Selasa, 24 November 2020

Sejarah Ilmu Kalam (Teologi Islam)


Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Jika Ilmu Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah, dan Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya. Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai Teologia, sekalipun sebenarnya tidak seluruhnya sama dengan pengertian Teologia dalam agama Kristen, misalnya. (Dalam pengertian Teologia dalam agama kristen, Ilmu Fiqh akan termasuk Teologia). Karena itu sebagian kalangan ahli yang menghendaki pengertian yang lebih persis akan menerjemahkan Ilmu Kalam sebagai Teologia dialektis atau Teologia Rasional, dan mereka melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam.

Sebagai unsur dalam studi klasik pemikiran keislaman. Ilmu Kalam menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Ini terbukti dari jenis-jenis penyebutan lain ilmu itu, yaitu sebutan sebagai Ilmu Aqd'id (Ilmu Akidah-akidah, yakni, Simpul-simpul [Kepercayaan]), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemaha-Esaan [Tuhan]), dan Ilmu Ushul al-Din (Ushuluddin, yakni, Ilmu Pokok-pokok Agama). 

Di negeri kita, terutama seperti yang terdapat dalam sistem pengajaran madrasah dan pesantren, kajian tentang Ilmu Kalam merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin ditinggalkan. Ditunjukkan oleh namanya sendiri dalam sebutan-sebutan lain tersebut di atas, Ilmu Kalam menjadi tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah Kemaha-Esaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. Karena itu, tujuan pengajaran Ilmu Kalam di madrasah dan pesantren ialah untuk menanamkan paham keagamaan yang benar. Maka dari itu pendekatannya pun biasanya doktrin, seringkali juga dogmatis.

Dari segi bahasa, istilah kalam berarti al-qaul (pembicaraan). Namun dalam tradisi keilmuan, Wolfson, berpendapat bahwa istilah ini dipakai sebagai terjemahan kata logos, yakni fikiran yanng terkandung dan menjadi dasar bagi suatu perkataan, pembicaraan, dan argumen. Pendapat Wolfson ini sebenarnya telah menggambarkan ajaran dasar Islam tentang penggunaan pikiran, baik secara badani dan bataini. Jika dalam aspek malan badani, rumusan berdasarkan pada penggunaan pikiran dan pemahaman mendalam yang di sebut al-fiqh, dalam aspek batini, argumen yang digunakan juga berdasar pada pikiran disebut Kalam.

Kajian Islam terbagi kepada berbagai bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tawhid, ilmu kalam, dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan, rasul-rasul, wahyu, akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ilmu kalam disebut juga ilmu usuluddin, ilmu ‘aqa’id, dan teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini terdapat bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang lahir dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur firqah yang jamaknya firaq. Firqah dalam bahasa Indonesia disebut aliran. Aliran-aliran dalam ilmu kalam disebut dalam bahasa Arab al-firaq al-Islamiyah. 

Sebab-sebab lahirnya Ilmu Kalam

Agak aneh kiranya kalau dikatakan bahwa dalam Islam, sebagai agama, persoalan yang pertama timbul adalah dalam bidang politik dan bukan dalam bidang teologi. Tapi persoalan politik ini meningkat menjadi persoalan teologi. Dapat ditelusuri dalam sejarah islam dalam fase perkembangan pertama. Ketika nabi Muhammad mulai menyiarkkan ajaran-ajaran islam yang beliau terimah dari Allah SWT. di mekkah. kota ini memiliki system kemasyarakatan yang terletak dibawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Kekuasaan sebenarnya terletak dalam tangan kaum pedagang tinggi. Kaum pedagang tinggi ini, untuk menjaga kepentingan-kepentingan mereka, mempunyai rasa solidaritas kuat yang kelihatan efeknya dalam perlawanan mereka terhadap nabi Muhammad dan pengikutnya sehingga mereka terpaksa meninggalkan Mekkah pergi ke yasrib di tahun 622 M. 

Jadi seperti yang kita ketahui bersama bahwa nabi dalam berdakwa itu mempunyai tantangan dari berbagai pihak, terutama dari suku Quraish sendiri. Sampai-sampai nabi dicari dan akan dibunuh. Dalam dakwa nabi pertama dimekkah nabi Muhammad berdakwa dengan cara sembunyi-sembunyi setelah nabi menerimah wahyu yang kedua kemudian mulai berdakwa secara terang-terangan. Yang tentunya tantangan yang dihadapi nabi semakin banyak.

Dapat dikatakan yang melatar belakangi sejarah munculnya persoalan-persoalan kalam adalah disebabkan faktor-faktor politik pada awalnya setelah khalifah Ustman terbunuh kemudian digantikan oleh Ali menjadi khalifah. Peristiwa menyedihkan dalam sejarah Islam yang sering dinamakan al-Fitnat al-Kubra (Fitnah Besar), merupakan pangkal pertumbuhan masyarakat (dan agama) Islam di berbagai bidang, khususnya bidang-bidang politik, sosial dan paham keagamaan. Maka Ilmu Kalam sebagai suatu bentuk pengungkapan dan penalaran paham keagamaan juga hampir secara langsung tumbuh dengan bertitik tolak dari Fitnah Besar itu. 

Suasana masyarakat di Yasrib berlainan dengan dengan suasana di mekkah. Kota ini bukan kota pedagang tapi kota petani. Yang terdiri dari bangsa Arab dan yahudi. Bangsa arab terdiri dari dua suku bangsa yaitu Al-khazraj dan Al-aus Antara kedua suku bangsa ini terdapat persaingan untuk menjadi kepala dalam masyarakat madinah. Dalam sejarah nabi memperdamaikan antara suku al-khazraj dan al-aus . Dan membuat perjanjian yang dikenal dengan piagam madinah.

Selama di Mekkah Nabi Muhammad hanya mempunyai fungsi kepala agama, dan tak mempunyai fungsi kepala pemerintahan, karena kekuasaan politik yang ada disana belum dapat dijatuhkan pada waktu itu. Sebaliknya di Madinah, Nabi Muhammad, di samping menjadi kepala agama juga menjadi kepala pemerintahan. Beliaulah yang mendirikan kekuasaan politik yang dipatuhi di kota itu. Sebelum itu madinah tak ada kekuasaan politik. 

Ketika nabi Muhammad SAW. masih hidup semua persoalan agama dapat ditanyakan kepada beliau secara langsung. Dan jawaban dari persoalan tersebut dapat diperoleh secara langsung dari Rasulullah. Para sahabat dan kaum muslimin percaya dengan sepenuh hati, bahwa apa yang diterimah dan disampaikan oleh nabi adalah berdasarkan wahyu Allah, dengan demikian, tak ada keraguan sedikitpun terutama kebenaranya. Jadi dapat dikatakan bahwa segala permasalahan yang timbul yang belum jelas dasar hukumnya semuanya ditanyakan kepada Nabi Muhammad.

Dalam masalah aqidah atau teologi, umat islam pada masa nabi SAW, tidak terjadi perpecahan atau pengelompokan mereka semua bersatu dalam masalah aqidah, sampai pada masa kedua pemerintahan khalifah khulafa al-rasyidin, yakni pada masa pemerintahan khalifa Abu Bakar as-siddik dan khalifah Umar bin khatab. Karena pada masa setelahnya umat islam telah terusik nafsuhnya untuk mengambil pemahaman secara sepihak menurut versi kelompoknya dalam masalah islam. 

Akan tetapi Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah. Pada zaman Bani Abbas Filsafat Yunani dan Sains banyak dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan cukup berat. Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut. 

Sesudah wafatnya Rasulullah Saw, kaum muslimin berkumpul di Saqifah bani Sâ’adah untuk memilih khalifah pengganti Rasulullah Saw. Pertemuan tersebut dihadiri oleh dua partai besar, yaitu Anshar dan Muhajirin. Di antara pendukung partai Anshar adalah Saad bin Ibadah, Qais bin Saad dan Habab bib Mundzir. Partai Anshar menginginkan agar khalifah dipilih dari golongan mereka. Menurutnya, golongan Anshar adalah orang-orang yang membantu perjuangan Rasulullah Saw. dalam pengembangan dakwah Islam dari Madinah. Merekalah yang memberikan tempat bagi Rasulullah dan kaum muhajirin setelah pindah dari Makkah ke Madinah.

Sementara Muhajirin yang diwakili oleh Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah menginginkan agar khalifah dipilih dari partai mereka. Bagi mereka, orang pertama yang membantu perjuangan Rasulullah Saw., disamping itu, mereka masih kerabat dekat dengan Rasulullah Saw., Abu Bakar al-Shidiq lebih memilih Abu Ubaidah atau Umar bin Khatab sebagai khalifah. Namun Umar dan Abu ubaidah justru lebih mengedepankan Abu Bakar al-Shiddiq dengan alasan karena beliau orang yang ditunjuk Rasulullah sebagai imam shalat ketika Rasul sakit. Basyir bin Saad yang berasal dari suku Khazraj melihat bahwa perselisihan antara dua kubu tersebut jika dibiarkan dapat mengakibatkan perpecahan dikalangan umat Islam. 

Untuk menghindari hal itu, ia angkat bicara dan menerangkan kepada para peserta sidang bahwa semua yang dilakkan kaum muslimin, baik dari partai Muhajirin ataupun Anshar hanyalah untuk mencari ridha Allah Swt. Tidak layak jika kedua partai mengungkit-ungkit kebaikan dan keutamaan masing-masing demi kepentingan politik. Kemudian Basyir bin Saat membait Abu Bakar al-Shidiq. Sikap Basyir dikecam oleh Habban bin Mundzir dari partai Anshar. Ia dianggap telah menyalahi kesepakatan Anshar untuk memilih khalifah dari partainya. Namun Basyir menjawab, “Demi Allah tidak demikian. Saya membenci perselisihan dengan suku yang memang memiliki hak untuk menjadi khalifah. Mayoritas suku Aus dari partai Anshar mengedepankan Saad bin Ibadah sebagai khalifah. Namun kemudian Asyad bin Khudair yang juga dari suku Aus berdiri membaiat Abu Bakar. Ia menyeru pada para hadirin untuk mengikuti jejaknya. Merekapun bangkit ikut membaiat dan memberikan dukungan pada Abu Bakar al-Shidiq. Terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah pertama umat Islam. 

Dalam pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulannya bahwa masing-masing suku atau golongan mengiginkan penganti nabi Muhammad sebagai khalifa adalah berasal dari golongan mereka, terutama dari suku ansahr dan muhajirin yang merasa berhak untuk menjadi penganti khalifah. Abu Bakar al-Shidiq lebih memilih Abu Ubaidah atau Umar bin Khatab sebagai khalifah. Namun Umar dan Abu ubaidah justru lebih mengedepankan Abu Bakar al-Shiddiq. Akhirnya melalui kesepakatan Terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah pertama umat Islam. Kemudian abu bakar digantikan umar ibn alkhatab, dan umar digantikan oleh usman bin affan, dan usman digantikan oleh ali bin abi thalib.

Pada masa pemerintahan dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, roda pemerintahan berjalan dengan baik dan kehidupan politik dapat dikatakan cukup tenang. Perubahan ini bermula ketika Umar bin khatthab r.a. merasa khawatir hal tersebut akan terjadi. Di antara hal-hal yang paling ditakuti ketika hampir ajalnya ialah bahwa penggantinya akan mengadakan perubahan politik yang telah diikuti sejak masa Rasulullah saw. Sampai masanya sendiri, yaitu yang berhubungan dengan perlakuan terhadap kabilah-kabilah dan suku-suku mereka sendiri, sanak kerabat serta keluaraga mereka. Itulah sebabnya ia memanggil calon-calon penggantinya sebanyak tiga orang, yaitu Usman, Ali, dan Sa’aad abi waqqash r.a., kepada mereka satu-persatu ia pesankan, seandainya ia yang menggantikan kedudukan Umar, agar tidak mengangkat kaum kerabatnya sebagai penguasa atas kaum muslimin. 

Tatkala Umar bin Khatthab mendapat tikaman, dia menyerahkan masalah kenegaraan kepada enam orang sahabat. Semua sahabat yang enam sama-sama enggan untuk menjadi khalifah hingga akhirnya mereka berhasil memilih Usman bin Affan. Usman bin Affan sama sekali belum pernah berambisi untuk memegang kendali kekuasaan itu. Saat dia dibaiat sebagai khalifah, dia telah berusia tujuh puluh tahun. Masa pemerintahan Usman dipenuhi dengan penaklukan-penaklukan daerah-daerah sebagai penyempurna penaklukan di masa pemerintahan Umar. 

Utsman bin affan termasuk dalam golongan pedagang Quraisy yang kaya. Kaum keluarganya terdiri dari orang aristocrat mekkah yang karena pengalaman dagang mereka, mempunyai pengetahuan tentang administrasi. Pengetahuan mereka ini bermanfaat dalam pemimpin administrasi deerah-daerah di luar semenanjung Arabia yang bertambah banyak masuk ke bawah kekuasaan islam. 

Pada masa pemerintahan dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, roda pemerintahan berjalan dengan baik dan kehidupan politik dapat dikatakan cukup tenang. Namun, pada masa khalifah Utsman keadaan mulai berubah terutama pada paruh kedua dari 12 tahun masa pemerintahannya. Secara pribadi, khalifah Utsman bin affan tidak berbeda dengan khalifah pendahulunya. Namun, keluarganya dari bani umayah terus mendorongdan utsman sendiri lemah menghadapi rongrongan serta ambisi dari keluarga terebut sehinnga ia terpaksa memberikan berbagai fasilitas kepada mereka.

Ahli sejarah menggambarkan Usman bin affan sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu. Ia mengangakat mereka menjadi gubernur di daerah yang tunduk kepada kekuasaan islam . gubernur- gubernur yang diangkat Umar ibn al-khatab, khalifah yang terkenal kuat dan tak memikirkan kepentingan keluarganya, dijatuhkan oleh usman. Tindakan-tindakan politik yang dijalankan usman ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. 

Setelah Islam meluas ke mana-mana, tiba-tiba di akhir masa pemerintahan Usman, terjadi suatu persoalan yang ditimbulkan oleh tindakan Usman yang kurang mendapat simpati dari sebagian pengikutnya. Tindakan Usman yang kurang sesuai dengan kebutuhan umat pada saat itu, di antaranya ialah kurang pengawasan terhadap beberapa pejabat penting dalam pemerintahan, sehingga para pelaksana di lapangan tidak bekerja secara maksimal, diperparah lagi dengan adanya sikap nepotisme dari keluarganya. Pada saat pemerintahannya, Usman sedikit demi sedikit mulai menunjuk kerabatnya untuk menduduki jabatan-jabatan penting dan memberikan kepada mereka keistimewaan-keistimewaan lain yang menyebabkan timbulnya protes-protes dan kritikan-kritikan rakyat secara umum. 

Selanjutnya Berkobarlah fitnah besar di tengah kaum muslimin yang dikobarkan oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi asal Yaman yang pura-pura masuk Islam. Dia kemudian menaburkan keraguan di tengah manusia tentang akidah mereka dan mengecam Usman dan para gubernurnya. Dia dengan gencar mengajak semua orang untuk menurunkan Usman dan menggantinya dengan Ali sebagai usaha menabur benih fitnah dan benih perpecahan. 

Kebijakan politik Utsman yang merangkul sanak keluarga ini menimbulkan rasa tidak simpatik terhadap dirinya. Para sahabat yang semula menyokong Utsman, setelah melihat sikap dan tindakan yang kurang tepat itu, kini mulai menjauh darinya. Sementara itu, perasaan tidak senang muncul pula di daerah-daerah. Terutama di mesir, sebagai reaksi tidak senang terhadap dijatuhkannya Umar bin al-ash dari jabatan gubernurnya untuk digantikan oleh Abdullah bin sa’ad bin abi sarah, salah seorang keluarga utsman.sekitar lima ratus orang berkumpul dan kemudian bergrak menujuh Madinah untuk melakukan protes. Kehadiran para pelaku aksi protes ini akhirnya berakibat fatal bagi diri khalifah Utsman, ia terbunuh oleh pemuka akibat protes tersebut . 

Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa usman bin affan dalam menjalankan pemerintahannya kurang mementingkan kemaslahabatan umat, dan lebih mementingkan kepentingan dari keluarganya. Hal ini meninbulkan kurang simpatinya umat islam terhadap dirinya. Kebijakan politiknya yang nepotisme menyebabkan ia dijatuhkan dari kekhalifaan yang sah. Dalam sejarah bahwa usman bin affan terbunuh oleh masa pemberontak. Setelah terbunuhnya Usman, kaum muslimin memilih Ali untuk menjadi pemimpin mereka. Para sahabat mendesaknya agar bisa keluar dari kemelut yang menimpa mereka. Disinilah awal munculnya perpecahan.

Ali sebagai calon terkuat, menjadi khalifah yang keempat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talha dan Zubeir dari mekah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan dari Aisyah –Talhah-Zubeir ini di patahkan Ali dalam pertempuran yang terjadi diIrak tahun 656. Tahlah dan Zubeir mati terbunuh dan aisyah dikirim kembali ke mekkah. Tantangan kedua datang dari Muawiah Gubernur Damaskus dan keluarga yang dekat bagi Usman. 

Sebagaimana halnya Tahlah dan Zubeir , ia tak mau mengakui Ali sebagai khalifah . Ia menuntut kepada ali supaya menghukum pembunuh-pembunuh Usman, bahkan ia menuduh ali turut campur dalam soal pembunuhan itu. Salah seorang pemuka pemberontak-pemberontak mesir, yang datang ke madinah dan kemudian membunuh Usman adalah Muhamad Ibn abi Bakr,anak angkat dari Ali Ibn Abi Talib. Dan pula Ali tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontak-itu ,bahkan muhamad Ibn Abi Bakr diangkat menjadi Gubernur Mesir. 

Karena tuntutan ini tidak mendapat serius akhirnya Muawiyah lebih lanjut menuduh Ali terlibat paling tidak melindungi para pelaku pembunuhan khalifah Utsman. Pembangkangan Muawiyah ini rupanya juga berakhir pada bentrokan senjata. Peperangan yang terjadi antara pasukan khalifah Ali dan pasukan Muawiyah dalam sejarah Islam dikenal dengan perang shiffin. 

Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di siffin, tentara Ali dapat mendesak tentara Muawiyah sehingga yang disebut terakhir dapat dipastikan akan kalah dan bersiap-siap meninggalkan medan pertempuran. Akan tetapi tangan kanan Muawiyah, Amr Ibn al-ash yang terkenal sebagai orang yang licik, meminta berdamai dengan mengangkat Al-Qur’an ke atas. Qurra yang ada di pihak Ali mendesak Ali supaya menerimah tawaran itu dan dengan demikian dicarilah perdamaian dengan mengatasnamakan arbitrase. 

Sebagai pengantara diangkat dua orang: ‘Amr ibn al-ash dari pihak Muawiyah dan Abu Musa al-Asy’ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr mengalahkan perasaan taqwa Abu Musa. Sejarah mengatakan antara keduanya terdapat pemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan , Ali dan Muawiyah. Tradisi mengatakan bahwa Abu Musa al-Asy’ari , sebagai yang tertua terlebih dahulu berdiri mengemukakan kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Berlainan dengan apa yang telah di setujui, Amr Ibn al-ash, mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali yang telah diumumkan al-Asy’ari, tetapi menolak penjatuhan Muawiyah. 

Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin al-ash, utusan dari pihak Muawiyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa , tidak di setujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat di putuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-qur’an. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau la hukma illa Allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyang mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam , mereka terkenal dengan nama khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau secerders. Di luar pasukan yang membelot Ali, ada pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok syi’ah. 

Bagaimanapun peristiwa ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan bagi Muawiyah yang legal menjadi khalifah sebenarnya hanyalah Ali sedangkan Muawiyah kedudukannya tak lebih dari Gubernur daerah yang tak mau tunduk kepada Ali sebagai khalifah. Dengan adanya arbitrase ini kedudukannya telah naik menjadi khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan kalau putusan ini ditolak Ali dan tak mau meletakan jabatannya, sampai ia mati terbunuh di tahun 661 M. 

Dari uraian diatas dapat di simpulkan , bahwa ketika Ali bin abi thalib di baiat menjadi khalifah pengganti usman bin affan keadaan Negara dalam keadaan kacau atau tidak stabil akhirnya mempengaruhi pemerintahannya selanjutnya. Salah satu persoalan yang sedang dihadapi adalah peristiwa pembunuhan usman bin affan. Saat Ali bin Abi thalib menjadi khalifah, Muawiyah yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan Usman bin Affan yaitu sama-sama dari bani Umayah menuntut agar supaya Ali mencari siapa pembunuh Usman Bin Affan dan menghukumnya. Tetapi permintaan itu tidak mendapat tanggapan yang serius dari ali. Akhirnya terjadilah pertempuran antara Ali dan Mu’awiyah yang merujuk pada perang siffin yang berakhir dengan peristiwa tahkim atau arbitrase.

Kelompok khawarij pada mulanya memendang Ali dan pasukannya berada di pihak yang bener kerena Ali merupakan khalifah sah yang dibai’at mayoritas umat islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenengan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerimah tipu licik ajakan damai Muawiyah, kemengan yang hampir diraih itu menjadi raib. 

Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. 

Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli Qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan pasukannya. 

Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim , yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan orang-orang khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan, “mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada disisi Allah.” Imam Ali menjawab, “itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Persoalan- persoalan yang terjadi dalam lapangan politik sebagaimana digambarkan di atas inilah yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi.

Harun nasution melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih tetap dalam islam. Khawarij sebagaimana telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Muawiyah, Amr bin Al-ash, Abu Musa al-Asy’ari, adalah kaf,ir berdasarkan firman Allah pada surat Al-Ma’idah ayat 44. 

Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam yaitu:
1) Aliran khawarij, menegaskan bahwa orangyang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2) Aliran murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3) Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerimah kedua pendapat diatas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetepi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah manzilatain (posisi di antara dua posisi).

Dalam islam, timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariyah dan jabariyah. menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun jabariyah, berpendapat sebaliknya manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan perbuatannya. Aliran Mu’tajilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional islam, terutama golongan Hambali, yaitu pengikut-pengikut majhab Ibn Hambal. Mereka yang menentang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang di pelopori Abu Al-hasan Al-Ash’ari (935 M). Di samping Ash’ariyah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran Mu’tajilah . aliran ini di dirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi (w.944 M). Aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-maturidiyah. 

Dari pembicaraan kaum khawarij tentang iman dan kufur yang dihubungkan dengan pelaku tahkim dan pelaku dosa besar , berbagai persoalan kalam lain terus bermunculan dan berkembang sehingga pada masa dinasti bani abbasiyah , masa khalifah Al-Mamun lahirlah disiplin ilmu yang terkenal dengan nama ilmu kalam. Disiplin ilmu ini diberi nama ilmu kalam karena antara lain: masalah yang hangat dibicarakan dan diperselisihkan oleh para mutakalimin pada masa pertama adalah masalah kalam Allah, Al-Qur’an atau dalam rangka memperkuat pendapat para mutakalimin (ahli ilmu kalam). Cara pembuktian para mutakalimin itu di namai ilmu kalam. Ilmu kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal di masa Nabi Muhammad. Maupun pada masa sahabatnya. Nanti ilmu ini dikenal pada masa-masa berikutnya, terutama setelah banyak orang membicarakan tentang kepercayaan terhadap alam ghaib (metafisika). Aliran-aliran Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah yang keduanya disebut Ahlussunah wal-jama’ah.

Persoalan teologi dalam umat islam memang bukan merupakan persoalan yang muncul sebagai teologis. Namun persoalan-persoalan teologi dalam umat islam muncul dikarenakan isu persoalan politik yang melahirkan peristiwa pembunuhan utsman bin Affan sebagai khalifah umat islam yang sah pada waktu itu. Dan dalam peristiwa pembunuhan tersebut yang terlibat langsung dalam umat islam. 

Memang fakta sejarah menunjukan persoalan pertama yang muncul dikalangan umat islam yang menyebabkan kaum muslimin terpecah dalam beberapa firqah (kelompok atau golongan) adalah persoalan politik dari masalah ini kemudian lahir sebagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda. 

Dari uraian diatas timbul sebuah pertanyaan kenapa sebab kemunculan ilmu kalam adalah persoalan politik?. Jawabanya karena nabi Muhammad disamping menjadi kepala agama juga menjadi kepala pemerintahan. Jadi tidak mengherangkan kalau masyarakat madinah pada waktu wafatnya Nabi Muhammad sibuk memikirkan penganti beliau untuk memimpin Negara yang baru lahir itu, sehingga penguburan jenazah Nabi Muhammad menjadi persoalan kedua bagi mereka. Sehingga timbulah soal khalifah, soal pengganti Nabi Muhammad sebagai kepala Negara. Dan mengapa urusan pemakaman jenazah Rasululloh menjadi soal kedua, karena pada saat itu terjadi kekosongan kepala Negara dan juga masalah siapa yang akan memimpin mengenai penguburan Jenazah Beliau.

Faktor-faktor munculnya Ilmu Kalam

Ada dua faktor yang menybabkan munculnya aliran dalam ilmu kalam, yaitu:
1. Faktor Internal 

Faktor internal adalah factor yang muncul dari dalam umat Islam sendiri yang dikarenakan:

a. Adanya kepentingan kelompok atau golongan 
Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran, sangat jelas, di mana Syi’ah sangat berlebihan dalam mencintai dan memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan Khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya.

b. Adanya kepentingan politik
Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik pada zaman khalifah Usman bin Affan yang menyebabkan wafatnya beliau, kepentingan ini bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk menata kehidupan. Karna Faktor politik juga dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran di lingkungan Umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah (khilafain), menjafi persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat Islam. Permasalahan ini dimulai ketika ketika Rasulullah meninggal dunia serta peristiwa terbunuhnya usman dimana antara golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar.

Berkenaan dengan itu, ulama, antara lain ‘Amir al-Najjar berkesimpulan bahwa penyebab tumbuh dan berkembangnya aliran kalam adalah pertentangan dalam bidang politik, yakni mengenai imamah dan khilafah.

c. Adanya pemahaman dalam Islam yang berbeda 
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al-Qur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadist.

d. Mengedepankan akal
Dalam hal ini, akal digunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, seperti aliran Mu’tazilah.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah Faktor yang muncul dari luar umat islam, Disamping faktor internal mendorong dan mempengaruhi kemnculan persoalan-persoalan kalam juga ada faktor eksternal berupa paham-paham keagamaan non muslim tertentu yang mempengaruhi dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam. Seperti:

a. Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam. Paham keagamaan non-islam yang dimaksudkan adalah paham keagamaan yahudi dan nasrani, yang mengatakan bahwa sejak islam tersebar luas, terjadi kontak dengan lingkungan lokalnya. Di Syiria misalnya, pemikiran islam mulai dipengaruhi oleh pemikiran Kristen Hellenistik, dan di Irak dipengaruhi oleh doktrin-doktrin Gnostik. Demikian pula pandangan Goldziher orang jerman yang ahli ketimuran dan ahli islam, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar aceh, yang mengatakan bahwa banyak ucapan dan cara berfikir kenasranian dimasukkan ke dalam hadits-hadits yang dikataakan berasal dari Nabi Muhammad.

b. Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah, perkara utama yang mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujah mereka yang menentangnya. Negeri-negeri Islam terdedah dengan semua pemikiran-pemikiran ini dan setiap kelompok berusaha untuk membenarkan pendapatnya dan menyalahkan pendapat kelompok lain. Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah melengkapkan diri mereka dengan senjata ilmu Falsafah, lalu Muktazilah telah mempelajarinya agar mereka dapat mempertahankan Islam dengan senjata yang telah digunakan oleh pihak yang menyerang.

c. Ahli-ahli Kalam memerlukan falsafah dan mantiq (ilmu logik), hingga memaksa mereka untuk mempelajarinya supaya dapat menolak kebatilan-kebatilan (keraguan-keraguan) yang ada di dalam ilmu berkenaan.


Kesimpulan

Dari pembahasan di atas maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Pada masa Nabi Muhammad SAW, umat islam bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat, diatasi dengan wahyu dan pada saat itu tidak ada peselisihan diantara mereka. Sebab kemunculan ilmu kalam di picu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifaan Ail bin Abi Thalib. 

Keteganggan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib memuncak menjadi perang siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim atau arbitrase. Sikap Ali yang menerimah tipu muslihat Amr bin Al-ash utusan dari pihak Mu’awiyah dalam tahkim tidak di setujui oleh sebagian tentaranya. Mereka memendang bahwa Ali telah berbuat salah sehingga meninggalkan barisannya. Dalam sejarah islam, mereka terkenal dengan nama khawarij. Yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri. Adapula sebagian besar yang tetep mendukung Ali.mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok syi’ah .

Adapun factor yang mempengaruhi munculnya ilmu kalam yaitu factor internal dan factor eksternal. 

Faktor internal adalah factor yang muncul dari dalam umat Islam sendiri seperti:
a) Adanya kepentingan kelompok atau golongan
b) Adanya kepentingan politik
c) Adanya pemahaman dalam Islam yang berbeda Perbedaan ini.

Dan faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar agama islam antara lain:
a) kibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam
b) Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah, perkara utama yang mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujah mereka yang menentangnya.‎
c) Ahli-ahli Kalam memerlukan falsafah dan mantiq (ilmu logik), hingga memaksa mereka untuk mempelajarinya supaya dapat menolak kebatilan-kebatilan (keraguan-keraguan) yang ada di dalam ilmu berkenaan.‎

 

Sejarah Perkembangan Ilmu Falak


Salah satu ilmu non agama Yang sangat besar sumbangannya bagi pelaksanaan tugas-tugas keagamaan dalam Islam adalah Ilmu Falak. Dengan ilmu ini saat-saat masuk dan keluarnya waktu-waktu sholat dapat di tentukan dengan akurat,dan penentuan awal bulan  puasa yang yang sering menjadi kontraversi di kalangan umat islam yang ada di Indonesia.

Pembahasan ilmu falak sangat banyak dan luas sebelum kita menginjak kedalam pembahasan yang lebih dalam marilah kita bahas pengertian , sejarah dan perkembangan serta kegunaan ilmu falak.
Menurut Syekh Zubair Umar Jaelany,Penemu pertama ilmu falak adalah Nabi Idris as.yang mana Allah SWT memberikan ilmu hikmah pada beliau dengan jalan memberikan pengetahuan mengenai rahasia-rahasia peredaran bintang dan susunan titik perkumpulan bintang-bintang di jagad raya‎. Hal ini berarti ilmu falak sudah ada sejak pada waktu itu. Atau bahkan ilmu falak sudah ada lebih awal sebelum adanya temuan falak itu sendiri. Suatu temuan baru biasanya merupakan suatu respon atau tanggapan berdasarkan persoalan yang muncul ditengah masyarakat itu.
Perkembangan ilmu Falak sangatlah dinamis. Dalam hal ini, perkembangan  ilmu falak dapat mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan yang ada. Ilmu falak merupakan salah satu kemajuan peradaban Islam di bidang intelektual. Dalam perjalanannya selama ini ilmu Falak hanya mengkaji mengenai persoalan-persoalan ibadah, seperti pengukuran arah kiblat, gerhana, penentuan waktu sholat dan awal bulan. Pada dasarnya cakupan ilmu Falak sangatlah luas. Namun, kebanyakan orang hanya menggunakannya untuk kepentingan ibadah.
Menurut bahasa (etimologi) falak artinya orbit atau lintasan benda-benda langit, sehingga ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit khususnya bumi,bulan dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan yang lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.

Ilmu ini disebut dengan ilmu falak, karna ilmu ini karena ilmu ini mempelajari lintasan benda-benda langit. Ilmu ini disebut pula dengan ilmu hisab, karna ilmu ini menggunakan perhitungan. Ilmu ini disebut pula dengan ilmu rashd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan. Ilmu ini sering pula disebut dengan ilmu miqat, karna ilmu ini ‎mempelajari tentang batas waktu. Dari istilah di atas, yang popular di masyarakat adalah ilmu falak dan ilmu hisab.
Dalam bahasa inggris ilmu falak di sebut juga “Astronomi”ilmu yang mempelajari bumi   secara umum .Jika di amati secara spesifik memang terdapat perbedaan yang signifikan antara ilmu falak dengan astronomi, dari sisi ruang lingkup bahasanya, astronomi mengkaji seluruh benda-benda langit, baik matahari, panet, satelit, bintang, galaksi, nabula dan lainnya. Sedangkan ilmu falak ruang linhkup pembahasannya hanya terbatas pada matahrari,bumi dan bulan. Itupun hanya posisinya saja sebagai akibat dari pergerakannya.hal ini karena perintah ibadah tidak bisa lepas dari waktu. Sedangkan waktu itu sendiri berpedoman pada peredaran benda-benda langit dan semua itu berhubungan dengan posisi. Dengan demikian,mempelajari ilmu falak sangatlah penting,sebab untuk kepentingan praktek ibadah.

Secara garis besar ilmu perbintangan dibagi menjadi dua.
1. Ilmu Falak (Astronomi) atau lebih dikenal oleh kalangan ilmuan Islam dengan sebutan Ilmu Hisab. 
2. Ilmu Nujum atau biasa disebut Astrologi.
ILMU HISAB
Hisab berasal dari bahasa arab yang berarti menghitung. Ilmu hisab disebut juga Astronomi, dari bahasa Yunani (astro=bintang; nomos=ilmu ) yakni ilmu perbintangan. Hisab juga biasa disebut dengan Falak artinya tempat jalannya bintang (garis edar benda-benda langit).
Firman Alloh didalam Al-Qur’an
 
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ. (الأنبياء 33)
 
Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Al-Anbiya’ 33)
 
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ.(يس 40)
 
Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yaasin 40)
 
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ. (يس 38)
 
Artinya : Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaasin 38)
Ilmu hisab adalah salah satu ilmu yang mempelajari perhitungan gerak benda-benda langit berdasarkan garis edarnya. Benda-benda langit yang dimaksud adalah matahari, bulan, planet dan lain-lainnya. Ilmu hisab yang akan kita bahas disini hanya sebatas ilmu hisab yang berhubungan dengan Ibadah-ibadah syar'I, yakni sekitar perjalanan matahari dan bulan yang notabene berhubungan dengan waktu sholat fardlu, penentuan arah qiblat, gerhana bulan maupun matahari serta awal bulan qomariyah.
Firman Alloh didalam Al-Qur’an
 
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ. (البقرة 189)
 
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji. (Al-Baqoroh 189)
 
أَلَمْ تَرَ إِلَى رَبِّكَ كَيْفَ مَدَّ الظِّلَّ وَلَوْ شَاءَ لَجَعَلَهُ سَاكِنًا ثُمَّ جَعَلْنَا الشَّمْسَ عَلَيْهِ دَلِيلًا (الفرقان 45)
 
Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu, (Al-Furqon 45)
 
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا (الإسراء 78)
 
Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al-Isro’ 78)
ILMU NUJUM
Sedangkan Ilmu Nujum atau disebut juga Astrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan kejadian-kejadian di bumi dengan posisi dan pergerakan benda-benda langit seperti matahari, bulan, planet maupun bintang. Ilmu nujum sudah berkembang sejak sekitar 4000 tahun yang lalu dimulai dari Mesopotania sebuah negeri di Timur Tengah lalu berkembang ke Eropa, Amerika serta Asia.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka astrologi pun turut berkembang. Pada awalnya astrologi dan astronomi merupakan satu kesatuan ilmu, namun pada abad 17 astrologi mulai dipisahkan dari astronomi dikarenakan metode yang digunakan para astrolog tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Didalam ilmu astrologi gerak-gerik manusia terkondisikan oleh gerak peredaran bintang-bintang di langit, menurut para ilmuan ini tidak bisa dimengerti dan tidak bisa dibuktikan secara empirik. Bahkan di Barat astrologi tidak hanya mendapat perlawanan dari para ilmuwan tapi juga gereja karena dianggap melanggar doktrin agama Kristen.
Termasuk di dalam ilmu nujum ini adalah Primbon Jowo, dimana didalamnya ramalan-ramalan nasib, hari baik, hari naas, nogo dino, dan lainnya. Ramalan tersebut biasanya berdasarkan hitung-hitungan neptu hari lahir atau terjadinya peristiwa atau berdasarkan jumlah nama dalam huruf abajadun dan tidak berdasarkan kaedah-kaedah ilmiah seperti hisab gerhana matahari. Ada banyak buku primbon jowo yang sekarang banyak beredar, diantaranya, Ramalan Joyoboyo, Betajemur Adamakna, Kunci Betaljemur, Ajimantrawara, dan lain-lainya.
Ilmu hisab dalam arti ilmu nujum itulah yang haram dipelajarinya, dalam arti mempelajari untuk dipercayai, kalau tidak untuk dipercayai maka hukumnya makruh.
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيْمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 
Artinya : Dari Abu Hurairah berkata, Rosululloh SAW bersabda "Barang siapa mendatangi tukang ramal (jawa : juru bade) atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, maka yang demikian itu mengingkari terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
HUKUM MEMPELAJARI ILMU HISAB
Ilmu hisab erat kaitannya dengan ibadah-ibadah syar'iyah seperti sholat, zakat, puasa, haji. Dengan ilmu hisab kita bisa menentukan arah qiblat, mengetahui hak waris jika diantara pewaris dan ahli waris meninggal dalam waktu yang hampir sama.
Bagaimana hukumnya mempelajari ilmu hisab?.
1. Wajib jika ilmu hisab tersebut berhubungan dengan waktu-waktu sholat, arah qiblat, jatuh temponya zakat serta awal bulan. Fardlu ain jika tidak ada yang menguasi ilmu hisab dan fardlu kifayah jika diantara kita sudah ada yang bisa ilmu hisab.
2. Sunnah jika berhubungan dengan cuaca buruk, baik di darat maupun di lautan.
3. Haram jika bersifat ramalan semata seperti meramal nasib seseorang, meramal akan datangnya hujan atau angin puyuh dengan tanpa sebab-sebab yang ilmiyah. Apabila memprediksi datangnya hujan berdasarkan adanya tanda-tanda seperti mendung dan lainnya-lainnya maka tidak haram.
 
SEJARAH ILMU HISAB
 
Ilmu hisab atau falak, merupakan ilmu yang sudah tua, yang dikenal oleh manusia, bangsa-bangsa mesir, mesopotamia, babilonia dan tiongkok, sejab abad ke-20 sebelum masehi telah mengenal dan mempelajari ilmu falak ini. yang dikenal dengan ilmu perbintangan. Menurut suatu riwayat, pembagian sepeken (seminggu) atas tujuh hari, adanya sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu
Pada bagian awal sejarahnya, astronomi hanya pengamatan dan ramalan gerakan benda di langit yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Kemudian sekitar abad ke-12 SM, di negeri Tiongkok, ilmu falak telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan. mereka telah mampu menghitung kapan akan terjadinya gerhana, serta menghitung peredaan bintang-bintang.
Sekitar abad ke-4 SM, di negeri Yunani yang berada di zaman keemasannya ilmu pengetahuan, ilmu falak telah mendapat kedudukan yang sangat penting dan luas.
Pada abab ke-2 Masehi, seorang ahli bintang di Iskandaria (mesir) keturunan Yunani, yang bernama Claudius Ptolomeaus (90-168 M.) telah berhasil menghimpun pengetahuan tentang bintang-bintang dalam suatu naskah yang disebut Tabril Magesthi. Naskah ini kemudian tersebar keseluruh dunia dan dijadikan dasar sebagai pedoman ilmu perbintangan selanjutnya. Ptolomeaus berpendapat, bahwa bumi tidak bergerak dan bumi dikelilingi oleh bulan, matahari dan planet-planet lainnya. Kemudian, sekitar tahun 325 Masehi, naskah itu diperluas oleh Theodoseus Keizer di Roma dan pada abad ke-9, naskah itu telah disalin orang ke dalam bahasa arab.
Umat Islam pertama kali terlibat secara aktif dibidang ilmu falak pada zaman Khalifah Umaiyah. Tokoh ilmu falak yang terkenal ialah Khalid bin Yazid Al-Amawi (meninggal 85H/704 M). Beliau dikenal dengan nama Hakim Ali Marwan.
Di zaman Abbasiah, Khalifah Abu Jaffar Al-Mansor (754-775) adalah khalifah yang pertama memberi perhatian kepada kajian ilmu falak. Baginda mengeluarkan banyak belanja untuk penyelidikan dalam bidang ilmu falak, mendirikan sekolah astronomi di kota Baghdad. Khalifah sendiri termasuk, termasuk salah seorang ahli astronomi. Di bawah pemerintahan pengganti-penggantinya, Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun sekolah itu menghasilkan karya-karya penting, teori-teori kuno diperbaharui, beberapa kesalahan Ptolomeus diperbaiki. Hasil observasi yang dilakukan oleh sekolah di Baghdad telah dicatat dalam tabel yang diperiksa dengan teliti.
Pada saat itu, kitab kitab astronomi dari Yunani banyak diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian yang akhirnya menghasilkan teori-teori baru. Dari sini muncul tokoh hisab di kalangan umat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu Al-Khwarizmi dengan Kitab al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Buku ini sangat mempengaruhi pemikiran cendekiawan–cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Robert Chester pada tahun 535 H/ 1140 M dengan judul Liber algebras et almucabala, dan pada tahun 1247 H/ 1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Frederic Rosen.
Perkembangan kajian ilmu falak berkembang pada zaman khalifah Al-Mansor. Usaha menterjemahkan buku Sdihanta dari bahasa Sanskrit ke Bahasa Arab dilakukan oleh Mohammad Al-Fazari yang kemudian ia diberi judul “Al-Sindhindin Al-Kabir”. Buku ini menjadi panduan utama kepada orang-orang arab dalam mengkaji ilmu falak hingga ke zaman Al-Makmun.
Mohammad Al-Fazari merupakan orang Islam yang pertama mencipta Astrolabe (jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang). Buku ini telah disalin ke bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Johannes de Luna Hispakusis. Buku terjemahan ini telah digunakan oleh universitas-universitas Eropa untuk mengejar Ilmu Bintang.‎
Dari sinilah orang-orang Barat pertama kali mengetahui benda-benda di cakrawala.
Tokoh-tokoh Ilmu Falak Islam di zaman Abbasiah lainnya ialah Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa, Thabit bin Qurrah, Al-Battani. Di zaman Al-Makmun juga telah didirikan sebuah observatorium yang digunakan untuk mengukur daya cahaya matahari. Di zamannya juga ahli falak berjaya mengukur lingkaran bumi di sebuah observatorium yang didirikan di Bukit Gaisun di Damsyek. Di zamannya juga observatorium juga didirikan di Bukit Qaisun. Di Damsyik. Di zamannya juga telah diterjemahkan Alomagest karangan mengenai Ptolemeus ke bahasa Arab. Ahli falak Islam juga telah mengamati equinox, gerhana, bintang berekor (komet) dan lain-lain
Di samping itu Al-Battani (wafat kira-kira 930 M / 317H) telah melakukan penyelidikan tentang perbintangan sejak tahun 877 hingga 918M dan bukunya yang telah disalin ke bahasa Latin disusun semula dalam bahasa Arab oleh Nallino (tahun 1903M). Al-Battani telah membagi sehari menjadi 12 jam yang digunakan sekarang oleh tukang-tukang jam di Eropa. Beliau juga telah berjaya mengkalkulasi setahun sama dengan 356 hari, 5 jam 46 saat dan 24 detik.
Al-Battani menduduki tempat tertinggi di kalangan Ahli Bintang dan dikatakan peranannya di kalangan umat Islam sama dengan peranan Ptolemeus di kalangan orang-orang Yahudi. Di zaman-zaman seterusnya lahir tokoh-tokoh Islam yang meneruskan kajian-kajian yang dilakukan oleh al-Battani dan tokoh-tokoh lain dan telah menghasilkan berbagai penemeuan dalam bidang Ilmu Falak.
 
Tokoh-tokoh lain yang ikut membangun dan mengembangkan ilmu hisab, diantaranya:
1. Abu Ma'syar al-Falaky (272 H/ 885 M) menulis kitab yang berjudul Haiatul Falak.
2. Abu Raihan al-Biruni (363-440 H/973-1048 M) yang hidup di zaman Sultan Mahmud al-Ghaznawi dengan kitabnya Qanun al-Mas'udi, al-Athar al-Baqiah yang diterjemah-kan kedalam bahasa Inggris oleh Dr. Sachan
3. Nasiruddin at-Tusi (598-673 H/1201-1274 M) yang hidup di zaman Hulagu Khan seorang Raja Monggol dengan karya monumentalnya at-Tadzkirah fi 'Ilmi al-Haiah,
4. Abdurrahman Ibnu Abu Al- Hussin Al Sufi (Ibnu Sufi),
5. Abu Yousouf Yaqub Ibnu Ishaq al-Kindi (Al Kindi),
6. Abu Abdullah Mohammad Ibnu As-Syarif Al-Idrisi (Al-Idrisi), 
7. Mohammad Taraghay ibnu Shah Rukh as-Samarqondi (Ulugh Beg) (797-853 H/1394-1449 M) yang menyusun Zij Sulthani. 
8. Umar al-Khayyam dan Abdul Rahman al-Hazimi yang hidup di zaman Kerajaan Turki Saljuk.
Karya-karya monumental tersebut sebagian besar masih berupa manuskrip dan kini tersimpan di Ma'had al-Makhtutat al-'Arabiy Kairo-Mesir.
Dari tokoh-tokoh ilmu hisab Islam tersebut, yang termasyhur adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi (770-840 M) atau yang dikenal dengan sebutan Al Khawarizmi. Ilmuwan yang berjasa besar dalam memajukan ilmu pengetahuan ini lahir di Khawarizm (Kheva), kota di selatan sungai Oxus (kini Uzbekistan) pada tahun 770 M. Kedua orang tuanya kemudian pindah ke sebuah tempat di selatan kota Baghdad (Irak), ketika ia masih kecil. Al-Khawarizmi hidup di masa kekhalifahan bani Abbasiyah, yakni Al Makmun, yang memerintah pada 813-833 M. Dialah yang memplopori pembuatan Rubu' al-Mujayyab yang dikembangkan oleh Ibnu Shatir dari Syiria (abad ke 11).
Astronom muslim lainnya yang sangat berjasa dalam penemuan rumus Trigonometri adalah Abul Wafa Muhammad bin Muhammad bin Yahya bin Ismail bin Abbas al-Buzjani. Ia terlahir di Buzjan, Khurasan (Iran). Trigonometri berasal dari kata trigonon = tiga sudut dan metro = mengukur. Ini adalah adalah sebuah cabang matematika yang berhadapan dengan sudut segi tiga dan fungsi trigonomeri seperti sinus, cosinus, dan tangen.
Di antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim, hanya 24 tokoh saja yang diabadikan di kawah bulan dan telah mendapat pengakuan dari Organisasi Astronomi Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu resmi diakui IAU sebagai nama kawah bulan secara bertahap pada abad ke-20 M, antara tahun 1935, 1961, 1970 dan 1976. salah satunya Abul Wafa.
Kebanyakan, ilmuwan Muslim diabadikan di kawah bulan dengan nama panggilan Barat. Abul Wafa adalah salah satu ilmuwan yang diabadikan di kawah bulan dengan nama aslinya.
TOKOH TOKOH HISAB INDONESIA
Dalam perkembangannya ilmu hisab banyak dikuasai oleh para ulama, termasuk ulama–ulama nusantara. Banyak tokoh-tokoh hisab di bumi nusantara ini yang berjasa besar terhadap perkembangan hisab di Indonesia. 

Diantara tokoh-tokoh tersebut yaitu :
1. Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Ulama kelahiran Agam Sumatera Barat ini berjasa besar mengembangkan hisab di Indonesia di abad 19-20 M. Karya beliau yang masyhur adalah al-Hussab dan Alam al-Hussab serta Raudhatul Hussab fi A'mali Ilmil Hisab. Beliau wafat di Makkah pada tahun 1334 H./1916 M.
2. KH. Achmad Badawi, Kuaman Yogyakarta, pengarang kitab Djadwal Waktu Sholat se-lama2nja dan kitab Tjara Menghitoeng Hisab Haqiqi Tahoen 1361 H, Hisab Haqiqi, dan Gerhana Bulan.
3. KH. Manshur bin Abdul Hamid, Ulama hisab kelahiran Jakarta ini bernama lengkap Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Damiri bin Abdul Muhid bin Tumenggung Tjakra Jaya ( Mataram, Jawa). Karya beliau yang mashur adalah Sulamun Nayyiraini dan Mizanul ’Itidal. Kedua kitab sampai sekarang banyak dipelajari di dalam pesantren pesantren salaf. Data data didalam kitab tersebut masih menggunakan system Abajadun.
4. Kyai Abu Hamdan Abdul Jalil al-Kudusi dengan kitabnya yang terkenal Fathur Raufil Mannan.
5. Syeh Alamuddin Muhammad Yasin al-Padangy dengan karyanya Muhtasarul Muhaddab.
6. K.H. Zubair Umar Al-Jaelani dari Salatiga dengan kitab Al-Khulashah Al-Wafiyah, Fii Al-Falakiy Bi Jadwaali Al-Lughoritmiyyah.
7. KH. Ma’shum Ali, Seblak Jombang, Ahli hisab kelahiran Maskumambang Gresik ini bernama lengkap Muhammad Ma’shum bin Ali bin Abdul Jabbar Al-Maskumambangi. Karya beliau dalam ilmu hisab ialah Ad-Durus Al-Falakiyah dan Badi’atul Mitsal. Sampai sekarang kedua kitab ini banyak dipelajari di pesantren-pesantren salaf.
8. KH. Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, Kudus Jawa Tengah, terkenal dengan Penanggalan Menara Kudusnya.
9. Saadoe’ddin Djambek, Ahli hisab dari Minangkabau ini terkenal dengan kitabnya yang berjudul 1. Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan Bumi, Bulan dan Matahari. 2. Almanak Djamiliyah. 3. Perbandingan Tarich. 4. Pedoman Waktu Sholat Sepanjang Masa. 5. Sholat dan Puasa di daerah Kutub. 6. Hisab Awal bulan Qamariyah.
10. K.R.T. Wardan Diponingrat, Ahli hisab dari Kauman Yogyakarta ini terkenal dengan kitabnya yang berjudul Umdatul Hasib, Persoalan Hisab dan Ru’jat Dalam Menentukan Permulaan Bulan, Hisab dan Falak, dan Hisab Urfi dan Hakiki.
11. Muhammad Hasan Asy’ari Al-Pasuruani dengan karyanya Muntaha Nataijil Aqwal.
12. KH. Moh. Kholil Blandongan Gresik dengan karyanya Wasilatut Tullab
13. KH. Abdul Fattah Kauman Gresik dengan karyanya Mudzakkirotul Hisab
14. KH. Romli Hasan Kemuteran Gresik dengan karyanya Risalah Falakiyah dan Imla’ Falakiyyah
15. Ridlwan Sedayu Gresik dengan karyanya Taqribul Maqsud
16. KH. KH. Noor Ahmad Shadiq bin Saryani al-Jepara Jawa Tengah dengan kitabnya yang masyhur Nurul Anwar.
17. KH. Zubair Abdul Karim dari Bungah Gresik dengan kitabnya Ittifaqu Dzatil Baini.
18. KH. Achmad Ghozali, Lanbulan Sampang Madura dengan karang kitabnya : 1. Faidlul Karim, 2. Bughyatur Rofiq, 3. Anfa’ul Wasilah, 4. Irsyadul Murid, 5. Tsamarotul fikar, 6. Taqyidat
19. Dan lain-lain
KLASIFIKASI HISAB
Secara garis besar perhitungan hisab rukyat awal bulan itu ada dua, yakni hisab Urfi dan Hakiki.
Hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Perhitungan hisab Urfi ini bersifat tetap, umur bulan tetap pada setiap bulannya kecuali bulan Dzulhijjah. Bulan yang ganjil; gasal berumur 30 hari sedangkan bulan yang genap berumur 29 hari. Dengan demikian bulan Romadlon sebagai bulan kesembilan (ganjil) dari bulan Hijriyah selamanya akan berumur 30 hari. Sehingga hisab urfi ini tidak dapat digunakan untuk menentukan awal bulan Qomariyah secara syar’i
Dengan kata lain hisab urfi adalah hisab matematik dan bukan hisab astronomik. Termasuk dalam kelompok hisab ini adalah Kalender Jawa Sultan Agung Mataram/kalender Jawa.
Hisab Urfi ini dimulai sejak ditetapkannya oleh Kholifah Umar bin Khottob r.a. pada tahun 17 Hijriyah sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam.
Hisab hakiki berdasarkan pada perhitungan peredaran bulan mengelilingi Bumi dan mempertimbangkan posisi bulan/hilal yang sebenarnya terhadap ufuk/horison. 
Hisab Haqiqi ini terbagi menjadi 3 tingkatan :
1. Hisab Haqīqī Taqrībī. 
2. Hisab Ңaqīqī Tahqīqī.
3. Hisab Hakiki Tadqiqi/kontemporer.
1. Hisab Haqiqi Taqribi :
Metode perhitungan posisi Bulan berdasarkan gerak rata-rata Bulan mengelilingi Bumi, sehingga hasilnya merupakan perkiraan atau mendekati kebenaran(aproksi). Hisab ini kebanyakan berdasarkan acuan data Zeij (tabel astronomi) Ulugh Beik (1449 M) yang berdasarkan teori Geosentris (bumi sebagai pusat tata surya). Secara ilmiah teori ini(geocentris) telah gugur setelah Nicolas Copernicus (1473-1543 M) menemukan teori Heliosentris, bahwa Mataharilah pusat tata surya dan bukan Bumi sebagaimana yang diyakini sebelumnya.
Metode ini perhitungannya hanya menggunakan penjumlahan dan pengurangan sederhana dan belum menggunakan rumus segitiga bola (spherical trigonometry). Perhitungan tinggi hilal kedua hisab tersebut hanya berdasarkan saat Maghrib dikurangi saat Ijtimak lalu dibagi dua tanpa mempertimbangkan lintasan bulan dan lintang tempat sehingga ketika posisi bulan jauh dari ekliptika tidak sesuai kenyataan di lapangan saat observasi hilal awal bulan hijriyah.
Termasuk hisab haqiqi taqribi adalah :
1. Sullam an-Nayyiran (سلم النيرين) karya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin Muhammad Habib bin Abdul Muhit bin Tumenggung Tjakra Jaya Al-Batawi.
2. Fath ar-Rauf al-Mannan (فتح الرؤوف المنان) karya Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abdul Hamid al-Kudusi.
3. Al-Qawa’idul Falakiyyah (القواعد الفلكية) karya Abdul Fattah at-Thukhi al-Falaky Al-Mishri
4. Asy-Syamsu wal Qamar bi Husban (الشمس و القمر بحسبان) karya Anwar Katsir al-Malangi
5. Tadzkiratul Ikhwan (تذكرة الاخوان) karya Kyai Dahlan al-Semarangi
6. Wasilatut Tullab karya (وسيلة الطلاب) karya KH. Kholil Blandongan Gresik
7. Risalatul Falakiyah (رسالة الفلكية) karya Kyai Romli Hasan Kemuteran Gresik
8. Jadawilul Falakiyyah (جداويل الفلكية) KH. Qusyairi al-Pasuani
9. Risalatul Qamarain (رسالة القمرين) karya Kyai Nawawi Muhammad Yunus al-Kediri
10. Risalatu Syamsil Hilal (رسالة شمس الهلال) KH. Noor Ahmad bin Shadiq bin Saryani al-Jepara
11. Faidul Karim (فيض الكريم) karya KH. Achmad Ghozali Lanbulan Sampang Madura
12. Dan lain-lain
2. Hisab Haqiqi Taqiqi :
Metode perhitungan posisi Bulan berdasarkan gerak bulan yang sebenarnya. Dalam rumus perhitungannya metode ini sudah menggunakan kaedah ilmu ukur segitiga bola atau spherical trigonometry sehingga hasilnya cukup akurat. 

Metode ini menggunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan menggunakan perhitungan yang relatif lebih rumit dari Hisab Tahqiqi Taqribi.
Perhitungan irtifa’ hilal (tinggi hilal), metode ini sudah mempertimbangkan nilai deklinasi bulan, sudut waktu bulan dan lintang tempat dan dikoreksi dengan Parallaks bulan, refraksi, semi diameter bulan.
Adapun kitab-kitab yang termasuk ke dalam kategori Hisab Haqiqi Tahqiqi sebagai berikut:
1. Al-Mathla’us Sa’id (المطلع السعيد) karya Syekh Husain Zaid Mesir
2. Al-Manahijul Hamidiyyah (المناهيج الحميدية) karya Abdul Hamid Mursi Mesir
3. Al-Khulashatul Wafiyyah (الخلاصة الوفية) karya K.H. Zubair Umar Al-Jaelani Salatiga
4. Muntaha Nata’ijil Aqwal (منتهى نتائج الأقوال) karya Muhammad Hasan Asy’ari Al-Pasuruani
5. Badi’atul Mitsal (بديعة المثال) karya KH. Ma’shum Ali Seblak Jombang
6. Hisab Haqiqi (حساب حقيقي) karya Ki Wardan Dipo Ningrat
7. Menara Kudus (منارا قدوس) karya KH. Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi
8. Ittifaqu Dzatil Bain (اتفاق ذات البين) karya KH. Zubair Abdul Karim Bungah Gresik
9. Nurul Anwar (نور الأنوار) karya KH. Noor Ahmad Shadiq bin Saryani al-Jepara
10. Irsyadul Murid (ارشاد المريد) dan Tsamarotul Fikar (ثمرات الفكر) karya KH. Achmad Ghozali Lanbulan Sampang Madura
11. Dan lain-lain
3. Hisab Haqiqi Tadqiqi :
Disebut juga dengan hisab asri/kontemporer. Metode perhitungan hisab ini sama dengan hisab Haqiqi Tahqiqi akan tetapi sudah menggunakan data yang up to date sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi.
Berbasiskan ilmu astronomi modern dengan koreksi dan data-data empirik yang baru serta delta T (angka ralat) dari hasil penelitian para astronom.
Dalam menghitung irtifa’ hilal, metode ini sudah memasukkan unsur refraksi (pembelokan cahaya karena obyek mendekati ufuk), Aberasi (pembiasan cahaya), Dip (perubahan sudut karena faktor tinggi pengamat), kelembaban udara serta kecepatan angin.
Adapun kitab-kitab /metode yang termasuk ke dalam kategori Hisab Haqiqi Tadqiqi atau kontemporer adalah sebagai berikut:
1. Astronomical Algorithms, oleh Jean Meeus, Belgia 
2. Accurate Time karya Moh. Odeh ketua ICOP 
3. VSOP87
4. ELP2000
5. EW Brown
6. Almanak Nautika
7. Staryy Night
8. Ascript 
9. Astro Info
10. Ephemeris Hisab Rukyah, oleh Depag RI
11. Hisab Awal Bulan, oleh Sa’adoeddin Djambek, Jakarta
12. New Comb, oleh LAMY, Yogyakarta
13. Irsyadul Murid (ارشاد المريد) karya KH. Achmad Ghozali Lanbulan Sampang Madura
14. Al-Falakiyah karya Sriyatin Shadiq
15. Dan lain-lain.‎

 

Sejarah Masuk Islam nya Prabu Browijoyo V


Ketika genderang perang sudah ditabuh oleh Prabu Girindrawardhana Raja Kediri untuk kesekian kalinya ke Kutaraja Trowulan, hati Sang Prabu Brawijaya V menjadi luluh. 'Perang hidup-mati' antara pasukan Kediri degan Majapahit yang identik dengan Perang Bratayudha Jayabinangun pun pecah di daerah Jingga, dekat Kutara Trowulan. Karena banyak para adipati atau tumenggung yang mbelot dan bergabung dengan Prabu Girindrawardhana, tak ayal prajurit Majapahit pun keteteran menghadapi prajurit Kediri, sedang sebagain yang lain meregang nyawa.

Ya..., Istana Majapahit telah tumbang! Peristiwa itu ditandai dengan candrasengakala; "Sirna Ilang Kertaning bhumi" yang mengisyaratkan tahun 1400 saka atau 1478 M.

"Sudahlah Putraku!" demikian kata Prabu Brawijaya V kepada Raden Patah, "soal keyakinan janganlah dipaksa-paksakan!Silahkan kalian menjadi seorang Muslim yang baik, tetapi biarlah Ramandamu ini tetap menjadi penganut Budha."

Pasca lengser keprabon dari tahtanya, Prabu Brawijaya V mengajak dua orang abdi kinasihnya Sabda Palon dan Naya Genggong pergi ke Gunung Lawu di kawasan Argo Lawu untuk menggapai kasampurnan atau moksa dengan menjalani dharma, yakni bersemadi atau tapa brata.
Berhasilkah Prabu Brawijaya V menggapai cita-citanya, moksa?
Dan, berhasil pulakah upaya Raden Patah 'mengislamkan' Ramandanya Prabu Brawijaya V melalu 'jago' atau utusannya, Sunan Kalijaga?

Dialog Sunan Kalijogo dengan Prabu Browijoyo 

Sunan Kalijaga berkata “Namun lebih baik jika Paduka berkenan berganti syariat rasul, dan mengucapkan asma Allah. Akan tetapi jika Paduka tidak berkenan itu tidak masalah. Toh hanya soal agama. Pedoman orang Islam itu syahadat, meskipun salat dingklak-dingkluk jika belum paham syahadat itu juga tetap kafir namanya.”
Sang Prabu berkata, “Syahadat itu seperti apa, aku koq belum tahu, coba ucapkan biar aku dengarkan “

Sunan Kalijaga kemudian mengucapkan syahadat, asyhadu ala ilaha ilallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, artinya aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Kanjeng Nabi Muhammad itu utusan Allah. “
Sunan Kalijaga berkata banyak-banyak sampai Prabu Brawijaya berkenan pindah Islam, setelah itu minta potong rambut kepada Sunan Kalijaga, akan tetapi rambutnya tidak mempan digunting. Sunan Kalijaga lantas berkata, Sang Prabu dimohon Islam lahir batin, karena apabila hanya lahir saja, rambutnya tidak mempan digunting. Sang Prabu kemudian berkata kalau sudah lahir batin, maka rambutnya bisa dipotong.

Sang Prabu setelah potong rambut kemudian berkata kepada Sabdapalon dan Nayagenggong,
“Kamu berdua kuberitahu mulai hari ini aku meninggalkan agama Buddha dan memeluk agama Islam. Aku sudah menyebut nama Allah yang sejati. Kalau kalian mau, kalian berdua kuajak pindah agama rasul dan meninggalkan agama Buddha.”

Sabdo Palon Nayagenggong Ternyata Bukan Manusia atau jin Namun Hanya Sebuah Kitab

saya menambahkan mengenai Sabdo Palon Nayagenggong. Sabda : ucapan/berita/tulisan/ajaran. Palon : Semesta/alam/Dunia Macro cosmos dan Micro cosmos. Nayagenggong : untuk kesejahtearaan,kedamaian dan kesatuan.

saya tidak sependapat Sabdo Palon adalah seorang manusia, sabdopalon adalah sebuah kitab yang dibuat oleh Beliau yang berjulukan Beliau yang kesepuluh.
isi buku tersebut adalah mengupas semua kitab suci yang diturunkan Allah melalui Nabi. Jadi Kitab Sabdopalon adalah kitab tersirat dari segala kitab suci allah. jadi bukan seperti yang beredar sekarang.kita harus waspada terhadap pengadu domba/pemfitnah.    

Sang Prabu  ketika meninggalkan Istana beliau bersabda bahwa agama islam diperkenankan menebarkan agama islam dengan catatan bila agama islam tersebut tidak menjadikan agama yang menjadikan umatnya,damai,sejahtera dan bersatu dan saling menghormati agama lain aku akan menagih janji kepada para ulama dan pemimpin bangsa nusantara.dengan aku memimpin rakyat kecil turun menuju kota besar untuk meminta keadilan, kesejahteraan,kedamaian. kemunculan aku dengan tandanya para sepuh akan turun gunung,gunung gunung meletus, bencana alam dan manusia dimana-mana.‎cerita mengenai dialog Prabu Brawijaya V dengan seseorang yang tidak mau masuk Islam adalah dimana Prabu Brawijaya V menerima putra mahkota Majapahit (pengganti Brawijaya V) dimana sang putra mahkota menolak mengganti ayahandanya Brawijaya V dengan alasan Putra mahkota tidak mau kerajaan yang beragama Hindu sebagai agama kerajaan diganti agama kerajaan menjadi agama Islam. sehingga Putra mahkota tersebut bergelar Raden Gugur dan beliau menjadi Pertapa di gunung Lawu .

Dengan kepergian Putra mahkota/raden gugur Prabu Brawijaya V menjadi gundah/bingung sehingga beliau mencari pendapat siapakah kelak pengganti dirinya,intrik istanapun berkerja.beliau mendapat berita bahwa Raden Patah sedang memimpin penyerbuan ke Madjapahit. sehingga Prabu Brawijaya pergi meninggalkan Istana menuju ke Blambangan untuk minta bantuan dari kerajaan dari Bali. sementara kedatangan raden rahmat adalah utusan raden patah yang akan menghadap Ayahnya Prabu Brawijaya tetapi dijalan dihadang oleh kelompok yang ingin merebut kekuasaan kerajaan. sehingga raden patah mendapat berita bahwa ayahnya sedang mendapat tekanan/kudeta sehingga mengirim pasukan untuk membebaskan ayahnya,sementara Prabu Brawijaya V mendapat berita bahwa anaknya akan menyerbu Kerajaan Madjapahit.

Dalam pelarian Prabu Brawijaya, Raden Said(Sunan Kalijaga) menyusul Prabu BrawijayaV. terjadilah pertemuan di Blambangan, dimana Raden Said menghentikan niat Prabu Brawijaya V meminta bantuan dari kerajaan di Bali.
dimana dialog tersebut.tersebut Raden Said mengatakan kepada Prabu Brawijaya V. bahwa yang datang ke Madjapahit adalah Putra beliau sendiri yang bernama Raden Patah. dan raden patah tidak bermaksud menguasai kerajaan tetapi ingin membebaskan Prabu dari tangan pemberontak. setelah Prabu Brawijaya V mendengar penjelasan dai Raden Said. maka beliau tidak jadi menyeberang ke Bali dan ingin kembali ke Madjapahit. kemudian Prabu Brawijaya minta pendapat kepada Raden said. siapakah yang berhak menjadi pengganti Prabu Brawijaya V, oleh Raden Said diusulkan Raden Patah(anak Prabu Brawijaya v dengan Putri Cina) kemudian disetujui oleh Prabu Brawijaya V.Raden Said(Sunan Kalijaga) kemudian meminta kesediaan untuk Prabu Brawijaya V Masuk agama islam untuk membuktikan pengakuan Raja telah menyetujui Raden Patah menjadi pengganti Prabu Brawijaya V dan agama kerajaan Madjapahit menjadi agama Islam. 

Prabu Brawijaya V menyetujui kemudian Raden Said men Baiat Prabu dengan 2 kalimat syahadat. Prabu Brawijaya V meminta kepada Raden Said khusus untuk Membaca 2 Kalimat Syahadat, Prabu Brawijaya V mau melakukan tetapi tanpa asyhadu(saya bersaksi).dimana intinya Prabu Brawijaya V tidak berani dan sanggup yang disebabkan faktor usia dan ketidak sanggupan Prabu Brawijaya melaksanakannya. dimana kata asyhadu (bersaksi kepada tuhan) adalah sangat berat , terjadilah dialog yang sangat panjang. yang diakhiri oleh suatu percakapan dimana Prabu Brawijaya V mengatakan kepada Raden Said (Sunan Kalijaga) bila beliau salah dalam mengucapkan 2 kalimat syahadat tanpa asyhadu maka air danau tempat saya mengucap menjadi bukti besok bila wangi maka permohonan saya dikabulkan oleh Allah SWT. dan bila besok air danau ini bau anyir maka saya mengulangi membaca 2 kalimat syahadat dengan asyhadu. ternyata keesokan harinya air danau terebut berbau wangi “Kuasa Allah amat mulia dan meliputi semuanya” dan sekarang disebut kota Banyuwangi.
dalam perjalanan pulang Sunan Kalijaga mengiringi Prabu Brawijaya V dan tiada hentinya Sunan Kalijaga dan Prabu Brawijaya V membicarakan agama Islam.

Sesampai kembali di Kerajaan Madjapahit Prabu Brawijaya menanyakan kepada Sunan Kalijaga tentang keberadaan Raden Patah rupanya Takdir berkata lain Raden Patah ketika ditanyakan keberadannya oleh Prabu Brawijaya V berhalangan/bersimpangan jalandan ketika terakhir kali ditanyakan oleh Prabu Brawijaya V kepada Raden Said duduk disebelah Raden Said seorang pemuda yang ditanyakan oleh Prabu Brawijaya V siapakah dia dan Raden Said menjawab ia adalah Bondan Kejawen putra Prabu juga. sehingga Prabu mengucapkan kepada Raden Said bahwa Raden Patah akan memimpin Kerajaan Islam pertama di nusantara dan kerajaan tersebut hanya satu periode(Demak) dan sebagai penerus kerajaan nusantara adalah keturunanku yang lain dari Bondan Kejawan.

Karena Usia Prabu Brawijaya V sudah Lanjut dan beliau wafat tidak dapat bertemu juga dengan Raden Patah.dan pesan Prabu Brawijaya V makam ku dinamakan “Makam Putri Cempa”

Wasiat terakhir Sang Prabu Browijoyo V

Syahid, sepeninggalku, kamu harus bisa momong anak-cucu-ku. Terutama aku titipkan anak ini (Raden Bondhan Kajawan). Momonglah dia hingga seluruh keturunannya. Jika memang nanti ada keberuntungan baginya, kelak anak inilah yang akan menurunkan lajere tanah Jawa.Dan lagi pesanku kepadamu, jikalau nanti aku sudah berpulang ke zaman keabadian, makamkan aku di Majapahit, buatkanlah aku makam di sebelah timur laut Kolam Segaran. Namailah makamku "Sastrawulan". Dan sebarkan berita bahwasanya yang dimakamkan di situ adalah istriku, Putri Cempa.

Sastra bermakna tulisan, wulan bermakna pelita dunia (rembulan). Ini melambangkan keutamaanku yang hanya seperti rembulan (tidak ajek seperti matahari). Jika masih ada cahaya rembulan, kelak, biar semua orang Jawa tahu bahwa saat diriku mangkat, aku telah memeluk agama Islam. Dan aku meminta kepadamu agar kelak kamu mengabarkan bahwa yang dimakamkan di sana adalah Putri Cempa, bukan aku, sebab aku telah dianggap seperti wanita (disepelekan) oleh anakku sendiri, tidak lagi dianggap sebagai lelaki, hingga sedemikian teganya dia menyia-nyiakan ayahnya sendiri.

Selesai memberikan wasiat, Sang Prabu segera bersedekap, lalu meninggal dunia. Jenazahnya lantas dimakamkan di Astana Sastrawulan, Majapahit. Hingga hari ini, makam Prabu Brawijaya terkenal sebagai makam Putri Cempa. Padahal, Putri Cempa meninggal di Tuban, makamnya berada di Karang Kumuning.‎

 

Sejarah Laksamana Cheng Ho


Sekitar tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal Tiongkok pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu prasasti di sebuah kota di Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan mengisahkan jejak perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan tangguh bernama Cheng Ho atau Zheng He.

Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.

Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia mengungkapkan, ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya samudera biru. Tak hanya itu, ekspedisi arung samudera yang dilakukan Cheng Ho juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.

Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho. Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya mencapai 35 ribu mil.

Dalam batu prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho mengatakan bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak.

Pada ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang.

Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu, secara khusus Cheng Ho menumpangi ‘kapal pusaka’. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.

Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka’ itu mencapai 2.500 ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya, keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi berikutnya.

”Cheng Ho terlahir sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina,” ungkap Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.

Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13 tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga Pangeran Zhu Di – anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan khusus Pangeran Zhu Di.

Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh. Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang dinamakan Zhenglunba.

“Cheng Ho juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara’,” papar Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki, posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402. Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.

Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M – 1407 M. Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam, Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan cara barter.

Tahun 1407 M – 1409 M ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho tak ikut memimpin ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M – 1411 M menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413 M – 1415 M kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417M – 1419 M) dan keenam (1421 M – 1422 M). Ekspedisi terakhir (1431 M- 1433 M) berhasil mencapai Laut Merah.

Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He’s Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada ‘Jalur Sutera’ antara Beijing-Bukhara.

Tak ada penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan, ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan ekspedisi itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven (Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang. 

Siapa sebenarnya Laksamana Cheng Ho

Dalam sejarah Indonesia, Laksamana Sam Po Kong dikenal dengan nama Zheng He, Cheng Ho, Sam Po Toa Lang, Sam Po Thay Jien, Sam Po Thay Kam, dan lain-lain. Laksamana Sam Po Kong berasal dari bangsa Hui, salah satu bangsa minoritas Tionghoa. Laksamana Cheng Ho adalah sosok bahariawan muslim Tionghoa yang tangguh dan berjasa besar terhadap pembauran, penyebaran, serta perkembangan Islam di Nusantara. Cheng Ho (1371 – 1435) adalah pria muslim keturunan Tionghoa,berasal dari propinsi Yunnan di Asia Barat Daya. Ia lahir dari keluarga muslim taat dan telah menjalankan ibadah haji yang dikenal dengan haji Ma.

Silsilah lengkap Laksamana Cheng Ho:

Muhammad Cheng Ho (Zheng He, Ma He, Ma Sanbao atau Haji Machmud ‎ 1371–1433) bin
Mi-Li-Jin (Ma Ha Zhi ) bin
Mi-Di-Na (Haji) bin
Bai-Yan bin
Na-Su-La-Ding bin
Sau-Dian-Chi (Sayid Syamsuddin atau Sayid Ajall) bin
Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding bin
Ka-Ma-Ding-Yu-Su-Pu bin
Su-Sha-Lu-Gu-Chong-Yue bin
Sai-Yan-Su-Lai-Chong-Na bin
Sou-Fei-Er (Sayid Syafi'i) bin
An-Du-Er-Yi bin 
Zhe-Ma-Nai-Ding bin
Cha-Fa-Er bin
Wu-Ma-Er bin
Wu-Ma-Nai-Ding bin
Gu-Bu-Ding bin
Ha-San bin
Yi-Si-Ma-Xin bin
Mu-Ba-Er-Sha bin
Lu-Er-Ding bin
Ya-Xin bin
Mu-Lu-Ye-Mi bin
She-Li-Ma bin
Li-Sha-Shi bin
E-Ha-Mo-De bin
Ye-Ha-Ya bin
E-Le-Ho-Sai-Ni bin
Xie-Xin bin
Yi-Si-Ma-Ai-Le bin
Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Sayid Ali Zainal Abidin) bin
Hou Sai-Ni (Sayidina Husain As-Syahid) bin
Sayyidatina Fathimah binti
Sayidina Muhammad Rosululloh  SAW.

*kutipan dari buku "Ahlul Bait Rasulullah SAW & Kesultanan Melayu"

Dari silsilah ini diketahui bahwa Laksamana Cheng Ho memang seorang muslim keturunan Rasululloh SAW.

Moyang Laksamana Cheng Ho adalah Sayid Syamsuddin, putera Sultan Bukhara yang dikalahkan Ghenghiz Khan. Sayid Syamsuddin jadi tawanan di Peking (Beijing). Karena akhlaknya yang mulia, beliau bukan saja dibebaskan, tapi malah diangkat jadi Penolong Menteri di Yunnan.

Konon, pada usia sekitar 10 tahun Cheng Ho ditangkap oleh tentara Ming di Yunnan. Pangeran dari Yen, Chung Ti, tertarik melihat Cheng Ho kecil yang pintar, tampan, dan taat beribadah. Kemudian ia dijadikan anak asuh. Cheng Ho tumbuh menjadi pemuda pemberani dan brilian. Di kemudian hari ia memegang posisi penting sebagai Admiral Utama dalam angkatan perang.

Pada saat kaisar Cheung Tsu berkuasa, Cheng Ho diangkat menjadi admiral utama armada laut untuk memimpin ekspedisi pertama ke laut selatan pada tahun 1406. Sebagai admiral, Cheng Ho telah tujuh kali melakukan ekspedisi ke Asia Barat Daya dan Asia Tenggara. Selama 28 tahun (1405 – 1433 M) Cheng Ho telah melakukan pelayaran muhibah ke berbagai penjuru dunia dengan memimpin kurang lebih 208 kapal berukuran besar, menengah, dan kecil yang disertai dengan kurang lebih 27.800 awak kapal. Misi muhibah pelayaran yang dilaksanakan oleh Laksamana Cheng Ho bukan untuk melaksanakan ekspansi, melainkan melaksanakan misi perdagangan, diplomatik, perdamaian, dan persahabatan. Ini merupakan pelayaran yang menakjubkan, berbeda dengan pengembaraan yang dilakukan oleh pelaut Barat seperti Cristopherus Colombus, Vasco da Gamma, atau pun Magelhaes.

Sebagai bahariawan besar sepanjang sejarah pelayaran dunia, kurang lebih selama 28 tahun telah tercipta 24 peta navigasi yang berisi peta mengenai geografi lautan. Selain itu, Cheng Ho sebagai muslim Tiong Hoa, berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.

Pada perjalanan pelayaran muhibah ke-7, Cheng Ho telah berhasil menjalankan misi kaisar Ming Ta’i-Teu (berkuasa tahun 1368 – 1398), yaitu misi melaksanakan ibadah haji bagi keluarga istana Ming pada tahun 1432 – 1433. Misi ibadah haji ini sengaja dirahasiakan karena pada saat itu, bagi keluarga istana Ming menjalankan ibadah haji secara terbuka sama halnya dengan membuka selubung latar belakang kesukuan dan agama.

Untuk mengesankan bahwa pelayaran haji ini tidak ada hubungannya dengan keluarga istana, sengaja diutus Hung Pao sebagai pimpinan rombongan. Rombongan haji itu tidak diikuti oleh semua armada dalam rombongan ekspedisi ke-7. Rombongan haji ini berangkat dari Calleut (kuli, kota kuno) di India menuju Mekkah (Tien Fang).

Demikianlah misi perjuangan dan misi rahasia menunaikan ibadah haji yang dijalankan Cheng Ho, dan misi tersebut berhasil. Akan tetapi Cheng Ho merasa sedih karena tidak bisa bebas berlayar menuju tanah leluhurnya, Mekkah, untuk beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya, pada ekspedisi ke-5, armada Cheng Ho telah berhasil mencapai pantai timur Afrika dalam waktu tiga tahun. Dalam kesempatan tersebut, armada Cheng Ho berkunjung ke kerajaan di Semenanjung Arabiah dan menunaikan panggilan Allah ke Mekkah.

Sejarah tentang perjalanan muhibah Cheng Ho, hingga saat ini masih tetap diminati oleh berbagai kalangan, baik kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya, maupun masyarakat keturunan Tionghoa. Chneg Ho telah menjadi duta pembauran negeri Tiongkok untuk Indonesia yang diutus oleh kaisar Dinasti Ming pada tahun Yong Le ke-3 (1405). Dalam tujuh kali perjalanan muhibahnya ke Indonesia, Laksamana Cheng Ho berkunjung ke Sumatera dan Pulau Jawa sebanyak enam kali.

Kunjungan pertama adalah ke Jawa, Samudera Pasai, Lamrbi (Aceh Raya), dan Palembang. Sebagian besar daerah yang pernah dikunjungi Cheng Ho menjadi pusat dagang dan dakwah, diantaranya Palembang, Aceh, Batak, Pulau Gresik, Semarang (di sekitar Gedong Batu), Surabaya, Mojokerto, Sunda Kelapa, Ancol, dan lain-lain. Gerakan dakwah pada masa itu telah mendorong kemajuan usaha perdagangan dan perekonomian di Indonesia.

Dalam perjalanan muhibahnya, setiap kali singgah di suatu daerah ia banyak menciptakan pembauran melalui bidang perdagangan, pertanian, dan peternakan.

Misi muhibah yang dilakukan Cheng Ho memberikan manfaat yang besar bagi negeri yang dikunjunginya.

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...