Sungguh miris hati ini bila melihat tayangan di televisI yang
menggambarkan adanya perkelahian dan tarungan serta kerusuhan massal
yang melibatkan dua kelompok massa, dimana ternyata kedua kelompok yang
bertarung dan tawuran tersebut tidak lain ternyata adalah sesama kaum
muslimin.
Sesama muslim rela berdarah-darah bahkan sampai ada yang tewas terkena
senjata tajam tiada lain hanyalah sekedar terbawa kemarahan yang tidak
tertahankan dan kesabaran yang sirna.
Atas kejadian yang sering melanda di berbagai tempat di negeri ini
menjadikan syaithan sangatlah bergembira ria, karena keberhasilannya
menggoda mereka-mereka kaum muslimin yang mudah digoda dan diperdaya
oleh para syaithan yang terlaknat.
Islam yang bersumb er dari wahyu Illahi berupa Al-Qur’an dan as-Sunnah
merupakan agama dengan syari’at yang sangat sempurna dan sangat
lengkap yang mengatur segala sesuatunya tidak saja aturan hubungan
manusia dengan pencipta-Nya, tetapi juga mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan aturan hubungan pergaulan sesama manusia (muslim).
Sebagai umat muslim seharusnya prihatin terhadap tingkah polah
mereka-mereka yang samasekali tidak pernah mau memperdulikan aturan
Islam tentang bagaimana seharusnya antara sesama muslim dalam
berinteraksi sehingga terhindar dari hal-hal yang bersifat negatif dan
berakibat fatal seperti tawuran dan saling bunuh membunuh satu sama
lainnya.
Dalam ulasan berikut ini secara sepintas diketengahkan bagaimana
seharusnya akhlak perilaku sesama muslim satu sama lainnya sebagai orang
yang saling bersaudara.
Bergaul Dengan Sesama saudara Muslim dengan Akhlak Yang Baik
Sebagai agama yang penuh kasih sayang sesama manusia khususnya terhadap
sesama muslim yang disebutkan saling bersaudara satu sama lainnya
mutlak dilandasi dengan akhlak yang baik, dimana akhlak yang baik
mempunyai keutamaan dalam Islam. Dan Islam memerintahkan kepada umatnya
untuk berakhlak yang baik dalam melakukan pergaulan, sesuai dengan
hadits yang diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi rahimahullaah ta’ala dari
Abu Dzar radhyallaahu’anhu :
سنن الترمذي ١٩١٠: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي
ثَابِتٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقِ
اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا
أَبُو أَحْمَدَ وَأَبُو نُعَيْمٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ بِهَذَا
الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ مَحْمُودٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ
عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ
مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
نَحْوَهُ قَالَ مَحْمُودٌ وَالصَّحِيحُ حَدِيثُ أَبِي ذَرٍّ
Sunan Tirmidzi 1910: dari Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: "Bertakwalah kamu kepada
Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan
kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan
akhlak yang baik." Hadits semakna juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah pula memerintahkan kepada
umat Islam agar memperlakukan orang dengan akhlak yang b aik,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad rahimahullaah
ta’ala dalam Musnad beliau dari Mu’adz radhyallaahu’anhu :
مسند أحمد ٢٠٩٨٤: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبِ
بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ مُعَاذٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا
مُعَاذُ أَتْبِعْ السَّيِّئَةَ بِالْحَسَنَةِ تَمْحُهَا وَخَالِقْ النَّاسَ
بِخُلُقٍ حَسَنٍ
فَقَالَ وَقَالَ وَكِيعٌ وَجَدْتُهُ فِي كِتَابِي عَنْ أَبِي ذَرٍّ وَهُوَ
السَّمَاعُ الْأَوَّلُ قَالَ أَبِي وَقَالَ وَكِيعٌ قَالَ سُفْيَانُ
مَرَّةً عَنْ مُعَاذٍ
Musnad Ahmad 20984: dari Mu'adz bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda padanya; "Hai Mu'adz! Ikutilah keburukan dengan
kebaikan niscaya akan menghapusnya dan perlakukan orang dengan akhlak
yang baik."
Sesama Muslim Saling Bersaudara
Islam telah mensyari’atkan bahwa orang-orang yang beriman yang dalam hal
ini adalah orang orang muslim sesungguhnya satu sama lain saling
bersaudara . Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya agar memperbaiki hubungan antara sesama saudaranya. Hal
ini ditegaskan Allah ta’ala dalam firman –Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(QS.Al Hujuraat : 10)
Di dalam ayat lain disebutkan pula Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ
نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا
حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ
لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.( QS.Ali Imran: 103 )
Ayat Allah itu membawa suatu petunjuk kepada kita bahwa orang beriman
itu saling bersaudara satu sama lain tidak saling bermusuhan dan
bersatu dalam islam.
Jika orang-orang mukmin itu bersaudara mereka diperintahkan untuk dapat
melunakkan hati dan mempersatukannya, dilarang melaku kan apa yang dapat
menyebabkan perpecahan dan perselisihan. Berkata Syaikh Muhammad Hayat
As-Sindi: "Persaudaraan Islam itu lebih kuat dari persaudaraan karena
nasab."
Kalimat "jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara"
maksudnya hendaklah kamu saling bergaul dan memperlakukan orang lain
sebagai saudara dalam kecintaan, kasih sayang, keramahan, kelembutan,
dan tolong-menolong dalam kebaikan dengan hati ikhlas dan jujur dalam
segala hal. Kalimat "seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang
lain, maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya
dan menghinakannya" Yang dimaksud menelantarkan yaitu tidak memberi
bantuan dan pertolongan.
Rasullullah Shallallahu’alaihi wa Sallam Mempersaudarakan sesama muslim
Pentingnya memiliki rasa persaudaraan di dalam islam ditunjukkan dan
disikapi oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa salam yang patut
dijadikan contohd an teladan oleh umat beliau, dimana berdasarkan
catatan sejarah pada saat sebagian kaum muslimin yang terdiri dari
sahabat-sahabat setia yang berhijrah dari Mekah ke Madinah mengikuti
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang dikenal dengan sebutan
kaummuhajirin, setibanya di Madinah dipersaudarakan dengan orang-orang
Muslim Madinah yang dikenal dengan sebutan kaum anshar. Hal ini tercatat
dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud rahimahullaah ta’ala
yang berasal dari Anas bin Malik radhyallaahu’anhu :
سنن أبي داوود ٢٥٣٧: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ
عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ
حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي دَارِنَا فَقِيلَ لَهُ أَلَيْسَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا حِلْفَ فِي
الْإِسْلَامِ فَقَالَ حَالَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فِي دَارِنَا مَرَّتَيْنِ
أَوْ ثَلَاثًا
Sunan Abu Daud 2537: dari Anas bin Malik berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan antara orang-orang
muhajirin dan anshar di rumah kami. Kemudian dikatakan kepadanya;
bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengatakan:
"Tidak ada perjanjian dalam Islam?" Kemudian ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan antara orang-orang
muhajirin dan anshar di rumah kami. Ia mengucapkannya dua atau tiga
kali.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh imam at Tirmidzi dari sahabat Ibnu Umar radhyallaahu’anhu :
سنن الترمذي ٣٦٥٤: حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ
الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ قَادِمٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
صَالِحِ بْنِ حَيٍّ عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ جُمَيْعِ بْنِ
عُمَيْرٍ التَّيْمِيِّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
آخَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ
أَصْحَابِهِ فَجَاءَ عَلِيٌّ تَدْمَعُ عَيْنَاهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ آخَيْتَ بَيْنَ أَصْحَابِكَ وَلَمْ تُؤَاخِ بَيْنِي وَبَيْنَ
أَحَدٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنْتَ أَخِي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَفِي الْبَاب عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أَوْفَى
Sunan Tirmidzi 3654: dari Ibnu Umar dia berkata; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mempersaudarakan antara para sahabatnya, tiba-tiba Ali
datang dengan meneteskan air mata sambil berkata; "Wahai Rasulullah,
anda telah mempersaudarakan antara para sahabat anda, namun anda tidak
mempersaudarakan antara aku dengan yang lain." Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Kamu adalah saudaraku
di dunia dan Akhirat." Abu Isa berkata; "Hadits ini adalah hadits hasan
gharib, dan dalam bab ini juga ada riwayat dari Zaid bin Abu Aufa."
Tentang dipersaudarakannya antara kaum muhajirin dan dengan kaum anshar
sebagai sesama muslim juga disinggung dalam hadits riwayat imam Bukhari
rahimahullah ta’ala :
صحيح البخاري ٣٤٩٦: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ
لَمَّا قَدِمُوا الْمَدِينَةَ آخَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَسَعْدِ بْنِ
الرَّبِيعِ قَالَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنِّي أَكْثَرُ الْأَنْصَارِ
مَالًا فَأَقْسِمُ مَالِي نِصْفَيْنِ وَلِي امْرَأَتَانِ فَانْظُرْ
أَعْجَبَهُمَا إِلَيْكَ فَسَمِّهَا لِي أُطَلِّقْهَا فَإِذَا انْقَضَتْ
عِدَّتُهَا فَتَزَوَّجْهَا قَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ
وَمَالِكَ أَيْنَ سُوقُكُمْ فَدَلُّوهُ عَلَى سُوقِ بَنِي قَيْنُقَاعَ
فَمَا انْقَلَبَ إِلَّا وَمَعَهُ فَضْلٌ مِنْ أَقِطٍ وَسَمْنٍ ثُمَّ
تَابَعَ الْغُدُوَّ ثُمَّ جَاءَ يَوْمًا وَبِهِ أَثَرُ صُفْرَةٍ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْيَمْ قَالَ تَزَوَّجْتُ
قَالَ كَمْ سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ نَوَاةً مِنْ ذَهَبٍ أَوْ وَزْنَ
نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ شَكَّ إِبْرَاهِيمُ
Shahih Bukhari 3496: Telah bercerita kepada kami Isma'il bin 'Abdullah
berkata, telah bercerita kepadaku Ibrahim bin Sa'ad dari bapaknya dari
kakeknya berkata; Ketika mereka (Kaum Muhajirin) telah tiba di Madinah,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempersaudarakan 'Abdur Rahman
bin 'Auf dengan Sa'ad bin ar-Rabi'. Sa'ad berkata kepada 'Abdur Rahman;
"Aku adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya, maka hartaku aku
akan bagi dua dan aku mempunyai dua istri, maka lihatlah mana diantara
keduanya yang menarik hatimu dan sebut kepadaku nanti aku akan ceraikan
dan apabila telah selesai masa iddahnya silakan kamu menikahinya".
'Abdur Rahman berkata; "Semoga Alah memberkahimu pada keluarga dan
hartamu. Dimana letak pasar-pasar kalian?". melainkan dengan membawa
keju dan minyak samin yang banyak. Lalu dia terus berdagang hingga pada
suatu hari dia datang dengan mengenakan pakaian dan wewangian yang
bagus. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: "Bagaimana
keadaanmu?". 'Abdur Rahman menjawab; "Aku sudah menikah". Beliau
bertanya lagi: "Berapa jumlah mahar yang kamu berikan padanya?". 'Abdur
Rahman menjawab; "Sebiji emas atau seberat biji emas".
Banyak sekali hadits yang membicarakan tentang upaya Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam dalam mempersaudarakan para sahabat-sahabat
beliau, salah satunya seperti yang diriwayatkan oleh imam Muslim
rahimahullaah ta’ala dari Anas bin Malik radhyallaahu’anhu :
صحيح مسلم ٤٥٩٢: حَدَّثَنِي حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الصَّمَدِ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ
أَنَسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آخَى بَيْنَ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَّاحِ وَبَيْنَ أَبِي طَلْحَةَ
Shahih Muslim 4592: dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah mempersaudarakan antara Abu Ubaidah bin Jarrah dengan
Abu Thalhah
Hadist-hadits tersebut diatas menggambarkan upaya Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam untuk mempersatukan hati antara
sabahat-sahabat agar timbul rasa kasih sayang dan rasa cinta satu lain
dan saling tolong menolong sebagai saudara seagama sehingga akan
memperkuat persatuan dalam menegakkan Islam . Selain itu dengan adanya
persaudaraan tersebut akan terjalin kerja sama yang saling menguntungkan
dan kuta serta tangguh untuk kepentingan da’wah Islam.
Berikutnya berdasarkan hadits Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam
tersebut diatas, maka bagi umat Islam yang belakangan merupakan contoh
yang perlu diikuti untuk menjadikan sesama muslim itu sebagai saudara
seagama dengan memenuhi hak-haknya sebagai muslim dan melakukan
tindakan-tindakan yang sejalan bagaimana sikap orang yang saling
bersaudara.
Hak sesama muslim
Sebagai sesama muslim yang saling bersaudara karena agama , maka setiap
muslim satu sama lainnya mempunyai hak yang sama yang harus dihormati
dan dipenuhi oleh masing-masing pihak. Sebagai salah satu contoh hak
sesama muslim yang dimaksudkan adalah sebagai yang disebutkan dalam
hadits riwayat imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari sahabat Abu
Hurairah radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ١١٦٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ
الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ
الْعَاطِسِ
تَابَعَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَرَوَاهُ سَلَامَةُ بْنُ رَوْحٍ عَنْ عُقَيْلٍ
Shahih Bukhari 1164: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hak muslim
atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang
sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang
bersin
Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari al-Bara :
صحيح البخاري ٤٧٧٧: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ حَدَّثَنَا أَبُو
الْأَحْوَصِ عَنْ الْأَشْعَثِ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ
الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ
وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ
الْجِنَازَةِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ وَنَصْرِ
الْمَظْلُومِ وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَنَهَانَا
عَنْ خَوَاتِيمِ الذَّهَبِ وَعَنْ آنِيَةِ الْفِضَّةِ وَعَنْ الْمَيَاثِرِ
وَالْقَسِّيَّةِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالدِّيبَاجِ
تَابَعَهُ أَبُو عَوَانَةَ وَالشَّيْبَانِيُّ عَنْ أَشْعَثَ فِي إِفْشَاءِ السَّلَامِ
Shahih Bukhari 4777: dari Al Bara` bin Azib radliallahu 'anhuma berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan kami tujuh
perkara dan juga melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan
kami untuk menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, menjawab orang yang
bersin, menunaikan sumpah, menolong orang yang terzhalimi, menebarkan
salam dan memenuhi undangan. Kemudian beliau melarang kami untuk
mengenakan cincin emas, memakai bejana perak, mencabut uban, mengenakan
Al Qassiyyah (pakaian yang bercampur dengan bahan sutera), Al Istibraq
(kain yang dilapisi dengan bahan sutera) dan Ad Diibaj (sejenis pakain
dari kain sutera). Hadits ini diperkuat oleh Abu Awanah dan Asy Syaibani
dari Asy'ats dalam menyebarkan salam.
Gambaran tentang hak sesama muslim menurut hadits tersebut diatas
hanyalah merupakan contoh kecil tentang perlunya sesama muslim untuk
memenuhi hak-hak saudara muslim lainnya yang tentunya jauh lebih besar.
Karena sesungguhnya sangatlah banyak hak-hak sesama saudara muslim yang
harus dipenuhi oleh saudara muslim lainnya, seperti contoh hak-hak
saudara muslim pejalan kaki di jalan raya, atau hak-hak saudara muslim
lainnya yang sama-sama menaiki kendaraan yaitu untuk tidak saling
mendahului hanya sekedar untuk agar cepat sampai ketujuan. Begitu juga
dalam hal antrian untuk berbagai keperluan, banyak diantara kaum
muslimin yang tidak menghormati hak orang lain, dengan cara mendahului
orang lain yang ada di depannya.
Persaudaraan bagi sesama muslim dalam syari’at Islam sangat memegang
peran yang penting sehingga persaudaraan tersebut perlu dibina secara
intensif dan secara berkelanjutan oleh setiap individu muslim. Beberapa
hal yang diperintahkan dalam Islam bagi setiap muslim yang berkaitan
dengan akhlak terhadap sesama saudara muslim lainnya sehingga dengan
akhlak yang digariskan teresbut dapatlah dibina hubungan yang baik.
Akhlak terpuji seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim antara lain meliputi :
1.Mencintai saudaranya sesama muslim
2.Mencintai karena Allah
3.Tolong menolong
4.Membantu Saudara Yang Kesulitan
5.Menyuruh kepada amar ma’ruf
6. Menutupi a’ib saudaranya sesama muslim
7. Saling menyanyangi satu sama lainnya.
8.Mendoakan kebaikan
9.Menebarkan/mengucapkan salam
10.Saling Berjabatan Tangan Ketika Bertemu
11.Ramah tamah dan rendah hati
12.Mendahulukan Kepentingan Saudaranya daripada Kepentingan Sendiri
13..Berprasangka baik
Berikut ini diulas secara sepintas hal-hal yang telah disyari’atkan
sebagai akhlak bagi kaum muslimin dalam rangka membina hubungan
persaudaraan sesama muslim sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal
dan dihindarkannya kemudharatan sebagai dampak dari terabaikannya
syarat-syarat persaudaraan.
1.Saling Mencintai sesama muslim karena Allah
Saling mencintai diantara sesama umat muslim karena Allah perlu ditumbuh
kembangkan oleh kaum muslimin sehingga dengan adanya rasa cinta
tersebut maka akan terciptalah suasana yang harmonis ditengah-tengah
masyarakat muslim. Dengan adanya rasa cinta kepada sesama muslim maka
akan terhindarlah hal-hal yang dapat menjadi sumber ketidak harmonisan
dan permusuhan satu sama lainnya.
Saling mencintai diantara sesama muslim telah diperintahkan oleh
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala yang bersumber dari
sahabat Anas bin Malik radhyalllahu’anhu :
صحيح مسلم ٦٠: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ
يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ
الثَّقَفِيِّ قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ
أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ
كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ
لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ
بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي
النَّارِ
Shahih Muslim 60: dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dia
berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan
merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia
cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak
mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada
kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut
sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."
Hadits yang serupa yang membicarakan tentang pentingnya saling mencinta
karena Allah diantara sesama muslim diriwayatkan pula oleh imam Bukhari
rahimahullaah ta’ala dari Abu Huhairah radhyalllahu’anhu :
صحيح البخاري ١٣٣٤: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ
بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمْ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ
مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ
بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ
يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Shahih Bukhari 1334: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada tujuh (golongan orang
beriman) yang akan mendapat naungan (perlindungan) dari Allah dibawah
naunganNya (pada hari qiyamat) yang ketika tidak ada naungan kecuali
naunganNya. Yaitu; Pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan
dirinya dengan 'ibadah kepada Rabnya, seorang laki-laki yang hatinya
terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena
Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang
laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi
cantik lalu dia berkata, "aku takut kepada Allah", seorang yang
bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, dan seorang
laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri sendirian
hingga kedua matanya basah kepada Alloh.
Saling memiliki rasa cinta antara kaum muslimin yang dilandasi karena
Allah semata a kan menjadikan persaudaraan satu dengan yang lainnya
menjadi ikhlas tanpa didasari atas pertimbangan dunia yang lebih
bersifat kepada perhitungan untung rugi, karena kadang-kadang dari
pikiran yang jahil muncul pertanyaan apa yang dapat diperoleh dari
sebuah persahabatan ?, apakah persabahatan tersebut akan memberikan
manfaat yang bersifat keduniaan, apabila sebuah persahabatan yang
dilandasi kepada adanya kepentingan dan manfaat dunia belaka, bukan
persaudaraan karena Allah maka persaudaraan tersebut hanya bersifat
sementara dan akan putuslah hubungan sejalan dengan tidak adanya lagi
manfaat yang diharapkan di dalamnya. Berbeda tentunya dengan
persaudaraan yang dilandasi karena Allah azza wa jalla sebagaimana yang
dimaksudkan oleh Hadits Rasullullah shallallaahu’alai wa sallam.
Hendaklah setiap orang di antara kaum muslimin itu melakukan mu'amalah
ukhuwah (persaudaraan) dengan sebenar-benarnya dengan cara menghendaki
kebaikan untuk saudaranya sebagaimana menghendaki untuk dirinya, dan
membenci kejahatan yang ada pada saudaranya seperti membenci kejahatan
itu menimpa dirinya.
2. Sesama Muslim Yang Satu Dengan Lainnya Bagaikan Satu Bangunan
Antara kaum Muslim itu sama lainnya diibaratkan sebagai sebuah bangunan
yang saling mengokohkan. Bangunan akan kokoh apabila ditunjang oleh
banyak bagian yang satu sama lain saling mendukung, saling bekerja sama
memperkokoh sehingga bangunan tersebut dapat tegak berdiri. Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari
Abu Musa radhyallaahu’anhu disebutkan :
صحيح مسلم ٤٦٨٤: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو
عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ
وَأَبُو أُسَامَةَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَبُو
كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ وَابْنُ إِدْرِيسَ وَأَبُو
أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى
قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Shahih Muslim 4684: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu
Syaibah dan Abu 'Amir Al Asy'ari keduanya berkata; Telah menceritakan
kepada kami 'Abdullah bin Idris dan Abu Usamah; Demikian juga
diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al A'laa Abu Kuraib; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al
Mubarak dan Ibnu Idris serta Abu Usamah seluruhnya dari Buraid dari Abu
Burdah dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain
bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.'"
Dari hadits yang disebutkan diatas maka rasa persaudaraan diantara kaum
muslimin itu sangatlah penting artinya dalam rangka mewujudkan dan
mengokohkan tegaknya Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
3.Saudara Sesama Muslim Hendaknya Saling Tolong Menolong
Islam telah mensyari’atkan agar antara sesama muslim sebagai orang-orang
yang saling bersaudara mempunyai kewajiban untuk saling menolong satu
dengan yang lainnya terutama dalam hal-hal melakukan kebajikan dan taqwa
yang tentunya termasuk di dalam hal tolong menolong ini adalah membantu
saudara-saudara sesama muslim dalam mengatasi sesuatu yang terjadi pada
diri saudara muslim lainnya.Sehingga menjadi ringanlah beban yang
mungkin dipikul oleh saudara muslim tersebut. Dengan adanya pertolongan
yang diberikan tersebut maka dapatlah persoalam apa yang dihadapi oleh
saudara muslim tersebut dapat diatasi.
Pertolongan yang diberikan kepada sesama saudara muslim tentunya tidak
hanya terbatas kepada hal-hal yang berskala kecil seperti membantu
meringankan pekerjaan, mengangkat barang-b arang yang berat atau
mungkin juga meliputi pula hal-hal yang berskala besar. Pertolongan
tidak saja terbatas kepada hal yang bersifat fisik, memberikan saran dan
membantu memecahkan persoalan melalui nasihat-nasihat juga merupakan
pertolongan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحِلُّواْ شَعَآئِرَ اللّهِ وَلاَ
الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلاَ الْهَدْيَ وَلاَ الْقَلآئِدَ وَلا آمِّينَ
الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا
وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُواْ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُواْ
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى
الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar
Allah [389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram [390],
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya [391], dan
binatang-binatang qalaa-id [392], dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keredhaan dari Tuhannya [393] dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS.Al Maidah :2 )
Imam Muslim rahimahullaah ta’ala dalam kitab Shahihnya meriwayatkan
hadits dari Jabir radhyallaahu’anhu bahwa Rasullullah
shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٤٦٨١: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ
حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
اقْتَتَلَ غُلَامَانِ غُلَامٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَغُلَامٌ مِنْ
الْأَنْصَارِ فَنَادَى الْمُهَاجِرُ أَوْ الْمُهَاجِرُونَ يَا
لَلْمُهَاجِرِينَ وَنَادَى الْأَنْصَارِيُّ يَا لَلْأَنْصَارِ فَخَرَجَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا هَذَا
دَعْوَى أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ قَالُوا لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا
أَنَّ غُلَامَيْنِ اقْتَتَلَا فَكَسَعَ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ قَالَ فَلَا
بَأْسَ وَلْيَنْصُرْ الرَّجُلُ أَخَاهُ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا إِنْ
كَانَ ظَالِمًا فَلْيَنْهَهُ فَإِنَّهُ لَهُ نَصْرٌ وَإِنْ كَانَ
مَظْلُومًا فَلْيَنْصُرْهُ
Shahih Muslim 4681: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Abdullah
bin Yunus; Telah menceritakan kepada kami Zuhair; Telah menceritakan
kepada kami Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata; "Pada suatu hari, ada
dua orang pemuda sedang berkelahi, masing-masing dari kaum Muhajirin dan
kaum Anshar. Pemuda Muhajirin itu berteriak; 'Hai kaum Muhajirin,
(berikanlah pembelaan untukku!) ' Pemuda Anshar pun berseru; 'Hai kaum
Anshar, (berikanlah pembelaan untukku!) ' Mendengar itu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam keluar dan bertanya: 'Ada apa ini? Bukankah
ini adalah seruan jahiliah? ' Orang-orang menjawab; 'Tidak ya
Rasulullah. Sebenarnya tadi ada dua orang pemuda yang berkelahi, yang
satu mendorong yang lain.' Kemudian Rasulullah bersabda: 'Baiklah.
Hendaklah seseorang menolong saudaranya sesama muslim yang berbuat
zhalim atau yang sedang dizhalimi. Apabila ia berbuat zhalim/aniaya,
maka cegahlah ia untuk tidak berbuat kezhaliman dan itu berarti
menolongnya. Dan apabila ia dizalimi/dianiaya, maka tolonglah ia! '
4.Membantu Meringankan Kesulitan Sesama Muslim
Sebagai saudara sesama muslim wajib seseorang itu prihatin atas
kesulitan yang menimpa saudaranya yang lain, namun tidak hanya terbatas
sekedar prihatin tetapi harus diikuti dengan sikap untuk membantu
bagaimana kesulitan tersebut dapat diatasi. Saudara sesama muslim yang
mendapatkan kesusahan wajib untuk dibantu dalam melepaskan kesulitan
tersebut. Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya seseorang itu
kadang-kadang mendapatkan kesulitan yang tidak dapat diatasnya secara
sendiri, kecuali mendapatkan bantuan dari orang lain. Misalnya seseorang
ditimpa musibah berupa kecelakaan dan memerlukan biaya untuk
pengobatan, namun karena ketiadaan dana maka ybs kesulitan untuk
membayar biaya pengobatan. Disinilah letak peran dari saudara muslim
lainnya untuk membantu mengatasi kesulitan pembiayaan dengan bergotong
royong mengumpulkan uang.
Membantu meringankan atau melepaskan kesulitan yang dihadapi oleh
seseorang dimata Allah subhanahu wa ta’ala sangatlah besar sekali
artinya,mereka-mereka yang membantu melepaskan atau meringankan
kesusahan orang lain mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah pada
hari kiamat kelak dengan dilepaskannya dari satu kesusahan . Hal ini
ditegaskan oleh Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam dalam hadits
yang diriwayatkan oelh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari sahabat
Abdullah bin Umar radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ٢٢٦٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ
عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ
كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ
عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
Shahih Bukhari 2262: dari'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma
mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak
menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang
membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya.
Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah
menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari
qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan
menutup aibnya pada hari qiyamat".
Selain itu imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahih-nya meriwayatkan
hadits dari Abu Hurairah radhyallaahu’anhuma bahwa Rasullullah
shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح مسلم ٤٦٧٧: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ
فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ
مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4677: dari Salim dari Bapaknya bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim dengan muslim
yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya
kepada saudaranya yang muslim. Barang siapa yang membantu kebutuhan
saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa
membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan
membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa
menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari
kiamat kelak."
5.Mempermudah Urusan
Pada hakikatnya mempermudah urusan sesama saudara Muslim tergolong dalam
upaya saling tolong menolong dan membantu dalam hal kesulitan. Namun
disini lebih dititik beratkan kepada memberikan bantuan berupa fasilitas
kemudahan dalam menyelesaikan sesuatun urusan . Pemberian bantuan
mempermudah urusan ini tentunya dapat dilakukan oleh mereka-mereka yang
mempunyai kewenangan untuk menangani penyelesaian urusan tersebut.
Pentingya membantu mempermudah urusan orang lain ini sejalan dengan apa
yang disebutkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalan
hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu
Hurairah radhyallaahu’anhu :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ
فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً
سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ
فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ
وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ
اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ
نَسَبُهُ .
Dari Abu Hurairah"Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang
mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari
kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti
Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang
menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia
dan di akhirat. Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu,
pasti Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Apabila berkumpul suatu
kaum di salah satu masjid untuk membaca Al Qur'an secara bergantian dan
mempelajarinya, niscaya mereka akan diliputi sakinah (ketenangan),
diliputi rahmat, dan dinaungi malaikat, dan Allah menyebut nama-nama
mereka di hadapan makhluk-makhluk lain di sisi-Nya. Barangsiapa yang
lambat amalannya, maka tidak akan dipercepat kenaikan derajatnya".(HR.
Muslim )
6.Menyuruh melakukan amar ma’ruf :
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada hamba-hambanya yang
beriman saling nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat
menasihati dalam b ersabar satu sama lainnya, sebagaimana yang
ditegaskan dalam firman-Nya :
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(QS. Al-Ashr : 2-3 )
Sebagai seorang muslim, maka ia mendapatkan tugas kewajiban untuk
memberikan nasihat kepada sesama muslim lainnya, demikian pula
sebaliknya. Dimana nasihat tersebut merupakan kewajiban amar ma’ruf dan
nahi munkar. Setiap muslim yang merasa memiliki persaudaraan dengan
muslim lainnya tentunya mempunyai tanggung jawab untuk tidak membiarkan
saudaranya berada dalam kemunkaran. Setiap muslim mempunyai tanggung
jawab kepada saudara lainnya untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf
dengan mengajak mereka mengerjakan hal-hal yang baik dan positif.
Sehingga dengan ajakan dan nasihat tersebut terjauhilah perkara-perkara
yang munkar, dan niscaya kemaslahatan dunia dan akhiratlah yang akan
mereka peroleh.
Sejalan dengan hal ini Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam daam
hadits riwayat imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abu Musa Asy’ari :
صحيح البخاري ٥٥٦٣: حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا
سَعِيدُ بْنُ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
صَدَقَةٌ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ
فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ
لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالُوا فَإِنْ
لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيَأْمُرُ بِالْخَيْرِ أَوْ قَالَ بِالْمَعْرُوفِ
قَالَ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيُمْسِكُ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ
صَدَقَةٌ
Shahih Bukhari 5563: Telah menceritakan kepada kami Adam telah
menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Sa'id
bin Abu Burdah bin Abu Musa Al Asy'ari dari Ayahnya dari Kakeknya dia
berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib bagi setiap
muslim untuk bersedekah." Para sahabat bertanya; "Bagaimana jika ia
tidak mendapatkannya? ' Beliau bersabda:: 'Berusaha dengan tangannya,
sehingga ia bisa memberi manfaat untuk dirinya dan bersedekah.' Mereka
bertanya; 'Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya? ' Beliau bersabda:
'Menolong orang yang sangat memerlukan bantuan.' Mereka bertanya;
'Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya? ' Beliau bersabda: 'Menyuruh
untuk melakukan kebaikan atau bersabda; menyuruh melakukan yang ma'ruf'
dia berkata; 'Bagaimana jika ia tidak dapat melakukannya? ' Beliau
bersabda: 'Menahan diri dari kejahatan, karena itu adalah sedekah
baginya.'
Hadits tersebut diatas sejatinya mengandung perintah untuk memberikan
sedeqah, namun bagi mereka yang tidak bisa melakukannya ,maka dengan
mengajak dan menyuruh sesama muslim lainnya untuk befrbuat amar ma’ruf
hal itu sudah termasuk bersedeqah. Dengan demikian hadits tersebut juga
dijadikan dalil dan dimaknai sebagai dasar untuk menyuruh atau
menasihati kepada orang lain yaitu dalam hal ini sesama saudara muslim
untuk melakukan perbuatan ma;ruf.
7. Sesama Muslim Diperintahkan Untuk Menutupi a’ib saudaranya
An-Nawawi rahimahullah mengatakan adapun anjuran menutup aib orang lain
yang maksudnya adalah, menutup aib orang yang melakukan keburukan, dari
orang yang tidak terkenal melakukan keburukan dan kerusakan. Adapun
orang yang sudah dikenal seperti itu, maka dianjurkan agar tidak
menutupnya, bahkan dilaporkan kepada pemerintah, jika ia tidak
mengkhawatirkan terjadinya kerusakan yang lebih besar lagi, karena
menutup hal seperti ini membuat dia bertambah berani melakukan kerusakan
dan kekacauan, melakukan segala yang diharamkan dan membuat orang yang
lain berani melakukan hal serupa. Adapun menyebutkan cacat atau aib para
perawi hadits, para saksi, dan orang-orang yang diberi amanah terhadap
sedekah, harta waqaf dan anak-anak yatim dan semisal mereka, maka wajib
menyebutkan aib mereka saat diperlukan dan tidak boleh menyembunyikan
hal itu, apabila ia melihat suatu perkara yang mengurangi kelayakan
mereka. Hal ini tidak termasuk ghibah (mengumpat) yang diharamkan,
bahkan termasuk nasehat yang wajib.
Maka tutupilah aib saudara-saudaramu, karena engkau tidak pernah akan
mampu memerangi Allah subhanahu wa ta’ala Yang Maha Kuasa membuka
segala aibmu dan mengungkap segala dosamu, sementara manusia tidak ada
yang mengetahuinya. Dan kekanglah lisanmu dari pembicaraan menyangkut
kehormatan orang lain, mencari-cari kesalahan, dan merusak harga diri
saudara-saudaramu.
Engkau mendapatkan jiwa yang sakit tenggelam mendengarkan aib orang lain
dan mencari-cari kesalahan, serta dibuka majelis untuk mengungkap
kesalahan orang lain. Padahal Rasulullah r memerintahkan memaafkan
kesalahan, dan Allah ta’aqla"Menyukai sifat malu dan menutup aib",
seolah-olah digabungkan di antara dua sifat yang terpuji ini (malu dan
menutup aib) karena manusia yang menyebarkan aib saudara-saudaranya, ia
tidak akan bisa melakukan hal itu kecuali setelah tidak adanya sifat
malu yang menghalanginya melakukan hal itu, dan ia tidak menutupi
kecuali karena sifat malu.
Sungguh di antara petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah
lebih mengutamakan menutup aib, sampai-sampai pada orang yang melakukan
dosa besar.
Berkaitan dengan menutupi a’ib orang lain Rasullullah shallallahu’alaihi
wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
rahimahullaah ta’ala mengatakan :
صحيح البخاري ٢٢٦٢: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ
عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ سَالِمًا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ
كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ
عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
Shahih Bukhari 2262: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair
telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab
bahwa Salim mengabarkannya bahwa 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma
mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak
menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang
membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya.
Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah
menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari
qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan
menutup aibnya pada hari qiyamat".
Hadits yang serupa juga diriwayatkan oleh imam Abu Daud dalam Sunan-nya dari Salim :
سنن أبي داوود ٤٢٤٨: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا
اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ
أَخِيهِ فَإِنَّ اللَّهَ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
Sunan Abu Daud 4248: dari Salim dari Bapaknya dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang muslim itu saudara bagi
muslim lainnya, tidak boleh menzhalimi atau merendahkannya. Barang siapa
memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya.
Dan Barang siapa membebaskan kesulitan seorang muslim di dunia, maka
Allah akan membebaskan kesulitannya di akhirat. Dan barangsiapa menutupi
aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma :
صحيح مسلم ٤٦٩٢: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا
عَفَّانُ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسْتُرُ
عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
Shahih Muslim 4692: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda:"Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di
dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak."
8. Mendoakan Kebaikan Bagi Saudaranya Sesama Muslim
Salah satu tanda eratnya persaudaraan dengan sesama muslim adalah
mendoakan muslim lainnya yang tidak berada di hadapannya, atau tanpa
sepengetahuannya. Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang
berada jauh dari tempatnya, tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang
baik, niscaya doa tersebut akan dikabulkan Allah dan doa tersebut juga
akan mencakup orang yang membacanya sendiri.
Rasullullah shallallahu’alaihin wa sallam bersabda :
عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ قَالَتْ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: ” دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ
بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ
كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ:
آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ “
Dari Ummu Darda’ dan Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa seorang muslim
untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan
dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut
terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang
muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang
menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang
serupa.” (HR. Muslim no. 2733, Abu Daud no. 1534, Ibnu Majah no. 2895
dan Ahmad no. 21708)
Hadits ini merupakan sebuah modal berharga bagi kita untuk banyak
mendoakan kebaikan bagi saudara-saudara muslim lainnya. Selain
mendapatkan pahala mendoakan mereka, kita juga akan mendapatkan kebaikan
dari doa yang kita panjatkan tersebut. Mendoakan kebaikan untuk sesama
muslim sama halnya dengan mendoakan kebaikan untuk diri kita sendiri,
sebagaimana dijelaskan di akhir hadits di atas. Malaikat mengamini doa
kita dan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam menjamin bahwa Allah
Ta’ala akan mengabulkannya.
Sebagai sesama muslim yang saling bersaudara karena agama , maka setiap
muslim satu sama lainnya mempunyai hak yang sama yang harus dihormati
dan dipenuhi oleh masing-masing pihak. Sebagai salah satu contoh hak
sesama muslim yang dimaksudkan adalah sebagai yang disebutkan dalam
hadits riwayat imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari sahabat Abu
Hurairah radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ١١٦٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ
الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ
الْعَاطِسِ
تَابَعَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَرَوَاهُ سَلَامَةُ بْنُ رَوْحٍ عَنْ عُقَيْلٍ
Shahih Bukhari 1164: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hak muslim
atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang
sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang
bersin
Hadits tersebut diatas mengandung makna yang dalam, meskipun secara
lahirnya disebutkan mendoakan orang bersin, namun didalamnya terkandung
perintah agar setiap muslim mendokan kebaikan kepada sesama
saudaranya .
9.Saling Mencintai , Sayang Menyayangi dan Kasih Menghasihi Dalam Persaudaraan sesama muslim
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan yang sangat
kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
di antara sesama muslim satu dan lainnya dengan hubungan
persaudaraan, niscaya ia mendapat hak untuk saling mencintai karena
Allah ta;ala. Dan setiap orang yang bergaul dengan sesama saudara muslim
dengan kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapatkan hak persaudaraan
Islam.
Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan pengertian persaudaraan yang
dimaksudkan dalam islam : 'Berusahalah agar kamu menjadi seperti saudara
senasab dalam kasih sayang, tolong menolong, saling membantu, dan
memberi nasehat.'
Dan standar pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak sempurna
iman kecuali dengannya adalah yang dijelaskan oleh Rasulullah dengan
sabdanya:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ, لاَيُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak beriman
(yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia
mencintai untuk dirinya sendiri dari kebaikan."
Al-Karmani memberikan komentar dengan katanya, 'Dan termasuk iman pula,
bahwa ia membenci untuk saudaranya keburukan yang dibencinya untuk
dirinya, dan beliau tidak menyebutkannya, karena mencintai sesuatu
memberikan konsekuensi membenci lawannya, lalu beliau shallallahu’alaihi
wa sallam tidak menyebutkan hal itu karena sudah cukup.'
An-Nawawi rahimahullah mendefinisikan mahabbah bahwa ia adalah
kecenderungan kepada sesuatu yang sesuai orang yang mencintai. Dan Ibnu
Hajar rahimahullah menambahkan: 'Maksud kecenderungan di sini adalah
ikhtiyari (yang diusahakan), bukan alami, dan mahabbah adalah keinginan
apa yang diyakininya sebagai kebaikan.' Dan keinginan atas mahabbah dan
persaudaraan, mendorong seseorang seperti Abu Hurairah radhyallahu’anhu
untuk mendapat doa dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk
dirinya dan ibunya dengan mahabbah yang beredar bersama orang-orang yang
beriman, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mendoakan
untuknya:
اَللّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هذَا وَأُمَّهُ إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ, وَحَبِّبْ إِلَيْهِمْ الْمُؤْمِنِيْنَ...
"Ya Allah, cintakanlah hamba-Mu ini dan ibunya kepada hamba-hamba-Mu
yang beriman, dan cintakanlah kepada mereka orang-orang yang beriman…"
Dan dasar dalam cinta dan benci bahwa ia adalah untuk sesuatu yang
dicintai Allah ta’ala atau dibenci-Nya. Allah ta;ala mencintai
(menyukai) orang-orang yang bertaubat dan bersuci, orang-orang yang
berbuat baik dan bertaqwa, orang-orang yang sabar dan bertawakkal,
orang-orang yang berbuat adil, dan orang-orang yang berjuang di
jalan-Nya secara berbaris … dan tidak menyukai orang-orang zalim,
melewati batas, israf (berlebih-lebihan), berbuat kerusakan, berkhianat,
dan orang-orang yang sombong…
Dan di ancara cara mengungkapkan kebenaran rasa persaudaraan dan hakekat
kasih sayang, sesuatu yang engkau berikan untuk saudaramu berupa
doa-doa yang baik, di tempat ia tidak mendengar dan tidak melihatmu. Di
tempat yang tidak ada campuran perasaan riya dan berpura-pura, seperti
dalam sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam :
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ, عِنْدَ
رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ. كُلَّمَا دَعَا ِلأَخِيْهِ بِخَيْرٍ قَالَ
اْلمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ وَلَكَ مِثْل.
"Doa seorang muslim untuk saudaranya dari belakang dikabulkan. Di sisi
kepalanya ada malaikat yang ditugaskan, setiap kali ia berdoa untuk
saudaranya dengan kebaikan, malaikat yang ditugaskan dengannya berkata:
Amin, dan untukmu semisalnya."
An-Nawawi rahimahullah berkata: Sebagian salafus shalih, apabila ingin
berdoa untuk dirinya, ia berdoa untuk saudaranya yang muslim dengan doa
tersebut, karena doa itu dikabulkan dan ia memperoleh hal serupa untuk
dirinya sendiri.
Hadits riwayat imam at-Tirmidzi rahimahullaah ta’ala dari Abu Huharorah radhyallaahu’anhuma :
سنن الترمذي ٢٢٢٧: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ الصَّوَّافُ
الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي طَارِقٍ
عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَأْخُذُ
عَنِّي هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ فَيَعْمَلُ بِهِنَّ أَوْ يُعَلِّمُ مَنْ
يَعْمَلُ بِهِنَّ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ أَنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ فَأَخَذَ بِيَدِي فَعَدَّ خَمْسًا وَقَالَ اتَّقِ الْمَحَارِمَ
تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ
أَغْنَى النَّاسِ وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ
لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَلَا تُكْثِرْ
الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ
حَدِيثِ جَعْفَرِ بْنِ سُلَيْمَانَ وَالْحَسَنُ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ شَيْئًا هَكَذَا رُوِيَ عَنْ أَيُّوبَ وَيُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ
وَعَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ قَالُوا لَمْ يَسْمَعْ الْحَسَنُ مِنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ وَرَوَى أَبُو عُبَيْدَةَ النَّاجِيُّ عَنْ الْحَسَنِ هَذَا
الْحَدِيثَ قَوْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Tirmidzi 2227: dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam bersabda: "Siapa yang mau mengambil kalimat-kalimat itu
dariku lalu mengamalkannya atau mengajarkan pada orang yang
mengamalkannya?" Abu Hurairah menjawab: Saya, wahai Rasulullah. beliau
meraih tanganku lalu menyebut lima hal; jagalah dirimu dari
keharaman-keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah,
terimalah pemberian Allah dengan rela niscaya kau menjadi orang terkaya,
berbuat baiklah terhadap tetanggamu niscaya kamu menjadi orang mu`min,
cintailah untuk sesama seperti yang kau cintai untuk dirimu sendiri
niscaya kau menjadi orang muslim, jangan sering tertawa karena seringnya
tertawa itu mematikan hati."
Hadits riwayat Muslim rahimahullaah ta’ala dari An Nu’man bin Bisyir:
صحيح مسلم ٤٦٨٥: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ
حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ
النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُطَرِّفٍ
عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِهِ
Shahih Muslim 4685: dari An Nu'man bin Bisyir dia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang-Orang mukmin dalam hal
saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila
ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan
ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya) '"
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Al Hanzhali; Telah mengabarkan
kepada kami Jarir dari Mutharrif dari Asy Sya'bi dari An Nu'man bin
Bisyir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan Hadits yang serupa.
10.Saling Mengucapkan dan Menjawab Salam Kepada Sesama Saudara Muslim
Ucapan salam yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain adalah
merupakan doa agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.Sehingga
karenanya antara sesama muslim yang saling bersaudara disunnahkan
menyampaikan salam kepada saudara yang lainnya dalam setiap kesempatan
bertemu.
Mengucapkan salam mempunyai keutamaan sehingga sampai-sampai
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam menganjurkan kepada umat
beliau dimana pengendara sepatutnya mengucapkan salam kepada pejalan
kaki dan kelompok yang beranggota lebih sedikit mengucapkan salam kepada
kelompok yang beranggota lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hadits
yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu
Hurairah radyallaahu’anhu :
حَدَّثَنِي عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ
جُرَيْجٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مَرْزُوقٍ حَدَّثَنَا رَوْحٌ
حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي زِيَادٌ أَنَّ ثَابِتًا مَوْلَى
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي وَالْمَاشِي عَلَى
الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Seorang pengendara hendaknya
mengucapkan salam kepada pejalan kaki dan pejalan kaki mengucapkan salam
kepada orang yang duduk dan jamaah yang beranggota lebih sedikit
mengucapkan salam kepada jamaah yang beranggota lebih banyak (HR.
Muslim)
Mengucapkan salam tidak saja kepada orang-orang dewasa, kepada anak kecilpun
Bahkan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam memberikan contoh
sebagaimna yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Anas bin Malik
radhyallahu’anhu :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ سَيَّارٍ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ
و حَدَّثَنِيهِ إِسْمَعِيلُ بْنُ سَالِمٍ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا سَيَّارٌ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
Hadis riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu : ia berkata:Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melewati anak-anak lalu beliau
mengucapkan salam kepada mereka (HR.Muslim)_
Mengucapkan salam sesungguhnya merupakan bagian dari Islam, sehingga
betapa pentingnya setiap kaum muslimin untuk memperhatikan dan
menginplementasikannya dalam kehidupan sehari-harinya. Terkait akan hal
ini
Ammar berkata, "Ada tiga perkara yang barangsiapa yang dapat
mengumpulkan ketiga hal itu dalam dirinya, maka ia telah dapat
mengumpulkan keimanan secara sempurna. Yaitu, memperlakukan orang lain
sebagaimana engkau suka dirimu diperlakukan oleh orang lain, memberi
salam terhadap setiap orang (yang engkau kenal maupun yang tidak engkau
kenal), dan mengeluarkan infak di jalan Allah, meskipun hanya sedikit."
Sehubungan dengan itu imam Bukhari rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits dari Mu’awiyah :
صحيح البخاري ٤٧٧٧: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ حَدَّثَنَا أَبُو
الْأَحْوَصِ عَنْ الْأَشْعَثِ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ
الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ
وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ
الْجِنَازَةِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ وَنَصْرِ
الْمَظْلُومِ وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَنَهَانَا
عَنْ خَوَاتِيمِ الذَّهَبِ وَعَنْ آنِيَةِ الْفِضَّةِ وَعَنْ الْمَيَاثِرِ
وَالْقَسِّيَّةِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالدِّيبَاجِ
تَابَعَهُ أَبُو عَوَانَةَ وَالشَّيْبَانِيُّ عَنْ أَشْعَثَ فِي إِفْشَاءِ السَّلَامِ
Shahih Bukhari 4777: dari Mu'awiyah bin Suwaid bahwa Al Bara` bin Azib
radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah
memerintahkan kami tujuh perkara dan juga melarang kami dari tujuh
perkara. Beliau memerintahkan kami untuk menjenguk orang sakit,
mengantar jenazah, menjawab orang yang bersin, menunaikan sumpah,
menolong orang yang terzhalimi, menebarkan salam dan memenuhi undangan.
Kemudian beliau melarang kami untuk mengenakan cincin emas, memakai
bejana perak, mencabut uban, mengenakan Al Qassiyyah (pakaian yang
bercampur dengan bahan sutera), Al Istibraq (kain yang dilapisi dengan
bahan sutera) dan Ad Diibaj (sejenis pakain dari kain sutera). Hadits
ini diperkuat oleh Abu Awanah dan Asy Syaibani dari Asy'ats dalam
menyebarkan salam.
As-sunnah Rasullulllah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kepada
setiap muslim untuk menebarkan salam baik terhadap orang yang dikenal
mupun yang tidak dikenal. Hal ini menunjukkan bahwa salam ini memegang
peran penting dalam membina hubungan sesama manusia. Tentang hal ini
ditegaskan oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :
صحيح البخاري ٥٧٦٧: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا
اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي يَزِيدُ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ
الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ
عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَعَلَى مَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Shahih Bukhari 5767: dari Abdullah bin 'Amru bahwa seorang laki-laki
bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam bagaimanakah
yang baik?" beliau menjawab: "Kamu memberi makan,menebarkan salam baik
terhadap orang yang kamu kenal maupun terhadap orang yang tidak kamu
kenal."
Apabila mendahului mengucapkan salam kepada orang lain merupakan
perbuatan sunnah maka bagi mereka yang mendapatkan ucapan salam
sebaliknya wajib untuk memberikan jawaban atau ucapan salam paling tidak
sama dengan apa yang diucapkan oleh mereka yang telah mendahului
mengucapkan salam. Periintah memberikan jawab salam ini disebutkan dalam
hadits riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Abu Hurairah
radhyallaahu’anhu :
صحيح البخاري ١١٦٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ
الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ
الْعَاطِسِ
تَابَعَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ وَرَوَاهُ سَلَامَةُ بْنُ رَوْحٍ عَنْ عُقَيْلٍ
Shahih Bukhari 1164: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hak muslim
atas muslim lainnya ada lima, yaitu; menjawab salam, menjenguk yang
sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang
bersin
11.Saling Mengulurkan Tangan Untuk Berjabatan (Bersalaman)
Membina persaudaraan sesama muslim perlu dilakukan dengan berbagai ragam
perbuatan yang disyari’atkan, termasuk di dalamnya saling berjabatan
tangan ketika bertemu satu sama lainnya dalam berbagai kesempatan apa
saja. Dengan berjabatan tangan sambil mengucapkan salam sebagai sebuah
doa yang diikuti pula dengan saling tegur sapa saling menanyakan
kesehatan serta keluarga sungguh merupakan angin segar yang menyejukkan
pertemuan sesama muslim.
Mengulurkan tangan untuk menjabat tangan ketika bertemu dengan seseorang
telah dicontohkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
sebagai yang diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh imam Bukhari
rahimahullaah ta’ala dari Qatadah radhyallaahu’anhu :
سنن أبي داوود ١٩٩: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ وَاصِلٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَهُ فَأَهْوَى
إِلَيْهِ فَقَالَ إِنِّي جُنُبٌ فَقَالَ إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ
Sunan Abu Daud 199: Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah
menceritakan kepada kami Yahya dari Mis'ar dari Washil dari Abu Wa`il
dari Hudzaidfah bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
bertemu dengannya, kemudian beliau mengulurkan tangan kepadanya (untuk
berjabat tangan). Namun Hudzaifah berkata; Sesungguhnya saya sedang
junub. Maka beliau bersabda: "Sesungguhnya orang muslim itu tidak
najis".
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada
setiap muslim apabila bertemu dengan saudara sesama muslim untuk
berjabatan tangan, hal ini ditegaskan dalam hadits riwayat imam Bukhari
rahimahullaah ta’ala dari al-Bara bin Azib :
سنن أبي داوود ٤٥٣٥: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ
عَنْ أَبِي بَلْجٍ عَنْ زَيْدٍ أَبِي الْحَكَمِ الْعَنَزِيِّ عَنْ
الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَى
الْمُسْلِمَانِ فَتَصَافَحَا وَحَمِدَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
وَاسْتَغْفَرَاهُ غُفِرَ لَهُمَا
Sunan Abu Daud 4535: Telah menceritakan kepada kami Amru bin Aun
berkata, telah mengabarkan kepada kami Husyaim dari Abu Balj dari Zaid
Abul Hakam Al Anbari dari Al Bara bin Azib ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika dua orang bertemu kemudian
saling berjabat tangan dan memuji Allah serta meminta ampun kepada-Nya,
maka keduanya akan diberi ampunan."
Berjabatan tangan diantara sesama saudara muslim telah dipercontohkan
oleh para sahabat Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk
mengamalkan sunah Rasullullah, hal ini disebutkan dalam hadits dari
Qatadah radhyallaahu’anhu yang diriwayatkan oleh imam Bukhari :
صحيح البخاري ٥٧٩٢: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ
أَكَانَتْ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
Shahih Bukhari 5792: Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin 'Ashim
telah menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dia berkata; aku
bertanya kepada Anas; "Apakah diantara para sahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam sering berjabat tangan?" dia menjawab; "Ya."
Sesungguhnya hadist-hadits yang membicarakan tentang berjabatan tangan
cukuplah banyak, diantaranya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
imam Abu Daud dalam kitab Sunan beliau :
سنن أبي داوود ٤٥٣٨: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ يَعْنِي خَالِدَ بْنَ ذَكْوَانَ
عَنْ أَيُّوبَ بْنِ بُشَيْرِ بْنِ كَعْبٍ الْعَدَوِيِّ عَنْ رَجُلٍ مِنْ
عَنَزَةَ
أَنَّهُ قَالَ لِأَبِي ذَرٍّ حَيْثُ سُيِّرَ مِنْ الشَّامِ إِنِّي أُرِيدُ
أَنْ أَسْأَلَكَ عَنْ حَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذًا أُخْبِرُكَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ
سِرًّا قُلْتُ إِنَّهُ لَيْسَ بِسِرٍّ هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَافِحُكُمْ إِذَا لَقِيتُمُوهُ قَالَ مَا
لَقِيتُهُ قَطُّ إِلَّا صَافَحَنِي وَبَعَثَ إِلَيَّ ذَاتَ يَوْمٍ وَلَمْ
أَكُنْ فِي أَهْلِي فَلَمَّا جِئْتُ أُخْبِرْتُ أَنَّهُ أَرْسَلَ لِي
فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ عَلَى سَرِيرِهِ فَالْتَزَمَنِي فَكَانَتْ تِلْكَ
أَجْوَدَ وَأَجْوَدَ
Sunan Abu Daud 4538: dari Ayyub bin Busyair bin Ka'b Al Adawi dari
seorang laki-laki penduduk Anazah bahwasanya ia berkata kepada Abu Dzar
saat keluar dari Syam, "Aku ingin bertanya kepadamu tentang hadits
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Abu Dzar berkata, "Aku akan
memberitahukan kepadamu kecuali tentang rahasia (Rasulullah)." Aku
menjawab, "Bukan hal rahasia yang aku tanyakan, tetapi apakah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berjabat tangan saat kalian berjumpa
dengan beliau?" Abu Dzar berkata: "Aku tidak pernah berjumpa dengan
beliau kecuali beliau menjabat tanganku. Suatu hari beliau mengutus
utusan kepadaku saat aku tidak ada di rumah, ketika kembali ke rumah aku
diberi kabar bahwa beliau telah mengutus seorang utusan kepadaku. Maka
aku mendatanginya saat beliau berada di atas pembaringan, lantas beliau
memelukku. Maka pelukan itu lebih indah, dan lebih indah."
Dalam hadits lain yang diriwayatkan imam at-Tirmidzi dan Kitab Sunan beliau disebutkan :
سنن الترمذي ٢٦٥٥: حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ
اللَّهِ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ
زَحْرٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنْ الْقَاسِمِ أَبِي عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَمَامُ
عِيَادَةِ الْمَرِيضِ أَنْ يَضَعَ أَحَدُكُمْ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ أَوْ
قَالَ عَلَى يَدِهِ فَيَسْأَلُهُ كَيْفَ هُوَ وَتَمَامُ تَحِيَّاتِكُمْ
بَيْنَكُمْ الْمُصَافَحَةُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا إِسْنَادٌ لَيْسَ بِالْقَوِيِّ قَالَ مُحَمَّدٌ
وَعُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زَحْرٍ ثِقَةٌ وَعَلِيُّ بْنُ يَزِيدَ ضَعِيفٌ
وَالْقَاسِمُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُكْنَى أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
وَهُوَ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ
مُعَاوِيَةَ وَهُوَ ثِقَةٌ وَالْقَاسِمُ شَامِيٌّ
Sunan Tirmidzi 2655 dari Abu Umamah radliallahu 'anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Termasuk kesempurnaan menjenguk
orang sakit adalah seseorang dari kalian meletakkan tangannya di atas
dahinya -atau bersabda; Di atas tangannya- lalu menanyakan kabarnya, dan
termasuk kesempurnaan penghormatan di antara kalian adalah berjabat
tangan."
Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhyallaahu’anhu :
سنن الترمذي ٢٦٥٢: حَدَّثَنَا سُوَيْدٌ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ
أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
قَالَ
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ
صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَلْتَزِمُهُ
وَيُقَبِّلُهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ قَالَ
نَعَمْ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
Anas bin Malik ia berkata; Seseorang bertanya; "Wahai Rasulullah,
apakah kami harus menundukkan kepala apabila salah seorang dari kami
bertemu dengan saudaranya atau sahabatnya?" beliau menjawab: "Tidak." Ia
bertanya; "Apakah dia harus mendekap dan menciumnya?" beliau menjawab:
"Tidak." Orang itu bertanya lagi; "Apakah harus meraih tangannya dan
menjabatnya?" beliau menjawab: "Ya."
Dari keterangan yang terkandung dalam beberapa hadits tersebut diatas,
maka di sunnahkan bagi setiap muslim yang berjumpa dengan saudaranya
sesama muslim untuk saling berjabatan tangan untuk saling mempererat
tali persaudaraan. Dan selebihnya juga sebagai upaya menunjukkan adanya
perhatian sebagai seorang muslim kepada saudaranya yang lainnya.
Sungguh betapa mulianya dan lengkapnya syari’at yang telah digariskan
oleh Allah dan Rasul-Nya bagi seluruh umat termasuk dalam hal saling
berjabatan tangan yang sepertinya hanyalah merupakan hal sepele, tetapi
sebenarnya terkandung makna yang dalam berkaitan dengan persaudaraan
sesama muslim.
12. Ramah Tamah ,Rendah Hati Serta Tidak Sombong Kepada Sesama Saudara Muslim
Islam sangatlah memuji sikap ramah tamah dan rendah hati yamng
ditujukam oleh setiap orang muslim terhadap saudara-saudara muslim
lainnya. Ramah tamah dan rendah hati adalah kebalikan dari sikap
sombong). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan
salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan
di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al
Furqaan: 63)
Sebagai seorang hamba sudah selayaknya untuk bersikap ramah dan rendah
hati kepada sesama saudara muslim lainnya, tanpa memandang dan melihat
status serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat. Apakah yang
bersangkutan sebagai orang yang berada, berkedudukan, alim ulama,
pejabat atau penguasa seyogyanyalah bersikap ramah dan rendah hati
serta tidak menyombongkan diri atas statusnya tersebut. Di depan Allah
kedudukan manusia adalah sama dan sederajat, yang membedakannya hanyalah
ketaqwaannya.
Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati
hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang
berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).
Sesungguhnya orang-orang yang rendah hati (tawadhu) dan ramah tamah
kepada saudara-saudaranya sesama muslim akan diasngkat derajatnya disisi
Allah, sesuai dengan hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
yang diriwayatkan oleh Imam Muslimtrahimahullaah ta’ala :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ
إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi
maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaan
untuknya. Dan tidak ada orang yang tawadhu’ (merendahkan diri) karena
Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no.
2588)
Menunjukkan sikap ramah tamah dengan bermanis muka kepada sesama
saudara muslim adalah sikap rendah hati ( tawadhu) sangatlah pentin g
artinya daklam pergaulan sesama muslim karena bermuka manis termasuk
dari perbuatan yang baik dan sangat dianjurkan oleh Rasullullah
shallallaahu’alaihi wa sallam kepada seluruh kaum muslimin sebagaimana
hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu yang diriwayatkan oleh imam
Muslim rahimahullaah ta’ala :
Imam Muslim rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu:
صحيح مسلم ٤٧٦٠: حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي الْخَزَّازَ عَنْ
أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ
أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ
مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Shahih Muslim 4760: Telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i;
Telah menceritakan kepada kami 'Utsman bin 'Umar; Telah menceritakan
kepada kami Abu 'Amir yaitu Al Khazzaz dari Abu 'Imran Al Jauni dari
'Abdullah bin Ash Shamit dari Abu Dzar dia berkata; Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Janganlah kamu menganggap remeh
sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis muka kepada
saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu."
Ramah tamah terhadap keluarga dan kepada sesama saudara muslim
disebutkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagai orang
yangpaling sem,purna imannya sesuai hadits riwayat dari Imam Ahmad dari
Aisyah radhyallaahu’anha.
Imam Akhmad rahimahullaahu ta’ala meriwayatkan dari Aisyah radhyallaahu’anha :
مسند أحمد ٢٣٥٣٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الْخَفَّافُ قَالَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَكْمَلَ
الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِ
Musnad Ahmad 23536: Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab
Al-Khaffaf, dia berkata; telah mengabarkan kepada kami Khalid, dari Abi
Qilabah, dari Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang baik
akhlak nya dan ramah tamah.
Dari keterangan hadits yang telah diungkapkan diatas, maka sudah
sepatutnya setiap muslim untuk bersikap ramah tamah dan rendah hati (
tawadhu) kepada saudaranya sesama muslim. Karena ramah tamah termasuk
kedalam katagori perbuatan baik dan orang yang ramah menunjukkan b
aiknya akhlak mereka. Adab seorang muslim sebagaimana yang disyari’atkan
adalah bermuka manis kepada sesama muslim lainnya serta murah senyum ,
semuanya merupakan bagian dari sikap ramah tamah dan insya Allah karena
semuanya itu mempunyai nilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala .
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mubarak
سنن الترمذي ١٩٢٨: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ حَدَّثَنَا أَبُو وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ
أَنَّهُ وَصَفَ حُسْنَ الْخُلُقِ فَقَالَ هُوَ بَسْطُ الْوَجْهِ وَبَذْلُ الْمَعْرُوفِ وَكَفُّ الْأَذَى
Sunan Tirmidzi 1928: dari Abdullah bin Mubarak bahwasanya ia menjelaskan
tentang husnul khuluq (akhlak yang baik) seraya berkata, "Berwajah
ceria, menebarkan kebaikan dan mencegah keburukan."
13. Mendahulukan Kepentingan Saudaranya Sesama Muslim Dari Pada Kepentingan sendiri dan Golongan/Kelompok.
Mendahulukan kepentingan orang lain ( saudara sesama muslim) daripada
kepentingan pribadi atau golongan dalam Islam dipandang sebagai hal yang
utama, karena dalam hal ini nampak sekali bagaimana akhlak seseorang
muslim terhadap orang lain. Dimana kepentingan yang menyangkut orang
lain atau menyangkut orang banyak tentunya hanya dapat dilakukan oleh
mereka-mereka yang mempunyai keikhlasan berkorban untuk orang lain.
Mereka mendahulukan kepentingan saudaranya sesama muslim meskipun ia
sendiri membutuhkannya. Ia rela berkorban dengan meninggalkan
kepentingan pribadinya.
Tentang keutamaan mendahulukan kepentingan orang lain disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala
وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ
مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا
أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
(Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor)
'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka
(Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Mu- hajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka
dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang orang yang beruntung (QS.Al Hasyr : 9)
Selain itu diriwayatkan pula hadits oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abu Hurairah radhyallaahu’anhu
صحيح البخاري ٣٥١٤: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
دَاوُدَ عَنْ فُضَيْلِ بْنِ غَزْوَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ
يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا فَانْطَلَقَ بِهِ
إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ
صِبْيَانِي فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي
صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ
سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ
سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ
فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ
أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ
{ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ }
Shahih Bukhari 3514: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa ada
seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu
beliau datangi istri-istri beliau. Para istri beliau berkata; "Kami
tidak punya apa-apa selain air". Maka kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata kepada orang banyak: "Siapakah yang mau
mengajak atau menjamu orang ini?". Maka seorang laki-laki dari Anshar
berkata; "Aku". Sahabat Anshar itu pulang bersama laki-laki tadi menemui
istrinya lalu berkata; "Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ini". Istrinya berkata; "Kita tidak memiliki apa-apa kecuali
sepotong roti untuk anakku". Sahabat Anshar itu berkata; Suguhkanlah
makanan kamu itu lalu matikanlah lampu dan tidurkanlah anakmu". Ketika
mereka hendak menikmati makan malam, maka istrinya menyuguhkan makanan
itu lalu mematikan lampu dan menidurkan anaknya kemudian dia berdiri
seakan hendak memperbaiki lampunya, lalu dimatikannya kembali. Suami-
istri hanya menggerak-gerakkan mulutnya (seperti mengunyah sesuatu)
seolah keduanya ikut menikmati hidangan. Kemudian keduanya tidur dalam
keadaan lapar karena tidak makan malam. Ketika pagi harinya, pasangan
suami istri itu menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka
beliau berkata: "Malam ini Allah tertawa atau terkagum-kagum karena
perbuatan kalian berdua". Maka kemudian Allah menurunkan firman-Nya
dalam QS al-Hasyr ayat 9 yang artinya: ("Dan mereka lebih mengutamakan
orang lain (Muhajirin) dari pada diri mereka sendiri sekalipun mereka
memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung").
Mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi atau
golongan ditunjukkan pula oleh sikap Rasullullah shallallahu’alaihi wa
sallam sebagaimana yang tergambarkan dalam hadits riwayat imam
at-Tirmidzi dalam kitab Sunan beliau dari Anas b in Malik
radhyallaahu’anhu :
\سنن الترمذي ٣٨٤٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَال سَمِعْتُ قَتَادَةَ
يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ السَّاعِدِيِّ
قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ دُورِ
الْأَنْصَارِ دُورُ بَنِي النَّجَّارِ ثُمَّ دُورُ بَنِي عَبْدِ
الْأَشْهَلِ ثُمَّ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ ثُمَّ بَنِي
سَاعِدَةَ وَفِي كُلِّ دُورِ الْأَنْصَارِ خَيْرٌ فَقَالَ سَعْدٌ مَا أَرَى
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا قَدْ فَضَّلَ
عَلَيْنَا فَقِيلَ قَدْ فَضَّلَكُمْ عَلَى كَثِيرٍ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو أُسَيْدٍ
السَّاعِدِيُّ اسْمُهُ مَالِكُ بْنُ رَبِيعَةَ وَقَدْ رُوِيَ نَحْوَ هَذَا
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَرَوَاهُ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَعُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Tirmidzi 3846: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dia berkata; saya mendengar Qatadah bercerita dari
Anas bin Malik dari Abu Usaid as Sa'idi dia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebik-baik rumah kaum Anshar
adalah rumah Bani Najjar, kemudian rumah Bani Abdul Asyhal kemudian Bani
Al Harits bin Al Khazraj kemudian Bani Sa'idah, dan setiap rumah kaum
Anshar adalah baik." Maka Sa'd berkata; "Aku tidak pernah melihat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kecuali beliau selalu
mengutamakan kami, dan di katakan pula; "Sungguh kalian telah di beri
keutamaan yang sangat banyak."
Dengan mendahulukan kepentingan sesama saudara muslim ( orang lain )
merupakan sikap tidak egoistis, dan menjadi orang yang pemurah.
14. Selalu Berprasangka Baik Kepada Sesama Muslim
Seseorang muslim akan termasuk dalam golongan orang-orang yang ber
akhlak yang baik apabila ia selalu berprasangka baik ( Positif tinking)
kepada saudaranya sesama muslim. Dugaan apapun yang timbul dalam dirinya
terhadap saudaranya sesama muslim yang lain selalu berkaitan dengan
kebaikan bukan hal-hal yang bersifat keburukan . Dengan adanya prasangka
yang selalu baik terhadap orang lain maka orang tersebut terlepas dari
sifat berbuat zhalim. Prasangka baik menghilangkan kecurigaan yanmg
biasanya muncul pada diri orang-orang yang hatinya berpenyakit.
Berprasangka baik kepada saudara sesama muslim merupakan perintah agama,
sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ
بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم
بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang.(QS. Al Hujuraat:12 )
Ayat tersebut diatas menegaskan larangan kepada seseorang untuk
berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah dosa. Sehingga karena
adanya perintah untuk tidak berprasangka buruk, maka sebaliknya seorang
muslim diperintahkan untuk memiliki prasangka yang baik tgerhadap orang
lain. Dalam diri seseorang muslim seyogyanya selalu mengedepankan
hal-hal yang b ersifat positif termasuk tentunya prasangka/dugaan yang
baik-baik terhadao orang lain atau sesama saudaranya kaum muslimin.
Berkaitan dengan itu Imam Bukhari rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma :
صحيح البخاري ٥٦٠٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا
مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ
الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا
تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ
اللَّهِ إِخْوَانًا
Shahih Bukhari 5606: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah prasangka
buruk, karena prasangka buruk ucapan yang paling dusta, dan janganlah
kalian saling mendiamkan, saling mencari kejelekan, saling menipu dalam
jual beli, saling mendengki, saling memusuhi dan janganlah saling
membelakangi, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang
bersaudara."
Takhtimah
Islam sebagai agama yang paling sempurna dan agama kasih sayang
mengutamakan hubungan persaudaraan sesama muslim diantara sesama
pemeluknya . Sehubungan dengan itu Islam mensyari’atkan bagaimana
seharusnya sikap dan akhlak seseorang muslim terhadap saudaranya sesama
muslim yang lain, agar terbina hubungan harmonis dan saling menghargai
satu sama lain, saling kasih mengasihi dan saling tolong menolong dan
saling cinta mencintai karena Allah.
Dalam melakukan hubungan sosial kemasyarakatan yang diantaranya dalam
pergaulan sehari-hari sesama saudara muslim haruslah selalu dilandasi
kepada akhlak terpuji yang sesungguhnya tiada lain adalah akhlak yang
mulia yang sangat dipuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga setiap
muslim diwajibkan dalam dirinya untuk merasa dan menganggap bahwa
sesama muslim lainnya saling bersaudara satu lainnya sebagai saudara
seagama. Yang dalam kesehariannya perlu ditindak lanjuti dengan segala
sesuatunya selalu berorientasi kepada akhlak Muslim.
Setiap muslim yang menyadari keutamaan persaudaraan sesama muslim ,
bahwa persaudaraan tersebut perlu terus dibina dengan mengacu kepada
hal-hal yang bersifat positif yaitu akhlak yang terpuji.