Rabu, 25 November 2020

Hukum Dilarangnya Membunuh Tanpa Hak


Sebuah isu mutaakhir di dalam Islam adanya pengkleiman bahwa Islam itu agama yang brutal, agama yang begitu mudahnya membunuh seseorang yang berlainan keyakinan dengan dalil kafir, sehingga darahnya halal dan tidak ada dosa bagi pelaku. Akibatnya muncullah sebuah pengkleiman terhadap Islam sebagai agama teroris. Namun perlu digaris bawahi, itu hanyalah sekelompok orang yang mempunyai penafsiran yang menyimpan di dalam Islam. Karena pada kenyataannya tidaklah seperti itu ajaran Islam yang sebenarnya.
Larangan membunuh tanpa haq dan perintah menjaga jiwa manusia‎
 
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا
أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ [٣٢]  سورة المائدة

"oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (Qs.al Maidah : 32)

Sungguh sangat menyedihkan dewasa ini, kerap kali ditemukan pembunuhan terhadap jiwa-jiwa yang tidak berdosa demi kepentingannya sendiri. Sedang dalam Islam ditegaskan bahwa membunuh jiwa yang tidak berdosa itu sama halnya dengan membunuh semua manusia, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jikalau membunuh seorang muslim yang tidak berdosa. Dosanya seperti apa? Atau mungkin sama halnya ketika membunuh Malaikat, atau membunuh manusia suci seperti Nabi.

Dengan mudahnya pertumpahan darah terjadi, permasalahan kecil berujung pada perpecahan dan pembantaian. Kita saksiskan konflik syi’ah-sunni, yang hingga akhirnya menelang banyak korban, berapa banyak anak yang cacat, perempuan-perempuan banyak yang jadi janda dan lain-lain. Hanya sebuah kesalahpahaman di antara mereka sehingga melupakan aturan agama.

Jikalau kita menyaksikan pembunuhan atas nama agama Islam tanpa ada alasan benar, maka itu hanyalah penumpang gelap dalam Islam. Sesungguhnya dia itu bukan umat Muhammad, bukanlah seorang Muslim. Karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Misalnya kasus pemboman Bali, ini bukan sebuah perbuatan membela agama, justru ini melecehkan agama. Pada kenyataannya korban pemboman tersebut juga menelan banyak Muslim yang tidak berdosa. Kalau ingin berjihad kenapa tidak membom tentara Izrael yang begitu jelas membantai umat Islam di Palestina, kenapa hanya menjadi saksi atas peristiwa yang menimpah saudara-saudara kita di sana. Sedang di Bali itu tidak memberi pengaruh terhadap agama Islam. Kalau berdalih bahwa di sana banyak yang melakukan perbuatan dosa, semestinya tidak membunuh, beri peringatan dan pengajaran serta jangan ikutkan saudara kita menderita. Ini sebuah kekeliruan besar tentang pengamatan dan pemaknaan jihad yang sebenarnya.

Saya ingin kembali mengingat peristiwa pembunuhan manusia pertama. Kisah tentang Qabil dan Habil. Semoga peristiwa tersebut bisa menjadi contoh buat manusia saat ini. Di dalam al-Qur’an telah diceritakan bahwa setelah Qabil membunuh saudaranya Habil, dia sangat menyesal.

“Karena itu jadilah dia di antara orang-orang yang menyesal.” (QS. al-Maaidah : 31)

Dari peristiwa tersebut mengingatkan bahwa setiap masalah tidak harus diselesaikan dengan cara pembunuhan. Berapa banyak sadara kita menjadi korban pembunuhan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara yang lain. Islam sendiri sangat mengharagai nyawa seseorang dan harus dipelihara, bukan hanya itu harus dijaga pula. Ini dapat kita lihat terhadap keringanan yang diberikan pada orang sedang berpuasa boleh berbuka dan tidak berpuasa ketika berada dalam perjalanan. Tidak hanya itu ketika merasa lapar dan bisa menyebabkan kematian sedang tidak ada makanan yang haram seperti anjing dan babi. Maka makanan yang haram tersebut tidak menjadi masalah demi mempertahankan kehidupan atau menyabung nyawa. Islam sendiri menghimbau kepada kita agar tidak membawa diri sendiri kepada hal-hal yang dapat membinasakan:‎
Mungkin muncul pertanyaan, bagaimana dengan hukuman yang djatuhkan kepada pelaku pembunuhan yang hukamannya juga harus dibunuh, pelaku zina muhson dan orang yang murtad.

 Penyelesaian masalah dengan cara membunuh adalah solusi terakhir, setelah mencari berbagai macam solusi ternyata tidak ada selain harus membunuh. Dan membunuh dalam hukuman yang saya sebutkan di atas mempunyai tujuan pencegahan, agar tidak terjadi lagi. Dan inipun sangat dipersulit dalam Islam tidak serta-merta kemudian menjatuhkan hukuman. Misalnya untuk menjatuhkan hukuman pelaku zina, harus ada saksi lima orang dan harus menyaksikan langsung. Jika tidak memenuhi syarat maka hukuman tidak bisa dijalankan.
Dan hukum qishash terhadap pelaku pembunuh, masih bisa terselamatkan apabilah keluarga korban mau memaafkan dan pelaku harus mebayar denda sebagaimana yang ditetapkan dalam hukum Islam. Dan sebenarnya memaafkan itu sendiri lebih dinjurkan.

“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih)
 
Orang-orang kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan: 
1.      Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin) 
2.      Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati) 
3.      Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin) 
Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh diperangi. 
Berikut kami tunjukkan beberapa dalil yang menunjukkan haramnya membunuh tiga golongan kafir di atas secara sengaja.
[Larangan Membunuh Kafir Dzimmi yang Telah Menunaikan Jizyah]
 
Allah Ta’ala berfirman,‎
 
قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
 
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At Taubah: 29) 
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
 
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih)
[Larangan Membunuh Kafir Mu’ahad yang Telah Membuat Kesepakatan untuk Tidak Berperang]
Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”.Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‎
 
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
 
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166) 
 
[Larangan Membunuh Kafir Musta’man yang telah mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin]
Allah Ta’ala berfirman,
 
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ
 
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”(QS. At Taubah: 6)
Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
ذِمَّةُ الْمُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ
 
“Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmahdalam hadits di atas adalah jaminam keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (Syarh Muslim, 5/34)
Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak  sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya,
 
وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
 
“Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)

Orang yang bunuh diri

Alloh Ta'ala Berfirman 

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya pada hari kiamat, niscaya ia akan disiksa dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim).

أَنَّ رَجُلا قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا أَنَا فَلا أُصَلِّي عَلَيْه

“Ada orang yang bunuh diri dengan pisau, maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Kalau saya, maka saya tidak shalatkan dia.” (HR. An Nasa’i no. 1964)

من قتل نفسه بحديدة فحديدته فى يده يتوجأ بها فى بطنه فى نار جهنمخالدا مخلدا فيها أبدا ومن شرب سما فقتل نفسه فهو يتحساه فى نار جهنم خالدا مخلدافيها أبدا ومن تردى من جبل فقتل نفسه فهو يتردى فى نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا
 
[ Barangsiapa bunuh diri dengan menggunakan besi, maka tangannya akan melukai perutnya sendiri dengan besi itu di nerakajahanam dan ia kekal di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengancara minum racun, maka ia akan terus meminumnya di neraka jahanam dan ia kekaldi dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa melompat dari tebing untuk bunuhdiri, maka ia akan terus terjatuh di neraka jahanam dan ia kekal di dalamnyaselama-lamanya ] [HR. Muslim ; 313 ]

الدنياسجن المؤمن وجنة الكافر
[Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir ] [ HR.Muslim ; 2956, at-Tirmidzi ; 2324 ]

1. Haram hukumnya bunuh diri, baik itu membunuh diri sendiri ataupun juga menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin yang lain dengan sebab perbuatannya itu.

a. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَلَا تَقْتُلُواأَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Janganlah kalian membunuh diri-diri kalian. Sesungguhnya Allah sangat menyayangi kalian.” [QS An Nisa`: 29]

b. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:

وَلَا تَقْتُلُواالنَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

“Janganlah kalian membunuh jiwa yang telah diharamkan oleh Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan (oleh syariat).” [QS Al An’am: 151]

Di antara hal-hal yang menghalalkan darah seorang muslim untuk ditumpahkan adalah: hukum rajam bagi yang orang berzina setelah dia menikah, hukum qishash (balas bunuh) terhadap seorang pembunuh, hukum bunuh bagi orang yang murtad dari Islam, dll.

c. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:

وَمَنْ يَقْتُلْمُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُعَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka Jahannam (dan dia) kekal di dalamnya, Allah akan marah kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan untuknya siksaan yang dahsyat.” [QS An Nisa`: 93]

2. Jangankan membunuh kaum muslimin, membunuh orang kafir mu’ahad (yang sedang dalam ikatan perjanjian damai dengan kaum muslimin), kafir dzimmi (yang berada di dalam kekuasaan kaum muslimin), dan musta`man (yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin) saja diharamkan di dalam Islam meskipun mereka masih berstatus kafir.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلمbersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْرَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Barangsiapa yang membunuh kafir mu’ahad maka dia tidak bisa mencium aroma surga, padahal aromanya tercium dari jarak empat puluh tahun perjalanan.” [HR Al Bukhari (3166)] 

3. Allah menganggap pembunuhan satu orang mukmin sama seperti membunuh seluruh manusia.

Allah berfirman:

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَكَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍأَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَاالنَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّكَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (qishash), atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh telah melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” [QS Al Maidah: 32]

Ayat di atas bukan hanya berlaku bagi bangsa Israil tapi juga berlaku bagi umat Muhammad صلى الله عليه وسلم .

4. Orang yang membunuh diri dengan menggunakan suatu benda atau cara, kelak di hari kiamat akan dihukum dengan benda atau cara tersebut di dalam neraka.

Dalilnya adalah:

a. Hadits Tsabit bin Dhahhak radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah  صلى الله عليه وسلم  bersabda:

مَنْ حَلَفَبِمِلَّةٍ غَيْرِ الْإِسْلَامِ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَمَنْ قَتَلَنَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِكَقَتْلِهِ وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ

“Barangsiapa yang bersumpah dusta atas nama agama selain Islam, maka dia seperti apa yang diucapkannya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka dia akan disiksa dengan benda tersebut di neraka Jahannam. Melaknat seorang mukmin sama seperti membunuhnya. Barangsiapa yang menuduh seorang mukmin sebagai kafir maka dia seperti telah membunuhnya.” [HR Al Bukhari (6105) dan Muslim (110)]

b. Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah  صلى الله عليه وسلم  bersabda:

الَّذِي يَخْنُقُ نَفْسَهُ يَخْنُقُهَا فِي النَّارِ وَالَّذِي يَطْعُنُهَا يَطْعُنُهَا فِيالنَّارِ

“Orang yang mencekik dirinya (bunuh diri) maka dia akan mencekik dirinya di neraka, dan orang yang menusuk dirinya maka dia akan menusuk dirinya di neraka.” [HR Al Bukhari (1365)]

5. Membunuh diri adalah termasuk dari dosa-dosa besar.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah  صلى الله عليه وسلم :

الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِوَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ

“(Di antara) dosa-dosa besar adalah: Berbuat syirik terhadap Allah, durhaka terhadap kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu.” [HR Al Bukhari (6675)]

Yang dimaksud dengan kalimat “membunuh diri” di atas termasuk membunuh diri sendiri dan juga termasuk membunuh diri orang lain. Kedua-duanya adalah dosa besar.

Demikianlah beberapa dalil yang menunjukkan akan keharaman melakukan bunuh diri dam membunuh diri orang lain dengan cara apapun. Orang-orang yang nekat melakukan ini kebanyakan menyandarkan perbuatannya kepada beberapa hadits dan kisah yang sebenarnya dan pada hakikatnya bukan merupakan dalil bagi mereka karena mereka memahami hadits-hadits dan kisah-kisah tersebut tidak dengan pemahaman yang benar yang berlandaskan pemahaman ulama generasi terdahulu (salaf) umat ini.

والحمد لله رب العالمين
Hukum Menyolatkan Orang yang mati bunuh diri

Imam Nawawi berkata dalam al-Majmu':

من قتل نفسه أو غل في الغنيمة يغسل ويصلى عليه عندنا وبه قال أبو حنيفة ومالك وداود وقال احمد لا يصلى عليهما الامام وتصلى بقية الناس

"Siapa yang bunuh diri atau curang (menilep) ghanimah, menurut madhab kami, ia dimandikan dan dishalatkan. Ini juga madhab Abu Hanifah, Malik Dawud. Imam Ahmad berkata: Imam tidak menyalatkan keduanya sementara kaum muslimin yang lainnya tetap menyalatkannya."

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ في الدُّنْيا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ

“Siapa yang membunuh dirinya dengan cara tertentu di dunia maka dia akan disiksa pada hari kiamat dengan cara yang sama.” (HR. Ahmad 16041 dan Muslim 164)

Dalam hadis yang lain dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا، وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيها أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَديدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَجَأُ بِها في بَطْنِهِ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا

“Siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati maka di neraka jahanam dia akan menjatuhkan dirinya, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang menegak racun sampai mati, maka racun itu akan diberikan di tangannya, kemudian dia minum di neraka jahanam, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang membunuh dirinya dengan senjata tajam maka senjata itu akan diberikan di tangannya kemudian dia tusuk perutnya di neraka jahanam, kekal selamanya.” (HR. Bukhari 5778 dan Muslim 109)

Semua kejadian di atas menunjukkan betapa mengerikannya dosa bunuh diri. Sementara mereka yang telah ‘sukses’ bunuh diri, tidak lagi mendapatkan kesempatan untuk bertaubat, karena telah menjemput ajalnya.

Kedua, seorang manusia tidak mendapatkan beban syariat sebelum dia menginjak usia baligh. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Pena catatan amal diangkat (tidak ditulis amalnya) untuk tiga orang: Orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai baligh, dan orang gila sampai dia sadar.” (HR. Abu Daud 4403, Turmudzi 1423

Ketika menjelaskan hukum anak kecil yang murtad, Ibnu Qudamah mengatakan,

الصبي لا يُقتل ، سواء قلنا بصحة ردته أو لم نقل ؛ لأن الغلام لا يجب عليه عقوبة ، بدليل أنه لا يتعلق به حكم الزنا والسرقة في سائر الحدود ، …

“Anak kecil tidak dihukum bunuh, baik kita anggap sah murtadnya atau tidak sah. Karena anak kecil tidak wajib dihukum, dengan dalil hukum zina, mencuri atau pelanggaran lainnya, tidak terkait dengannya…” (al-Mughni, 9:16).
 
Beliau juga bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا، وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيها أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَديدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَجَأُ بِها في بَطْنِهِ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا

“Siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati maka di neraka jahanam dia akan menjatuhkan dirinya, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang menegak racun sampai mati, maka racun itu akan diberikan di tangannya, kemudian dia minum di neraka jahanam, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang membunuh dirinya dengan senjata tajam maka senjata itu akan diberikan di tangannya kemudian dia tusuk perutnya di neraka jahanam, kekal selamanya.”

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih .” (Al-Baqarah : 178)‎
 
Karena termasuk bunuh diri. Allah melarangnya dalam Ayat,

وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisaa` : 29).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ في الدُّنْيا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ

“Siapa yang membunuh dirinya dengan cara tertentu di dunia maka dia akan disiksa pada hari kiamat dengan cara yang sama.”‎‎
 
ولا يجوز قتلها ، أي : البهيمة ، ولا ذبحها للإراحة ، لأنها مال ، ما دامت حية , وذبحها إتلاف لها ، وقد نهي عن إتلاف المال ، كالآدمي المتألم بالأمراض الصعبة أو المصلوب بنحو حديد ؛ لأنه معصوم مادام حيا

“tidak boleh membunuhnya, yaitu hewan ternak (yang sakit), tidak boleh juga menyembelihnya untuk mengistirahatkannya (dari rasa sakit), karena ia adalah harta selama ia masih hidup dan menyembelihnya merupakan membuang-buang harta. Kita dilarang menyia-nyiakan harta.

ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق [١٥١] سورة الأنعام


Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” ( Al-An’aam : 151)

ما مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ
 
“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya “[4]

Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ حَزَنٍ، وَلاَ وَصَبٍ، حَتَّى الْهَمُّ يُهِمُّهُ؛ إِلاَّ يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ عَنْهُ سِيِّئَاتِهِ

“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih berat dari itu melainkan diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya karenanya.”

 

Sedikit Menganal Sejarah Kuno Di Batang


Apa nan ada dalam pikiran Anda jika mendengar kata batang ? Niscaya Anda akan mengira itu ialah batang pohon. Tidak sepenuhnya salah, namun tahukah Anda jika ada nama sebuah wilayah nan dinamakan dengan Batang? Ya Batang merupakan salah satu kabupaten nan ada di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.

Mengapa kabupaten Batang dinamakan dengan Batang? Apakah di sana banyak ditumbuhi oleh batang pohon nan rindang? Tidak juga, nan niscaya Kabupaten Batang merupakan kota loka masakan Serabi Kalibeluk berasal.

Kabupaten Batang merupakan salah satu kabupaten nan dimiliki oleh Provinsi Jawa Tengah nan terletak di Pantai Utara Jawa tengah. Letaknya nan berada di bagian utara dari Jawa Tengah membuat Kabupaten Batang menjadi kabupaten nan memiliki batas langsung dengan Bahari Jawa. Dapat dikatakan Kabupaten Batang juga merupakan daerah pesisir nan ada di Pulau Jawa, selain Cilacap, Cirebon, dan Jepara.‎

Batang – Kabupaten Pesisir Utara di Jawa Tengah
Setiap daerah memiliki kekayaan alamnya masing-masing dan menjadi daya tariknya tersendiri, tak terkecuali dengan Kabupaten Batang. Indonesia nan kaya akan keanekaragaman budaya, tak akan terlihat sebagai bangsa nan kaya tanpa didukung dengan pembangunan nan merata di seluruh wilayahnya, dan Kabupaten Batang ikut menyumbangkan keanekaragaman tersebut sehingga menambah kekayaan alam Indonesia.

Kabupaten Batang ikut mengembangkan pertumbuhan perekonomian buat wilayah Jawa bagian utara. Letaknya nan cukup strategis nan menghubungkan Jakarta-Surabaya membuat Kabupaten Batang menjadi jalur ekonomi. Hal tersebut juga ditunjang dengan arus transportasi dan gerak nan sangat tinggi sehingga membuat Kabupaten Batang berkembang sangat prospektif dari waktu ke waktu.

Kabupaten Batang memiliki luas wilayah 78.864,16 Ha, dengan berbatasan pada Bahari Jawa di sebelah utara, Kabupaten Wonosobo di sebelah selatan, Kabupaten Kendal di sebelah timur, dan Kota Pekalongan di sebelah barat.

Letaknya nan berbatasan dengan Bahari Jawa di bagian utara, membuat Kabupaten Batang merupakan wilayah kombinasi antara daerah pesisir, dataran rendah serta pegunungan. Perpaduan kombinasi wilayah tersebut membuat Kabupaten Batang memiliki potensi sebagai wilayah nan memiliki aspek agroindustri, agrobisnis sekaligus agrowisata nan sangat potensial. Kabupaten Batang dapat dijangkau dari beberapa wilayah di pulau Jawa, seperti Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Cirebon, Kendal, Semarang, Surabaya dan Jakarta.

Kabupaten Batang nan jika dilihat di peta tidaklah begitu luas, namun ternyata menyimpan kekayaan alam berupan pegunungan. Tidak mau kalah dengan wilayah lain di Pulau Jawa nan memiliki gunung nan megah, Kabupaten Batang juga memiliki gunung-gunung nan juga tidak kalah indahnya.

Kabupaten Batang memiliki lima gunung nan menyanggah wilayahnya, nan terdiri dari Gunung Prau setingga 2565 dpal, Gunung Sipandu setinggi 2241 dpal, Gunung Gajah Mungkur setinggi 2101 dpal, Gunung Alang setinggi 2239 dpal, dan Gunung Butak nan memiliki ketinggian 2222 dpal. Bagi Anda nan suka naik gunung, Kabupaten Batang dapat menjadi salah satu tujuan Anda.‎

Pariwisata Kabupaten Batang
Apa nan kepar menjadi pusat perhatian ketik kita mengunjungi suatu daerah? Sudah niscaya loka wisatanya. Nah, Kabupaten Batang juga menyediakan berbagai lokasi wisata nan menarik buat Anda. Hal itu menunjukkan betapa uniknya Indonesia, nan memiliki berbagai kekayaan alamnya nan tidak ternilai, termasuk dengan potensi nan ada di Kabupaten Batang. Kabupaten Batang tak hanya memiliki kekayaan berupa potensi alam, tetapi juga kaya akan situs sejarah. Mau tahu apa saja kekayaan alam dan sejarah nan menjadi prospek pariwisata Kabupaten Batang?‎

1. Agrowisata Salak Sodong di Kabupaten Batang
Kabupaten Batang merupakan penghasil salak Sodong nan cukup dikenal di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Anda dapat menikmati manisnya salak Sodong nan pusatnya terletak di Desa Sodong, Kecamatan Wonotunggal. Desa Sodong hanya berjarak 17 km dari Kabupaten Batang. Desa ini terletak pada ketinggian 600 – 800 m dari permukaan laut. Dengan ketinggian tersebut Desa Sodong juga memiliki potensi alam berupa curug atau air terjun.
2. Wisata Curug Genting di Kabupaten Batang
Tidak hanya di Desa Sodong saja nan memiliki curug atau air terjun, tetapi Kecamatan Blado juga terdapat curug nan dinamakan dengan Curug Genting. Curug Genting ini terletak di sebelah selatan dari Kota Batang sejauh 38 km. Air terjun ini memiliki ketinggian 40 m, dikelilingi oleh gugusan pohon pinus. Anda dapat bayangkan betapa hijaunya lokasi Curug Genting tersebut, sehingga sangat tepat Anda jadikan sebagai lokasi rekreasi alam nan menyenangkan.
3. Wisata Curug Gombong di Kabupaten Batang
Masih ada lagi air terjun nan membentang di wilayah Kabupaten Batang ini selain Curug Genting, yaitu Curug Gombong. Uniknya curug ini hanya memiliki ketinggian 13 m saja, tetapi mengeluarkan air terjun nan deras membelah bebatuan di bawahnya. Curug Gombong ini letaknya di Kecamatan Subah, tepatnya di bagian selatan Subah.‎

4. Wisata Laut di Kabupaten Batang
Sebagai kabupaten nan letaknya berbatasan dengan Bahari Jawa, membuat kabupaten Batang memiliki wisata laut nan tak kalah menariknya dengan daerah pesisir lainnya di Indonesia. Wisata laut nan dimaksud di sini ialah wisata pantai, nan terdiri dari:

Pantai Sigandu. Pantai ini menawarkan panorama alam tang sangat menawan di Kabupaten Batang, khususnya bila memasuki waktu sore hari. Sembari menikmati panorama pantai, kita dapat melihat aktivitas nelayan nan mendarat sehabis melaut.
Pantai Ujungnegoro. Pantai ini terletak di sebelah utara Kabupaten Batang dengan jeda 14 km dari arah timur bahari Kota Batang. Karakteristik khas dari Pantai Ujungnegoro ini ialah memiliki bagian tepi pantai dengan ketinggian 14 m dari permukaan laut, dan sangat sporadis ada di pantai-pantai lain sepanjang pantai utara Jawa. Lalu di dataran tinggi pantai ini terdapat Gua Aswotomo.
Pantai Pelabuhan. Satu lagi pantai nan ada di Kabupaten Batang, yaitu Pantai Pelabuhan. Pantai ini terletak di Desa Ketanggan Kecamatan Gringsing, dengan jeda 50 Km dari pusat Kota Batang. Pantai ini lebih serng digunakan sebagai loka memancing, sebab memiliki sumber air tawar di bagian tepi pantainya.
Wisata Sejarah di Kabupaten Batang
Kabupaten Batang juga memiliki wisata sejarah peninggalan zaman kerajaan di Jawa Tengah. Bagi Anda nan menyukai wisata sejarah, terutama situs kerajaan, Anda dapat memilih Kabupaten Batang. Situs sejarah nan tertuang dalam beberapa prasasti apa saja nan dapat kita temui di Kabupaten Batang? Berikut beberapa prasasti peninggalan sejarah nan ada di kabupaten Batang di antaranya:

Prasasti Sojomerto. Prasasti ini adanya di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini dibuat sekitar abad ke-7 pada masa pemerintahan Kerajaan Syailendra. Prasasti itu memiliki 11 baris tulisan Jawa Antik nan telah terkikis dimakan usia. Prasasti tersebut berbunyi ”Sembah kepada Dhewa Syiwa Bathara Paramecwara dan semua Dhewa-Dhewa. Saya hormat kepada ”hiya Mih” ialah nan mulia Dhapunta Syailendra, Santanu ialah nama ayahnya Badharawati ialah nama ibunya, Sampura ialah nama istrinda dari nan mulia Syailendra”.
Prasasti Ganesya. Prasasti ini terletak di Desa Silurah Kecamatan Wonotunggal KabupatenBatang. Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Mahasin nan dipimpin oleh Raja Senna, nan terdapat dalam Situs Silurah. Prasasti Ganesya dalam Situs Silurah ini mengisahkan perjuangan Raja Senna nan berperang melawan Kerajaan Sriwijaya. Situs Silurah nan memiliki prasasti Ganesya ini berbau mistis, sehingga orang lain tak boleh sembarangan mendekatinya. Namun, Anda dapat melihat peninggalan Situs Silurah lainnya berupa Lingga dan Yoni bekas reruntuhan candi di Silurah.
Pengenalan Cagar Budaya Batang:
Makam Syeh Tholabudin di Masin Warungasem Batang

Syeikh Tholabuddin adalah keturunan dari Sunan Giri ke - 8, yang merupakan garis keturunan Rosulullah.Syeikh Tholabuddin merupakan keturunan Rosulullah yang ke - 32.
Syeikh Tholabuddin memiliki nama lain Raden Wirokusumo sebagai laskar prajurit Mataram Islam. Raden Resokusumo sebagai orang yang mempertahankan dan menjaga Agama Islam.Raden Jayokusumo sebagai pejuang yang berhasil memperjuangkan Islam dari penindasan Kolonial Belanda.
Syeikh Tholabuddin memiliki nama asli Kanjeng Kyai Syeikh Sayid Abdullah bin Sayyid Husein bin Yahya Ba'alawy.‎
Beliau wafat pada tahun 1212 Hijriyah atau sekitar tahun 1795 - 1796 Masehi.
Beliau dimakamkan di desa Masin kecamatan Warungasem.
Menurut Prof Wasino dalam bukunya yang berjudul Penulisan Upacara Tradisional Di Kabupaten Batang, upacara khol ini sudah sejak Tahun 1960 berlangsung.Khol untuk mbah Tholabudin tokoh yamg menurut cerita tutur berasal dari salah satu prajurit Mataram yang bertugas menyerang Kompeni di Batavia.Ia tidak dapat meneruskan perjalanannya karena kehabisan perbekalan. Akhirnya memutuskan tinggal di desa Masin.Di desa inilah tokoh ini mencari sunber kehidupan baru sembari menyebarkan agama Islam.Setelah wafat dimakamkan di Pekuncen desa Masin.Makam berlokasi di dalam kubah permanen berukuran 12 x 5 x 5 m di lokasi ini setiap malam jumat kliwon banyak dikunjungi masyarakat dengan maksud tertentu.
Peringatan meninggalnya suatu tokoh  sering disebut khol.Salah satunya Khol Mbah Tholabudin dari Masin Warungasem ini. Pelaksanaan khol biasanya terjadi pada Tanggal 20 Syakban tiap tahunnya dengan acara pembacaan Al Quran malam sebelumnya dan paginya di lokasi makam diadakan acara lain pembacaan salawat badar,sambutan panitia penyelenggara pembacaan ayat suci Al Quran,sambutan pejabat tingkat MUSPIKA, hikmah dan riwayat singkat mbah Tholabudin,dan acara lain lain berupa pemberian nasi besek.Acara ditutup dengan doa oleh ulama setempat.

Prasasti Sojomerto di Reban

Prasasti Sojomerto adalah prasasti yang ditemukan di sebuah kebun kopi di Desa Sojomerto,Kecamatan Reban, Kabupaten Batang pada tahun 1940 dapat memberikan keterangan - keterangan baru bagi sejarawan Indonesia mengenai Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti Sojomerto menyebutkan seorang tokoh yang bernama Dapunta Sailendra dari kerajaan Mataram kuno yang berdiri sejak awal abad ke-8 dengan raja pertamanya yaitu raja Sanjaya.

Pada umumnya masyarakat belum mengetahui mengenai keberadaan prasasti ini bahkan oleh masyarakat di daerah Batang sendiri.Prasasti ini diperkirakan usianya lebih tua dari Prasasti Canggal yaitu sebuah prasasti yang menjelaskan mengenai keberadaan Mataram Kuno yang juga dianggap sebagai prasasti paling tua di Jawa Tengah.

Prasasti Sojomerto terbuat dari batu andesit berukuran panjang43 cm,tebal7 cm dantinggi 78 cm menggunakan aksara Jawa Kuno (Kawi) dan ditulis dalam dialek Bahasa Melayu Kuno dan berasal dari abad 7 M dan berisi mengenai persembahan kepada Dewa Siwa dan Parameswara serta silsilah Dinasti Syailendra.

Prasasti Sojomerto dapat memperkuat dugaan Prof. Dr. R.M. Ng. Poerbatjaraka yang mengatakan bahwa di Jawa tengah hanya ada satu dinasti yaitu dinasti Syailendra saja bukan dinasti Sanjaya dan Syaelendra.Dinasti ini beragama siwa.

Isi dari Prasasti Sojomerto ini bersifat keagamaan (Siwais). Adapun isi dari Prasasti Sojomerto memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula.

Tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

Salinan dalam Bahasa Aslinya :
1. … – ryayon çrî sata …
2. … _ â kotî
3. … namah ççîvaya
4. bhatâra parameçva
5. ra sarvva daiva ku samvah hiya
6. – mih inan –is-ânda dapû
7. nta selendra namah santanû
8. namânda bâpanda bhadravati
9. namanda ayanda sampûla
10. namanda vininda selendra namah
11. mamâgappâsar lempewângih

Terjemahan :
Karena beberapa aksaranya rusak terkikis usia, maka yang disampaikan disini adalah penfsirannya.
Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa
… dari yang mulia Dapunta Selendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama istri dari yang mulia Selendra.

Situs Balekambang Gringsing
Di Desa Sidorejo, Kecamatan Gringsing, di sebuah tempat dekat perkebunan karet dan persawahan yang tak jauh dari jalur kereta api (koordinat -6.936476,110.010335) yang dinamakan dengan Balekambang terdapat bekas pesanggrahan.

Balekambang terdiri dari kata bale dan kambang yang artinya tempat terapung. Balekambang adalah sumber mata air yang besar yang airnya muncul dari bawah pohon beringin yang tumbuh diatas sekitas Balekambang. Airnya digunakan oleh petani sekitar untuk mengairi sawah, sesaat pada siang hari untuk mencuci karet bagi orang yang mencari sisa karet dari perkebunan karet sebelah barat Balekambang.

Konon tempat ini adalah pesanggrahan peninggalan Sultan Mataram yang dulu pernah membendung kekuatan untuk melakukan penyerangan ke Batavia setelah Ki Bahurekso berhasil membuka Alas Roban. Di sinilah logistik disimpan.

Kawasan  ini juga dinamakan Tunggorono. Oleh warga sekitar Tunggorono dipercaya sosok yang memiliki daerah tersebut namun di kisah pewayangan Tunggorono adalah sebuah tempat. Kawasan ini dilindungi sosok ular besar berkepala Kala yang sampai sekarang ditandai dengan Arca Ular yang berada di bawah pohon beringin.

Jika dilihat, ada bekas DAM penampungan air yang rencananya akan dialirkan ke rumah warga di daerah Sidorejo, akan tetapi petani sekitar tidak menyetujui karena pasokan air untuk pengairan akan berkurang. Kemudian DAM tersebut dijebol. Pada saat pembangunannya pada jaman NIPON dan Jepang mulai memasuki wilayah ini terdapat batu angsa, ayam, dan berbagai makhluk hidup. Yang kemudian diambil oleh beberapa warga Krengseng dan sekarang belum disurvey keberadaannya.

Di sebelah kiri DAM ada beberapa pohon pisang tumbuh disertai tumbuhan rawa yang menutupi wilayah tersebut. Ternyata tempat tersebut terdapat bekas perahu yang cukup besar, keadaannya kini telah hancur dimakan usia. Akan tetapi menurut sesepuh desa masih ada sisa-sisanya. Pada tahun 1980an perahu tersebut masih terlihat akan tetapi terlihat terbalik.

Dahulu kawasan Balekambang oleh warga sekitar dianggap sebuah danau karena luasnya genangan air. Belum ada sawah seperti yang sekarang ada. Beberapa penemuan juga membuktikan bahwa ada beberapa benda laut seperti karang dan bebatuan laut. Ditambah keberadaan bekas kapal yang ada bisa jadi jika dahulu daerah ini semacam pelabuhan kecil yang terhubung dengan laut.

Di daerah ini ada tokoh yang cukup dikenal warga yaitu Ki Bronto dan Ki Bagus Banteng. Ki Bronto pernah bertarung dengan Ki Bagus Banteng akan tetapi kalah. Ki Bagus Banteng adalah adalah sosok yang memiliki kekuatan yang tak terkalahkan seperti banteng. Sosok satu lagi adalah Mbah Ragel. Namun belum jelas keterlibatannya dengan Ki Bronto dan Ki Bagus Banteng. Dan ketiganya belum diketahui jelas keterkaitannya dengan pesanggrahan Sultan Mataram. Pemakaman Ki Bronto dan Mbah Surgi berada di atas bekas pesanggrahan sedangkan Ki Bagus Banteng berada di dekat rel kereta api, akan tetapi karena ada proyek rel ganda kereta api akhirnya dipindahkan berjajar dengan makam Ki Bronto dan Mbah Surgi.

Dahulu ada batu Silongok yang jumlahnya enam buah. Silongok digunakan untuk melongok atau melihat. Masing-masing batu tersebut berukuran sekitar 4 meter. Namun disayangkan hancur karena ketidaktahuan pekerja proyek rel ganda kereta api yang baru baru ini dikerjakan. ‎

 

Dari Banjar Petambakan Menuju Banjar Negara


Dalam riwayat berdirinya Kabupaten Banjarnegara disebutkan bahwa seorang tokoh masyarakat yang bernama Kyai Maliu sangat tertarik akan keindahan alam di sekitar Kali Merawu sebelah selatan jembatan Clangap (sekarang). Keindahan tersebut antara lain karena tanahnya berundak, berbanjar sepanjang kali.

Sejak saat itu, Kyai Maliu kemudian mendirikan pondok/rumah sebagai tempat tinggalnya yang baru. Setelah Kyai Maliu tinggal di tempat barunya tersebut, dalam waktu singkat disusul pula dengan berdirinya rumah-rumah penduduk yang lain disekitar pondok Kyai Maliu sehingga kemudian membentuk suatu perkampungan. Perkampungan tersebut terus berkembang waktu demi waktu yang akhirnya menjadi sebuah desa.‎

Desa baru tersebut kemudian dinamakan“BANJAR” sesuai dengan daerahnya yang berupa sawah yang berpetak-petak. Atas dasar musyawarah penduduk desa baru tersebut Kyai Maliu diangkat menjadi Pertinggi (Kepala Desa), sehingga kemudian dikenal dengan nama “Kyai Ageng Maliu Pertinggi Banjar”.

Keramaian dan kemajuan desa Banjar dibawah kepemimpinan Kyai Ageng Maliu semakin pesat tatkala kedatangan Kanjeng Pangeran Giri Wasiat, Panembahan Giri Pit dan Nyai Sekati yang sedang mengembara dalam rangka syiar agama Islam. Ketiganya merupakan putra Sunan Giri Prapen raja di Giri Gajah Gresik yang bergelar Prabu Satmoko.

Sejak kedatangan Pangeran Giri Pit, Desa Banjar menjadi pusat pengembangan agama Islam. Kyai Ageng Maliu semakin bertambah kemampuannya dalam hal agama Islam dan dalam memimpin Desa Banjar. Karena kepemimpinannya itulah Desa Banjar semakin berkembang dan semakin ramai.

Desa Banjar yang didirikan oleh Kyai Ageng Maliu inilah pada akhirnya menjadi cikal bakal Kabupaten Banjarnegara. Makam Kyai Ageng Maliu di Dusun  Pekuncen desa dan  kec Banjar mangu ‎Kondisi makam sendiri sangat memprihatinkan. Cungkup makam yang terbuat dari kayu sudah mulai lapuk termakan usia, bahkan beberapa sudah dimakan serangga. Pagar keliling makam pun beberapa sudah roboh. Tanaman-tanaman ilalang pun tumbuh tak beraturan tidak terawat.

Awal Pemerintahan Kabupaten Banjar Petambakan‎

Setelah wafatnya Adipati Wargo Hutomo I (Adipati Wirasaba) dalam perjalanan pulang setelah menghadap Sultan Hadiwijoyo (Sultan Pajang) akibat adanya kesalahpahaman Utusan (Gandek) dari Kerajaan Pajang dalam mengartikan perintah Sultan Hadiwijoyo yang diperkuat dengan fitnah Demang Toyareka (Adik Adipati Wargo Hutomo), pucuk pimpinan Kabupaten Wirasaba mengalami kekosongan. Untuk selanjutnya Kabupaten Wirasaba dipimpin oleh Patih yang telah mewakili Adipati sejak menghadap Sultan.

Para Putra Adipati tidak ada yang berani menggantikan kedudukan ayahnya sebelum mendapat ijin dari Kanjeng Sultan Hadiwijoyo di Pajang.

Menyadari kesalahannya yang menyebabkan wafatnya Adipati Wargo Hutomo I, Sultan Hadiwijoyo mengutus Tumenggung Tambakbaya mengirimkan surat kepada Keluarga Adipati Wargo Hutomo I di Wirasaba yang isinya mengharapkan kehadiran salah satu putra Adipati Wargo Hutomo I untuk menghadap Sultan. Namun demikian tidak satupun dari putra Adipati Wargo Hutomo I yang bersedia menghadap Kanjeng Sultan Hadi Wijoyo. Hal ini dikarenakan disamping duka akibat peristiwa terbunuhnya ayahandanya belum sepenuhnya hilang, muncul pula perasaan khawatir bilamana ternyata mendapat perlakuan serupa.

Akhirnya Tumenggung Tambakbaya meminta Joko Kaiman (menantu Adipati) untuk memenuhi panggilan Sultan menghadap ke Pajang. Atas persetujuan Saudara-saudara iparnya, berangkatlah Joko Kaiman menghadap Sultan Hadiwijoyo di Pajang.

Sesampainya di Pajang, Sultan menjelaskan duduk permasalahan hingga Adipati Wargo Hutomo terbunuh dan menyampaikan permohonan maaf kepada semua putra Adipati dan masyarakat Wirasaba. Dalam kesempatan itu pula, Sultan Hadiwijoyo mengangkat Joko Kaiman menjadi Bupati Wirasaba menggantikan Adipati Wargo Hutomo I, yang kemudian bergelar Adipati Wargo Hutomo II.

Menyadari statusnya hanya sebagai putra menantu, maka demi menjaga keutuhan keluarga, setelah diangkat menjadi Bupati, Joko Kaiman (Wargo Hutomo II) mengeluarkan kebijakan yaitu membagi Kabupaten Wirasaba menjadi 4 (empat) Kabupaten Kecil untuk saudara-saudara iparnya, yaitu :
Kabupaten Wirasaba diserahkan kepada Kyai Ngabei Wargo Wijoyo ;
Kabupaten Merden, deserahkan kepada Kyai Ngabei Wiro Kusumo ;
Kabupaten Banjar Petambakan kepada Kyai Ngabei Wiroyudo;
Kabupaten Banyumas di Daerah Kejawar dipimpin sendiri oleh Wargo Hutomo II.

Kebijakan ini disetujui semua saudara iparnya dan mendapatkan ijin dari Sultan Pajang. Karena kebijakannya membagi Daerah Kabupaten Wirasaba menjadi 4 (empat) Kabupaten tersebut, Kyai Adipati Wargo Hutomo II mendapat julukan Adipati Mrapat.
Peristiwa tersebut merupakan awal adanya pemerintahan Kabupaten Banjar Petambakan, cikal bakal Kabupaten Banjarnegara
Kabupaten Banjar Petambakan
Kyai Ngabehi Wiroyudo merupakan Bupati Banjar Petambakan pertama yang memerintah pada ± Tahun 1582 (melihat pendirian Pendopo Kabupaten Banyumas di Kejawar oleh Wargo Hutomo II, yang merupakan salah satu pecahan dari Kabupaten Wirasaba tercatat tahun 1582).

Namun siapa pengganti Kyai Ngabei Wiroyudo sampai R. Ngabehi Banyakwide diangkat sebagai Kliwon Banyumas yang bermukim di Banjar Petambakan tidak diketahui, karena tidak ada/belum ditemukan sumber/ catatan tertulis. Ada kemungkinan Kabupaten Banjar Petambakan dibawah Kyai Ngabei Wiroyudo tidak berkembang (tidak lestari) seperti halnya Kabupaten Merden yang diperintah R. Ngabei Wargawijaya dan Kabupaten Wirasaba yang diperintah oleh R. Ngabei Wirakusuma. Tidak demikian halnya halnya dengan Kabupaten Banyumas (Daerah Kejawar) dibawah pemerintahan R. Adipati Wargo Hutomo II yang dapat bertahan dan terus berkembang.

R. Banyakwide adalah putra R. Tumenggung Mertoyudo (Bupati Banyumas ke 4). Dari sini terlihat bahwa selama 3 (tiga) periode kepemimpinan Bupati di Kabupaten Banyumas (setelah Wargo Hutomo II) sampai dengan Bupati ke 4 (R.T. Mertoyudo), Kabupaten Banjar Petambakan tidak tercatat ada yang memerintah.

Karena cukup lama tidak ada yang memerintah, maka setelah diangkatnya R. Banyakwide sebagai Kliwon Banyumas tetapi bermukim di Banjar Petambakan, ada yang menyebut Banyakwide adalah Bupati Banjar Petambakan Pertama setelah Pemerintahan Ngabehi Wiroyudo.

R. Banyak Wide mempunyai 4 (empat) putera, yaitu:
Kyai Ngabei Mangunyudo;
R. Kenthol Kertoyudo;
R. Bagus Brata;
Mas Ajeng Basiah.
Sepeninggal R. Banyakwide Kabupaten Banjar Petambakan diperintah oleh R. Ngabei Mangunyudo I yang kemudian dikenal dengan julukan Hadipati Mangunyudo Sedo Loji (Benteng), karena beliau gugur di loji saat perang melawan Belanda di Kartosuro.

Kebenciannya terhadap Belanda ditunjukkan sewaktu ada geger perang Pracino (pecinan) yaitu pemberontakan oleh bangsa Tionghoa kepada VOC saat Mataram dipimpin Paku Buwono II.

R. Ngabehi Mangunyudo I sebagai Bupati manca minta ijin untuk menghancurkan Loji VOC di Kartasura. Paku Buwono II mengijinkanya dengan satu permintaan agar R. Ng. Mangunyudo tidak membunuh pasangan suami istri orang belanda yang berada di loji paling atas.

Akhirnya perang sengitpun terjadi antara pajurit Mangunyudo I dengan pasukan VOC (tahun 1743). Melihat prajuritnya banyak yang tewas, Adipati Mangunyudo I sangat marah, seluruh penghuni loji dibunuhnya, bahkan beliau lupa pesan Sri Susuhunan Pakubuwono II. Melihat masih ada orang Belanda yang masih hidup di bagian paling atas Loji, R. Mangunyudo I mengejarnya dan berusaha membunuh pasangan suami istri orang Belanda, yang sebenarnya adalah Pakubuwono II dan Permaisuri yang sedang menyamar. Merasa terancam jiwanya, Pakubuwono II akhirnya membunuh Adipati Mangunyudo I yang sedang kalap di Loji VOC tersebut. Sebab itulah kemudian Adipati Mangunyudo I dikenal dengan sebutan Adipati Mangunyudo Sedo Loji.
Kabupaten Banjar Watu Lembu
a. Berdasarkan sumber/buku “Inti Silsilah dan Sejarah Banyumas”
Setelah Adipati Mangunyudo I wafat, disebutkan bahwa pengganti Bupati Banjar Petambakan adalah puteranya yang bergelar R. Ngabei Mangunyudo II, yang dikenal dengan R. Ngabei Mangunyudo Sedo Mukti.

Di era kepemimpinannya, Kabupaten dipindahkan ke sebelah Barat Sungai Merawu dengan nama Kabupaten Banjar Watu Lembu (Banjar Selo Lembu).

R. Ngabei Mangunyudo II merupakan Bupati Banjar Watu Lembu Pertama, yang kemudian digantikan oleh puteranya, bergelar Kyai R. Ngabei Mangunyudo III yang kemudian berganti nama menjadi Kyai R. Ngabei Mangunbroto, Bupati Anom Banjar Selolembu. Masih dari sumber yang sama, R. Ngabei Mangunbroto wafat karena bunuh diri.

Penggantinya adalah R.T. Mangunsubroto yang memerintah Kabupaten Banjar Watulembu sampai tahun 1931.

Karena Kabupaten Banjar Watulembu sangat antipati terhadap Belanda, maka setelah perang Diponegoro dimana kemenangan dipihak Belanda, Kabupaten Banjar Watulembu diturunkan statusnya menjadi Distrik dengan dua penguasa yaitu R. Ngabei Mangunsubroto dan R. Ng. Ranudirejo.
Berdasarkan sumber “Register Sarasilah Keturunan R. Ngabei Banyakwide dan Register Catatan Legenda Riwayat Kanjeng Sunan Giri Wasiyat, Kyai Panembahan Giri Pit, Nyai Ageng Sekati”
Dalam sumber tersebut disebutkan bahwa yang menggantikan Mangunyudo I adalah R. Ngabehi Kenthol Kertoyudo yang kemudian bergelar R. Ngabei Mangunyudo II. Dalam perang Diponegoro lebih dikenal dengan R. Tumenggung Kertonegoro III atau Mangunyudo Mukti.

Pada masa pemerintahannya, Kabupaten dipindahkan ke sebelah Barat Sungai Merawu dan kemudian dinamakan Kabupaten “Banjar Watulembu”.

Sikap Adipati Mangunyudo II yang sangat anti terhadap Belanda dan bahkan turut memperkuat pasukan Diponegoro dalam perang melawan Belanda (dimana perang tersebut berakhir dengan kemenangan di pihak Belanda), berakibat R. Ngabei Mangunyudo II dipecat sebagai Bupati Banjar Watulembu, dan pada saat itu pula  status Kabupaten Banjar Watulembu diturunkan menjadi Distrik dengan dua penguasa yaitu R. Ngabei Mangun Brotodan R. Ngabei Ranudirejo.

Terlepas sumber mana yang benar, para pemimpin/ Bupati Banjar mulai Mangunyudo I sampai yang terakhir Mangunsubroto atau Mangunyudo II, semuanya anti penjajah Belanda.
Kabupaten Banjarnegara
Siapa sebenarnya Tumenggung Dipayuda

Dalam masa pemerintahan raja-raja tanahjawa tersebutlah kerajaan Majapahit dengan penguasanya Prabu Brawijaya. Prabu Brawijaya menurut naskah babad disebutkan adalah raja terakhir penguasa kerajaan Majapahit.Dikisahkan bahwa pada suatu hari putri Prabu Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pambayun diculik oleh Menak Dali Putih raja kerajaan Blambangan putra Menak Jingga.Pada masa itu tersebutlah seorang pahlawan bernama Jaka Senggara yang berhasil merebut dan membebaskan Retno Ayu Pambayun dari tangan Menak Dali Putih sehingga dalam pertempuran itu Menak Dali Putih menemui ajalnya.

Atas jasa dari Jaka Senggara tersebut kemudian Prabu Brawijaya mengangkat Jaka Senggara menjadi bupati Pengging dengan gelar kebesaran Handayaningrat.Selain dianugerahi menjadi bupati Pengging,Jaka Senggara dinikahkan dengan Retno Ayu Pambayun.

Kerajaan Majapahit dimasa-masa akhir kehancurannya terjadi pemberontakan dimana-mana.Pemberontakan-pemberontakan itu didasari keinginan merebut tahta kerajaan.Handayaningrat gugur dimedan laga saat perang antara Majapahit dengan Demak Bintoro.Disebutkan bahwa Handayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh)tertusuk keris Sunan Ngudung hingga menemui ajalnya.Tahta kerajaan Majapahit berikut benda-benda pusaka kerajaan diboyong ke Demak.Kemudian Raden Patah atas prakarsa para wali songo mendirikan kerajaan Demak.

Setelah terbunuhnya Handayaningrat maka pemerintahan Pengging dipegang oleh anaknya yang bernama Ki Kebo Kenanga dengan gelar Ki Ageng Pengging.Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan kerajaan Kasultanan Demak.Ketika Kasultanan Demak terjadi perang pengaruh antara para wali songo pendukung kerajaan Kasultanan Demak dengan Syeh Siti Jenar,pertentangan itu semakin meruncing sehingga terpaksa diselesaikan dengan pertumpahan darah.Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap kekuasaan Kasultanan Demak.

Ki Ageng Pengging mempunyai seorang anak yang bernama Mas Karebet.Ketika dilahirkan ayahnya Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.Setelah selesai ndalang Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.

Setelah kematian Ki Ageng Pengging,Nyai Ageng Pengging sering sakit-sakitan dan tidak lama kemudian meninggal dunia.Sejak saat itu Mas Karebet diambil sebagai anak asuh oleh Nyai Ageng Tingkir.

Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar olahkanuragan dan bertapa sehingga mendapat sebutan Jaka Tingkir.Jaka Tingkir diambil murid oleh Sunan Kalijaga dan pernah juga berguru kepada Ki Ageng Selo.Ditempat Ki Ageng Selo itu Jaka Tingkir dipersaudarakan dengan cucu Ki Ageng Selo yaitu Ki Juru Martani,Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi.

Pada masa Kasultanan Demak yang dipimpin oleh Sultan Trenggono,Jaka Tingkir banyak berjasa.Sultan Trenggono menjadikan Jaka Tingkir bupati Pajang dan menikahkannya juga dengan salah satu putrinya yang bernama Ratu Mas Cempaka.Jaka Tingkir dianugerahi gelar Hadiwijaya.

Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik takhta, namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsangbupati Jipang. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuhHadiwijaya namun gagal.

Dengan dukungan Ratu Kalinyamat(bupati Jepara putri Sultan Trenggana),Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris tahta Kesultanan Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.Hadiwijaya atau Jaka Tingkir kemudian mengganti nama kerajaan menjadi kerajaan Kasultanan Pajang(tahun 1549).

Pada suatu saat, ketika Kyai Tepusrumput sedang bertapa di bawah pohon Jatiwangi, Ia di datangi oleh seorang laki-laki tua bernama Kyai Kantaraga. Kyai Kantaraga memerintahkan agar Ia bertapa di bawah pohon Pule selama 40 hari.Setelah perintah itu dilaksanakan, yaitu bertapa selama 40 hari,Ia mendapatkan sebentuk cincin emas, yang ternyata bernama socaludira. Cincin itu, ternyata adalah milik Sultan pajang(Sultan Hadiwijaya;Jaka Tingkir) yang hilang. Karena mengetahui bahwa cincin socaludira adalah miliki sultan Pajang maka Ia mengembalikannya. Saking girangnya Sultan Pajang menemukan kembali cincin kesayangannya itu, maka Sultan Pajang memberikan hadiah kepada Kyai Tepusrumput seorang putri triman yang sedang hamil 4 bulan.Setelah menunggu cukup lama, akhirnya putri triman itu melahirkan jabang bayi laki-laki, yang kemudian Ia serahkan kembali kepada Sultan pajang. Akan tetapi, oleh Sultan Pajang bayi tersebut diserahkan kembali kepada kyai Tepusrumput, yang kemudian bergelar Kyai Ageng Ore-ore.Setelah tumbuh dewasa, anak dari putri triman atau anak tiri dari Kyai Tepusrumput menggantikan kedudukan Kyai Tepusrumput dengan gelar Kyai Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II.

Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II memperistri dua orang yang berasal dari Cipaku dan Pasir Luhur. Dari istri yang berasal dari Cipaku, Ia di karuniai 2 orang putra, yakni; Raden Cakra Kusuma dan Raden Mangunjaya. Selanjutnya dengan istri keduanya yang berasal dari Pasir Luhur, Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II di karuniai 2 putera yang semunya adalah perempuan.Karena selalu terjadi percekcokan dalam keluarga akhirnya Adipati Onje membunuh kedua istrinya. Selanjutnya Ia kawin dengan anak perempuan Adipati Arenan yang bernama Nyai Pingen.Dari perkawinan tersebut, Adipati Onje II, dikaruniai seorang‎ putra bernama Kyai Arsa Kusuma yang kemudian berganti nama menjadi Kyai Arsantaka.

Setelah dewasa, Kyai Arsantaka kawin dengan 2 orang putri.Istri pertama bernama Nyai Merden dan istri kedua bernama Nyai Kedung Lumbu. Dari istri pertama, Kyai Arsantaka di karuniai 5 orang putera, yakni; pertama Nyai Arsamenggala, kedua Kyai Dipayuda,ketiga Kyai Arsayuda, yang kemudian menjadi menantu Tumenggung Yudanegara II. Putera keempat bernama Mas Ranamenggala dan kelima adalah Nyai Pancaprana.Dengan istri kedua, Kyai Arsantaka di karuniai 1 putera yaitu Mas Candrawijaya, yang di kemudian hari menjadi Patih Purbalingga.

Diceritakan bahwa kyai Arsantaka meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.

Pada tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh R. Tumenggung Dipayuda I.

Kyai Arsantaka karena banyak menyumbang jasa maka dinobatkan menjadi Raden Tumenggung Dipayuda II.Banyak riwayat yang menceritakan tentang kepahlawanan dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono.

Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.

Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga,dikemudian hari menjadi Kabupaten Purbalingga.

Anak kedua Kyai Arsantaka dari Nyai Merden yang bernama Kyai Dipayuda berkelana kewilayah Banjar Pertambakan (sekarang Banjarmangu) yang dikuasai Kyai Ngabei Wirayuda.Beberapa waktu kemudian Kyai Ngabei Wirayuda meninggal dunia sehingga wilayah Banjar tidak ada yang menguasai.Konon atas kekosongan kekuasaan ini maka Kyai Dipayuda diangkat menjadi Raden Tumenggung Dipayuda IV.

Raden Tumenggung Dipayuda IV banyak berjasa ketika perang Pangeran Diponegoro.Hal ini diceritakan dalam babad Pupuh:
“Tumuta lampah kawula, sri naréndra ngandika iya becik, tinimbalan praptèng ngayun, sang nata angandika, Dipayuda milua amapag musuh, tur sembah matur sandika”‎
Artinya:” Mengikuti saran, sang raja berkata,”Ya, kalau begitu panggillah Dipayuda menghadap saya”. Kepada Dipayuda raja memerintahkan untuk mencegat musuh dan di jawab bahwa dia siap”.
Sehingga Sri Susuhunan Paku Buwono VII mengusulkan agar Raden Tumenggung Dipayuda IV diangkat menjadi bupati Banjar.berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I.Usul tersebut disetujui oleh Gubernur Jenderal.Peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan Banjar Watu Lembu.
Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu. 
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam.Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi”Banjarnegara”(Banjar:Sawah,Negara:Kota). R.Tumenggung Dipayuda menjabat Bupati sampai tahun 1846.Setelah pensiun dari jabatan bupati Kyai Dipayuda atau Raden Tumenggung Dipayuda IV tidak ada kabar beritanya lagi ditingkat pemerintahan.Maka diangkatlah Raden Adipati Dipadiningrat sebagai penggantinya.
Untuk mengenang asal mula Kota Kabupaten baru yang berupa persawahan dan telah dibangun menjadi kota, oleh Raden Tumenggung Dipoyudho IV, Kabupaten Baru tersebut diberi nama “BANJARNEGARA”(mempunyai maksud Sawah = Banjar, berubah menjadi kota = negara) sampai sekarang.

Setelah segala sesuatunya siap, Raden Tumenggung Dipoyudo IV sebagai Bupati beserta semua pegawai Kabupaten pindah dari Banjar Watulembu ke Kota Kabupaten yang baru Banjarnegara.

Dikarenakan  pada saat pengangkatannya status Kabupaten Banjar Watulembu yang terdahulu telah dihapus, maka Raden Tumenggung Dipoyudho IV dikenal sebagai Bupati Banjarnegara I (Pertama).

Peristiwa Pengangkatan Raden Tumenggung Dipoyudho IV pada tanggal 22 Agustus 1831 sebagai Bupati Banjarnegara inilah yang dijadikan dasar untuk menetapkan Hari Jadi Kabupaten Banjarnegara, yaitu dengan Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Banjarnegara tanggal 1 Juli 1981 dan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Banjarnegara Nomor 3 Tahun 1994 Tentang Hari Jadi Kabupaten Banjarnegara.

Perang Diponegoro dan Berdirinya Kabupaten Banjarnegara

Pada tahun 1825 meletus Perang Diponegoro. Sebab-sebab meletusnya perang tersebut adalah akibat ketidakpuasan Pangeran Diponegoro terhadap kebijakan  pemerintah kolonial Belanda yang dianggap akan menggusur makam nenek moyang Pangeran Dipanegoro. Selain itu, persoalan di internal kraton Yogyakarta, terutama tentang suksesi pasca meninggalnya Hamengkubuwono ke-4 juga turut mengobarkan kemarahannya.  Perang Diponegoro berjalan kurang lebih selama lima tahun dan meluas ke hampir seluruh kawasan yang saat itu berada dalam kekuasaan dua kerajaan Jawa, yaitu Kerajaan Yogyakarta dan Kerajaan Surakarta.

Pasukan Diponegoro dalam jumlah yang besar yang dipimpin oleh Putra Pangeran Diponegoro, yaitu Pangeran Surya Atmaja masuk ke Banjar dari arah timur, yaitu dari Kaliwira, Tunggara, Banjar, Kutawaringin, terus ke barat ke Mandiraja, Purwareja-Klampok, dan akhirnya menyeberang ke utara ke Purbalingga. Pada saat itu semua bupati diinstruksikan untuk melawan pasukan Pangeran Diponegoro, tidak terkecuali Bupati Banjar Watu Lembu, yaitu Mangunbrata.

Pada tahun 1830,  Perang Diponegoro dapat diakhiri dengan cara-cara licik yang dilakukan oleh Belanda. Pangeran Diponegoro ditangkap dalam sebuah perundingan pura-pura di gedung Karesidenan Magelang. Ia akhirnya dibuang ke Manado dan Makassar sampai meninggal dunia pada tahun 1855. Akibat dari perang yang berjalan berlarut-larut tersebut menyebabkan Belanda nyaris bangkrut. Belanda tidak mau menanggung kerugian sendirian, dan membebankan biaya perang yang mencapai jutaan gulden kepada dua kerajaan, Yogyakarta dan Surakarta.

Kedua kerajaan tersebut keberatan jika harus menggantinya dengan uang, sehingga dicapai kesepakatan bahwa dua daerah mancanegara, yaitu mancanegara kilen (Banyumas dan sekitarnya) dan mancanegara wetan (Madiun dan sekitarnya) harus diserahkan kepada pihak Belanda. Penyerahan kedua daerah tersebut dilakukan pada pertengahan tahun 1830 beberapa saat setelah Pangeran Diponegoro ditangkap. Sejak saat itu daerah Banjar yang merupakan bagian dari Banyumas, menjadi daerah jajahan Belanda. Belanda segera melakukan penelitian terhadap daerah Banyumas.

Pada tahun itu juga dikirim tiga orang kontrolir, yaitu Tak, Vitalis, dan Daendels (Bukan Jenderal Daendels) untuk melakukan penelitian dan pengamatan terhadap seluruh wilayah Banyumas. Kontrolir Tak meneliti daerah Purbalingga, Kontrolir Vitalis bertugas meneliti daerah Banyumas, dan Kontrolir Daendels bertugas meneliti daerah Banjar (pada waktu itu belum disebut Banjarnegara). Reorganisasi pemerintahan juga segera dilakukan. Banjar dibagi menjadi tiga distrik, yaitu Distrik Banjar, Distrik Sigaluh, dan Distrik Mandiraja.

Setelah terlibat dalam Perang Diponegoro, ternyata pada tahun 1831 Mangunbrata ditemukan meninggal dunia secara tidak wajar, yaitu bunuh diri dengan cara menusuk perutnya. Mangunsubrata, yang merupakan anak dari Mangunbrata kemudian diangkat menjadi penguasa di Banjar Watu Lembu menggantikan ayahnya. Mangunsubrata tidak terlalu lama memerintah di Banjar Watu Lembu karena pemerintah kolonial Belanda kemudian menetapkan Banjar  sebagai kabupaten, dengan nama baru Kabupaten Banjarnegara, yang berada di bawah kekuasaan mereka dan mengangkat Raden Tumenggung Dipayuda IV menjadi bupati menggantikan bupati lama, Mangunsubrata, yang kekuasaannya bersifat turun-temurun. Penetapan tersebut dilakukan pada tanggal 22 Agustus 1831 berdasarkan Resolutie Gouverneur General Nomor I dan dimuat dalam Staatsblad Tahun 1831. Raden Tumenggung Dipayuda IV membangun pusat kekuasaan baru di daerah Kutawaringin dan diberi nama Banjarnegara. Sejak saat itu Mangunsubrata tidak berkuasa lagi, dan daerah Banjar Watu Lembu berlahan-lahan mengalami kemunduran.

Raden Tumenggung Dipayuda ke-4 adalah keturunan dari Tumenggung Dipayuda I yang merupakan Bupati Purbalingga pada periode awal. Sebelum diangkat menjadi Bupati Banjarnegara, Raden Tumenggung Dipayuda IV adalah penguasa di Adireja dan kemudian di Adipala. Penetapannya sebagai bupati di Banjarnegara kemungkinan besar sebagai bentuk penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda dan Kraton Surakarta karena yang bersangkutan telah membantu melawan pasukan Pangeran Diponegoro, beserta bupati-bupati lain di wilayah Banyumas. Selain mengangkat Raden Tumenggung Dipayuda IV sebagai bupati dengan gaji 800 gulden per bulan, pemerintah kolonial Belanda juga mengangkat Kontrolir Daendels menjadi asisten residen di Banjarnegara. Masyarakat setempat memanggil Daendels dengan sebutan Tuan Panggilmister.

Pembangunan di Kabupaten Banjarnegara

Pada saat Banjarnegara ditempatkan di bawah kekuasaan kolonial Belanda, kondisi daerah ini masih terbelakang. Secara umum kawasan banjarnegara merupakan kawasan terisolir yang memiliki hubungan yang sangat minim dengan daerah lain. Jalan-jalan di daerah ini sangat buruk, sungai-sungai banyak sekali yang tidak memiliki jembatan, dan saluran irigasi nyaris tidak ada sehingga lahan pertanian sangat tergantung pada air hujan. Kekuasaan tradisional sebelum Belanda berkuasa di Banjarnegara memang tidak memiliki perencanaan yang matang terhadap pembangunan di daerah.

Tahun 1846 Raden Tumenggung Dipayuda IV digantikan oleh Raden Tumenggung Dipadiningrat. Dipadiningrat memerintah Kabupaten Banjarnegara sampai pensiun tahun 1878, setelah itu digantikan oleh Mas Ngabehi Atmadipura yang sebelumnya menjabat Patih Kabupaten Purworejo.

Setelah menjadi bupati di Banjarnegara bergelar Raden Tumenggung Jayanegara I. Pada saat ia memerintah, pada tahun 1884 sistem irigasi modern pertama di bangun di Banjarnegara dan diberi nama irigasi Singamerta.

Irigasi ini berasal dari sungai Serayu yang dibendung di desa Singamerta kurang lebih empat kilometer sebelah timur kota Banjarnegara. Aliran irigasi tersebut menuju ke arah barat dan mengairi ratusan hektar sawah yang semula merupakan sawah tadah hujan.             

Di distrik Klampok, irigasi tersebut membelah menjadi dua dengan nama saluruan irigasi Blimbing dan saluran irigasi Siwuluh. Tahun 1889 berdiri pabrik gula di Klampok yang dipimpin oleh Administratur J.T. de Ruijter. Pabrik gula ini merupakan perluasan dari pabrik gula di Kalibagor di selatan Sokaraja. Namun perjalanan pabrik gula Klampok tidak berjalan lama, karena pada tahun 1932 pabrik tersebut ditutup akibat terkena dampak krisis ekonomi dunia, yang terkenal dangan nama malaise.

Pada tahun 1896 Raden Tumenggung Jayanegara I meninggal dunia, dan kedudukannya sebagai bupati digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Jayamisena, yang sebelumnya menjabat Wedana Distrik Singamerta. Pada saat menjabat bupati, Jayamisena bergelar Raden Tumenggung Jayanegara II. Pada masa Bupati Jayenagara II, pemerintah kolonial Belanda membangun proyek irigasi raksasa dengan membendung Sungai Serayu di utara kota. Proyek irigasi tersebut dimulai tahun 1912 dengan lama pembangunan sekitar lima tahun. Proyek irigasi ini diberi nama Bandjar-Tjahjana Waterwerken (disingkat BTW), karena mengalir dari kota Banjarnegara sampai ke distrik Cahyana (Bukateja) di Purbalingga. Saluran airnya menembus beberapa perbukitan dan menembus di bawah sungai lain yaitu sungai Merawu di desa Jenggawur. Di sini saluran air harus dibuatkan syphon (gorong-gorong dari pipa). Aliran irigasi tersebut tidak boleh bercampur dengan air dari sungai Merawu karena air sungai Merawu menurut penelitian ahli pengairan Belanda tidak baik untuk mengairi sawah. Pembanguna  saluran irigasi Bandjar-Tjahjana tergolong sangat lama yaitu sampai lima tahun karena pengerjaannya sangat sulit dan harus membuat beberapa terowongan yang panjang menembus bukit dan bawah sungai. Dari irigasi ini ribuan tanah kering bisa disulap menjadi persawahan yang subur.

Pada periode ini perbaikan-perbaikan jalan yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota distrik maupun ibukota onderdistrik  juga dilakukan. Jalan antara Banjarnegara – Blimbing – Sirongge yang tadinya harus melewati lereng-lereng tebing yang terlalu terjal akhirnya dibuat agak mendatar dengan cara membuatnya berkelok-kelok. Jalan yang menghubungkan Wanadadi – Banjarmangu kemudian ke Rejasa dan Madukara, dengan keputusan Direktur Pekerjaan Umum tanggal 15 Agustus 1905 juga diperlebar. Biaya yang dikeluarkan untuk proyek ini adalah  300 gulden. Demikian juga jalan dari Banjarnegara ke Karangkobar dan Kalibening, disamping dikeraskan di beberapa ruas jalan juga diperlebar.  

Raden Tumenggung Jayanegara II menjadi bupati di Banjarnegara sampai tahun 1927. Pada tahun itu ia menjalani masa pensiun dan digantikan oleh putranya yang bernama Raden Tumenggung Sumitra Kalapaking Purbanegara. Sumitra Kalapaking merupakan pribadi yang hebat. Ia mengenyam pendidikan Indologi di Negeri Belanda, aktif mengikuti gerakan kebangsaan untuk mendukung kemerdekaan Indonesia di Negeri Belanda, dan sempat mengembara ke berbagai Negara di Eropa. Menjelang Indonesia merdeka, ia juga menjadi anggota BPUPKI yang berkedudukan di Jakarta. Pada masa revolusi, Sumitra Kalapaking selain sebagai Bupati Banjarnegara juga menjabat sebagai Residen Pekalongan. Ia menjabat sebagai Bupati Banjarnegara sampai tahun 1950. Sejak saat itu bupati-bupati di Banjarnegara bukanlah keturunan dari bupati sebelumnya, tetapi bupati yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Masa feodalisme sistem pemerintahan di Kabupaten Banjarnegara berakhir setelah masa revolusi kemerdekaan, setelah masa kepemimpinan Bupati Sumitra Kalapaking.

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...