Minggu, 22 November 2020

Sejarah Peradaban Bani Ummayyah


Asal-usul Dinasti Bani Umayyah

Nama ” Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah ibnu” Abdi Syam ibnu ”Abdi Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah. Bani Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidin. 

Pada masa Ustman, Mu’awiyah diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak dengan praktik nepotisme dengan Mu’wiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para pendukung Sayidina  Ali.

Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Mu’awiyah mulai bekerja. Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi kekuasaan dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Kholifah Ustman, betapa Mu’awiyah mampu membangun koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga Bani Umayah tetap menjadi pihak yang diuntungkan. 

Setelah Khalifah Usman bin Affan wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Sayidina  Ali bin abi Thalib sebagai Khalifah. Dan Sayidina Ali memerintah hanya enam tahun . selama masa pemerintahannya Beliau menghadapi berbagai pergolakan (keadaan yang tidak tenang) . tidak ada masa sedikit pun yang dapat dikatakan stabil . setelah menduduki jabatan khalifah Sayidina Ali memecat para Gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman. Beliau yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Beliau  juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan oleh Sayidina  Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali system distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana yang  pernah ditetapkan pada masa Khalifah Sayidina  Umar.

Tidak lama setelah itu, Sayidina Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, karena Sayidina Ali tidak mau menghukum para pembunuh Sayidina Usman dan mereka menuntut bela terhadap darah Khalifah Usman yang telah ditumpahkan secara zalim. Hembusan tersebut diperkirakan datang dari Mu'awiyah yang masih jadi Gubernur Damaskus dan masih ada ikatan Darah dengan Sayidina Utsman (konspirasi politik Mu'awiyah)

Sayidina Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Beliau mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. 

Akhirnya pertempuran yang dasyat pun terjadi berkobar. Perang ini dikenal dengan “Perang Jamal (Unta) karena dalam pertempuran itu dipimpin oleh Sayidah Aisyah yang  menunggangi Unta, dan Sayidina Ali berhasil mengalahkan lawannya.serta mengembalikan Sayidah Aisyah ke Madinah dengan Kehormatan.

Bersama dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Sayidina Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari Gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaanya. Sayidina  Ali bergerak dari Kuffah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara . pertemuan yang terjadi di sini yang dikenal “ Perang Shiffin” perang ini di akhiri dengan tahkim (arbitrase) ‎ternyata tidak menyelesaikan masalah jutru menimbulkan golongan ketiga  , al-Khawarij yaitu orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya diujung pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Thalib ada tiga kekuatan politik , yaitu al-Khawarij (orang – orang yang keluar dari barisan Ali), Syi’ah (pengikut Ali), Mu’awwiyah.  

Keadaan ini tidak menguntungkan Sayidina  Ali. munculnya kelompok al-Khawarij menyebabkan melelamahnya barisan Ali sedangkan barisan Muawwiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (66o M) Sayidina Ali terbunuh oleh anggota khawarij.

Kedudukan Sayidina Ali sebagai khalifah dijabat anaknya Sayidina Hasan selama beberapa bulan , namun karena ternyata Sayidina Hasan dianggap lemah , sementara Muawwiyah semakin kuat, karena kelicikan Muawwiyah dengan mudah ia menduduki jabatan Putra Sayidina Ali. Sekarang Muawwiyah ibn Abi Sufyan sebagai penguasa. Mulai dari masa Abu Bakar sampai ke Ali dinamakan Khulafah Rasyidah. Para Khalifahnya disebut al-Khulafa Rasyidun (orang-orang yang mendapat petunjuk). 

Pada periode ini Islam berbentuk kerajaan diwariskan secara turun temurun  selain itu dalam bertindak khalifah mengadakan musyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain, sedangkan, khalifah-khalifah sesudahnya sering bertindak otoriter. 

Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi masa kekuasaan Umayyah , pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). 

Sementara pada masa-masa Sayidina Ali, Mu’awiyah telah mulai melakukan gerakan politik untuk meraih posisi puncak dalam kekuasaan. Mu’awiyah mampu memanfaatkan kelemahan dan keluguan kekuasaan Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah memiliki kekuatan penuh, sehingga pada saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung mengambil alih kekuasaan dengan sangat mudah dan terkordinasi dengan baik. 

Salah satu kepekaan nalar politik Mu’awiyah ialah mampu belajar pada pengalaman yang terjadi pada tiga khalifah sebelumnya, yang berakhir dengan pembunuhan. Pilihan memindahkan kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan kecerdasan politik Mu’awiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang sangat tragis di kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari tragedi pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya. 
Akhirnya, Mu’awiyah dan dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar jazirah Arab, mencoba bersebarangan dengan para pendahulu-pendahulunya yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab. 

Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun 660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke Damaskus, tempat kedudukan baru khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat Yunani Romawi Timur.

Sistem Pergantian Kholifah

Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan secara demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).yaitu sebagai berikut:


Kronologi Bani Ummayyah

661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Ummayyah.
670 M- Perluasan ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.
677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke Konstantinopel.
680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Husain.
685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara.
711 M- Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana.
713 M- Penaklukan Multan.
716 M- Serangan ke Konstantinopel.
717 M- Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan.
725 M- Tentara Islam merebut Nimes di Perancis.
749 M- Kekalahan tentara Ummayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyyah.
750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani Ummaiyyah.
756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba. Memisahkan diri dari Abbasiyyah.

Kekhalifahan Utama di Damaskus

Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M

Keamiran di Kordoba

Abdur-rahman I, 756-788
Hisyam I, 788-796
Al-Hakam I, 796-822
Abdur-rahman II, 822-888
Abdullah bin Muhammad, 888-912
Abdur-rahman III, 912-929
Kekhalifahan di KordobaSunting
Abdur-rahman III, 929-961
Al-Hakam II, 961-976
Hisyam II, 976-1008
Muhammad II, 1008-1009
Sulaiman, 1009-1010
Hisyam II, 1010-1012
Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
Abdur-rahman IV, 1021-1022
Abdur-rahman V, 1022-1023
Muhammad III, 1023-1024
Hisyam III, 1027-1031


Masa Keemasan Bani Umayyah


Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya ‎Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, d‎an terakhir terbunuhnya Sayidina Ali bin Abi Thalib.

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukanTunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai keMultan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kotaSpanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.

Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerangBordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali keSpanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputiSpanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, danKirgistan di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimanakhalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung pendapatnya.

Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya denganHasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknyaYazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala Sayidina H‎usain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.

Kelompok Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang dipimpin oleh ‎Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.

Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinahdan Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.

Kemerosotan Bani Umayyah Damaskus

Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.

Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.


Bani Umayyah Andalusia

Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islampada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.

Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Kemudian pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona,Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini ia mencoba menyerang kotaTours, di kota ini ia ditahan oleh Charles Martel, yang kemudian dikenal denganPertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.

Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigothadalah ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. 

Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.

Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiranIslam di sana.

Keberhasilan Yang Dicapai

Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :

1. Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.

2. Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.

3. Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.

4. Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.

5. Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).

6. Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.

7. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.

8. Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.

9. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi sehingga sampai berdampak pada orang-orang non Arab menjadi pandai berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan pengetahuan tata bahasa Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh Sibawaih dalam al-Kitab.

10. Merubah mata uang yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Sebelumnya mata uang Bizantium dan Persia seperti dinar dan dirham. Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.

11. Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova, Granada, dan Toledo.

12. Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi mesjid, sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di al-Quds (Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid al-Aqsha. Monumen terbaik yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha yang menurut riwayatnya tempat Nabi Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan mi’raj ke langit, mesjid Cordova di Spanyol dibangun, mesjid Mekah dan Madinah diperbaiki dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.

13. Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.

b). Bidang Immaterial
1. Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits, fikih, dan kalam.

2. Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri (w. 701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).

3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni

Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta. Dan ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.


Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. 

Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.

4. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya Porphyrius :Isagoge.


Kemunduran Dinasti Umayyah

Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah, sejak Umayah berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi Islam. Tetapi, kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar seperti yang dilakukan oleh Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan, dan ditambah lagi dengan pola suksesi yang bersifat keluargaan telah memunculkan perlawanan yang keras dari lawan-lawan politik Bani Umaya. Sejak sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah terus mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam kekuataan politik. Kelemahn ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-musuh Bani Umayah untuk dihancurkan, dan segera diganti.

Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara lain :

1. System suksesi khalifah dengan cara dinatian bukan tradisi Arab dan lebih mengandalkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menimbulkan menimbulkan persaingan yang keras di kalangan anggota keluarga.

2. Latar belakang terbentuknya Bani Umayah tidak terlepas dari konflik politik yang terjadi di masa Ali. Ktbu Ali (Syi’ah) dan kubu khawarij yang masih tersisa, terus menjadi oposisi dan melakukan perlawanan terhadap Bani Umayah, baik dengan terang-terangan maupun dengan cara sembunyi-sembunyi. Penumpasan terhadap kelompok-kelompok ini, banyak menyedot kekuatan pemerintah Bani Umayah.

3. Pada masa Bani Umayah pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) terus menruncing. Konflik ini membuat penguasa Bani Umayah merasa kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan.

4. Faktor lemahnya Bani Umayah juga akibat sikap hidup mewah orang-orang di lingkungan istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kekuasaan. Kemudian, banyak para agamawan yang kecewa dengan penguasa Bani Umayah karena penguasa ini sudah tidak memperhatikan pengembangan agama.

5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd Thalib yang mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali.

Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh pembunuhan terhadap khalifah Marwan yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shaffah, setelah itu ia menjadi khalifah dalam kekuasaan umata Islam. Kemudian kelompok Abul Abbas, beralih menghancurkan Yazid bin Umar bin Hubairah, yang merupakan benteng terakhir kekuasaan dinasti Umayah.
Jadi, hancurnya dua kekuayaan Umayah ini, menjadi akhir dari kiprah bani Umayah dalam sejarah kekuasan Islam.

Berbagai kekejaman yang di lakukan oleh kaum Mu'awiyah telah Menoreh kan tinta sejarah politik kotor di awal perkembangan Islam. Dan walau bagaimanapun juga Bani Umayah telah Menoreh kan tinta dalam sejarah peradaban Islam di Dunia 

Semoga dengan riwayat tersebut orang2 pemerintahan di masa sekarang lebih bijak dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat serta kepentingan Negara.‎

 

Hikmah hari Asyuro


‏بسم الله الرحمن الرحيم. الحمد لله رب العالمين. والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا ومولانا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. أما بعد.

Di antara nikmat Allah Ta’ala yang diberikan atas hamba-hamba-Nya, adalah perguliran musim-musim kebaikan yang datang silih berganti, mengikuti gerak perputaran hari dan bulan. Supaya AllahTa’ala mencukupkan ganjaran atas amal-amal mereka, serta menambahkan limpahan karunia-Nya.

Dan tidaklah musim haji yang diberkahi itu berlalu, melainkan datang sesudahnya bulan yang mulia, yaitu bulan muharam. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

أفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم، وأفضل الصلاة بعد الفريضة قيام الليل . رواه مسلم في صحيحه

“Puasa yang paling utama setelah puasa bulan ramadhan adalah puasa pada bulanAllah yang kalian sebut bulan muharam, dan sholat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.“(HR.Muslim)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menamai bulan muharam dengan bulan Allah, ini menunjukan akan kemuliaan dan keutamaannya. Sesungguhnya AllahTa’ala mengkhususkan sebagian makhluk-Nya terhadap sebagian yang lainnya, serta mengutamakannya dari sebagian yang lainnya.

Hasan al-Bashri rahimahullahu Ta’alaberkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membuka tahun dengan bulan haram dan mengakhirinya dengan bulan haram, dan tidak ada bulan dalam setahun yang lebih mulia disisi Allah melebihi bulan ramadhan, karena sangat haramnya bulan tersebut.“

Di bulan muharam ada satu hari yang pada hari itu terjadi peristiwa besar serta kemenangan yang gemilang. Saat di mana kebenaran menang atas kebatilan, yaitu ketika Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihis sholatu was salaam beserta kaumnya, dan menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Ia adalah hari yang memiliki keutamaan yang agung dan kehormatan sejak dahulu. Ketahuilah, hari itu adalah hari yang kesepuluh dari bulan muharam, yang biasa disebut hari ‘Asyura.

Sebelum Islam, Hari Asyura sudah menjadi hari peringatan dimana beberapa orang Mekkah biasanya melakukan puasa. Ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah, ia mengetahui bahwa Yahudi di daerah tersebut berpuasa pada hari Asyura - bisa jadi saat itu merupakan hari besar Yahudi Yom Kippur. Saat itu, Muhammad menyatakan bahwa Muslim dapat berpuasa pada hari-hari itu.

Di kalangan suku Banjar yang merupakan muslim Sunni di Kalimantan, Hari Asyura dirayakan ekspresi kegembiraan dengan membuat bubur Asyura yang terbuat dari beras dan campuran 41 macam bahan yang berasal dari sayuran, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Bubur Asyura tersebut akan disajikan sebagai hidangan berbuka puasa sunat Hari Asyura.

Hari Asyura merupakan peringatan hal-hal di bawah ini dimana Muslim Sunni percaya terjadi pada tanggal 10 Muharram, diantaranya adalah:

Hari diciptakannya Nabi Adam dan hari tobatnya pula
Berlabuhnya bahtera Nabi Nuh di bukit Judi
Nabi Idris diangkat ke surga
Nabi Ibrahim selamat dari apinyaNamrudz
Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan ia dibawa bertemu dengan Nabi Yusuf
Nabi Musa selamat dari pasukan Fir'aun saat menyeberangi Laut Merah
Nabi Sulaiman diberikan kerajaan besar dan menguasai bumi
Nabi Yunus dikeluarkan dari perut paus
Nabi Isa diangkat ke surga setelah usaha tentara Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal


Tanggal 10 Muharram 61 H atau tanggal10 Oktober 680 merupakan haripertempuran Karbala yang terjadi diKarbala, Iraq sekarang. Pertempuran ini terjadi antara pasukan Bani Hasyim yang dipimpin oleh Husain bin Ali beranggotakan sekitar 70-an orang melawan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad, atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Bani U‎mayyah saat itu.

Pada hari itu hampir semua pasukanHusain bin Ali, termasuk Husain-nya sendiri syahid terbunuh, kecuali pihak perempuan, serta anak Husain yang sakit bernama Ali zainal abidin bin Husain. Kemudian oleh Ibnu Ziyad mereka dibawa menghadap Khalifah di Damaskus, dan kemudian yang selamat dikembalikan ke Madinah.

Kita bangsa Indonesia mempunyai kepercayaan bahwa datangnya tahun baru, baik tahun masehi, tahun hijriyah atau tahun jawa ini perlu diperingati. Beraneka ragam cara yang mereka lakukan dalam merayakannya mulai dari cara yang sangat sederhana/kecil-kecilan sampai cara yang bersifat besar-besaran. Demikian pula di kalangan kaum muslimin Indonesia, setiapbulan Muharram ada tradisi mengadakan kegiatan rutin tahunan dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, baik itu berupa kegiatan ritual atau kegiatan sosial. 

Yang berupa kegiatan ritual misalnya : 
-  Melakukan shalat tasbih;
-  Puasa hari Tasu'a dan hari Asyura'
-  Membaca surat ikhlas dengan hitungan tertentu;
Adapun yang berupa kegiatan sosial misalnya :
-  Bersilaturrahim/berkunjung ke rumah sanak famili;
-  Besedekah kepada fakir miskin;
-  Membuat anggota keluarga merasa gembira dengan diberi hadiah.

Tradisi yang biasa mereka lakukan itu memang termasuk salah satu masalah furu'iyah yang di dalamnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama yang timbulnya dikarenkan tidak adanya dalil yang sharih atau nash syar’i yang khusus menjelaskan tentang masalah itu. Namun dalam beberapa dalil syar'i, secara umum toh syari'at kita menganjurkan berbuat baik/beramal sholih, baik yang berupa ibadah mahdlah atau ibadah ghairu mahdlah, yang bersifat qauliyah, badaniyah, atau maliyah.

Perbedaan pendapat tersebut bisa kita lihat secara jelas dari tulisan para ulama kita dalam kitabnya masing-masing. Antara lain :

1.    Dalam kitab Nihayatuz Zain hal. 196 disebutkan :

وَنُقِلَ عَنْ بَعْضِ اْلأَفَاضِلِ أَنَّ اْلأَعْمَالَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ اثْنَا عَشَرَ عَمَلاً: الصَّلاَةُ، وَاْلأَوْلَى أَنْ تَكُوْنَ صَلاَةُ التَّسْبِيْحِ، وَالصَّوْمُ، وَالصَّدَقَةُ، وَالتَّوْسِعَةُ عَلَى الْعِيَالِ وَاْلاِغْتِسَالُ، وَزِيَارَةُ الْعَالِمِ الصَّالِحِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ، وَمَسْحُ رَأْسِ الْيَتِيْمِ، وَاْلاِكْتِحَالُ، وَتَقْلِيْمُ اْلأَظَافِرِ، وَقِرَاءَةُ سُوْرَةِ اْلإِخْلاَصِ أَلْفَ مَرَّةٍ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ.  وَقَدْ وَرَدَتْ اْلأَحَادِيْثُ فِي الصَّوْمِ وَالتَّوْسِعَةِ عَلَى الْعِيَالِ. وَأَمَّا غَيْرُهُمَا فَلَمْ يَرِدْ فِي اْلأَحَادِيْثِ.  وَقَدْ ذَكَرَ إِمَامُ الْمُحَدِّثِيْنَ ابْنُ حَجَرٍ الْعَسْقَلاَنِيِّ فِيْ شَرْحِ الْبُخَارِيْ كَلِمَاتٍ مَنْ قَالَهَا فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ، وَهِيَ: سُبْحَانَ اللهِ مِلْءُ الْمِيْزَانِ .... إِلى أن قال: وَنَقَلَ سَيِّدِيْ عَلِيْ اْلأَجْهُوْرِيْ أَنَّ مَنْ قَالَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ سَبْعِيْنَ مَرَّةً: حَسْبِيَ اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ، كَفَاهُ اللهُ تَعَالَى شَرَّ ذَلِكَ الْعَامِ.

Artinya :
"Diriwayatkan dari sebagian orang-orang yang mempunyai sifat utama bahwa amalan pada hari asyura'/10 Mkuharram itu ada dua belas macam, yakni : shalat, -yang afdlol shalat tasbih- puasa, bersedekah, membuat anggota keluarga merasa gembira, mandi, manziarahi orang alim/orang shalih, menjenguk orang sakit mengusap kepala/menyantuni anak yatim, memakai celak, memotong kuku, membaca surat al-Ikhlash 1.000 x dan silaturrahim. Mengenai anjuran puasa dan membuat gembira kepada anggota keluarga ada hadits yang menerangkannya. Selain dua hal tersebut tidak ada hadits yang menerangkannya. Imam Ibnu Hajar menyebutkan bahwa barang siapa yang membaca kalimat ini pada hari Asyura', maka hatinya tidak mati, yaitu subhanallah mil'al mizan dan seterusnya. Sayyid Al-Ajhuri meriwayatkan bahwa barang siapa yang membaca hasbiyallah wani'mal wakil, ni'mal maula wa ni'man nashir 70 x pada hari Asyura' maka Allah akan menghindarkan orang tersebut dari keburukan dalam tahun ini.

2.    Dalam kitab Asnal Mathalib fi Ahaditsa Mukhtalifatil Maratib juz II hal 586 disebutkan:

(أَحَادِيْثُ فَضْلِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ) ثَبَتَ مِنْهَا أَحَادِيْثُ الصِّيَامِ، فَفِي الْبُخَارِي وَمُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَصُوْمُهُ قُرَيْشٌ فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَصُوْمُهُ فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ عَاشُوْرَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ. وَأَمَّا حَدِيْثُ التَّوْسِعَةِ وَلَفْظُهُ: مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا، فَفِيْهِ خِلاَفٌ.

Artinya :
"(Beberapa hadits tentang keutamaan hari Asyura') Telah tercatat dalam beberapa hadits antara lain tentang puasa (Asyura'). Dalama kitab shahih Bukhari dan Muslim dari A'isah ra, dia berkata : bahwa kaum Quraisy di zaman Jahiliyah berpuasa pada hari Asyura'. Rasulullah SAW. juga berpuasa pada hari itu. Sewaktu beliau hadir/hijrah ke Madinah masih juga beliau melakukan dan memerintahkan puasa Asyura' tetapi ketika puasa Ramadlan telah diwajibkan, beliau meninggalkannya, barang siapa menghendaki puasa disilahkan berpuasa, dan barang siapa yang menghendaki tidak berpuasa boleh meninggalkannya. 

Adapun hadits "tausi'ah" yang lafdznya : barang siapa membuat gembira kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan memberikan kelapangan kepadanya sepanjang tahun. Hadits tersebut masih diperselisihkan oleh para ahli hadits tentang keshahihannya.
3.    Dalam kitab I'anatut Thalibin juz II hal. 266 diterangkan :

قَالَ الْعَلاَّمَةُ اْلأَجْهُوْرِيْ: وَلَقَدْ سَأَلْتُ بَعْضَ أَئِمَّةِ الْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ عَنِ الْكُحْلِ، وَطَبْخِ الْحُبُوْبِ، وَلُبْسِ الْجَدِيْدِ، وَإِظْهَارِ السُّرُوْرِ، فَقَالَ: لَمْ يَرِدْ فِيْهِ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلاَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَلاَ اسْتَحَبَّهُ أَحَدٌ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ.

Artinya :
“Imam Ajhuri berkata : sungguh saya telah menanyakan kepada sebagian dari para imam ahli hadits dan ahli fiqih tentang memakai celak, menanak biji-bijian, memakai pakaian yang serba baru dan memperlihatkan kegembiraan, beliau menjawab : mengenai hal itu tidak ada riwayat hadits yang shahih dari Nabi atau salah seorang sahabat dan tidak ada salah seorang pun dari para pemimpin Islam yang menganjurkannya”.

Walaupun demikian, karena sudah menjadi tradisi, maka hal tersebut bisa saja dilestarikan (jangan ditinggalkan), namun dengan catatan : bagi yang melakukannya jangan mempunyai i'tikad/anggapan bahwa yang dilakukan itu merupakan anjuran khusus dari Rasulullah SAW. kecuali beberapa amalan yang memang sudah dinash dalam hadits nabi. Ketentuan ini sesuai dengan keterangan dalam kitab mafahim yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Alawi, hal. 314 :
 
جَرَتْ عَادَاتُنَا أَنْ نَجْتَمِعَ لإِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ، وَذِكْرَى اْلإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ، وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، وَالْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ، وَذِكْرَى نُزُوْلِ الْقُرْآنِ وَذِكْرَى غَزْوَةِ بَدْرٍ. وَفِي اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ عَادِيٌّ لاَ صِلَةَ لَهُ بِالدِّيْنِ، فَلاَ يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْ سُنَّةٌ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ، لأَنَّ الْخَطَرَ هُوَ فْي اعْتِقَادِ مَشْرُوْعِيَّةِ شَيْءٍ لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ.
 
Artinya :
"Kita mempunyai tradisi yang sudah berlaku yaitu kita berkumpul untuk perayaan sejumlah hari-hari yang bernilai sejarah, seperti kelahiran nabi, peringatan Isra' Mi'raj, malam NishfuSya'ban, peringatan hijrahnya nabi, malam nuzulul qur'an dan peringatan perang badar. Menurut anggapan kita, perkara semacam itu merupakan suatu tradisi semata tidak ada sangkut pautnya dengan syari'at agama, maka tidak bisa dikatakan bahwa hal tersebut disyari'atkan atau disunnatkan. Namun amalan tadi sama sekali tidak bertentangan dnegan prinsip-prinsip agama. Karena yang menjadi kekhawatiran itu hanya lah timbulnya anggapan adanya anjuran syari’at terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak disyari’atkan


Keutamaan Hari Asyura dan Berpuasa Pada Hari Itu

Banyak hadits-hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keutamaan hari ‘asyura serta anjuran berpuasa pada hari tersebut, kami akan sebutkan beberapa contoh, di antaranya sebagai berikut:

في الصحيحين عن ابن عباس – رضي الله عنه – أنه سئل عن يوم عاشوراء فقال: ” ما رأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يوماً يتحرى فضله على الأيام إلا هذا اليوم – يعني يوم عاشوراء – وهذا الشهر يعني رمضان “.

Dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah ditanya tentang hari ‘Asyura, maka beliau menjawab: Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam begitu menjaga keutamaan satu hari diatas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (maksudnya, hari ‘asyura) dan bulan yang ini (maksudnya, bulan ramadhan).

Sebagaimana telah kami sebutkan di atas, bahwa hari ‘asyura memiliki keutamaan yang agung serta kehormatan sejak dahulu. Nabi Musa ‘alaihis sholatu was salaam berpuasa pada hari itu dikarenakan keutamaannya. Bahkan Ahlul Kitabpun melakukan puasa pada hari itu, demikian pula kaum Quraisy pada masa jahiliyah mereka berpuasa padanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtatkala berada di Makkah, beliau berpuasa pada hari ‘asyura, namun tidak memerintahkan manusia. Ketika tiba di Madinah kemudian menyaksikan Ahlul kitab berpuasa serta memuliakan hari tersebut, dan beliau senang untuk mengikuti mereka terhadap apa-apa yang tidak diperintahkan dengannya, maka beliaupun berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa. Setelah itu beliau pertegas perintah tersebut, serta memberi anjuran dan dorongan atasnya, hingga anak-anakpun diajak ikut berpuasa. Diriwayatkan dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhumaberkata,

” قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة فوجد اليهود صياماً يوم عاشوراء، فقال لهم رسول الله – صلى الله عليه وسلم -:{ ما هذا اليوم الذي تصومونه } قالوا: ( هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه، وأغرق فرعون وقومه، فصامه موسى شكراً لله فنحن نصومه)، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فنحن أحق وأولى بموسى منكم } فصامه رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وأمر بصيامه “

Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘asyura. Maka Beliau bertanya kepada mereka, Hari apa ini hingga kalian berpuasa? Mereka menjawab: Ini adalah hari yang mulia di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, serta menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Maka sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah, Nabi Musa berpuasa pada hari ini, dan kamipun ikut berpuasa. Beliau lalu bersabda, “Sungguh kami lebih berhak dan lebih utama (untuk mengikuti Musa) dari pada kalian.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu.

Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Rubayya’ binti Mu’awwidz berkata,

” أرسل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: { من كان أصبح منكم صائماً فليتم صومه، ومن كان أصبح منكم مفطراً فليتم بقية يومه }. فكنا بعد ذلك نصوم ونصوّم صبياننا الصغار منهم، ونذهب إلى المسجد فنجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه إياها حتى يكون عند الإفطار “. وفي رواية: ” فإذا سألونا الطعام أعطيناهم اللعبة نلهيهم حتى يتموا صومهم “.

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan pada pagi hari ‘asyura ke kampung-kampung kaum anshor di sekitar Madinah, dan berseru: Barang siapa yang berpuasa pada pagi ini, hendaklah menyempurnakan puasanya, dan barang siapa yang tidak berpuasa, hendaklah berpuasa pada sisa harinya. Maka kami berpuasa serta mengajak anak-anak untuk ikut berpuasa. Lalu kami beranjak menuju masjid dan membuatkan mereka mainan dari bulu, jika salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan tersebut agar mereka lalai hingga tiba waktu berbuka.” Dan dalam riwayat lain: Jika mereka minta makanan, kami berikan mainannya agar tidak memikirkan lagi untuk makan, hingga dapat menyempurnakan puasanya.

Namun tatkala puasa ramadhan telah diwajibkan, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan perintah atas para sahabatnya untuk puasa ‘asyura dan tidak lagi menegaskan perintahnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam shahihain dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata,

صام النبي – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك ذلك – أي ترك أمرهم بذلك وبقي على الاستحباب

“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan puasa ‘asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Ketika puasa ramadhan diwajibkan, Rasulullah meninggalkan hal tersebut- yakni berhenti mewajibkan mereka mengerjakan dan hukumnya menjadi mustahab (sunah).”

Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Mu’awiyah radiyallahu ‘anhuma berkata,

سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول:  هذا يوم عاشوراء ولم يكتب الله عليكم صيامه وأنا صائم، فمن شاء فليصم ومن شاء فليفطر 

“Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hari ini adalah hari ‘asyura. Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa padanya, tetapi Aku berpuasa, maka barang siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang ingin berbuka (tidak berpuasa) maka berbukalah. “

Hadits ini merupakan dalil akan dihapusnya kewajiban menunaikan puasa ‘asyura dan hukumnya menjadi sunah.

Di antara keutamaan bulan muharam, bahwa puasa pada hari ‘asyura dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, dari Abu Qotadah,

أن رجلاً سأل النبي – صلى الله عليه وسلم – عن صيام يوم عاشوراء فقال:  أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله

“Seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang pahala puasa hari ‘asyura. Maka Rasulullah menjawab: Aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.”

Saudara muslimku… saudari muslimahku:

Pada akhir hayatnya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bertekad untuk tidak berpuasa pada hari ‘asyura saja, tetapi menambahkan dengan puasa sehari lagi, agar menyelisihi puasanya Ahli Kitab. Dalam shahih Muslim, dari Ibnu Abas ‎radiyallahu ‘anhuma berkata:

” حين صام رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى “، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فإذا كان العام المقبل إن شاء الله صمنا التاسع } [أي مع العاشر مخالفةً لأهل الكتاب] قال: ( فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ).

Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘asyura dan menganjurkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Maka beliau bersabda: Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa (pula) pada hari kesembilan (tasu’a). (yakni, bersamaan dengan puasa ‘asyura, untuk menyelisihi Ahli kitab). IbnuAbas berkata: belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.

Ibnul Qoyyim rahimahullahu Ta’ala berkata dalam kitabnya, Zaadu al-Ma’aad (II/76):

” مراتب الصوم ثلاثة: أكملها أن يصام قبله يوم وبعده يوم، ويلي ذلك أن يصام التاسع والعاشر، وعليه أكثر الأحاديث، ويلي ذلك إفراد العاشر وحده بالصوم “.

والأحوط أن يصام التاسع والعاشر والحادي عشر حتى يدرك صيام يوم عاشوراء.

Tingkatan puasa pada bulan muharam ada tiga: 

Tingkatan paling sempurna, yaitu berpuasa pada hari ‘asyura ditambah puasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.

Tingkatan setelahnya, adalah berpuasa pada hari kesembilan (tasu’a) dan kesepuluh (‘asyura), sebagai mana yang diterangkan dalam banyak hadits.

Kemudian tingkatan terakhir adalah berpuasa pada hari kesepuluh (‘asyura) saja.

Namun untuk lebih berhati-hati, lebih utama berpuasa pada hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, hingga bisa mendapatkan (keutamaan) puasa hari ‘asyura tersebut.

CARA BERPUASA DI HARI ASYURA

1. Berpuasa selama 3 hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2:

خَالِفُوا الْيَهُودَ وَصُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَ يَوْمًا بَعْدَهُ 

"Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya."

Dan pada riwayat ath-Thahawi menurut penuturan pengarang Al-Urf asy-Syadzi:

صُومُوهُ وَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا وَ لاَ تُشَبِّهُوَا بِالْيَهُوْدِ

"Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi."

Namun di dalam sanadnya ada rawi yang diperbincangkan. Ibnul Qayyim berkata (dalam Zaadud Ma'al 2/76):"Ini adalah derajat yang paling sempurna." Syaikh Abdul Haq ad-Dahlawi mengatakan:"Inilah yang Utama."

Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharram) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245) dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury dalam Ma’arifus Sunan 5/434

Namun mayoritas ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan untuk lebih hati-hati. Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni 3/174 menukil pendapat Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini (selama tiga hari) pada saat timbul kerancuan dalam menentukan awal bulan.

2. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram
Mayoritas hadits menunjukkan cara ini:

صَامَ رَسُولُ الهِع صَلَّى الهُت عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ الهِس إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ الهَِ صَلَّى الهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ الهَِ صَلَّى الهَُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:"Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi." Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.", tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.

Dalam riwayat lain : 

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ 

"Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan melaksanakan puasa pada hari kesembilan."

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :"Keinginan beliau untuk berpuasa pada tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa beliau tidak hanya berpuasa pada tanggal sembilan saja, namun juga ditambahkan pada hari kesepuluh. Kemungkinan dimaksudkan untuk berhati-hati dan mungkin juga untuk menyelisihi kaum Yahudi dan Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih kuat, yang itu ditunjukkan sebagian riwayat Muslim”

عَنْ عَطَاء أَنَّهُ سَمِعَ ابْنِ عَبَاسٍ يَقُوْلُ: وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا التَّاسِعَ وَ الْعَاشِرَ 

"Dari 'Atha', dia mendengar Ibnu Abbas berkata:"Selisihilan Yahudi, berpuasalah pada tanggal 9 dan 10”.

3. Berpuasa Dua Hari yaitu tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram

صُومُوا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

"Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”

Hadits marfu' ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
-. Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
-. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
-. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal daripada perawi jalan/sanad marfu'

Jadi hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma'tsurah karya As-Syafi'i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.

Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma'arif hal 49):"Dalam sebagian riwayat disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan…."

Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):"Dan ini adalahl akhir perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam hadits shahih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka pertama kali beliau menyocoki ahli kitab dan berkata :"Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian (Yahudi).", kemudian beliau menyukai menyelisihi ahli kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab."

Ar-Rafi'i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :"Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11"

4. Berpuasa pada 10 Muharram saja
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :"Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. Wallahu a'lam."

Hal yang di anjurkan oleh Salafussholeh dan di Bid'ahkan oleh sebagian Umat modern DI HARI ASYURA

1. Shalat dan dzikir-dzikir khusus, sholat ini disebut dengan sholat Asyura 
2. Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan menyemir rambut. 
3. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya. 
4. Membakar kemenyan. 
5. Bersusah-susah dalam kehausan dan lapar karena puasa.
6. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal tahun serta doa Asyuro (Sebagaimana termaktub dalam Majmu' Syarif) 
7. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin terutama anak yatim
8. Memberi uang belanja lebih kepada keluarga. 
9. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):"Adapun pernyataan sebagian orang yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk ziarah kepada orang alim, menengok orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memotong kuku, membaca al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yg menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang benar amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap saat, adapun mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah bid'ah."

Ibnu Rajab berkata (Latha’iful Ma’arif hal. 53) : “Hadits anjuran memberikan uang belanja lebih dari hari-hari biasa, diriwayatkan dari banyak jalan namun tidak ada satupun yang shahih. Di antara ulama yang mengatakan demikian adalah Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam Al-Uqaili berkata :”(Hadits itu tidak dikenal)”. Adapun mengadakan ma’tam (kumpulan orang dalam kesusahan, semacam haul) sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam rangka mengenang kematian  Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhu maka itu adalah perbuatan orang-orang yang tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan mengadakan ma’tam pada hari lahir atau wafat para nabi maka bagaimanakah dengan manusia/orang selain mereka”


Pada saat menerangkan kaidah-kaidah untuk mengenal hadits palsu, Al-Hafidz Ibnu Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata : “Hadits-hadits tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-senang, berpesta dan sholat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak ada satupun yang shahih, tidak satupun keterangan yang kuat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain hadits puasa. Adapun selainnya adalah bathil seperti.

مَنْ وَ سَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ 

“Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya sepanjang tahun”.

Imam Ahmad berkata : “Hadits ini tidak sah/bathil”. Adapun hadits-hadits bercelak, memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian, itu dibuat-buat oleh tukang dusta. Kemudian golongan lain membalas dengan menjadikan hari Asyura sebagai hari kesedihan dan kesusahan. Dua goloangan ini adalah ahli bid’ah yang menyimpang dari As-Sunnah. Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan puasa pada hari itu yang diperintahkan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi bid’ah-bid’ah yang diperintahkan oleh syaithan”.

Adapun shalat Asyura maka haditsnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/29 berkata : “Maudhu’ (hadits palsu)”. Ucapan beliau ini diambil Asy-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah hal.47. Hal senada juga diucapkan oleh Al-Iraqi dalam Tanzihus Syari’ah 2/89 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’ah 2/122

Ibnu Rajab berkata (Latha’ful Ma’arif) : “Setiap riwayat yang menerangkan keutamaan bercelak, pacar, kutek dan mandi pada hari Asyura adalah maudlu (palsu) tidak sah. Contohnya hadits yang dikatakan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu secara marfu.

غْتَسَلَ وَ تَطَهَّرَ فِي يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَمْرَضْ فِي سَنَتِهِ إِلاَّ مَرَضَ الْمَوْتِ

“Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak akan sakit di tahun itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian”.

Hadits ini adalah buatan para pembunuh Husain.
Adapun hadits,

ِمَنِ اكْتَحَلَ بِالإِثْمِدِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ تَرْمِدْ عَيْنُهُ أَبَدًا

“Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka matanya tidak akan pernah sakit selamanya”

Maka ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi menilainya sebagai hadits maudlu (palsu).

Hadits ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudlu’at 2/204. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim sebagaimana dinukil As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/111. Al-Hakim berkata : “Bercelak di hari Asyura tidak ada satu pun atsar/hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal ini adalah berawal dari setelah peristiwa pembunuhan  Sayidina Husain Radhiyallahu ‘anhu.

Semua itu sebagai anjuran untuk tabarrukan kepada Ahlu Bait dan mengambil hikmah besarnya pahala di hari Asyura yang mana pahala setiap amalan ibadah di lipat gandakan. Itu memang perbuatan Bid'ah tapi yang termasuk dalam Bid'ah hasanah. 

Janganlah kita hanya bisa menilai dengan pengetahuan kita sendiri. Akan lebih baik jika kita merujuk pada nilai2 keutamaan dan hikmah dari keagungan hari Asyura itu sendiri.

Tahun Baru dan Muhasabah

Seiring datangnya Tahun Baru Hijriah, sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk melakukan muhasabah dan introspeksi diri. Hal ini merupakan jalan menuju petunjuk dan keselamatan. Orang cerdik itu, adalah mereka yang selalu menimbang dirinya serta beramal untuk bekal perjalanan setelah meninggal. Dan orang yang berakal, adalah mereka yang membiasakan dirinya menapaki jalan kebaikan dan melazimkan dirinya dengan syariat.

Manusia itu tidak terlepas dari dua keadaan, jika ia seorang yang muhsin (yang banyak berbuat kebaikan), (dengan muhasabah) akan bertambah kebaikannya, adapun jika ia seorang yang banyak lalai, maka ia akan menyesal dan segera bertaubat. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan setiap diri memperkatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…”(QS. Al-Hasyr: 18).

Ibnu katsir berkata tentang tafsir ayat ini, “Yaitu, hendaklah kalian menghitung-hitung diri kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat), dan perhatikan apa yang telah kalian persiapkan berupa amal kebaikan sebagai bekal kembali dan menghadap kepada Rabb kalian.”

Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah telah menerangkan metode dan cara yang tepat untuk muhasabah. Beliau berkata:

“Semua itu dimulai dengan muhasabah diri terhadap amalan-amalannya yang wajib, jika ia menemui kekurangan padanya, hendaklah berusaha menggantinya, baik dengan cara mengqodho atau dengan memperbaikinya. Selanjutnya muhasabah diri terhadap hal-hal yang dilarang, jika ia mendapatkan dirinya pernah terjerumus di dalamnya, hendaklah menyesalinya dengan bertaubat dan istigfar serta mengerjakan amal kebaikan sebagai penghapus dosa-dosa tersebut. Setelah itu muhasabah diri yang berkenaan dengan kelalaian yang pernah dibuat, jika selama ini ia lalai akan maksud dan tujuan penciptaannya, maka ia segera menutupinya dengan dzikir dan menghadapkan diri seutuhnya kepada Allah Ta’ala. ”

Wahai saudaraku seiman seiring terbitnya fajar tahun baru ini, segerakan taubat dan hadapkan diri sepenuhnya kepada AllahTa’ala. Lembaran-lembaran yang ada dihadapanmu masih dalam keadaan putih bersih, tanpa goresan sedikitpun. Maka berhati-hatilah jangan sampai kalian nodai dengan maksiat dan dosa. Segeralah melakukan introspeksi diri sebelum kalian dihisab, perbanyak dzikir dan istigfar kepada Allah, dan pilihlah teman-teman shaleh yang selalu menunjukanmu jalan kebaikan. Semoga Allah menjadikan tahun ini sebagai tahun kebaikan bagi islam dan kaum muslimin. Dan semoga pula Allah memanjangkan umur kita dalam ketaatan, kebaikan dan jauh dari perbuatan maksiat, serta menjadikan kita sebagai pewaris surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم أجمعين 
والحمد لله رب العالمين. أمين ‏

 

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...