Jumat, 27 November 2020

Bulan Shofar Bukan Bulan Kesialan



عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). 

Bulan Shafar merupakan bulan kedua dari penanggalan Hijriyah. Oleh sebagian ulama, bulan Shafar ini diberi julukan Shafarul Khair, artinya Shafar yang penuh kebaikan. Kenapa dinamakan demikian? Karena umumnya orang awam menyangka bahwa bulan Shafar adalah bulan sial atau penuh dengan bala (bencana). Sehingga untuk membuat rasa optimis umat Islam maka dinamakanlah Shafarul Khair. Sehingga bulan Shafar tidak terkesan menakutkan apalagi dipercaya sebagai bulan kesialan. Padahal setiap bulan-bulan Islam itu memiliki kekhususan dan keistimewaan sendiri-sendiri, demikian pula bulan Safar.

Setiap Rabu terakhir bulan Shafar, sebagian besar kaum Muslimin melakukan shalat sunnah memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari berbagai malapetaka.

"Pada dasarnya hari dan bulan dalam satu tahun adalah sama. Tidak ada hari atau bulan tertentu yang membahayakan atau membawa kesialan. Keselamatan dan kesialan pada hakikatnya hanya kembali pada ketentuan takdir Ilahi."
 
Pada masa jahiliyah, orang Arab beranggapan bahwa bulan Shafar merupakan bulan yang tidak baik. Bulan yang banyak bencana dan musibah, sehingga orang Arab pada masa itu menunda segala aktivitas pada bulan Shafar karena takut tertimpa bencana. Begitu juga dalam tradisi kejawen, banyak hitungan-hitungan yang digunakan untuk menentukan hari baik dan hari tidak baik, hari keberuntungan dan hari kesialan. Lalu bagaimana menurut syariah Islam?
 
Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Rosulullah SAW meluruskan dan menjelaskan tentang hal-hal yang merupakan penyimpangan akidah itu. Rasulullah bersabda:
 
"Tidak ada penularan penyakit, tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk, tidak boleh berprasangka buruk, dan tidak ada keburukan dalam bulan Shafar."
 
Menganggap sial bulan Shafar termasuk kebiasaan jahiliyyah. Perbuatan itu tidak boleh. Bulan (Shafar) tersebut seperti kondisi bulan-bulan lainnya. Padanya ada kebaikan, ada juga kejelekan. Kebaikan yang ada datangnya dari Allah, sedangkan kejelekan yang ada terjadi dengan taqdir-Nya. Telah sah riwayat dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau telah membatalkan keyakinan sialnya bulan Shafar tersebut.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya sebagai berikut ini:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). 

Safar adalah nama bulan kedua dalam kalender Islam atau kalender Hijriyah yang berdasarkan tahun Qomariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Safar berada diurutan kedua sesudah bulan Muharram. Asal kata Safar dari Shafar. Yang menurut bahasa (linguistik) berarti kosong, ada pula yang mengartikannya kuning. Sebab dinamakan Safar, karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu sering meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka sehingga kosong untuk berperang menuntut pembalasan atas musuh-musuh mereka. Ada pula yang menyatakan, nama Safar diambil nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit Safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Kita kenal penyakit itu sekarang dengan nama penyakit Kusta. Ada pula yang menyatakan, Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkenanya menjadi sakit.

Menurut Islam, semua bulan dan hari itu baik, masing-masing mempunyai sejarah, keistimewaandan peristiwa sendiri-sendiri. Jika bulan tertentu mempunyai sisi nilai keutamaan yang lebih, bukan berarti bualn yang lain merupakan bulan yang buruk. Misalnya, dalam bulan Romadlon ada peristiwa Nuzul al Qur’an dan Lailat al Qadar, dalam bulan Rajab ada Isra’ dan Mi’raj dan dalam bulan Rabi’ul Awwal ada peristiwa Maulid atau kelahiran Rasulullah SAW dan lain-lain.

Jikalau ada kejadian tragis atau peristiwa yang memilukan dalam sebuah bulan, itu bukan berarti bulan tersebut merupakan bulan musibah atau bulan yang penuh kesialan. Namun kita harus pandai-pandai mencari hikmah di balik peristiwa itu, dan amaliah apa yang harus dilakukan sehingga terhindar dan selamat dari berbagai musibah.

Imam Ibn Hajar Al Haitami tentang Hari Nahas

Al Imam Ibn Hajar al Haitami pernah ditanya tentang bagaimana status adanya hari nahas yang oleh sebagian orang dipercaya, sehingga mereka berpaling dari hari itu atau menghindarkan suatu pekerjaannya karena dianggap hari itu penuh kesialan.

Beliau menjawab bahwa jika ada orang mempercayai adanya hari nahas (sial) dengan tujuan mengharuskan untuk berpaling darinya atau menghindarkan suatu pekerjaan pada hari tersebut dan menganggapnya terdapat kesialan, maka sesungguhnya yang demikian ini termasuk tradisi kaum Yahudi dan bukan sunnah kaum muslimin yang selalu tawakkal kepada Allah dan tidak berprasangka buruk terhadap Allah.

Sedangkan jika ada riwayat yang menyebutkan tentang hari yang harus dihindari karena mengandung kesialan, maka riwayat tersebut adalah bathil, tidak benar, mengandung kebohongan dan tidak mempunyai sandaran dalil yang jelans, untuk itu jauhilah riwayat seperti ini. (Fatawa Al Haditsiyah).

Kita semua yakin bahwa terjadinya musibah atau gejala alam yang menimpa manusia, bukan karena adanya hari nahas atau karena adanya binatang tertentu atau karena adanya kematian seseorang. Yang kita yakini adalah semua yang terjadi di alam ini adalah dengan takdir dan kehendak Allah.

Hari-hari, bulan, matahari, bintang dan makhluk lainnya tidak bisa memberikan manfaat atau madlarat (bahaya), tetapi yang memberi manfaat dan madlarat adalah Allah semata. Maka meyakini ada hari nahas atau hari sial yang menyebabkan seorang muslim menjadi pesimis, tentunya itu bukan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah.

Semua hari adalah baik, dan masing-masing ada keutamaan tersendiri. Hari dimana kita menjaganya dan mengisinya dengan kebaikan dan ketaatan, itulah hari yang sangat menggembirakan dan hari raya buat kita. Seperti dikatakan oleh ulama Salaf, hari rayaku adalah setiap hari dimana aku tidak bermaksiat kepada Allah pada hari itu, dan tidak tertentu pada suatu hari saja.

Sholat Lidaf'il Bala'

Hari Rabu yang disebutkan dalam keterangan di atas disebut dengan Rebo Wekasan. Persoalannya, sejauh manakah legitimasi agama, atau pengakuan agama Islam terhadap Rebo Wekasan seperti dalam keterangan Kitab Mujarrabat al-Dairabi al-Kabir di atas? Menjawab pertanyaan ini, ada beberapa hal yang perlu kita bahasa.

Pertama, pernyataan sebagian orang-orang yang ma’rifat tersebut, atau dalam kata lain sebagian waliyullah (kekasih Allah), dalam kacamata agama disebut dengan ilham. Para ulama ushul fiqih mendefinisikan ilham dengan, pikiran hati yang datang dari Allah. Berkaitan dengan hal ini, Syaikh Ibnu Taimiyah Rohimahulloh berkata dalam ‎al-‘Aqidah al-Wasithiyyah:

ومن أصول أهل السنة : التصديق بكرامات الأولياء وما يجري الله على أيديهم من خوارق العادات في أنواع العلوم والمكاشفات

“Di antara prinsip Ahlussunnah adalah mempercayai karamah para wali dan apa yang dijalankan oleh Allah melalui tangan-tangan mereka berupa perkara yang menyalahi adat dalam berbagai macam ilmu pengetahuan dan mukasyafah.”

Pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah di atas, mengharuskan kita mengakui adanya berbagai macam ilmu pengetahuan dan mukasyafah yang diberikan oleh Allah kepada para wali. Dengan demikian, dalam perspektif agama,ilham maupun mukasyafah sebagian wali Allah di atas tentang berbagai macam malapetaka yang diturunkan pada hari Rabu terakhir bulan Shafar, menemukan legitimasinya dalam akidah Islam.

Kedua, mayoritas ulama berpendapat bahwa ilham tidak dapat menjadi dasar hukum Islam (wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram). Ilham yang dikemukakan dalam Mujarrabat al-Dairabi al-Kabir di atas, tidak dalam rangka menghukumi sesuatu dalam perspektif Islam. Ilham di atas hanya informasi perkara ghaib tentang turunnya malapetaka pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Dengan demikian, ilham tersebut tidak berkaitan dengan hukum, tetapi berkaitan dengan informasi perkara ghaib yang biasa terjadi kepada para wali Allah, seperti dikemukakan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah di atas.

Ketiga, dalam ilmu tashawuf, ilham maupun mukasyafah seorang wali tidak boleh dipercaya dan diamalkan, sebelum dikomparasikan dengan dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah. Apabila ilham dan mukasyafah tersebut sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah, maka dipastikan benar. Akan tetapi apabila ilham dan mukasyafah tersebut bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, maka itu jelas salah dan harus ditinggalkan jauh-jauh. Kaitannya dengan ilham atau mukasyafah yang diterangkan dalam Mujarrabat al-Dairabi al-Kabir, ada dasar yang menguatkannya. 
Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي. (الإمام الحافظ جلال الدين السيوطي، الجامع الصغير في أحاديث البشير النذير، ١/٤، والحافظ أحمد بن الصديق الغماري، المداوي لعلل الجامع الصغير وشرحي المناوي، ١/۲٣).

“Dari Ibn Abbas RA, Nabi SAW bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya sial terus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam al-Tafsir dan al-Khathib al-Baghdadi. (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Hadits di atas kedudukannya dha’if (lemah). Tetapi meskipun hadits tersebut lemah, posisinya tidak dalam menjelaskan suatu hukum, tetapi berkaitan dengan bab targhib dan ‎tarhib (anjuran dan peringatan), yang disepakati otoritasnya di kalangan ahli hadits sejak generasi salaf. Ingat, bahwa yang menolak otoritas hadits dha’if secara mutlak, bukan ulama ahli hadits, akan tetapi kaum abad modern yang dipelopori oleh Syaikh al-Albani.

Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa hari Rabu terakhir dalam setiap bulan adalah hari datangnya sial terus.

Keempat, berkaitan dengan bulan Shafar, Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam ‎Shahih-nya sebagai berikut ini:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dalam menafsirkan kalimat “walaa shafar” dalam hadits di atas, al-Imam al-Hafizh al-Hujjah Ibn Rajab al-Hanbali, ulama salafi dan murid terbaik Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, berkata sebagai berikut:

أَنَّ الْمُرَادَ أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوْا يَسْتَشْئِمُوْنَ بِصَفَر وَيَقُوْلُوْنَ: إِنَّهُ شَهْرٌ مَشْئُوْمٌ، فَأَبْطَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ذَلِكَ، وَهَذَا حَكَاهُ أَبُوْ دَاوُودَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ رَاشِدٍ الْمَكْحُوْلِيِّ عَمَّنْ سَمِعَهُ يَقُوْلُ ذَلِكَ، وَلَعَلَّ هَذَا الْقَوْلَ أَشْبَهُ اْلأَقْوَالِ، وَ كَثِيْرٌ مِنَ الْجُهَّالِ يَتَشَاءَمُ بِصَفَر، وَ رُبَّمَا يَنْهَى عَنِ السَّفَرِ فِيْهِ، وَ التَّشَاؤُمُ بِصَفَر هُوَ مِنْ جِنْسِ الطِّيَرَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا. (الإمام الحافظ الحجة زين الدين ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص/١٤٨).

“Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial dengan bulan Shafar. Mereka berkata, Shafar adalah bulan sial. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini diceritakan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya berpendapat demikian. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial dengan bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini adanya pertanda buruk) yang dilarang.” (Al-Imam al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).

Kelima, dalam hadits sebelumnya dinyatakan bahwa, Rabu terakhir setiap bulan adalah hari datangnya sial. Sementara dalam hadits berikutnya, membatalkan tradisi Jahiliyah yang merasa memperoleh ketidakberuntungan pada bulan Shafar. Dari sini, Rabu terakhir di bulan Shafar disebut dengan Rebo Wekasan. Hal ini agaknya melegitimasi ilham atau mukasyafah sebagian wali Allah di atas tentang turunnya berbagai malapetaka di bulan Shafar.

Keenam, terkait dengan amaliah shalat 4 rakaat di atas bagaimana posisi hukumnya? Secara fiqih, shalat tersebut tidak mungkin dikatakan sebagai Shalat Sunnat Rebo Wekasan, karena dalilnya tidak ada. Tetapi melakukan shalat Sunah mutlak tersebut, tentunya boleh-boleh saja, dengan harapan terhindari dari berbagai malapetaka. Dalam konteks ini al-Imam al-Hafizh al-Hujjah Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali, ulama salafi dan murid terbaik Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, berkata dalam kitabnya, Lathaif al-Ma’arif:

وَالْبَحْثُ عَنْ أَسْبَابِ الشَّرِّ مِنَ النَّظَرِ فِي النُّجُوْمِ وَنَحْوِهَا مِنَ الطِّيَرَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا، وَالْبَاحِثُوْنَ عَنْ ذَلِكَ غَالِبًا لَا يَشْتَغِلُوْنَ بِمَا يَدْفَعُ الْبَلَاءَ مِنَ الطَّاعَاتِ، بَلْ يَأْمُرُوْنَ بِلُزُوْمِ الْمَنْزِلِ وَتَرْكِ الْحَرَكَةِ، وَهَذَا لاَ يَمْنَعُ نُفُوْذَ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْتَغِلُ بِالْمَعَاصِيْ، وَهَذَا مِمَّا يُقَوِّيْ وُقُوْعَ الْبَلاَءِ وَنُفُوْذَهُ، وَالَّذِيْ جَاءَتْ بِهِ الشَّرِيْعَةُ هُوَ تَرْكُ الْبَحْثِ عَنْ ذَلِكَ وَاْلإِعْرَاضُ عَنْهُ وَاْلإِشْتِغَالُ بِمَا يَدْفَعُ الْبَلاَءَ مِنَ الدُّعَاءِ وَالذِّكْرِ وَالصَّدَقَةِ وَتَحْقِيْقِ التَّوَكُّلِ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاْلإِيْمَانِ بِقَضَائِهِ وَقَدَرِهِ. (الإمام الحافظ الحجة زين الدين ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص/١٤٣).

“Meneliti sebab-sebab keburukan seperti melihat perbintangan dan semacamnya termasuk thiyarah yang dilarang. Orang-orang yang meneliti hal tersebut biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik yang dapat menolak balak, bahkan mereka memerintahkan agar tidak meninggalkan rumah dan tidak bekerja. Ini jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah. Di antara mereka ada yang menyibukkan dirinya dengan perbuatan maksiat. Hal ini jelas memperkuat terjadinya malapetaka. Ajaran yang dibawa oleh syari’at adalah tidak meneliti hal tersebut, berpaling darinya, dan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak seperti berdoa, berdzikir, bersedekah, memantapkan tawakal kepada Allah SWT dan beriman kepada keputusan dan ketentuan Allah SWT.” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal. 143).

Shalat sunnah lidaf’il bala’ (tolak bala’) merupakan shalat sunnah hajat yang dikerjakan pada malam atau hari rabu akhir bulan Safar, tepatnya pada hari rabu pada pekan keempat. Shalat sunnah ini dikerjakan empat rakaat dua salam dan dilaksanakan secara berjamaah.

Shalat sunnah ini dilakukan dalam rangka memperingati sekaligus menenangkan umat dalam rangka berlindung kepada Allah akan datangnya bala’ dan bencana yang terjadi pada bulan Safar. Awal mula munculnya ibadah ini adalah berdasarkan ilham dan ijtihad para ulama’ salaf maupun ulama’ sufiyah terdahulu yang teringat bahwa bulan safar adalah bulan yang penuh dengan kesialan dan malapetaka, dan hari rabu pekan keempat merupakan hari yang paling na’as pada bulan itu. Seorang sufi asal India, Ibnu Khothiruddin Al-Atthor (w. th 970 H/1562 M), dalam kitab “Jawahir Al-Khomsi” menyebutkan, Syekh Al-Kamil Farid-Din Sakarjanj telah berkata bahwa dia melihat dalam “Al-Awrad Al-Khawarija” nya Syekh Mu’inuddin sebagai berikut:

أَنَّهُ يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ ثَلاَثُمِائَةِ اَلْفٍ وَعِشْرِيْنَ أَلَفًا مِنَ الْبَلِيَّاتِ وَكُلُّهَا فَيْ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ الْأَخِرَةِ مِنْ شَهْرِ صَفَرِ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ الْيَوْمُ أَصْعَبُ أَيِّمِ تِلْكَ السَّنَةِ، فَمَنْ صَلَّى فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرُأُ فِيْ كُلِّ مِنْهَا بَعْدَ الْفَاتِحَةِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ سَبْعَةَ عَشَرَ وَالْإِخْلاَصَ خَمْسَ مَرَّاتٍ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ مَرَّاةً وِيَدْعُوْ بِهَذَا الدُّعَاءِ حَفَظَهُ االلهُ تَعَالَى بِكَرَمِهِ مِنْ جَمِيْعِ الْبَلاَيَا  الَّتِيْ تَنْزِلُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَمْ تُحْمَ حَوْلَهُ بَلِيَّةٌ مِنْ تِلْكَ الْبَلاَيَا إِلَى تَمَام السَّنَةِ.

Artinya: “Sesungguhnya dalam setiap tahun diturunkan sekitar 320.000 macam bala’ yang semuanya ditimpakan pada hari rabu akhir bulan Safar. Maka hari itu adalah hari tersulit dalam tahun itu. Barang siapa shalat empat rakaat pada hari itu, dengan membaca di masing-masing rakaatnya setelah Al-Fatihah yakni surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, mu’awwidzatain masing-masing satu kali dan berdoa –do’anya Insya Allah akan disebutkan setelah ini–, maka dengan sifat karomnya Allah, Allah akan menjaganya dari semua bala’ yang turun pada hari itu dan di sekelilingnya akan terhindar dari bala’ tersebut sampai genap setahun” .

Adapun cara pelaksanaan shalat sunnah ini sama dengan shalat-shalat sunnah pada umumnya. Namun yang membedakannya adalah, setiap habis membaca surat Al-Fatihah pada masing-masing rakaatnya membaca: Surat Al-Kautsar 17 kali, Surat Al-Ikhlas 5 kali, Surat Al-Falaq dan surat An-Naas masing-masing satu kali.

Adapun doa yang dibaca setelah selesai shalat lidaf’il bala’ seperti berikut:

بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا محمَّدٍ وَّ عَلَى ألهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. نَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ القَيُّوْمُ وَنَتُوْبُ إلَيْهِ تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لاَيَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًا وَلاَ نَفْعًا وَلاَ حَيَاةً وَلاَ مَوْتًا وَلاَ نُشُوْرًا. اللَّهُمَّ صَلِّيْ عَلَى سَيِّدِنَا محمَّدٍ. وَادْفَعْنَا مِنَ الْبَلاَءِ الْمُبْرَامِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْدُ بِكَلِمَاتِ التَّآمَّاتِ كُلِّهَا مِنَ الرَّيْحِ الْأَحْمَرِ وَمِنَ الدَّآءِ الْأَكْبَرِ فِيْ نَفْسِنَا وَدَمِّنَا وِلحمِنَا وَعَظْمِنَا وَجُلُوْدِنَا وَعُرُوْقِنَا. سُبْحَانَكَ إِذَا قَضَيْتَ مَرًّا أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ. الله أَكْبَرُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ ٣X.

اللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقَوِيَّ وَيَا شَدِيْدَ الْمَحَالِ يَا عَزِيْزُ يَا مَنْ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جمِيْعَ خَلْقِكَ يَا مُحِسِنُ يَا مُجْمِلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لآاِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ارْحَمْنَا بِرَحْمًتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَاَخِيْهَا وَجَدِّهَا وَاَبِيْهِ وَاُمِّهِ وَبَنِيْهِ اكْفِنَا شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَاكَافِيَ الْمُهِمَّاتِ يَادَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِا اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَ صَلَّ اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّ عَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. آمين.

Setelah pelaksanaan shalat berakhir, biasanya diadakan shodaqohan sekadarnya seperti halnya kenduri yang diawali dengan membaca doa tahlil, kemudian dilanjutkan dengan ceramah atau mauidhah hasanah secukupnya, yang selanjutnya acara tersebut diakhiri dengan makan bersama. Setelah itu, para jamaah dipersilakan mengambil air barokah yang sudah dipersiapkan oleh panitia sebelumnya. Para jamaah pun bisa langsung meminumnya di tempat, atau boleh juga dibawa pulang untuk diminum bersama keluarga di rumah.

Status Hukum Shalat Sunnah Lidaf’il Bala’

Walaupun ibadah ini oleh sebagian kalangan dikategorikan sebagai amalan yang tidak diajarkan oleh Rasulullah saw dan bahkan menganggapnya sebagai bid’ah, namun oleh para ulama’ sufiyah dan tarekat, amalan shalat lidaf’il bala’ ini tetap boleh dikerjakan asalkan tidak menganggapnya sebagai keharusan yang mesti dilakukan. Keeksistensian ibadah ini pula jangan sampai dijadikan barang perselisihan sehingga timbul pertentangan di kalangan internal umat muslim. Akan tetapi justru amalan ini dijadikan momentum peningkatan kualitas ibadah kepada Allah swt serta sebuah sarana agar dapat berlindung kepada-Nya dari segala macam bencana dan mara bahaya yang akan menimpanya.

Allah swt berfirman:

وَ اسْتَعِيْنُوْا بِا الصَّبْرِ وَالصَّلَوةِ (البقرة: 45)

“Carilah pertolongan (Allah) dengan sabar dan shalat” (QS. Al-Baqarah: 45).

Ayat diatas diperkuat dengan hadirnya sunnah Rasulullah saw:

عن حذيفة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلّى الله عليه وسلّم إذا حزبه أمر فزع إلى الصّلاة (رواه أحمد و أبو داود)

Dari Hudzaifah ra berkata: “Apabila Rasulullah saw menemui suatu kesulitan, maka beliau segera menunaikan shalat” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Apalagi semua shalat –baik shalat wajib maupun shalat sunnah– merupakan sebuah ibadah yang ditekankan untuk dilakukan oleh setiap muslim. Rasulullah saw telah bersabda:

الصّلاة خير موضوع

“Shalat adalah sebaik-baik amal yang ditetapkan (Allah untuk hamba-Nya)”

Ditambah lagi, setelah selesai shalat dilanjutkan dengan mauidhoh hasanah dan disertai dengan shadaqahan ala kadarnya. Inipun juga dianjurkan oleh Nabi saw dalam sabda beliau:

بَكِرٌوْا بِا الصَّدَقَةِ فَإِنَّ الْبَلاَءَ لاَ يَتَخَطَّاهَا (رواه الطبراني)

“Segeralah bershadaqah, sebab bala’ bencana tidak akan melangkahinya” (HR. Thabrani).

Yang menjadi permasalahan disini ialah, banyak di kalangan umat Islam meyakini bahwa amalan-amalan yang tidak ada tuntunannya secara langsung dari Rasulullah saw – seperti halnya shalat lidaf’il bala’ ini – dianggapnya sebagai keharusan yang mesti dikerjakan, akan tetapi ibadah-ibadah yang jelas-jelas ada tuntunannya dari Rasulullah saw, oleh masyarakat tidak dianggap sebagai keharusan –seperti shalat berjamaah, shadaqah dan semacamnya–bahkan terasa malas untuk mengerjakannya. Pandangan seperti inilah yang sangat keliru, dan perkara ini amat dekat dengan bid’ah. Padahal, perkara yang sifatnya qath’i (jelas dalil dan contohnya) harus didahulukan untuk diamalkan daripada perkara yang tidak langsung dicontohkan oleh Rasulullah saw, atau terakulturasi oleh budaya-budaya tertentu. Namun yang jelas, bentuk ibadah seperti di atas, bukan bermaksud untuk mengubah-ubah syari’at, tetapi sebagai bentuk strategi dalam rangka meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah, dengan catatan tidak menafikkan perkara-perkara yang jelas dalilnya.

Jadi tidak benar apabila shalat ini dianggap sebagai bid’ah, Khurofat dan statusnya haram dikerjakan oleh umat Islam.

Ada baiknya jika ingin menjalankan ibadah Sholat Sunah tersebut hanya untuk menambah nilai ibadah kita dan tidak dengan menyakini tentang kesialan Bulan Shofar. Kita harus lebih mengedepankan Sabda Nabi tentang Bulan Shofar

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). 
Demi untuk menjaga Keimanan dan ketauhidan kita Pada Alloh Subhanahu Wata'ala.

HUKUM SHALAT RABU WEKASAN MENURUT KH. HASYIM ASY'ARI

Pertanyaan: "Shalat rebo wekasan dan rangkainnya, bagaimana hukumnya menurut fuqoha dan menurut ulama sufi?"

Jawaban: Menurut fatwa Rais Akbar Almarhum Asyaikh Hasim Asy'ari tidak boleh. Shalat rebo wekasan karena tidak masyru'ahdalam syara' dan tidak ada dalil syar'i. adapun fatwa tersebut sabagaimana dokumen asli yang ada pada cabang NU Sidoarjo berikut ini.

Kados pundi hukumipun ngelampai solat rebo wulan shofar, kasebat wonten ing kitab mujarobat lan ingkang kasebat wontening akir bab 18;

فائدة اخرى : ذكر بعض العارفين من اهل الكشف والتمكين أنه ينزل كل سنة ثلاثمائة وعشرون ألفا من البليات وكل ذلك فى يوم الأربعاء الآخير من شهر صفر فيكون فى ذلك اليوم أصعب ايام السنة كلها فمن صلى فى ذلك اليوم اربع ركعات ..... الخ.

فونافا ساهى فونافا أوون؟ يعنى سنة فونافا حرام؟ أفتونا اثابكم الله؟

Sebagian orang yang makrifat dari ahli al-kasyafi dan tamkin menyebutkan: setiap tahun, turun 320.000 cobaan. Semuannya itu pada hari rabu akhir bulan shafar. Maka pada hari itu menjadi sulit-sulitnya hari di tahun tersebut. Barang siapa shalat di hari itu 4 rokaat dst.

Kados pundi hukumipun ngelampai shalat hadiyah ingkang kasebat wonten ing kitab:

حاشية المهى على الستين مسئلة وونتن آخريفون باب يلامتى ميت وَنَصَّهُ: فَائِدَةٌ : ذَكَرَ فىِ نَزْهَةِ الْمَجاَلِسِ عَنْ كِتَابِ الْمُخْتاَرِ وَمَطَالِعِ الاَنْواَرِ عَنْ النَّبِى صلى الله عليه وسلم لا يَاْتِى عَلَى الْمَيَّتِ أَشَدُّ مِنَ اللَّيْلَةِ الأُلَى فَارْحَمُواْ مَوْتَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فِيْهِمَا فَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ وَإِلَهُكُمْ ... وَقُلْ هُوَاللهُ أَحَدْ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً وَيَقُولُ : الّلهُمَّ إِنِّى صَلَّيْتُ هَذِهِ الصَّلاةَ وَتَعْلَمُ مَااُرِيْدُ. اللهم ابْعَثْ ثَواَبَها اِلَى قَبْرِ فُلان فَيَبْعَثُ الله مِنْ سَاعَتِهِ اَلَى قَبْرِهِ اَلْفَ مَلِكِ مَعَ كُلِّ مَلِكِ نُوْرٌ هَدِيَّةً يُؤَنِّسُوْنَةُ فِى قَبْرِهِ اِلَى اَنْ يُنْفَخَ فِى الصُّوْرِ وَيُعْطِىْ اللهُ المُصَلَّى بِعَددِ مَاطَلَعَتْ عَلَيهِ الشَّمْسُ أَلْفَ شَهِيْدٍ وَيُكْسِى أَلْفَ حُلَّةٍ. اِنْتَهَى وَقَدْ ذَكَرَنَا هَذِهِ الْفَائِدَةُ لِعُظْمِ نَفْعِهَا وَخَوْفاً مَنْ ضِيَاعِهاَ، فَيَنْبَغِى لِكُلِّ مُسْلِمٍ اَنْ يُصَلِّيْهَا كُلِّ لَيْلَةٍ لأَمْواَتِ الْمُسْلِمِيْنَ.

جواب:

بسم الله الرحمن الرحيم وبه نستعين على امور الدنيا والدين وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم. 

أورا وناع فيتواه, اجاء-اجاء لن علاكونى صلاة ربو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت اع سوال, كرنا صلاة لورو ايكو ماهو دودو صلاة مشروعة فى الشرع لن اور انا اصلى فى الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها كيا كتاب تقريب, المنهاج القويم, فتح المعين, التحرير لن سأفندوكور. كيا كتاب النهاية, المهذب لن إحياء علوم الدين, كابيه ماهو اورا انا كع نوتور صلاة كع كاسبوت.

ومن المعلوم انه لوكان لها أصل لبادروا إلى ذكرها وذكر فضلها, والعادة تحيل ان يكون مثل هذه السنة, وتغيب عن هؤلاء وهم أعلم الدين وقدوة المؤمنين. لن اورا وناع اويه قيتواه أتوا عافيك حكوم ساكا كتاب مجربات لن كتاب نزهة المجالس. كتراعان سكع حواشى الأشباه والنظائر للإمام الحمدى قال : ولا يجوز الإفتاء من الكتب الغير المعتبرة, لن كتراعان سكع كتاب تذكرة الموضوعات للملا على القارى : لا يجوز نقل الأحاديث النبوية والمسائل الفقهية والتفاسير القرانية إلا من الكتب المداولة ( المشهورة) لعدم الإعتماد على غيرها من ودع الزنادقة وإلحاد الملاحدة بخلاف الكتب المحفوظة. انتهى لن كتراعان سكع كتاب تنقيح الفتوى الحميدية : ولا يحل الإفتاء من الكتب الغريبة. وقد عرفت ان نقل المجربات الديربية وحاشية الستين لاستحباب هذه الصلاة المذكورة يخالف كتب الفروع الفقهية فلا يصح ولا يجوز الإفتاء بها. لن ماليه حديث كع كاسبات وونتن كتاب حاشية الستين فونيكا حديث موضوع. كتراعان سكع كتاب القسطلانى على البخارى : ويسمى المختلف الموضوع ويحرم روايته مع العلم به مبينا والعمل به مطلقا. انتهى

قال فى نيل الأمانى : ويحرم روايته أى على من علم او ظن انه موضوع سواء كان فى الأحكام أو فى غيرها كالمواعظ القصص والترغيب إلا مع بيان وضعه لقوله صلى الله عليه وسلم : من حدث عنى يرى انه كذب فهو أحد الكذابين وهو من الكبائر حتى قال الجوينى عن أئمة أصحابنا يكفر معتمده ويراق دمه. والجمهور انه لا يكفر إلا إن ستحله وانما يضعف وترد روايته أبدا, بل يختم ..... انتهى. وليس لأحد أن يستبدل بما صح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم انه قال : الصلاة خير موضوع فمن شاء فليستكثر ومن شاء فليستقلل, فان ذلك مختص بصلاة مشروعية سكيرا اورا بيصا تتف كسنتانى صلاة هدية كلوان دليل حديث موضوع, موعكا اورا بيصا تتف كسنتانى صلاة ربو وكاسان كلوان دليل داووهى ستعاهى علماء العارفين, مالاه بيصا حرام, سباب ايكى بيصا تلبس بعبادة فاسدة. والله سبحانه وتعالى أعلم.

(هذا جواب الفقير اليه تعالى محمد هاشم أشعارى جومباع)

Bagi para sahabat yang bisa membaca arab jawa pegon, pasti tidak akan kesulitan membaca jawaban Syaikh Hasyim Asy'ari di atas. Semoga jawaban beliau itu mencerahkan buat kita. Untuk itu, karwna shalat rabu wekasan tidak masyruah, bisa diganti dengan shalat hajat 4 rakaat ataupun shalat sunnah mutlak, atau shalat sunnah lainnya.

Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq

 

Penjelasan Tentang Hari Kebangkitan (Yaumil Ba'ts)


Alloh Azza wa Jalla telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Beliau n datang membawa kebenaran sebelum datangnya hari Kiamat. Tidaklah beliau meninggalkan kebaikan apapun, kecuali telah beliau jelaskan kepada umatnya. Dan tidaklah beliau meninggalkan keburukan apapun juga, kecuali telah beliau peringatkan. 

Di antara kewajiban yang telah beliau jelaskan, yaitu beriman kepada hari Akhir. Yang merupakan salah satu dari rukun iman yang enam. Dan termasuk pokok-pokok aqidah Islam yang besar. Di dalamnya terkandung pengertian adanya beriman kepada al ba'ts, yaitu hari kebangkitan). 

Semua kehidupan didunia pada akhirnya akan berakhir dengan kematian, sesudah kematian manusia akan dibangkitkan lagi di kehidupan akherat yang tidak akan mati lagi atau hidup yang kekal abadi selamanya yaitu kehidupan di akherat. Hidup sesudah mati adalah sesuatu yang pasti terjadi dan tidak diragukan lagi. Sebagai seorang muslim kita harus yakin bahwa setelah kematian akan ada kehidupan lagi bahwa manusia akan dibangkitkan dari kubur, yakin adanya hari pembalasan, yakin adanya surga dan neraka dan sebagainya. Karena hal itu diberitahukan oleh Allah SWT Tuhan semesta alam. Hanya orang-orang kafir sajalah yang tidak mau percaya. sebagaimana Allah berfirman :

كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللهِ وَ كُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْياكُمْ، ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ. البقرة:28

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?. [QS. Al-Baqarah : 28]

KEWAJIBAN BERIMAN KEPADA AL BA'TS 
Al ba'ts merupakan perkara yang pasti, tidak ada keraguan padanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh al Kitab, as Sunnah, dan Ijma'. 

Allah Azza wa Jalla memberitakan, bahwa Dia menciptakan manusia dari sari pati tanah. Kemudian menciptakannya sebagai air mani di dalam tempat yang kokoh. Kemudian Dia memberitakan fase-fase penciptaan manusia di dalam perut ibunya. Maka Dia menciptakan manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan sebelumnya ketika dilahirkan ke dunia ini. Setelah itu semua, Allah berfirman:

ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ لَمَيِّتُونَ﴿١٥﴾ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ 

Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari Kiamat. [al Mu'minun/23:15-16].

Allah Azza wa Jalla juga memberitakan kebangkitan dari kubur setelah terompet ditiup, sebagai berikut :

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ﴿٥١﴾قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا ۜ ۗ هَٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ 

Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah rasul-rasul(Nya). [Yasin/36 : 51-52].

إِنَّمَا يَسْتَجِيبُ الَّذِينَ يَسْمَعُونَ ۘ وَالْمَوْتَىٰ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ ثُمَّ إِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepadaNya-lah mereka dikembalikan. [al An'am/6 : 36]

Akan tetapi, orang-orang kafir jahiliyah mengingkari adanya al ba'ts. Sehingga Allah Azza wa Jalla memerintahkan RasulNya untuk bersumpah dengan namaNya, bahwa al ba'ts adalah benar : 

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ 

Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. [ath Thaghabun/64 : 7].

Bahkan menciptakan seluruh makhluk dan menghidupkan mereka kembali setelah kematiannya, bagi Allah hanyalah seperti menciptakan dan menghidupkan kembali satu jiwa saja.

مَا خَلْقُكُمْ وَلَا بَعْثُكُمْ إِلَّا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ ۗ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ 

Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu, melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat. [Luqman/31 : 28]. 

Jika demikian, maka sesungguhnya al ba'ts merupakan kepastian, dan tidak ada keraguan padanya. Oleh karenanya Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ 

Dan Sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah akan membangkitkan semua orang di dalam kubur. [al Hajj/22 : 7]. 

Menyakini hari akhirat, diantaranya adalah adanya hari berbangkit, yaitu manusia dibangkitkan dari qubur. Mengenai hal ini banyak ayat-ayat Allah yang mengungkapkannya, diantaranya sebagai berikut :

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللهُ جَمِيْعًا فَيُنَبّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْآ اَحْصيهُ اللهُ وَ نَسُوْهُ، وَ اللهُ عَلى كُلّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ. المجادلة:6

Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. [QS. Al-Mujadalah : 6]

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللهُ جَمِيْعًا فَيَحْلِفُوْنَ لَه كَمَا يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ وَ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ عَلى شَيْءٍ، اَلاَ اِنَّهُمْ هُمُ اْلكذِبُوْنَ. المجادلة:18

(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka lah orang-orang pendusta. [QS. Al-Mujadalah : 18]

اَمْوَاتٌ غَيْرُ اَحْيَاءٍ، وَ مَا يَشْعُرُوْنَ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ. النحل:21

(Berhala-berhala itu) benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan. [QS. An-Nahl : 21]

وَ اللهُ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَاءً فَاَحْيَا بِهِ اْلاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا، اِنَّ فِيْ ذلِكَ َلايَةً لّقَوْمٍ يَّسْمَعُوْنَ. النحل:65

Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran). [QS. An-Nahl : 65]

حَتّى اِذَا جَآءَ اَحَدَهُمُ اْلمَوْتُ قَالَ رَبّ ارْجِعُوْنِ. لَعَلّيْ اَعْمَلُ صَالِحًا فِيْمَا تَرَكْتُ كَلاَّ، اِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَ مِنْ وَّرَائِهِمْ بَرْزَخٌ اِلى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. المؤمنون:100

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia) (99) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (100) [QS. Al-Mukminun : 99-100]

زَعَمَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْآ اَنْ لَّنْ يُّبْعَثُوْا، قُلْ بَلى وَرَبّيْ لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ، وَ ذلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ. التغبون:7

Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah, “Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. [QS. At-Taghabun : 7]

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا اْلعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا اْلمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا اْلعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا اخَرَ، فَتَبَارَكَ اللهُ اَحْسَنُ اْلخَالِقِيْنَ. ثُمَّ اِنَّكُمْ بَعْدَ ذلِكَ لَمَيّتُوْنَ(15) ثُمَّ اِنَّكُمْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ تُبْعَثُوْنَ.(16) المؤمنون:15-16

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik (14). Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. (15) Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari qiyamat. (16) [QS. Mukminuun : 14-16]

Allah juga menjadikan Qudrah-Nya memulai penciptaan untuk menunjukkan Qudrah-Nya mengembalikannya dalam bentuk awal, bahkan itu lebih mudah bagi-Nya. Allah Ta'ala berfirman:

ياَيُّهَا النَّاسُ اِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مّنَ اْلبَعْثِ فَاِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَّ غَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لّنُبَيّنَ لَكُمْ، وَ نُقِرُّ فِى اْلاَرْحَامِ مَا نَشَآءُ اِلَى اَجَلٍ مُّسَمًّى، ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوْآ اَشُدَّكُمْ، وَ مِنْكُمْ مَّنْ يُّتَوَفّى وَ مِنْكُمْ مَّنْ يُّرَدُّ اِلى اَرْذَلِ اْلعُمُرِ لِكَيْلاَ يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا، وَ تَرَى اْلاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَا اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا اْلمَآءَ اهْتَزَّتْ وَ رَبَتْ وَ اَنْبَتَتْ مِنْ كُلّ زَوْجٍ بَهِيْجٍ(5) ذلِكَ بِاَنَّ اللهَ هُوَ اْلحَقُّ وَ اَنَّه يُحْيِى اْلمَوْتى وَ اَنَّه عَلى كُلّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ(6) وَ اَنَّ السَّاعَةَ اتِيَةٌ لاَّ رَيْبَ فِيْهَا وَ اَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ(7) الحج:5-7

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari qubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (5) Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala suatu, (6) dan sesungguhnya hari qiyamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya, dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam qubur. (7) [QS. Al-Hajj : 5-7]

Ayat tersebut menunjukkan sistematika, bahwa manusia itu awalnya tidak ada, lalu Allooh سبحانه وتعالى lah yang menjadikannya ada, dan keberadaannya itu pun berfase (bertahap) dari mulai proses antarasperma dengan ovum, kemudian menjadi janin sampai kemudian  sebagai bayi yang lahir ke dunia, lalu sampai menjadi dewasa, menjadi orangtua. Ada yang mati dalam perjalanan hidupnya, dan ada yang sampai tua kemudian baru mati.

Ada yang tahu dan ada yang tidak tahu akan terjadinya Hari Kiamat, maka Allooh سبحانه وتعالى beritakan bahwa akan terjadi Hari Kiamat dan setelah itu akan Allooh سبحانه وتعالى bangkitkan.

Demikian itu adalah firman Allooh سبحانه وتعالى yang menunjukkan kepada kita bahwa manusia akan diproses oleh Allooh سبحانه وتعالى dengan perjalanan yang sedemikian panjang dan ujung-ujungnya adalah akan dihisab. Allooh سبحانه وتعالى akan bangkitkan kita semua dan akan dikumpulkan pada waktu Yaumul Mahsyar.  

وَ يَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ اْلمُجْرِمُوْنَ مَا لَبِثُوْا غَيْرَ سَاعَةٍ، كَذلِكَ كَانُوْا يُؤْفَكُوْنَ(55) وَ قَالَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا اْلعِلْمَ وَ اْلاِيْمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِيْ كِتبِ اللهِ اِلى يَوْمِ اْلبَعْثِ فَهذَا يَوْمُ اْلبَعْثِ وَ لكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ(56) الروم:55-56

Dan pada hari terjadinya qiyamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, “Mereka tidak berdiam (dalam qubur) melainkan sesaat (saja)”. Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). (55) Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir), "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam qubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit, maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini (nya). (56) [QS. Ar-Ruum : 55-56]

مَا خَلْقُكُمْ وَ لاَ بَعْثُكُمْ اِلاَّ كَنَفْسٍ وَّاحِدَةٍ، اِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ. لقمان:28

Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam qubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [QS. Luqman : 28]

وَ هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّموَاتِ وَ اْلاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ وَّ كَانَ عَرْشُه عَلى اْلمَآءِ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلاً، وَّلَئِنْ قُلْتَ اِنَّكُمْ مَبْعُوْثُوْنَ مِنْ بَعْدِ اْلمَوْتِ لَيَقُوْلَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْآ اِنْ هذَا اِلاَّ سِحْرٌ مُّبِيْنٌ. هود:7

Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah), “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. [QS. Huud : 7]

اَلاَ يَظُنُّ اُولئِكَ اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ(4) لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ(5) يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبّ اْلعَالَمِيْنَ(6) المطففين:4-6

Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, (4) pada suatu hari yang besar, (5) (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (6) [QS. Al-Muthaffifin : 4-6]

وَ قَالُوْآ ءَاِذَا كُنَّا عِظَامًا وَّ رُفَاتًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ خَلْقًا جَدِيْدًا. الاسراء:49

Dan mereka berkata, “Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”. [QS. Al-Israa’ : 49]

وَ مَنْ يَّهْدِ اللهُ فَهُوَ اْلمُهْتَدِ، وَ مَنْ يُّضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ اَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِه، وَ نَحْشُرُهُمْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ عَلى وُجُوْهِهِمْ عُمْيًا وَّ بُكْمًا وَّ صُمًّا، مَأْويهُمْ جَهَنَّمُ، كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيْرًا(97) ذلِكَ جَزَآؤُهُمْ بِاَنَّهُمْ كَفَرُوْا بِايتِنَا وَ قَالُوْآ ءَاِذَا كُنَّا عِظَامًا وَّ رُفَاتًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ خَلْقًا جَدِيْدًا(98) الاسراء:97-98

Dan barangsiapa yang ditunjuki Allah, dialah yang mendapat petunjuk dan barangsiapa yang Dia sesatkan maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari qiyamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahannam. Tiap-tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya. (97) Itulah balasan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka kafir kepada ayat-ayat Kami dan (karena mereka) berkata, “Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?”. (98) [QS. Al-Israa’ : 97-98]

قَالُوْآ ءَاِذَا مِتْنَا وَ كُنَّا تُرَابًا وَّ عِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ(82) لَقَدْ وُعِدْنَا نَحْنُ وَ ابَآؤُنَا هذَا مِنْ قَبْلُ اِنْ هذَا اِلاَّ اَسَاطِيْرُ اْلاَوَّلِيْنَ(83) المؤمنون:82-83

Mereka berkata, "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan? (82) Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala!”. (83) [QS. Al-Mukminun : 82-83]

وَ اِذَا ذُكّرُوْا لاَ يَذْكُرُوْنَ(13) وَ اِذَا رَاَوْا ايَةً يَّسْتَسْخِرُوْنَ(14) وَ قَالُوْآ اِنْ هذَا اِلاَّ سِحْرٌ مُّبِيْنٌ(15) ءَاِذَا مِتْنَا وَ كُنَّا تُرَابًا وَّ عِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ(16) اَوَ ابَآؤُنَا اْلاَوَّلُوْنَ(17) قُلْ نَعَمْ وَ اَنْتُمْ دَاخِرُوْنَ(18) فَاِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَّاحِدَةٌ فَاِذَا هُمْ يَنْظُرُوْنَ(19) الصفات:13-19

Dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya. (13) Dan apabila mereka melihat sesuatu tanda kebesaran Allah, mereka sangat menghinakan. (14) Dan mereka berkata, “Ini tiada lain hanyalah sihir yang nyata. (15) Apakah apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah serta menjadi tulang belulang, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan (kembali)?. (16) Dan apakah bapak-bapak kami yang telah terdahulu (akan dibangkitkan pula)?”. (17) Katakanlah, “Ya, dan kamu akan terhina”. (18) Maka sesungguhnya kebangkitan itu hanya dengan satu teriakan saja, maka tiba-tiba mereka melihatnya. (19) [QS. Ash-Shaffaat : 13-19]

وَ كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ اَئِذَا مِتْنَا وَ كُنَّا تُرَابًا وَّ عِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ(47) اَوَ ابَآؤُنَا اْلاَوَّلُوْنَ(48) قُلْ اِنَّ اْلاَوَّلِيْنَ وَ اْلاخِرِيْنَ(49) لَمَجْمُوْعُوْنَ اِلى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ(50) الواقعة:47-50

Dan mereka selalu mengatakan, “Apakah apabila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan kembali?, (47) apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?”. (48) Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, (49) benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal”. (50) [QS. Al-Waqi’ah : 47-50]

وَ قَالُوْآ اِنْ هِيَ اِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَ مَا نَحْنُ بِمَبْعُوْثِيْنَ(29) وَ لَوْ تَرى اِذْ وُقِفُوْا عَلى رَبّهِمْ، قَالَ اَلَيْسَ هذَا بِاْلحَقّ، قَالُوْا بَلى وَ رَبّنَا، قَالَ فَذُوْقُوْا اْلعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ(30) الانعام:29-30

Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”. (29) Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Berfirman Allah, “Bukankah (kebangkitan) ini benar?”. Mereka menjawab, “Sungguh benar, demi Tuhan kami”. Berfirman Allah, “Karena itu rasakanlah adzab ini, disebabkan kamu mengingkari (nya)”. (30) [QS. Al-An’aam : 29-30]

Di antara argumentasi yang Allah sebutkan dalam Al Qur'an untuk menunjukkan hakikat keberadaan hari kebangkitan adalah firman-Nya tentang Qudrah (Maha Kuasa)-Nya menghidupkan bumi yang mati  untuk menunjukkan atas kemampuan-Nya menghidupkan orang dari kematiannya.

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Fushilat: 39)

Dalam ayat di atas, Allah menjadikan Qudrah-Nya menghidupkan bumi yang sebelumnya mati untuk menunjukkan kemampuan-Nya menghidupkan kembali orang mati dan membangkitkan orang yang berada di dalam kubur.

Ayat-ayat tersebut juga merupakan aba-aba kepada orang yang masih ragu akan adanya Hari Kebangkitan dan pembalasan di Hari Kiamat, karena sesungguhnya sedemikian dahsyat ancaman Allooh سبحانه وتعالى kepada orang-orang yang tidak meyakininya.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2878 dari Shohabat Jaabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه, bahwa beliau mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ 

Artinya:

“Setiap manusia akan dibangkitkan seperti ketika ia mati.”

Atas dasar Hadits tersebut, maka kita sebagai seorang Muslim harus merencanakan agar mati kita hendaknya dalam keadaan yang baik (beramalshoolih disisi Allooh سبحانه وتعالى). Harus disadari dan diantisipasi. Jangan sampai kita tidak siap, dan jangan sampai kita mengatakan bahwa kita masih punya umur panjang karena kematian dapat datang setiap saat.

Bayangkan bila seseorang itu mati dalam keadaan berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka ia akan dibangkitkan dalam keadaan seperti itu pula. Kalau seseorang itu mati sedang ia dalam keadaan melawan Allooh سبحانه وتعالى, serta memusuhi kaum mu’minin, maka orang tersebut akan Allooh سبحانه وتعالى bangkitkan dalam keadaan seperti itu pula.Na’uudzu billaahi min dzaalik.

Sebaliknya bila seseorang mati dalam keadaan yangshoolih, misalnya ia mati dalam keadaan sujud, beribadah, bermunajat kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka alangkah berbahagianya orang tersebut, karena ia akan menghadap Allooh سبحانه وتعالى dalam keadaan shoolih.

Keadaan seperti itu jangan sampai tidak kita rencanakan. Setiap diri kita hendaknya bisa mengendalikan diri, bagaimana caranya agar kita selalu dalam perkara yang baik, sehingga bila Allooh سبحانه وتعالى mencabut nyawa kita, maka kita sedang dalam keadaan berbuat kebaikan.  Keadaan seperti itu penuh dengan kontrol, sebab kalau tidak, maka kita akan mati dalam Su’ul Khotimah.Jangan sampai hendaknya ada orang yang mengatakan : “Ah tenang saja, kita kan masih ada waktu ke depan”, karena sungguh tidak seorang pun tahu kapan datang kematian bagi dirinya.

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada kita bahwa sholat yang kita lakukan itu adalah hendaknya bagaikan sholat kita yang terakhir. Hal ini adalah sebagaimana dalam sabda beliau صلى الله عليه وسلم melalui Abu Ayyuub رضي الله عنه yang diberitakan dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 4171, di-Hasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shohiih Ibnu Maajah no: 3363, dimana beliau رضي الله عنه berkata bahwa ada seorang laki-laki datang menemui Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم lalu orang itu berkata,“Wahai Rosuul, ajarilah aku dan ringkaslah.”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab,

إِذَا قُمْتَ فِي صَلاَتِكَ فَصَلِّ صَلاَةَ مُوَدِّعٍ ، وَلاَ تَكَلَّمْ بِكَلاَمٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ ، وَأَجْمِعِ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ

Artinya:

“Jika kamu sholat, maka sholatlah seperti sholat perpisahan, dan janganlah kamu berbicara dengan suatu perkataan dimana kamu akan menyesal karenanya. Dan putuskanlah harapanmu dari apa yang ada di tangan manusia.”

Artinya, sholat yang kita lakukan adalah sholat yang penuh dengan kontrol, penuh dengan kesadaran bahwa bila Allooh سبحانه وتعالى tidak memberikan kesempatan untuk sholat berikutnya, baik sholat di waktu Shubuh ataupun sholat Tahajud di malam hari, maka sholat yang kita lakukan disaat itu adalah sholat kita yang terbaik.

Untuk membuat keadaan seperti tersebut tidaklah mudah. Karena bila kita tidak menyadari dan senantiasa mengupayakan agar kita kelak menghadap Allooh سبحانه وتعالى dalam keadaan yang baik, maka kita akan cenderung menjadi lalai dalam menjalani kehidupan kita di dunia ini dan sesungguhnya kita akan termasuk orang-orang yang merugi bila dicabut nyawanya dalam keadaan demikian.

Dalam Hadits yang lain, riwayat Imam Al Bukhoory no: 3414 dan Imaam Muslim no: 2373 dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

…فَإِنَّهُ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَيَصْعَقُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ ، وَمَنْ فِي الأَرْضِ إِلاَّ مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ أُخْرَى فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ بُعِثَ فَإِذَا مُوسَى آخِذٌ بِالْعَرْشِ فَلاَ أَدْرِي أَحُوسِبَ بِصَعْقَتِهِ يَوْمَ الطُّورِ أَمْ بُعِثَ قَبْلِي

Artinya:

“….Sungguh sangkakala akan ditiup sehingga manusia kacau, panik dan kemudian musnahlah semua yang ada di langit dan yang ada di bumi, kecuali yang Allooh سبحانه وتعالىkehendaki. Kemudian sangkakala ditiup kembali, sedang aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan, kemudian tiba-tiba aku lihat Musaعليه السلامberpegangan pada ‘Arsy. Aku tidak tahu apakah Musa عليه السلام juga termasuk orang yang mengalami kepanikan hari Kiamat itu ataukah orang yang dibangkitkan sebelum aku”.

Dalam Hadits tersebut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjelaskan bahwa ada Hari Kebangkitan setelah mati dan itu jelas sekali. Oleh karena itu, kita tidak boleh ragu bahwa Hari Kiamat dan Hari Kebangkitan pasti terjadi dan hendaknya kita betul-betul mempersiapkan diri kita untuk hal tersebut.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Naazi’aat (79) ayat 6-14 :

يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ ﴿٦﴾ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ ﴿٧﴾ قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ ﴿٨﴾ أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ ﴿٩﴾ يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ ﴿١٠﴾ أَئِذَا كُنَّا عِظَاماً نَّخِرَةً ﴿١١﴾ قَالُوا تِلْكَ إِذاً كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ ﴿١٢﴾ فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ ﴿١٣﴾ فَإِذَا هُم بِالسَّاهِرَةِ ﴿١٤﴾

Artinya:

(6) (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncangkan alam,

(7) tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua.

(8) Hati manusia pada waktu itu sangat takut,

(9) pandangannya tunduk.

(10) (Orang-orang kaafir) berkata:“Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula?

(11) Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang-belulang yang hancur lumat?”

(12) Mereka berkata:“Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan”.

(13) Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja,

(14) maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi (yang baru).

Kita temui pula dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 4935 dan Imaam Muslim no: 2955, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa beliau رضي الله عنه berdialog dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ قَالَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ شَهْرًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً قَالَ أَبَيْتُ قَالَ ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ لَيْسَ مِنَ الإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلاَّ يَبْلَى إِلاَّ عَظْمًا وَاحِدًا وَهْوَ عَجْبُ الذَّنَبِ وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya:

“Antara dua tiupan itu ada empat puluh”. 

Kemudian Abu Hurairoh رضي الله عنه bertanya, “Maksudnya empatpuluh hari?”

Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengingkari.

Abu Hurairoh رضي الله عنه bertanya lagi, “Maksudnya empatpuluh bulan?”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun mengingkari.

Abu Hurairoh رضي الله عنه berkata, “Maksudnyaempatpuluh tahun?”.

Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengingkari (untuk memberitahukan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri pun tidak mengetahuinya), lalu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjelaskan, “Kemudian Allooh سبحانه وتعالى turunkan air dari langit, kemudian mereka tumbuh sebagaimana layaknya kecambah yang tumbuh. Setiap apa yang dimiliki dan apa yang ada pada tubuh manusia semuanya akan rusak, kecuali hanya satu tulang, yaitu tulang yang ada dibawah tulang rusuk (– tulang ekor — pent.). Dari tulang itu lah manusia akan kembali dibentuk pada hari Kiamat.”

Jadi dari Hadits diatas, dapat diambil pelajaran bahwa yang dimaksudkan dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengingkari itu adalah mengingkari tentang penggunaan lamanya waktu diukur dengan hari, bulan atau tahun; karena sebagaimana kita ketahui bahwa hitungan itu sudah tidak berlaku lagi karena alam semesta sudah rusak, sehingga hanya Allooh سبحانه وتعالى yang tahu tentang kadar lama waktunya. Adapun bila dikatakan empat puluh tahun maka itu adalah menurut perkiraan hitungan dunia, dimana sesudah Hari Kiamat (tiupan sangkakala pertama),lalu akan ada tiupan sangkakala kedua: yakni Manusia dibangkitkan pada Hari Kebangkitan.

Adapun dari Hadits diatas, dapat pula diambil pelajaran bahwa ada satu tulang, yakni ujung tulang belakang manusia (tulang ekor), yang tidak pernah akan hancur sampai Hari Kiamat. Dan manusia akan ditumbuhkan kembali dari situ, yaitu setelah terkena siraman air pada Hari Kiamat kelak..

Berikutnya adalah apa yang diberitakan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2940, dari seorang Shohabat bernama ‘Abdullooh bin Amru bin Al ‘Ash رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِى أُمَّتِى فَيَمْكُثُ أَرْبَعِينَ – لاَ أَدْرِى أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ أَرْبَعِينَ شَهْرًا أَوْ أَرْبَعِينَ عَامًا – فَيَبْعَثُ اللَّهُ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ فَيَطْلُبُهُ فَيُهْلِكُهُ ثُمَّ يَمْكُثُ النَّاسُ سَبْعَ سِنِينَ لَيْسَ بَيْنَ اثْنَيْنِ عَدَاوَةٌ ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ رِيحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّأْمِ فَلاَ يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ أَحَدٌ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ أَوْ إِيمَانٍ إِلاَّ قَبَضَتْهُ حَتَّى لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ دَخَلَ فِى كَبَدِ جَبَلٍ لَدَخَلَتْهُ عَلَيْهِ حَتَّى تَقْبِضَهُ ». قَالَ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ فِى خِفَّةِ الطَّيْرِ وَأَحْلاَمِ السِّبَاعِ لاَ يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا فَيَتَمَثَّلُ لَهُمُ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ أَلاَ تَسْتَجِيبُونَ فَيَقُولُونَ فَمَا تَأْمُرُنَا فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ الأَوْثَانِ وَهُمْ فِى ذَلِكَ دَارٌّ رِزْقُهُمْ حَسَنٌ عَيْشُهُمْ ثُمَّ يُنْفَخُ فِى الصُّورِ فَلاَ يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلاَّ أَصْغَى لِيتًا وَرَفَعَ لِيتًا – قَالَ – وَأَوَّلُ مَنْ يَسْمَعُهُ رَجُلٌ يَلُوطُ حَوْضَ إِبِلِهِ – قَالَ – فَيَصْعَقُ وَيَصْعَقُ النَّاسُ ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ – أَوْ قَالَ يُنْزِلُ اللَّهُ – مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوِ الظِّلُّ – نُعْمَانُ الشَّاكُّ – فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ ثُمَّ يُقَالُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَلُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ. وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ – قَالَ – ثُمَّ يُقَالُ أَخْرِجُوا بَعْثَ النَّارِ فَيُقَالُ مِنْ كَمْ فَيُقَالُ مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَمِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ – قَالَ – فَذَاكَ يَوْمَ يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا وَذَلِكَ يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ

Artinya:

“Akan keluar ditengah-tengah umatku Dajjal dan Dajjal itu akan tinggal selama empat puluh (tidak tahu apakah empatpuluh hari atau empatpuluh bulan ataukah empatpuluh tahun). Setelah itu Allooh سبحانه وتعالى akan bangkitkan ‘Isa bin Maryam عليه السلام, seolah-olah seorang Shohabat bernama ‘Urwah bin Mas’uud رضي الله عنه, kemudian ‘Isa bin Maryam عليه السلام akan mencari Dajjal itu dan kemudian akan membunuhnya.

Manusia akan tinggal selama tujuh tahun, tidak ada permusuhan diantara mereka. Kemudian Allooh سبحانه وتعالى kirimkan angin dingin dari arah Syam (–sekarang Syria – pent.), Allooh سبحانه وتعالى pun mematikan mereka sehingga tidak ada seorangpun yang ada dalam hatinya sebiji sawit kebaikan (keimanan) yang tersisa. Walaupun jika seandainya seorang dari mereka masuk kedalam tengah gunung sekalipun untuk bersembunyi, kecuali angin itu akan merenggut nyawanya.”

Demikian aku mendengarnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda lagi, “Lalu setelah itu tersisa manusia-manusia jahat, seolah mereka itu menganggap ringan untuk berbuat jahat, kerusakan, permusuhan dan kedzoliman. Mereka tidak mau tahu kebaikan. Mereka tidak mengingkari kemungkaran.

Lalu syaithoon menjelma pada mereka dan mengatakan, “Tidakkah kalian ikuti aku?”

Lalu mereka mengatakan, “Apa yang kamu perintah pada kami?”

Lalu syaithoon itu memerintahkan pada mereka untuk menyembah berhala. Ketika itu mereka berada dalam rizqy dan kehidupan yang baik.

Kemudian Alloohسبحانه وتعالىtiup sangkakala sehingga tidak ada seorangpun yang mendengarnya kecuali memperhatikan dengan cermat kejadian ini dan orang pertama kali yang mendengarnya adalah seseorang yang sedang membuat makanan untuk untanya. Kemudian ia menjadi pingsan dan manusia lain pun akan pingsan pula. Setelah itu Allooh سبحانه وتعالىturunkan hujan dari langit, seperti bayang-bayang(– Perowi Hadits ini ragu – pent.), lalu manusia tubuhnya akan tumbuh, setelah itu ditiup kembali sangkakala oleh Isrofil, lalu manusia akan bangun satu sama lain saling memandang.

Kemudian dikatakanlah,“Wahai manusia, mari menghadap Robb kalian dan berdirilah, sesungguhnya kalian akan ditanya.”

Kemudian dikatakan, “Keluarkan segerombolan manusia untuk menjadi penghuni neraka.” Kemudian ditanya, “Dari berapa?”

Dijawab, “Setiap seribu, Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan; maka itulah hari dimana Allooh سبحانه وتعالى jadikan anak-anak beruban dan hari dimana betis tersingkap.” 

Itulah proses Hari Kebangkitan. Kalau kita lihat proses Hari Kebangkitan itu waktunya adalah selang empat puluh tahun dari Hari Kiamat. Lalu Allooh سبحانه وتعالى menurunkan air dari langit, dimana manusia akan ditumbuhkan kembali dari tulang bagian belakang (tulang ekor)-nya yang memang tidak pernah hancur. Dan setelah itu, tumbuhlah mereka menjadi manusia lagi, dimana sesudahnya Allooh سبحانه وتعالى akan beri kesadaran mereka satu dengan yang lainnya.

Perkataan Para ‘Ulama Ahlus Sunnah

Imaam Ath Thohaawy رحمه الله ketika menjelaskan ayat Al Qur’an yang berkenaan dengan masalah Hari Kebangkitan, antara lain adalah sebagai berikut :

“Bahwa Ibnu ‘Abdil ‘Iz Al Hanafi ketika menjelaskan ayat-ayat tentang Hari Kebangkitan, beliau mengatakan: “Maka renungkanlah apa yang menjadi jawaban dari pertanyaan dimana orang-orang kaafir menanyakan, “Apakah kami ketika sudah menjadi tulang-belulang maka kami akan dibangkitkan menjadi ciptaan yang baru?”

Maka dijawablah bahwa, “Jika kamu mengatakan bahwa tidak ada Pencipta, tidak ada Penguasa, tidak ada Robb di dunia ini, maka cobalah kamu pikirkan tentang ciptaan yang tidak akan dihabisi oleh kematian sebagai contohnya: batu, besi, dan apa lagi yang lebih besar dari batu ataupun besi tersebut.Yang seperti itu tidak akan mengalami mati. Karena yang mengalami mati adalah makhluk yang bernyawa. Pikirkanlah bahwa yang tidak mengalami mati itu hanyalah batu, besi atau yang semisalnya.”

Kata beliau: “Bila kalian jawab bahwa sesuatu yang tidak mengalami keabadian itu, kemudian  bisa terjadi (tercipta), maka apa pula yang dapat menghalangi antara kalian dengan Pencipta kalian untuk mengembalikan kalian dalam bentuk ciptaan yang baru?”

Atau kata beliau dalam penjelasan yang lain: “Kalau seandainya kalian, wahai orang-orang kaafir, yang mana kalian tahu bahwa batu atau besi, atau ciptaan selain itu, maka sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالىMaha Berkuasa untuk merusak kalian ataupun untuk meniadakan kalian. Kemudian Allooh سبحانه وتعالى ubah keadaan kalian itu dari keadaan satu kepada keadaan yang lainnya. Siapa yang akan mampu dan berkuasa untuk berbuat kepada fisik-fisik ini, padahal  batu dan besi yang sangat keras itu pun dapat menjadi rusak. Kalau saja batu dan besi yang demikian keras itu oleh Allooh سبحانه وتعالى Maha Berkuasa untuk menghancurkannya, maka betapa mudahnya untuk menghancurkan dan memusnahkan yang lebih lemah daripada itu.”

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Naazi’aat (79) ayat 27-46:

أَأَنتُمْ أَشَدُّ خَلْقاً أَمِ السَّمَاء بَنَاهَا ﴿٢٧﴾ رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا ﴿٢٨﴾ وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا ﴿٢٩﴾ وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا ﴿٣٠﴾ أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءهَا وَمَرْعَاهَا ﴿٣١﴾ وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا ﴿٣٢﴾ مَتَاعاً لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ ﴿٣٣﴾ فَإِذَا جَاءتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى ﴿٣٤﴾ يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ مَا سَعَى ﴿٣٥﴾ وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَن يَرَى ﴿٣٦﴾ فَأَمَّا مَن طَغَى ﴿٣٧﴾ وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿٣٨﴾ فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى ﴿٣٩﴾ وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى ﴿٤١﴾ يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ﴿٤٢﴾ فِيمَ أَنتَ مِن ذِكْرَاهَا ﴿٤٣﴾ إِلَى رَبِّكَ مُنتَهَاهَا ﴿٤٤﴾ إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرُ مَن يَخْشَاهَا ﴿٤٥﴾ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا ﴿٤٦﴾

Artinya:

(27) Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allooh telah membangunnya,

(28) Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,

(29) dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang.

(30) Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.

(31) Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.

(32) Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,

(33) (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.

(34) Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang.

(35) Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya,

(36) dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat.

(37) Adapun orang yang melampaui batas,

(38) dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,

(39) maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal-(nya).

(40) Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Robb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,

(41) maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal-(nya).

(42) (Orang-orang kaafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya?

(43) Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)?

(44) Kepada Robb-mulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).

(45) Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit).

(46) Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat An Naazi’aat (79) ayat 27-46 tersebut bahwa sebenarnya manusia itu dibandingkan dengan penciptaan langit, penciptaan bumi ataupun penciptaan benda-benda lainnya adalah lebih mudah bagi Allooh سبحانه وتعالى. Oleh karena itu, mengembalikan manusia dari tidak ada menjadi ada, bagi Allooh سبحانه وتعالى adalah sesuatu perkara yang sangatlah mudah.

Itulah hal-hal yang telah diberitakan oleh Allooh سبحانه وتعالى, dan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tentang proses bagaimana Isrofil meniup sakakala, berapa kali ditiupnya, dan apa yang akan terjadi pada manusia, dan pada alam ini. Lalu apa yang akan dialami oleh manusia setelah itu, yaitu yang disebut dengan Hari Kebangkitan, dimana pada hari itu Allooh سبحانه وتعالى akan menghidupkan manusia kembali untuk menghadap Allooh سبحانه وتعالى.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Asy Syu’aroo (26) ayat 88-89:

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ ﴿٨٩﴾

Artinya:

(88) (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,

(89) kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (hati yang salim).

Yang dimaksud “hati yang salim” adalah hati yang benar-benar bertauhid kepada Allooh سبحانه وتعالى, penuh keyakinan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, beriman kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, serta konsekuen mengamalkan apa yang menjadi amalan dan pedomannya.

Atas itu semua, hendaknya kita mempersiapkan diri akan mati dalam keadaan seperti apa. Dan hendaknya kita takut kepada Allooh سبحانه وتعالى, jangan-jangan ketika dibangkitkan (dicabut nyawa kita), kita sedang dalam keadaan berma’shiyatkepada Allooh سبحانه وتعالى. Maka hendaknya kita selalu memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى agar kita mati dalam keadaan Husnul Khootimah, beramal dengan amalan terbaik ketika kita mengakhiri hidup.

Maka hendaknya kita berdoa:

اللهم اجعل خير أعمالنا آخرها وخير أعمارنا خواتمها وخير أيامنا يوم لقائك

(Alloohummaj’al khoiro a’maalinaa aakhirohaa wa khoiro a’maalinaa khowaatimahaa wa khoiro aayaaminaa yauwmal liqoo-ika)

Artinya:

“Ya Allooh, jadikanlah amalan terakhir kami adalah amalan terbaik di akhir hayat kami, dan sebaik-baik umur adalah pada saat tutup usia kami, dan sebaik-baik hari adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu.”

Do’a demikian itu tidak mudah, karena orang yang tidak biasa mengkondisikan dirinya taat kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka ia akan mengalami kesulitan karena tidak mungkin tiba-tiba ia menjadi orangshoolih dalam waktu seketika. Dan kita selalu berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى agar kita tidak meninggal dalam keadaan Su’ul Khootimah.

Usahakan agar makanan, kata-kata dan amalan yang kita lakukan sehari-hari itu terkendali dan terkontrol dalam keadaan taat kepada Allooh سبحانه وتعالى, sehingga jika kita mati dalam keadaan seperti itu,insya Allooh kita menghadap kepada-Nya dalam keadaan shoolih.

Mati itu tidak bisa diundur atau dimajukan. Oleh karena itu, para Salaful Ummah (Pendahulu Ummat yang Shoolih) berwasiat sebagai berikut bahwa: Ketika hendak tidur, sebaiknya dibawah bantal kita diletakkan surat yang berisi wasiat yang berkaitan antara diri kita dengan orang lain. Jangan-jangan ketika kita tidur, tidak bangun lagi karena mati, dan kita masih ada perkara yang bersangkut-paut dengan orang lain. Sehingga apabila kita meninggal, ada sesuatu pesan yang disampaikan kepada ahli waris.Karena bila tidak demikian, maka persoalan dan sangkutan dengan orang lain tersebut akan dibawa menghadap kepada Allooh سبحانه وتعالى. Dan hal itu tidak bisa diselesaikan karena ia tidak berpesan kepada orang lain sebelum meninggalnya.

Hari Kebangkitan adalah hari dimana kita akan mulai merasakan, mulai akan mendapat berita tentang hasil prestasi apa yang kita amalkan di dunia ini. Jika yang diamalkan di dunia selalu baik, tentu Allooh سبحانه وتعالى akan memberikan yang terbaik. Allooh سبحانه وتعالى tidak akan mendzolimi  atau menganiaya sedikitpun akan perbuatan kita selama hidup di dunia ini. Kalau baik, akan diperlihatkan baik, kalau buruk akan diperlihatkan buruknya.

Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq‎

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...