur’an yang artinya adalah memerdekakan budak. Kontekstualnya bisa diambil pelajaran bahwa jika sebuah hukum dalam suatu bangsa masih disembunyikan di “belakang layar” sedangkan yang tampil di depan adalah “duit”, ini berarti suatu bangsa belum “merdeka”. Karena hukum tidak pandang bulu, di mata hukum semuanya sama. Kemulyaan pun juga merdeka, orang yang tidak salah, mestinya bebas bukan sebaliknya. Yang salah tetap salah, yang benar hukum harusnya membela. Jadi jika bangsa itu merdeka, maka istilah yang diterapkan dalam masyrakat: intimidasi, diskriminasi,character, kekerasan dalam rumah tangga,dan lainnya, tidak boleh ada maka baru namanya sebuah komunitas bangsa dikatakan “merdeka”.

4. Istiqlal  Diambil dari bahasa sehari-hari. Sebagai kenangan ada masjid Istiqlal. Pengertiannya adalah, تفرد به ولم يشرك فيه(taffarroda bihi walam yusyrik fiih) Artinya:Mandiri. Tidak mau dicampur tangani oleh siapapun. Maksudnya, sebuah bangsa yang “merdeka” (istiqlal) berarti tidak bisa dicampurtangani negara lain. Negara merdeka berarti negara itu mandiri, memanaj diri sendiri. Negara merdeka, berarti bukan negara common weal (betulkah nulisnya?), bukan negara boneka, bukan negara yang diatur oleh negara lain. Kalau masih diatur oleh negara lain tentu belum merdeka. Demikian juga bila makna istiqlal atau merdeka bagi seorang individu. Jika kita masih dipengaruhi oleh duniawi, masih dipengaruhi oleh jabatan atau oleh macam-macam itupun belum dikatakan mandiri namanya, belum merdeka.
Kemerdekaan adalah Bertindak Etis

Kemerdekaan manusia meliputi hak untuk menjadi ada dan dihargai, beragama dan berkepercayaan, berpikir dan mengekspresikannya, dan beraktualisasi diri, berproduksi dan bereproduksi, hak untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan, kemerdekaan untuk tidak dirampas, diselewengkan, disalahgunakan dan dihambur-hamburkan, baik hak miliknya sendiri maupun hak miliki bersama. Manusia juga tidak boleh diperbudak oleh aturan dan kekuasaan apapun. Sebaliknya aturan dan kekuasaan diperlukan sebagai cara manusia memperoleh rasa aman, damai, keadilan dan kesejahteraan. Semua hak yang disebutkan ini adalah hak-hak fundamental manusia dan bersifat universal.

Tetapi tentu segera harus dikemukakan bahwa berbagai kemerdekaan manusia ini tidak berarti bahwa dia boleh bertindak semau-maunya. Ini adalah hal yang tak mungkin. Karena setiap manusia berada dalam batas-batas ruang, waktu dan orang lain yang juga memiliki kemerdekaan. Atas dasar inilah maka tidak seorangpun berhak memaksakan kehendaknya atas orang lain. Karena yang lain juga punya kehendak yang sama. Pemaksaan kehendak, apalagi dengan cara-cara kekerasan, pembatasan dan perendahan martabat adalah melanggar prinsip kemanusiaan itu sendiri. Kemerdekaan seseorang selalu membawa konsekuensi pertanggungjawaban atas seluruh tindakan dan pikirannya. Kemerdekaan dan tanggungjawab bagai dua sisi mata uang. Maka setiap orang dituntut secara etis untuk saling memberikan perlindungan, rasa aman dan penghormatan atas martabatnya. Dari sini tampak logis bahwa kemerdekaan memiliki korelasi tak terpisahkan dengan kesetaraan antar manusia dan penghargaan satu atas yang lain. Dengan begitu, kemerdekaan adalah berpikir dan bertindak etis. Yakni berpikir dan bertindak untuk memperoleh kebaikan bagi diri dan orang lain dalam sistem atau institusi yang adil. Karena inilah tujuan kehidupan bersama manusia.

Kesimpulannya,

Pertama, negara dikatakan merdeka jika merdeka dari intimidasi. Merdeka dari rasa ketakutan. Sebab betapa banyak negara yang ditakuti. ‎
‎Kedua, merdeka adalah hurriyah artinya tidak ada kelas-kelasan. ‎
‎Ketiga, merdeka adalah fakku, tidak ada tukar-tukaran maksudnya merdeka dari hukum. ‎
Keempat diambil dari kata Istiqlal, artinya manakala merdeka, berarti tidak ada campur tangan dengan pihak lain; mandiri.

Karena itulah pantas jika yang masuk syurga adalah orang-orang yang “merdeka”. Bukan hamba. Kenapa dikatakan merdeka. Karena bagi si hamba akan merdeka jika hidupnya murni hanya kepada Allah; tidak merasa takut kecuali kepada Allah; tidak merasa cinta kecuali kepada Allah; tidak melakukan penyembahan kecuali kepada Allah. Itulah yang sebenar-benarnya yang merdeka dalam konsep para ulama.

Pendeknya, konsep ulama (syariat) yang diambil dari naskah-naskah wahyu tentang kemerdekaan itu apakah bertentangan dengan naskah teks yang tersusun dalam UUD 45 dan Pancasila? Menurut hemat penulis UUD dan Pancasila tidak bertentangan. Karena itu jika terjadi disconnection bainal teks wal konteks itu karena kita belum merasakan makna “kemerdekaan” itu sendiri. Baik secara individu atau secara kebangsaan. Karena itu kita mesti meneruskan perjuangan ulama/tentara zaman dahulu yang berhasil melepaskan belenggu penjajahan. Sementara giliran kita, memperjuangan kemerdekaan agar“merdeka” itu connect bainal teks wal konteks. 

Jika semua pengertian tadi dikomparasikan untuk di simpulkan menjadi satu pengertian kemerdekaan, maka menurut hemat penulis, merdeka tidak hanya bebas dari pihak lain dalam hal ini penjajah, atau bisa berdiri sendiri, mandiri dan juga bisa menentukan pilihan sendiri.

Merdeka bisa juga diartikan terbebas dari kekangan hawa nafsu yang selalu mengekang diri kita untuk selalu memenuhi keinginan, hasrat duniawi saja. Satu contoh orang boleh saja memiliki harta berlimpah akan tetapi dalam hatinya terdapat rasa kekurangan atas apa yang dimilikinya, selalu mengeluh, tidak peduli terhadap sesama, jarang mengeluarkan sedikit hartanya untuk memenuhi tuntutan agama dan lain sebagainya. Orang seperti ini termasuk dalam kategori orang yang belum merdeka.

Kemerdekaan akan bisa dirasakan oleh rakyat indonesia jika saja para pejabat tidak memakan harta yang bukan menjadi haknya, begitu juga dengan warganya supaya sadar akan tindakan yang bernilai negatif seperti mencuri, mabuk - mabukan, nyabu, asusila, pembunuhan dan lain sebagainya bisa merugikan dirinya sendiri yang berakibat terkena tuntutan, tidak bisa bebas, ataupun lepas dari jeratan hukum dunia dan akhirat.

Semoga dengan memahami sedikit penjelasan tentang pengertian kemerdekaan secara umum di atas, memberikan rangsangan kepada kita agar selalu berbuat positif untuk mendapatkan predikat sebagai manusia yang MERDEKA baik di dunia maupun akhirat.

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...