Rabu, 25 November 2020

Hukum Pernikahan Beda Agama


Seringkali kita jumpai pertanyaan “apa hukumnya bila nikah beda agama, baik yg laki-laki atau perempuannya yg muslim, apa sah atau tidak menurut Islam ?”. Pertanyaan ini sering muncul terutama ketika kita berada di sebuah negara yang mayoritas penduduknya non muslim, seperti di Australia,china,hongkong..dll . Untuk itu pada  kali ini menampilkan kaidah Fiqh berkenaan dengan nikah beda Agama. Tulisan ini hanya merupakan kutipan dari Kitab Fiqh (Kitab Hukum Islam), yang menerangkan masalah Perkawinan dalam Islam, serta beberapa Kitab Penjelasnya.

Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam. Setiap manusia yang telah dewasa, dan sehat jasmani rohani pasti membutuhkan teman hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi  kebutuhan biologisnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang diajak bekerja sama demi mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.

Menurut bahasa, nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah, nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan tubuh antara keduanya atas dasar sukarela dan persetujuan bersama demi mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT.

Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau.

Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

Rukun Pernikahan dalam Islam, Yaitu :
Adanya calon suami (pengantin laki-laki), calon isteri (pengantin perempuan), wali, dua orang saksi laki-laki, mahar, ijab dan kabul (akad nikah) yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Syarat Calon Suami, yaitu :

Islam
Lelaki yang tertentu
Bukan lelaki mahram dengan calon isteri
Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan isteri‎

Syarat calon isteri, yaitu :

Islam
Perempuan yang tertentu
Bukan perempuan mahram dengan calon suami
Bukan seorang khunsa
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Tidak dalam masa iddah
Bukan isteri orang
Syarat Wali Nikah, yaitu :

Islam, bukan kafir dan murtad
Laki-laki
Baligh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umrah
Tidak fasik
Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
 
Syarat saksi nikah, yaitu :

Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Baligh
Laki-laki
Memahami isi lafal ijab dan qobul
Dapat mendengar, melihat dan berbicara
Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
Merdeka
 ‎
Syarat ijab, yaitu :

Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah (nikah kontrak atau pernikahan yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah mutaah)
Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
                     
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda dengan Fatimah Binti Sultan dengan mas kawin berupa sebagian perangkat alat shalat dibayar tunai".

Syarat qobul, yaitu :

Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tidak ada perkataan sindiran
Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
Menyebut nama calon istri
Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima nikahnya Fatimah Binti Sultan dengan maskawin berupa sebagian perangkat alat shalat dibayar tunai" ATAU "Aku terima Fatimah Binti Sultan sebagai istriku".

Sebagaimana uraian hukum di atas, semua pihak yang terlibat dalam terjadinya sebuah pernikahan secara Islam haruslah orang yang beragama Islam (muslim). 

Akan tetapi, bagaimana apabila salah satu pihak adalah non-muslim, baik karena asalnya merupakan pemeluk keyakinan non-Islam maupun karena Murtad (keluar dari Agama Islam)? Pada artikel ini, yang akan diterangkan adalah calon suami atau isteri yang non-muslim, bukan wali dan saksinya karena hukum wali dan saksi sudah mutlak harus beragama Islam. Apabila wali dan saksi tidak beragama Islam, maka sudah jelas perkawinan tersebut tidak sah (dalam hukum Islam).

Pembagian Pernikahan Beda Agama Dalam Islam

Didalam kehidupan kita saat ini pernikahan antara dua orang yang se-agama merupakan hal yang biasa dan memang itu yang dianjurkan dalam agama kita. Tetapi dengan mengatasnamakan cinta, saat ini lazim (namun belum tentu diperbolehkan agama) dilakukan pernikahan beda agama atau nikah campur. Hal ini sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agama kita, agama Islam.

Secara umum pernikahan lintas agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1.       Pernikahan antara pria muslim dengan wanita non-muslim

2.       Pernikahan antara pria non-muslim dengan wanita muslimah

Namun sebelum kita membahas tentang pernikahan tersebut diatas, sebaiknya kita perlu mengetahui tentang pengertian non-muslim di dalam Islam. Golongan non-muslim sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

Golongan Orang Musyrik
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkamjuz 1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali As Shobuni, orang musyrik ialah orang-orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan mahluk-NYA (penyembah patung, berhala atau semacamnya).

Beberapa contoh golongan orang musyrik antara lain Majusi yang menyembah api atau matahari, Shabi’in, Musyrikin, dan beberapa agama di Indonesia yang menyembah patung, berhala atau sejenisnya

Golongan Ahli Kitab
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkamjuz 1 halaman As Syech Muhammad Ali As Shobuni, Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As. atau mereka yanga berpegang teguh pada Kitab Injil yaitu agama Nabi Isa As. Atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan Nasrani.

Mengenai istilah Ahli Kitab ini, terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’. Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek moyangnya dahulu) ketika diturunkan sudah memeluk agama Nasrani. Jadi kaum Nasrani di Indonesia, berdasarkan pendapat sebagian Ulama’ tidak termasuk Ahli Kitab.

Pernikahan Pria non-muslim dengan Wanita muslim Berdasarkan Hukum Islam :

Perkawinan antara Pria (NON-MUSLIM) dengan Wanita (MUSLIM) telah disepakati hukumnya berdasarkan Al-Qur'an, Hadist, dan oleh para ahli Fiqh Islam dari semua madzhab, yaitu HARAM (tidak sah). Quran, Hadits Nabi dan Ulama ahli hukum Islam dari berbagai madzhab (Syafi'i, Hanbali, Maliki, Hanafi) sepakat bahwa perkawinan antara pria non-muslim dengan wanita muslimah hukumnya haram dan apabila terjadi pernikahan seperti itu maka hukum perkawinannya tidak sah.‎

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Mumtahanah 60:10 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.‎

Dalam Al-Quran Surah Al Baqarah 2:221 Allah SWT juga berfirman :

وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا

Artinya: Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Oleh karena ayat-ayat tersebut sangat terang dan secara eksplisit mengemukakan larangan bagi wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim, maka tidak ada satupun ulama yang berbeda pendapat dalam masalah ini. 

Sehingga kemudian pilihan yang sering dianggap terbaik adalah meminta pria non-muslim tersebut untuk menjadi muslim terlebih dahulu untuk memenuhi syarat sah pernikahan sesuai Hukum Islam. Kalau pria non-muslim tersebut bersedia, maka pernikahan dapat dilangsungkan, namun kalau ia tidak bersedia, maka pernikahan tidak dapat dilangsungkan.

Akan tetapi, apa yang akan terjadi apabila di kemudian hari si pria non-muslim itu kembali kepada keyakinannya semula alias MURTAD (keluar dari Islam) setelah pernikahan tersebut berlangsung? Fenomena ini sering terjadi karena pada dasarnya ia memeluk Islam bukan karena mendapatkan hidayah atau menemukan kebenaran Islam, melainkan karena ingin mendapatkan wanita muslim tersebut.

Apabila yang terjadi adalah demikian maka pernikahan tersebut dalam Hukum Islam dianggap BATAL. Ada tiga pendapat terkait waktu batalnya pernikahan akibat murtadnya suami (yang menyebabkan antara suami isteri menjadi berbeda agama), yaitu :

Pendapat pertama : 

Pernikahan menjadi batal seketika itu juga, baik sebelum atau sesudah bersetubuh. Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyah, Malikiyahdan salah satu dari dua riwayat yang ada dari Ahmad. Pendapat ini diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Ats-Tsauri, Abu Nur dan Ibnu Al-Mundzir.

Penjelasan untuk Pendapat Pertama :
Orang yang murtad diqiyaskan kepada orang yang mati, karena murtad merupakan sebab buruk yang ada pada dirinya, sedangkan orang yang mati bukanlah obyek untuk dinikahi. Oleh karena itu, tidak boleh menikahi orang yang murtad sejak zaman dahulu, dan selanjutnya ketentuan tersebut akan tetap demikian.

Pendapat Kedua :
Apabila murtadnya sebelum melakukan persetubuhan, maka pernikahan tersebut batal seketika itu juga. Namun apabila murtadnya setelah melakukan persetubuhan, maka pembatalan pernikahannya ditangguhkan hingga masa iddahnya habis. Jika orang yang murtad itu kembali masuk Islam sebelum masa iddahnya habis, maka dia tetap pada status pernikahannya. Dan jika dia masuk Islam setelah masa iddahnya habis, maka antara keduanya telah dinyatakan cerai sejak dia murtad. Pendapat ini dianut oleh madzhab Syafi’iyah dan Hanbaliyah dalam sebuah riwayat yang masyhur dari mereka.

Penjelasan untuk Pendapat Kedua :

1. Firman Allah SWT :

وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ

“Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir” [Al-Mumtahanah : 10]

2. Sebab, murtad merupakan perbedaan agama, yang dapat menghalangi untuk mendapatkan dirinya, sehingga pernikahan pun menjadi batal. Hal ini sebagaimana jika seorang istri masuk Islam, sementara dirinya berstatus sebagai istri dari suami yang kafir.

Adapun jika murtadnya setelah melakukan persetubuhan, maka pembatalan pernikahannya ditangguhkan sampai masa iddahnya habis. Dalam menentukan yang demikian itu, mereka berdalil dengan qiyas.

Mereka berkata : Sesungguhnya salah seorang dari pasangan suami-istri yang murtad atau berbeda agama setelah melakukan persetubuhan, maka pernikahannya tidak harus menjadi batal pada saat itu juga. Hal ini sebagaimana jika salah seorang dari suami-istri yang sah masuk Islam.

Pendapat Ketiga :
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya,Ibnul Qayyim, apabila salah seorang dari pasangan suami-istri murtad, maka pernikahannya harus dibekukan. Apabila dia kembali masuk Islam, maka pernikahannya sah lagi, baik dia masuk Islam sebelum bersetubuh atau setelahnya, baik dia masuk Islam sebelum masa iddahnya habis atau sesudah masa iddahnya habis

Penjelasan untuk Pendapat Ketiga :
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam rangka mejelaskan bahwa hukum Islam apabila salah seorang dari suami-istri murtad, maka pernikahan keduanya harus dibekukan : “Demikian pula masalah murtad, pendapat yang menyatakan harus segera diceraikan adalah menyelisihi sunnah yang telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab pada masa beliau, banyak pula manusia yang murtad. Di antara mereka ada yang istrinya tidak ikut murtad. Kemudian, mereka kembali masuk Islam lagi, dan istri-istri mereka pun kembali lagi kepada mereka. Tidak pernah diketahui bahwa ada seorangpun dari mereka yang disuruh memperbaharui pernikahannya. Padahal, sudah pasti bahwa di antara mereka ada yang masuk Islam setelah sekian lama, melebihi masa iddah. Demikian pula, sudah pasti bahwa mayoritas dari istri-istri mereka yang tidak murtad tersebut, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menanyakan secara mendetail kepada seorang pun dari suami-suami yang murtad, apakah ia masuk Islam setelah masa iddah istrinya habis atau sebelumnya.

Secara umum, pendapat mayoritas untuk masalah ini adalah :

Apabila suami MURTAD (kembali ke agama asal), maka pernikahan menjadi batal demi hukum yang dalam istilah fiqih disebut fasakh (arti literal, rusak). Ini adalah pendapat dari mayoritas pakar syariah madzhab yang empat yaitu madzhab Syafi'i, Hanafi, Hambali. Artinya, tidak ada hubungan pernikahan lagi antara suami dan isteri. Dan hubungan intim setelah itu dianggap zina.

Sedangkan menurut madzhab Maliki, suami murtad akan berakibat istri tertalak tiga secara otomatis. 

Beda antara talak dan fasakh adalah ‎berakibat putusnya pernikahan sama sekali dengan tidak ada masa iddah bagi istri. Sedangkan talak berarti putusnya pernikahan dengan adanya masa iddah bagi istri.

Kitab Penjelas Tambahan :

[1] - Imam Nawawi dari madzhab Syafi'i menyatakan dalam kitab Al-Minhaj


ولو انفسخ -أي النكاح- بردة بعد وطء فالمسمى -أي فالواجب هو المهر المسمى. انتهى
فقد سمى رحمه الله الفرقة الحاصلة بسبب الردة فسخاً

Artinya: Apabila nikah batal (fasakh) karena sebab murtad setelah terjadinya hubungan intim maka istri berhak mendapat mahar atau maskawin (kalau mahar belum dibayar). Perpisahan suami-istri karena murtad disebut fasakh.

[2] Al-Ibadi dari madzhab Hanafi mengatakan dalam kitab Mukhtashar Al-Qaduri


وإذا ارتد أحد الزوجين عن الإسلام وقعت البينونة بينهما فرقة بغير طلاق عندهما -يعني أبا حنيفة وأبا يوسف - وقال محمد إن كانت الردة من الزوج فهي طلاق.

Artinya: Apabila salah satu suami-istri murtad dari Islam maka terjadikan perpisahan (firqah) yang bukan talak. Menurut Abu Yusuf, apabila yang murtad itu suami maka disebut talak.

[3] Dalam kitab Daurul Hukkam madzhab Hanafi juga dikatakan

ارتداد أحدهما فسخ عاجل للنكاح غير موقوف على الحكم. وفائدة كونه فسخاً أن عدد الطلاق لا ينتقص به.

Artinya: Murtadnya salah satu suami-istri membatalkan nikah secara otomatis tanpa perlu keputusan hukum pengadilan.

[4] Ibnu Qudamah dari madzhab Hanbali menyatakan dalam kitab Al-Muqni'

وإن ارتد أحد الزوجين قبل الدخول انفسخ النكاح، ولا مهر لها إن كانت هي المرتدة، وإن كان هو المرتد فلها نصف المهر. وإن كانت الردة بعد الدخول فهل تتعجل الفرقة أو تقف على انقضاء العدة؟ على روايتين‎

Artinya: Apabila salah satu suami-istri murtad (keluar dari Islam) sebelum dukhul (hubungan intim) maka nikahnya batal (fasakh) dan istri tidak berhak atas mahar apabila istri yang murtad, sedangkan apabila suami yang murtad maka istri berhak mendapat separuh mahar. ‎
Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita (non-muslim) dalam Hukum Islam :

Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita non-muslim yang dimaksud dalam Hukum Islam adalah apabila Wanita Non-muslim tersebut adalah dari golongan ahli kitab, artinya orang yang mengimani kitab terdahulu, dalam hal ini Wanita Nasrani dan Wanita Yahudi, maka pernikahan ini diperbolehkan.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Maidah 5:5

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌِ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ

Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.

Dalam QS 5:5 di atas Allah mensyaratkan bolehnya menikahi wanita Nasrani haruslah wanita yang baik-baik, bukan wanita nakal.

Sebagian Sahabat Nabi juga menikahi wanita ahlul kitab (Yahudi/Nasrani) seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah yang menikah dengan wanita Nasrani dan Hudzaifah yang menikahi wanita Yahudi.

SIAPA WALI NIKAH CALON MEMPELAI WANITA NON ISLAM 

Wali nikah dari calon mempelai wanita Nasrani adalah bapaknya, kalau ayahnya tidak ada maka pindah ke wali kerabat (nasab) yang lain, Menurut madzhab Hanafi, Syafi'i dan Hanbali, sah pernikahan wanita Nasrani yang menikah dengan lelaki muslim yang dinikahkan oleh ayahnya yang beragama Nasrani. Seperti yang dikutip oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni berikut:

إذا تزوج المسلم ذمية فوليها الكافر يزوجها إياه ذكره أبو الخطاب وهو قول أبو حنيفة والشافعي لأنه وليها فصح تزويجه لها كما لو زوجها كافراً

Apabila, wali yang ada menolak, maka kekuasaan untuk menikahkan berpindah pada Wali Hakim yaitu pegawai KUA, naib desa, atau ulama/kyai atau siapa saja yang dianggap adil (baca, komitmen pada agama). Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni mengatakan:


فإن لم يوجد للمرأة ولي ولا ذو سلطان ، فعن أحمد ما يدل على أنه يزوجها رجل عدل بإذنها


Artinya: Apabila calon mempelai wanita tidak ada wali (nasab) dan tidak ada wali hakim, maka seorang laki-laki yang adil boleh menikahkannya atas seijin wanita tersebut. 

Sebagian Sahabat Nabi juga menikahi wanita ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi) seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah yang menikah dengan wanita Nasrani dan Hudzaifah yang menikahi wanita Yahudi. ‎

Kesimpulan

Sebenarnya pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam, tetapi karena saat ini sangat sulit sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar “Ahli Kitab”, maka saya dapat simpulkan bahwa pernikahan beda agama yang ada saat ini tidak dapat dikatakan sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci tersebut yang ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli. Sedangkan bagi wanita muslimah yang menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun pria Ahli Kitab tetap dihukumi haram

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda

“Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya; karena keturunannya; karena kecantikannya dan karena baik kualitas agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik kualitas agamanya, niscaya kalian akan beruntung”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka bagi kaum muslimin dan muslimah, alasan pernikahan beda agama dengan alasan cinta, kesamaan hak, kebersamaan, toleransi atau apapun alasannya tidak dapat dibenarkan.

Perlu pula ditegaskan bahwa masalah pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab hanyalah suatu perbuatan yang dihukumi boleh dilakukan, namun bukan anjuran, apalagi perintah. Karenanya pernikahan yang paling ideal dan yang bisa membawa kita selamat di dunia maupun akhirat serta membawa keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah adalah pernikahan dengan orang seagama yaitu Islam.

Wallahu A'lam Bishawab (Hanya Allah Mahatahu yang benar/yang sebenarnya).‎

Sejarah Imam Adz-Dzahabi Rh


Sungguh aneh sikap mayoritas umat muslim masa kini, mereka lebih merasa tertarik kepada tokoh-tokoh nonmuslim, menjadikan tokoh-tokoh tersebut sebagai panutan, contoh, dan suri teladan. Setiap kali mereka ingin memberikan permisalan atau contoh kesuksesan seseorang, mereka pasti mengangkat dan menggunakan nama nonmuslim. Bila mereka ingin menggambarkan kecerdasan maka yang terlintas di otak dan pikiran mereka adalah kecerdasan Albert Einstein. Bila mereka ingin memncontohkan tentang semangat yang tak kenal putus asa, maka mereka mempermisalkan kegigihan seorangThomas Alva Edison. Dan masih banyak contoh lain yang sangat sering kita lihat dan kita dengar di kehidupan kita sehari-hari.

Timbul sebuah pertanyaan besar, apakah tidak ada seorang tokoh muslim pun yang sehebat tokoh-tokoh nonmuslim tersebut, sampai-sampai kaum muslimin mengangkat nama mereka bila ingin memberikan semangat dan motivasi???!

Mungkin ini menjadi sebab umat muslim menjadi lemah, karena hidup di bawah jajahan dan naungan pemikiran non muslim. Bergaya hidup dan berpola pikir seperti mereka kaum non muslim. Secara tidak lansung baik kita sadari ataupun tidak kita bagaikan boneka yang di kendalikan oleh umat non muslim.

Sebagai solusi dari kenyataan ini, umat Islam harus memiliki jati diri sebagai seorang muslim, mereka harus mengenal Nabi mereka, para sahabatnya, dan tokoh-tokoh besar lainnya yang berpengaruh dalam kejayaan Islam, yang dengan mengenal sejarah mereka, kita dapat termotivasi dengan meyebutkan kisah hidup serta keberhasilan yang telah mereka gapai.

Pada pembahasan ini, penulis akan memaparkan biografi seorang imam besar yang kebesarannya tercatat dalam tinta sejarah peradaban Islam, beliau adalah Al-Imam al-Hafizh Adz-Dhahabiy.

Biografi Imam al-Hafizh Adz-Dzahabi

Beliau adalah: al-Imam al-Hafizh, Syamsuddin, Abu Abdillah, Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah at-Turkmani al-Fariqi asy-Syafi’i ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan Adz-Dzahabi.

Adz-Dzahabi berasal dari kata adz-dzahab yang berarti emas. Nama ini beliau dapatkan dikarenakan ayahnya adalah seorang pengrajin emas, dan beliau pun pernah berprofesi sebagai pengrajin emas. Yang pada akhirnya nama inilah yang lebih dikenal hingga sekarang daripada nama asli beliau, dan beliau memang pantas untuk digelari sebagai “emas” karena ilmu dan jasa beliau selama hidupnya.

Kelahiran dan Perkembangannya

 Imam Syamsudin Abu Abdillah Adz-Dzahabi lahir di Damaskus, pada bulan Rabiul Akhir, tahun 673 H. Dia hidup di lingkungan keluarga ilmuwan yang taat beragama. Pada tahun kelahirannya, saudara sesusuannya, Alaudin Abu Al Hasan Ali bin Ibrahim bin Daud Al Aththar, berhasil memperoleh ijazah dari ulama-ulama besar semasanya di Damaskus, Halab, Makkah, dan Madinah.
Syamsudin tinggal selama 4 tahun bersama salah seorang sastrawan, yaitu Alaudin Ali bin Muhammad Al Halabi, yang terkenal dengan sebutan Al Bushbush. Dia mulai fokus menuntut ilmu ketika berusia 18 tahun.

Menuntut Ilmu
Syamsudin belajar qira`at (cara mengucapkan lafazh-lafazh Al Qur`an dan mempraktekkannya, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan, dan menyandarkannya kepada periwatnya-ed.) kepada Syaikhul Qurra` Jamaludin Abu Ishaq Ibrahim bin Daud Al Asqalani Ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan sebutan Al Fadhili. Kemudian dia belajar kepada Syaikh Jamaludin Abu Ishaq Ibrahim bin Ghali Al Muqri` Ad-Dimasyqi. Dia mengikuti majlis yang diadakan Syaikh Syamsudin Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Aziz Ad-Dimyathi Ad-Dimasyqi, seorang ahli qira`at, yang kemudian mempercayakan majlis-nya kepadanya pada tahun 692 H di masjid Jami’ dinasti Umayyah. Dia juga mendengar (belajar) kitab Asy-Syathibiyyah (Kitab Imam Syathibi tentang Qira`at Sab’) tidak hanya dari seorang ahli qira`at.
Pada waktu belajar qira`at, dia tertarik untuk mendengarkan hadits (belajar hadits dengan cara mendengarkan dari seorang syaikh) dengan seksama. Dia mendengar dari berbagai kitab yang tidak terhitung. Dia bertemu dengan banyak syaikh dan syaikhat (ulama perempuan).
Dia sangat ambisius mendengar hadits dan qira`at. Dia menekuni bidang tersebut sepanjang hidupnya, sampai-sampai dia mendengar dari beberapa orang yang terkadang tidak dia sukai.
Disamping belajar hadits dan qira`at, dia juga belajar ilmu-ilmu lainnya, seperti nahwu. Dia belajar kitab Al Hajibiyyah dalam ilmu nahwu (tata bahasa Arab). Ia juga belajar kepada pakar Bahasa Arab, Ibnu An-Nahhas, disamping mempelajari kumpulan-kumpulan syair, bahasa, serta sastra, secarasima’i (mendengarkan).
Adz-Dzahabi juga mempelajari kitab-kitab sejarah. Dia menyimak al maghazi, sirah, sejarah umum, mu’jam para syaikh dan syaikhat, serta buku-buku biografi lainnya.

Perjalanannya Menuntut Ilmu
Imam Adz-Dzahabi sangat berambisi melakukan perjalanan ke negeri-negeri lain untuk mendapatkan sanad Ali, supaya dapat belajar secara sima’i (mendengar langsung), dan bertemu dengan para ahli hadits untuk belajar dan mengambil manfaat dari mereka. Namun, ayahnya tidak mendukungnya. Setelah berusia 20 tahun, ayahnya membolehkannya melakukan perjalanan-perjalanan yang tidak jauh. Ayahnya mendampinginya saat mendatangi orang-orang yang dituju. Bahkan kadang-kadang mendampinginya dalam sebagian perjalanannya dan ikut mendengar dari beberapa syaikh.
Adz-Dzahabi melakukan perjalanan di kota-kota negeri Syam pada tahun 693 H, dengan melewati kota-kota yang paling terkenal, yaitu Ba’albek, Halab, Himsh, Hamah, Tripoli, Karak, Ma’arrah, Basra, Nabulus, Ramallah, Al Quds (Jerusalem), dan Tabuk.
Dia mendengar dan belajar kepada beberapa orang syaikh yang hidup pada masa itu, diantaranya Al Muwaffiq An-Nashibi (W. 695 H). 
Dia juga melakukan perjalanan ke Mesir pada tahun 695 H dengan melewati Palestina. Kemudian melakukan perjalanan ke Iskandariyah (Alexandria) dan Bilbis, lalu belajar kepada beberapa orang syaikh disana, seperti Jamaludin Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Al Halabi, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Azh-Zhahiri (W. 696 H).
Dia juga melakukan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 698 H, dan di sana dia belajar dengan cara sima’ikepada beberapa orang syaikh di Makkah, Madinah, Arafah, dan Mina. Di antara mereka adalah Syaikh Dar Al Hadits di Madrasah Al Mustanshiriyah, yaitu Al Alim Al Musnid Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Muhsin, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Al Kharrath Al Hanbali (W. 748 H).

Guru-Gurunya

Imam Az-Zahabi menuntut ilmu sejak usia dini dan ketika berusia 18 tahun menekankan perhatian pada dua bidang ilmu iaitu ilmu-ilmu al-Quran dan Hadis. Beliau menempuh perjalanan yang jauh dalam mencari ilmu ke Syria, Mesir dan Hijaz (Makkah dan Madinah). Beliau mengambil ilmu dari para ulama di negeri-negeri tersebut.

Di antara para ulama yang menjadi guru-guru beliau ialah:

1. Ibnu Taimiyah
Yang beliau letakkan namannya paling awal di deretan guru-guru yang memberikan ijazah pada beliau dalam kitabnya, Mu’jam asy-Syuyukh. Beliau begitu mengagumi Ibnu Taimiyah dengan mengatakan, “Dia lebih agung jika aku yang menyifatinya. Seandainya aku bersumpah di antara rukun dan maqam maka sungguh aku akan bersumpah bahwa mataku belum pernah melihat yang semisalnya. Tidak, demi Allah, bahkan dia sendiri belum pernah melihat yang semisalnya dalam hal keilmuan.” (Raddul Wafir , hal. 35)

2. al-Hafiz Jamaluddin Yusuf bin Abdurrahman al-Mizzi
Yang dikatakan oleh beliau, “Dia adalah sandaran kami jika kami menemui masalah-masalah yang musykil.” (ad-Durar al-Kaminah,V:235)

3. Al-Hafiz Alamuddin Abdul Qasim bin Muhammad al-Birzali
Yang menyemangati beliau dalam belajar ilmu hadits, beliau mengatakan tentangnya: “Dialah yang menjadikanku mencintai ilmu hadits.” (ad-Durar al-Kaminah, III:323)

Ketiga ulama diatas adalah yang banyak memberikan pengaruh terhadap kepribadian beliau. Adapun guru-guru beliau yang lainnya adalah Umar bin Qawwas, Ahmad bin Hibatullah bin Asakir, Yusuf bin Ahmad al-Ghasuli, Abdul Khaliq bin Ulwan, Zainab bintu Umar bin Kindi, al-Abrahuqi, Isa bin Abdul Mun’im bin Syihab, Ibnu Daqiqil ‘Id, Abu Muhammad ad-Dimyathi, Abul abbas azh-Zhahiri, ali bin Ahmad al-Gharrafi, Yahya bin ahmad ash-Shawwaf, at-Tauzari, masih banyak lagi yang lainnya.

Imam az-Zahabi memiliki Mu’jam asy-Syuyukh (Daftar Guru-Guru) beliau yang jumlahnya mencapai 3000-an orang (adz-Dzahabi wa Manhajuhu fi Kitabihi, Tarikhil Islam)

Murid-Muridnya

Di antara murid-murid beliau ialah Tajuddin as-Subki, Muhammad bin Ali al-Husaini, al-Hafiz Ibnu Katsir, al-Hafiz Ibnu Rajab dan masih banyak lagi selain mereka.

Pujian Para Ulama Kepadanya

Ibnu Nashruddin ad-Dimasyqi berkata, “Beliau adalah Ayat (tanda kebesaran Allah) dalam ilmu rijal, sandaran dalam jarh wa ta’dil (ilmu kritik hadits-red) lantaran mengetahui cabang dan pokoknya, imam dalam qiraat, faqih dalam pemikiran, sangat paham dengan madzhab-madzhab para imam dan para pemilik pemikiran, penyebar sunnah dan madzhab salaf di kalangan generasi yang datang belakangan.” (Raddul Wafir, hal. 13)

Ibnu Katsir berkata, “Beliau adalah Syeikh al-Hafiz al-kabir, Pakar Tarikh Islam, Syeikhul muhadditsin. Beliau adalah penutup syuyukh hadis dan huffazhnya.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, XIV:225)

Tajuddin as-Subki berkata, “Beliau adalah syaikh Jarh wa Ta’dil, pakar Rijal, seakan-akan umat ini dikumpulkan di satu tempat kemudian beliau melihat dan mengungkapkan sejarah mereka.” (Thabaqah Syafi’iyyah Kubra, IX:101)

An-Nabilisi berkata, “Beliau pakar zamannya dalam hal perawi dan keadaaan-keadaan mereka, tajam pemahamannya, cerdas, dan ketenarannya sudah mencukupi dari pada menyebutkan sifat-sifat nya.” (ad-Durar al-Kaminah, III:427)

As-Shafadi berkata, “Beliau seorang hafiz yang tidak tertandingi, penceramah yang tidak tersaingi, mumpuni dalam hadits dan rijalnya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang ‘illah dan keadaan-keadaannya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang biografi manusia. Menghilangkan ketidakjelasan dan kekaburan dalam sejarah manusia. Beliau memiliki akal yang cerdas, benarlah nisbahnya kepada dzahab (emas). Beliau mengumpulkan banyak bidang ilmu, memberi manfaat yang banyak kepada manusia, banyak memiliki karya ilmiah, lebih mengutamakan hal yang ringkas dalam tulisannya dan tidak berpanjang lebar. Aku telah bertemu dan berguru kepadanya, dan membaca banyak dari tulisan-tulisannya di bawah bimbingannya. Aku tidak menjumpai padanya kejumudan, bahkan dia adalah faqih dalam pandangannya, memiliki banyak pengetahuan tentang perkataan-perkataan ulama, madzhab-madzahab para imam salaf dan para pemilik pemikiran.” (al-Wafi bil Wafayat, II:163)

Di Antara Kata-Katanya

Imam Az-Zahabi berkata, “Tidak sedikit orang yang memusatkan perhatiannya pada ilmu kalam melainkan ijtihadnya akan membawanya kepada perkataan yang menyelisihi sunnah. Karena itulah ulama salaf mencela setiap yang belajar ilmu-ilmu para umat sebelum Islam. Ilmu kalam turunan dari ilmu para filosof atheis. Barangsiapa yang sengaja ingin menggabungkan ilmu para nabi dengan ilmu para ahli filsafat dengan mengandalkan kecerdasannya maka pasti dia akan menyelisihi para nabi dan para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang berjalan di belakang apa yang dibawa oleh para rasul. Maka sungguh dia telah menempuh jalan salaf dan menyelamatkan agama dan keyakinannya.” (Mizanul I’tidal, III:144)

Beliau menukil perkataan ma’mar, “Dahulu dikatakan bahwa seseorang menuntut ilmu untuk selain Allah maka ilmu itu enggan hingga semata-mata untuk Allah.” Kemudian beliau mengomentari perkataan ma’mar tersebut dengan mengatakan, “Ya, dia awalnya menuntut ilmu atas dorongan kecintaan kepada ilmu, agar menghilangkan kejahilannya, agar mendapat pekerjaan, dan yang semacamnya. Dia belum tahu tentang wajibnya ikhlas dalam menuntutnya dan kebenaran niat di dalamnya. Maka jika sudah mengetahuinya, dia hisab dirinya dan takut terhadap akibat buruk dari niatnya yang keliru, maka datanglah kepada niat yang shahih semuanya atau sebagiannya. Kadang dia bertaubat dari niatnya yang keliru dan menyesal. Tanda atas hal itu ialah bahwasanya dia mengurangi dari klaim-klaim, perdebatan, dan perasaan memiliki ilmu yang banyak, dan dia hinakan dirinya. Adapun jika dia merasa banyak ilmunya atau mengatakan “saya lebih berilmu dari pada Fulan; maka sungguh celakalah dia.” (Siyar A’lam An-Nubala’, VII:17)

Beliau berkata, “Yang dibutuhkan oleh seorang hafizh adalah hendaknya bertakwa, cerdas, mahir Nahwu, mahir ilmu bahasa, memiliki rasa malu dan salafi.” (Siyar, XIII:380)

Beliau berkata, “Ahli hadis sekarang hendaknya memperhatikan Kutubus Sittah, Musnad Ahmad dan Sunan Baihaqi. Dan hendaknya teliti terhadap matan-matan dan sanad-sanadnya, kemudian tidak mengambil manfa’at dari hal itu hingga dia bertakwa kepada Rabbnya dan menjadikan hadits sebagai dasar agama. Kemudian ilmu bukanlah dengan banyak riwayat, tetapi dia adalah cahaya yang Allah pancarkan ke dalam hati dan syaratnya adalah ittiba’ (mengikuti nabi SAW-red) dan menjauhkan diri dari hawa nafsu dan kebid’ahan.” (Siyar, XIII:323)

Beliau berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan taqlid dalam hal furu’, tidak mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam logika-logika umat terdahulu dan pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian, bencana pun meluas, hawa nafsu menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga Allah merahmati seseorang yang mau memperhatikan kondisi dirinya, menjaga ucapannya, selalu membaca al-Qur’an, menangis atas kejadian zaman, memperhatikan kitab as-Sahihain dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba.” (Tadzkirah al-Huffazh, II:530)

Karir Keilmuannya
Imam Adz-Dzahabi memegang jabatan Khatib di masjid Kafr Batna —salah satu desa di lembah Damaskus— pada tahun 703 H, dan menetap disana sampai tahun 718 H.
Sebelum meninggal, dia bekerja sebagai guru besar hadits di lima tempat di Damaskus, yaitu:
1.         Masyhad Urwah atau Dar Al Hadits Al Urwiyyah.
2.         Dar Al Hadits An-Nafisah.
3.         Dar Al Hadits At-Tankaziyah.
4.         Dar Al Hadits Al Fadhiliyah di Kallasah.
5.         Turbah Ummu Ash-Shalih.

Karya-Karyanya

Beliau memiliki sekitar 100 karya tulis, di antara karya-karya tulis itu ialah:

a. Siyar A’lam An-Nubala setebal 20 jilid 
b. al-‘Uluww lil ‘Aliyyil Ghaffar
c. Taariikhul Islam setebal 36 jilid ‎
d. Mukhtashar Tahdziibil Kamaal
e. Miizaanul I’tidaal Fii Naqdir Rijaal setebal  4 Jilid ‎
f. Thabaqatul Huffazh
g. Al-Kaasyif Fii Man Lahu Riwaayah Fil Kutubis Sittah
h. Mukhtashar Sunan al-Baihaqi
i. Halaqatul Badr Fii ‘Adadi Ahli Badr
j. Thabaqatul Qurra’
k. Naba’u Dajjal
l. Tahdziibut Tahdziib
m. Tanqiih Ahaadiitsit Ta’liiq
n. Muqtana Fii al-Kuna
o. Al-Mughni Fii adh-Dhu’afaa’ setebal 2 Jilid ‎
p. Al-‘Ibar Fii Khabari Man Ghabar setebal 5 jilid ‎
q. Talkhiishul Mustadrak
r. Ikhtishar Taarikhil Kathib
s. Al-Kabaair
t. Tahriimul Adbar
u. Tauqif Ahli Taufiq Fi Manaaqibi ash-Shiddiq
v. Ni’mas Smar Fi Manaaqib ‘Umar
w. At-Tibyaan Fi Manaaqib ‘Utsman
x. Fathul Mathalib Fii Akhbaar Ali bin Abi Thalib
y. Ma Ba’dal Maut
z. Ikhtishar Kitaabil Qadar Lil Baihaqi
aa. Nafdhul Ja’bah Fi Akhbaari Syu’bah
bb. Ikhtishar Kitab al-Jihad, ‘Asakir
cc. Mukhtashar athraafil Mizzi
dd. At-Tajriid Fii Asmaa’ ish Shahaabah
ee. Mukhtashar Tariikh Naisabuur, al-Hakim
ff. Mukthashar al-Muhalla dan Tartiil Maudhuu’at, Ibn al-Jauzi

Kelebihan Kitab Siyar A’lam An-Nubala (Perjalanan Hidup Orang-Orang Mulia)

Salah satu karya Imam Az-Zahabi yang terkenal dang sangat bermanfaat ialah Siyar A’lam An-Nubala (Perjalanan Hidup Orang-Orang Mulia). Kitab ini menghimpunkan biografi
para sahabat Nabi s.a.w., tabiin, tabiut tabiin, ulama, sasterawan dan seumpamanya.

Kitab ini sangat berguna bagi sesiapa yang ingin mendalami dan membaca kisah hidup orang-orang dan tokoh-tokoh Islam terkenal dalam bidang masing-masing.

Di antara kelebihan-kelebihan kitab ini ialah:

1. Ketelitian penulis. Imam Az-Zahabi tidak hanya memaparkan biografi orang yang ditulis, tetapi juga disertai dengan komentar jika menurutnya perlu, yaitu dengan melakukan pengecekan secara detail terhadap cerita yang dipaparkannya, baik dengan menyebutkan sisi kekurangannya maupun monjelaskan kelebihannya jika orang-orang pada umumnya mengecapnya buruk, atau berpandangan lain jika memungkinkan, atau mengkritik perilakunya dengan kritik yang didasarkan pada syariat. Kemudian dia berusaha mengeluarkan penilaian secara umum terhadap orang yang ditulis biografinya itu, disertai dengan ketelitian. Ketelitian dalam menilai kepribadian manusia ini, memberikan cahaya terang yang dapat diambil manfaatnya oleh kebangkitan Islam, yaitu kebangkitan yang hampir memberikan hasilnya jika tidak dikotori oleh ulah sebagian orang yang memiliki pandangan picik, yang menuduh para ulama dan da’i sebagai orang-orang fasik, ahli bid’ah, berpaling dari mazhab salaf, tidak berhati-hati dalam menilai orang lain, dan tidak takut kepada Allah ketika berprasangka buruk terhadap orang lain. Ada juga orang yang tidak bisa hidup kecuali dengan mencela orang yang tidak sama dengannya, melupakan kebaikannya, dan menyembunyikannya. Orang-orang seperti itulah yang disangkal habis-habisan oleh Imam Az-Zahabi.

Adanya kajian kritis dalam kitab ini. Az-Zahabi seringkali tidak membiarkan peristiwa sejarah berjalan tanpa kritik jika menurutnya memang perlu dikritik dan dijelaskan. Oleh karena itu, Anda melihat beliau terkadang menolak peristiwa yang dinilainya mungkar atau mengoreksi peristiwa yang masih sebatas asumsi atau mendukung pendapat penulis lain atau menjelaskan pendapatnya dalam masalah yang , perlu dirinci, dijelaskan, dan sebagainya. Metode kritis semacam inilah yang sering ditinggalkan oleh buku-buku sejarah dan biografi lainnya.

2. Kitab ini memuat masalah-masalah yang tidak dimuat oleh kitab-kitab lain, karena ia memadukan informasi sejarah dengan riwayat hidup. Kitab Al Bidayah wa An-Nihayah misalnya, memuat cerita-cerita sejarah yang cukup luas, tetapi tidak memuat biografi para ulama, orang-orang pilihan, para pemimpin, dan sebagainya. Begitu juga kitab Al Kamil karya Ibnu Al-Atsir dan kitab Tarikhul Umam wa al-Muluk karya At-Tabari. Memang ada kitab-kitab yang memuat biografi para tokoh seperti ini, namun rentetan cerita sejarah dengan metode penyusunan yang urut tidak ditemukan di dalamnya. Misalnya kitab Hilyah Al Auliya’ dan Ath-Thabaqat karya Ibnu Sa’ad, serta Wafayat Al ‘A’yaan. Sedangkan kitab ini membahas tentang biografi secara panjang lebar disertai dengan cerita-cerita sejarah dan metode yang runtun, yang ditulis di sela-sela penulisan biografi seorang tokoh, khususnya biografi para khilafah, raja, dan pemimpin.

3. Kitab As-Siyar ini mencakup sebagian besar sejarah orang-orang penting dimata manusia. Kebanyakan mereka atau sebagian mereka, walaupun cacat di mata syariat- tidak hanya memuat pengikut madzhab fikih tertentu, raja, khalifah, pemirnpin, penyair, ahli sastera Arab, ahli bahasa, pahlawan, satria, pemimpin perang, doktor, hakim,praktisi, dan penganut madzhab tertentu, tetapi juga mencakup seluruh kelompok yang disebutkan dan hampir mencakup seluruh teritorial Islam. Memang benar biografi para ahli hadits lebih banyak disebutkan daripada tokoh-tokoh lainnya. Hal itu karena perhatian Imam Az-Zahabi terhadap hadis, lebih besar daripada disiplin ilmu lainnya, karena memang beliau seorang hafiz dan mahir di dalam hadis. Akan tetapi, kebanyakan para ahli hadis pada abad keemasan Islam dan sesudahnya adalah para ahli feqah, ahli tafsir, orang-orang yang berperang di jalan Allah, para sasterawan, ahli nahwu, dan tokoh-tokoh lainnya yang terkenal.

Wafatnya Beliau ‎

Di akhir hidupnya Al-Imam Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullah mendapat cobaan, tujuh tahun mengalami kebutaan. Kemudian beliau wafat malam Senin 3 Dzulqa’dah 748 H/ 1348 M, dan dimakamkan di Bab Ash-Shaghir di Damaskus. 

Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas kepada Al-Imam Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullah, dan mengampuni kita semua dan beliau, serta mengumpulkan kita dengan beliau di bawah bendera Nabi kita, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. ‎

Semoga Allah meredhai beliau dan menempatkannya dalam keluasan syurgaNya. Amiin ‎

 

Kisah Shohabat Fairuz Addailami Rodhiyallohu 'Anhu



‎Fayruz al-Daylami memiliki keturunan Arab-Persia, ibunya adalah seorang Arab dan ayahnya adalah seorang Persia yang berasal dari Yaman. Ia berjasa dalam menumpas nabi palsu Aswad al-Ansi.

Nabi Palsu tidak hanya ada pada zaman modern ini saja, saat Rasulullah sakit pun ada coba-coba mengambil kesempatan untuk menyebarkan ajaran sesat, bahkan tidak hanya satu Nabi Palsu……. Melainkan Tiga Nabi Palsu. Beliau me­merintahkan mereka supaya segera bertindak menumpas bencana yang membahayakan iman dan Islam. Beliau memerintahkan su­paya menyingkirkan Aswad Al-Ansy dengan cara yang sebaik-baiknya.

“Fairuz Ad Dailami, disebut juga Ibnu Ad Dailami. Kunyah-nya Abu Abdillah, sebagian pendapat mengatakan kunyah-nya Abu Abdirrahman. Ia juga disebut dengan Abu Adh Dhahhak Al Yamami. Ia adalah seorang sahabat Nabi dan ia juga yang telah membunuh Al Aswad Al ‘Insi Al Kadzab. Ia juga merupakan utusan NabiShallallahu ’alaihi Wasallam.

Ibnu Sa’ad menuturkan, Fairuz Ad Dailami kunyah-nya Abu Abdillah ia disebut juga Al Himyari karena lahir di Himyar. Ia adalah keturunan Persia yang diutus ke Yaman. Disana mereka menyingkirkan orang Habasyah dan akhirnya menguasai Yaman.

Abdul Mun’im bin Idris menuturkan: “Kemudian mereka menasabkan diri pada Bani Dhibbah. Mereka berkata, kami biasa berjualan arak di masa Jahiliah”.

Fairuz adalah orang yang membunuh Al Aswad bin Ka’ab Al ‘Insi yang mengaku Nabi di Yaman. Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam berkata tentang Fairuz:

قتله الرجل الصالح فيروز ابن الديلمي

“Yang membunuh Al Aswad Al ‘Insi adalah seorang lelaki shalih, Fairuz Ad Dailami”

dalam riwayat lain:

قتله رجل مبارك من أهل بيت مباركين

“Yang membunuh Al Aswad Al ‘Insi adalah seorang lelaki yang diberkati yang berasal dari keluarga yang diberkati”

Ia juga merupakan utusan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Beberapa hadits diriwayatkan darinya, salah satunya hadits tentang takdir. Sebagian perawi meriwayatkan darinya dengan mengatakan: “Ad Dailami Al Himyari menuturkan kepadaku…“, sebagian perawi lain menggunakan nama “Ad Dailam”, namun itu semua mengacu pada orang yang sama yaitu Fairuz bin Ad Dailami. Ini berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan darinya dan disebutkan nama yang berbeda-beda di dalamnya.

Abu Abdillah bin Mandah mengatakan bahwa Fairuz adalah anak dari saudara perempuan Raja An Najasyi.

Fairuz meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan yang meriwayatkan darinya adalah anak-anaknya yaitu Sa’id bin Fairuz Ad Dailami, Adh Dhahhak bin Fairuz Ad Dailami, Abdullah bin Fairuz Ad Dailami, juga Umar Al Muadzin, Abu Khair Martsad bin Abdillah Al Yazani, dan Abu Khirrasy Ar Ra’ini.

Muhammad bin Sa’ad dan Abu Hatim berkata: “Fairuz wafat pada masa pemerintahan Utsman bin Affan” (Tahdzibul Kamal, no. 4776)

Imam Bukhari dalam kitab Tarikh Kabir (no. 616) membawakan beberapa hadits dari Fairuz Ad Dailami:

قَالَ أَبو عَاصِمٍ: عَنْ عَبد الْحَمِيدِ، عَنْ يَزِيد بْنِ أَبي حَبِيب، عَنْ مَرثَد بْنِ عَبد اللهِ، عَنِ ابْنِ الدَّيلَمِيّ؛ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبيَّ صَلى اللَّهُ عَلَيه وسَلم: أَنا مِنكَ بَعِيدٌ، وأَشرَبُ شَرابًا مِن قَمحٍ، فَقال: أَيُسكِرُ؟ قلتُ: نَعَم، قَالَ: لاَ تَشرَبُوا مُسكِرًا، فَأَعادَ ثَلاثًا، قَالَ: كُلُّ مُسكِرٍ حَرامٌ..

“Abu ‘Ashim berkata, dari Abdul Humaid, dari Yazid bin Abi Habib, dari Martsad bin Abdillah, dari Ibnu Ad Dailami, ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Ketika itu aku jauh darimu, aku meminum minuman yang dibuat dari gandum, (apakah boleh)? Nabi bertanya: ‘Apakah memabukkan?’. Ia berkata: ‘Ya’. Nabi bersabda: ‘Jangan minum yang memabukkan (diulang sampai 3x), setiap yang memabukkan itu haram’‘”

وَقَالَ عليٌّ: حدَّثنا مُحَمد بْنُ الحَسَن الصَّنعانيّ، قَالَ: أَخبرني النُّعمان بْنُ الزُّبَير، عَنْ أَبي صَالِحٍ الأَحمَسِيّ، عَنْ مَرّ المُؤَذِّن، قَالَ: خرجتُ مَعَ فَيرُوز بْنِ الدَّيلَمِيّ فِي أَلْفَيْنِ، فأتيتُ عُمَر، ثُمَّ أَتَاهُ فَيرُوز، فَقَالَ عُمَر: هَذَا فَيرُوز قاتِل الْكَذَّابِ

“Ali berkata, Muhammad bin Al Hasan As Shan’ani menuturkan kepada kami, ia berkata, An Nu’man bin Az Zubair mengabarkan kepada kami, dari Abu Shalih Al Ahmasu, dari Umar Al Muadzin, ia berkata: “Aku pergi bersama Fairuz bin Ad Dailami di Alfayn. Aku menemui Umar bin Khattab, lalu Umar menemui Fairuz. Umar berkata, inilah Fairuz sang pembunuh Al Kadzab“

FAIRUS AD-DAILAMY dan TERBUNUHNYA NABI PALSU

Sekembalinya dari Haji Wada', Rasulullah saw sakit. Berita tersebut pun kontan tersiar ke seluruh Jazirah Arab.Ironisnya, tiga tokoh berpen­garuh yang murtad memanfaatkan situasi genting tersebut. Mereka adalah Aswad Al Ansy di Yaman, Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah, dan Thulaihah AI-Asady di perkampungan Bani Asad. Mereka mendak­wakan diri menjadi nabi bagi kaumnya, seperti halnya Muhammad diutus bagi kaum Quraisy.
Aswad Al-Ansy adalah tukang tenungyang menyebar kejahatan dengan mengelabuimata korbannya, menggunakan musya'widz(semacam alas sulap untuk menyihir mata orang). Dia kuat dan bertubuh kekar. Di samping itu, dia sangat pandai berbicara, memperdayai orang dengan kata-katanya.Karena itu dia bisa mempermainkan penda­pat umum dengan keterangan-keterangannya yang menyesatkan. Keinginannya akan harta,kekuasaan dan pangkat sangat menonjol. Tetapi, secara penampitan kelihatan sangat sederhana, yang tak lain demi menutupi kepribadiannya yang penuh rahasia.
Ketika itu Yaman dipegang golongan "Abna" yang dikepalai Fairus ad-Dailamy,sahabat Rasulullah. Abna adalah nama bagisegolongan masyarakat Yaman. Bapak merekaadalah orang Persia yang merantau jauh darinegeri mereka, sementara ibunya adalah tipikal wanita-wanita Arab. Raja merekaadalah Badzan. Ketika Islam meluaskan dak­wahnya, Badzan telah menjadi Raja di Yaman sebagai Kuasa Kisra, Maharaja Persia.
Setelah syiar Islam, Rasulullah saw menyebar dan diterima Badzan, dia punmelepaskan diri dari kekuasaan Kisra. Ia danrakyatnya memilih masuk Islam. Rasulullahlantas mengukuhkan Badzan menjadi raja sampai dia mangkat, tidak lama sebelum gerakan Aswad Al-Ansy muncul.
Orang yang mula-mula menjadi pengikut gerakan Aswad Al-Ansy ialah kaumnya send­iri, Banu Madzhij. Dengan pengikut-pengi­kutnya itu, Aswad mula-mula menerkam Shan'a. Kepada daerah Shan'a, Syahar putra Badzan, dibunuhnya. Istri Syahar, putri Adzada, dikawininya dengan paksa.
Dari Shan'a, Aswad Al-Ansy melompat menyerang daerah-daerah lain. Sehingga dalam tempo singkat, daerah yang luas pun bertekuk lutut di bawah kekuasaannya, yaitu hampir mencapai seluruh daerah Hadhramut hingga Thaif, dan antara Bahrain hingga Aden.
Modal utama Aswad menangguk keber­hasilan sebenamya hanyalah semata-mata kelicikan dan kelihaian berbicara dan ber­tindak. Kepada pengikut-pengikutnya, dia mengatakan bahwa dia selalu didampingimalaikat yang menyampaikan wahyu, Bertamemberitahukan hal-hal yang ghaib kepa­danya.
Pengakuannya itu diperkuat dengan mengirim mata-mata ke seluruh wilayah sampai ke pelosok-pelosok negeri. Tugas mata-mata itu adalah menyelidiki keadaan masyarakat, sampai kepada yang sekecil­-kecilnya dan sangat rahasia. Mereka berusaha mengetahui kesulitan-kesulitan yang sedang dialami masyarakat setempat, dan keinginan­keinginan yang bergejolak di hati mereka.
Lalu Aswad datang pada mereka mem­bawa oleh-oleh yang menggembirakan. Dia berusaha memenuhi kebutuhan setiap orang yang memerlukan bantuannya, mengatasi setiap orang yang memerlukan bantuannya, dan membantu setiap kesulitan yang mereka hadapi.
Kepada simpatisannya, diperagakannyahal-hal yang ajaib dan aneh hingga merekaterpesona, karena tidak sanggup memahami dan memikirkannya. Dengan begitu, pen­gagum Aswad Al-Ansy bertambah banyak dan menyebabkan dia menjadi kuat. Akh­irnya, dakwahnya pun makin tersebar luas.
Ketika Rasulullah menerima laporangerakan Aswad Al-Ansy, beliau segera men­gutus sepuluh orang sahabat untuk membawa surat kepada para sahabat yang dianggap berpengaruh di kawasan Yaman. Beliau me­merintahkan mereka supaya segera bertindak menumpas bencana yang membahayakan iman dan Islam. Beliau memerintahkan su­paya menyingkirkan Aswad Al-Ansy dengan cara yang sebaik-baiknya.
Perintah tersebut disambut antusias oleh para sahabat, termasuk Fairus Ad-Dailamy dan anak buahnya dari golongan Abna'. Bahkan dialah orang yang pertamakali mer­espons perintah Rasulullah tersebut untuk memberangus para nabi palsu.
Fairus dan pasukannya segera bersiaga di tempat masing-masing dengan segala kemampuan yang ada. Mereka sendiri sebe­narnya begitu kesal dengan kepongahan Aswad Al-Ansy. Termasuk terhadap pan­glimanya sendiri, Qais bin 'Abd Yaghuts.Bahkan menurut kabar beredar, Aswad tegamenamparnya.
Keadaan ini segera dimanfaatkan Fairusuntuk mencari simpati Qais. Bersama anakpamannya, Dadzan, mereka menemui Qais. Di luar dugaan Qais senang bukan main ataskunjungan tersebut, hingga ia tergugah dansepenuh hati menerima tawaran mereka. Tak pelak, mereka bertiga akhirnya segeramenyusun siasat untuk menumpas Aswad.Mereka bertiga rencananya akan menumpas dari dalam, sementara kawan-kawan yang lain akan bertindak dari luar.
Dalam hal ini Dadzan, anak paman Fai­rus, yang dikawini Aswad secara paksa setelah ia bunuh suaminya, Syahar bin Badzan, akan memegang peranan penting bagi terlaksan­anya siasat tersebut.
"Wahai anak pamanku! Kami tahu bagaimana perlakuan orang ini (Aswad) ter­hadap dirimu dan terhadap kami. Dia sung­guh jahat dan kejam. Dia telah membunuhsuamimu dan menodai wanita-wanita golon­ganmu. Dia telah banyak membunuh, danselalu bertindak sewenang-wenang. Ini suratRasulullah tertuju khusus kepada kita dan penduduk Yaman. Beliau memerintahkan kita menghentikan malapetaka ini dengan tuntas. Dapatkah kamu membantu kami?" tanya Fairus saat menemui Dadzan.
"Bantuan apa yang harus aku berikan pada kalian?"
"Mengusirnya..!" tegas Fairus."Jangankan mengusir, membunuhnya pun aku bersedia!"
"Demi Allah! Memang itulah maksudku.Tetapi aku khawatir kalau-kalau engkau tidakmenyetujui maksud kami."
"Demi Allah yang mengutus Muhammaddengan agama yang hak, memberi kabar gem­bira dan kabar takut, aku tidak pernah ragusedikit pun pada agamaku. Karena itu tidak ada makhluk Allah yang paling saga benci selain setan yang satu ini (Aswad). Demi Allah! Setahuku, sejak aku lihat orang-orang ini, pekerjaannya tidak lain hanya menyebarkejahatan, tidak pernah mengindahkan yanghak, apalagi akan mencegah yang mungkar,"kata Dadzan kembali meyakinan.
"Nah! Kalau begitu, bagaimana cara kitamembunuhnya?"
"Dia selalu dikawal ketat. Tidak ada ruan­gan di dalam kediamannya yang tidak berpen­gawal, kecuali kamarnya. Karenakamarnya itu telah dikelilingi dengan parit dan terpisah jauh. Di belakang kamarnya, ada lapangan. Bila malam sudah gelap, lubangi dinding kamar itu. Nanti kalian akan memperoleh senjata dan lampu di dalam. Aku akan menunggu kalian di sana. Sesudah itu, masuklah ke ruangan dalam, lalu bunuhlah dia"
"Tetapi, melubangi dinding tembok kediamannya bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika kebetulan ada orang lewat, tentu dia akan berteriak memanggil pengawal.Akibatnya akan buruk sekali..." tanya Fairus keberatan.
"Benar ...! Kalau begitu, besok pagi kirim padaku seseorang yang kamu percayai untuk menjadi pekerja. Aku akan menyuruhnya membuat lobang dari dalam, tetapi tidak sampai tembus. Tinggalkan setipismungkin, supaya kamu dapat menyoblos­ nya dengan mudah malam harinya," jelas­ Dadzan.
"Tepat" sekali." Setelah itu Fairus pun pergi memberitahu kawan-kawan yang lain tentang rencana yang telah disepakati dengan Dadzan. Mereka pun segera menyiapkan segala sesuatunya. Dengan sangat hati-hati mereka bekerja. Mereka pun telah menetapkan kata-kata sandi yang dipergunakan.
Akhirnya, dipilihlah waktu fajar besok untuk memulai aksi mereka. Ketika malam sudah mulai gelap, Fairus dan pasukannya segera pergi ke sasaran. Dinding yang di maksud mereka coblos dengan mudah. Lalu mereka pun bergegas masuk ke dalam gudang, menyalakan lampu dan mengambil senjata. Sesudah itu, mereka menuju kamar Aswad. Sementara Dadzan, telah berdiri di muka pintu. Dia memberi isyarat agar Fairus dan pasukannya segera masuk.
Mendapati Aswad tidur mendengkur,Fairus pun tak menyia-nyiakan kesempatan.Segera diayunkannya pedang ke lehernya. "Trashhh!" Aswad melenguh seperti sapi,kemudian menggelapar-gelepar seperti untadisembelih.
Mendengar suara Aswad melenguh, pengawalnya segera datang. "Apa yang terjadi?' tanya mereka dari balik kamar.
"Tidak apa-apa! Kembalilah kalian!Nabiyallah sedang mendapat wahyu!" sahutDadzan. Mereka pun kembali tanpa curiga.
Begitu terbit fajar, Fairus berlari menujusinggasana Aswad sambil berteriak, "AllahuAkbar, Allahu Akbar, asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Ra­sulullah. Wa asyhadu anna Aswad Al-AnsyKadsdzaab, (Allah Maha Besar, aku bersaksitiada Tuhan selain Allah dan Muhammadutusan Allah, sesungguhnya Aswad Al-Ansy pembohong).
Kalimat terakhir itu sebenarnya kata-kata Sandi yang disepakati dengan kaum muslimin. Mendengar seruan Fairus, kaum Muslimin berlompatan ke istana dari segala arah. Para pengawal terkejut kebingungan.Saling membunuh pun segera terjadi antara kelompok kaum muslimin dengan para pengawal istana. Melihat itu, Fairus cepat-cepat melemparkan kepala Aswad Al-Ansy yang sudah dipotong ke tengah-tengah para pengawal.
Melihat kepala Aswad menggelinding dihadapan mereka, hati mereka kecut, kehil­angan semangat. Sebaliknya, kaum muslimin dengan gemuruh meneriakkan takbir dan menyerang musuh-musuh Allah yang kebin­gungan tanpa ampun. Pertempuran selesaisebelum matahari terbit, dengan kemenangandi pihak kaum muslimin.
Setelah matahari terbit, mereka segeramenulis Surat kepada Rasulullah, menyam­patkan kabar gembira bahwa musuh-musuh Allah telah berhasil ditumpas habis.Namun begitu, ketika utusan sampai di Madinah, mereka mendapati beliau telah berpulang ke rahmatullah. Beliau wafat tidak lama sesudah menerima wahyu yang mengabarkan bahwa Aswad Al-Ansy telah terbunuh, persis pada saat kejadian.
Beliau sempat berkata kepada para saha­bat, "Aswad Al-Ansy telah meninggal dunia tadi malam, dibunuh seorang yang penuh berkat dan berasal dari rumah tangga yang diberkati."
"Siapa orang itu, wahai Rasulullah?" "Fairus... Fairus menang ... !"

Hadits Riwayat Imam Ahmad Dari Fairuz Ad-Dailami RA‎

Hadits Ahmad 17345

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ فَيْرُوزَ الدَّيْلَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُمْ أَسْلَمُوا وَكَانَ فِيمَنْ أَسْلَمَ فَبَعَثُوا وَفْدَهُمْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَيْعَتِهِمْ وَإِسْلَامِهِمْ فَقَبِلَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَحْنُ مَنْ قَدْ عَرَفْتَ وَجِئْنَا مِنْ حَيْثُ قَدْ عَلِمْتَ وَأَسْلَمْنَا فَمَنْ وَلِيُّنَا قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ قَالُوا حَسْبُنَا رَضِينَا

Hadits Ahmad No.17345 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Abdu Rabbih] ia berkata, Telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Muslim] ia berkata, Telah menceritakan kepada kami [Al Auza'i] dari [Abdullah bin Fairuz Ad Dailami] dari [Bapaknya], bahwa mereka telah masuk Islam, dan Dailam adalah orang yang termasuk salah seorang dari mereka (yang masuk Islam). Mereka kemudian mengirim utusan menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyampaikan bai'at dan keIslaman mereka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menerimanya, kemudian mereka berkata, "Wahai Rasulullah, anda telah tahu siapa kami, kami pun datang dari tempat yang telah anda ketahui. Kami telah memeluk Islam, maka siapakah wali kami?" Beliau menjawab: "Allah dan rasul-Nya." Maka mereka berkata, "Cukuplah bagi kami dan kami pun ridla."]]]‎ [HR. Ahmad No.17345].
Hadits Ahmad 17346

حَدَّثَنَا هَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ حَدَّثَنَا ضَمْرَةُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ عَنِ ابْنِ فَيْرُوزَ الدَّيْلَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ هَيْثَمٌ مَرَّةً عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ فَيْرُوزَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ نَحْنُ مَنْ قَدْ عَلِمْتَ وَجِئْنَا مِنْ حَيْثُ قَدْ عَلِمْتَ فَمَنْ وَلِيُّنَا قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

Hadits Ahmad No.17346 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Haitsam bin Kharijah] telah menceritakan kepada kami [Dlamrah] dari [Yahya bin Abu Amru Asy Syaibani] dari [Ibnu Fairuz Ad Dailami] dari [Bapaknya], dan sekali waktu [Haitsam] berkata, dari [Abdullah bin Fairuz] dari [Bapaknya] ia berkata; Saya berkata, "Wahai Rasulullah, semoga Allah bershalawat atasmu. Kami adalah orang yang telah anda kenal, kami juga datang dari tempat yang telah anda ketahui. Lantas, siapakah wali kami?" beliau menjawab, "Allah dan rasul-Nya."]]] [HR. Ahmad No.17346].‎

Hadits Ahmad 17347

حَدَّثَنَا هَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ أَخْبَرَنَا ضَمْرَةُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنِ ابْنِ فَيْرُوزَ الدَّيْلَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُنْقَضَنَّ الْإِسْلَامُ عُرْوَةً عُرْوَةً كَمَا يُنْقَضُ الْحَبْلُ قُوَّةً قُوَّةً

Hadits Ahmad No.17347 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Haitsam bin Kharijah] telah mengabarkan kepada kami [Dlamrah] dari [Yahya bin Abu Amru] dari [Ibnu Fairuz Ad Dailami] dari [Bapaknya] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Isalam akan terurai ikatan demi ikatan, sebagaimana terurainya tali satu persatu."]]] [HR. Ahmad No.17347].‎

Hadits Ahmad 17348

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ أَبِي وَهْبٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ فَيْرُوزَ أَنَّ أَبَاهُ فَيْرُوزًا أَدْرَكَهُ الْإِسْلَامُ وَتَحْتَهُ أُخْتَانِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلِّقْ أَيَّهُمَا شِئْتَ و قَالَ يَحْيَى مَرَّةً حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ وَهْبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمَعَافِرِيِّ عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ فَيْرُوزَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَدْرَكَ الْإِسْلَامَ

Hadits Ahmad No.17348 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ishaq] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari [Abu Wahab Al Jaisyani] dari [Adl Dlahhak bin Fairuz], bahwa [ayahnya], Fairuz, telah masuk Islam dengan beristerikan dua orang wanita yang saling bersaudara. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ceraikanlah seorang dari mereka yang engkau kehendaki." Dan sekali waktu Yahya menyebutkan, Telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah dari Wahab bin Abdullah Al Ma'afiri dari Adl Dlahak bin Fairuz dari Bapaknya, bahwa ia telah memeluk Islam."]]] [HR. Ahmad No.17348].‎

Hadits Ahmad 17349

حَدَّثَنَا مَوسَى بْنُ دَاوُدَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنْ أَبِي وَهْبٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ فَيْرُوزَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ أَسْلَمْتُ وَعِنْدِي امْرَأَتَانِ أُخْتَانِ فَأَمَرَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أُطَلِّقَ إِحْدَاهُمَا

Hadits Ahmad No.17349 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Dawud] ia berkata, Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari [Abu Wahb Al Jaisyani] dari [Adl Dlahak bin Fairuz] dari [Bapaknya] ia berkata, "Ketika masuk Islam aku memiliki dua orang isteri yang saling bersaudara, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepadaku untuk menceraikan salah satu dari keduanya."]]] [HR. Ahmad No.17349].‎

Hadits Ahmad 17350

حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا عَيَّاشُ بْنُ عَيَّاشٍ يَعْنِي إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنِي يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الدَّيْلَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ فَيْرُوزَ قَالَ قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا أَصْحَابُ أَعْنَابٍ وَكَرْمٍ وَقَدْ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ فَمَا نَصْنَعُ بِهَا قَالَ تَتَّخِذُونَهُ زَبِيبًا قَالَ فَنَصْنَعُ بِالزَّبِيبِ مَاذَا قَالَ تَنْقَعُونَهُ عَلَى غَدَائِكُمْ وَتَشْرَبُونَهُ عَلَى عَشَائِكُمْ وَتَنْقَعُونَهُ عَلَى عَشَائِكُمْ وَتَشْرَبُونَهُ عَلَى غَدَائِكُمْ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَحْنُ مَنْ قَدْ عَلِمْتَ وَنَحْنُ نُزُولٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ مَنْ قَدْ عَلِمْتَ فَمَنْ وَلِيُّنَا قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ قَالَ قُلْتُ حَسْبِي يَا رَسُولَ اللَّهِ

Hadits Ahmad No.17350 Secara Lengkap

[[[Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Mughirah] telah menceritakan kepada kami [Ayyasy bin Ayyasy] -yakni Isma'il- berkata, telah menceritakan kepadaku [Yahya] -yakni Ibnu Abu Amru Asy Syaibani- dari [Abdullah bin Ad Dailami] dari bapaknya [Fairuz] ia berkata, "Saya mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, kami adalah para pemilik anggur, sementara syariat pengharaman khamar telah turun, lantas apa yang mesti kami perbuat dengan anggur itu?" Beliau menjawab: "Olahlah ia menjadi zabib (kismis)." Fairuz bertanya lagi, "Lalu bagaimana kami mengolahnya menjadi zabib?" Beliau menjawab: "Kalian rendam saat siang hari lalu kalian minum pada malam hari. Kemudian kalian rendam di malam hari dan meminumnya pada pagi hari." Fairuz berkata; Saya berkata, "Wahai Rasulullah, kami adalah orang yang telah anda ketahui, dan kami tinggal di tengah-tengah orang yang telah anda ketahui, lantas siapa wali kami?" Beliau menjawab, "Allah dan rasul-Nya." Fuiruz berkata, "Kalau begitu cukuplah bagiku wahai Rasulullah."]]]  [HR. Ahmad No.17350].‎

 

Sejarah Imam Ad-Darimi Rh


Beliau adalah Al-Hafizh al-Imam Abdullah bin Abdul Rahman bin Fadhl bin Bahram bin Abdillah ad-Darimi as-Samarqandi.‎

Kuniyah beliau; Abu Muhammad

Nasab beliau:

At Tamimi; adalah nisbah yang ditujukan kepada satu qabilah Tamim.
Ad Darimi; adalah nisbah kepada Darim bin Malik dari kalangan at Tamimi. Dengan nisbah ini beliau terkenal.
As Samarqandi; yaitu nisbah kepada negri tempat tinggal beliau
Tanggal lahir:

Ia di lahirkan pada taun 181 H, sebagaimana yang di terangkan oleh imam Ad Darimi sendiri, beliau menuturkan; ‘aku dilahirkan pada tahun meninggalnya Abdullah bin al Mubarak, yaitu tahun seratus delapan puluh satu.
Ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun seratus delapan puluh dua hijriah.

Aktifitas beliau dalam menimba ilmu

Allah menganugerahkan kepada iama Ad Darimi kecerdasan, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadits. Beliau berjumpa dengan para masyayikh dan mendengar ilmu dari mereka. Akan tetapi sampai sekarang kami tidak mendapatkan secara pasti sejarah beliau dalam memulai menuntut ilmu.‎

Beliau adalah sosok yang tawadldlu’ dalam hal pengambilan ilmu, mendengar hadits dari kibarul ulama dan shigharul ulama, sampai-sampai dia mendengar dari sekelompok ahli hadits dari kalangan teman sejawatnya, akan tetapi dia jua seorang yang sangat selektif dan berhati-hati, karena dia selalu mendengar hadits dari orang-orang yang terpercaya dan tsiqah, dan dia tidak meriwayatkan hadits dari setiap orang.

Rihlah beliau

Rihlah dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para ahlul hadits, karena terpencarnya para pengusung sunnah dan atsar di berbagai belahan negri islam yang sangat luas. Maka Imam ad Darimi pun tidak ketinggalan dengan meniti jalan pakar disiplin ilmu ini.

Pendidikannya

Sebagai seorang yang bertekad menjadi penyebar hadits dan sunnah, maka syarat-syarat sebagai seorang rawi sejati menjadi satu kemestian untuk dimiliki.

Diantaranya ia mesti terlebih dahulu belajar dan berguru. dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para ahlul hadits, karena terpencarnya para pengusung sunnah dan atsar di berbagai belahan negri islam yang sangat luas. Maka Imam ad-Darimi pun tidak ketinggalan dengan merantau dibeberapa Negara yang terkenal, ‎diantara negara yang pernah beliau singgahi untuk menuntut ilmu adalah:
· Khurasan
· Iraq
· Badgdad
· Kuffah
· Wasith
· Bashroh
· Syam, Damaskus dan Shur.
· Jazirah
· Hijaz, Makkah dan madinah

Guru-guru beliau

Guru-guru imam Ad Darimi yang telah beliau riwayatkan haditsnya adalah;

Yazid bin Harun
Ya’la bin ‘Ubaid
Ja’far bin ‘Aun
Basyr bin ‘Umar az Zahrani
‘Ubaidullah bin Abdul Hamid al Hanafi
Hasyim bin al Qasim
‘Utsman bin ‘Umar bin Faris
Sa’id bin ‘Amir adl Dluba’i
Abu ‘Ashim
‘Ubaidullah bin Musa
Abu al Mughirah al Khaulani
Abu al Mushir al Ghassani
Muhammad bin Yusuf al Firyabi
Abu Nu’aim
Khalifah bin Khayyath
Ahmad bin Hmabal
Yahya bin Ma’in
Ali bin Al Madini
Dan yang lainnya

Murid-murid beliau

Sebagaimana kebiasaan ahlul hadits, ketika mereka mengetahui bahwa seorang alim mengetahui banyak hadits, maka mereka berbondong-bondong mendatangi alim tersebut, guna menimba ilmu yang ada pada diri si ‘alim. Begitu juga dengan Imam Ad Darimi, ketika para penuntut ilmu mengetahui kapabaliti dalam bidang hadits yang dimiliki imam, maka berbondong-bondong penuntut ilmu mendatanginya, diantara mereka itu adalah;

Imam Muslim bin Hajaj
Imam Abu Daud
Imam Abu ‘Isa At Tirmidzi
‘Abd bin Humaid
Raja` bin Murji
Al Hasan bin Ash Shabbah al Bazzar
Muhammad bin Basysyar (Bundar)
Muhammad bin Yahya
Baqi bin Makhlad
Abu Zur’ah
Abu Hatim
Shalih bin Muhammad Jazzarah
Ja’far al Firyabi
Muhammad bin An Nadlr al Jarudi
Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Karya-karyanya

Sebagai ulama’ hadits yang terkenal, seperti para ulama hadits lainnya, Imam ad-Darimi juga memiliki karya-karya dalam bidang ilmu hadits yang jumlahnya cukup banyak. Diantaranya adalah:
· Sunan ad-Darimi
· Tsulutsiyat (kitab hadits)
· Al Jami'
· Tafsir

Komentar Ulama’ tentang Imam ad-Darimi

Imam ad-Darimi adalah ulama hadits yang sangat terkenal dibidang hadits, maka banyak dari kalangan ulama yang memberikan sanjungan kepada Imam ad-Darimi, diantaranya adalah:

· Imam Ahmad bin Hanbal memuji beliau dan menggelarinya dengan gelar “imam” dan berpesan agar menjadikannya rujukan (seraya ucapannya diulang-ulang).

· Muhamad bin Basyar (bundar) berkata : “penghapal kaliber dunia ada empat: Abu Zur’ah ar-Razi, Muslim an-Nasaiburi, Abdullah bin Abdul Rahman di Samarqandi dan Muhamad bin Ismail di Bukhari”

· Abu Bakar al-Khilib al-Baghdadi melukiskan hal ini dalam buku beliau tarikh baghdad, dan kemudian di nukil oleh adz-Dzahabi, ia berkata: “ia salah seorang pengembara sejati dalam mencari hadits atau memiliki kekuatan hapalan, dalm mengumpulkan hadits secara propesional (itqan)”

· Abu Harits ar-Razi berkata: “…dan Abdullah bin Abdurrahman paling kuat (atsbat) di antara mereka (Bukhari, Muhamad bin Yahya dan Muhamad bin Aslam).

Adz-Dzahabi menjulukinya dengan tawafal (mengelilingi banyak negeri) menjadi seorang imam, tentu saja sebuah gelar yang besar/agung. Kebesaran ini menjadi lengkap, karena ternyata beliau memang seorang imam seperti dalam makna yang sesungguhnya, luar dalam.

Muhamad bin Ibrahiem bin Manshur as-Saerozi: “Abdullah adalah puncak kecerdasan dan konsistensi beragama, di antara orang yang menjadi teladan/perumpamaan dalam kesantunan, keilmuan, hafalan, ibadah dan juhud….”. Bahkan imam Ahmad pernah menyebutkan bahwa suatu ketika ditawarkan kepada beliau materi (dunia) tetapi beliau tidak menerimanya.‎

Masih banyak sanjungan atau pujian yang diberikan para ulama kepada beliau. Sebagai seorang imam besar (profesor/guru besarpada zaman sekarang) ilmu yang dikuasainya tidak terbatas kepada satu macam saja. Pantas saja jika para ulama menempatkan beliau sebagai seorang ahli tafsir yang sempurna mumpuni dan seorang ahli fiqh yang alim.]Sudah barang tentu, penghargaan ulama seperti ini kepada beliau bukanlah datang dengan tiba-tiba –bim salabim–. Hal ini merupakan buah atau hasil dari sebuah proses panjang dalam hidup rabbani.

Wafatnya beliau

Beliau meninggal dunia pada hari Kamis bertepatan dengan hari tarwiyyah, 8 Dzulhidjah, setelah ashar tahun 255 H, dalam usia 75 tahun. Dan dikuburkan keesokan harinya, Jumat (hari Arafah)

SUNAN AD DARIMI

Sunan Ad-Darimi adalah sebuah kitab klasik yang merupakan kitab induk. Kitab ini juga dikenal dengan kitab Musnad Ad Darimi.

Sebenarnya penyebutan dengan nama Musnad Ad Darimi kurang tepat. Sebab, kitab musnad adalah kitab hadits yang diurutkan sesuai dengan urutan nama shahabat. Sedangkan kitab sunan adalah kitab yang disusun sesuai dengan urutan bab-bab fikih, mulai dari bab iman, bersuci, shalat, zakat dan seterusnya. Padahal, kitab Ad Darimi disusun berdasarkan urutan bab-bab fikih. Sehingga, kitab Ad-Darimi ini lebih tepat diberi nama Sunan Ad-Darimi.

Al Imam As Suyuthi rahimahullahmengatakan, “Musnad Ad Darimi bukanlah musnad dan kitab ini tersusun berurutan mengacu sesuai dengan bab-babnya.”

Sebagian orang ada yang menyebutkan bahwa kitab Sunan Ad Darimi adalah kitab shahih. Pernyataan ini tidaklah benar. Di dalam kitab ini yang ternyata ada hadits yang terputus sanadnya, dan hadits dhaif. Bahkan Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa pada kitab sunan Ad Darimi ada hadits yang palsu, walaupun mayoritasnya hadits shahih. Sehingga tidaklah tepat kalau kitab ini disebut dengan kitab shahih.

Perlu kita ketahui, para ulama menyatakan bahwa kitab induk hadits yang tertinggi ada enam. Mereka menyebutnya dengan Kutubus Sittah, kitab induk yang enam. Kitab tersebut adalah Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan An-Nasa`i, dan Sunan Ibnu Majah.

Sebagian ulama mengatakan, “Sepantasnya Sunan Ad Darimi menjadi kitab yang keenam menggeser kedudukan kitab Sunan Ibnu Majah.” Mereka beralasan bahwa kitab Sunan Ad Darimi para perawi yang lemah lebih sedikit daripada perawi lemah yang ada pada kitab Sunan Ibnu Majah. Juga sangat jarang didapati di dalam Sunan Ad Darimi haditsmunkar (hadits seorang yang lemah menyelisihi orang yang kuat hafalannya) dan hadits syadz (hadits dari seorang perawi yang kuat hafalannya, namun menyelisihi seorang yang lebih kuat hafalannya). Walaupun di dalam Sunan Ad Darimi didapati haditsmauquf1 dan mursal2, akan tetapi Sunan Ad Darimi tetap lebih utama.

Fadhl bin Thahir rahimahullah merupakan yang pertama kali memosisikan Sunan Ad Darimi pada posisi keenam. Kemudian pernyataan beliau ini diikuti banyak orang. Al Hafizh Ibnu Hajar juga menyatakan bahwa tidak hanya satu orang yang menjadikan Muwatha’ karya Imam Malik atau Sunan Ad Darimi pada posisi keenam.

Dan Al ‘Ala-i mengatakan tentang kedudukan Sunan Ad Darimi, “Sebagian ulama mengatakan kitab Ad Darimi lebih tepat dan lebih pantas untuk dijadikan kitab yang keenam untuk kitab-kitab (induk) dikarenakan para perawinya lebih sedikit yang lemah. Keberadaan hadits-hadits syadzdan munkar jarang padanya, sanad-sanadnya tinggi dan tsulatsiyat-nya (rantai periwayatan dengan jumlah perawi tiga orang sampai kepada Nabi, red.) lebih banyak dari pada tsulatsiyat-nya Al Bukhari.”

Adapun kandungan kitab Sunan Ad Darimi, seperti kitab-kitab sunan yang lain, terdiri dari beberapa kitab dan pada setiap kitab ada beberapa bab. Kitab yang dimaksud di sini adalah kumpulan bab-bab dalam satu pembahasan. Sunan AdDarimi terbagi menjadi 23 kitab.

Seperti pula pada kitab-kitab lainnya, kitab ini didahului dengan mukadimah dari pengarang. Jilid pertama kitab ini berisi mukadimah penulis dan kitab bersuci dengan bab-babnya yang banyak.

Kemudian pada jilid yang kedua, berisi dengan 9 kitab yaitu kitab ash shalat, kitab az zakat, kitabus shiyam (puasa), kitabul manasik (haji), kitabul adhahi (sembelihan), kitabus shaid (buruan), kitabul ath’imah (makanan), kitabul asyribah (minuman), kitabur ru’ya (mimpi).

Pada jilid yang ketiga mencakup 10 kitab yaitu kitabun nikah, kitabuth thalaq, kitabul hudud, kitabun nudzur wal aiman (nadzar dan sumpah), kitabud diyat (diyat pembunuhan), kitabul jihad, kitabus siyar (sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), kitabul buyu’ (jual beli), kitabul isti’dzan (izin), kitabur riqaq (perbudakan).

Adapun jilid keempat terdiri dari 3 kitab, kitabul faraidh (warisan), kitabul washaya (wasiat), dan ditutup dengan kitabul Qur’an.
Kedudukan Sunan ad-Darimi:

Sejarah yang saya ketahui, Sunan ad-Darimi, mendapatkan perhatian lebih dari para peneliti (bahitsin), terutamanya setelah muncul al-Mujtamul Mufahrats Li Alfazdil Hadits, dimana Sunan ad-Darimi menjadi salah satu rujukan Mu’jam tersebut, sehingga jika kemudian disebut Kutub at-Tis’ah, maka masuklah Sunan ad-Darimi di dalamnya.

Adapun dalam tulisan-tulisan ulama terdahulu, tentang pembahasan-pembahasan atau istilah-istilah tertentu yang berkaitan dengan kitab-kitab hadits, maka jarang di masukkan, contoh: ketika membahas tentang syarat-syarat kitab-kitab hadits tertentu, seperti Abu Bakar Muhamad Musa al-Hazimi (w. 584 H) dalam kitabnyasyurutul……….khamsah, atau Abu Fadhl bin Thahir al-Maqdisi (w. 507 H), (dalam kitabnya syurutul….sittah lebih lanjut, apakah tesis/desertasi atau kajian/tulisan non akademis? Saya belum melihatnya), hanya melihat 5/6 kitab dan tidak termasuk di dalamnya Sunan ad-Darimi.Wallahu a’lam.

Sampai sejauh ini kajian atau penelitian yang mendalam –selain dari tahqiq, tq’liq, syarh dan yang sejenisnya—belum saya jumpai, sampaipun dalam tesis-tesis atau disertasi-desirtasi. Di berbagai universitas di negeri Arab, ada satu judul buku “Imam ad-Darimi Atsaruhu Fil Hadits” dalam catatan kaki sebuah buku, namun tidak rinci. Karenannya saya pribadi tidak bisa menulis lebih dari sekedar memperkenalkan secara sangat kasat tentang buku ini.‎

Sistematika Penulisan Sunan dan Kandungannya
Sunan ad-Dârimî adalah salah satu dari sekian banyak buku-buku Hadis yang sangat berharga dalam dunia Islam. Berkata Mughkathâya: Sesungguhnya Sekolompok Ulama mengatakan musnad ad-Dârimí adalah Shâhîh”. 
Ibnu Shalâh menjadikan Sunan ad-Dârimî sebagai salah satu kitab musnad. Kalau yang dimaksud musnad adalah bahwa Hadis-hadis dalam buku itu semua bersandar kepada Nabi Saw. tidak jadi masalah, akan tetapi kalau dimaksudkan bahwa buku Sunan disusun menurut abjad nama Sahabat tidak menurtu bab-bab fiqih tentu itu tidak tepat karena buku Sunan disusun sesuai dengan bab-bab fiqih. 
Penilaian ini terjadi mungkin karena Hadis-hadis di dalam kitab Sunan semuanya ada sandarannya (musnadatun), namun kalau seperti ini penilaiannya tidak jadi masalah. Karena Shahîh Bukhâri juga dinamakan musnad jâmi’, karena hadis-hadisnya ada sandarannya bukan karena disusun menurut metode kitab-kitab musnad.
Adapun status Hadis di dalam Sunan ad-Dârimî adalah bermacam-macam, yaitu:
1. Hadis Shahîh yang disepakati oleh Imam Bukhari Muslim
2. Hadis Shahîh yang disepakati oleh salah satu keduanya
3. Hadis Shahîh di atas syarat keduanya
4. Hadis Shahîh di atas syarat salah satu keduanya
5. Hadis Hasan
6. Hadis Sadz-dzah
7. Hadis Mungkar, akan tetapi itu hanya sedikit
8. Hadis Mursal dan Mauquf, akan tetapi ada thuruq lain yang menguatkannya . 

Berkata Syekh ‘Abdul Haq ad-Dahlâwî: berkata sebahagian para ulama bahwa kitab ad-Dârimî lebih pantas dan cocok untuk dimasukkan dalam katagori kutubussittah menggantikan posisi Sunan Ibnu Mâjah, dengan alasan:
1. Karena rijâlul hadisnya lebih kuat
2. Keberadaan Hadis Sadz-dzah dan Munkar hanya sedikit
3. Sanadnya termasuk sanad yang âliyah
4. Rijâlul hadisnya tiga orang lebih banyak dalam kitab Sunan ad-Dârimî dari pada dalam Shâhih Bukhâri .

Metode Imam ad-Dârimî dalam Menyusun Materi Hadis‎

Sunan ad-Dârimî terdiri dari dua jilid, 23 kitâb dan di dalamnya terdapat 3503 Hadis. Diawali dengan Muqaddimah yang isinya tentang sejarah Nabi Muhammad Saw., ittibâ’ sunnah, ilmu dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya. 
Adapun kitâb- kitâb yang ada di dalam Sunan Ad-Dârimî adalah:
1. Kitâb at-Thahârah
2. Kitâb as-Shalât
3. Kitâb az-Zakât
4. Kitab as-Shoum
5. Kitâb al-Manâsik
6. Kitâb al-Adhahâ
7. Kitâb as-Shoid
8. Kitâb ath‘Imah
9. Kitâb asy-Ribah
10. Kitâb ar-Ru’yâ
11. Kitâb an-Nikâh
12. Kitâb At-Thalâq
13. Kitâb al-Hudûd
14. Kitâb an-Nuzur wal Aimân
15. Kitâb ad-Diyât
16. Kitâb al-Jihâd
17. Kitâb as-Sair
18. Kitâb al-Buyû
19. Kitâb Isti’zân
20. Kitâb ar-Raqâiq
21. Kitâb al-Farâid
22. Kitâb al-Washâyâ
23. Kitâb Fadhâ’il Qur’ân
Contoh Hadis dalam Sunan ad-Dârimî
 
جزء 2 صفحة 78 باب 48 رقم الحديث 1876
باب كيف العمل فى القدوم من منى إلى عرفة ؟
أخبرنا عبيد الله بن موسى عن سفيان عن يحي بن سعيد عن عبد الله بن أبي سلمة الماجشون عن إبن عمر قال: خرجنا مع رسول الله من مني فمنا من يكبر ومنا من يلبي. رواه مسلم فى كتاب الحج, باب 46, رقم 1284. H

Kitab Syarah Imam ad-Darimi 
Penulis belum menemukan buku yang mensyarah Sunan ad-Dârimî ini secara luas dan mendalam. Seperti kitâb Shâhir Bukhâri yang disyarah oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni atau Shâhîh Muslim yang disyarah oleh Imam Nawawî. Yang penulis ketahui adalah hanya sekedar tahqîq dengan menjelaskan kata-kata yang asing atau gharî yang dilakukan oleh Dr. Fawwâz Ahmad Zamli dan Dr. Khâlid as-Sab’i al-‘Alamî yang dicetak oleh Dâr ar-Rayyân Litturâts Cairo Mesir pada tahun 1407 H/ 1978 M. 

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...