Rabu, 25 November 2020

Hukum Makan Daging Kuda


Daging kuda maksudnya ialah daging yang dihasilkan dari kuda yang disembelih. Daging kuda rasanya agak manis, empuk, rendah lemak, dan berprotein tinggi. Bentuk dari daging kuda mirip dengan daging sapi, daging babi juga daging kerbau loh namun daging kuda berwarna merah dan bebas lemak. Tidak adanya lemak pada daging kuda dibuktikan dengan tidak adanya asap saat daging dibakar. nah daging kuda ini dianggap tabu dalam banyak kebudayaan. 

Memang benar bahwa di beberapa tempat di negeri kita ada hidangan daging kuda. Misalnya di Makassar ada sop kuda. Namun sebagian orang masih merasa risih makan daging kuda, karena umumnya kuda bukan untuk dimakan melainkan untuk ditunggangi menjadi alat transportasi.

Lalu bagaimana hukum makan daging kuda, halal atau haram? 

Dalam hal ini kalau kita telusuri maraji; dan sumber rujukan fiqih dari kitab-kitab para ulama di masa klasik, kita akan menemukan bahwa para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Sebagian dari mereka menghalalkan makan daging kuda, namun sebagian lagi malah mengharamkan. Dan di tengah-tengah ada yang tidak sampai mengharamkan, tetapi juga tidak 100% membolehkan, jadi hukumnya makruh.

1. Halal

Jumhur ulama dari madzhab Asy-Syafi'iyah, Al-Hanabilah dan sebuah qaul yang rajih (kuat) dari madzhab Al-Malikyah bersepakat bahwa kuda itu halal dimakan dagingnya. Sehingga boleh disembelih juga, baik kuda itu kuda Arab ('irab) atau pun kuda yang bukan Arab (baradzin).

Dalilnya adalah dua hadits nabi berikut ini :

جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَال : نَهَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَْهْلِيَّةِ ، وَأَذِنَ فِي لُحُومِ الْخَيْل

Dari Jabir radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW pada perang Khaibar melarang makan daging keledai peliharaan dan mengizinkan untuk makan daging kuda. (HR. Al-Buhkari dan Muslim)

أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ : نَحَرْنَا عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَسًا فَأَكَلْنَاهُ وَنَحْنُ بِالْمَدِينَةِ

Dari Asma' bin Abu Bakar radhiyallahu anhu berkata,"Kami menyembelih kuda di zaman Rasulullah SAW, dan kami makan sedangkan kami berada di Madinah. (HR. Al-Buhkari dan Muslim)

2. Makruh

Sedangkan madzhab Al-Hanafiyah dalam qaul yang rajih (yang lebih kuat) mengatakan bahwa kuda itu halal, namun dengan karahah tanzih. (kurang disukai). Hal yang sama juga dikatakan oleh Al-Auza'i dan Abu Ubaid.

Namun begitu mereka tidak menganggap bahwa kuda itu najis, demikian juga dengan liurnya, mereka tetap mengatakan kuda itu suci, hanya saja makruh kalau disembelih dan dimakan.

Dalil pendapat ini adalah

1. Di surat An-Nahl ayat 5 sampai 7, Allah menyebutkan tentang Bahimatul An’am (onta, sapi, dan kambing). Allah sebutkan manfaat yang didapat oleh manusia dengan binatang itu, termasuk manfaat untuk dimakan. Kemudian di ayat ke-8 Allah menyebutkan jenis hewan yang lain:

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dia menciptakan kuda, bighal (peranakan kuda dengan keledai), dan keledai, agar bisa kalian tunggangi dan sebagai hiasan. Dia juga menciptakan makhluk yang tidak kalian ketahui.” (QS. An-Nahl: 8).

Di ayat ke-8 ini Allah tidak menyebutkan fungsi mereka untuk dimakan. Padahal Allah sebutkan manfaat ‘dimakan’ pada Bahimatul An’am yang disebutkan di ayat sebelumnya.

Sanggahan:

Berdalil dengan ayat ini untuk menghukumi makruhnya makan daging kuda adalah menyimpulkan dalil yang kurang tepat. Karena penyebutan fungsi kuda, bighal, dan khimar untuk dinaiki dan sebagai hiasan, sama sekali tidak menunjukkan bahwa binatang ini tidak boleh dimanfaatkan untuk yang lainnya. Disebutkan manfaat ‘bisa tunggangi dan sebagai hiasan’ karena itulah umumnya manfaat yang diambil dari kuda.

2. Hadis dari Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu,

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن لحوم الخيل والبغال والحمير وكل ذي ناب من السباع

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging kuda, bighal, khimar, dan semua hewan buas yang bertaring.” (HR. Abu Daud, An-Nasai, dan Ibn Majah)

Sanggahan:

Hadis ini dinilai dhaif oleh banyak ulama. An-Nawawi dalam al-Majmu’ 9:4 mengatakan,

وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ مِنْ أَئِمَّةِ الْحَدِيثِ وَغَيْرِهِمْ عَلَى أَنَّهُ حَدِيثٌ ضَعِيفٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ مَنْسُوخ

Ulama ahli hadis dan yang lainnya sepakat bahwa hadis ini adalah hadis dhaif. Sebagian ada yang mengatakan: Hadis ini mansukh.

Kemudian an-Nawawi menyebutkan beberapa penilaian ulama tentang hadis ini:

a. Al-Hafidz Musa bin Harus al-Hammal mengatakan:

هَذَا حَدِيثٌ ضَعِيفٌ

“Ini hadis dhaif”

b. Imam Bukhari mengatakan:

هذا الحديث فيه نظر

“Hadis ini sangat dhaif”

c. Al-Baihaqi mengatakan:

هذا إسناد مضطرب , ومع اضطرابه هو مخالف لأحاديث الثقات

“Hadis ini sanadnya goncang. Disamping itu, bertentangan dengan hadis shahih (yang membolehkan makan kuda).”

d. Abu Daud perawi hadis mengatakan:

هذا الحديث منسوخ

“Hadis ini mansukh”

3. Haram

Dan sebagian yang lain dari ulama madzhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa kuda itu haram dimakan dagingnya. Pendapat yang mengharamkan kuda ini bagian dari mazhab Abu Hanifah, yaitu lewat jalur periwayatan Al-Hasan bin Ziyad. Selain juga ada pendapat kedua dari mazhab Al-Malikyah yang minoritas yang mendukung fatwa ini.

Mereka yang memakruhkan dan mengharamkan daging kuda, berasalan bukan karena daging kuda itu najis, melainkan karena dua hal :

a. Alat Perang
Alasan pertama terkait dengan fungsi fungsi kuda di masa itu lebih utama bukan untuk dimakan, melainkan untuk alat berjihad.

Logikanya, kalau kuda disembelih dan dimakan dagingnya, maka hal itu dianggap mengurangi kekuatan umat Islam dalam berperang di jalan Allah.

Sebab secara khusus Allah SWT memang memerintahkan untuk mempersiapkan kuda untuk peperangan, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْل تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ

Dan persiapkanlah yang kamu mampu dari kekuatan dan kuda-kuda yang tertambat, dengan itu kamu dapat menakuti musuh Allah dan musuhmu. (QS. Al-Anfal : 60)

b. Alat Penganguktan dan Perhiasan
Selain untuk perang, di dalam Al-Quran Allah juga mengkhususkan kuda itu untuk kendaraan atau tunggangan serta perhiasan, sehingga kalau disembelih dan dimakan dagingnya, seperti melanggar ketentuan Allah SWT.

وَالْخَيْل وَالْبِغَال وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً

Dan kuda, bagal serta keledai, agar kamu menungganginya serta menjadi perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS. An-Nahl : 8)

Pengkhususan kuda untuk dijadikan tunggangan serta perhiasan dalam pandangan mazhab ini merupakan isyarat yang melarang kuda untuk disembelih dan dimakan dagingnya. Seandainya boleh dimakan, seharusnya disebutkan dalam ayat sebagaimana hewan ternak lain.

وَالأَْنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ

Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfa'at, dan sebahagiannya kamu makan.(QS. An-Nahl : 5)

Dengan demikian tetaplah kehalalan daging kuda. So apakah teman-teman masih mergukan kehalalannya? Selain itu daging kuda juga banyak khasiatnya untuk kesehatan manusia. Dengan cara pemotongan, penyimpanan, hingga cara masak yang benar dapat mempengaruhi rasa dan khasiat daging kuda. Jadi cara pemotongan secara higienis, penyayatan daging mengikuti seratnya, dan memasak dengan api sedang agar membuat khasiat dan rasa daging kuda maksimal loh.

Dalam suatu website diceritakan juga bahwa khasiat daging kuda sendiri ternyata sangat banyak untuk tubuh manusia, Antara lain menambah stamina, keperkasaan pria, asma, diabetes, menurunkan kolesterol, dan menurunkan darah tinggi. Jadi jangan ragu lagi ya 

Wallahu a'lam bishshowab 

Hukum Keledai piaraan (jinak)

Mayoritas ulama berpendapat bahwa keledai jinak itu haram untuk dimakan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Anas bin Malik,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَهُ جَاءٍ فَقَالَ أُكِلَتْ الْحُمُرُ ثُمَّ جَاءَهُ جَاءٍ فَقَالَ أُكِلَتْ الْحُمُرُ ثُمَّ جَاءَهُ جَاءٍ فَقَالَ أُفْنِيَتْ الْحُمُرُ فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى فِي النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ فَإِنَّهَا رِجْسٌ فَأُكْفِئَتْ الْقُدُورُ وَإِنَّهَا لَتَفُورُ بِاللَّحْمِ

“Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata, “Daging keledai telah banyak di konsumsi. ” Selang beberapa saat orang tersebut datang lagi sambil berkata, “Daging keledai telah banyak di konsumsi.” Setelah beberapa saat orang tersebut datang lagi seraya berkata, “Keledai telah binasa.” Maka beliau memerintahkan seseorang untuk menyeru di tengah-tengah manusia,sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian mengkonsumsi daging keledai jinak, karena daging itu najis.” Oleh karena itu, mereka menumpahkan periuk yang di gunakan untuk memasak daging tersebut.” (HR. Bukhari no. 5528 dan Muslim no. 1940)

Sedangkan keledai liar itu halal untuk dimakan dan hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya pun memakannya, sebagaimana terdapat riwayat yang shahih mengenai hal ini. Abu Qotadah menceritakan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ حَاجًّا ، فَخَرَجُوا مَعَهُ فَصَرَفَ طَائِفَةً مِنْهُمْ ، فِيهِمْ أَبُو قَتَادَةَ فَقَالَ خُذُوا سَاحِلَ الْبَحْرِ حَتَّى نَلْتَقِىَ . فَأَخَذُوا سَاحِلَ الْبَحْرِ ، فَلَمَّا انْصَرَفُوا أَحْرَمُوا كُلُّهُمْ إِلاَّ أَبُو قَتَادَةَ لَمْ يُحْرِمْ ، فَبَيْنَمَا هُمْ يَسِيرُونَ إِذْ رَأَوْا حُمُرَ وَحْشٍ ، فَحَمَلَ أَبُو قَتَادَةَ عَلَى الْحُمُرِ ، فَعَقَرَ مِنْهَا أَتَانًا ، فَنَزَلُوا فَأَكَلُوا مِنْ لَحْمِهَا ، وَقَالُوا أَنَأْكُلُ لَحْمَ صَيْدٍ وَنَحْنُ مُحْرِمُونَ فَحَمَلْنَا مَا بَقِىَ مِنْ لَحْمِ الأَتَانِ ، فَلَمَّا أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّا كُنَّا أَحْرَمْنَا وَقَدْ كَانَ أَبُو قَتَادَةَ لَمْ يُحْرِمْ ، فَرَأَيْنَا حُمُرَ وَحْشٍ فَحَمَلَ عَلَيْهَا أَبُو قَتَادَةَ ، فَعَقَرَ مِنْهَا أَتَانًا ، فَنَزَلْنَا فَأَكَلْنَا مِنْ لَحْمِهَا ثُمَّ قُلْنَا أَنَأْكُلُ لَحْمَ صَيْدٍ وَنَحْنُ مُحْرِمُونَ فَحَمَلْنَا مَا بَقِىَ مِنْ لَحْمِهَا .

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama mereka (para sahabat) berangkat untuk menunaikan haji. Lalu sebagian rombongan ada yang berpisah, di antaranya adalah Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata, kepada rombongan ini: “Ambillah jalan menyusuri tepi pantai hingga kita bertemu”. Maka mereka mengambil jalan di tepian pantai. Ketika mereka hendak berangkat, semua anggota rambongan itu berihram kecuali Abu Qatadah. Ketika mereka sedang berjalan, mereka melihat ada seeokor keledai liar. Maka Abu Qatadah menghampiri keledai itu lalu menyembelihnya yang sebagian dagingnya dibawa ke hadapan kami. Maka mereka berhenti lalu memakan daging keledai tersebut. Sebagian dari mereka ada yang berkata: “Apakah kita boleh memakan daging hewan buruan padahal kita sedang berihram?”. Maka kami bawa sisa daging tersebut. Ketika mereka berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, kami sedang berihram sedangkan Abu Qatadah tidak. Lalu kami melihat ada keledai-keledai liarkemudian Abu Qatadah menangkapnya lalu menyembelihnya kemudian sebagian dagingnya dibawa kepada kami, lalu kami berhenti dan memakan dari daging tersebut kemudian diantara kami ada yang berkata: “Apakah kita boleh memakan daging hewan buruan padahal kita sedang berihram?”. Lalu kami bawa sisa dagingnya itu kemari”. Beliau bertanya: “Apakah ada seseorang diantara kalian yang sedang berihram menyuruh Abu Qatadah untuk memburunya atau memberi isyarat kepadanya?”. Mereka menjawab: “Tidak ada”. Maka Beliau bersabda: “Makanlah sisa daging yang ada itu”.” (HR. Bukhari no. 1824 dan Muslim no. 1196

Wallohu A'lam

 

Hukum Memakai Behel Dan Gigi Palsu


Islam mengatur berbagai adab kehidupan manusia, termasuk soal kecantikan. Mengapa Islam melarang atau menganjurkan sesuatu, maka itu tak lain untuk kebaikan manusia itu sendiri. Jika dilarang artinya mengandung keburukan, dan jika dianjurkan artinya memiliki nilai kebaikan bagi manusia. Penggunaan kawat gigi alias behel di dalam Islam juga punya aturan sendiri. Aturan itu semata-mata ditetapkan demi kebaikan dari manusia yang menjalaninya. Keahlian di bidang medis dalam upaya merapikan gigi sering diistilahkan dengan orthodonti. Ini merupakan bagian nikmati perkembangan ilmu pengetahuan yang harus disyukuri. Akan tetapi jika digunakan untuk tujuan yang salah maka hukumnya akan berbeda.

Sahabatku tercinta, saat ini trend memakai kawat gigi alias behel sangat marak . Sebelumnya saya juga ingin memakai behel dengan niat merapikan gigi agar terlihat lebih indah. Namun ada baiknya sebelum kita bertindak mari kita telaah kembali, hukum memakai behel dalam agama islam. 

Didalam kitab 100 golongan yang dibenci oleh Allah dan Rasulnya, tercantum pada nomor keseratus ialah Wanita yang merapikan giginya demi kecantikan. Wanita yang dimaksud adalah wanita yang meminta direnggangkan giginya yang bertumpuk, dengan menggeser dan dipisahkan antara gigi taring dengan empat gigi mukanya dengan alat perapi gigi (behel) dengan maksud memperindah diri. Ternyata jika kita teliti lagi, kegiatan ini merupakan kegiatan merubah kodrat, yaitu kodrat bentuk tubuh yang sudah diberikan oleh Allah dan itu sangat dibenci oleh Allah.
Dalam hadist dijelaskan mengenai hukum merapikan gigi dengan cara merubah bentuknya, yakni sebagai berikut:


لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ‎

"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah."

(HR. Muslim)

Seiring dengan perkembangan teknologi, gaya hidup manusia juga ikut berkembang dan berubah. Salah satu gaya hidup yang digandrungi manusia adalah merubah gigi mereka agar lebih cantik dan lebih indah, maka munculah kawat behel yang digunakan untuk merapikan gigi, ada gigi yang terbuat dari emas atau kuningan untuk mengganti gigi yang tanggal, ada juga alat untuk mengikir gigi agar lebih tipis dan lain-lainnya.

Fenomena di atas menarik perhatian sebagian kaum muslimin yang mempunyai kepedulian terhadap hukum halal dan haram. Banyak dari mereka yang menanyakan status hukumnya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karenanya, perlu ada penjelasan terhadap masalah-masalah tersebut. Untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini akan dibagi menjadi beberapa  masalah : 

Hukum Menggunakan Kawat Behel

Banyak jama’ah pengajian yang menanyakan hukum  menggunakan kawat behel, boleh atau tidak menurut pandangan Islam ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dirinci terlebih dahulu :

Pertama : Jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke depan, atau menurut istilah orang Jawa “gigi moncong“ atau “gigi mrongos“,  yang kadang sampai tingkat tidak wajar sehingga mukanya menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat, oleh karenanya boleh diobati dengan cara apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar giginya menjadi rata kembali. Ini berdasarkan  sabda  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam  :

يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ قَالَ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ قَالَ الْهَرَمُ

“Wahai sekalian hamba Allah, berobatlah sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit." Mereka bertanya, "Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu penyakit tua (pikun). “ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata Tirmidzi : Hadits ini Hasan Shahih).
Di dalam hadits di atas diterangkan bahwa Allah melaknat orang yang merubah gigi dengan tujuan agar giginya lebih indah dan lebih cantik.  Berkata Imam Nawawi  menerangkan hadist di atas :

 “Maksud (al-Mutafalijat) dalam hadist di atas adalah mengikir antara gigi-gigi geraham dan depan. Kata (al-falaj) artinya renggang antara gigi geraham dengan gigi depan.  Ini sering dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua atau yang seumur dengan mereka agar mereka nampak lebih muda dan agar giginya lebih indah.

Renggang antara gigi ini memang terlihat pada gigi-gigi anak perempuan yang masih kecil, makanya jika seseorang sudah mulai berumur dan menjadi tua, dia mengikis giginya agar kelihatan lebih indah dan lebih muda. Perbuatan seperti ini haram untuk dilakukan, ini berlaku untuk pelakunya (dokternya) dan pasiennya berdasarkan hadist-hadist yang ada, dan ini merupakan bentuk merubah ciptaan Allah serta bentuk manipulasi dan penipuan. “‎

Kedua : Jika gigi seseorang kurang teratur, tetapi masih dalam batas yang wajar, tidak menakutkan orang, dan bukan suatu cacat atau sesuatu yang tidak  memalukan, serta pemakaian kawat behel dalam hal ini hanya sekedar untuk keindahan saja, maka hukum pemakaian kawat behel tersebut tidak boleh karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah suhbanahu wata’ala.

Dalilnya adalah hadist Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ‎

"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah." (HR. Muslim)

Namun apabila terdapat kotoran pada gigi-giginya yang mengharuskannya mengubahnya, dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran tersebut, atau karena terdapat ketidaknyamanan yang mengharuskannya untuk memperbaikinya dengan tujuan untuk menghilangkan ketidaknyamanan tersebut, maka perbuatan tersebut tidak mengapa, karena hal itu termasuk dalam berobat dan membuang kotoran, yang hanya bisa dilakukan oleh daokter spesialis.

Mengubah gigi untuk tujuan memperindahnya dan untuk menampakkan ketajamannya merupakan perbuatan haram. Namun apabila untuk tujuan pengobatan, maka tidak mengapa. Jika tumbuh gigi pada wanita yang menyusahkannya, maka diperbolehkan untuk mencabutnya karena gigi tersebut merusak pemandangan dan menyulitkannya dalam makan, sedangkan membuang aib (kekurangan) diperbolehkan menurut syari’at. Demikian pula apabila terdapat kelainan yang memerlukan pengobatan, maka diperbolehkan.

Syariat telah mengharamkan wanita yang merenggangkan giginy a yang bertumpuk sehingga tampak rata susunannya, karena kerapian ini hasil perbuatan manusia yaitu menipiskan dan sebagainya. Sesungguhnya kita sebagai makhluk ciptaan-Nya tidak boleh merubah sesuatu pun dari apa yang telah diciptakan Allah pada kita. Maksudnya bahwa secara syariat perbuatan ini haram, yang melakukannya terlaknat dan diusir dari rahmat Allah SWT. terkecuali untuk tujuan Pengobatan, Kesehatan dsb. Oleh karena itu, hendaknya mewaspadai agar tidak terjerumus ke dalam dosa yang disebabkan oleh perbuatan semacam ini yang telah dilarang oleh islam. Dan sesungguh nya perbuatan ini termasuk kedalam perbuatan yang sia-sia dan mubazir. Syukurilah apa yang sudah Allah berikan pada kita.

hayooo Sekarang mo pilih yang mana Cantik karena iman atau cantik tapi merubah ciptaan_NYA !!!‎

Hukum Memakai Gigi Palsu

Jika seseorang giginya lepas, boleh nggak diganti dengan gigi palsu? Apakah mengganti gigi dengan gigi palsu termasuk merubah ciptaan Allah?‎

Jawaban : Seseorang yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas, karena kecelakaan, atau dipukul oleh orang lain, atau terbentur benda keras, atau karena sebab lain, maka dibolehkan baginya untuk menggantinya dengan gigi palsu. Karena ini termasuk dalam pengobatan. 

Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang asli yang lepas atau rusak, bukanlah termasuk merubah ciptaan Allah, tetapi termasuk pengobatan.

 Ini dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah : 25/ 16, no : 21104, yang berbunyi :

 لَا بَأسَ بِعِلَاجِ الأَسنَانِ المُصَابَةِ أَو المعِيبَةِ  بِمَا يُزِيلُ ضَرَرَهَا أَو خَلعهَا ، وَجَعل أَسنَانِ صِنَاعِية فيِ مَكَانِهَا إذَا احتِيجَ إلى ذلك ؛ لأَنّ هَذَا مِن العلَاج المُبَاحِ لِإِزَالةِ الضَرَرِ

Tidak masalah mengobati gigi yang rusak atau cacat, dengan gigi lain, sehingga bisa menghilangkan resiko sakit, atau melepasnya kemudian diganti gigi palsu, jika dibutuhkan. Karena semacam ini termasuk bentuk pengobatan yang mubah, untuk menghilangkan madharat. Dan tidak termasuk mengubah ciptaan Allah, sebagaimana yang dipahami penanya.” (Fatawa Lajnah, 25/15).‎

Hal ini termasuk bagian pengobatan yang dibolehkan untuk menghilangkan bahaya yang timbul.”  ‎

Berkata Syekh Sholeh Munajid :‎

تَركِيبُ أَسنَانٍ صِنَاعِيةٍ مَكَانَ الأَسنَانِ المَنزُوعَةِ لِمَرَضٍ أَو تَلَفٍ أَمرٌ مُبَاح لَا حَرَج فِي فِعلِهِ ، وَلَا نَعلَمُ أَحَدًاً مِن أَهلِ العِلمِ يَمنَعُهُ ، وَلَا فَرقَ بَينَ أَن تثبت الأَسنَان فَي الفَمِّ أَو لَا تثبت ، وَيَفعَلُ المَرِيضُ الأَصلَحُ لَه بِمَشُورَة طَبِيبٍ مُختِص .

“Memasang gigi buatan sebagai pengganti gigi yang dicabut karena sakit atau karena rusak, adalah sesuatu yang dibolehkan tidak apa-apa untuk dilakukan. Kami tidak mengetahui seorangpun dari ulama yang melarangnya.  Kebolehan ini berlaku secara umum, tidak dibedakan apakah gigi itu dipasang permananen atau tidak, yang penting bagi pasien memilih yang sesuai dengan keadaannya setelah meminta pendapat kepada dokter spesialis. “‎

Gigi Palsu Dari Emas dan Perak
Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu untuk mengobati penyakit, atau mengganti giginya yang rusak. Pertanyaannya adalah bagaimana hukum menggunakan gigi palsu dari emas atau perak ?‎

Jawabannya harus dirinci terlebih dahulu : Jika yang memasang gigi palsu adalah perempuan, maka hal itu dibolehkan karena perempuan dibolehkan untuk menggunakan emas. Tetapi jika yang menggunakan gigi palsu itu adalah laki-laki, maka hal itu tidak bisa dilepas dari dua keadaan :‎

Pertama : Dalam keadaan normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa menggunakan gigi palsu dari bahan akrilik dan porselen selain emas dan perak, maka dalam hal ini memakai gigi palsu dari emas dan perak hukum haram.

Kedua : Dalam keadaan darurat dan membutuhkan, seperti dia tidak mendapatkan kecuali gigi palsu yang terbuat dari emas atau perak, atau tidak bisa disembuhkan kecuali dengan bahan dari emas atau perak, maka hal itu dibolehkan. Ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Arfajah bin As'ad  :

عَنْ عَرْفَجَةَ بْنِ أَسْعَدَ قَالَ أُصِيبَ أَنْفِي يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ

Dari Arfajah bin As'ad ia berkata, "Saat terjadi perang Al Kulab pada masa Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas."  (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan hadist ini Hasan)
Hadist di atas, walaupun berbicara masalah penggantian hidung dengan emas dan perak dalam keadaan darurat atau membutuhkan, tetapi bisa dijadikan dalil untuk penggantian gigi dengan perak dan emas, jika memang dibutuhkan, karena kedua-duanya sama-sama anggota tubuh. ‎

Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Berwudhu‎

Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika berwudhu ?

Jawabannya :  Jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan yang suci dan tidak najis, maka tidak perlu dicabut ketika berwudhu, terutama jika sudah dipasang secara permanen. Karena mencabutnya akan menyebabkan kesusahan bagi pemiliknya, padahal Islam diturunkan agar umatnya terhindar dari kesusahan.

Sebaliknya jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan najis, maka harus dicabut dan tidak boleh dipakai ketika berwudhu dan sholat.

Namun demikian, ini jarang terjadi, karena pada dasarnya bahan-bahan untuk membuat gigi palsu rata-rata bersih dan suci, seperti gigi tiruan akrilik yang sekarang dipakai secara umum. Gigi tiruan ini  mudah dipasang dan dilepas oleh pasien. Bahanakrilik merupakan campuran bahan sejenis plastik harganya murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan warna gigi.  Ada juga gigi tiruan dari porselen yang ketahanannya lebih kuat dari akrilik. Dan yang lebih kuat lagi, serta bisa bertahan sampai bertahun-tahun adalah gigi tiruan dari logam atau emas, hanya saja tampilannya berbeda dengan gigi asli.    

“Jika seseorang mempunyai gigi palsu yang sudah dipasang, maka tidak wajib untuk dilepas. Ini seperti cincin yang tidak wajib dilepas ketika berwudhu, lebih baik digerak-gerakan saja tetapi inipun tidak wajib. Hal itu dikarenakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam mengenakan cincin, dan tidak pernah ada riwayat yang menjelaskan bahwa beliau melepaskannya ketika berwudhu. Ini jelas lebih mungkin  menghalangi masuknya air dari gigi palsu. Apalagi sebagian kalangan merasa sangat berat jika harus melepas gigi palsu yang sudah dipasang tersebut, kemudian memasangnya kembali. “ ‎‎

Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Meninggal Dunia 
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika seseorang meninggal dunia, terutama yang terbuat dari emas dan perak  ?

Jawabannya : Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu dari emas dan perak bagi laki-laki jika dalam keadaan darurat dan membutuhkan, makanya jika seseorang sudah meninggal dunia, keadaan darurat tersebut sudah hilang, sehingga harus diambil dari mayit, kecuali  jika hal itu justru menyakiti atau menodai mayit, maka hukumnya menjadi tidak boleh dicabut. Kenapa tidak boleh? karena mayit walaupun sudah mati, tetapi masih dalam keadaan terhormat dan tidak boleh dinodai ataupun disakiti, sebagaimana orang hidup. 

Adapun bagi perempuan secara umum dibolehkan menggunakan gigi emas sebagaimana diterangkan di atas. Ketika perempuan ini meninggal dunia, maka hal itu diserahkan kepada ahli waris, jika mereka merelakan gigi dari emas itu ikut dikubur bersama mayit, maka tentunya lebih baik. Tetapi jika mereka menginginkan gigi dari emas yang bernilai tersebut, maka dibolehkan bagi mereka mencabut gigi emas dari mayit tersebut , selama hal itu tidak menyakiti atau menodai mayit.   ‎

Kesimpulan‎

Dari dalil di atas dapat dipahami bahwa hukum memakai behel dalam Islam dibolehkan jika tujuannya untuk proses perbaikan atau pengobatan. Adapun jika tujuannya untuk merubah bentuk ciptaa Allah atau ingin terlihat menarik sehingga memicu diri untuk tampil sombong maka hal tersebut tidak dibolehkan. Saat ini kecenderungan orang memakai behel lebih banyak kepada tujuan fashion semata, mengikuti trend pergaulan yang berkembang. Sementara jika dikaji lebih dalam, penggunaan dari gigi kawat tersebut sebenarnya sangat rentan dengan resiko. Diantara yang paling dikhawatirkan adalah tertular penyakit kelamin saat oral seks, terjadinya pengumpulan bakteri karena sterilisasi yang kurang baik dari bahan maupun pihak yang memasang kawat gigi tersebut.

Jika ini terjadi maka tujuan untuk merapikan gigi akan sangat memberikan dampak yang buruk bagi gigi itu sendiri. Bukan hasil cantik yang didapat malahan gigi akan berpenyakit. Kualitas behel yang dipakai juga sangat penting untuk diperhatikan. Logam bagi sebagian orang akan memberikan dampak alergi. Jika ini terjadi pada seseorang namun orang tersebut tetap memaksakan karena alasan fashion, artinya ia sudah menganiaya dirinya sendiri dan itu tidak dibolehkan. Oleh karena itu sebenarnya memang pemasangan kawat gigi ini memiliki resiko sehingga yang dianjurkan untuk menggunakannya adalah mereka yang memang membutuhkannya untuk proses pengobatan. Belum lagi soal biaya. Jika itu dilakukan sekedar mengikuti trend, maka sama artinya dengan kita membuang-buang uang alias mubazir.

Islam sebagai agama amat lah mencintai keindahan dan kerapihan. Oleh karena itu, Islam memberikan ruang kepada mereka yang ingin tampil rapi dan lebih cantik. Namun perlu diperhatikan bagaimana cara untuk tampil rapi tersebut. Yakni dengan tidak merubah bentuk dari apa yang sudah diciptakan Allah pada diri manusia.

Wallohu A'lam‎

Hukum Memanjangkan Kuku


Memanjangkan kuku adalah sebuah tren fashion yang banyak diikuti oleh wanita. Bahkan sekarang banyak sekali tempat-tempat khusus untuk membantu merawat kuku-kuku panjang para wanita. Bukan hanya dirawat, kuku-kuku tersebut di poles dan diwarnai sedemikian rupa. Tujuannya, ya untuk menyempurnakan kecantikan seorang wanita.

Perlu dipahami bahwa Islam amat menyukai kebersihan. Kebersihan pada kuku pun diperhatikan oleh Islam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ

“Ada lima macam fitrah , yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 258)

Kalau kuku ini tidak bersih, maka makan pun jadi tidak bersih dikarenakan kotoran yang ada di bawah kuku. Begitu pula dalam bersuci jadi tidak sempurna karena ada bagian kulit yang terhalang oleh kuku yang panjang. Karenanya memanjangkan kuku itu menyelisihi tuntunan dalam agama ini.

Ada riwayat dari Al Baihaqi dan Ath Thobroni bahwa Abu Ayyub Al Azdi berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَهُ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« يَسْأَلُ أَحَدُكُمْ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ ، وَهُوَ يَدَعُ أَظْفَارَهُ كَأَظْفَارِ الطَّيْرِ يَجْمَعُ فِيهَا الْجَنَابَةُ وَالتَّفَثُ ». لَفْظُ الأَسْفَاطِىِّ هَكَذَا رَوَاهُ جَمَاعَةٌ عَنْ قُرَيْشٍ.

“Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bertanya pada beliau mengenai berita langit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ada salah seorang di antara kalian bertanya mengenai berita langit sedangkan kuku-kukunya panjang seperti cakar burung di mana ia mengumpulkan janabah dan kotoran.” (Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Al Matholib Al ‘Aliyah bahwa hadits tersebut mursal, termasuk hadits dhaif).

Hukum memanjangkan kuku adalah makruh menurut kebanyakan ulama. Jika memanjangkannya lebih dari 40 hari, lebih keras lagi larangannya. Bahkan sebagian ulama menyatakan haramnya. Pendapat terakhir ini dipilih oleh Imam Asy Syaukani dalam Nailul Author. Dasar dari pembatasan 40 hari tadi adalah perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Anas berkata,

وُقِّتَ لَنَا فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketika, mencukur bulu kemaluan, yaitu itu semua tidak dibiarkan lebih dari 40 malam.” (HR. Muslim no. 258). Yang dimaksud hadits ini adalah jangan sampai kuku dan rambut-rambut atau bulu-bulu yang disebut dalam hadits dibiarkan panjang lebih dari 40 hari (Lihat Syarh Shahih Muslim, 3: 133).

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

وأما التوقيت في تقليم الاظفار فهو معتبر بطولها: فمتى طالت قلمها ويختلف ذلك باختلاف الاشخاص والاحوال: وكذا الضابط في قص الشارب ونتف الابط وحلق العانة:

“Adapun batasan waktu memotong kuku, maka dilihat dari panjangnya kuku tersebut. Ketika telah panjang, maka dipotong. Ini berbeda satu orang dan lainnya, juga dilihat dari kondisi. Hal ini jugalah yang jadi standar dalam menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencabut bulu kemaluan.” (Al Majmu’, 1: 158).

Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah berkata bahwa memotong kuku, mencukur bulu kemaluan dan mencabut buku ketikan disunnahkan pada hari Jumat. (Idem).

Kuku yang tidak bersih bisa membawa dampak masalah. Apa masalahnya? Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, “Seandainya di bawah kuku ada kotoran namun masih membuat air mengenai anggota wudhu karena kotorannya hanyalah secuil, wudhunya tetaplah sah. Namun jika kotoran tersebut menghalangi kulit terkena air, maka wudhunya jadilah tidak sah dan tidak bisa menghilangkan hadats.”

Memanjangkan kuku dapat membuat terkumpulnya kotoran di sela-sela kuku yang dapat menimbulkan penyakit bagi si pemilik kuku. Selain itu, memanjangkan kuku ada unsur kemiripan dengan binatang.

Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah berkata tentang kejelekan memanjangkan kuku: “… (Memanjangkan kuku) juga menjadikan seseorang meniru binatang. Oleh karena ini Rasul صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ، وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ. أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ

“Alat apa saja yang dapat menumpahkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya (ketika menyembelih) maka makanlah ia, kecuali (alat yang berasal dari) gigi dan kuku. Saya akan memberitahukan kepada kalian tentang alasannya. Adapun gigi maka ia adalah tulang, sedangkan kuku maka ia adalah pisaunya orang Habasyah.” [HR Al Bukhari (2488)]

Maksudnya mereka (orang Habasyah) menggunakan kuku sebagai pisau untuk menyembelih dan memotong daging dengannya ataupun untuk yang lainnya. Ini adalah termasuk dari kebiasaan mereka yang mirip dengan binatang.” Demikian fatwa beliau rahimahullah.

Berdasarkan penjelasan di atas, memajangkan kuku melebihi lebih dari empat puluh hari adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah dan fitrah, dan hukumnya adalah makruh. Akan tetapi jika tujuan dia memanjangkan kuku untuk meniru kebiasaan atau tren kaum kafir, maka hukumnya adalah haram berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu dari Nabi صلى الله عليه وسلم berkata:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.” [HR Abu Daud (4031). Hadits hasan.]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang hadits di atas: “Hadits ini paling minimal mengandung hukum haram, meskipun secara zhahirnya ia memberikan konsekuensi kafirnya orang yang menyerupai mereka.” 

Referensi :
1. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 5  Hal : 169-170
2. Ihya' Ulumid Din, Juz : 1  Hal : 141
3. Al-Majmu', Juz : 1  Hal : 285-286
4. Fatawi Asy-Syabakah Al-Islamiyah, Fatwa no. 108536

Ibarot :
Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 5  Hal : 169-170
تقليم الأظفار
2 - تقليم الأظفار سنة عند الفقهاء للرجل والمرأة، لليدين والرجلين، لما روى أبو هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خمس من الفطرة: الاستحداد، والختان، وقص الشارب، ونتف الإبط، وتقليم الأظفار. (2) والمراد بالتقليم إزالة ما زيد على ما يلامس رأس الإصبع

Ihya' Ulumid Din, Juz : 1  Hal : 141

الخامس الأظفار وتقليمها مستحب لشناعة صورتها إذا طالت ولما يجتمع فيها من الوسخ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يا أبا هريرة أقلم أظفارك فإن الشيطان يقعد على ما طال منها (2
...................................
2) حديث يا أبا هريرة قلم ظفرك فإن الشيطان يقعد على ما طال منها أخرجه الخطيب في الجامع بإسناد ضعيف من حديث جابر قصوا أظافيركم فإن الشيطان يجري ما بين اللحم والظفر

Al-Majmu', Juz : 1  Hal : 285-286

المسألة الثالثة في الأحكام أما تقليم الأظفار فمجمع على أنه سنة: وسواء فيه الرجل والمرأة واليدان والرجلان –إلى أن قال-  وأما التوقيت في تقليم الأظفار فهو معتبر بطولها: فمتى طالت قلمها ويختلف ذلك باختلاف الأشخاص والأحوال: وكذا الضابط في قص الشارب ونتف الإبط وحلق العانة: وقد ثبت عن أنس رضي الله عنه قال وقت لنا في قص الشارب وتقليم الأظفار ونتف الإبط وحلق العانة أن لا نترك أكثر من أربعين ليلة رواه مسلم وهذا لفظه وفي رواية أبي داود والبيهقي وقت لنا رسول صلى الله عليه وسلم فذكر ما سبق وقال أربعين يوما لكن إسنادها ضعيف والاعتماد على رواية مسلم فإن قوله وقت لنا كقول الصحابي أمرنا بكذا ونهينا عن كذا وهو مرفوع كقوله قال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم على المذهب الصحيح الذي عليه الجمهور من أهل الحديث والفقه الاصول: ثم معنى هذا الحديث اتهم لا يؤخرون فعل هذه الأشياء عن وقتها فإن أخروها فلا يؤخرونها أكثر من أربعين يوما وليس معناه الإذن في التأخير أربعين مطلقا, وقد نص الشافعي والأصحاب رحمهم الله على أنه يستحب تقليم الأظفار والأخذ من هذه الشعور يوم الجمعة: والله أعلم

Fatawi Asy-Syabakah Al-Islamiyah, Fatwa no. 108536

حكم تطويل الأظافر

السُّؤَالُ : ما حكم تطويل الأظافر مع الدليل؟

الفَتْوَى : الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد,
فتطويل الأظافر خلاف السنة والحكمة من قصها طلب النظافة والنقاء مما قد يكون تحتها من الأوساخ التي هي مظنة وجود الميكروبات الضارة، التي يسهل انتقالها بالأيدي لمزاولتها شؤون الطعام والشراب، كما أن تراكمها قد يمنع وصول الماء إلى البشرة عند التطهير بالوضوء أو الغسل، وطولها يخدش ويضر، وقد روى البيهقي والطبراني عن أبي أيوب الأزدي قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم يسأله عن خبر السماء، قال: يسأل أحدكم عن خبر السماء وأظفاره كأظفار الطير تجتمع فيها الجنابة والتفث. انتهى. قال الحافظ ابن حجر رحمه الله في المطالب العالية والحديث مرسل
وإطالة الأظافر مكروهة عند جمهور العلماء، فإن كان ذلك فوق أربعين ليلة اشتدت الكراهة، وقال بعضهم بالتحريم، واختاره الشوكاني في نيل الأوطار.. والأصل في ذلك ما رواه أحمد وأبو داود وغيرهما عن أنس رضي الله عنه قال: وقت لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في قص الشارب، وقلم الظفر، ونتف الإبط، وحلق العانة، أن لا نترك شيئاً من ذلك أكثر من أربعين ليلة. ورواه مسلم بلفظ: وُقِّتَ لَنَا
قال النووي في المجموع (فقه شافعي) : وأما التوقيت في تقليم الأظفار فهو معتبر بطولها: فمتى طالت قلمها ويختلف ذلك باختلاف الأشخاص والأحوال، وكذا الضابط في قص الشارب ونتف الإبط وحلق العانة ... فإن قوله وقت لنا كقول الصحابي أمرنا بكذا ونهينا عن كذا وهو مرفوع كقوله قال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم على المذهب الصحيح الذي عليه الجمهور. انتهى
وقال: ثم معنى هذا الحديث أنهم لا يؤخرون فعل هذه الأشياء عن وقتها، فإن أخروها فلا يؤخرونها أكثر من أربعين يوماً، وليس معناه الإذن في التأخير أربعين مطلقاً. انتهى
وفي حاشية رد المحتار (فقه حنفي) : قال في القنية: الأفضل أن يقلم أظفاره ويقص شاربه ويحلق عانته وينظف بدنه بالاغتسال في كل أسبوع، وإلا ففي كل خمسة عشر يوماً، ولا عذر في تركه وراء الأربعين ويستحق الوعيد. انتهى
والله أعلم

 

Hukum Memakai Gelang Kaki


Dihalalkan bagi wanita memakai (perhiasan) emas, baik yang melingkar maupun tidak melingkar, berdasarkan keumuman firman Allah :

أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ

"Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. [Az Zuhruf/43 : 18]

Allah Subhanahu Wata'ala menyebutkan, bahwa hilyah (perhiasan) termasuk diantara sifat-sifat wanita dan perhiasan tersebut secara umum, baik perhiasan emas atau lainnya. 

Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa'i dengan sanad yang baik (Jayyid), dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib Radiayallahu 'anhu, bahwa Nabi Sallallahu 'Alaihi wa salam, mengambil sutera, kemudian di letakkan di tangan kanannya dan mengambil emas, kemudian di letakkan di tangan kirinya, lalu beliau bersabda, 

إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي

"Sesungguhnya kedua benda ini (sutera dan emas) diharamkan bagi laki-laki dari umatku."

Ibnu Majah menambahkan dalam riwayatnya :

حِلَّ لِإِنَاثِهِمْ

"Halal bagi perempuan mereka"

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasa'i dan At Tarmidzi, dishahihkan olehnya. Dan dikeluarkan juga oleh Abu Daud dan Hakim, dan di shahihkan olehnya. Dikeluarkan oleh AthThabrani dan dishahihkan oleh Ibnu Hazm, dari Abu Musa Al Asy'ari Radiallahu'anhu, bahwa nabi sallallahu 'alaihi wa salam bersabda.

أُحِلَّ الْحَرِيرُ وَالذَّهَبُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا

"Emas dan sutera dihalalkan bagi orang-orang perempuan umatku dan diharamkan bagi laki-lakinya"

Hadits tersebut di nyatakan cacat dengan al inqitha' (terputus sanadnya) antara Sa'id bin Abu Hindun dengan Abu Musa (Al Asy'ari). Akan tetapi tidak ada dalil yang dapat dipercaya tentang kecacatannya itu, dan kami sudah menyebutkan ulama-ulama yang telah menshahihkannya. Jika pun diharuskan benarnya kecacatan yang disebutkan tadi (terputus sanadnya), maka hadits ini naik derajatnya dengan hadits-hadits lainnya yang shahih, sebagaimana hal tersebut merupakan kaidah yang dikenal di kalangan imam-imam hadits.

Berdasarkan ini ulama salaf berjalan, dan lebih dari seorang telah menukil ijma' (kesepakatan) tentang bolehnya wanita memakai perhiasan emas. Kami sebutkan perkataan sebagian ulama Salaf sebagai tambahan penjelas (masalah ini).

Al Jashash berkata dalam tafsirnya, jus II hal.388, berkaitan pernyataannya tentang emas. "Hadits-hadits yang datang tentang di bolehkannya emas bagi wanita dari Nabi sallallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat lebih jelas dan lebih masyhur, dibanding dengan hadits yang melarang. Dan dalam pendalilan (penunjukan) ayat (yang dimaksud dengan ayat, ialah ayat yang kami sebutkan tadi , surat Az Zuhruf : 18, pent). Juga jelas tentang bolehnya perhiasan emas bagi wanita. Pemakaian perhiasan bagi wanita telah tersebar luas sejak zaman nabi Sallallahu 'alaihi wassalam dan sahabat sampai pada zaman kita ini, tanpa seorang pun yang mengingkari mereka (wanita-wanita yang memakai emas). Demikian pula tidak bisa di ingkari (dipertentangkan) dengan khabar-khabar ahad."

Al Kayaa Al Harasi berkata dalam tafsir Al Qur'an juz IV hal. 391, dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu Wata'ala,

أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ

"Artinya : Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang (anak perempuan) yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan ......[Az Zuhruf/43 : 18]

Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya perhiasan bagi wanita dan ijma' (kesepakatan) terbangun kuat atas bolehnya, serta khabar-khabar (hadits-hadits) tentang hal ini tidak terhitung (banyaknya)".

Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, juz IV hal.142, setelah menyebutkan sebagian hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya emas dan sutera bagi kaum wanita tanpa terperinci, berkata : " Khabar-khabar (hadist-hadits) ini dan hadits yang semakna dengannya, menunjukkan bolehnya berhias dengan emas bagi para wanita. Dan kami memperoleh petunjuk (dalil) dengan didapatkannya ijma' tentang bolehnya perhiasan emas bagi wanita dan terhapusnya (hukum) khabat-khabar yang menunjukkan haramnya perhiasan emas bagi wanita secara khusus".

An Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Majmu' Juz IV hal.424, "Diperbolehkan bagi wanita memakai sutra serta berhias dengan perak dan emas dengan ijma' (kesepakatan) berdasarkan hadits-hadits yang shahih", Beliau juga berkata pada juz VI hal.40 (Pada kitab yang sama-pent), "Kaum muslimin telah bersepakat tentang diperbolehkan bagi wanita memakai beraneka ragam perhiasan dari perak dan emas semuanya. Seperti: Kalung, cincin, gelang tangan,, gelang kaki, dan semua perhiasan yang di pakai di leher dan selainnya, serta semua perhiasan yang biasa di pakai para wanita. Dalam hal ini, tidak ada perselisihan sedikitpun."

An Nawawi rahimahullah, berkata dalam Syarah Shahih Muslim, Bab : Diharamkan Cincin Emas Bagi Laki-Laki dan terhapusnya (hukum) diperbolehkannya pada permulaan islam," Kaum Muslimin telah bersepakat bolehnya cincin emas bagi wanita".

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam menjelaskan hadist Al Bara',

نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَبْعِ نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ

"Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam telah melarang kami dari 7 macam perkara. Beliau melarang kami dari (memakai) cincin emas (Al Hadits). Beliau rahimallah berkata pada Juz X hal. 317, "Nabi sallallahu 'alaihi wassalam melarang dari cincin emas atau memakai cincin emas khusus bagi laki-laki, tidak bagi wanita. Sungguh telah dinukilkan kesepakatan (ulama) tentang bolehnya bagi wanita."

Dihalalkan (perhiasan) bagi wanita secara mutlak, baik yang melingkar maupun tidak melingkar berdasarkan dua hadits yang telah lalu (di atas-pent), disertai dengan kesepakatan ahlul ilmi tentang hal itu yang disebutkan oleh imam-imam tersebut. Juga di tunjukkan oleh hadits-hadits berikut ini.

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An Nasa'i, dari 'Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya. Bahwa seorang wanita mendatangi Nabi sallallahu 'alaihi wassalam bersama dengan puterinya. Dan di tangan puterinya ada dua gelang emas yang tebal. Kemudian Beliau Sallallahu 'alaihi wa salam berkata kepada wanita tersebut, "Sudahkah engkau memberikan zakat gelang ini?" wanita tersebut berkata, "tidak". Beliau bersabda, 

أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّه بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَ فَخَلَعَتْهُمَافَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ

"Apakah engkau senang jika Allah memakaikan gelang padamu dengan keduanya pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka?" Kemudian wanita tersebut melepaskan kedua gelang itu dan menyerahkannya kepada Nabi Sallallahu 'alaihi wa salam dan berkata, "Dua gelang itu untuk Allah dan Rasul Nya".

Nabi Sallallahu 'alaihi wassalam menjelaskan kepada wanita itu tentang wajibnya mengeluarkan zakat bagi dua gelang yang disebutkan tadi. Dan beliau tidak mengingkari wanita tersebut karena memakaikan kedua gelang itu pada puterinya. Itu menunjukkan bolehnya hal tersebut. Padahal kedua gelang itu melingkar. Hadits tersebut shahih dan sanahnya jayyid (baik), sebagaimana Al Hafidz (Ibnu Hajar Al Asqalani, pent), memberitakannya dalam kitab Al Bulugh (Bulugh Al Maram, pent).

2. Hadits yang ada dalam Sunan Abu Daud dengan sanad yang shahih, dari 'Aisyah Radiallahu'anhuma, berkata : " Aku mempersembahkan sebuah perhiasan kepada Nabi Sallallahu 'alaihi wa salam yang dihadiahkan oleh seorang An Najasyi (raja Habasyah) kepada beliau. Dalam perhiasan itu terdapat cincin emas permata hubusy. Aisyah berkata : " Kemudian Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam mengambilnya dengan ranting yang diulurkan atau dengan sebagian jari-jari Beliau. Kemudian Beliau memanggil Umamah puteri Abul 'Ash, yaitu anak dari puteri Beliau (Zaenab), kemudian Beliau berkata, 

تَحَلِّيْ بِهَذَا يَابُنَيَّةُ

"Berhiaslah dengan ini wahai cucuku".

Beliau sallallahu 'alaihi wassalam memberikan sebuah cincin berbentuk sebuah lingkaran dari emas yang kepada Umamah dan berkata, "Berhiaslah dengan cincin ini....",

Hal itu menunjukkan dibolehkannya emas melingkar secara nash.

3. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ad Daruquthni serta dishahihkan oleh Al Hakim sebagaimana dalam Bulugh Al Maram, dari Ummu Salamah Radiallahu'anhuma, Beliau (Ummu Salamah) memakai gelang kaki dari emas, kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, apakah ini kanzun (harta simpanan)?" Beliau bersabda, "Apabila engkau menunaikan zakat gelang kaki emas itu, maka itu tidaklah termasuk harta simpanan."

Adapun hadits-hadits yang dhahirnya merupakan larangan memakai emas bagi para wanita, maka hadits-hadits tersebut adalah syadz (ganjil) menyelisihi hadits lain yang lebih shahih dari hadits-hadits tersebut dan lebih tsabit. Imam-imam hadits telah menetapkan, bahwa hadits-hadits yang datang dengan sanad-sanad yang jayyid akan tetapi menyelisihi hadits-hadits (lain) yang lebih shahih darinya, tidak mungkin digabungkan (antara keduanya), dan tidak diketahui tarikhnya, maka hadits-hadits tersebut dianggap syadz, tidak dipercaya dan tidak diamalkan. 

Al Hafidz Al 'Iraqi rahimahullah, berkata dalam Al Afiyah : 
Hadits syadz adalah rawi tsiqah yang menyelisihi 
Rawi-rawi tsiqah lainnya pada sebuah hadits,
maka diperiksa oleh Asy Syafi'i. 

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam An Nukhbah (Nukhbatul Fikr, pent), teksnya adalah :

Jika seorang rawi diselisihi oleh rawi (lain) yang lebih rajih (kuat), 
maka ar rajih dinamakan al mahfudz dan 
lawannya dinamakan syadz. 

Sebagaimana disebutkan oleh imam-imam hadits, bahwa di antara syarat hadits shahih yang biasa diamalkan, bahwa hadits tersebut bukan hadits syadz. Dan tidak diragukan lagi bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan tentang haramnya emas bagi wanita, walaupun sanad-sanadnya selamat dari cacat-cacat, akan tetapi tidak mungkin digabungkan antara hadits-hadits tersebut dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan halalnya (bolehnya) emas bagi wanita dan hadits-hadits tersebut tidak diketahui sejarahnya. Maka, pastilah hadits-hadits tersebut syadz (ganjil), dan tidak shahih. Sebagai suatu pengamalan kaidah sya'riyyah yang telah dikenal di kalangan ahlul ilmi ini.

Hadits yang disebutkan oleh saudara kami fillah, Al 'Alamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Adabuz Zifaaf, berupa penggabungan antara hadits-hadits yang melarang (mengharamkan) dan hadits-hadits yang membolehkan (pemakain perhiasan emas bagi wanita) dengan membawa makna hadits-hadits yang mengharamkan kepada yang al muhallaq (emas yang melingkar), dan membawa makna hadits-hadits yang membolehkan pada selain al muhallaq (tidak melingkar), adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan kebolehannya. Karena dalam hadits-hadits shahih tersebut terdapat penghalalan (memakai) cincin. Sedangkan cincin melingkar.Penghalalan gelang, sedangkan gelang melingkar. Dengan demikian, maka apa yang telah kami sebutkan menjadi jelas. Dan juga karena hadits-hadits yang menunjukkan halal (bolehnya memakai perhiasan emas bagi wanita) adalah muthlaq (umum) tanpa pengikat. Maka, wajiblah mengambil dan mengamalkan) hadits-hadits yang menghalalkan tersebut karena kemuthlaqannya dan keshahihan sanad-sanadnya. Serta telah dikuatkan oleh apa yang dihikayatkan oleh sekelompok ahlul ilmi berupa ijma' (kesepakatan) akan terhapusnya (hukum) hadits-hadits yang menunjukkan keharaman (emas melingkar bagi wanita), sebagaimana yang telah kami nukilkan ucapan-ucapan mereka di atas. Inilah yang haq tanpa ragu lagi. 

Dengan demikian, maka hilanglah syubhat (kesamaran) dan hukum syar'i menjadi jelas, yang tidak ada keraguan di dalamnya. Yaitu halalnya (perhiasan) emas bagi wanita-wanita umat ini dan diharamkannya (emas) bagi laki-laki. Wallahu waliyuttaufiq walhamdulillahi rabbil 'alamin. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wassalam, keluarganya dan para sahabatnya Radiallahu 'anhum.

Telah dimaklumi bahwa Allah SWT menciptakan wanita dengan tabiat senang berhias. Dan dengan kemurahan-Nya Dia membolehkan wanita memakai seluruh perhiasan yang ada selama tidak ada dalil yang melarang dan membolehkan wanita menempuh cara - cara yang diperkenankan oleh syariat guna untuk mempercantik dan menghias dirinya. Namun di sana ada sisi yang tidak boleh diabaikan.

Menyikapi permasalahan yang saudara tanyakan kalau memang tidak berlebihan, bahkan di arab pun itu merupakan bagian dari hiasan maka hukumnya boleh. Dan yang namanya perhiasan itu tentuk untuk mempercantik. Nah, di lingkungan tertentu dan tradisi suku tertentu memakai gelang kaki itu (binggel) justru menambah kecantikan atau sebaliknya (ngisin - ngisini = dalam bahasa jawa) dan ukurannya sejauh mana kami kira mereka sendiri yang mengetahuinya. Memakai perhiasan emas itu bukan untuk berbangga - bangga dan diperlihatkan kepada yang lain maka hal semacam ini sama dengan tradisi jahiliyah dan Allah SWT dalam Al - Quran melarang hal yang semacam ini.
Dia yg Maha Suci berfirman:

لاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يَخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ﴾

“Dan janganlah mereka menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan.”

Mari lihat tafsir kepada ayat 31 surah an-Nur:

وقوله تعالى {ولا يضربن بأرجلهن} الاَية, كانت المرأة في الجاهلية إذا كانت تمشي في الطريق وفي رجلها خلخال صامت لا يعلم صوته, ضربت برجلها الأرض, فيعلم الرجال طنينه, فنهى الله المؤمنات عن مثل ذلك, وكذلك إذا كان شيء من زينتها مستوراً فتحركت بحركة لتظهر ما هو خفي دخل في هذا النهي لقوله تعالى: {ولا يضربن بأرجلهن} إلى آخره ومن ذلك أنها تنهى عن التعطر والتطيب عند خروجها من بيتها ليشتم الرجال طيبها, فقد قال أبو عيسى الترمذي: حدثنا محمد بن بشار, حدثنا يحيى بن سعيد القطان عن ثابت بن عمارة الحنفي, عن غنيم بن قيس, عن أبي موسى رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال «كل عين زانية والمرأة إذا استعطرت فمرت بالمجلس فهي كذا وكذا» يعني زانية, قال وفي الباب عن أبي هريرة: وهذا حسن صحيح, رواه أبو داود والنسائي من حديث ثابت بن عمارة به.

Berkata Allah SWT: “Dan janganlah mereka menghentak kami mereka….”. Pada zaman jahilliah, ketika wanita-wanita itu melalui jalan-jalan atau lorong-lorong, di kaki mereka mempunyai gelang dan tiada sesiapa yang dapat mengetahui (mendengar) bunyinya, maka mereka menghentakkan kaki mereka ke bumi supaya orang-orang lelaki dapat mendengar bunyi gelag itu. Allah SWT melarang wanita beriman daripada hal seperti itu. Begitu juga jika ada sesuatu hiasan yang tersembunyi, dan perempuan itu menggerak-gerakkannya untuk menzahirkan apa yang tersembunyi padanya, maka ia termasuk di dalam larangan ini: “ Dan janganlah menghentak-hentakkan kaki mereka…hingga akhir ayat. [Tafsir Ibn Kathir]

{ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ } أي: لا يضربن الأرض بأرجلهن، ليصوت ما عليهن من حلي، كخلاخل وغيرها، فتعلم زينتها بسببه، فيكون وسيلة إلى الفتنة.

“ Dan janganlah menghentak-hentak kaki mereka supaya diketahui apa yang disembunyikan daripada perhiasan mereka”. Maksudnya: Janganlah dihentak-hentak bumi dengan kaki mereka supaya berbunyi perhiasan mereka, seperti gelang-gelang kaki dan lain-lain. Dan oleh sebab itu (hentakan kaki tersebut), diketahui perhiasannya, maka ia menjadi wasilah kepada fitnah. [Taisir al-Karim ar-Rahman, asy-Sheikh as-Sa’di]

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Janganlah seorang wanita menghentakkan kaki ketika berjalan utk memperdengarkan suara gelang kaki yg dikenakan krn memperdengarkan suara perhiasan yg sedang dipakai sama dgn memperlihatkan wujud perhiasan tersebut bahkan lebih. 

Sasaran dari pelarangan ini adalah agar wanita menutup diri .” Beliau melanjutkan: “Siapa di antara wanita yg melakukan hal ini karena bangga dengan perhiasan yg dipakai mk perbuatan tersebut makruh. Dan bila ia melakukan dengan maksud tabarruj dan sengaja menunjukkan kepada kaum lelaki maka ini haram lagi tercela.”

Ath-Thabari membawakan riwayat dari al-Mu’tamir, dari ayahnya, bahwa Hadzrami berpendapat, ada seorang wanita yang membuatgelang kaki dari perak dan diberi gemercing. Ketika melewati sekelompok laki-laki, dia menggerakkan kakinya dan muncullah suara gemercing. Kemudian Allah menurunkan ayat ini (Tafsir ath-Thabari, 19:164).

Ayat ini menunjukkan bahwa perhiasan gelang kaki semacam itu sudah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dikenakan oleh wanita. Allah tidak melarang untuk menggunakan gelang kaki itu, namun Allah melarang membunyikan gelang kaki itu di hadapan lelaki yang bukan mahram, sehingga menjadi sumber firnah bagi lelaki lain.

يجوز للمرأة  لِبْسُ الخُلْخَالِ في السَّاق للجَمَالِ ، لكن لا تُحَرّكُهُ أمام الأجانِبِ لتُظْهِر ذلك لهم

Dibolehkan bagi wanita untuk memakai gelang kaki di betis untuk kecantikan. Namun tidak boleh digerakkan di depan lelaki yang bukan mahram, untuk menampakkan suara itu di hadapan mereka.

Dalam ayat lain Allah ta`ala melarang kaum wanita utk keluar rumah dgn ber-tabarruj

وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى

“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan jangan bertabarruj sebagaimana tabarruj orang orang jahiliyah terdahulu.
Wallohu A'lam‎

 

Gunung Kerinci Yang Penuh Legenda


Gunung Kerinci ‎merupakan suatu gunung tertinggi di pulau ‎Sumatra yang lebih kurang tingginya 3805 m. yang terletak di ds. kersik tua kab. kerinci J‎ambi. daerahnya sangat dingin karena ‎berada di ketinggian 1500 DPL. dan konon ‎katanya di G kerinci tersebut mempunyai ‎anak gunung yang namanya Gunung Ayam ‎yang terkenal sangat angker dan misteri, dan d‎i ‎sekitar gunung tsb. terhampar perkebunan t‎eh yang sangat luas yang menambah k‎eindahan dibalik kekeramatan yang a‎khirnya sangat menjadi perhatian dan ‎mengundang masarakat di seluruh plosok ‎penjuru.

Gunung Ayam salah satu gunung yang letaknya di kaki gunung Kerinci yang mempunyai tingkat misteri yang sangat kuat ada kaitanya dengan gunung kerinci, dimana dihamparan gunung tsb. banyak berserakan telur ayam namun tak satu pun orang berani mengambilnya. karena sangat-amat keramatnya sehingga apabila diambil akan berakibat fatal bagi yang menambilnya.
Keunikan dan keanehan yang perna terjadi di daerah tersebut antara lain , pada suatu hari skelompok orang pekerja pemetik teh hilang satu group kurang lebih 20 orang hingga sampai sekarang tidak pernah diketemukan, dan anenya lagi sampe saat ini apabila jam 10 pagi di gunung tsb. terdengar suara pluit seakan-akan tiba waktunya untuk menimbang teh hasail petikanya padahal di gunung ayam sangat jauh jaraknya dari perkebunan, adapun yang lainya apabila orang mengambil telur-telur yang ada maka orang tsb. tidak akan bisa pulang dan terus keliling dan keliling tidak kan akan menemukan jalan pulang.‎

Kerinci menjadi gunung di Pulau Sumatra yang ingin ditaklukan oleh pendaki sejati. Biarpun sudah berpengalaman menaklukan gunung-gunung di di tanah Jawa, namun mereka yang benar-benar suka tantangan pasti akan membidik Gunung Kerinci karena trek dan energi yang dikeluarkan harus dipertimbangkan secara matang. Biar tahu lebih banyak tentang Kerinci di Propinsi Jambi.

Sejarah Kerinci di Tanah Sumatra

Keberadaan Taman Nasional Sumatra di sekitar Kerinci selalu dikait-kaitkan dengan manusia pendek dengan ciri-ciri tinggi kurang dari 140 cm, tubuh berbulu, berjalan tegak, wajah kelihatan sudah tua dan selalu membawa tombak. Legenda ini sudah muncul sejak ratusan tahun yang lalu dan masih menjadi misteri hingga kini.

Berbagai penelitian pun dilakukan oleh saintis dunia. Bahkan National Geographicmenerjunkan langsung ilmuwan mereka ke tengah-tengah Taman Nasional Kerinci Seblat untuk mencari tahu lebih banyak lagi tentang makhluk misterius tersebut. Namun hingga sekarang hasilnya masih nihil karena jejak manusia pendek tidak pernah terdeteksi.‎‎

Ekplorasi Kerinci Untuk Petualang Sejati

Sebagai salah satu gunung tertinggi di Sumatra, tentu membuat pendaki lokal dan mancanegara tertarik untuk menaklukannya. Dengan tinggi sekitar 3.805 meter di atas permukaan laut, ini membuat perencanaan harus dilakukan dengan matang, seperti memperkirakan faktor cuaca, perbekalan, peta, dan pemandu berpengalaman. Travelers, biar acara memanjat Kerinci sukses dengan tubuh fresh, kalian bisa beristirahat di penginapan yang ada di kaki gunung.

Untuk bisa sampai ke puncak, tiap pendaki harus melewati beberapa pos dan shelter dengan ketinggian yang berbeda-beda. Mulai dari Pintu Rimba (1800 mdpl) – Pos 1 (1900 mdpl) – Pos 2 (2000 mdpl) – Pos 3 (2250 mdpl) – Shelter 1 (2500 mdpl) – Shelter 2 (2950 mdpl) – Shelter 3 (3200 mdpl) – dan Puncak Kerinci (3805 mdpl). Rentang waktu yang diperlukan untuk tiba di masing-masing pos dan shelter pun cukup bervariasi, mulai dari 30 menit hingga 4 jam tergantung dari kecepatan para pendaki.

Rasa lelah dan keringat yang mengucur untuk bisa sampai ke puncak Kerinci akan terbayar dengan view eksotis dari kota Jambi, Bengkulu dan Padang. Bahkan kalau cuaca lagi cerah, Samudera Hindia bisa dilihat dari ketinggian. Nikmati juga kawah Gunung Kerinci berukuran raksasa, yaitu 120 x 400 meter dengan air berwarna kehijauan. Alihkan pandangan lagi ke sebelah timur karena disana terdapat Danau Bento, yaitu rawa tertinggi di Sumatra yang memiliki air jernih.

Jika kamu memegang kamera, putar lagi kebelakang karena disana terdapat Gunung Tujuh yang mempunyai kawah perawan yang sangat indah. Hampir semua pendaki yang akhirnya berhasil sampai di puncak Kerinci speachless dan hanya bisa terpukau dengan lukisan alam yang terhampar di hadapan mereka. Ya, memang sangat menyenangkan bisa berdiri di puncak gunung tertinggi di Sumatra. Rasanya puas sekali.

Udara yang segar, panorama menakjubkan, awan yang tergantung di langit, serta viewkhas pegunungan yang berwarna hijau membuat mereka yang berhasil mencapai puncak hanya sanggup memuji kebesaran Tuhan. Tapi kalian tidak bisa berlama-lama ada di puncak karena kamu disarankan segera turun sebelum jam 10.00. Kenapa? Karena biasanya awan akan terbang rendah sehingga kalau terlambat, kalian bisa tersesat karena trek untuk turun menjadi sulit ditemukan.

Kalau pengin mengeksplorasi Kerinci lebih banyak, sediakan waktu juga untuk datang ke Gunung Tujuh. Tempatnya bersebelahan kok jadi kalian akan punya koleksi foto lebih banyak. Oh ya, Taman Nasional Kerinci Seblat juga menjadi spot untuk penelitian lho. Di tempat ini banyak hidup flora dan fauna yang menjadi binatang khas Sumatra, seperti badak sumatra, harimau sumatra, tapir, kuskus, macan tutul, siamang, dan gibbon. Karena keragaman hayati yang dimiliki, tak jarang banyak spesies yang ditemukan disana.

Dapat mencapai puncak dan sekaligus mengagumi lukisan alam yang sempurna ini pasti meninggalkan memori indah buat para pendaki. Selamat berpetualang!!!


Legenda Naga Raksasa 

Gunung Kerinci menyimpan legenda unik tentang naga raksasa. Di kisahkan pada jaman dahulu di kaki gunung kerinci hiduplah dua saudara kembar, Calupat dan Calungga. Keduanya sudah tidak berayah dan beribu lagi. Dua yatim piatu ini memiliki pusaka buah delima dan batu putih peninggalan orang tuanya.
 
Suatu hari Calungga pergi berburu seorang diri. Dalam perburuanya itu, ia menemukan sebutir telur raksasa. Telur itu kemudian dibawanya pulang sekaligus ingin diperlihatkan kepada sang adik Calupat.
 
Namun, sebelum sampai dirumah, Calungga berubah pikiran. Calungga memutuskan untuk memakan telur itu. Setelah menyantap telur raksasa, Calungga merasa kehausan. Tapi anehnya rasa dahaga Calungga tidak pernah hilang meski dia telah mengeringkan air sungai yang mengalir di kaki Gunung Kerinci.
Dalam waktu bersamaan tubuh Calungga lambat laun berubah wujud. Tubuhnya memanjang dan memiliki sisik-sisik emas sebesar nyiru atau tampah. Calungga berubah menjadi seekor naga raksasa dengan batu mustika merah delima di kepalanya.
 
Calungga yang sudah berubah wujud menjadi naga raksasa menjadi sakti. Hanya dengan sekali putaran tubuhnya, lembah di kaki Gunung Kerinci menjadi sebuah danau yang dikenal Danau Bento.
 
Calupat, Sang adik rupanya tidak mampu hidup seorang diri. Ia pun meminta Naga Calungga mengantarkan ke perkampungan penduduk di sebelah timur matahari terbit. Tujuanya agar ia dapat hidup berdampingan dengan penduduk.
 
Dengan hanya sekali tiup, terbentuklah sebuah sungai. Sungai itu dinamakan Muara Angin atau sungai Batang Merangin. Kemudian air sungai tersebut menyusut saat Naga Calungga berjalan ke timur, seperti permintaan adiknya, Calupat.
 
Bekas aliran sungai itu menjadi Danau Kerinci. Sesampainya di perkampungan yang dituju, Calupat duduk di atas kepala Naga Calungga. Maka penduduk menobatkan Calupat sebagai raja bergelar Sang Hyang Jaya Naga.

Legenda Orang Pendek

Makhluk itu konon memiliki kaki terbalik, telapak kakinya menghadap ke belakang. Meski demikian, ia mampu bergerak lincah di antara lebatnya hutan. Tinggi tubuhnya hanya sekitar satu meter. Sekujur tubuhnya ditutupi bulu pendek. Beberapa kesaksian lain memberi detail tambahan tentang sosok itu tengah menenteng sebatang tombak kayu dengan tangan yang terlihat kekar.
Itulah sosok ”orang pendek” yang kerap digambarkan sejumlah penduduk di sekitar kawasan hutan Danau Gunung Tujuh dan Gunung Kerinci yang masuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. ”Ayah saya dulu pawang Gunung Tujuh, ia pernah cerita ketemu ’orang pendek’. Banyak orang lain yang juga ketemu,” kata Ali Akbar (70), warga Air Jernih, Gunung Tujuh.

Tak semua penduduk lokal percaya dengan cerita ini. Sebagian menganggapnya hanya sekadar dongeng. Warga di sekitar Kerinci terbelah antara percaya dan tidak terhadap keberadaan makhluk ini. Mereka juga berdebat apakah makhluk itu sebenarnya binatang sejenis monyet atau manusia.

Orang Pendek adalah misteri sejarah alam terbesar di Asia; ahli binatang telah mendaftarkan laporan penampakan kera misterius di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, Propinsi Jambi, lebih dari 150 tahun lalu. Sampai hari ini, mahluk yang di Kerinci dikenal sebagai “uhang pandak”, tetapi juga karena variasi yang membingungkan dari nama dialek setempat, sampai sekarang masih belum teridentifikasi oleh ilmuwan.

Orang pendek ialah nama yang diberikan kepada seekor binatang (manusia?) yang sudah dilihat banyak orang selama ratusan tahun yang kerap muncul di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Walaupun tak sedikit orang yang pernah melihatnya, keberadaan orang pendek hingga sekarang masih merupakan teka-teki. Tidak ada seorangpun yang tahu, sebenarnya makhluk jenis apakah yang sering disebut sebagai orang pendek itu.

Tidak pernah ada laporan yang mengabarkan bahwa seseorang pernah menangkap atau bahkan menemukan jasad makhluk ini, namun hal itu berbanding terbalik dengan banyaknya laporan dari beberapa orang yang mengatakan pernah melihat makhluk tersebut. Sekedar informasi, Orang pendek ini masuk kedalam salah satu studi Cryptozoology.

Ekspediasi pencarian Orang Pendek sudah beberapa kali di lakukan di Kawasan Kerinci, Salah satunya adalah ekspedisi yang didanai oleh National Geographic Society. National Geographic sangat tertarik mengenai legenda Orang Pendek di Kerinci, Jambi, beberapa peneliti telah mereka kirimkan kesana untuk melakukan penelitian mengenai makhluk tersebut.‎

Adapun cerita mengenai orang pendek pertama kali ditemukan dalam catatan penjelajah Marco Polo tahun 1292, saat ia bertualang ke Asia. Walau diyakini keberadaannya oleh penduduk setempat, makhluk ini dipandang hanya sebagai mitos oleh para ilmuwan, seperti halnya yeti di Himalaya dan monster Loch Ness Inggris Raya.

Sejauh ini, para saksi yang mengaku pernah melihat Orang Pendek menggambarkan tubuh fisiknya sebagai makhluk yang berjalan tegap (berjalan dengan dua kaki) tinggi sekitar satu meter (diantara 85 cm hingga 130 cm) dan memiliki banyak bulu diseluruh badan. Bahkan tak sedikit pula yang menggambarkannya dengan membawa berbagai macam peralatan berburu, seperti semacam tombak.

Legenda Mengenai Orang Pendek sudah secara turun temurun dikisahkan di dalam kebudayaan masyarakat Suku anak dalam. Mungkin bisa dibilang, Suku Anak Dalam sudah terlalu lama berbagi tempat dengan para Orang Pendek di kawasan tersebut. Walaupun demikian, jalinan sosial diantara mereka tidak pernah ada. Sejak dahulu Suku Anak Dalam bahkan tidak pernah menjalin kontak langsung dengan makhluk-makhluk ini, mereka memang sering terlihat, namun tak pernah sekalipun warga dari suku anak dalam dapat mendekatinya.

Ada suatu kisah mengenai keputusasaan para Suku Anak Dalam yang mencoba mencari tahu identitas dari makhluk-makhluk ini, mereka hendak menangkapnya namun selalu gagal. Pencarian lokasi dimana mereka membangun komunitas mereka di kawasan Taman Nasional juga pernah dilakukan, namun juga tidak pernah ditemukan.

Awal tahun 1900-an, dimana saat itu Indonesia masih merupakan jajahan Belanda, tak sedikit pula laporan datang dari para WNA. Namun yang paling terkenal adalah Kesaksian Mr. Van Heerwarden di tahun 1923. Mr. Van Heerwarden adalah seorang zoologiest, dan disekitar tahun itu ia sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Pada suatu catatan kisahnya, ia menuliskan mengenai pertemuannya dengan beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di badan. Tinggi tubuh mereka ia gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun, namun dengan bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu. Mr. Heerwarden sadar mereka bukan sejenis siamang maupun perimata lainnya. Ia tahu makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu, sehingga mereka berlari menghindar. Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden tak habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan mereka berjalan tegak. Semenjak itu, Mr. Heerwarden terus berusaha mencari tahu makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah hasil.

Sumber-sumber dari para saksi memang sangat dibutuhkan bagi para peneliti yang didanai oleh National Gographic Society untuk mencari tahu keberadaan Orang Pendek. Dua orang peneliti dari Inggris, Debbie Martyr dan Jeremy Holden sudah lama mengabadikan dirinya untuk terus menerus melakukan ekspedisi terhadap eksistensi Orang Pendek. Namun, sejak pertama kali mereka datang ke Taman Nasional Kerinci di tahun 1990, sejauh ini hasil yang didapat masih jauh dari kata memuaskan.

Lain dengan peneliti lainnya, Debbie dan Jeremy datang ke Indonesia dengan dibiayai oleh Organisasi Flora dan Fauna Internasional ( http://fauna-flora.org). Dalam ekspedisi yang dinamakan “Project Orang Pendek” ini, mereka terlibat penelitian panjang disana. Secara sistematik, usaha-usaha yang mereka lakukan dalam ekspedisi ini antara lain adalah pengumpulan informasi dari beberapa saksi mata untuk mengetahui lokasi-lokasi di mana mereka sering dikabarkan muncul. Kemudian ada metode menjebak pada suatu tempat dimana disana terdapat beberapa kamera yang selalu siap untuk menangkap aktivitas mereka. Rasa putus asa dan frustasi selalu menghinggap di diri mereka ketika hasil ekspedisi selama ini belum mendapat hasil yang memuaskan.

Beberapa pakar Cryptozoology mengatakan bahwa Orang Pendek mungkin memiliki hubungan yang hilang dengan manusia. Apakah mereka merupakan sisa-sisa dari genus Australopithecus?

Banyak Paleontologiest mengatakan bahwa jika anggota Australopithecus masih ada yang bertahan hidup hingga hari ini, maka mereka lebih suka digambarkan sebagai seekor siamang. Pertanyaan mengenai identitas Orang Pendek yang banyak dikaitkan dengan genus Australopitechus ini sedikit pudar dengan ditemukannya fosil dari beberapa spesies manusia kerdil di Flores beberapa waktu yang lalu.

Fosil manusia-manusia kerdil “Hobbit” berjalan tegak inilah yang kemudian disebut sebagai Homo Floresiensis. Ciri-ciri fisik spesies ini sangat mirip dengan penggambaran mengenai Orang Pendek, dimana mereka memiliki tinggi badan tidak lebih dari satu seperempat meter, berjalan tegak dengan dua kaki dan telah dapat mengembangkan perkakas/alat berburu sederhana serta telah mampu menciptakan api. Homo Floresiensis diperkirakan hidup diantara 35000 – 18000 tahun yang lalu.

Apakah Orang Pendek benar-benar merupakan sisa-sisa dari Homo Floresiensis yang masih dapat bertahan hidup? Secara jujur, para peneliti belum dapat menjawabnya. Peneliti mengetahui bahwa setiap saksi mata yang berhasil mereka temui mengatakan lebih mempercayai Orang Pendek sebagai seekor binatang. Debbie Martyr dan Jeremy Holden, juga mempertahankan pendapat mereka bahwa Orang Pendek adalah seekor siamang luar biasa dan bukan hominid.‎

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...