Selasa, 12 Oktober 2021

Penjelasan Tentang Hakikat Mencintai Alloh Dan Rosul-Nya


Seorang hamba, pada hakekatnya tidak pernah lepas dari pengawasan Allah. Hal itu merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya. Kemudian sebagai seorang hamba, hendaknya kita harus tahu bahwa cara Allah mengasihi hamba-hambaNYA. Tidak selalu diberikan kenikmatan sebagai wujudnya, tetapi cobaan juga merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya. Sehingga, selayaknya kita bisa mensyukuri apabila mendapat nikmat dan bersabar ketika mendapat ujian.
Sebagai wujud kecintaan seorang hamba kapada Allah, banyak hal yang bisa dilakukan. Beberapa diantaranya hendaklah selalu berbuat baik dan bersabar menghadapi kehidupan. Memanfaatkan semua anugrah Allah juga merupakan salah satu mencapai itu. Seorang hamba juga harus senantiasa ridho dengan keputusan Allah dan menerimanya dengan ikhlas. Hal ini akan semakin mendekatkan diri kepada-Nya di kala kita sedang mendapat kenikmatan ataupun dalam keadaan susah.
Begitu pula terhadap Rasulullah SAW. Sebagai seorang umat yang mengharapkan syafaatnya, sudah sepantasnya kita selalu memupuk rasa cinta kita kepadanya. Banyak cara mencapai itu semua. Dengasn mengamalkan ajaran-ajaran Rasulullah SAW dan juga senantiasa  bershalawat akan membantu wujudkan hal itu. Selainnnya, masih banyak lagi.

CINTA KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA

Ayat yg sangat indah dan halus dalam menjelaskan bahwa seharusnya kita meninggalkan semua bid’ah dalam agama. Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“. (QS. Alu Imron: 31).‎
عن عائشة رضى الله عنها انها قالت . من احب الله تعالى اكثر ذكره، وثمرته ان يذكره الله برحمته وغفرانه ويد خله الجنة مع انبيائه واوليائه ويكرمه برؤية جماله، ومن احب النبى عليه السلام اكثرمن الصلاة عليه وصحبته فى الجنة (كذافى الجامع الصغير)

Dari Aisyah RA, bahwa dia berkata:” Barang siapa mencintai Allah Ta’ala, maka dia banyak mengingat-Nya, sedang buahnya ialah, bahwa Allah mengingat dia dengan rahmat-Nya dan ampunan-Nya serta memasukanya ke dalam surge bersama para Nabi-Nya dan para Wali-Nya, dan dimuliakan dia oleh-Nya dengan melihat keindahan-Nya. Dan barang siapa mencintai Nabi SAW, maka dia banyak bershalawat kepadanya, sedang buahnya ialah, mencapai syafaatnya dan berteman dengannya di surga,” (Demikian tersebut dalam al-Jami ‘us-Shagir)

Islam adalah agama yang mendasari ajarannya dengan realitas, bukan agama yang didasarkan pada khayalan dan ilusi. Ia tidak menafikan adanya perasaan saling mencintai antar manusia, sebab itu adalah fitrah manusia. Secara naluri kita mencintai suami, istri, keluarga, harta dan tempat tinggal. Itu manusiawi dan sama sekali tidak salah.

Akan tetapi tidak sepatutnya sesuatu yang bersifat duniawi ini lebih ia cenderungi dan cintai dibanding ALLAH dan Rasul-Nya. Jika ia lebih mencintainya, berarti tidak sempurna imannya. Ia harus berusaha menyempurnakannya. ‎

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ
“…Orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah [2] : 165)

Walaupun tampaknya membawa resiko yang sangat berbahaya, bahkan mengancam keselamatan jiwa sekalipun. Iman yang benar tersebut menumbuhkan keyaqinan yang sangat dalam bahwa semua perintah-perintah Allah pasti membawa kepada kebaikan dan keselamatan, walaupun tampaknya membahayakan, dan semua larangan Allah pasti mengakibatkan kehancuran bagi yang melanggarnya, sekalipun tampaknya menyenangkan.
Yang perlu kita perhatikan lagi dari kisah tersebut di atas adalah bahwa iman yang benar menjadikan orang sanggup mengorbankan apasaja yang dicintainya demi kecintaannya kepada Allah serta mengharapkan ridla-Nya.Dan orang yang benar-benar beriman akan mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segalanya.

Ciri orang yang beriman adalah mencintai Allah dan RasulNya melebihi bapak, anak, saudara, istri, keluarga, kekayaan, bisnis, dan rumah mereka:

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌۭ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍۢ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ

“Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. ” [At Taubah 9:24]

Orang yang beriman rela mengorbankan harta dan nyawa mereka demi Allah dan RasulNya:

مَا كَانَ لِأَهْلِ ٱلْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ ٱلْأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُوا۟ عَن رَّسُولِ ٱللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا۟ بِأَنفُسِهِمْ عَن نَّفْسِهِۦ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌۭ وَلَا نَصَبٌۭ وَلَا مَخْمَصَةٌۭ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَطَـُٔونَ مَوْطِئًۭا يَغِيظُ ٱلْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّۢ نَّيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُم بِهِۦ عَمَلٌۭ صَٰلِحٌ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُحْسِنِينَ

“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” [At Taubah 9:120]

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍۢ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍۢ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 5:54]
Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada yang lain sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam ayat tersebut akanmembuahkan kenikmatan iman.

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: اَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَ اَنْ يُحِبَّ اْلمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ اِلاَّ ِللهِ وَ اَنْ يَكْرَهَ اَنْ يَعُوْدَ فِى اْلكُفْرِ بَعْدَ اَنْ اَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. البخارى و مسلم

Tiga perkara, barangsiapa memilikinya ia akan merasakan lezatnya iman : Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada yang lain, cinta kepada orang lain karena Allah, dan membenci kekafiran sebagaimana ia merasa benci dicampakkan ke dalam neraka. [HR. Bukhari dan Muslim]
Kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya melebihi segelanya itu akan menjadikan orang mukmin tidak akan menjalin hubungan kasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka bapak-bapak atau anak-anak mereka sendiri.

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلاخِرِ يُوَآدُّوْنَ مَنْ حَآدَّ اللهَ وَ رَسُوْلَه وَ لَوْ كَانُوْآ ابَآءَهُمْ اَوْ اَبْنآءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْ. المجادلة:22

Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. [QS. Al-Mujadilah : 22]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِي قَالَ: حَدَّثَنَا أَيُّوْبُ، عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَّكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلَهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُّحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ للهِ، وَأَنْ يَّكْرِهَ أَنْ يَّعُوْدَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُّقْذَفَ فِي النَّارِ) (رواه البخاري)

“Dari Anas r.a. dari Nabi saw. Bersabda: “ Barang siapa ada tiga perkara padanya, ia telah mendapatkan manisnya iman, yaitu hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya dari apa yang selain keduanya, hendaklah ia mencintai dan membenci seseorang semata karena Allah, dan hendaklah ia benci untuk kembali kepada kekafiran, sebagaimana ia benci jika akan dicampakkan ke dalam neraka”. (H.R. Bukhari)

Jadi kesempuraan iman itu menuntut kecintaan yang sempurna pula. Kecintaan yang berpangkal pada pemahaman, cinta yang tumbuh dari kesadaran dan mujahadah. Bukan kecintaan sebagai tabiat semata.
Jika manusia mencintai orang tua karena keduanya telah melahirkan, mendidik, dan membesarkannya, sesungguhnya ketiga hal itu takkan pernah terjadi kalau bukan karena Rahmat Allah. Maka kecintaan kepada Allah sudah seharusnya menjadi cinta yang paling utama. Lalu Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mencintai Rasulullah, atas dasar cinta seorang hamba akan memenuhi perintah untuk mencintai Rasul-Nya melebihi mereka. Dan, bukankah orang tua hanya memberikan nafkah lahir sementara Rasulullah telah menyampaikan petunjuk Allah kepada umatnya hingga manusia terselamatkan dari kesesatan? Argumentasi ini menjadi dasar logika kecintaan kepada Rasulullah melebihi mereka.
Demikian pula anak. Secara tabiat manusia memiliki cinta padanya. Sebab ia adalah buah hati, penyejuk mata, dan harapan bagi orang tua untuk meneruskan garis keluarga, nasab, dan menjadi saham yang akan berbuah ketika lanjut usia menyapa dan di alam barzakh yang ia nantikan doanya. Lalu bagaimana dengan Rasulullah yang memiliki hak syafaat? Bukankah harapan itu jauh lebih besar. Dan tanpa dakwah Rasulullah, apalah gunanya memiliki anak dengan bergelimang dalam kesesatan? Argumentasi ini juga menjadi pondasi logika kecintaan kepada Rasulullah melebihi mereka.
Ada sebagian orang yang mencintai orang lain melebihi orang tua dan anak-anaknya. Bisa jadi mereka yang dicintai itu pemimpin, guru, atau orang yang berjasa dalam hidupnya, atau orang-orang yang dikaguminya. Hadits ini kemudian memberi standar bahwa siapapun orang itu, kecintaan kepada Rasulullah harus melebihi kecintaan kepadanya.
Sebenarnya dalam diri semua manusia ada kecintaan kepada satu orang yang dalam kondisi umum manusia selalu mencintainya melebihi siapapun. Ia maafkan kesalahannya. Ia puji kebaikannya meskipun hanya sedikit. Ia kagumi ia. Ia tempatkan di tempat yang terhormat. Selalu dijaga dan selalu dibela. Orang itu adalah dirinya sendiri. Namun dalam kesempurnaan iman, kecintaan kepada Rasulullah juga harus melebihi kecintaan kepada dirinya sendiri. Bukankah diri sendiri juga termasuk dalam kalimat "manusia seluruhnya"? maka hadits ini tidak mengkecualikannya.
Alangkah indahnya hidup dan alangkah berbahagianya ketika manusia mampu mengubah cintanya menjadi iman yang sempurna dengan mencintai Rasulullah melebihi semua manusia termasuk dirinya sendiri. Dan Umar bin Khattab, mampu mengubah cintanya menjadi seperti itu hanya dalam beberapa saat.
Ibnu Hajar Al Asqalani ketika menjelaskan hadits ini menggunakan kasus hawa nafsu sebagai pengganti diri sendiri. Betapa banyak orang yang menjadikan hawa nafsunya paling dicintai, namun iman yang sempurna harus menundukkannya hingga menjadi nafsu muthmainnah, dengan menjadikan Rasulullah lebih dicintai dari siapapun juga.
Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Salah satu syarat sekaligus tanda sempurnanya iman adalah mencintai Rasulullah melebihi orang tua, anak, dan seluruh manusia;
2. Kecintaan kepada Rasulullah yang melebihi kecintaan pada manusia seluruhnya itu juga berarti lebih mencintai Rasulullah daripada dirinya sendiri atau hawa nafsunya.‎

Mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengagungkannya sebagaimana para Sahabat Radhiyallahu anhum mencintai beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dari kecintaan mereka kepada diri dan anak-anak mereka, sebagaimana yang terdapat dalam kisah ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, yaitu sebuah hadits dari Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam Radhiyallahu anhu, ia berkata:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِدٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ عَمَرُ: فَإِنَّهُ اْلآنَ، وَاللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلآنَ يَا عُمَرُ.

“Kami mengiringi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. Kemudian ‘Umar berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: ‘Wahai Rasulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apa pun selain diriku.’ Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: ‘Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu.’ Lalu ‘Umar berkata kepada beliau: ‘Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah, engkau sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Sekarang (engkau benar), wahai ‘Umar.’”

Berdasarkan hadits di atas, maka mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah wajib dan harus didahulukan daripada kecintaan kepada segala sesuatu selain kecintaan kepada Allah, sebab mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mengikuti sekaligus keharusan dalam mencintai Allah. Mencintai Rasulullah adalah cinta karena Allah. Ia bertambah dengan bertambahnya kecintaan kepada Allah dalam hati seorang mukmin, dan berkurang dengan berkurangnya kecintaan kepada Allah.
Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada yang lain sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam ayat tersebut akan membuahkan kenikmatan iman.

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: اَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَ اَنْ يُحِبَّ اْلمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ اِلاَّ ِللهِ وَ اَنْ يَكْرَهَ اَنْ يَعُوْدَ فِى اْلكُفْرِ بَعْدَ اَنْ اَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. البخارى و مسلم

Tiga perkara, barangsiapa memilikinya ia akan merasakan lezatnya iman : Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada yang lain, cinta kepada orang lain karena Allah, dan membenci kekafiran sebagaimana ia merasa benci dicampakkan ke dalam neraka. [HR. Bukhari dan Muslim]
Kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya melebihi segelanya itu akan menjadikan orang mukmin tidak akan menjalin hubungan kasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka bapak-bapak atau anak-anak mereka sendiri.

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلاخِرِ يُوَآدُّوْنَ مَنْ حَآدَّ اللهَ وَ رَسُوْلَه وَ لَوْ كَانُوْآ ابَآءَهُمْ اَوْ اَبْنآءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْ. المجادلة:22

Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. [QS. Al-Mujadilah : 22]

Kecintaan dan kebenciaan orang-orang mukmin kepada orang lain tidak lagi didasarkan semata-mata pada faktor-faktor pribadi, melainkan didasarkan pada ridla Allah, sehingga orang-orang mukmin akan mencintai atau membenci seseorang karena Allah.

اَوْثَقُ عُرَى اْلاِيْمَانِ: اْلمُوَالاَةُ فِى اللهِ وَ اْلمُعَادَاةُ فِى اللهِ وَ اْلحُبُّ فِى اللهِ وَ اْلبُغْضُ فِى اللهِ. الطبرانى
Sekuat-kuat ikatan iman adalah bershahabat karena Allah, bermusuhan karena Allah, cinta karena Allah dan membenci karena Allah. [HR. Thabrani]
Atas dasar cinta kepada Allah dan Rasul-Nya itulah persaudaraan dalam Islam dibangun.Pertama-tama Allah menegaskan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara.

اِنَّمَا اْلمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ. الحجرات:10

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara. [QS. Al-Hujurat : 10]
Sebagai orang-orang yang bersaudara orang-orang mukmin saling tolong-menolong

  اْلمُؤْمِنُوْنَ وَ اْلمُؤْمِنتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ. التوبة:71

Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. [QS. At-Taubah : 71]
Persaudaraan sesama orang-orang mukmin tersebut oleh Nabi digambarkan sebagai anggota dari tubuh yang satu, apabila salah satu anggota tubuh menderita sakit anggota tubuh yang lain ikut merasakan.

مَثَلُ اْلمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَ تَرَاحُمِهِمْ وَ تَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ اْلجَسَدِ، اِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ اْلجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَ اْلحُمَّى. احمد و مسلم

Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling kasih-mengasihi, bantu-membantu seperti satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh tubuhnya merasa sakit, merasa demam dan tidak dapat tidur. [HR. Ahmad, dan Muslim]
Oleh karena itulah Nabi melarang sesama orang Islam saling medhalimi atau membelakangi. Kebalikannya, Nabi memerintahkan agar antara orang Islam yang satu dengan orang Islam yang lain saling membantu untuk meringankan  bebanpenderitaan mereka masing-masing.

اْلمُسْلِمُ اَخُو اْلمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يُسْلِمُهُ، مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ اَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِى حَاجَتِهِ، وَ مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، وَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. البخارى و مسلم

Seorang muslim adalah saudara orang muslim lainnya. Tidak boleh ia medhalimi dan tidak boleh membiarkan tidak menolongnya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa melepaskan kesusahan saudaranya, maka Allah akan melepaskan kesusahannya di hari qiyamat. Barangsiapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat [HR. Bukhari dan Muslim].
Oleh  karena itu pula Nabi melarang sesama orang Islam  saling menghujat, meremehkan satu sama lain, apalagi mengolok-olok untuk menjatuhkan golongan lain.

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ يَسْخَرْ قَوْمٌ مّنْ قَوْمٍ عَسى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مّنْهُمْ، الحجرات:11

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum (golongan) memperolok-olok kaum (golongan) yang lain. Boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik daripada yang mengolok-olok [QS. Al-Hujurat : 11].

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مّنَ الظَّنّ، اِنَّ بَعْضَ الظَّنّ اِثْمٌ وَّ لاَ تَجَسَّسُوْا، وَ لاَ يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا، الحجرات:12

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. [QS. Al-Hujurat 12].
Apabila kesukaan  menghujat dan memperolok kelompok atau golongan lain tidak dihentikan, niscaya perpecahan dalam agama Islam tidak bisa dihindarkan lagi. Padahal berpecah-belah dalam agama itu merupakan tindakan kemusyrikan.

وَ لاَ تَكُوْنُوْا مِنَ اْلمُشْرِكِيْنَ. مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَ كَانُوْا شِيَعًا، كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ. الروم:31-32


Janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka, dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka(Q.S. Ar-Rum: 31-32)

Setelah persaudaran dan cinta kasih sesama mukmin, pada gilirannya, Allah melarang orang-orang mukmin menjadikan orang-orang di luar kalangan mereka sebagai teman kepercayaan, penolong, pelindung dan pemimpin.

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مّنْ دُوْنِكُمْ لاَ يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً، وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ، قَدْ بَدَتِ اْلبَغْضَآءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْ، وَ مَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ، قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ اْلايتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعقِلُوْنَ.ال عمران:118

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu. Mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudlaratan kepadamu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terang-kan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika kamu memahaminya. [QS. Ali Imran :118]
Ayat tersebut disamping melarang orang-orang mukmin untuk mengambil orang-orang di luar kalangan mereka sebagai teman kepercayaan sekaligus menjelaskan alasan pelarangan tersebut, yakni bahwa mereka tidak henti-hentinya  menimbulkan kemudlaratan kepada orang-oang mukmin dan bahwa mereka menyukai timbulnya kesusahan pada orang-orang mukmin. Hal ini ditegaskan lebih lanjut oleh Allah dalam Surat Ali Imran ayat 120.

اِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ، وَ اِنْ تُصِبْكُمْ سَيّئَةٌ يَّفْرَحُوْا بِهَا، وَ اِنْ تَصْبِرُوْا وَ تَتَّقُوْا لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا، اِنَّ اللهَ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطٌ. ال عمران:120

Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapatkan bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bershabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apayang mereka kerjakan. [QS. Ali Imran : 120].
Siapakah mereka ?  Mereka terutama adalah orang-orang yang suka menjadikan agama Islam sasaran ejekan, yakni Ahli Kitab.

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَتَّخِذُوا الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا دِيْنَكُمْ هُزُوًا وَّ لَعِبًا مّنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا اْلكِتبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَ اْلكُفَّارَ اَوْلِيَآءَ، وَ اتَّقُوا اللهَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ. المائدة:57

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi walimu orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan (yaitu) diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir, dan bertaqwalah kepada Allah jika kamu benar-benar termasuk orang-orang yang beriman. [QS. Al-Maidah : 57]
Auliyaa' dalam ayat tersebut adalah jamak dariwaliy, yang berarti : teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 51 secara lebih tegas disebutkan bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَتَّخِذُوا اْليَهُوْدَ وَ النَّصرى اَوْلِيَآءَ، بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ، وَ مَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَاِنَّه مِنْهُمْ، اِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِى اْلقَوْمَ الظّلِمِيْنَ. المائدة:51

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi walimu, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dhalim [QS.Al-Maidah : 51].
Pengambilan  teman akrab, teman kepercayaan, pelindung, dan pemimpin oleh orang-orang mukmin ini bukan semata-mata urusan keduniaan, melainkan  urusan keimanan sehingga Allah menjadikannya tolok ukur beriman atau tidaknya seseorang.

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تُتْرَكُوْا وَ لَمَّا يَعْلَمِ اللهُ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُمْ وَ لَمْ يَتَّخِذُوْا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَ لاَ رَسُوْلِه وَ لاَ اْلمُؤْمِنِيْنَ وَلِيْجَةً، وَ اللهُ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ. التوبة:16

Apakah kamu mengira bahwa kamu akandibiarkan (saja), sedang Allah belum mengetahui orang-orang yang berjihad diantara kamu dan tidak mengambil pelindung selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [QS. At-Taubah : 16]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah belum mengakui pengakuan keimanan seseorang sebelum terbukti orang tersebut mau berjihad di jalan Allah dan tidak menjadikan teman akrab, teman kepercayaan, atau pelindung, selain Allah, Rasul-Nya dan sesama orang-orang mukmin.
Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir sebagai penolong, sesungguhnya sama dengan mencari kekuatan dari orang-orang kafir, bukan dari Allah.

َالَّذِيْنَ يَتَّخِذُوْنَ اْلكفِرِيْنَ اَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ اْلمُؤْمِنِيْنَ، اَ يَبْتَغُوْنَ عِنْدَهُمُ اْلعِزَّةَ فَاِنَّ اْلعِزَّةَ ِللهِ جَمِيْعًا. النساء:139

Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin, apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang-orang kafir ? Maka sesungguhnya semua kekuatan itu adalah kepunyaan Allah. [QS. An-Nissa' : 139].
Penolong orang-orang mukmin sesungguhnya adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin sendiri.

اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللهُ وَ رَسُوْلُه وَ الَّذِيْنَ امَنُوا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلوةَ وَ يُؤْتُوْنَ الزَّكوةَ وَ هُمْ رَاكِعُوْنَ. المائدة:55

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan tunduk kepada Allah. [QS. Al-Maidah : 55]

وَ مَنْ يَّتَوَلَّ اللهَ وَ رَسُوْلَه وَ الَّذِيْنَ امَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ اْلغلِبُوْنَ. المائدة:56

Dan barangsiapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. [QS. Al-Maidah : 56]
Sehubungan dengan pengambilan seseorang menjadi pemimpin ini antara lain Nabi SAW memberi petunjuk sebagai berikut. 

 سَتَكُوْنُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ مِنْ بَعْدِى يَعِظُوْنَ بِاْلحِكْمَةِ عَلَى مَنَابِرَ، فَاِذَا نَزَلُوْا افْتُلِسَتْ مِنْهُمْ وَ قُلُوْبُهُمْ اَنْتَنُ مِنَ اْلجِيْفِ. الطبرانى

Sepeninggalku nanti kamu akan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang pandai memberikan nasehat-nasehat dengan penuh hikmat diatas mimbar. Tetapi bila telah turun, mereka suka melakukan penipuan dan hati mereka lebih busuk daripada bangkai. [HR. Thabrani]
Hadits tersebut menjelaskan akan muncul pemimpin yang manis kata-katanya tetapi buruk perbuatannya.

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ اُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ بِاَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ اْلمَرْءِ عَلَى اْلمَالِ وَ الشَّرَفِ لِدِيْنِهِ. احمد و الترمذى

Bahaya yang ditimbulkan oleh orang-orang yang rakus terhadap harta dan ambisius terhadap suatu jabatan bagi agamanya adalah lebih besar daripada bahayanya dua serigala yang lapar dilepas di tengah-tengah sekumpulan domba.[HR. Ahmad dan Tirmidzi]
Orang yang ambisius dan rakus dalam harta sangat berbahaya apabila menjadi pemimpin, lebih berbahaya dari dua ekor serigala yang lapar bagi sekumpulan domba. Oleh karena itulah Rasulullah tidak mau memberikan jabatan kepada orang yang ambisi terhadapnya  dan memintanya.

اِنَّا وَ اللهِ لاَ نُوَلِّى عَلَى هذَا اْلعَمَلِ اَحَدًا سَأَلَهُ وَ لاَ اَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ. البخارى و مسلم و اللفظ له
Demi Allah kami tidak akan mengangkat seseorang dalam suatu jabatan pada orang yang memintanya dan pada orang yang berambisi pada jabatan itu. [HR. Bukhari dan Muslim, dan lafadh ini bagi Muslim].
Itulah petunjuk Allah dan bimbingan Nabi SAW tentang hubungan kita kepada Allah, Rasul-Nya, dan sesama mukmin. Selanjutnya, bagaimanakah hubungan kita dengan selain orang-orang mukmin. Untuk itu marilah kita perhatikan firman Allah dalam Surat Al-Mumtahanah berikut ini.

لاَ يَنْهيكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدّيْنِ وَ لَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْآ اِلَيْهِمْ، اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلمُقْسِطِيْنَ. اِنَّمَا يَنْهيكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدّيْنِ وَ اَخْرَجُوْكُمْ مّنْ دِيَارِكُمْ وَ ظَاهَرُوْا عَلى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْ، وَ مَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولئِكَ هُمُ الظّلِمُوْنَ. الممتحنة:8-9

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari rumah/kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. [QS. Al-Mumtahanah : 8]
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari rumah/kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim. [QS. Al-Mumtahanah : 9]
Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman: 

اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ اْلكِتبَ بِاْلحَقّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا اَرـكَ اللهُ، وَ لاَ تَكُنْ لّلْخَائِنِيْنَ خَصِيْمًا. النساء:105

Sesungguhnya Kami telah menurunkan  Kitabkepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang khianat. [QS. An-Nisaa' : 105].
Sebab turunnya ayat tersebut berkenaan dengan pencurian yang dilakukan oleh Thu'mah; ia menyembunyikan curiannya itu di rumah seorang Yahudi. Ia tidak mengakui perbuatannya melainkan malah menuduh orang Yahudi itu yang melakukan pencurian. Kerabat Thu'mah menyampaikan hal itu kepada Nabi dan meminta Nabi untuk membela Thu'mah dan menghukum orang Yahudi tersebut, meskipun mereka mengetahui bahwa Thu'mahlah yang mencuri. Nabi  hampir-hampir mempercayai tuduhan Thu'mah dan kerabatnya kepada orang Yahudi itu. Allah pun menurunkan ayat 105 Surat An-Nisaa' dan beberapa ayat berikutnya sebagai teguran kepada Nabi.
Berdasar ayat tersebut, apabila ada pertikaian antara orang-orang mukmin dengan orang-orang di luar kalangan orang-orang mukmin bukan karena perkara agama dan yang salah orang-orang mukmin, orang-orang mukmin tidak dibenarkan membela. "Benar atau salah adalah saudaraku dan oleh karenanya harus saya bela", itu bukan doktrin Islam. Berbeda halnya apabila pertikaian itu disebabkan karena agama dan orang Islam dibunuh, diusir, dan dijarah harta bendanya serta dibakar rumahnya karena keislamannya, maka wajib bagi orang-orang mukmin untuk membelanya, dan haram bagi orang-orang mukmin berkawan dengan para pembunuh dan penjarah tersebut. Di sinilah pemerintah, dalam hal ini TNI/POLRI, harus betul-betul siap dan sigap mencegah timbulnya pembunuhan dan pengusiran terhadap sesama bangsa Indonesia karena agamanya. Apabila TNI/POLRI lengah dan tidak adil dalam menangani pertikaian antar sesama bangsa Indonesia yang disebabkan oleh perbedaan agama, tidak bisa kita bayangkan lagi apa yang akan terjadi.

Takhtimah‎

Marilah kita telaah keadaan cinta itu. kita taarifkan bahawa cinta itu kepada kebersaman tubuh kita. Ini nyata sekali pada diri kita tiap-tiap satunya mencintai apa yang memberi  kepuasan kepadanya. Mata cinta kepada bentuk-bentuk yang indah. Telinga cinta kepada bunyi-bunyinya yang merdu, dan sebagainya. Inilah jenis cinta yang kita ada dan binatang(hewan) pun ada. hanya saja ada perbedaan antara cinta yang dimiliki manusia dan binatang dari makna yang terkandung dan akal manusia yang ALlah SWT telah disempurnakan. Dengan melalui inilah kita mengenal keindahan dan keagungan Allah SWT. Oleh itu, mereka yang terpengaruh dengan keinginan jasmaniah atau hal duniwi saja tidak akan dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh Rosulullah SWA. 

Cinta Manusia biasa yang memandang zhohir saja akan berkata bahawa kecantikan itu terletak pada warna kulit yang putih dan merah, kaki dan tangan yang elok bentuknya, tetapi orang ini buta kepada kecantikan akhlak, berbeda dengan Cinta Para Rasul, Para Nabi, Para Sahabat Nabi, Para Sufi, dan para orang-orang shaleh yang dikatakannya bahwa seseorang itu mempunyai sifat-sifat akhlak yang "indah". Cinta seperti ini bukan memandang kepada sifat-sifat zhohir sahaja, tetapi memandang kepada sifat-sifat batin.‎
Bahawa seseorang itu cinta kepada dirinya sendiri dan menyempurnakan keadaannya sendiri. Ini membawanya secara langsung menuju Cinta kepada Allah, kerana wujudnya dan sifatnya manusia itu adalah semata-mata Kurniaan Allah SWT semata. Jika tidaklah kerana izin Allah SWT, manusia tidak akan ada ke alam Dunia. Kejadian manusia itu dan pencapaian menuju kesempurnaan adalah juga dengan kurnian Allah semata-mata. Oleh itu, kenapa manusia itu tidak Cinta kepada Allah? Jika tidak cinta kepada Allah SWT bererti ia tidak mengenal-Nya. Tanpa mengenalNya orang tidak akan Cinta kepadaNya, kerana Cinta itu timbul dari pengenalan dan dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT 
Bahwa manusia itu cinta kepada orang yang menolong dan memberi kurniaan kepada dirinya. Pada hakikatnya yang memberi pertolongan dan kurniaan itu hanya Allah SWT. Semua pertolongan dan kurnian dari makhluk atau hamba itu adalah semata-mata dari Allah SWT. "kullu syaiin biqodarin (Segala Sesuatu adalah kehendak Allah SWT)"
Cinta yang ditimbulkan dengan cara renungan atau tafakur tentang Sifat-sifat Allah SWT, Kuasa Allah SWT dan Keagungan Allah SWT. Cinta ini adalah seperti cinta yang kita rasai, Cinta yang terus mesti dipupuk agar subur agar bisa Mencintai Allah SWT seperti para orang-orang shaleh.‎

Pada hakikatnya, cinta kepada Allah SWT benar-benar mengambil tempat seluruhnya didalam hati seseorang, maka cintanya kepada yang lain tidak akan dapat mengambil tempat langsung ke dalam hati itu sendiri. Hanya kepada Allah SWT ruang dan waktu dalam pekerjaan semuanya. Orang yang bisa dan mampu mencintai Allah SWT sepenuh hati akan selalu berpegang teguh pada keimanannya dan meningkatkan kedekatan dirinya kepada Allah SWT.  Semoga Kita bisa dan mampu mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. amin yaa robbal 'alamin.

Ya Allah, Ighfirlana min khothoina,, wa ala walidaina, warham huma, warfa' darojatuhuma, kama robayani soghiro.

Semoga bermanfaat Hikmah Jadikanlah perlajaran dan pembelajaran Kita dalam meningkatkan ketaqwaan kita kepa Allah SWT.

Penjelasan Tentang Tafakkur Kekayaan


Allah menegaskan dalam firmanNya, begitu juga Rasulullah dalam As-Sunnahnya menegaskan, betapa remehnya, tidak berharganya, dan tercelanya dunia dengan segala bentuk keindahan dan perhiasannya. Tidak terkecuali harta kekayaan. Lihat dalil-dalil berikut :

اعْلَمُوا  أَ نَّمَا  الْحَيَاةُ  الدُّ نْيَا لَعِبٌ  وَ  لَهْوٌ  وَ زِينَةٌ  وَ  تَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ  وَ  تَكَا ثُرٌ  فِي  اْلأَمْوَ الِ  وَ  اْ لأَوْلاَدِ كَمَثَلِ  غَيْثٍ أَعْجَبَ  الْكُفَّارَ   نَبَاتُهُ  ثُمَّ  يَهِيجُ   فَتَرَ اهُ   مُصْفَرًّ ا  ثُمَّ  يَكُونُ   حُطَامًا  وَ  فِي  الآَخِرَ ةِ عَذَ ابٌ  شَدِيدٌ وَ  مَغْفِرَ ةٌ مِنَ  اللَّهِ  وَ  رِضْوَ انٌ  وَ  مَا الْحَيَاةُ  الدُّ  نْيَا إِلاَّ  مَتَاعُ الْغُرُور [الحديد/20]


Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga-banggaan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu (menipu).(QS Al Hadiid (57) : 20)

زُ يِّنَ  لِلنَّاسِ  حُبُّ  الشَّهَوَ اتِ مِنَ  النِّسَاءِ  وَ الْبَنِينَ  وَ الْقَنَاطِيرِ  الْمُقَنْطَرَ ةِ  مِنَ الذَّهَبِ  وَ الْفِضَّةِ وَ الْخَيْلِ الْمُسَوَّ مَةِ  وَ  اْلأَ نْعَامِ  وَ الْحَرْثِ  ذَلِكَ  مَتَاعُ  الْحَيَاةِ  الدُّ نْيَا وَ  اللَّهُ  عِنْدَهُ  حُسْنُ  الْمَآَبِ [آل عمران/14]

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkannya, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (QS Ali Imran (3) : 14)

Allah menjelaskan betapa kita mencintai anugrah keindahan dunia yang sengaja Allah hamparkan sebagai ujian dan cobaan,sehingga kita mengejar segala keindahan itu habis-habisan, tetapi jika kita ingin tempat kembali yang paling indah bahkan melebihi keindahan yang ada di dunia, maka kembalilah kepada aturan Allah dan bebuatlah seperti para Nabi, para shalihin dan para syuhada niscaya tempat kembalimu melebih keindahan yang ada di dunia dan seisinya bahkan kekal abadi di dalamnya.

Kalau tidak mengerjakan seperti yang Allah perintahkan ingatlah panen di dunia itu hanya sebentar, ibarat petani yang punya hamparan tanaman yang hijau dan sedang berbuah, jika Allah kehendaki keindahan itu bakal hancur, kering dan menguningnya seluruh tanaman dalam sekejap, harta dunia tak dapat, amalan yang bernilaipun tidak ada, maka tentukanlah amalan untuk dunia dan akhirat yang jelas dengan petunjuk sesuai yang diprioritaskan Allah.

مسند أحمد - (ج 8 / ص 60/ح  3525) : حَدَّ ثَنَا يَزِيدُ  أَخْبَرَ نَا  الْمَسْعُودِيُّ  عَنْ عَمْرِو  بْنِ  مُرَّ ةَ  عَنْ  إِبْرَ اهِيمَ النَّخَعِيِّ عَنْ  عَلْقَمَةَ  عَنْ  عَبْدِ اللَّهِ  قَالَ  اضْطَجَعَ  رَسُولُ اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ عَلَى  حَصِيرٍ  فَأَ ثَّرَ  فِي جَنْبِهِ فَلَمَّا  اسْتَيْقَظَ  جَعَلْتُ  أَمْسَحُ جَنْبَهُ  فَقُلْتُ  يَا  رَسُولَ  اللَّهِ أَ لاَ   آذَ نْتَنَا  حَتَّى  نَبْسُطَ  لَكَ عَلَى الْحَصِيرِ  شَيْئًا  فَقَالَ رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  )مَا  لِي  وَ  لِلدُّ نْيَا مَا  أَ نَا  وَ  الدُّ نْيَا  إِ نَّمَا  مَثَلِي وَ مَثَلُ  الدُّ نْيَا   كَرَ اكِبٍ  ظَلَّ  تَحْتَ  شَجَرَ ةٍ  ثُمَّ  رَ احَ  وَ تَرَكَهَا(

(AHMAD - 3525) : Dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbaring di atas tikar, lalu membekas di pundaknya, ketika beliau bangun, aku mengusap pundaknya seraya berkata; Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi izin kepada kami agar kami menghamparkan sesuatu untuk engkau di atas tikar? Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :("Apa urusanku dengan dunia ini?, Apalah aku dan dunia?, Sesungguhnya perumpamaan aku dengan dunia, hanyalah seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah sebatang pohon, kemudian beristirahat dan meninggalkannya.")

سنن الترمذي - (ج 8 / ص 299/ح  2242) و سنن ابن ماجه - (ج 12 / ص 134/ح  4100) ومصنف ابن أبي شيبة - (ج 8 / ص 128/ح 23) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 217/ح 7958) : حَدَّ ثَنَا  قُتَيْبَةُ  حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  الْحَمِيدِ بْنُ  سُلَيْمَانَ  عَنْ  أَبِي  حَازِ مٍ عَنْ  سَهْلِ بْنِ  سَعْدٍ قَالَ  قَالَ رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  )لَوْ  كَانَتْ  الدُّ نْيَا تَعْدِلُ  عِنْدَ  اللَّهِ  جَنَاحَ بَعُوضَةٍ  مَا  سَقَى  كَافِرً ا مِنْهَا  شَرْ بَةَ  مَاءٍ 

(TIRMIDZI - 2242) : Dari Sahl bin Sa'ad dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : ("Seandainya dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, tentu Allah tidak mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air.")

صحيح مسلم - (ج 14 / ص 14/ح  5101) و سنن الترمذي - (ج 8 / ص 304/ح 2245): حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ  بْنُ  بَشَّارٍ حَدَّ ثَنَا  يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ  حَدَّ ثَنَا  إِسْمَعِيلُ بْنُ  أَبِي  خَالِدٍ  حَدَّ ثَنَا  قَيْسُ بْنُ  أَبِي  حَازِمٍ  قَال  سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا  أَخَا بَنِي فِهْرٍ  قَالَ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  )مَا  الدُّ نْيَا فِي  اْلآخِرَ ةِ  إِلاَّ  مِثْلُ  مَا يَجْعَلُ  أَحَدُ كُمْ إِصْبَعَهُ  فِي الْيَمِّ  فَلْيَنْظُرْ  بِمَاذَا  يَرْجِعُ  (

(TIRMIDZI - 2245) : Dari Qais bin Abu Hazim bekata: Aku mendengar Mustaurid dari Bani Fihr, berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : ("Dunia bagi akhirat itu tidak lain seperti salah seorang dari kalian mencelupkan jarinya ke laut, lalu perhatikanlah apa yang dibawa kembali.")

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi atau yang dikenal dengan Imam Qurthubi (671 H) berkata :“Air laut yang menempel pada salah satu jari tidak mempunyai nilai, demikian juga nilai dunia jika dibandingkan dengan akhirat. Kesimpulannya, dunia bagaikan air laut yang menempel pada salah satu jari, sedangkan akhirat adalah air lautnya”. 

Celaan kepada dunia ini sebenarnya bukan ditujukan kepada dzat dunia itu sendiri, dalam arti kata bukan kepada zaman, tempat atau harta kekayaan. Celaan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah terhadap dunia, bukan ditujukan kepada zamannya, yaitu siang dan malamnya, yang terus berganti sehingga hari kiamat, karena Allah menjadikanNya sebagai wahana untuk mengingat, besyukur dan beribadah, serta tunduk kepada Allah.

Celaan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah terhadap dunia bukan ditujukan kepada tempatnya, yaitu permukaan bumi, celaan juga bukan ditujukan kepada emas dan perak, sawah dan ladang, tempat tinggal dan kendaraan, hewan ternak dan segala jenis kekayaan serta perhiasan hidup duniawi lain. Semuanya adalah hal yang dihalalkan Allah untuk umat manusia.

Celaan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah terhadap dunia ditujukan kepada sikap manusia dalam mempergunakan perhiasan dan kekayaan duniawi tersebut. Harta kekayaannya sendiri tidak tercela, namun yang tercela adalah sikap manusia dalam memperoleh dan mengelolanya. Manusia yang berlomba-lomba memperebutkan harta kekayaan dunia tanpa mengindahkan halal dan haram, mempergunakan harta secara serampangan tanpa mengindahkan aturan syariat, dan sibuk mengelolanya sehingga lalai dari akhirat. Inilah yang dicela oleh Al Qur’an dan As-Sunnah.

Adapun harta yang diperoleh dengan cara yang benar, dipergunakan dengan cara yang benar dan dikelola untuk sarana beribadah kepada Allah tanpa melalaikan kebutuhan hidup di dunia, maka hal itu justru dipuji dan dianjurkan oleh agama. Allah ‎berfirman :

وَ يْلٌ  لِكُلِّ  هُمَزَ ةٍ  لُمَزَ ةٍ , الَّذِي  جَمَعَ  مَا لاً  وَ عَدَّ دَ هُ , يَحْسَبُ  أَنَّ  مَا لَهُ  أَخْلَدَ هُ ,[الهمزة/1-3]

Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. (QS Al Humazah (104) : 1 - 3)

أَ لْهَاكُمُ التّـَكَا ثُرُ , حَتَّى  زُرْ تُمُ الْمَقَابِرَ ,  كَلاَّ  سَوْفَ  تَعْلَمُونَ ,  ثُمَّ   كَلاَّ  سَوْفَ  تَعْلَمُونَ [التكاثر/1-4]

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.Sekali-kali janganlah berbuat begitu! (karena) Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali janganlah berbuat begitu! (karena) Kelak kamu akan mengetahui.(QS At-Takaatsur (102) : 1 - 4)

Makna ayat ini dijelaskan dalam hadits yang shahih dari Mutharif dari bapaknya, ia berkata : “Saya datang kepada Nabi dan saat itu beliau telah membaca ayat :

أَ لْهَاكُمُ التّـَكَا ثُرُ ,
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu

Maka beliau bersabda : Manusia mengatakan inilah hartaku...inilah hartaku, wahai manusia, itu bukanlah hartamu, tetapi itu tidak lain hanyalah makanan apa yang habis engkau makan sehingga menjadi kotoran, pakaian apa yang habis engkau pakai sehingga menjadi lusuh, dan hartamu adalah apa yang engkau sedekahkan sehingga engkau mendahulukannya untuk kepentingan akhirat”

Hadits yang serupa :

صحيح مسلم - (ج 14 / ص 208/ح 5259) : حَدَّ ثَنِي  سُوَ يْدُ  بْنُ  سَعِيدٍ  حَدَّ ثَنِي  حَفْصُ  بْنُ  مَيْسَرَ ةَ  عَنْ الْعَلاَ ءِ  عَنْ أَبِيهِ  عَنْ  أَبِي  هُرَ يْرَ ةَ  أَنَّ  رَسُولَ  اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  قَالَ يَقُولُ ) الْعَبْدُ  مَالِي  مَالِي  إِ نَّمَا  لَهُ  مِنْ مَالِهِ  ثَلاَثٌ  مَا أَكَلَ  فَأَفْنَى  أَوْ  لَبِسَ  فَأَ بْلَى  أَوْ  أَعْطَى  فَاقْتَنَى  وَ  مَا سِوَى  ذَ لِكَ  فَهُوَ  ذَاهِبٌ وَ  تَارِكُهُ لِلنَّاسِ (

(MUSLIM - 5259) : Dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :("Manusia berkata, 'Hartaku, hartaku, ' sesungguhnya hartanya ada tiga : yang ia makan lalu ia habiskan, yang ia kenakan lalu ia usangkan atau yang ia berikan (sedekahkan) lalu ia miliki, selain itu akan lenyap dan akan ia tinggalkan untuk manusia'.")

Imam Syamsudin Muhammad bin Abu bakar bin Ayub Ad-Dimasyqi yang dikenal dengan Imam Ibnu Qayyum Al-Jauziyah (wafat 751 H) berkata : “Makna At-Takaatsur adalah seseorang yang berusaha mencari-cari kenikmatan dunia agar ia selalu mempunyai segala hal yang lebih banyak dari milik orang lain. Hal itu adalah sebuah perbuatan yang tercela, kecuali dalam hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah”.

Setelah menjelaskan kehinaan dan tercelanya perhiasan dan kekayaan hidup di dunia. Allah memuji pemanfaatan harta kekayaan dalam rangka ketaatan kepadaNya. Allah menganjurkan untuk banyak bersedekah. Allah Iberfirman :

قُلْ  أَؤُ نَبِّئُكُمْ  بِخَيْرٍ  مِنْ  ذَ لِكُمْ   لِلَّذِينَ  اتَّقَوْا  عِنْدَ رَ بِّهِمْ جَنَّاتٌ  تَجْرِي  مِنْ  تَحْتِهَا  اْلأَ نْهَارُ  خَالِدِينَ  فِيهَا وَ  أَزْوَ اجٌ مُطَهَّرَةٌ  وَرِضْوَ انٌ  مِنَ  اللَّهِ وَ  اللَّهُ  بَصِيرٌ  بِالْعِبَادِ ,  الَّذِينَ يَقُولُونَ  رَ بَّنَا  إِنَّنَا  آَمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُ نُوبَنَا  وَ  قِنَا عَذَابَ  النَّارِ ,  الصَّابِرِينَ  وَ الصَّادِقِينَ  وَ  الْقَانِتِينَ  وَ الْمُنْفِقِينَ  وَ  الْمُسْتَغْفِرِينَ بِاْلأَسْحَارِ  [آل عمران/15- 17]

Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”. Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta ridha Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. ; (Yaitu) orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka.” ; (Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar. (QS Ali Imran (3) : 14)

فَا تَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَ اسْمَعُوا وَ أَطِيعُوا وَ أَ نْفِقُوا خَيْرًا  ِلأَ نْفُسِكُمْ  وَ مَنْ  يُوقَ شُحَّ   نَفْسِهِ   فَأُو لَئِكَ  هُمُ الْمُفْلِحُونَ  ,  إِنْ  تُقْرِضُوا اللَّهَ  قَرْضًا  حَسَنًا  يُضَاعِفْهُ لَكُمْ  وَ  يَغْفِرْ لَكُمْ  وَ  اللَّهُ شَكُورٌ  حَلِيمٌ [التغابن/16، 17]

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung  ; Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia Melipatgandakan (balasan) untukmu dan Mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Penyantun. (QS At-Taghabun (64) : 16 - 17)

وَ  ابْتَغِ  فِيمَا  آَتَاكَ  اللَّهُ  الدَّارَ اْلآَخِرَ ةَ  وَ  لاَ   تَنْسَ  نَصِيبَكَ  مِنَ  الدُّ نْيَا  وَ  أَحْسِنْ   كَمَا أَحْسَنَ   اللَّهُ   إِلَيْكَ وَ  لاَ   تَبْغِ الْفَسَادَ  فِي  اْلأَرْضِ   إِنَّ  اللَّهَ   لاَ    يُحِبُّ   الْمُفْسِدِينَ[القصص/77]

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS Al Qashash (28) : 7)

Tentang ayat ke 14 surat Ali Imran, sahabat Umar bin Khatab  berkata :

صحيح البخاري - (ج 20 / ص 69)  :   قَالَ عُمَرُ  ) اللَّهُمَّ   إِ نَّا  لاَ  نَسْتَطِيعُ   إِلاَّ    أَنْ   نَفْرَحَ  بِمَا  زَ  يَّنْتَهُ  لَنَا  اللَّهُمَّ   إِ نِّي أَسْأَ لُكَ  أَنْ  أُ نْفِقَهُ  فِي حَقِّهِ(

Umar berkata : “Ya Allah!, sesungguhnya kami hanya bisa senang dengan harta kekayaan yang Engkau jadikan indah dalam pandangan kami. Ya Allah!, aku memohon kepadamu agar dikaruniai kemampuan mempergunakan harta secara benar untuk menunaikan kewajiban-kewajiban dalam harta”.

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata :“Dalam riwayat ini ada isyarat bahwa pelaku yang menghiasi dalam ayat 14 surat Ali Imran tersebut adalah Allah, dan bahwa makna tazyin (menghiasi) dalam ayat tersebut adalah menjadikannya indah dalam hati manusia, dan mereka tercipta dengan membawa tabiat seperti itu. Maka diantara manusia ada orang yang terus menerus berada dalam tabiat tersebut dan menggelutinya, dan inilah orang yang tercela.

Ada pula orang yang menjaga perintah dan larangan   Allah dalam harta kekayaan, mentaati batasan yang telah ditetapkan atasnya. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh melawan dorongan hawa nafsunya dengan taufik Allah. Orang yang seperti ini tidak terkena celaan dalam ayat ini.

Ada juga diantara manusia yang kedudukannya lebih tinggi lagi. Ia zuhud dari harta kekayaan dunia padahal ia memilikinya dan ia berpaling dari harta kekayaan dunia, padahal harta kekayaan dunia mendatanginya. Ini adalah kedudukan yang terpuji. Inilah yang diisyaratkan oleh perkataan Umar bin Khatab :

) اللَّهُمَّ   إِ نَّا  لاَ   نَسْتَطِيعُ  إِلاَّ    أَنْ   نَفْرَحَ   بِمَا  زَ  يَّنْتَهُ لَنَا  اللَّهُمَّ   إِ نِّي أَسْأَ لُكَ  أَنْ أُ نْفِقَهُ  فِي  حَقِّهِ(

“Ya Allah!, sesungguhnya kami hanya bisa senang dengan harta kekayaan yang Engkau jadikan indah dalam pandangan kami. Ya Allah!, aku memohon kepadamu agar dikaruniai kemampuan mempergunakan harta secara benar untuk menunaikan kewajiban-kewajiban dalam harta”. 

Demikian pula hadits-hadits Nabawi menjelaskan bahwa yang tercela adalah berlomba-lomba memperebutkan harta kekayaan dunia tanpa mengindahkan aturan-aturan syariat, dan mempergunakannya dalam rangka memenuhi tuntutan syahwat belaka, sehingga lalai dari mengejar kebahagiaan hidup di akhirat.

صحيح البخاري - (ج 10 / ص 413/ح 2924) :  حَدَّ ثَنَا  أَ بُو  الْيَمَانِ  أَخْبَرَ نَا شُعَيْبٌ  عَنْ  الزُّهْرِيِّ  قَالَ  حَدَّ ثَنِي  عُرْوَ ةُ بْنُ  الزُّ بَيْرِ  عَنْ الْمِسْوَرِ  بْنِ  مَخْرَمَةَ  أَ نَّهُ  أَخْبَرَ هُ   أَنَّ   عَمْرَو  بْنَ  عَوْفٍ  اْلأَ نْصَارِيَّ  وَ  هُوَ  حَلِيفٌ  لِبَنِي عَامِرِ  بْنِ  لُؤَ يٍّ  وَ  كَانَ  شَهِدَ بَدْرًا  أَخْبَرَ هُ   أَنَّ  رَسُولَ  اللَّهِ صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ بَعَثَ  أَ بَا  عُبَيْدَةَ  بْنَ الْجَرَّ ا حِ  إِلَى  الْبَحْرَ يْنِ  يَأْتِي  بِجِزْ يَتِهَا وَ  كَانَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  هُوَ  صَالَحَ أَهْلَ الْبَحْرَ يْنِ  وَ  أَمَّرَ  عَلَيْهِمْ الْعَلاَ ءَ  بْنَ  الْحَضْرَ مِيِّ  فَقَدِمَ  أَ بُو  عُبَيْدَ ةَ   بِمَالٍ  مِنْ الْبَحْرَ يْنِ  فَسَمِعَتْ  اْلأَ نْصَارُ بِقُدُومِ  أَبِي  عُبَيْدَةَ   فَوَافَتْ صَلاَ ةَ  الصُّبْحِ   مَعَ   النَّبِيِّ صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ فَلَمَّا  صَلَّى  بِهِمْ   الْفَجْرَ انْصَرَفَ  فَتَعَرَّضُوا  لَهُ  فَتَبَسَّمَ رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ وَ  سَلَّمَ   حِينَ  رَ آ هُمْ   وَ قَالَ  أَظُنُّكُمْ  قَدْ سَمِعْتُمْ  أَنَّ  أَبَا  عُبَيْدَةَ  قَدْ  جَاءَ  بِشَيْءٍ قَالُوا  أَجَلْ   يَا  رَسُولَ  اللَّهِ  قَالَ  ) فَأَ بْشِرُوا  وَ  أَمِّلُوا مَا   يَسُرُّ  كُمْ فَوَ  اللَّهِ   لاَ  الْفَقْرَ  أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  وَ  لَكِنْ  أَخَشَى  عَلَيْكُمْ   أَنْ   تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ  الدُّ  نْيَا  كَمَا  بُسِطَتْ عَلَى  مَنْ  كَانَ  قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُو هَا   كَمَا   تَنَافَسُو هَا  وَ  تُهْلِكَكُمْ   كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ(


(BUKHARI - 2924) : ............................ Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: ("Bergembiralah dan bercita-citalah dengan apa yang dapat membuat kalian berbahagia. Sungguh demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan dari kalian. Akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian adalah bila kalian telah dibukakan (harta) dunia, sebagaimana telah dibukakan kepada orang-orang sebelum kalian,  lalu kalian berlomba-loba untuk memperebutkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba memperebutkannya, sehingga harta dunia itu membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka".)

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Sabda beliau ‘sehingga harta dunia itu membinasakan kalian’, karena harta kekayaan adalah sesuatu yang disenangi, jiwa bersemangat untuk mencarinya, dan enggan memberikannya, sehingga timbul permusuhan yang menyebabkan terjadinya sikap saling membunuh yang berujung kepada kehancuran”.

Imam Abu Al-Hasan Ali bin Khalaf bin Bathal Al-Maliki (wafat 449 H) berkata : “Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dibukakan baginya pintu-pintu perhiasan dunia, hendaknya mewaspadai keburukan fitnah dan akhir dari hartanya. Ia hendaknya tidak tenang (rela dan puas) dengan keindahannya, dan tidak menyaingi orang lain dalam memperebutkannya”. 

مسند أحمد - (ج 22 / ص 79/ح  10535) :  حَدَّ ثَنَا  كَثِيرٌ  حَدَّ ثَنَا  جَعْفَرٌ  قَالَ سَمِعْتُ  يَزِيدَ  بْنَ  اْلأَصَمِّ يَقُولُ  قَالَ  أَ بُو هُرَ يْرَ ةَ حَدِيثٌ  لاَ  أَحْسِبُهُ  إِلاَّ  رَفَعَهُ إِلَى  النَّبِيِّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  قَالَ)  .... وَ  اللَّهِ  مَا أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  الْفَقْرَ  وَ  لَكِنْ  أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  التَّكَا ثُرَ وَ لَكِنْ  أَخْشَى  عَلَيْكُمْ  الْعَمْدَ(

(AHMAD - 10535) : Abu Hurairah menjelaskan; sebuan hadits yang aku perkirakan dimarfu'kan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : (Demi Allah, aku tidak takut kefakiran melanda kalian, tapi yang aku takutkan adalah membanggakan harta yang melimpah dan ketergantungan kalian kepadanya")

صحيح البخاري - (ج 5 / ص 124/ح 1258)  :  حَدَّ ثَنَا عَبْدُ  اللَّهِ  بْنُ  يُوسُفَ  حَدَّ ثَنَا اللَّيْثُ  حَدَّ ثَنِي  يَزِيدُ  بْنُ  أَبِي حَبِيبٍ  عَنْ  أَبِي  الْخَيْرِ  عَنْ عُقْبَةَ  بْنِ  عَامِرٍ  أَنَّ  النَّبِيَّ صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ  سَلَّمَ خَرَجَ  يَوْ مًا  فَصَلَّى  عَلَى أَهْلِ أُحُدٍ  صَلاَ تَهُ  عَلَى  الْمَيِّتِ  ثُمَّ انْصَرَفَ  إِلَى  الْمِنْبَرِ  فَقَالَ ) إِ نِّي  فَرَطٌ   لَكُمْ  وَ  أَ نَا  شَهِيدٌ عَلَيْكُمْ  وَ إِنِّي  وَ  اللَّهِ َلأَ  نْظُرُ إِلَى  حَوْضِي  اْلآنَ  وَ  إِ نِّي أُعْطِيتُ  مَفَاتِيحَ   خَزَ ائِنِ اْلأَرْضِ   أَوْ  مَفَاتِيحَ  اْلأَرْضِ وَ   إِنِّي  وَ  اللَّهِ  مَا  أَخَافُ عَلَيْكُمْ  أَنْ  تُشْرِكُوا  بَعْدِي وَ  لَكِنْ  أَخَافُ  عَلَيْكُمْ  أَنْ  تَنَافَسُوا  فِيهَا(

(BUKHARI - 1258) : Dari 'Uqbah bin 'Amir bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari keluar untuk menyolatkan syuhada' perang Uhud sebagaimana shalat untuk mayit. Kemudian Beliau pergi menuju mimbar lalu bersabda: ("...... demi Allah, sekarang aku sedang melihat telagaku (yang di surga) dan aku telah diberikan kunci-kunci kekayaan bumi atau kunci-kunci perbendaharaan bumi (dunia). Demi Allah, sungguh aku tidak khawatir kepada kalian bahwa kalian akan menyekutukan (Allah) kembali sepeninggal aku. Namun yang aku khawatirkan terhadap kalian adalah kalian akan memperebutkan kekayaan / kunci-kunci perbendaharaan bumi ini".)

صحيح البخاري - (ج 20 / ص 53/ح  5947) :  حَدَّ ثَنَا  إِسْمَاعِيلُ  قَالَ  حَدَّ ثَنِي مَالِكٌ  عَنْ  زَ يْدِ  بْنِ  أَسْلَمَ  عَنْ عَطَاءِ  بْنِ   يَسَارٍ  عَنْ  أَبِي سَعِيدٍ  الْخُدْرِيِّ  قَالَ  قَالَ رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ ) إِنَّ  أَكْثَرَ  مَا  أَخَافُ  عَلَيْكُمْ مَا  يُخْرِ جُ   اللَّهُ   لَكُمْ  مِنْ  بَرَكَاتِ  اْلأَرْضِ   قِيلَ  وَ  مَا  بَرَكَاتُ   اْلأَرْضِ   قَالَ   زَهْرَ ةُ  الدُّ  نْيَا  فَقَالَ  لَهُ رَجُلٌ  هَلْ  يَأْتِي  الْخَيْرُ  بِالشَّرِّ  فَصَمَتَ النَّبِيُّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ حَتَّى  ظَنَنَّا  أَ نَّهُ   يُنْزَلُ  عَلَيْهِ  ثُمَّ جَعَلَ يَمْسَحُ  عَنْ  جَبِينِهِ  فَقَالَ  أَ يْنَ   السَّائِلُ  قَالَ  أَ نَا  قَالَ   أَ بُو سَعِيدٍ  لَقَدْ  حَمِدْ نَاهُ  حِينَ  طَلَعَ  ذَلِكَ  قَالَ  لاَ   يَأْ تِي الْخَيْرُ  إِلاَّ بِالْخَيْرِ   إِنَّ  هَذَا  الْمَالَ  خَضِرَ ةٌ حُلْوَ ةٌ   وَ  إِنَّ   كُلَّ  مَا  أَ نْبَتَ الرَّ بِيعُ   يَقْتُلُ  حَبَطًا  أَوْ   يُلِمُّ  إِلاَّ   آكِلَةَ الْخَضِرَ ةِ   أَكَلَتْ  حَتَّى إِذَ ا  امْتَدَّتْ  خَاصِرَ تَاهَا اسْتَقْبَلَتْ  الشَّمْسَ  فَاجْتَرَّتْ  وَ ثَلَطَتْ  وَ  بَالَتْ  ثُمَّ عَادَتْ  فَأَ كَلَتْ  وَ  إِنَّ  هَذَ ا  الْمَالَ  حُلْوَ ةٌ  مَنْ  أَخَذَهُ   بِحَقِّهِ  وَ  وَضَعَهُ  فِي  حَقِّهِ   فَنِعْمَ   الْمَعُو نَةُ هُوَ  وَ  مَنْ أَخَذَهُ   بِغَيْرِ  حَقِّهِ كَانَ   كَالَّذِي   يَأْكُلُ  وَ  لاَ  يَشْبَعُ(

(BUKHARI - 5947) : Dari Abu Sa'id Al khudri dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ("Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah sesuatu yang Allah keluarkan untuk kalian dari berkahnya bumi (barakat al-ardh)." Beliau ditanya; 'Apa maksud dari berkahnya bumi? ' Beliau menjawab: 'Yaitu perhiasan dunia.' Maka seseorang bertanya kepada beliau; 'Wahai Rasulullah, apakah mungkin kebaikan akan mendatangkan keburukan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diam beberapa saat, hingga kami mengira (wahyu) diturunkan kepada beliau, kemudian beliau mengusap keningnya lalu bersabda: 'Di manakah orang yang bertanya tadi? ' Laki-laki itu berkata; 'Saya'.  Abu Sa'id berkata; 'Kami sempat memujinya ketika dia tiba-tiba muncul.' Beliau bersabda: 'Sesungguhnya kebaikan itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan, sesungguhnya harta dunia ini adalah hijau dan manis, dan setiap sesuatu yang ditumbuhkan musim semi akan mematikan atau membinasakan, kecuali pemakan hijau-hijauan, dia makan sampai lambungnya telah melebar, kemudian menghadap matahari lalu berak, kencing dan kembali dan makan. Dan sesungguhnya harta itu terasa manis, maka barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang benar dan meletakkan dengan cara yang benar pula, maka alangkah beruntungnya dia dan barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, maka perumpamaannya ibarat orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang.')

صحيح مسلم - (ج 5 / ص 270/ح 1742) : و  حَدَّ ثَنَا  يَحْيَى  بْنُ  يَحْيَى  أَخْبَرَ نَا اللَّيْثُ  بْنُ  سَعْدٍ  ح  و  حَدَّ ثَنَا قُتَيْبَةُ  بْنُ سَعِيدٍ  وَ تَقَارَ بَا فِي  اللَّفْظِ  قَالَ  حَدَّ ثَنَا  لَيْثٌ عَنْ  سَعِيدِ  بْنِ  أَبِي  سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ  عَنْ  عِيَاضِ  بْنِ  عَبْدِ اللَّهِ  بْنِ  سَعْدٍ  أَ نَّهُ  سَمِعَ  أَ بَا  سَعِيدٍ  الْخُدْرِيَّ  يَقُو لُ  قَامَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ فَخَطَبَ  النَّاسَ فَقَالَ  ) لاَ  وَ  اللَّهِ  مَا  أَخْشَى عَلَيْكُمْ   أَ يُّهَا  النَّاسُ   إِلاَّ  مَا   يُخْرِجُ   اللَّهُ   لَكُمْ   مِنْ زَهْرَ ةِ الدُّ نْيَا  فَقَالَ  رَجُلٌ  يَا رَسُولَ  اللَّهِ   أَ يَأْتِي  الْخَيْرُ  بِالشَّرِّ  فَصَمَتَ  رَسُولُ  اللَّهِ صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ سَاعَةً   ثُمَّ  قَالَ   كَيْفَ  قُلْتَ قَالَ  قُلْتُ   يَا  رَسُولَ  اللَّهِ   أَ يَأْتِي  الْخَيْرُ   بِالشَّرِّ  فَقَالَ  لَهُ رَسُولُ   اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  إِنَّ   الْخَيْرَ  لاَ   يَأْتِي  إِلاَّ   بِخَيْرٍ  أَوَ  خَيْرٌ  هُوَ   إِنَّ  كُلَّ   مَا  يُنْبِتُ   الرَّ بِيعُ  يَقْتُلُ حَبَطًا  أَوْ يُلِمُّ  إِلاَّ   آكِلَةَ  الْخَضِرِ  أَكَلَتْ   حَتَّى  إِذَا امْتَلأَتْ  خَاصِرَتَاهَا  اسْتَقْبَلَتْ الشَّمْسَ  ثَلَطَتْ   أَوْ   بَالَتْ ثُمَّ اجْتَرَّتْ  فَعَادَتْ  فَأَكَلَتْ  فَمَنْ   يَأْخُذْ  مَالاً   بِحَقِّهِ   يُبَارَ كْ  لَهُ   فِيهِ  وَ  مَنْ   يَأْخُذْ مَالاً   بِغَيْرِ  حَقِّهِ  فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الَّذِي  يَأْكُلُ  وَ  لاَ   يَشْبَعُ(

(MUSLIM - 1742) : Dari 'Iyadh bin Abdillah bin Sa'ad, bahwa ia mendengar Abu Sa'id Al Khudhri berkata: Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdiri dan menyampaikan khutbah di depan manusia. Beliau berkata :(Tidak, Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku khawatirkan menimpa kalian selain daripada kenikmatan dunia yang Allah lapangkan untuk kalian. Seorang sahabat bertanya: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apakah harta yang didapat dari jalan yang baik juga bisa mendatangkan keburukan? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terdiam sesa'at, lalu beliau berkata: Apa yang engkau tanyakan? Dia berkata: akupun mengulangi pertanyaanku; Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apakah harta yang didapat dari jalan yang baik juga bisa mendatangkan keburukan? Beliau menjawab: Sesungguhnya kebaikan yang hakiki hanya akan membuahkan kebaikan, apapun kebaikan tersebut. Sesungguhnya semua tanaman yang tumbuh di musim semi hanya akan membinasakan hewan-hewan yang rakus yang melahap semua jenis tumbuhan atau minimal akan membuatnya sekarat, kecuali hewan yang hanya memakan sayur-sayuran saja. Ia makan, lalu jika kedua sisi perutnya telah penuh dengan makanan iapun menghadap matahari untuk buang air besar dan kecil, kemudian ia kembali mengunyah makanan lagi dan menelannya. Maka barangsiapa yang mengambil harta yang menjadi haknya maka akan diberikan keberkahan kepadanya, Dan barangsiapa yang mengambil harta yang bukan menjadi haknya maka ia adalah seperti hewan yang selalu makan dan tidak pernah merasa kenyang".)

سنن الترمذي - (ج 8 / ص 327/ح2256) و مسند أحمد - (ج 35 / ص 339/ح 16826) و الآحاد والمثاني لابن أبي عاصم - (ج 7 / ص 148/ح 2220) و المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 18 / ص 268/ح  8010) و المعجم الأوسط للطبراني - (ج 7 / ص 393/ح  3423) و  صحيح ابن حبان - (ج 13 / ص 447/ح  3292)  :  حَدَّ ثَنَا  أَحْمَدُ  بْنُ  مَنِيعٍ  حَدَّ ثَنَا  الْحَسَنُ  بْنُ سَوَّ ارٍ  حَدَّ ثَنَا لَيْثُ  بْنُ  سَعْدٍ  عَنْ  مُعَاوِ يَةَ  بْنِ  صَالِحٍ  أَنَّ  عَبْدَ  الرَّحْمَنِ  بْنَ  جُبَيْرِ بْنِ  نُفَيْرٍ  حَدَّ ثَهُ   عَنْ أَبِيهِ  عَنْ  كَعْبِ  بْنِ عِيَاضٍ  قَالَ  سَمِعْتُ  النَّبِيَّ  صَلَّى  اللَّهُ عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  يَقُولُ  )  إِنَّ    لِكُلِّ أُمَّةٍ   فـِتْـنَةً  وَ  فـِتْنـَةُ   أُمَّتِي  الْمَالُ  (

Dari Ka'ab bin 'Iyadl berkata : Aku mendengar nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:("Sesungguhnya setiap ummat itu memiliki fitnah dan fitnah ummatku adalah harta.")

صحيح البخاري - (ج 1 / ص 31/ح 18) و سنن أبي داود - (ج 11 / ص 337/ح 3722) و سنن ابن ماجه - (ج 11 / ص 477/ح 3970) و مسند أحمد - (ج 22 / ص 369/ح 10824) و صحيح ابن حبان - (ج 24 / ص 454/ح 6058):  حَدَّ ثَنَا  عَبْدُ  اللَّهِ  بْنُ  مَسْلَمَةَ  عَنْ مَالِكٍ  عَنْ  عَبْدِ  الرَّحْمَنِ  بْنِ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  عَبْدِ  الرَّحْمَنِ بْنِ  أَبِي  صَعْصَعَةَ  عَنْ أَبِيهِ  عَنْ  أَبِي  سَعِيدٍ  الْخُدْرِيِّ  رَضِيَ  اللَّهُ عَنْهُ  أَ نَّهُ  قَالَ  قَالَ  رَسُولُ  اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ   يُوشِكُ )  أَنْ  يَكُونَ خَيْرَ  مَالِ   الْمُسْلِمِ   غَنَمٌ  يَتْبَعُ  بِهَا  شَعَفَ   الْجِبَالِ   وَ  مَوَ ا قِعَ   الْقَطْرِ   يَفِرُّ   بِدِينِهِ   مِنَ  الْفِتَنِ(

Dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ( "Akan terjadi (suatu zaman) harta seorang muslim yang paling baik adalah kambing yang digembalakannya di puncak gunung dan tempat-tempat terpencil, dia pergi menghindar dengan membawa agamanya disebabkan takut terkena fitnah").

صحيح البخاري - (ج 10 / ص 11/ح 2673) : حَدَّ ثَنَا يَحْيَى  بْنُ   يُوسُفَ  أَخْبَرَ نَا  أَ بُو  بَكْرٍ يَعْنِي  ابْنَ  عَيَّاشٍ  عَنْ   أَبِي  حَصِينٍ  عَنْ  أَبِي  صَالِحٍ  عَنْ أَبِي  هُرَ يْرَ ةَ  رَضِيَ  اللَّهُ عَنْهُ  عَنْ  النَّبِيِّ  صَلَّى  اللَّهُ  عَلَيْهِ  وَ سَلَّمَ  قَالَ  ) تَعِسَ  عَبْدُ  الدِّينَارِ  وَ عَبْدُ  الدِّرْهَمِ  وَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ  أُعْطِيَ  رَضِيَ  وَ  إِنْ  لَمْ  يُعْطَ  سَخِطَ  تَعِسَ  وَ  انْتَكَسَ وَ  إِذَ ا  شِيكَ  فَلاَ  انْتَقَشَ(

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ("Celakalah budak/hamba dinar (mata uang emas) , hamba dirham (mata uang perak),  budak/hamba pakaian mewah. Jika diberi maka ia ridha, dan jika tidak diberi maka ia akan marah.. Ia celaka dan terjungkal . Bila terkena duri, ia tidak bisa mencabutnya").Makna ‘hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian mewah’adalah orang yang senantiasa mencarinya, sangat bernafsu mengumpulkannya, dan begitu ketat menjaganya. Sekan-akan ia adalah budak dan pembantu bagi tuan majikannya yang bernama dinar, dirham, dan pakaian mewah.

Imam Al Husain bin Muhammad bin Abdullah At-Thibi(743 H) mengatakan : “Lafalhamba/budak disebutkan secara khusus untuk mengisyaratkan bahwa ia telah begitu dalam menceburkan dirinya kedalam kecintaan kepada dunia dengan segala kenikmatannya, sehingga ia tak ubahnya bagikan seorang tawanan yang tidak bisa meloloskan dirinya. Beliau tidak menggunakanlafal pemilik dinar atau pengumpul dinar, karena yang dicela dalam kepemilikan dan pengumpulan adalah bila telah melampaui batas kebutuhan. Sabda beliau  ‘jika diberi.........’ semakin menunjukkan ketamakan kepada harta duniawi”.

Para Ulama lain menerangkan,bahwa ia disebut budak dinar, dirham dan pakaian mewah, karena ketamakan dan kerakusannya kepada harta kekayaan tersebut. Barang siapa telah menjadi budaknya, ia pasti tidak akan menunaikan kewajiban dalam harta tersebut secara benar.

Lafal (تَعِسَ) ta’isya, mempunyai beberapa makna. Diantaranya adalah celaka, jatuh tersungkur dengan muka menghujam ke tanah, terpeleset hingga pingsan, dan tidak segera siuman, keburukan, kebinasaan, dan keinginannya meleset tidak bisa ia penuhi.

Lafal (انْتَكَسَ) intakasya, mempunyai beberapa makna pula. Antara lain : kembali terkena penyakit, tatkala terjatuh dirinya sibuk menenangkan diri sehingga akhirnya kembali terjatuh, dan terjungkal dengan posisi kepala dibawah kaki diatas.

Lafal (إِذَ ا  شِيكَ  فَلاَ  انْتَقَشَ)idza syika falaa intaqasya, mempunyai makna apabila terkena duri, ia tidak bisa mencabutnya atau dokter tidak mampu mengeluarkan dan mengobatinya.

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani berkata : “Lafal hadits (celakalah hamba dinar, dirham dan pakaian mewah) ini mengisyaratkan sebuah doa dari Rasulullah agar ia (yang rakus dan tamak harta) ditimpa hal yang membuatnya tidak mampu bergerak dan berusaha. Ia boleh didoakan agar celaka seperti itu, karena pelakunya hidup sebatas mengumpulkan harta dunia semata. Akibatnya ia tersibukkan dan terlalaikan dari menunaikan berbagai amalan wajib dan sunnah”
                                                                            
Semoga kita semua tidak tersibukkan mencari harta... yang mengakibatkan laknat diberikan kepada kita semua...karena lalai dengan kewajiban dan tugas kita di dunia. Na’udzubillahi min dzalika.

Ingat pesan Rasulullah :

)وَ  إِنَّ  هَذَ ا  الْمَالَ  حُلْوَ ةٌ   مَنْ أَخَذَهُ   بِحَقِّهِ  وَ  وَضَعَهُ   فِي حَقِّهِ   فَنِعْمَ   الْمَعُو نَةُ  هُوَ  وَ مَنْ أَخَذَهُ   بِغَيْرِ  حَقِّهِ  كَانَ  كَالَّذِي   يَأْكُلُ  وَ  لاَ   يَشْبَعُ(

(Dan sesungguhnya harta itu terasa manis, maka barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang benar dan meletakkan dengan cara yang benar pula, maka alangkah beruntungnya dia dan barang siapa yang mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak benar, maka perumpamaannya ibarat orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang.')
Jika orang itu tidak merasa kenyang dan terus menerus sibuk dengan harta sampai melupakan kewajiban utamanya maka inilah yang diucapkan Rasulullah:

) تَعِسَ  عَبْدُ  الدِّينَارِ  وَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ  وَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ  إِنْ أُعْطِيَ  رَضِيَ  وَ  إِنْ  لَمْ  يُعْطَ  سَخِطَ  تَعِسَ  وَ  انْتَكَسَ وَ  إِذَ ا  شِيكَ  فَلاَ  انْتَقَشَ(

("Celakalah budak/hamba dinar (mata uang emas) , hamba dirham (mata uang perak),  budak/hamba pakaian mewah. Jika diberi maka ia ridha, dan jika tidak diberi maka ia akan marah.. Ia celaka dan terjungkal . Bila terkena duri, ia tidak bisa mencabutnya").

Minggu, 29 November 2020

Penjelasan Tentang Tafakkur Alam


Ayat yang menjadi acuan utama mengenai penciptaan alam adalah surat al-Baqarah:117, yang berbunyi:
 
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
 
 “Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia”.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam yang tidak dapat disangkal, di samping pemeliharaanya yang maha pengasih. Karena kekuasaan-Nya bila Ia hendak menciptakan bumi dan langit, Dia hanya mengatakan “jadilah”.
Secara umum ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam dapat dipetakan melalui dua pendekatan: maudhu’i-mushafi, yaitu pengelompokan ayat-ayat tentang penciptaan alam yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya dalam mushhaf, ‎maudhu’i- tanzili, yaitu pengelompokan ayat-ayat itu yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya waktu diturunkan 

Duhai alangkah ingkarnya manusia itu. Apakah kalian bisa menemukan ada seorang manusia yang mampu merubah hukum-hukum fisika dan hukum-hukum magnet? Hal yang dimampui oleh manusia hanyalah mengarahkan sebagian penerapan hukum-hukum fisika dan magnet untuk kepentingan manusia. Ia mempergunakan akalnya dan membuat inovasi untuk memetik buah-buah dari hukum-hukum tersebut, karena ia tidak akan mampu untuk merubah hukum-hukum tersebut. Ia tidak mampu mengadakan hukum-hukum tersebut, tidak pula menghilangkannya.

Tafakur Alam merupakan perbuatan yang diperintahkan dalam agama dan ditunjukkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan untuk merenungkan berbagai fenomena alam.

Allah SWT Berfirman :

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ﴿ە۱۹﴾ ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ﴿۱۹۱﴾

 "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, ( yaitu ) orang -orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ), "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalahkami dari siksa neraka.( Q.S 3 Ali-Imran : 190-191 )

Secara umum, objek tafakur adalah memikirkan dan merenungkan makhluk Allah SWT. termasuk dalam kategori Makhluk Allah ialah alam semesta beserta segala yang dikandungnya.

Perenungan terhadap gejala alam sangat bermanfaat dalam rangka mengungkap tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga manusia menjadi tunduk, patuh, dan taat kepada Penciptanya, yaini Allah SWT.

Batasan penting yang harus diperhatikan dalam bertafakur ialah bahwa kaum Mukminim dilarang memikirkan atau merenungkan Dzat Allah SWT. 

Seseorang pernah bertanya kepada Imam Malik bin Anas tentang bagaimana bersemayamnya Allah ( istawa ) di atas Arrasy, maka sang imam pun berfikir sejenak lantas memberikan jawaban :

الاستواءمعلوم والكيف غير معلوم والايمان به واجب والسوءال عنه بدعة

Istiwa' itu telah diketahui maknanya, tetapi bagaimana caranya tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bidah.

Jawaban Imam Malik ini selanjutnya jadi kaidah yang terkenal di kalangan para ulama dalam menyikapi persoalan seputar Dzat dan sifat Allah.

Dengan demikian, terlarang hukumnya bagi seorang Mukmin untuk bertafakur memikirkan Dzat atau Sifat Allah SWT. Syekh Sa'id bin Wahf al-Qahtan menjelaskan dalam kitab Syarhu 'Aqidatil Wasithiyyah, bhawa yang harus kita lakukan mengenai keberadaan dalil-dalil ynag memaparkan tentang Dzat atau SIfat Allah ialah mengimani dan menetapkan tanpa takwil ( tafsir ), takyif ( bertanya tentang caranya ), ta'thil ( menolak sebagian atau seluruhnya ), dan tamtsil ( menyetarakannya dengan zat atau sifat makhluk ).

Selanjutnya, termasuk dalam aktivitas ialah menelaah Ayat-ayat Allah SWT, sehingga dapat dipahami dan diamalkan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Yang patut menjadi perhatian, sebagaimana disinggung diatas, perintah menafakuri Ayat-ayat Allah hanya ditunjukkan bagi mereka yang memilikki pengetahuann terutama pengetahuan agama.

Memikirkan Ayat-ayat Allah tidak dapat dilakukan kecuali terlebih dahulu mengetahui ilmu yang berhubungan dengan ayat-ayat tersebut. ‎

Sesungguhnya benda-benda langit dan langit yang difirmankan oleh Allah:

(لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ)

"Sungguh penciptaan langit dan bumi itu lebih besar dari penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak memahaminya." (QS. Ghafir [40]: 57)
Benda-benda langit dan langit memiliki hukum-hukum fisika, kimia, matematika, arsitek dan lain-lain; yang mengokohkan dan mengatur urusannya. Semua hukum tersebut dijalankan dan diatur secara langsung oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, tidak ada makhluk yang lebih besar dari-Nya, tidak ada sesuatu makhluk pun yang tersembunyi dan tidak diketahui-Nya. Inilah awal keimanan nabi Ibrahim 'alaihis salam.
Maka lihatlah kembali benda-benda langit dan langit dua kali, niscaya engkau tidak akan melihat ada kekurangan padanya. Sebuah keserasian yang sangat mengagumkan, sebuah karya yang agung dalam pengaturan urusan langit dan bumi, tidak ada celah dan kekurangan padanya.
Manusia menerima amanat yang langit, bumi dan gunung pun keberatan untuk mengembannya. Sungguh manusia itu sangat zalim dan bodoh. Maka langit dan bumi tetap diperjalankan menurut hukum-hukum tersebut yang menjaga keseimbangannya. Sementara kita, umat manusia, menerima amanat tersebut.
Maka Allah menciptakan bagi kita kehidupan dunia dan Allah menyerahkan kepada kita sebagian hukum-hukum-Nya yang tidak tercampuri oleh sedikit pun celah kekurangan. Allah memberi kita pilihan untuk menetapi hukum-hukum tersebut dan hal itu dinamakan-Nya ketaatan. Allah juga memberi kita pilihan untuk tidak menetapi hukum-hukum tersebut dan hal itu dinamakan-Nya kemaksiatan. Sementara hukum-hukum-Nya disebut syariat.
Jika hukum-hukum fisika merupakan praktik keseimbangan bagi alam semesta, maka syariat merupakan hukum-hukum keseimbangan bagi sebagian makhluk bernama "manusia", yang tinggal di planet bumi. Maka seluruh alam semesta dan makhluk dalam kondisi tunduk (istilah Al-Qur'annya adalah sujud) secara totalitas kepada hukum-hukum Allah. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:

(أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ )

"Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya bersujud kepada Allah segala makhluk yang berada di langit dan di bumi, demikian juga sujud kepada-Nya matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, binatang melata dan banyak manusia? Tetapi banyak manusia yang pantas mendapatkan azab. Dan barangsiapa yang dihinakan oleh Allah niscaya tiada seorang pun yang dapat menjadikannya mulia. Sesungguhnya Allah Maha Mengerjakan apa yang Dia kehendaki."(QS. Al-Hajj [22]: 18)

Sementara itu berkenaan dengan syariat, maka sungguh manusia itu paling banyak membantah. Bukannya melakukan inovasi dalam mempraktekkan hukum-hukum syariat dan mempergunakan akalnya untuk mengambil buah darinya, meminum dari mata airnya; manusia justru menentang hukum-hukum syariat, tidak cerdas memahaminya, bahkan bodoh dan hina. Ia diberi akal oleh Allah, namun ia justru mengkafiri (menolak, mengingkari, membenci dan memusuhi—pent) syariat-Nya dan berdalih ia bebas memilih. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:

(أَوَلَمْ يَرَ الإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ * وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ .. )

"Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia kemudian menjadi musuh yang nyata. Dan dia membuat perumpamaan bagi kami dan melupakan asal kejadiannya." (QS. Yasin [36]: 77-78)

Syariat bukanlah hukum hudud (pidana Islam) semata, namun ia adalah undang-undang manusia di planet bumi, agar selaras dan serasi dengan alam semesta. Maka Anda tidak akan melihat adanya kekurangan pada penciptaan dan ketetapan-Nya. Dengan begitulah hadits-hadits tentang akhir zaman bisa dipahami, ketika Isa 'alaihis salam memerintah planet bumi dengan Islam:

(يَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ إِمَامًا هَادِيًا وَمِقْسَطًا عَادِلا ، فَإِذَا نَزَلَ كَسَرَ الصَّلِيبَ ، وَقَتَلَ الْخِنْزِيرَ ، وَوَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَتَكُونُ الْمِلَّةُ وَاحِدَةً ، وَيُوضَعُ الأَمْرُ فِي الأَرْضِ ، حَتَّى أَنَّ الأَسَدَ لَيَكُونُ مَعَ الْبَقَرِ تَحْسِبُهُ ثَوْرَهَا ، وَيَكُونُ الذِّئْبُ مَعَ الْغَنَمِ تَحْسِبُهُ كَلْبَهَا ، وَتُرْفَعُ حُمَةُ كُلِّ ذَاتِ حُمَةٍ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ الْحَنَشِ فَلا يَضُرُّهُ ، وَحَتَّى تُفِرَّ الْجَارِيَةُ الأَسَدَ ، كَمَا يُفَرُّ وَلَدُ الْكَلْبِ الصَّغِيرِ ، وَيُقَوَّمَ الْفَرَسُ الْعَرَبِيُّ بِعِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَيُقَوَّمَ الثَّوْرُ بِكَذَا وَكَذَا ، وَتَعُودَ الأَرْضُ كَهَيْئَتِهَا عَلَى عَهْدِ آدَمَ ، وَيَكُونَ الْقِطْفُ يَعْنِي الْعِنْقَادَ يَأْكُلُ مِنْهُ النَّفَرُ ذُو الْعَدَدِ ، وَتَكُونَ الرُّمَّانَةُ يَأْكُلُ مِنْهَا النَّفَرُ ذُو الْعَدَدِ)

"Isa bin Maryam akan turun sebagai seorang pemimpin, pemberi petunjuk dan penguasa yang adil dan menegakkan keadilan. Jika ia telah turun, ia akan mematahkan salib, membunuh babi, menghapuskan jizyah, dan hanya ada satu agama (Islam) dan perintah Allah dilaksanakan di muka bumi. Sampai-sampai seekor singa akan damai bersama dengan kumpulan sapi betina seakan kumpulan sapi betina itu mengganggapnya sebagai sapi jantannya, seekor srigala akan damai bersama kawanan kambing seakan kawanan kambing itu menganggapnya anjing penjaga.
Pada waktu itu bisa dihilangkan dari setiap hewan berbisa, sampai-sampai seseorang meletakkan telapak tangannya pada kepala seekor ular berbisa namun hal itu tidak mencelakainya, sampai-sampai seorang anak perempuan bermain dengan seekor singa seperti bermainnya anak anjing yang kecil.
Pada waktu itu seekor kuda Arab hanya berharga 20 dirham, sementara seekor sapi akan dihargai segini dan segini (sangat mahal, karena zaman tersebut zaman cocok tanam dan kemakmuran, bukan zaman perang, pent). Bumi akan kembali kepada keadaannya semula seperti pada masa nabi Adam. Sampai-sampai setangkai kurma bisa mengenyangkan banyak orang dan setangkai anggur bisa mengenyangkan banyak orang."(HR. Ma'mar bin Rasyid dalam Al-Jami' no. 1465)
Ini yang berkaitan dengan fisika benda-benda langit dan hukum-hukum alam.
Adapun unta adalah Ikhwan yang Allah karuniakan syariat kepada mereka, namun mereka ragu-ragu terhadapnya, malu-malu darinya, dan menawarnya demi meraih ridha Barat, orang-orang liberal dan orang-orang sekuler, dan mereka menuntut daulah madaniyah, negara sipil (Negara berdasar hukum buatan manusia ). Maka pantaslah apabila mereka terkena sabda Nabi yang tercinta:

مَنْ أَرْضَى اللهَ فِي سَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَرْضَى النَّاسَ فِي سَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

"Barangsiapa membuat Allah ridha walau manusia tidak menyukainya, niscaya Allah akan meridhainya. Dan barangsiapa membuat manusia ridha walau Allah tidak menyukainya, niscaya Allah akan membencinya dan Allah akan membuat manusia membencinya." (HR. Ibnu Hibban)

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...