Dalam budaya perkerisan ada sejumlah istilah yang terdengar asing bagi
orang awam.. Pemahaman akan istilah-istilah ini akan sangat berguna
dalam proses mendalami pengetahuan mengenai keris. Istilah dalam dunia
keris, khususnya di Pulau Jawa, yang sering dipakai: angsar, dapur,
pamor, perabot, tangguh, tanjeg, dan lain sebagainya.
Di bawah ini adalah uraian singkat yang disusun secara alfabetik
mengenai istilah perkerisan. Istilah ini lazim digunakan di Pulau Jawa
dan Madura, tetapi dimengerti dan kadang kala juga digunakan di daerah
lainnya, seperti Sulawesi, Sumatra, dan bahkan di Malaysia, Singapura,
dan Brunei Darussalam.
Angsar
adalah daya kesaktian yang dipercaya oleh sebagian orang terdapat pada
sebilah keris. Daya kesaktian atau daya gaib itu tidak terlihat, tetapi
dapat dirasakan oleh orang yang percaya. Angsar dapat berpengaruh baik
atau posistif, bisa pula sebaliknya.
Pada dasarnya, semua keris ber-angsar baik. Tetapi kadang-kadang, angsar
yang baik itu belum tentu cocok bagi setiap orang. Misalnya, keris yang
angsar-nya baik untuk seorang prajurit, hampir pasti tidak cocok bila
dimiliki oleh seorang pedagang. Keris yang angsar-nya baik untuk seorang
pemimpin yang punya banyak anak buah, tidak sesuai bagi pegawai
berpangkat rendah.
Guna mengetahui angsar keris, diperlukan ilmu tanjeg. Sedangkan untuk
mengetahui cocok dan tidaknya seseorang dengan angsar sebuah keris,
diperlukan ilmu tayuh.
Dapur
Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau type bilah
keris. Dengan menyebut nama dapur keris, orang yang telah paham akan
langsung tahu, bentuk keris yang seperti apa yang dimaksud. Misalnya,
seseorang mengatakan: "Keris itu ber-dapur Tilam Upih", maka yang
mendengar langsung tahu, bahwa keris yang dimaksud adalah keris lurus,
bukan keris yang memakai luk. Lain lagi kalau disebut dapur-nya Sabuk
Inten, maka itu pasti keris yang ber-luk sebelas.
Dunia perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal lebih dari 145
macamdapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai dapur
keris yang baku atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam saja. Serat
Centini, salah satu sumber tertulis, yang dapat dianggap sebagai
pedoman dapur keris yang pakem memuat rincian jumlah dapur keris sbb:
Keris lurus ada 40 macam dapur. Keris luk tiga ada 11 macam. Keris luk
lima ada 12 macam. Keris luk tujuh ada 8 macam. Keris luk sembilan ada
13 macam. Keris luk sebelas ada 10 macam. Keris luk tigabelas ada 11
macam. Keris luk limabelas ada 3 macam. Keris luk tujuhbelas ada 2
macam. Keris luk sembilan belas, sampai luk duapuluh sembilan
masing-masing ada semacam.
Namun, menurut manuskrip Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah
dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan
dapur keris lurus ada 44 macam, yang luk tiga ada 13 macam, luk sebelas
ada 10 macam, luk tigabelas ada11 macam, luk limabelas ada 6 macam, luk
tujuhbelas ada 2 macam, luk sembilanbelas sampai luk duapuluh sembilan
ada dua macam, dan luk tigapuluh lima ada semacam.
Jumlah dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi.
Luk
Istilah ini digunakan untuk bilah keris yang tidak lurus, tetapi
berkelok atau berlekuk. Luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap.
Hitungannya mulai dari luk tiga, sampai luk tigabelas. Itu keris yang
normal. Jika luknya lebih dari 13, dianggap sebagai keris yang tidak
normal, dan disebut keris kalawijan atau palawijan.
Jumlah luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Selain itu,
irama luk keris dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, luk yang kemba
atau samar. Kedua, luk yang sedeng atau sedang. Dan ketiga, luk yang
rengkol -- yakni yang irama luknya tegas.
Mas kawin
Dalam dunia perkerisan adalah pembayaran sejumlah uang atau barang lain,
sebagai syarat transaksi atau pemindahan hak milik atas sebilah keris,
pedang, atau tombak. Dengan kata yang sederhana, mas kawin atau mahar
adalah harga.
Istilah mas kawin atau mahar ini timbul karena dalam masyarakat
perkerisan terdapat kepercayaan bahwa isi sebilah keris harus cocok atau
jodoh dengan pemiliknya. Jika isi keris itu jodoh, si pemilik akan
mendapat keberuntungan, sedangkan kalau tidak maka kesialan yang akan
diperoleh. Dunia perkerisan juga mengenal istilah melamar, bilamana
seseorang berminat hendak membeli sebuah keris.
Mendak
adalah sebutan bagi cincin keris, yang berlaku di Pulau Jawa, Bali, dan
Madura. Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendak
hampir selalu dibuat dari bahan logam: emas, perak, kuningan, atau
tembaga. Banyak di antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian.
Pada zaman dulu ada juga mendak yang dibuat dari besi berpamor.
Selain sebagai hiasan kemewahan, mendak juga berfungsi sebagai pembatas
antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.
Pamor
Pamor dalam dunia perkerisan memiliki 3 (tiga) macam pengertian. Yang
pertama menyangkut bahan pembuatannya; misalnya: pamor meteorit, pamor
Luwu, pamor nikel, dan pamor sanak. Pengertian yang kedua menyangkut
soal bentuk gambaran atau pola bentuknya. Misalnya: pamor Ngulit
Semangka, Beras Wutah, Ri Wader, Adeg, dan sebagainya. Ketiga,
menyangkut soal teknik pembuatannya, misalnya: pamor mlumah, pamor
miring, dan pamor puntiran.
Selain itu, ditinjau dari niat sang empu, pola pamor yang terjadi masih
dibagi lagi menjadi dua golongan. Kalau sang empu membuat pamor keris
tanpa merekayasa polanya, maka pola pamor yang terjadi disebut pamor
tiban. Orang akan menganggap bentuk pola pamor itu terjadi karena
anugerah Tuhan. Sebaliknya, jika sang empu lebih dulu membuat rekayasa
pla pamornya, disebut pamor rekan [rékan berasal dari kata réka =
rekayasa]. Contoh pamor tiban, misalnya: Beras wutah, Ngulit Semangka,
Pulo Tirta. Contoh pamor rekan, misalnya: Udan Mas, Ron Genduru, Blarak
Sinered, dan Untu Walang.
Ada lagi yang disebut pamor titipan atau pamor ceblokan, yakni pamor
yang disusulkan pembuatannya, setelah bilah keris selesai 90 persen.
Pola pamor itu disusulkan pada akhir proses pembuatan keris. Contohnya,
pamor Kul Buntet, Batu Lapak, dll.
Pendok
berfungsi sebagai pelindung atau pelapis gandar, yaitu bagian warangka
keris yang terbuat dari kayu lunak. Namun fungsi pelindung itu kemudian
beralih menjadi sarana penampil kemewahan. Pendok yang sederhana
biasanya terbuat dari kuningan atau tembaga, tetapi yang mewah terbuat
dari perak atau emas bertatah intan berlian.
Bentuk pendok ada beberapa macam, yakni pendok bunton, blewehan, slorok, dantopengan.
Perabot
Dalam dunia perkerisan, asesoris bilah keris disebut perabot keris.
Perlengkapan atau asesoris itu meliputi warangka atau sarung keris,
ukiran atau hulu keris, mendak atau cincin keris, selut atau pedongkok,
dan pendok atau logam pelapis warangka.
Ricikan
Adalah bagian-bagian atau komponen bilah keris atau tombak.
Masing-masing ricikan keris ada namanya. Dalam dunia perkerisan soal
ricikan ini penting, karena sangat erat kaitannya dengan soal dapur dan
tangguh keris.
Sebilah keris ber-dapur Jalak Sangu Tumpeng tanda-tandanya adalah
berbilah lurus, memakai gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel
alis, dan tingil. Gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis,
dan tingil, adalah komponen keris yang disebutricikan..
Selut
seperti mendak, terbuat dari emas atau perak, bertatahkan permata.
Tetapi fungsi selut terbatas hanya sebagai hiasan yang menampilkan
kemewahan. Dilihat dari bentuk dan ukurannya, selut terbagi menjadi dua
jenis, yaitu selut njeruk pecel yang ukurannya kecil, dan selut njeruk
keprok yang lebih besar.
Sebagai catatan; pada tahun 2001, selut nyeruk keprok yang bermata berlian harganya dapat mencapai lebih dari Rp. 20 juta!
Karena dianggap terlalu menampilkan kemewahan, tidak setiap orang mau mengenakan keris dengan hiasan selut.
Tangguh
Tangguh arti harfiahnya adalah perkiraan atau taksiran. Dalam dunia
perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris,
perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena hanya
merupakan perkiraan, me-nangguh keris bisa saja salah atau keliru. Kalau
sebilah keris disebut tangguh Blambangan, padahal sebenarnya tangguh
Majapahit, orang akan memaklumi kekeliruan tersebut, karena bentuk keris
dari kedua tangguh itu memang mirip. Tetapi jika sebuah keris buatan
baru di-tangguh keris Jenggala, maka jelas ia bukan seorang ahli
tangguh yang baik.
Walaupun sebuah perkiraan, tidak sembarang orang bisa menentukan tangguh
keris. Untuk itu ia perlu belajar dari seorang ahli tangguh, dan
mengamati secara cermat ribuan bilah keris. Ia juga harus memiliki
photographic memory yang kuat.
Mas Ngabehi Wirasoekadga, abdidalem Keraton Kasunanan Surakarta, dalam
bukunya Panangguhing Duwung (Sadubudi, Solo, 1955) membagi tangguh keris
menjadi 20 tangguh. Ia tidak menyebut tentang tangguh Yogyakarta,
melainkantangguh Ngenta-enta, yang terletak di dekat Yogya. Keduapuluh
tangguh itu adalah:
1. Pajajaran 2. Tuban 3. Madura 4. Blambangan 5. Majapahit
6. Sedayu 7. Jenu 8. Tiris-dayu 9. Setra-banyu 10. Madiun
11. Demak 12. Kudus 13. Cirebon 14. Pajang 15. Pajang
16. Mataram 17. Ngenta-enta,Yogyakarta 18. Kartasura 19. Surakarta
Keris Buda dan tangguh kabudan, walaupun di kenal masyarakat secara
luas, tidak dimasukan dalam buku buku yang memuat soal tangguh. Mungkin,
karena dapurkeris yang di anggap masuk dalam tangguh Kabudan dan hanya
sedikit, hanya dua macam bentuk, yakni jalak buda dan betok buda.
Sementara itu Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (Gramedia,
Jakarta 2004) membagi periodisasi keris menjadi 22 tangguh, yaitu:
1. Tangguh Segaluh 2. Tangguh Pajajaran
3. Tangguh Kahuripan 4. Tangguh Jenggala
5. Tangguh Singasari 6. Tangguh Majapahit
7. Tangguh Madura 8. Tangguh Blambangan
9. Tangguh Sedayu 10. Tangguh Tuban
11. Tangguh Sendang 12. Tangguh Pengging
13. Tangguh Demak 14. Tangguh Panjang
15. Tangguh Madiun 16. Tangguh Koripan
17. Tangguh Mataram Senopaten 18. Mataram Sultan Agung
19. Mataram Amangkuratan 20. Tangguh Cirebon
21. Tangguh Surakarta 22. Tangguh Yogyakarta
Ada lagi sebuah periode keris yang amat mudah di-tangguh, yakni tangguh
Buda. Keris Buda mudah dikenali karena bilahnya selalu pendek, lebar,
tebal, dan berat. Yang sulit membedakannya adalah antara yang aseli dan
yang palsu.
Tanjeg
adalah perkiraan manfaat atau tuah keris, tombak, atau tosan aji
lainnya. Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris memiliki 'isi' yang
disebut angsar. Kegunaan atau manfaat angsar keris ini banyak macamnya.
Ada yang menambah rasa percaya diri, ada yang membuat lebih luwes dalam
pergaulan, ada yang membuat nasihatnya di dengar orang. Untuk
mengetahui segala manfaat angsar itu, diperlukan ilmu tanjeg.Dalam dunia
perkerisan, ilmu tanjeg termasuk esoteri keris.
Tayuh
Merupakan perkiraan tentang cocok atau tidaknya, angsar sebilah keris
dengan (calon) pemiliknya. Sebelum memutuskan, apakah keris itu akan
dibeli (dibayar mas kawinnya), si peminat biasanya terlebih dulu akan
me- tayuh atas keris itu. Tujuannya untuk mengetahui, apakah keris itu
cocok atau berjodoh dengan dirinya.
Ukiran
Kata ukiran dalam dunia perkerisan adalah gagang atau hilt. Berbeda
artinya dari kata 'ukiran' dalam bahasa Indonesia yang padanannya ialah
carved atau engraved. Gagang keris di Bali disebut danganan, di Madura
disebut landheyan, di Surakarta disebut jejeran, di Yogyakarta disebut
deder. Sedangkan daerah lain di Indonesia dan Malaysia, Singapura, serta
Brunei Darussalam disebut hulu keris
Javakeris memakai istilah ukiran dan hulu keris mengingat semua daerah
itu juga mengenal dan memahami arti kata ukiran dalam perkerisan. Bentuk
ukiran atau hulu keris di setiap daerah berbeda satu sama lain.
Di bawah ini adalah contoh bentuk hulu keris dari beberapa daerah.
Warangka
Atau sarung keris kebanyakan terbuat dari kayu yang berserat dan
bertekstur indah. Namun di beberapa daerah ada juga warangka keris yang
dibuat dari gading, tanduk kerbau, dan bahkan dari fosil binatang purba.
Warangka keris selalu dibuat indah dan sering kali juga mewah. Itulah
sebabnya, warangka juga dapat digunakan untuk memperlihatkan status
sosial ekonomi pemiliknya.
Bentuk warangka keris berbeda antara satu daerah dengan lainnya. Bahkan
pada satu daerah seringkali terdapat beberapa macam bentuk warangka.
Perbedaan bentuk warangka ini membuat orang mudah membedakan, sekaligus
mengenali keris-keris yang berasal dari Bali, Palembang, Riau, Madura,
Jawa, Bugis, Bima, atau Malaysia.
Warangka Surakarta
Biasanya terbuat dari kayu cendana wangi atau cendana Sumbawa
(sandalwood - Santalum Album L.) Pilihan kedua adalah kayu trembalo,
setelah itu kayu timaha pelet.
Warangka ladrang terbagi menjadi empat wanda utama, yaitu Ladrang
Kasatriyan, Ladrang Kadipaten, Ladrang Capu, dan Ladrang Kacir. Dua
wanda yang terakhir sudah jarang dibuat, sehingga kini menjadi langka.
Warangka ladrang adalah jenis warangka yang dikenakan untuk menghadiri
suatu upacara, pesta, dan si pemakai tidak sedang melaksanakan suatu
tugas. Bila dibandingkan pada pakaian militer, warangka ladrang
tergolong Pakaian Dinas Upacara (PDU).
Selain ladrang, di Surakarta juga ada warangka gayaman, yang dikenakan
pada saat orang sedang melakukan suatu tugas. Misalnya, sedang menjadi
panitia pernikahan, sedang menabuh gamelan, atau sedang mendalang.
Prajurit keraton yang sedang bertugas selalu mengenakan keris dengan
warangka gayaman.
Warangka gayaman Surakarta juga ada beberapa jenis, di antaranya:
Gayaman Gandon, Gayaman Pelokan, Gayaman Ladrang, Gayaman Bancigan,
Gayaman Wayang.
Jenis warangka yang ketiga adalah warangka Sandang Walikat. Bentuknya
sederhana dan tidak gampang rusak. Warangka jenis inilah yang digunakan
manakala seseorang membawa (bukan mengenakan) sebilah keris dalam
perjalanan.
Warangka Yogyakarta
Bentuk warangka di Yogyakarta mirip dengan Surakarta, hanya ukurannya
agak lebih kecil, gayanya lebih singset. Yang bentuknya serupa dengan
warangka ladrang, di Yogyakarta disebutbranggah. Kayu pembuat warangka
branggah di Yogyakarta adalah kayu trembalo dan timaha. Sebenarnya
penggunaan warangka branggah di Yogyakarta sama dengan warangka ladrang
di Surakarta, tetapi beberapa dekade ini norma itu sudah tidak terlalu
ketat di masyarakat.
Jenis bentuk warangka Yogyakarta lainnya adalah gayaman. Dulu ada lebih
kurang delapan jenis warangka gayaman, tetapi kini hanya dua jenis wanda
warangka yang populer, yakni gayaman ngabehan dan gayaman banaran.
Warangka gayaman dikenakan pada saat seseorang tidak sedang mengikuti
suatu upacara.
Jenis bentuk warangka yang ketiga adalah sandang walikat, yang boleh
dibilang sama bentuknya dengan sandang walikat gaya Surakarta.
RICIKAN KERIS adalah perincian dari bagian-bagian sebilah keris dengan
istilah-istilah yang telah ada turun-temurun. Ricikan sebilah keris
dapat dianalogikan dengan suku cadang atau komponen mobil. Di antara
komponen mobil ada yang namanya piston, gardan, bumper, pelek,
dashboard, altenator, dlsb.
Demikian pula, tiap bagian keris yang berlainan bentuknya berlainan pula namanya.
Ricikan keris juga merupakan variasi dari sebilah keris untuk dapat
disebut dhapurnya. Misalnya pada keris sederhana dhapur Brojol hanya
memiliki ricikan Blumbangan atau pejetan saja. Sedangkan Dhapur Sepaner
adalah memiliki ricikan sekar kacang, tikel alis, sraweyan, sogokan dan
greneng. Setiap nama dhapur keris ditentukan oleh adanya Rincikan keris
dan bilah lurus atau bentuk luknya.
Secara garis besar, sebilah keris dapat dibagi atas tiga bagian yakni
bagian bilah atau wilahan, bagian ganja dan bagian pesi. Bagian wilahan
juga dapat dibagi tiga, yakni bagian pucukan yang paling atas, awak-awak
atau tengah dan sor-soran atau bidang bawah. Pada bagian sor-soran
inilah ricikan keris paling banyak ditempatkan
Nama bagian-bagian atau Rincikan Keris ini digunakan untuk keris se
Nusantara. Hanya sering ada perbedaan penyebutan dipengaruhi oleh bahasa
lokal. Misalnya di Sulawesi menyebut Keris itu Sele atau Tappi, Gonjo
adalah Kancing, Pesi disebut Oting. Demikian pula di Madura Pesi disebut
Pakseh, Gonjo disebut Ghencah, bilah keris disebut Ghember sementara di
Bali ada beberapa perbedaan pula menyebut Keris dengan Kadutan, Pesi
disebut Panggeh, Gonjo disebut Ganje, Hulu keris disebut Danganan dslb.
Untuk pengetahuan perkerisan, baik sebagai kolektor atau pemerhati,
ricikan keris walaupun merupakan pengetahuan dasar menjadi sangat
penting karena setidaknya dapat untuk membedakan jenis-jenis Dhapur.
Seseorang tidak akan mungkin mengetahui nama dapur bilamana ia tidak
hafal terhadap ricikan keris ini.
DHAPUR KERIS MENURUT PAKEM JAWA
Keris Lurus :
Betok
Brojol
Tilam Upih
Jalak
Panji Anom
Jaka Supa
Semar Betak
Regol
Karna Tinanding
Kebo Teki
Kebo Lajer atau Mahesa Lajer
Jalak Ruwuh
Sempane Bener
Jamang Murub
Tumenggung
Pantrem
Sinom Worawari
Condong Campur
Kalamisani
Pasopati
Jalak Dinding
Jalak Sumelang Gandring
Jalak Ngucup Madu
Jalak Sangu Tumpeng
Jalak Ngore
Mundarang
Yuyu Rumpung
Mesem
Semar Tinandu
Ron Teki
Dungkul
Kelap Lintah
Sujen Ampel
Lar Ngatap
Mayat Miring
Kanda Basuki
Putut Kembar
Mangkurat
Sinom
Kala Munyeng
Pinarak
Tilam Sari
Jalak Tilam Sari
Wora Wari
Marak
Damar Murub
Jaka Lola
Sepang
Cundrik
Cengkrong
Naga Tapa
Jalak Ngoceh
Kala Nadah
Balebang
Pundhak Sategal
Kala Dite
Pandan Sarawa
Jalak Barong atau Jalak Makara
Bango Dolok Leres
Singa Barong Leres
Kikik
Mahesa Kantong
Maraseba
Dapur Keris Luk 3 :
Jangkung Pacar
Jangkung Mangkurat
Mahesa Nempuh
Mahesa Soka
Jangkung Segara Winotan (Mangku Negoro)
Jangkung
Campur Bawur
Tebu Sauyun
Bango Dolok
Lar Monga
Pudhak Sategal Luk 3
Singa Barong Luk 3
Kikik Luk 3
Mayat
Wuwung
Mahesa Nabrang
Anggrek Sumelang Gandring
Dapur Keris Luk 5 :
Pandawa
Pandawa Cinarita
Pulang Geni
Anoman
Kebo Dengen
Pandawa Lare
Pudhak Sategal Luk 5
Urap – Urap
Naga Salira
Naga Siluman
Bakung
Rara Siduwa
Kikik Luk 5
Kebo Dengen
Kala Nadah Luk 5
Singa Barong Luk 5
Pandawa Ulap
Sinarasah
Pandawa Pudak Sategal
Dapur Keris Luk 7 :
Carubuk
Sempana Bungkem
Balebang Luk 7
Murna Malela
Naga Keras
Sempana Panjul
Jaran Guyang
Singa Barong Luk 7
Megantara
Carita Kasapta
Naga Kikik Luk 7
Dapur Keris Luk 9 :
Sempana
Kidang Soka
Carang Soka
Kidang Mas
Panji Sekar
Jurudeh
Paniwen
Panimbal
Sempana Kalentang
Jaruman
Sabuk Tampar
Singa Barong Luk 9
Buto Ijo
Carita Kanawa Luk 9
Kidang Milar
Klika Benda
Dapur Keris Luk 11 :
Carita
Carita Daleman
Carita Keprabon
Carita Bungkem
Carita Gandu
Carita Prasaja
Carita Genengan
Sabuk Tali
Jaka Wuru
Balebang Luk 11
Sempana Luk 11
Santan
Singa Barong Luk 11
Naga Siluman Luk 11
Sabuk Inten
Jaka Rumeksa
Dapur Keris Luk 13 :
Sengkelat
Parung Sari
Caluring
Johan Mangan Kala
Kantar
Sepokal
Lo Gandu
Nagasasra
Singa Barong Luk 13
Carita Luk 13
Naga Siluman Luk 13
Mangkunegoro
Bima Kurdo Luk 13
Kalawelang Luk 13
Dapur Keris Luk 15 :
Carang Buntala
Sedet
Raga Wilah
Raga Pasung
Mahesa Nabrang
Carita Buntala Luk 15
Dapur Keris Luk 17 :
Carita Kalentang
Sepokal Luk 17
Kancingan
Ngamper Buta
Dapur Keris Luk 19 :
Trimurda
Karacan
Bima Kurda Luk 19
Dapur Keris Luk 21 :
Kala Tinanding
Trisirah
Drajid
Dapur Keris Luk 25
Bima Kurda Luk 25
Dapur Keris Luk 27
Angga Wirun
Dapur Keris Luk 29
Kala Bendu Luk 29
Penamaan Dapur Keris Di Bali :
Dapur Keris Lurus :
Ranggasemi
Jaka Wijaya
Rangga Perwangsa
Demang Drawalika
Parung Carita
Parung Sari
Dapur Keris Luk 3 : Jangkung Maelo
Dapur Keris Luk 5 : Tangan
Dapur Keris Luk 7 : Palang Soka
Dapur Keris Luk 9 : Rang Suting
Dapur Keris Luk 11 : Lawat Nyuk
Dapur Keris Luk 13 : Lawat Buah
Dapur Keris Luk 15 : Jeruji
Macam – Macam Dapur Tombak Menurut Pakem Jawa :
Dapur Tombak Lurus :
Baru
Baru Teropong
Baru Kuping atau Sipat Kelor
Buta Meler
Pandu
Panggang Lele
Dapur Tombak Luk 5 :
Daradasih
Rangga
Panggang Welut
Dora Manggala
Seladang Hasta
Daradasih Menggah
Dapur Tombak Luk 7 :
Karacan
Megantara
Lung Gandu
Dapur Tombak Luk 9 :
Bandotan
Dapur Tombak Luk 11 :
Carita Anoman
Carita Blandongan
Dapur Tombak Luk Khusus :
Cacing Kanil (Luk 3, 5, 7)
Banyak Angkrem
Kuntul Ngantuk
Dapur Tombak Kalawaijan :
Tunjung Astra
Nagendra
Wulan Tumanggal
Dwisula
Trisula
Catursula
Pancasula
Rosan Dita
Dapur Pedang Menurut Pakem Jawa :
Lameng
Bandol
Luwuk
Lar Bango
Sada
Tebalung
Suduk Maru
Sabet
Sokoyono
Dalam keris jawa terdapat rincian nama yang digunakan untuk menyebut
bagian-bagian keris, nama-nama tersebut sering kali disebut sebagai
Ricikan Keris. Nama-nama ricikan tersebut bisa diibaratkan seperti yang
terdapat pada anatomi tubuh manusia, ada tangan, kaki, dada, pundak,
kepala dan lain sebagainya.
Ada banyak sekali jenis dan bentuk keris, masing-masing bentuk dan jenis
biasanya akan memiliki nama yang berbeda. Semakin sederhana bentuk
sebilah keris, maka akan sedikit pula ricikannya. Secara sederhana
sebilah keris memiliki tiga bagian, yakni wilahan (bilah), bagian
ganjadan pesi. Bagian wilahan dapat dibagi tiga, yakni pucukan (bagian
paling ujung yang runcing), awak-awak (bagian tubuh keris) dan sor-soran
(bagian bawah keris). Nama-nama ricikan keris paling banyak ditemukan
pada bagian sor-soran keris. Hal ini karena motif dan ornamen keris
lebih banyak terdapat dibagian bawah/pangkal keris.
Adapun nama-nama dalam ricikan keris diantaranya :
Pesi, yaitu tangkai keris yang masuk ke dalam pegangan atau ukir.
Ganja, yaitu dasar bilah keris yang tebal. Ganya dapat menyatu atau terpisah dengan bilah.
Buntut Mimi, merupakan bentuk meruncing pada ujung ganja.
Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa Dha (seperti huruf W ) yang berderet.
Thingil, yaitu tonjolan kecil pada grenelig atau pada dasar huruf Jawa Dha.
Ri pandhan, yaitu bentuk ujung yang meruncing menyerupai duri pada huruf Jawa Dha.
Ron Dha, yaitu ornamen pada huruf Jawa Dha.
Sraweyan, yaitu dataran yang merendah di belakang sogogwi, di atas ganja.
Bungkul, bentuknya seperti bawang, terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ga~qa.
Pejetan, bentuknya seperti bekas pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik.
Lambe Gajah, bentuknya menyerupai bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel pada gandik.
Gandik, berbentuk penebalan agak bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau ujung ganja.
Kembang Kacang, menyerupai belalai gajah dan terletak di gandik bagian atas.
Jalen, menyerupai taji ayam jago yang menempel di gandik.
Tikel Alis, terietak di atas pejetan dan bentuknya rnirip alis mata.
Janur, bentuk lingir di antara dua sogokan.
Sogokan depan, bentuk alur dan merupakan kepanjangan dari pejetan.
Sogokan belakang, bentuk alur yang terletak pada bagian belakang.
Pudhak sategal, yaitu sepasang bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan kanan.
Poyuhan, bentuk yang menebal di ujung sogokan.
Landep, yaitu bagian yang tajam pada bilah keris.
Gusen, terletak di be!akang landep, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk.
Gula Milir, bentuk yang meninggi di antara gusen dan kruwingan.
Kruwingan, dataran yang terietak di kiri dan kanan adha-adha.
Adha-adha, penebalan pada pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas.
SEKILAS TENTANG PROSES MARANGI
Tujuan marangi untuk membersihkan besi aji dari karat.Memberi efek
keindahan pada besi aji.Besi tampak lebih hitam dari bagian
pamor.Mewarangi secara tepat untuk mengawetkan tosan aji supaya tidak
beracun.Jika berkarat segera diwarangi,walaupun belum bulan Sura.
Tosan Aji merupakan besi untuk diaji-aji.Bukan untuk disembah tapi untuk
dihormati dan dijaga kelestariannya karena merupakan warisan leluhur
yang bernilai tinggi.Waktu pembuatan keris oleh para empu bukan hanya
mencipta senjata untuk membunuh dan melukai. Tapa dan sesaji mengiringi
pembuatan tosan aji keris.
Besi(tosan) aji tidak berfungsi sebagai alat pembunuh,tetapi sebagai
pusaka dan pelengkap busana. Sebagai pusaka, besi aji diperlakukan
istimewa. Mulai dari menyimpan,membuka dari sarung sampai merawatnya
diiringi rasa hormat. Banyak yang kurang setuju jika tosan aji
diperlakukan dengan penemuan-penemuan baru. Seperti pengolesan tosan aji
dengan PVA(polyvinyl Acetate) agar awet. Dari segi konservasi benda
budaya pengolesan polimer adalah cara tepat.Dari segi pelestarian itu
tidak tepat, karena tosan aji kehilangan kegagahan dan kewingitannya.
Kebiasan menganin-angin wayang kulit secara rutin dapat mengawetkan
benda dari kerusakan. Seperti keris, tombak, pedang, wedhung, kudi dan
sebagainya jika dirawat dengan baik dapt menahan kikisan cuaca dan
jaman. Tosan aji yang disimpan di kraton Yogya masih tampak baru
walaupun telah ratusan tahun.
Cara pemeliharaan tosan aji adalah marangi atau menyirami. Marangi dari
kata warangan, artinya arsenikum, sebuah racun. Dalam proses marangi
menggunakan warangan.
KANDUNGAN KOMPOSISI TOSAN AJI
Besi aji dilengkapi dengan pamor yang berasal dari meteor,dan
pelikan.Dibanding dengan besi,bagian pamor lebih tahan
korosi(pengaratan). Para empu menyembulkan bagian pamor lebih tinggi
dari besinya. Besi lebih cepat terkena oksidasi dari pada pamor. Karat
besi awal dari ausnya besi, kecuali jika diawetkan. Secara kimiawi
marangi adalah upaya membentuk lapisan pelindung berwarana hitam terdiri
dari arsenat besi yang tahan karat. Karat terjadi karena lembab dan
sisa-sisa asam waktu mewarangi. Bisa juga karena asam butirat sebagai
peruraian minyak kelapa untuk meminyaki besi aji. Mewarangi adalah
proses pemberian coating perlindungan bilah tosan aji.
MACAM-MACAM WARANGAN
Proses marangi dengan mengoles permukaan bilah besi aji dengan larutan
jeruk nipis (citrus aurantifolia) dengan warangan.Buah jeruk masak
mengandung 7% asam sitrun(C6H8O7) dan asam organik lain. Warangan alami
terdapat realgar(AS2S2), arsenikkies(FeSAs), glans kobalt(COSAs), auri
pigment(AS2S3)dan lainnya. Kandungan warangan dalam pelikan sekitar
6-10%. Warangan alami yang baik berwarna jingga sampai ungu. Lebih ungu
lebih baik seperti kembang telasih. Warangan apotek terdiri dari arsen
trioksida (AS2O3), berwarna putih bersih dan sangat beracun.
Warangan Murni ada dua macam:
1. Jenis PA(Pro Analyse)kadar 99,5% AS
2. Jenis warangan teknis,kadar 75%.
Biasanya tercampur dengan AS2S3 berwarna merah muda. Sebelum diwarangi
kupas kulitnya sebelum diperas.Pencemaran kulit jeruk menyebabkan besi
menjadi hijau atau kuning kehijauan.
SAJEN PROSES MARANGI
Beras dalam mangkuk dengan telur ayam kampung diatasnya. Gula jawa satu
tangkap. Sebutir kelapa/kelapa muda. Pisang raja satu pasang. Ayam hidup
satu/dua ekor. Jenang katul; putih, merah, kuning, hitam, merah putih,
palang, putih dengan parutan kelapa dan gula jawa(manca warna). Nasi
gurih (resulan) dengan ingkung ayam. Tumpeng :robyong, asrep-asrepan.
Jajan pasar. Pala kependhem, kesimpar, gantung. Buaha-buahan
rujak-rujakan. Sirih lengkap. Cerutu atau rokok siong. Segelas kopi
hitam dan segelas the kental. Kembang setaman. Kemenyan madu. Kembang
telon atau manca warna.
Sesaji sebagai sarana mohon kepada Tuhan YME agar selama marangi
berjalan lancar dan sebagai sarana penghormatan para empu, leluhur, dan
arwah nenek moyang. Kelapa untuk persediaan jika terjadi keracunan, air
kelapa dapat diminum untuk menangkal racun warangan.
PERSIAPAN PROSES MARANGI
Marangi biasanya dilakukan pada bulan sura pada hari selasa kliwon,
jum'at kliwon / jum'at legi / bisa juga selasa legi, sehari sebelumnya
biasanya berpuasa terlebih dahulu. Selama proses marangi semua petugas
yang terlibat diharuskan berbusana kejawen dan pantang makan, minum,
merokok dsb. Selama marangi harus membisu tidak boleh berbicara. Jaman
sekarang hal itu sudah jarang dilakukan.
Peralatan yang harus disediakan ember air bersih, ember air bunga, dan
ember kosong untuk limbah, sikat-sikat khusus untuk marangi dan
memutihkan, jeruk nipis yang telah dikupas kulitnya, warangan, minyak
kelapa, krengsengan 200 cc dan minyak cendana 20 cc/lebih. Kawul iratan
bambu / kertas tisu. Lap-lap yang bersih. Dan tak lupa lerak (sapindus
rarak) yang telah dihancurkan dalam air. Kalau terpaksa dapat digunakan
deterjen. Jeruk yang telah dikupas kulitnya diiris-iris dan diperas
dengan kain bersih dan ditampung dalam dua tempat khusus. Sebuah untuk
memutihkan bilah besi aji dan sebuah lagi untuk melarutkan warangan.
Warangan alami harus ditumbuk halus terlebih dahulu sebelum dilarutkan
dalam air jeruk. Sedangkan perbandingan larutan jeuk dan warangan, baik
murni/alami dikira-kira saja. Dapat digunakan imbangan 1 sendok the dan
50 cc air jeruk/lebih. Untuk mempercepat pelarutan dapat ditambahkan
sedikit larutan basa seperti NaOH/KOH. Dapat pula dengan memanaskan
sedikit di atas api.
Besi aji yang akan diwarangi sebaiknya dilepas dari sarungnya dan
hulunya. Keris dan tombak banyak yang dijabung dengan lak pada
hulunya.Untuk melepasnya mudah sekali, yaitu panaskan pada bagian bawah
bilah diatas lampu teplok / lilin. Dengan alas sebuah lap bersih putar
pelan-pelan bilah itu keluar dari hulunya. Dalam keadaan sudah berkarat
sekali dapat ditolong dengan meneteskan minyak rem mobil pada
celah-celah antara bilah dan pegangan selama 24 jam / lebih. Besi aji
yang sudah kelewat karatan dapat direndam dalam air kelapa yang sudah
diberi irisan jeruk nipis dan pace (mengkudu) yang sudah masak. Rendaman
itu bisa semalam tetapi dapat juga lebih dari dua hari tergantung pada
tingkat karatnya. Hal itu dilakukan menjelang siraman.
PROSES MARANGI
Marangi paling baik jika dilakukan diwaktu pagi dalam udara cerah.
Lakukan didalam rumah yang bebas dari gangguan anak-anak dan lalu lintas
keluarga. Sebaiknya diserambi rumah. Semua perlengkapan disediakan
diatas tikar yang digelar. Sesaji dipisah khusus, berdekatam dengan
alat-alat untuk marangi.
Selama marangi sebaiknya dilakukan dengan duduk bersila agar keamanan
lebih terjaga. Awal pekerjaan dimulai dengan membakar kemenyan. Ujubnya
mohon kepada Tuhan YME agar pekerjaan berjalan lancar dan selamat.
Disamping mohon berkah pangestu kepada arwah-arwah empu dan para leluhur
semoga besi aji memberi kegunaan yang lebih bagi pemiliknya.
Tata cara marangi berlangsung sbb:
1. Besi Aji dipegang dan di guyur dengan air kembang setaman, setelah
itu dicuci (disikat) dengan air lerak (deterjen) supaya bebas dari
minyak langsung di lap hingga kering.
2. Sikat khusus mulailah pemutihan. Sikat dari rambut kuda. Celupkan
sikat sedikit ke dalam perasan jeruk, sikat dari bilah besi aji. Jangan
sikat bolak balik, tapi satu arah saja, dari bongkot atau pangkal ke
ujung bilah keris atau tombak. Diamkan selama beberapa menit hingga
bilah berwarna hijau hitam. Sikat lagi. Diamkan beberapa menit. Lakukan
terus menerus sampai karat-karatnya melepas hingga bilah berwarna agak
kuning kehijauan kemudian jadi hitam. Guyur dengan air, sikat hingga
bilah menjadi putih seperti almunium. Cepat-cepat cuci dengan air bersih
dan lap dengan kawul atau tissue caranya cukup ditekan tekan saja,
jangan digosok. Angin-anginkan hingga kering, jangan dijemur!
3. Besi aji yang kering dijatuhi larutan warangan pakailah sikat khusus
atau kuas bersih. Ambil sedikit oleskan pada bilah dalam satu arah.
Ujung bilah menghadap miring kebawah dilakukan berkali-kali hingga besi
tampak hitam. Guyur dengan air berulang-ulang dan sikat terus. Guyur
sambil disikat dengan air bersih sampai sisa asam dan warangan habis.
Lalu keringkan dengan kawul atau tissue seperti tahap (2).
4. Tahap akhir adalah memberi olesan minyak, dilakukan setelah kering
betul atau saat semua bilah dikembalikan pada hulu dan tangkainya. Untuk
mengawetkan warangan keris sebaiknya dalam meminyaki jangan terlalu
basah lalu angin-anginkan hingga betul-betul kering.
METODE SIRAMAN
Ada metode siraman dengan cara yang lain :
1. Cara Nyek, sediakan larutan jeruk nipis yang diberi warangan dan
'cemengan' yaitu air bekas cucian marangi yang sudah menghitam. Keris
yang telah diputihkan dijemur antara jam 8-11 pagi. Jika sudah panas
celupkan jari tangan dalam larutan warangan diatas kemudian pijatlah
besi aji dari pangkal ke ujung, bilah akan mulai menghitam. Jika sudah
hitam guyur dengan iar dan sikat dengan abu gosok, tahap ini disebut
dikeplok. Sikat dengan hati-hati agar hitam tidak luntur setelah bersih
lap hingga kering lalu dijemur lagi, begitu seterusnya diulang sampai
pamor didapat. Tahap terakhir mencuci dengan landha abu jangkang dengan
maksud sisa asam jeruk hilang kemudian cuci dengan air bersih keringkan
dan jemur. Pelumasan dilakukan setelah besi aji benar-benar kering.
2. Cara Blonon (koyoh), tidak ada bedanya dengan cara diatas hanya besi
aji tidak dipijat dengan jari tangan tetapi dioles dengan sikat yang
dicelupkan dalam larutan warangan, jika telah mendapat warna hitam
segera dikeplok dengan abu gosok, diulang sampai pamor tampak menyala.
3. Cara Koloh, dengan memakai tempat lain besi aji yang telah diputihkan
dimasukkan dalam larutan warangan jeruk nipis encer yang diberi
cemengan. Setelah beberapa menit besi aji diambil ditaruh miring agar
larutan tuntas. Setelah itu disikat dan dibilas dengan air seterusnya
dikeplok. Hal ini diulang-ulang bilah tak usah dijemur. Keberhasilan
cara ini terletak pada teknik mengeploknya. Warna hitam pada besi
didapat secara berlahan tetapi lebih merasuk dalam besi daripada cara
yogya.
PEMELIHARAAN
Tosan aji yang baik mewaranginya dapat bertahan bertahun-tahun.
Kebiasaan kuno setiap selasa kliwon / jum'at kliwon besi aji diberi
olesan minyak cendana encer. Menaruh keris sebaiknya jangan ditempat
yang lembab jika terpaksa disimpan dalam almari pakaian taruh pada rak
paling atas sebaiknya dalam posisi berdiri/miring.
Minyak kelapa oleh proses fermentasi akan dipecah menjadi asam butiran
dan asam lain, pencegahannya ialah dengan sedikit mencampurnya dengan
minyak gandapura, perbandingannya : 100 cc minyak kelapa dapat dipakai
10-15 cc minyak gandapura. Selain cendana dapat digunakan pewangi
kanthil, melati (jasmin) / kenanga. Untuk keraton Yogya perbandingan
1:1, artinya 100 cc minyak kelapa menggunakan 100 cc minyak cendana.
Untuk cara solo perbandingannnya 25 minyak krengsengan: 10 bagian minyak
kenanga : 3 bagian minyak gandapura.
Minyak senjata juga bisa dipakai tetapi banyak ahli esoteri keris
mengatakan penggunaan minyak mineral akan sangat mengurangi esoteri
keris sendiri, jika tidak dalam keadaan terpaksa penggunaan minyak jenis
ini dihindari.
Jangan sekali-kali menjemur besi aji karena akan merubah struktur
logamnya dan akan mengurangi daya kegaibannya. Penyikatan harus
hati-hati terutama keris yang diserasah dengan emas. Jangan sekali-kali
merendam tosan aji dalam air kelapa akibatnya dapat mengeroposkan
wesiaji.
SARAN DAN PETUNJUK TENTANG TATACARA MENAYUH KERIS
Ada 3 cara tahapan yang perlu dilakoni seseorang yang ingin
berkomunikasi dengan yoni alias isi keris pusaka. Tapi tidak cukup hanya
diomongkan lisan atau ditulis di atas kertas sebagai pengetahuan pasif.
Rupanya memang selamanya orang omong lebih gampang ketimbang orang
nglakoni. Dalam usaha memenuhi keingintahuan yoni keris pusaka itulah
diperlukan laku orang bersangkutan dan menjadi langkah awal sebagai
penghayatan kongkret untuk ditempuh.
Adapun 3 tahap tersebut sebagai berikut :
1. Menjalani puasa mutih. Orang tidak makan garam atau makanan yang
mengandung garam, tapi hanya makan nasi putih dan minum air putih.
Lamanya 3 hari 3 malam. Dapat juga orang puasa ngebleng, tak makan dan
tak minum 3 hari 3 malam. Keris pusaka yang komplit sandangannya,
memakai warangka-mendak-ukiran diletakkan di atas bantal. Si penayuh
harus selalu berdoa kepada Tuhan. Dengan tatacara itu, mungkin seseorang
sudah dapat mengetahui yoni keris pusaka yang ditayuh, dia dapat
berkomunikasi pada waktu sedang tidur atau sedang jaga, atau dalam
keadaan sonyaruri - antara tidur dan jaga. Namun bila maksud semula
belum kesampaian, dia dapat meneruskan usaha dengan menjalankan tahap
kedua.
2. Keris yang hendak ditayuh, dihunus dari warangka, dikeluarkan dari
sarungnya, mendak dan ukiran tidak dicopot. Keris pusaka dalam keadaan
'ligan' (telanjang) ditaruh di bawah bantal, dipakai alas tidur. Mungkin
dengan tatacara ini, orang sudah dapat mengetahui yoni yang terdapat
pada keris pusaka yang ditayuh. Akan tetapi, seandainya tahap kedua ini
orang bersangkutan belum juga dapat bersua dengan si yoni, maka tahap
ketiga perlu ditempuh.
3. Keris ligan yang sudah dilepaskan dari warangka, perlu dilepaskan
dari ukiran dan mendaknya. Keris itu dalam keadaan nglegena alias
telanjang bulat. Dia ditaruh di bawah bantal sebagai alas tidur, yang
juga dilakukan selama 3 malam. Melenging tekad tertuju kepada Tuhan.
Laku itu dijalani dengan sepenuh hati. Niat ingsun mengetahui yoni keris
pusaka yang ditayuh.
Keris Sebagai Piyandel, Sebuah Tuntunan Hidup
Piyandel adalah sebuah keyakinan dan kepercayaan yang termanifestasikan
dalam wujud berbagai benda-benda pusaka yang mengemuka secara fenomenal,
penuh daya pikat dan sarat lambang yang harus didalami dan dimengerti
dengan baik, benar dan mendalam. Kepercayaan bukan berisi tentang
sesuatu yang pantas disembah dan dipuja, tetapi sebuah wahana yang
berwujud (wadag) yang berisi doa, harapan dan tuntunan hidup (filosofi
hidup) manusia jawa yang termaktub dalam “sangkan parang dumadi –
sangkan paraning pambudi – manunggaling kawula Gusti”. Piwulang-piweling
ini terformulasi dalam sebuah benda buatan yang disebut keris atau
tombak.
Melihat keris sama halnya dengan melihat wayang. Keleluasaan pemahaman
dan pengertian mengenainya tergantung luasnya cakrawala dan pengalaman
hidup orang tersebut terhadap hidup dan kehidupan. Jadi tergantung
kepada “kadhewasaning Jiwa Jawi” – kedewasaan orang dalam berfikir dan
bersikap secara arif dan bijaksana. Semakin orang itu kaya pengalaman
rohani – semakin kaya pula ia mampu menjabarkan apa yang tertera di
dalam sebilah keris.
Pada mulanya, di saat manusia jawa ada pada peradaban berburu, keris
adalah alat berburu (baca:mencari hidup). Kemudian ketika manusia mulai
menetap dan bersosialisasi dengan sesamanya, keris menjadi alat untuk
berperang (baca :mempertahankan hidup). Lebih lanjut lagi setelah tidak
lagi diperlukan perang dan manusia mulai berbudaya, keris pun menjadi
senjata kehidupan (baca: tuntunan hidup). Yaitu senjata untuk mengasah
diri menjadi orang yang lebih beradab dan berperiperadaban hingga
mencapai penyatuan diri dengan Penciptanya. Hal ini sangat nyata
ditunjukkan dalam lambang-lambang yang mengemukan pada ricikan-ricikan
keris.
Ilmu keris adalah ilmu lambang. Mengerti dan memahami bahasa lambang
mengandalkanperadaban rasa (sense) – bukan melulu kemampuan intelektual.
Jadi adalah keliru jika memahami keris secara dangkal sebagai sebuah
benda yang berkekuatan magis untuk mengangkat harkat dan martabat
manusia. Keris menjadi pusaka karena makna lambang-lambang dalam keris
dianggap mampu menuntun pembuat dan pemiliknya untuk hidup secara benar,
baik dan seimbang.
Dan bagi orang jawa, hidup ini penuh pralambang yang masih samar-samar
dan perlu dicari dan diketemukan melalui berbagai laku, tirakat maupun
dalam berbagai aktivitas sehari-hari manusia jawa, misalkan dalam bentuk
makanan (tumpeng, jenang, jajan pasar,dsb), baju beskap, surjan, bentuk
bangunan (joglo, limas an, dsb) termasuk juga keris. Di dalam
benda-benda sehari-hari tersebut tersembunyi sebuah misteri berupa pesan
dan piwulang serta wewler yang diperlukan manusia untuk mengarungi
hidup hingga kembali bersatu dengan Sang Pencipta.
Dalam tradisi budaya Jawa ada sebuah pemahaman“Bapa (wong tuwa) tapa,
anak nampa, putu nemu, buyut katut, canggah kesrambah, mareng kegandeng,
uthek-uthek gantung siwur misuwur”. Jika orang tua berlaku tirakat maka
hasilnya tidak hanya dirasakan olehnya sendiri dan anak-anaknya
melainkan hingga semua keturunannya. Demikian juga sebaliknya. Oleh
karena itu manusia Jawa diajak untuk selalu hidup prihatin, hidup “eling
lan waspada”, hidup penuh laku dan berharap. Siratan-siratan laku,
tirakat, doa, harapan, cita-cita restu sekaligus tuntunan itu diwujudkan
oleh para leluhur Jawa dalam wujud sebuah senjata. Senjata bukan
dilihat sebagai melulu wadag senjata (tosan aji) melainkan dengan
pemahaman supaya manusia sadar bahwa senjata hidup dan kehidupan adalah
sebuah kearifan untuk selalu mengasah diri dalam olah hidup batin
Oleh karena itu orang Jawa menamakan keris dengan sebutan Piyandel –
sipat kandel, karena memanifestasikan doa, harapan, cita-cita dan
tuntunan lewat dapur, ricikan, pamor, besi, dan baja yang dibuat oleh
para empu dalam laku tapa, prihatin, puasa dan selalu memuji kebesaran
Tuhan. “Niat ingsun nyebar ganda arum. Tyas manis kang mantesi, ruming
wicara kang mranani, sinembuh laku utama”. Tekadku menyebarkan keharuman
nama berlandaskan hati yang pantas (positive thinking), berbicara
dengan baik, enak didengar, dan pantas dipercaya, sembari menjalankan
laku keutamaan.
Meski demikian keris tetaplah benda mati. Manusia Jawa pun tidak
terjebak dalam pemahaman yang keliru tentang pusaka. Peringatan para
leluhur tentang hal ini berbunyi : “Janjine dudu jimat kemat, ananging
agunging Gusti kang pinuji”. Janji bukan jimat melainkan keagungan
Tuhan-lah yang mesti diluhurkan. “Nora kepengin misuwur karana peparinge
leluhur, ananging tumindak luhur karana piwulange leluhur”. Tidak ingin
terkenal lantaran warisan nenek moyang, melainkan bertindak luhur
karena melaksanakan nasihat nenek moyang. Oleh karena itu keris bukan
jimat, tetapi lebih sebagai piyandel sebagai sarana berbuat kebajikan
dan memuji keagungan Illahi.