Minggu, 29 November 2020

Penjelasan Tentang Waktu Bagaikan Pedang


Banyak yang sering berkata, "Aku nggak ada waktu !!!", seakan-akan mereka di dalam sebuah kesibukan yang sangat bermanfaat…, akan tetapi kenyataannya ternyata masih banyak waktu kosong mereka...‎

Di lain pihak…banyak pula yang ingin "Membunuh waktu…" karena waktu mereka yang sangat terbuang-buang.., mereka bingung mau diapain waktu tersebut..??!!‎

Waktu itu ibarat pedang bermata ganda, bisa mendatangkan kebahagiaanmu dan bisa pula menjadi bumerang yang mendatangkan kesengsaraanmu.‎

Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah menyebutkan sebuah perkataan :

الْوَقْتُ سَيْفٌ فَإِنْ لَمْ تَقْطَعْهُ قَطَعَكَ، وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلْتَهَا بِالْحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالْبَاطِلِ

"Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang akan menebasmu. Dan jiwamu jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebatilan" (Dinukil oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Jawaab Al-Kaafi hal 109 dan Madaarijus Saalikiin 3/129). Jika facebook tidak kau gunakan untuk bertakwa kepada Allah maka akan kau gunakan untuk bermaksiat…!!!

Sesungguhnya Allah telah memberikan nikmat begitu banyak kepada hamba-Nya yang tidak mungkin bisa dihitung, dan tidak akan sanggup manusia menghitung atau mengetahuinya secara terperinci karena begitu banyaknya,

Allah SWT. Berfirman:

وَءَاتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لا تُحْصُوهَا إِنَََََّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّار

Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya, sungguh manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Ibrahim :34)

Nikmat Allah yang paling mendasar, paling besar dan lebih berharga dari apapun,  yang mana manusia tidak bisa lepas darinya yaitu nikmat waktu. Dikatakan dalam sebuah Syair Arab   الوَقْتُ أَثْمَنُ مِنَ الذَّهَبِ (waktu itu lebih berharga daripada emas), karena waktu adalah kehidupan dan tempat berlabuhnya manusia. Disebutkan dalam Al Qur’an yang menerangkan keagungan nikmat ini, bahkan lebih dikhususkan lagi daripada yang lainnya. Banyak ayat yang menyebutkan keutamaan waktu, kedudukannya yang tinggi dan pengaruhnya yang sangat besar, bahkan Allah bersumpah didalam Al Qur’an dengan waktu (masa). Diantaranya :

وَالْعَصْرِ (1) إِنََّ الإنْسَانَ لََفِي خُسْرٍ(2) إِلَّاالذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَا صَوْابِالْحَقِّ وَتَوَا صَوْابِالصَّبْرِ‎

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-`Ashr: 1-3). 

Ibnu Abbas berkata bahwa pengertian dari والعصر      adalah waktu. Imam Taqiyyuddin Al Razi didalam tafsirnya menyebutkan bahwa Allah SWT bersumpah dengan waktu, yang mana didalamnya terdapat banyak keajaiban, karena dengan waktu dapat menyebabkan manusia bahagia atau sengsara, sehat atau sakit, kaya atau miskin.‎

Tidak Mampu Menghitung Nikmat Allah
Sungguh telah banyak nikmat yang telah dianugerahkan Allah Ta’ala kepada kita. Jika kita mencoba untuk menghitung nikmat tersebut niscaya kita tidak akan mampu untuk menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
 
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak mampu untuk menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” (QS Ibrahim [14] : 34)
Dalam Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh As Sa’di mengatakan, “Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak mampu untuk menghitungnya” maka lebih-lebih lagi untuk mensyukuri nikmat tersebut. “Sungguh manusia benar-benar zholim dan kufur”. Itulah tabiat manusia di mana : (1) dia zholim dengan melakukan maksiat, (2) kurang dalam menunaikan hak Rabbnya, dan (3) kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala. Dia tidak mensyukurinya, tidak pula mengakui nikmat tersebut kecuali bagi siapa yang diberi hidayah oleh Allah untuk mensyukuri nikmat tersebut dan mengakui hak Rabbnya serta menegakkan hak tersebut.”
Kenikmatan yang Terlupakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita bahwa waktu luang merupakan salah satu di antara dua kenikmatan yang telah diberikan Allah Ta’ala kepada manusia. Tetapi sangat disayangkan, banyak di antara manusia yang melupakan hal ini dan terlena dengannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
 
“Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. (Muttafaqun ‘alaih)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari membawakan perkataan Ibnu Baththol. Beliau mengatakan,”Makna hadits ini adalah bahwa seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang mendapatkan seperti ini, maka bersemangatlah agar tidak tertipu dengan lalai dari bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan oleh-Nya. Di antara bentuk syukur adalah melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, dialah yang tertipu.”
Ibnul Jauzi dalam kitab yang sama mengatakan, ”Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun dia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dalam aktivitas dunia. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun dia dalam keadaan sakit. Apabila tergabung kedua nikmat ini, maka akan datang rasa malas untuk melakukan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).
Itulah manusia. Banyak yang telah terbuai dengan kenikmatan ini. Padahal setiap nikmat yang telah Allah berikan akan ditanyakan. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
 
“Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia itu)”. (QS At Takaatsur [102] : 8)
Waktu yang Telah Berlalu Tak Mungkin Kembali Lagi
Penyesalan terhadap waktu yang telah berlalu adalah penyesalan yang tinggal penyesalan. Ingatlah, waktu yang sudah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi.
الوقت أنفاس لا تعود
“Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”
Syaikh ‘Abdul Malik Al Qosim berkata, “Waktu yang sedikit adalah harta berharga bagi seorang muslim di dunia ini. Waktu adalah nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat terhitung. Jika waktu yang sedikit itu yang hanya sesaat atau beberapa jam bisa berbuah kebaikan, maka ia sangat beruntung. Sebaliknya jika waktu disia-siakan dan dilalaikan, maka sungguh ia benar-benar merugi. Dan namanya waktu yang berlalu tidak mungkin kembali selamanya.” (Lihat risalah “Al Waqtu Anfas Laa Ta’ud”, hal. 3)
Tanda waktu itu begitu berharga bagi seorang muslim karena kelak ia akan ditanya, di mana waktu tersebut dihabiskan,
 
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
 
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami)
Hendaknya kita sadar bahwa waktu merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi seorang hamba. Sungguh disayangkan jika waktu belalu begitu saja tanpa digunakan untuk melakukan ketaatan dan beribadah kepada AllahTa’ala yang telah banyak memberikan nikmat kepada kita.
Waktu Laksana Pedang
Jika kita tidak pandai menggunakan pedang, niscaya pedang tersebut akan menebas diri kita sendiri. Demikian juga waktu yang telah diberikan oleh AllahTa’ala. Jika kita tidak mampu memanfaatkannya untuk berbuat ketaatan kepada-Nya, niscaya waktu akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Dalam kitab Al Jawaabul Kaafi karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah disebutkan bahwa Imam Syafi’i pernah mendapatkan pelajaran dari orang sufi. Inti nasehat tersebut terdiri dari dua penggalan kalimat berikut:
الوقت كالسيف فإن قطعته وإلا قطعك، ونفسك إن لم تشغلها بالحق وإلا شغلتك بالباطل
“Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan, pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia.”
Saudaraku, senantiasalah engkau meminta pada Allah kebaikan pada hari ini dan hari besok karena hanya orang yang mendapatkan taufik dan pertolongan Allah Ta’ala yang dapat selamat dari tebasan pedang waktu.
Ibnu Mas’ud berkata,
ﻣﺎ ﻧﺪﻣﺖ ﻋﻠﻰ ﺷﻲﺀ ﻧﺪﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﻳﻮﻡ ﻏﺮﺑﺖ ﴰﺴﻪ ﻧﻘﺺ ﻓﻴﻪ ﺃﺟﻠﻲ ﻭﱂ ﻳﺰﺩ ﻓﻴﻪ ﻋﻤﻠﻲ.
“Tiada yang pernah kusesali selain keadaan ketika matahari tenggelam, ajalku berkurang, namun amalanku tidak bertambah.”
Al Hasan Al Bashri berkata,
ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺔ ﺇﻋﺮﺍﺽ ﺍﷲ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺃﻥ ﳚﻌﻞ ﺷﻐﻠﻪ  ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻨﻴﻪ ﺧﺬﻻﻧﺎﹰ ﻣﻦ ﺍﷲ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya.”

Waktu Sangatlah Berharga

Atau bahkan orang yang asyik menghabiskan waktunya buat “Facebook (bacalah dengan ejaan yang benar yaitu Pest book – buku hama) sarana menghabiskan waktu yang menghama alias mewabah. Memang ada kebaikan di dalamnya namun siapa yang bisa mengontrol alokasi waktu untuk mengakses pestbook? Oleh karena itu dibalik semua gemerlap gadget dan perlengkapan tersebut terkadang dapat melalaikan kita dari mengingat Allah. Oleh karena itu diperlukan tips dan trik untuk tetap dapat mengoptimalkan waktu dalam rangka mengingat Allah dan mengerjakan sesuatu yang lebih afdhol (utama).

Wahai saudaraku yang mulia...renungkanlah hadits berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ»

Dari Anas bin Malik (radhiallahu’anhu) dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ‘Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci (manusia), sedangkan Neraka itu dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan.’”  Hadits Shohih   (HR. Muslim no. 2822)

Saudaraku yang semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk beristiqamah menuntut ilmu syar'i dan mempraktekkannya…marilah kita bersemangat mencari segala sesuatu yang bermanfaat untuk akhirat kita termasuk didalamnya kita harus menyiapkan jurus-jurus jitu untuk menyiasati "waktu" dan mengoptimalkannya dalam rangka melakukan ketaatan kepada Allah. Tidak boleh malas dan tidak boleh merasa lemah serta untuk senantiasa meminta pertolongan kepada Allah agar kita senantiasa mendapatkan kemudahan untuk beribadah kepada-Nya.

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

"Seorang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Bersemangatlah meraih apa-apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan (hanya) kepada Allah, dan janganlah bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, “Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain.” Akan tetapi katakanlah, “Takdir Allah (Allah telah mentakdirkannya), dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat.” Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan.”Hadits Shohih   (HR. Muslim no. 2664)

Saudaraku… mari kita perhatikan pula nasehat yang masyhur dari Imam as-Syafi’I rahimahullah:

صَحِبْتُ الصُّوفِيَّةَ فَلَمْ أَسْتَفِدْ مِنْهُمْ سِوَى حَرْفَيْنِ: أَحَدُهُمَا قَوْلُهُمْ: الْوَقْتُ سَيْفٌ، فَإِنْ قَطَعْتَهُ وَإِلَّا قَطَعَكَ. وَذَكَرَ الْكَلِمَةَ الْأُخْرَى: وَنَفْسُكَ إِنْ لَمْ تَشْغَلْهَا بِالْحَقِّ وَإِلَّا شَغَلَتْكَ بِالْبَاطِلِ.

“Aku pernah berkawan dengan orang-orang sufi, aku tidaklah mendapatkan pelajaran yang bermanfaat darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.” Dan Beliau menyebutkan yang lainnyaa: Jika dirimu tidak tersibukkan dengan kebaikan, maka pastilah akan tersibukkan dengan perkara yang batil.”

Syaikh Ali Hasan al-Halaby hafizhohullah memberikan penjelasan catatan kaki dalam tahqiqnya terhadap kitab Ad-Da’wad Dawa’ (hal 239, cet. Dar Ibnul Jauzy 1419 H) tentang maksud perkataan Imam As-Syafi’I menyebutkan orang sufi adalah orang sufi yang ada pada zamannya, sedangkan orang sufi pada zaman sekarang tidak ada yang bisa diambil manfaatnya sama sekali.

Saudaraku perhatikanlah pula nasehat emas dari Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Dawaa’ (Lihat ad-Daa’ wa Dawaa’ tahqiq Syaikh Ali bin Hasan al-Halaby hal. 239),

فَوَقْتُ الْإِنْسَانِ هُوَ عُمُرُهُ فِي الْحَقِيقَةِ، وَهُوَ مَادَّةُ حَيَاتِهِ الْأَبَدِيَّةِ فِي النَّعِيمِ الْمُقِيمِ، وَمَادَّةُ الْمَعِيشَةِ الضَّنْكِ فِي الْعَذَابِ الْأَلِيمِ، وَهُوَ يَمُرُّ أَسْرَعَ مِنَ السَّحَابِ، فَمَا كَانَ مِنْ وَقْتِهِ لِلَّهِ وَبِاللَّهِ فَهُوَ حَيَاتُهُ وَعُمُرُهُ، وَغَيْرُ ذَلِكَ لَيْسَ مَحْسُوبًا مِنْ حَيَاتِهِ، وَإِنْ عَاشَ فِيهِ عَاشَ عَيْشَ الْبَهَائِمِ، فَإِذَا قَطَعَ وَقْتَهُ فِي الْغَفْلَةِ وَالسَّهْوِ وَالْأَمَانِيِّ الْبَاطِلَةِ، وَكَانَ خَيْرَ مَا قَطَعَهُ بِهِ النَّوْمُ وَالْبِطَالَةُ، فَمَوْتُ هَذَا خَيْرٌ لَهُ مِنْ حَيَاتِهِ.

“Waktu manusia merupakan umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi lagi penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan serta adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berlalunya kumpulan awan. Barangsiapa yang waktunya semata-mata diperuntukkan dalam rangka ketaatan dan beribadah kepada Allah, maka itu adalah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dianggap sebagai kehidupannya, namun hanya dinilai layaknya seperti kehidupan binatang ternak."

“Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan hawa nafsu, berangan-angan yang sia-sia (batil), hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kesia-siaan (yang kurang manfaatnya), maka sungguh kematian itu lebih layak bagi dirinya."  

Daud Ath Tho’i mengatakan,

إنما الليل والنهار مراحل ينزلها الناس مرحلة مرحلة حتى ينتهي ذلك بهم إلى آخر سفرهم ، فإن استطعت أن تـُـقدِّم في كل مرحلة زاداً لما بين يديها فافعل ، فإن انقطاع السفر عن قريب ما هو ، والأمر أعجل من ذلك ، فتزوّد لسفرك ، واقض ما أنت قاض من أمرك ، فكأنك بالأمر قد بَغَـتـَـك

Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Tetapi ingat, kematian itu datangnya tiba-tiba.

Tips dan Trik menyiasati waktu :

Banyak sekali tips dan trik dalam menyiasati waktu, namun yang akan dipilih dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

Pertama   Tulislah apa saja yang akan dihafal dari al-Quran/al-Hadits pada hari ini di kertas kecil (seperempat folio) kemudian tempelkan di tempat-tempat atau alat-alat yang dilihat (baca: dipelototi setiap hari), seperti di desktop tempat kerja, di kendaraan, atau dimana saja yang kerap dilihat.

Kedua   Seringlah murajaah dan mempraktekannya. Hal itu sebagaimana nasehat dari Syaikh Sholeh al-Masy-ari hafizhahullah :

خَيْرُ الْوَسِيْلَةِ لِتَفَهُّمِ التَطْبِيْقُ

“Sarana yang terbaik untuk mendapatkan kefahaman adalah penerapan.” 

Kalau sedang menghafal quran maka prakteknya adalah ketika sholat sunnah atau quran dilantunkan ketika murajaah (mengulang-ulang) , kalau sedang menghafal hadits maka prakteknya adalah dengan ditulis dikertas dan diajarkan kepada orang yang berada di sekeliling kita (istri, anak-anak, orang tua dan keluarga).

Ketiga   Lakukan sedikit demi sedikit namun rutin. Simaklah hadits berikut ini:

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

"Dari Aisyah radhiallahu’anha, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam pernah ditanya “Amalan apakah yang paling Allah sukai?” Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam menjawab “Yang terus-menerus walaupun sedikit.” Hadits Shohih   (HR. Muslim no. 782 (216))

Yang terus menerus walaupun sedikit itu lebih baik daripada melakukan yang perkara yang besar namun terputus discontinue. Contoh nyata, seseorang ingin belajar bahasa arab ada program sebulan belajar bahasa arab express – ada embel embelnya jika anda tidak dapat faham bahasa arab uang kembali. Setelah sebulan selesai ia kembali ke “dunia”nya lagi tanpa ada murojaah dan follow up-nya maka ketika ditanya bagaimana hasil pelatihannya…wah bagus sekali…namun sayang sampai saat ini saya juga belum paham bahasa arab.

Keempat   Meminta kepada teman ataupun keluarga terdekat untuk mengingatkan tentang jadwal kegiatan murajaah. Misalnya ketika perjalanan ke tempat jauh, bawalah buku catatan apa yang akan dihafal, ataupun bisa membawa kitab lalu mintalah kepada istri, teman, atau kerabat untuk membacakannya di depan kita.

Kelima   Perbanyaklah doa memohon kepada Allah untuk dimudahkan dalam melakukan ibadah kepada-Nya.

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu serta beribadah dengan baik kepada-Mu.” Hadits Shohih   (HR. Abu Dawud no. 1522, Ahmad no. 22126, An-Nasa-i dalam As-Sunan al-Kubro no. 9857, Shohih Abi Dawud (Al- Um) no. 1362 . ))

اللَّهُمَّ جَنِّبْنِيْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ ، وَ الأَهْوَاءِ ، وَ الأَعْمَالِ ، وَ الأَدْوَاءِ

"Ya Allah, jauhkanlah aku dari berbagai kemunkaran akhlaq, hawa nafsu, amal perbuatan dan segala macam penyakit.” Hadits Shohih   (HR. At-Tirmidzi no. 3591, Hakim I/532 dan disepakati oleh Imam adz-Dzahaby, Ibnu Hibban no. 2422 (Mawarid).‎

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي، وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي هَزْلِي وَجِدِّي وَخَطَايَايَ وَعَمْدِي، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي

“Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas kesalahanku, kebodohanku, juga sikap berlebihanku dalam urusanku, dan segala sesuatu yang Engkau lebih mengetahuinya dariku. Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas canda dan keseriusanku, kesalahanku dan kesengajaanku dan semuanya itu ada pada diriku.” Hadits Shohih   (HR. Al-Bukhori no. 6399)

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ ، وَ الْكَسَلِ ، وَ الْجُبْنِ ، وَ الْبُخْلِ ، وَ الْهَرَمِ ، وَ عَذَابِ الْقَبْرِ ، اَللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا ، وَ زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَ مَوْلاَهَا ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ ، وَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَ مِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ، وَ مِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا

“Ya Allah, sesungguhnya aku memahon perlindungan kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut, kekikiran, pikun dan adzab kubur. Ya Allah, berikanlah ketakwaan pada diriku dan sucikanlah ia, karena Engkau-lah sebaik-baik Dzat yang menyuci-kannya. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak ber-manfaat, hati yang tidak khusyu’, nafsu yang tidak pernah puas dan do’a yang tidak dikabulkan.” Hadits Shohih   (HR. Muslim 4/2088 no. 2722)

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنكَ

"Ya Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu."  Hadits Shohih   (HR. Ahmad VI/302, Hakim I/525, Tirmidzi no. 3522. Shahih, lihat Shahih at-Tirmidzi III/171 no. 2792.)

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

"Ya Allah, yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami pada ketaatan kepada-Mu."  Hadits Shohih   (HR. Muslim no. 2654 dari Abdullah bin 'Amr al Ash radhiallahu'anhu)‎
Takhtimah‎

Mereka Selalu Menyesal Jika Waktu Berlalu Sia-Sia, Sedangkan Kita?
Basyr bin Al Harits berkata,
 
مررت برجل من العُبَّاد بالبصرة وهو يبكي فقلت ما يُبكيك فقال أبكي على ما فرطت من عمري وعلى يومٍ مضى من أجلي لم يتبين فيه عملي
 
“Aku pernah melewati seorang ahli ibadah di Bashroh dan ia sedang menangis. Aku bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Ia menjawab, “Aku menangis karena umur yang luput dariku dan atas hari yang telah berlalu, semakin dekat pula ajalku, namun belum jelas juga amalku.” (Mujalasah wa Jawahir Al ‘Ilm, 1: 46, Asy Syamilah).
Jangan Jadi Orang yang Menyesal Kelak
Sebagian orang kegirangan jikalau ia diberi waktu yang panjang di dunia. Bahkan inilah harapan ketika nyawanya telah dicabut, ia ingin kembali di dunia untuk dipanjangkan umurnya supaya bisa beramal sholih. Orang-orang seperti inilah yang menyesal di akhirat kelak, semoga kita tidak termasuk orang-orang semacam itu. Allah Ta’ala berfirman,
 
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
 
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan” (QS. Al Mu’minun: 99-100).
Ketika orang kafir masuk ke neraka, mereka berharap keluar dan kembali ke dunia dan dipanjangkan umur supaya mereka bisa beramal. Allah Ta’ala berfirman ‎
 
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
 
“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (QS. Fathir: 37).
Dalam ayat lainnya disebutkan pula,
 
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
 
“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.”” (QS. As Sajdah: 12).
وَتَرَى الظَّالِمِينَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ
 
“Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: “Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?”” (QS. Asy Syura: 44).
 
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
 
“Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Ghafir: 11-12).
Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang dalam hal yang sia-sia.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 553, pada tafsir surat Fathir ayat 37)
Waktu akan membunuh orang yang melalaikanya, maksudnya adalah bahwa pengaruhnya seakan akan membunuhnya, karena dengan melalaikan waktu maka kerugian, penyesalan, kesakitan  akan selalu menunggunya. ada yang mengatakan
  الوَقْتُ كَالسَّيْفِ إِذَا لَـمْ تَقْطَعْهُ قَطَعَكَ  

(waktu bagaikan pedang jika kamu tidak memotongnya maka dia akan memotongmu), Ibnu Abi Jamrah berkata dalam kitabnya “Bahjatu An Nufus” “potonglah waktu dengan perbuatanmu agar dia (waktu) tidak memotongmu”. Jadi jika kita tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik baiknya, maka kita akan binasa sebagaimana binasanya seseorang yang terkena sabetan pedang jika dia tidak segera menghindar dan melawannya maka dia (pedang) akan memotong dan menghancurkannya, karena waktu bagaikan pedang yang membunuh.
Menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu-nunggu pergantian waktu, itu sebenarnya lebih parah dari kematian. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata,
 
اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
 
“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”‎

Penjelasan Tentang Menjaga Lima Perkara Sebelum Lima Perkara


Kehidupan merupakan kesempatan, dan kehidupan berisi kesempatan-kesempatan yang silih berganti yang tidak terhingga. Allah menjalankan hamba-hambaNya dalam kesempatan-kesempatan tersebut, kesempatan-kesempatan yang bervariasi, selalu hadir dalam segala bidang. Ada kesempatan yang akhirnya merubah arah kehidupan, ada kesempatan yang mendatangkan perubahan kehidupan menjadi lebih baik bagi orang yang menggunakan kesempatan tersebut dan mengembangkannya.

Sebagian kesempatan tidak terulang lagi. Sebagian salaf berkata :

إذا فُتح لأحدكم بابُ فليُسْرعْ إليه، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي مَتَى يُغلَقُ عَنْهُ

“Jika dibukakan bagi seorang dari kalian pintu kebaikan maka bersegeralah menuju kepadanya, karena sesungguhnya ia tidak tahu kapan ditutup pintu tersebut”

Kesempatan terkadang dalam bentuk ketaatan, atau amalan kebajikan untuk membangun negeri atau pengembangan masyarakat, dan terkadang kesempatan berupa kedudukan dan jabatan untuk ia gunakan demi membantu kepada agama dan umat, dan terkadang kesempatan dalam bentuk perdagangan.

نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ مَعَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ

“Sebaik-baik harta yang baik adalah bersama hamba yang sholeh” (HR. Ibnu Hibban).

Kesempatan dalam kehidupan seorang mukmin terbuka terus sepanjang hidup, tegak terus hingga saat-saat terakhir dari umurnya. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا

“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Al-Bukhari di Al-Adab Al-Mufrod).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah teladan yang diikuti, dengan kesiagaannya selalu, pandangan beliau yang tajam dan terang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan. Beliau selalu memotivasi dalam ketaatan, memberi dorongan kepada hamba-hamba Allah, memberi pengarahan dan tarbiyah. Suatu hari beliau membonceng Ibnu Abbas –semoga Allah meridoinya- di belakang beliau, maka beliau berkata ;

“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepada engkau beberapa perkataan, jagalah Allah maka niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka niscaya engkau akan mendapati Allah di hadapanmu, jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. at-Tirimidzi).

Tatkala beliau melihat tangan Umar bin Abi Salamah berkeliaran di tampan makanan, maka beliau berkata :

يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللهَ، وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ

“Wahai pemuda, ucaplah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Sebuah keniscayaan bahwa segala sesuatu akan ada akhirnya. Buku yang kita baca ini suatu saat akan rusak dan hilang, mata yang kita gunakan untuk membaca suatu saat juga akan rabun, tangan yang kita gunakan untuk memegang buku ini suatu saat akan lemah dan kulitnyapun akan mengeriput.

Singkatnya segala yang yang ada di dunia ini akan musnah dan ada akhirnya. Tidak ada yang abadi di dunia ini.

Lantas kalau demikian bagaimana kita memanfaatkan seluruh nikmat yang ada ini sebelum hilang?. Mengoptimalkan dan memanfaatkannya untuk sesuatu yang diridhai oleh-Nya itulah jawabannya.

Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau berkata kepada seorang laki-laki untuk menasihatinya :

إِغْتَنِمْ خَمْساًَ قًبْلَ خَمْسٍِ : حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ

”Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) : Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu” [HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi].(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya 4: 341. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim namun keduanya tidak mengeluarkannya. Dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim.)

Dan disebutkan dalam hadits yang lain:

عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌأَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِالْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ . [رواه البخاري]

Dari Ibnu Umar Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar رضي الله عنهma berkata : "Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati".( Hadits riwayat Bukhori kitab roqooq: 6416)
Ghonim bin Qois berkata,
 
كنا نتواعظُ في أوَّل الإسلام : ابنَ آدم ، اعمل في فراغك قبل شُغلك ، وفي شبابك لكبرك ، وفي صحتك لمرضك ، وفي دنياك لآخرتك . وفي حياتك لموتك
 
“Di awal-awal Islam, kami juga saling menasehati: wahai manusia, beramallah di waktu senggangmu sebelum datang waktu sibukmu, beramallah di waktu mudamu untuk masa tuamu, beramallah di kala sehatmu sebelum datang sakitmu, beramallah di dunia untuk akhiratmu, dan beramallah ketika hidup sebelum datang matimu.” (Disebutkan dalamHilyatul Auliya’. Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 387-388).‎

Hadits ini merupakan nasihat yang lengkap dan sangat berharga dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah yang memiliki sifat kasih dan sayang kepada umatnya, sehingga beliau menerangkan perkara-perkara yang sangat dibutuhkan oleh mereka.

Orang yang akan melakukan perjalanan jauh pasti akan menyiapkan perbekalan yang cukup. Lihatlah misalnya orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Terkadang ia mengumpulkan harta dan perbekalan sekian tahun lamanya, padahal itu berlangsung sebentar, hanya beberapa hari saja. Maka mengapa untuk suatu perjalanan yang tidak pernah ada akhirnya –yakni perjalanan akhirat– kita tidak berbekal diri dengan ketaatan?! Padahal kita yakin bahwa kehidupan dunia hanyalah bagaikan tempat penyeberangan untuk sampai kepada kehidupan yang kekal nan abadi yaitu kehidupan akhirat, di mana manusia terbagi menjadi: ashhabul jannah (penghuni surga) dan ashhabul jahim (penghuni neraka). Itulah hakikat perjalanan manusia di dunia ini. Maka sudah semestinya kita mengisi waktu dan sisa umur yang ada dengan berbekal amal kebaikan untuk menghadapi kehidupan yang panjang. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
Ibnu Katsir berkata: “Hisablah diri kalian sebelum dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.” (Taisir Al-‘Aliyil Qadir, 4/339)

Allah menerangkan sifat beliau dalam Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رّحِيمٌ

”Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, penderitaanmu terasa berat olehnya, dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” [QS. At-Taubah : 128].

Sesungguhnya kaum muslimin termasuk kita sangat membutuhkan nasihat ini. Kita saksikan hari-hari berlalu, bulan demi bulan, tahun demi tahun, tetapi simpanan kebaikan kita tidak bertambah banyak. Kita masih banyak menyia-nyiakan hidup kita untuk untuk bermain dan melakukan perbuatan sia-sia. Orang-orang banyak melewati waktu yang sangat berharga hanya untuk menikmati musik, lagu, TV, berbagai permainan, serta kesenangan lainnya, sekedar mengikuti nafsu syahwat.

Dengarlah dan perhatikanlah firman Allah berikut ini :

وَأَنفِقُواْ مِن مّا رَزَقْنَاكُمْ مّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولُ رَبّ لَوْلآ أَخّرْتَنِيَ إِلَىَ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصّدّقَ وَأَكُن مّنَ الصّالِحِينَ * وَلَن يُؤَخّرَ اللّهُ نَفْساً إِذَا جَآءَ أَجَلُهَآ وَاللّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata,”Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sebentar saja, sehingga aku dapat bersedekah dan aku menjadi orang-orang shalih”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan[QS. Al-Munafiquun : 10-11].

1. Memanfaatkan hidup sebelum datang kematian

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi nasihat kepada seseorang supaya memanfaatkan hari-hari selama hidupnya sebelum matinya. Hidup merupakan nikmat yang besar. Hari-hari dalam kehidupan merupakan kenikmatan. Karenanya setiap kali bangun dari tidurnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengucapkan :

الحَمْـدُ لِلّهِ الّذِيْ أََحْـيَانَا بَعْـدَ مَا أََمَاتَـنَا وَإِلَيْهِ النُّـشُوْر

”Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan hanya kepada-Nya tempat kembali” [HR. Bukhari].

Hal itu disebabkan oleh karena pada hari itu seseorang berkesempatan bertaubat dan memperbanyak perbuatan baiknya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

خيركم من طال عمره وحسن عمله

”Sebaik-baik kalian adalah orang yang panjang usianya dan bagus amalnya”[HR. At-Tirmidzi].

Orang yang berusia panjang disertai dengan amal shalih, dia akan mencapai derajat yang tinggi serta kenikmatan yang abadi. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membedakan dua orang shahabat (yang beliau persaudarakan). Shahabat pertama meninggal dunia, tujuh hari kemudian disusul oleh shahabat yang kedua. Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin Khalid As-Sulami :

أخى رسول الله صلى الله عليه وسلم بين رجلين فقتل أحدهما ومات الأخر بعده بجمعة أو نحوها فصلينا عليه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما قلتم فقلنا دعونا له و قلنا اللهم اغفرله وألحقه بصاحبه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم فأين صلاته بعد صلاته وصومه بعد صومه إن بينهما كما بين السماء والأرض

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mempersaudarakan dua orang laki-laki. Lalu salah seorang di antara keduanya meninggal, kemudian yang satunya meninggal juga sepekan setelah itu. Kami menshalatinya, lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Apa yang kalian ucapkan?”. Mereka menjawab : “Kami berdoa untuknya, kami katakan,”Ya Allah, ampunilah dia dan pertemukanlah dia dengan saudaranya”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :“Dimana (pahala) shalat orang ini setelah shalatnya (orang yang meninggal lebih dahulu)? Dimana (pahala) puasa orang ini setelah puasanya (orang ini)? Jarak antara kedua shahabat ini seperti jarak langit dan bumi” [HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i].

Perhatikanlah wahai saudaraku – semoga Allah merahmati kita – bagaimana seorang yang mati di atas ranjangnya bisa melebihi saudaranya yang mati syahid, derajatnya melampaui derajat saudaranya hanya karena waktu satu pekan yang Allah karuniakan kepadanya (lalu waktu itu dimanfaatkan untuk beramal shalih). Bagaimana kalau dia hidup satu tahun lagi atau lebih ?

Marilah kita manfaatkan hidup kita, wahai saudara-saudaraku!

Hendaknya kita sadar, bahwa kematian itu datangnya tiba-tiba.

Kematian itu tidak mengenal usia tertentu, dia tidak mengenal waktu-waktu tertentu dan juga penyakit-penyakit tertentu. Hal ini bertujuan supaya manusia mewaspadainya, menyiapkan diri untuk menemui kematian.

Wahai hamba-hamba Allah, janganlah kalian menjadikan agama sebagai mainan!! Janganlah kalian tertipu oleh kehidupan dunia!! Janganlah tipuan-tipuan itu membuatmu tertipu dari Allah.

إِنّ اللّهَ عِندَهُ عِلْمُ السّاعَةِ وَيُنَزّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنّ اللّهَ عَلَيمٌ خَبِيرٌ

”Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendalam Pengetahuan-Nya”[QS. Luqman : 34].

Allah sudah memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang yang sudah mati meminta supaya mereka dikembalikan di dunia ketika mereka tahu betapa berharganya hidup. Allah berfirman :

حَتّىَ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبّ ارْجِعُونِ * لَعَلّيَ أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلاّ إِنّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىَ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

(Demikianlah keadaan orang-orang itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata,”Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan”. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan [QS. Al-Mukminuun : 99-100].

Qatadah rahimahullah berkata,”Demi Allah, dia tidak meminta dikembalikan agar bisa berkumpul dengan keluarganya, tidak pula supaya bisa mengumpulkan harta atau memenuhi nafsu syahwatnya. Akan tetapi dia meminta hidup kembali supaya bisa berbuat taat” [Tafsir Ibnu Katsir 3/225].

Allah berfirman :

يَأَيّهَا الّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَـَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ. وَأَنفِقُواْ مِن مّا رَزَقْنَاكُمْ مّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولُ رَبّ لَوْلآ أَخّرْتَنِيَ إِلَىَ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصّدّقَ وَأَكُن مّنَ الصّالِحِينَ

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagaian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kami; lalu ia berkata : “Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sebentar saja, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih” [QS. Al-Munafiquun : 9-10].

Semua orang yang melanggar syari’at akan menyesal ketika sakaratul-maut. Mereka meminta ditangguhkan walaupun hanya sesaat untuk mendapatkan kembali apa yang mereka tinggalkan. Satu hal yang mustahil !! Semua yang terjadi telah berlalu, tidak akan kembali !

Allah berfirman :

وَأَنذِرِ النّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الّذِينَ ظَلَمُوَاْ رَبّنَآ أَخّرْنَآ إِلَىَ أَجَلٍ قَرِيبٍ نّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتّبِعِ الرّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُوَاْ أَقْسَمْتُمْ مّن قَبْلُ مَا لَكُمْ مّن زَوَالٍ. وَسَكَنتُمْ فِي مَسَـَكِنِ الّذِينَ ظَلَمُوَاْ أَنفُسَهُمْ وَتَبَيّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا لَكُمُ الأمْثَالَ

Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang dhalim : “Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang singkat, niscaya kami akan mematuhi seruan-Mu dan akan mengikuti rasul-rasul”. (Kepada mereka dikatakan) : “Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa, dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan” [QS. Ibrahim : 44-45].

2. Memanfaatkan kesehatan‎
3. Memanfaatkan waktu luang

Kesehatan adalah mahkotanya orang sehat. Kesehatan tidak terlihat nilainya kecuali oleh orang yang sakit. Demikian juga waktu luang adalah nilai yang sangat tinggi yang tidak disadari kecuali oleh orang yang sibuk.

Menyia-nyiakan Kesempatan
Banyak orang yang melewati hari-harinya dengan hura-hura, berfoya-foya, dan perbuatan sia-sia. Bahkan tidak jarang dari mereka yang tenggelam dalam dosa. Tidaklah mereka melakukan ketaatan sebagai bekal di hari kemudian dan tidak pula mengisi dengan kegiatan positif yang bermanfaat bagi kehidupannya di dunia. Seolah keadaannya mengatakan bahwa hidup hanyalah di dunia ini saja. Tiada yang terbayang di benaknya kecuali terpenuhi syahwat dan nafsunya. Orang yang seperti ini tidak jauh dari binatang bahkan lebih jelek keadaannya. Nabi bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
 
“(Ada) dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu padanya, (yaitu nikmat) sehat dan senggang.” (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, lihat Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2304)

Umur Bukan Pemberian Cuma-Cuma
Waktu adalah sesuatu yang terpenting untuk diperhatikan. Jika ia berlalu tak akan mungkin kembali. Setiap hari dari waktu kita berlalu, berarti ajal semakin dekat. Umur merupakan nikmat yang seseorang akan ditanya tentangnya. Nabi  bersabda:

لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ
 
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud)

Diriwayatkan oleh Al-’Allamah Syam yang bernama Jamaluddin Al-Qasimi rahimahullah. Beliau jalan kaki bersama teman-temannya kemudian beliau melewati warung kopi. Beliau lihat di warung itu banyak orang yang sedang bermain. Beliau diam sejenak, lalu beliau ditanya tentang diamnya itu, kemudian beliau berkata,”Kalau seandainya mereka menjual waktu mereka kepadaku, aku pasti akan membelinya”.

Wahai hamba-hamba Allah, marilah kita manfaatkan kesehatan kita! Kita manfaatkan untuk puasa, shalat malam, berjihad, beribadah ke masjid, menuntut ilmu, dan lainnya. Marilah kita manfaatkan sebelum diuji dengan sakit. Ketika itu kita berharap untuk bisa puasa tapi tidak mampu. Berharap bisa shalat sambil berdiri, tapi tidak bisa berdiri. Berharap bisa berangkat menuju masjid, tapi kedua kaki tidak kuat untuk menyangga badan. Maka kita akan menyesali hari-hari ketika kita masih mampu melakukan semua ibadah, tapi tidak memanfaatkannya!

Hendaknya kita isi waktu-waktu luang kita dengan amalan-amalan shalih yang berguna bagi kita sendiri. Sebab di saat sibuk kita akan berharap bisa mempunyai waktu luang untuk membaca buku dan menghadiri pengajian, tapi tidak mendapatkan waktu itu. Kita pun akan menyesali waktu-waktu yang telah tersia-siakan.

Ketahuilah wahai hamba-hamba Allah, jika kita sudah memanfaatkan waktu sehat dan waktu luang untuk taat kepada Allah, lalu kita sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka akan dituliskan buat kita pahala seperti pahala amalan yang dilakukan ketika sehat dan luang. Sebagaimana telah dijelaskan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya :

إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا

”Apabila seorang hamba sakit atau dalam perjalanan, maka dituliskan baginya pahala seperti apa yang ia lakukan ketika ia sehat dan tidak melakukan perjalanan” [HR. Bukhari].

Akan tetapi kebanyakan manusia melalaikan hal itu. Oleh karenanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

نعمتان مغبون فـيهما كثير من الناس : الصحة والفراغ

”Ada dua nikmat dimana banyak orang yang rugi (atas kedua nikmat itu), yaitu nikmat sehat dan waktu luang” [HR. Bukhari].

Kata Maghbuun (مغبون) dalam hadits di atas pada dasarnya terjadi pada jual beli. Dengan ini Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ingin menjelaskan bahwa orang rugi secara hakiki adalah orang sehat dan memiliki waktu luang lalu tidak bisa memanfaatkan keduanya. Ibaratnya orang memiliki permata yang sangat mahal lalu ditukar dengan kotoran hewan yang tidak berharga.

Ibnu Baththal rahimahullah berkata,”Maksud hadits ini adalah seseorang tidak akan memiliki waktu senggang sampai ia berkecukupan secara ekonomi serta berbadan sehat. Barangsiapa yang memperoleh hal tersebut (berkecukupan dan berbadan sehat) maka hendaklah ia bertekad agar tidak rugi dengan cara mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepadanya. Di antara syukur kepada-Nya adalah dengan mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa meremehkan hal ini, dialah orang yang rugi”.

Ibnul-Jauzi rahimahullah berkata,”Terkadang ada orang yang memiliki badan sehat namun tidak memiliki waktu luang disebabkan oleh pekerjaannya. Terkadang juga ada orang yang kaya tetapi dia sakit. Jika ada orang yang memiliki kedua hal tersebut, lalu dia malas untuk berbuat taat, maka dialah orang yang rugi”.

Untuk lebih jelasnya, dunia ini adalah ladang, di sana ada perniagaan yang keberuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan waktu luang dan waktu sehatnya untuk berbuat taat kepada Allah, maka dia adalah orang yang berbahagia. Barangsiapa yang menggunakannya untuk berbuat maksiat maka dialah orang yang rugi. Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan dan sehat akan diiringi oleh sakit.

Ath-Thiibi rahimahullah mengatakan,”Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam membuat permisalan bagi mukallaf (orang yang telah dibebani beban syari’at) dengan seorang pedagang yang punya modal. Pedagang ingin mencari untung dengan tetap menjaga keutuhan modalnya. Caranya adalah dengan memilih orang untuk dimodali dan dia harus jujur dan benar supaya tidak rugi. Kesehatan dan waktu luang adalah modal. Maka semestinya seorang hamba mengisinya dengan keimanan dan memerangi hawa nafsu dan setan, supaya meraih keuntungan di dunia dan akhirat. Janganlah dia mentaati hawa nafsu dan setan agar modal dan keuntungannya tidak hilang sia-sia. Kehilangan modal dan keuntungan adalah kerugian yang besar”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya di awal bab Ar-Riqaaq, kemudian diiringi dengan hadits Anas dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

اللهم لا عيش إلا عيش الأخرة

”Ya Allah, tidak ada kehidupan (hakiki) kecuali kehidupan akhirat” [HR. Bukhari dan Muslim].

Ibnul-Munayyir rahimahullah berkata,”Hubungan maksud hadits yang diriwayatkan Anas radliyallaahu ‘anhu dengan hadits Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma adalah banyak orang tertipu dengan kesehatan dan waktu luang, karena mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ingin menunjukkan bahwa kehidupan yang mereka geluti tidak ada artinya sedikitpun, sedangkan kehidupan yang mereka tinggalkan, itulah kehidupan yang sebenarnya. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka dialah orang yang rugi”.

Oleh karena itu As-Salafush-Shalih lebih tamak terhadap waktu dibandingkan kita. Di antara kita ada yang tidak tahu bagaimana memanfaatkan waktunya, bagaimana mengisi waktu luangnya? Kita terkadang mendengar dua orang yang berkata kepada temannya : “Ayo kita habiskan waktu, atau menghilangkan waktu”. Sementara pada salaf sangat tamak pada menit, bahkan detik waktu. Kita lihat mereka saling menasihatkan hal itu.

Inilah dia Ibnul-Jauzi rahimahullah yang berkata kepada putranya,”Wahai anakku, barangsiapa yang mengucapkan subhaanallaahi wabihamdihi maka ditanamkan untuknya satu pohon kurma di surga. Perhatikanlah, orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya, alangkah banyaknya pohon kurma yang disia-siakan”.

Diriwayatkan dari sebagian Salaf, jika dikatakan kepadanya : “Berhentilah, saya ingin berbicara dengan Anda”; maka dia menjawab : “Tahanlah (jalannya) matahari”.

Sebagian ulama salaf jika mereka didatangi tamu, maka dia akan memuliakan tamunya itu dan menjamunya dengan sebaik-baiknya. Jika para tamunya itu berlama-lama di sana, maka dia akan mengatakan : “Tidakkah kalian segera pulang?”.

Seluruh kesempatan adalah manfaat, bagaimanapun kecilnya kesempatan tersebut dalam pandanganmu, maka itu adalah keuntungan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikitpun meskipun hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah tersenyum.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمنْ لَمْ يجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Jagalah dirimu dari api neraka meskipun dengan bersedekah sepenggal butir kurma, dan barangsiapa yang tidak memiliki sesuatu untuk disedekahkan maka bersedekahlah dengan ucapan yang baik.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Beliau juga bersabda,

إنَّ العبْدَ لَيَتَكلَّمُ بالكلمةِ مِنْ رِضْوانِ الله، لا يُلْقي لها بالاً، يرْفَعُ الله بِها دَرَجاتٍ

“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang diridoi oleh Allah, ia tidak memperdulikan perkataan tersebut, maka Allah mengangkatnya beberapa derajat karena kalimat tersebut.” (HR. al-Bukhari).

Demikianlah kondisi seorang muslim, ia selalu memanfaatkan segala kesempatan untuk memberi bagaimanapun kecilnya, ia berusaha semaksimal mungkin meskipun pemberian tersebut sedikit. Nabi Yusuf ‘alaihissalam menghadapi sulitnya tinggal di negeri asing, kerasnya kezoliman dalam penjara, akan tetapi ia tetap beramal kebajikan demi agama, dan ia memberi pengarahan kepada jalan kebenaran. Ia berkata,

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (٣٩)

“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (QS. Yusuf: 39).‎

4. Memanfaatkan masa muda

Masa muda adalah masa untuk berkarya dan masa berjihad. Masa muda merupakan masa yang sangat berharga seumur hidup. Barangsiapa yang memanfaatkan untuk dirinya, dia akan beruntung dan selamat. Dia juga akan berada di bawah naungan Allah ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.

Barangsiapa menyia-nyiakan masa muda dalam hawa nafsu dan berfoya-foya, maka dia rugi. Jika dia mati mendadak, niscaya dia akan sangat menyesal. Dan jika dia hidup sampai tua, dia juga akan menyesal. Karena jika ia mati, amalnya terputus dan jika ia sudah tua, badannya bungkuk, kakinya lemah, pendengaran dan penglihatannya berkurang, dan dia tidak mampu beramal shalih sebagaimana yang diinginkan.

Benarlah perkataan orang :

ألا ليت الشباب يعود يوما
فأخبره بما فعل المشيب

Seandainya masa muda itu kembali sehari saja..........
Saya akan beritahukan penyesalan orang yang sudah tua..........

Wahai para pemuda, manfaatkanlah siangmu untuk puasa, malammu untuk shalat, langkahmu untuk pergi ke masjid. Janganlah engkau jadikan waktu siangmu untuk bermain.

Jangan jadikan bergadangmu untuk sesuatu yang tidak berharga.‎
Dan jangan jadikan langkahmu untuk mendurhakai Allah.

Jika engkau berada di waktu pagi maka janganlah engkau menunggu sore. Jika engkau berada di waktu sore, janganlah menunda sampai hari esok. Gunakan waktu sehatmu untuk mencari bekal di waktu sakit, dan hidupmu untuk mencari bekal di waktu sesudah mati.

Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ

“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)
Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang masih berusia belia. Ath Thibiy mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)

Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551)
‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,
 
ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ

“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-)‎

5. Memanfaatkan kekayaan

Kekayaan termasuk nikmat Allah. Orang yang diberi kekayaan wajib menyadari karunia Allah kepadanya dan wajib menyadari rahasia karunia ini. Nabi Sulaiman ‘alaihis-salam telah menjelaskan rahasia nikmat kekayaan dalam ucapan beliau sesudah melihat singgasana Bilqis berada di hadapan beliau. Beliau berkata :

هَـَذَا مِن فَضْلِ رَبّي لِيَبْلُوَنِيَ أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ

”Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah kufur?” [QS. An-Naml : 40].

Oleh karena itu seorang hamba wajib memanfaatkan masa kayanya, menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan. Hendaklah dia betul-betul menghindari sifat bakhil dan sifat menahan karunia Allah. Allah telah berfirman :

وَلاَ يَحْسَبَنّ الّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآ آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لّهُمْ بَلْ هُوَ شَرّ لّهُمْ سَيُطَوّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللّهِ مِيرَاثُ السّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS. Aali Imran : 180].

Dan masih banyak lagi ayat dan hadits yang mengancam orang-orang yang bakhil. Kiranya satu ayat di atas sudah cukup untuk mendorong kita untuk memanfaatkan harta yang Allah amanahkan kepada kita.

Taktimah

Barangsiapa yang bersegera memanfaatkan kesempatan yang terbuka maka ia akan mendahului selainnya beberapa tingkatan. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshoor lebih afdol dari pada orang-orang yang datang setelah mereka. Dan diantara mereka ada para peserta perang Badar yang memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Dan parang sahabat yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah, berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka, memiliki keutamaan yang lebih daripada para sahabat yang melakukan hal tersebut setelah Fathu Makkah. Allah berfirman,

وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (١٠)أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (١١)فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (١٢)ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (١٣)وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ (١٤)

“Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al-Waqi’ah: 10-14).

Kesempatan-kesempatan emas berlalu begitu cepat, karena waktunya sangat terbatas, cepat selesai, coba perhatikan perjalanan seorang yang telah tua, lihatlah begitu cepat perubahan kondisinya dari dahulunya sehat sekarang menjadi sakit, dari kaya menjadi miskin, dari rasa aman menjadi takut, dari waktu kosong kepada kesibukan, dari muda menjadi tua.

Semakin ditekankan untuk memanfaatkan kesempatan di masa-masa fitnah dan musibah serta malapetaka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَادِرُوا بالأَعْمَالِ فِتَناً كقِطَع اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِناً وَيُمْسِي كَاَفِراً، وَيُمْسِي مُؤْمناً وَيُصْبِحُ كافِراَ يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Bersegaralah beramal sholeh sebelum datangnya firnah-fitnah yang seperti potongan malam yang gelap gulita, seseorang di pagi hari dalam kondisi mukmin dan di sore hari menjadi kafir, seseorang di sore hari masih mukmin dan di pagi hari menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kepentingan dunia.” (HR. Muslim).

Inilah di antara nasihat-nasihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada ummatnya. Nasihat yang sangat berharga. Barangsiapa yang ingin selamat serta beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat, maka hendaklah ia mendengarkan dan berusaha melaksanakan nasihat beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan orang yang enggan untuk mengikuti nasihat beliau, maka itulah orang-orang yang sesat dan merugi.

Berlindung kepada Allah dari Ketuaan/ Kepikunan
Semakin lanjut usia seseorang, semakin berkurang kekuatannya dan melemah fisiknya hingga kembali kepada keadaan yang serupa dengan anak kecil dalam hal lemahnya tubuh, sedikit akalnya, dan tidak adanya pengetahuan. Demikian pula munculnya pemandangan yang tidak bagus serta tidak mampu melakukan banyak ketaatan. Cukuplah seseorang berlindung dari kepikunan karena Allah telah menamakannya dengan umur yang paling rendah/hina dan menjadi tidak tahu apa-apa yang sebelumnya ia tahu. Adalah Nabi berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ

“Wahai Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, pengecut, dan kepikunan.” (HR. Al-Bukhari no. 6367)

Orangtua Berjiwa Muda

Ketahuilah bahwa selagi manusia masih ada harapan hidup maka tidak akan terputus harapannya untuk mendapatkan dunia. Bahkan terkadang dirinya tidak mau mencabut diri dari kelezatan dan syahwat yang maksiat. Setan pun selalu membisikkan untuk mengakhirkan taubat hingga akhir umurnya. Sehingga bila ia telah yakin akan mati dan tidak ada harapan lagi untuk hidup, barulah ia sadar dari mabuknya akan syahwat dunia. Ia pun menyesali penyia-nyiaan umurnya dengan penyesalan yang hampir membunuh dirinya. Ia meminta dikembalikan ke dunia untuk bertaubat dan beramal shalih. Namun permintaannya tidak digubris, sehingga berkumpullah padanya sakaratul maut dan penyesalan atas sesuatu yang telah lewat.

Allah telah memperingatkan hamba-Nya akan hal ini, supaya mereka bersiap-siap menghadapi kematian dengan bertaubat dan beramal shalih sebelum datangnya. Allah berfirman:

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ. وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ. أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللهِ وَإِنْ كُنْتُ لَـمِنَ السَّاخِرِينَ

“Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah’.” (Az-Zumar: 54-56) [Lihat Latha`iful Ma’arif, Al-Imam Ibnu Rajab hal. 449-450]

‘Ali bin Abi Thalib z berkata: “Dunia pergi membelakangi, sedangkan akhirat datang menyambut, dan bagi masing-masingnya ada anak-anak (pecinta)nya. Maka jadilah kalian termasuk ahli akhirat dan jangan menjadi ahli dunia. Hari ini (kehidupan dunia) adalah tempat beramal bukan hisab, dan besok (kiamat) hanya ada hisab, tidak ada amal.” (Lihat Shahih Al-Bukhari, Kitab Ar-Riqaq Bab Fil Amal Wa Thulihi)

Nabi bersabda:

لاَ يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيْرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ: فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الْأَمَلِ
“Orang yang sudah tua senantiasa berhati muda pada dua perkara: dalam cinta dunia dan panjangnya angan-angan (yakni panjangnya umur).” (HR. Al-Bukhari no. 6420)

Taubat merupakan kesempatan emas dalam kehidupan, seseorang tidak tahu kapan akan luput kesempatan tersebut dari dirinya. AllahTa’ala berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣)

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133).

Dengan bertaubat maka Allah menganugerahkan kepada para hamba untuk instropeksi diri, untuk merenungkan tentang kondisi mereka, lalu mereka segera kembali kepada Allah sebelum datang kepada mereka kondisi-kondisi lemah dan petaka. Di dalam hadits:

إِنَّ صَاحِبَ الشِّمَالِ لِيَرْفَعُ الْقَلَمَ سِتَّ سَاعَاتٍ عَنِ الْعَبْدِ الْمُسْلِمِ الْمُخْطِئِ أَوِ الْمُسِيءِ، فَإِنْ نَدِمَ وَاسْتَغْفَرَ اللهَ مِنْهَا أَلْقَاهَا، وَإِلَّا كُتِبَتْ وَاحِدَةً

“Sesungguhnya malaikat yang di kiri mengangkat penanya selama enam waktu dari seorang hamba muslim yang bersalah atau berbuat keburukan, jika sang hamba menyesal dan memohon ampunan dari dosa tersebut maka iapun tidak jadi mencatat, namun jika tidak maka dicatat satu dosa.” (HR. at-Thobroni).

Dan musim-musim kebaikan merupakan kesempatan yang datang silih berganti, merupakan anugerah yang besar, yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang cerdas, musim haji mencuci dosa-dosa, umroh menebus kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, demikian juga dengan bulan Ramadhan bersama siangnya yang agung dan indahnya malam-malamnya.

Menetap tinggal dan dekat dengan tempat-tempat mulia merupakan kesempatan yang berharga, karena kebaikan-kebaikan dilipat gandakan di Mekah dan Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Sholat di masjidku lebih baik dari seribu sholat di masjid yang lain, kecuali al-masjid al-harom. Dan sholat di al-masjidil haram lebih baik dari seratus ribu sholat di masjid yang lainnya.” (HR. Ibnu Majah).

Bahkan orang-orang yang terkena musibah, maka kesempatan mereka adalah mendapatkan pahala dalam kesabaran serta ridho dengan keputusan dan taqdir Allah.

Seorang muslim yang cerdas, adalah seorang yang memiliki semangat yang tinggi, ia mengembangkan jiwanya yang bersegera, maka ia menciptakan kesempatan-kesempatan dan ia melahirkan amalan-amalan yang terarah untuk mendapatkan pahala, untuk memanfaatkan waktu dan kehidupannya, maka iapun memberi manfaat kepada dirinya, iapun menambah bekalnya, ia berkhidmah kepada negerinya dan umat-nya.

Orang yang bahagia adalah orang yang menjadikan seluruh musim dalam kehidupannya sebagai kesempatan untuk menyucikan dirinya, menjadikan kehidupannya lebih baik, maka iapun bertekad dan serius serta iapun melombai waktu, bersegera menuju ketinggian. Adapun jika hilang sikap bersegera, tersebarlah sikap “berpangku tangan” maka seorang muslim akan kehilangan kesempatan-kesempatan berharga dan keberuntungan yang besar, serta akan tidak berfungsi kekuatannya, bekulah pengaruhnya di negeri dan umatnya. Hal ini menkonsekuensikan agar kita mengarahkan kehidupan kita dengan bimbingan, dengan serius dan memanfaatkan kesempatan-kesempatan, agar kita semakin maju di dunia dan semakin tinggi mulia dalam kehidupan, serta aman tenteram di hari akhirat.

Barangsiapa yang menjadikan tujuan hidupnya rendah, dan nilai dirinya dalam kehidupan ini murahan, maka ia telah meluputkan dirinya dari kesempatan-kesempatan dan hanya menghabiskan kehidupannya untuk bersenang-senang dan berhura-hura, maka hari-harinya pun sirna dalam kesia-siaan, tahun-tahun yang sia-sia itulah umurnya, dan ia akan berkata tatkala di akhirat:

يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (٢٤)

“Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. (QS. Al-Fajr: 24).‎

Mudah-mudahan Allah senantiasa membantu kita dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya melalui tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.‎

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...