Sabtu, 06 November 2021

Janganlah Mengumpat Setan!! Karena Akan Membesarkan Setan Itu

 

Ekspresi dari rasa marah dan kesal dalam ungkapan verbal yang menghina. Mengumpat menjadi pelampiasan marah yang paling sering dilakukan.  Bahkan tak sedikit yang secara reflek pasti mengumpat saat amarah mencuat. Memang, tidak mudah menahan diri untuk tidak mengumpat saat marah. Baik umpatan ditunjukan langsung pada subjek pemicu marah atau hanya berupa umpatan dalam gumam. Berbeda dengan pelampiasan marah berupa tindakan memukul atau yang lebih jauh lagi. Kalau yang ini, biasanya orang masih bisa berpikir untuk tidak memperpanjang masalah dengan melakukannya.

Karena sulit, tidak sedikit yang memilih memlesetkan kata-kata kasarnya menjadi kata lain. Dia tidak ingin mengucapkan kata-kata kasar, tapi sulit untuk tidak mengumpat saat kesal.  Akhirnya, kata-kata kasar diplesetkan menjadi kata-kata yang tidak bermakna, atau ada yang mengganti dengan kata lain yang sebenarnya tidak pas untuk mengumpat. Misalnya, biasanya orang menggunakan kata anjing, tapi biar tidak kasar diganti jangkrik.

Namun begitu, umpatan tetaplah umpatan. Sisi yang hendaknya dijauhi bukan sekedar kata-kata kasarnya, tapi juga luapan amarahnya. Karenanya, jika kita ingin memiliki kemampuan mengendalikan marah dengan sempurna, kita harus belajar menahan diri agar lisan kita juga pandai menahan marah.

Pada dasarnya, yang disyariatkan bagi seorang mukmin adalah memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, dan bukan melaknat setan. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal itu, diantaranya,

Firman Allah,

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Jika setan  mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Fushilat: 36)

Allah juga berfirman, memerintahkan kita untuk berdoa,

وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ* وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحْضُرُونِ

Katakanlah: “Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan Setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku (QS. al-Mukminun: 97 – 98).

Karena itulah, ketika ada yang menggaggu dalam shalat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar kita memohon perlindungan dari setan, dan bukan mengumpat setan.

Dari Utsman bin Abil ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu kekhusyuan shalatku, hingga aku lupa terhadap apa yang aku baca.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خِنْزِبٌ فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلاَثًا

Itu setan namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah darinya, dan meludah ringan ke kiri 3 kali.

Kata Utsman, “Akupun lakukan saran itu, lalu Allah menghilangkan gangguannya dariku.” (HR. Muslim 5868).

Kemudian, di sana terdapat larangan khusus mencela setan ketika terjadi kecelakaan.

Salah seorang sahabat pernah membonceng Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ontanya terjatuh. Sahabat ini langsung mengatakan, Ta’isa as-Syaithan “Celaka setan”

Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

لاَ تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولَ بِقُوَّتِى وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ

Jangan kamu mengucapkan ‘celaka setan’. Karena ketika kamu mengucapkan kalimat itu, maka setan akan membesar, hingga dia seperti seukuran rumah. Setan akan membanggakan dirinya, ‘Dia jatuh karena kekuatanku.’

Namun ucapkanlah, ‘Bismillah…’ karena jika kamu mengucapkan kalilmat ini, setan akan mengecil, hingga seperti lalat. (HR. Ahmad 21133, Abu Daud 4984, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

At-Thahawi menjelaskan hadis ini,

نهاه رسول الله صلى الله عليه وسلم لأنه بذلك موقع للشيطان أن ذلك الفعل كان منه ولم يكن منه، إنما كان من الله ، وأمره أن يقول مكان ذلك: بسم الله -حتى لا يكون عند الشيطان أنه كان منه عنده في ذلك فعل

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu, karena ucapan itu akan membuat setan bangga, dia menyangka kecelakaan itu disebabkan diri setan, padahal sejatinya bukan darinya. Namun datang dari Allah. Dan Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeritahkan untuk menggantinya dengan ucapan ‘Bismillah..’ sehingga  setan tidak mengganggap bahwa kecelakaan itu darinya dan dia memiliki peran dengannya.
(Musykil al-Atsar, 1/346).

Umpatan bagi setan serasa pujian yang membuatnya semakin sombong dan membesar. Bukankah manusia juga kadang begitu? Saat seseorang berhasil membuat sebuah karya luarbiasa dan banyak menuai pujian, dia tidak akan marah, bahkan bangga jika ada yang melihat karyanya lalu malah bilang, “Gila nih yang bikin!”. Umpatan itu justru menjadi pujian dosis tinggi yang membanggakan.

Dalam kultur kita, mungkin tidak terbiasa mengumpat setan secara langsung. Yang biasa terjadi adalah menggunakan kata “setan” atau “anak setan” atau “iblis” sebagai penisbatan untuk mengumpat perbuatan yang memicu amarah. Wallahua’lam, sepertinya kata-kata ini juga akan berdampak sama dengan mengumpat setan secara langsung.

Nah, tentunya kita tidak akan membiarkan setan berbangga diri. Syariat selalu mengajarkan kita berbagai cara agar setan terhina dan kalah. Karenanya, jangan sampai kita justru memujinya tanpa sadar dengan umpatan.

Tak jauh beda dengan setan dari golongan jin, mengumpat setan dari golongan manusia juga dilarang. Khususnya umpatan atau hinaan atas tuhan mereka. Tema “tuhan” akan menjadi isu paling sensitiv jika disinggung. Ini biasa terjadi jika kita terlibat perdebatan soal ketuhanan. Saat perdebatan memanas, adakalanya kita terpancing dan tak tahan untuk tidak mengumpat tuhan dan keyakinan mereka. Aksi hina-menghina pun tak terelakkan.

Dulu para shahabat juga sering menghina berhala.Hal itu dilakukan guna menguatkan keyakinan bahwa berhala tidak mampu mendatangkan bahaya meski dicaci maki. Namun kemudian, orang-orang musyrik tidak terima dan balas menghina Allah. Dari segi manfaat dan madharat, hinaan kepada berhala jauh lebih kecil manfaatnya dibanding madharat yang muncul karenanya berupa hinaan dan umpatan kepada Allah. Karenanya, hal ini pun dilarang. Allah berfirman;

وَلاَ تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللهِ فَيَسُبُّوا اللهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Dan janganlah kalian mencaci orang-orang yang berdoa kepada selain Allah lalu mereka mencaci Allah dengan penuh kebencian dan tanpa ilmu.” (QS. Al An’am;108)

Setan Senantiasa Menggoda Iman Manusia


Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR Muslim IV/2167 no 2813)

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana mungkin Allâh Azza wa Jalla menjadikan Iblis tersesat? Padahal Allâh Azza wa Jalla tidak memiliki sifat kekurangan. Maka pertanyaan tersebut dijawab, bahwa kehendak (irâdah) Allâh Subhanahu wa Ta’ala ada dua, yaitu: Irâdah Kauniyah dan Irâdah Syar’iyah. Irâdah Kauniyah adalah kehendak yang diinginkan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk terjadi di alam semesta, namun tidak mesti hal tersebut disukai oleh Allâh Azza wa Jalla , sedangkan irâdah syar’iyah adalah keinginan yang Allâh sukai, namun hal itu tidak mesti terjadi. Semua ini terjadi karena hikmah dan keadilan Allâh Azza wa Jalla . Allâh-lah yang maha mengetahui segala hikmahnya, jika kita tidak mengetahui hikmahnya dan Allâh Maha Adil dengan seluruh yang Allâh Azza wa Jalla lakukan. Ini merupakan sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang sempurna. Para hamba-Nya-lah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allâh Azza wa Jalla , dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan diminta pertanggungjawaban.

Oleh karena itu, Imam al-Qurthubi rahimahullah menegaskan hal ini di dalam tafsirnya. Beliau rahimahullah berkata:

Madzhab Ahlussunnah menyatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla yang telah menjadikannya tersesat dan menciptakan kekufuran pada dirinya. Oleh karena itu, dalam ayat ini perbuatan yang menjadikan iblis sesat disandarkan kepada Allâh Azza wa Jalla . Dan inilah yang benar. Tidak ada sesuatu apapun yang ada kecuali dia adalah ciptaan Allâh Azza wa Jalla yang berasal dari kehendak Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Aliran al-Imâmiyah, al-Qadariyah dan aliran yang lain telah menyelesihi syaikh (guru mereka), yaitu iblis, yang mana mereka mentaati iblis pada segala sesuatu yang dihiasi oleh iblis untuk mereka, tetapi tidak mentaatinya di dalam permasalahan ini. Mereka berkata, “Iblis telah berbuat kesalahan. Dan dia memang sering salah, karena dia telah menyandarkan kesesatan kepada Rabb-nya. Maha suci Allâh dari hal tersebut.” Maka kita katakan kepada mereka (para pengikut aliran-aliran sesat tersebut), ‘Jika iblis (memang demikian), dia benar-benar sering berbuat kesalahan, lalu bagaimana pendapat kalian tentang perkataan Nabi yang mulia lagi ma’shûm (terjaga dari kesalahan), yaitu Nabi Nûh Alaihissallam. Beliau Alaihissallam telah berkata kepada kaumnya:

وَلَا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ ۚ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Dan tidaklah bermanfaat kepada kalian nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian, sekiranya Allâh hendak menyesatkan kalian. Dia adalah Rabb kalian, dan kepada-Nya-lah kalian dikembalikan. [Hûd/11:34]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ

Maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus

Jika diterjemahkan secara makna perkata, maka terjemahan di atas adalah, “Saya akan benar-benar duduk untuk mereka di jalan-Mu yang lurus,” maksud duduk di jalan adalah terus-menerus berada di jalan tersebut untuk menghalangi mereka.  Dan Ini adalah sumpah iblis untuk menyesatkan manusia. Iblis benar-benar akan menghalang-halangi umat manusia untuk menuju jalan Allâh Azza wa Jalla yang lurus.

Arti (صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ) /jalan-Mu yang lurus adalah seluruh jalan menuju kebenaran dan keselamatan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah.

Disebutkan dalam beberapa tafsir tentang arti potongan ayat ini, akan tetapi tafsir yang tepat adalah sebagaimana yang telah disebutkan dan ini didukung oleh hadits berikut ini:

عَنْ سَبْرَةَ بْنِ أَبِى فَاكِهٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ: إِنَّ الشَّيْطَانَ قَعَدَ لاِبْنِ آدَمَ بِأَطْرُقِهِ, فَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ: “تُسْلِمُ وَتَذَرُ دِينَكَ وَدِينَ آبَائِكَ وَآبَاءِ أَبِيكَ؟” فَعَصَاهُ فَأَسْلَمَ. ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْهِجْرَةِ, فَقَالَ: “تُهَاجِرُ وَتَدَعُ أَرْضَكَ وَسَمَاءَكَ؟ وَإِنَّمَا مَثَلُ الْمُهَاجِرِ كَمَثَلِ الْفَرَسِ فِى الطِّوَلِ.” فَعَصَاهُ فَهَاجَرَ ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيقِ الْجِهَادِ, فَقَالَ: “تُجَاهِدُ فَهُوَ جَهْدُ النَّفْسِ وَالْمَالِ فَتُقَاتِلُ فَتُقْتَلُ فَتُنْكَحُ الْمَرْأَةُ وَيُقْسَمُ الْمَالُ.” فَعَصَاهُ فَجَاهَدَ.. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ -عَزَّ وَجَلَّ- أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ …

Diriwayatkan dari Sabrah bin Abi Fâkih berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya syaitan duduk untuk menghalang-halangi seorang anak Adam dari berbagai jalan. Syaitan duduk menghalangi jalan untuk masuk Islam. Syaitan berkata, ‘(Apakah) kamu masuk ke dalam Islam dan kamu tinggalkan agamamu, agama bapak-bapakmu dan agama nenek moyangmu?’ Anak Adam tersebut tidak mentaatinya, kemudian dia masuk Islam. Kemudian syaitan pun menghalangi jalan untuk berhijrah dan dia berkata, ‘(Apakah) kamu akan berhijrah dan kamu meninggalkan bumi dan langitmu? Sesungguhnya perumpamaan orang yang berhijrah adalah seperti kuda yang diikat dengan tali.’ Kemudian anak Adam tesebut tidak mentaatinya dan terus berhijrah. Kemudian syaitan duduk untuk menghalangi jalan untuk berjihad. Syaitan berkata, ‘(Apakah) kamu akan berjihad? Jihad itu adalah perjuangan dengan jiwa dan harta. Engkau berperang, dan nanti kami terbunuh, istrimu akan dinikahi (oleh orang lain) dan hartamu akan dibagi-bagi.’ Kemudian anak tersebut tidak mentaatinya, kemudian terus berjihad.” Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka Allâh berkewajiban untuk memasukkannya ke dalam surga…”

Dengan demikian kita memahami bahwa iblis akan menggoda manusia di semua jalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla .

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ

Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.

Pada ayat ini iblis berjanji akan mendatangi anak manusia dari seluruh penjuru. Iblis juga berjanji akan menghiasai kebatilan sehingga umat manusia terjerumus ke dalamnya. Allâh Azza wa Jalla  berfirman di dalam al-Qur’an:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis berkata, ‘Ya Rabbnku! Karena Engkau telah menghukumku tersesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” [Al-Hijr/15:39]

 ARTI DARI MENDATANGI MEREKA DARI MUKA DAN DARI BELAKANG, DARI KANAN DAN KIRI

Para Ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan potongan ayat ini, di antara pendapat yang disebutkan adalah sebagai berikut:

1. Dari muka maksudnya adalah syaitan akan menyesatkan mereka dalam perkara akhirat mereka.Dari belakang maksudnya adalah syaitan akan menjadikan mereka cinta dunia.Dari kanan maksudnya adalah syaitan akan membuat syubhat pada perkara agama mereka.Dari kiri maksudnya adalah syaitan akan membuat mereka suka melakukan perbuatan maksiat. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma yang diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalhah darinya.2. Dari muka maksudnya adalah dari sisi dunia mereka.Dari belakang maksudnya adalah urusan akhirat mereka.Dari kanan maksudnya adalah dari sisi kebaikan-kebaikan mereka.Dari kiri maksudnya adalah dari sisi keburukan-keburukan mereka.

Ini juga pendapat Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma yang diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalhah dan Al-‘Aufi darinya.

3. Dari muka maksudnya adalah iblis akan mengabarkan kepada mereka bahwa tidak ada hari kebangkitan, begitu pula surga dan neraka.Dari belakang maksudnya adalah urusan dunia. Iblis akan menghiasi dan mengajak mereka untuk mengejar dunia.Dari kanan maksudnya adalah dari sisi kebaikan-kebaikan mereka. Iblis akan menghambat mereka.Dari kiri maksudnya adalah Iblis akan menghias-hiasi keburukan dan kemaksiatan untuk mereka serta mengajak dan memerintahkan untuk melakukannya.

Ini pendapat Qatâdah rahimahullah yang diriwayatkan dari Sa’id bin Abi ‘Arubah darinya, begitu pula pendapat Ibrahim an-Nakha’i dan al-Hakam bin ‘Utaibah rahimahullah.

4. Dari muka maksudnya adalah dimana mereka bisa melihatnya.Dari belakang maksudnya adalah dimana mereka tidak bisa melihatnya.

Ini pendapat Mujâhid rahimahullah.

5. Dan disebutkan tafsiran yang lain.

Imam Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang lebih tepat menurutku adalah pendapat yang mengatakan bahwa arti dari ini adalah ‘Kemudian saya akan benar-benar mendatangi mereka dari segala sisi kebenaran dan kebatilan, kemudian saya akan menghalangi mereka dari kebenaran dan saya akan memperindah kebatilan untuk mereka. Hal ini dikarenakan potongan ayat ini datang setelah firman Allâh Azza wa Jalla, yang artinya, ‘Maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus.’

MENGAPA IBLIS TIDAK MENDATANGI DARI SEBELAH ATAS MEREKA?

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Dan Allâh tidak mengatakan ‘dan dari atas mereka,’ karena rahmat (kasih sayang) Allâh Azza wa Jalla diturunkan dari atas mereka.’

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.

Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya Iblis mengatakan, ‘Engkau, Wahai Rabb-ku! Tidak akan mendapatkan sebagian besar dari anak Adam yang bersyukur kepada-Mu atas kenikmatan yang telah Engkau berikan kepada mereka, seperti: pemuliaan-Mu terhadap bapak mereka, Adam, berupa perintah-Mu kepada para malaikat untuk bersujud kepadanya dan pengutamaan Adam dariku. …Ibnu ‘Abbâs c menyatakan bahwa arti syâkirîn (orang-orang yang bersyukur) pada ayat ini adalah muwahhidiin (orang-orang yang bertauhid).”

BAGAIMANA IBLIS BISA MENGETAHUI HAL TERSEBUT?

Iblis tidak mengetahui hal tersebut, tetapi perkataannya tersebut dibangun di atas prasangka saja, dan ternyata seperti itulah yang terjadi.

Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Dikatakan bahwa Iblis telah berprasangka dan ternyata benar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوهُ إِلَّا فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. [Saba’/34:20]

Sebagian Ulama tafsir mengatakan bahwa Iblis mengetahui hal tersebut dari Malaikat, akan tetapi, pendapat ini tidak didukung dengan dalil.

SIAPAKAH YANG BISA SELAMAT DARI PENYESATAN YANG DILAKUKAN OLEH IBLIS?

Allâh Azza wa Jalla  berfirman di dalam surat lain yang mirip dengan ayat yang sedang kita bahas ini:

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ﴿٨٢﴾ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ ﴿٨٣﴾ قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ ﴿٨٤﴾ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali para hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka.’ Allâh berfirman, “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan kebenaran itulah yang Ku-katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.’ [Ash-Shaad/38:82-85]

Pada ayat ini, Iblis mengetahui bahwa dia tidak akan bisa menyesatkan hamba Allâh yang disifatkan dengan al-mukhlashin atau al-mukhlishin (dalam qira’ah lain). Jika dibaca al-mukhlishin, maka mereka adalah orang-orang yang mengikhlaskan (memurnikan) ketaatan dan tauhid kepada Allâh Azza wa Jalla. Dan jika dibaca al-mukhlashin, maka mereka adalah orang-orang yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala jadikan mereka sebagai orang yang ikhlas untuk mentauhidkan Allâh.

 Allâh Azza wa Jalla  juga berfirman:

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿٤٢﴾ وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ

Sesungguhnya para hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya. [Al-Hijr/15:42-43]

Manusia pada hakikatnya berada di antara ajakan setan ke neraka atau ajakan Allah Ta’ala menuju surga-Nya. Maka perhatikanlah diri kita sendiri, ajakan siapakah yang kita sambut? Jika kita adalah manusia yang berada di atas ketaatan kepada Allah Ta’ala, istiqamah di jalan-Nya, mencintai kebaikan, menjaga hal-hal yang wajib, bersungguh-sungguh mengerjakan amal ibadah sunnah yang kita mampu dan mudah melaksanakannya, maka kita telah menyambut seruan dan ajakan Allah Ta’ala kepada kita.

Namun sebaliknya, jika kita akrab dengan maksiat dan keburukan, melalaikan hal-hal yang wajib, terjerumus dalam berbagai hal yang diharamkan, maka kita telah menyambut seruan dan ajakan setan beserta bala tentaranya.

Hendaklah kita bersegera bertaubat kepada Allah Ta’ala dan melepaskan jiwa kita dari belenggu setan, selama masih memungkinkan bagi kita untuk bertaubat. Inilah kewajiban seorang muslim, yaitu untuk memikirkan dan merenungi keadaan dirinya, apakah berada di atas maksiat ataukah ketaatan.

Rabu, 03 November 2021

Fenomena Nabi Palsu Sebagai Tanda Kiamat


Keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan penutup para  Nabi dan Rasul sesungguhnya merupakan suatu keyakinan mutlak yang mesti melekat pada diri seorang muslim, jika keyakinan tentang ini goyah pada diri seorang yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan RasulNya, maka pada saat yang bersamaan berate imannya turut goyah, sehingga itu sudah menjadi keharusan /kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat untuk mempertahankan keyakinannya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir.

Rasul adalah manusia dari diri umat. Jika manusia dari tambang, maka Allah memperuntukan kepadanya pemberian rasio dan rohani agar dia siap menerima wahyu dari Allah SWT. Allah memperuntukan Rasul dengan memperoleh beberapa keistimewaan agar dia mampu memikul beban risalah dan menjadi teladan baik yang harus diikuti, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan akhirat. Seandainya para utusan Allah tidak memperoleh beberapa keistimewaan rasio dan rohani seperti kesucian mereka telah ternoda atau rasio mereka lemah, tentu mereka tidak mampu menyampaikan petunjuk Allah kepada manusia.

Persoalannya kemudian adalah bagaimana semestinya kita menyikapi jika sekiranya pada zaman kita ada seorang yang mengaku sebagai nabi atau rasul, yang menyatakan diri sebagai penerima wahyu dan pembawa ajaran kebenaran lalu kemudian mengajarkan dan mendakwahkan ajaran-ajaran yang diterimanya hingga memiliki pengikut, penganut dan menjadi umatnya,  maka pada saat sepertin ini seyogyanlah kita memiliki sebuah sikap yang kosnsisten sebagai sebuah jalan atau cara dalam menagkal berbagai fenomena yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan beragama kita sebagai penganut  ajaran agama Islam.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah danpenutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Ahzab (33): 40)

Ayat ini secara sharih (jelas) menegaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah penutup para nabi alias nabi terakhir.

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ قَالَ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنِ ابْنِ دِينَارٍ يَعْنِي عَبْدَ اللَّهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بُنْيَانًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهُ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا تِلْكَ اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud berkata; telah mengabarkan kepada kami Isma’il dari Ibnu Dinar -yaitu Abdullah- dari Abu Shalih As Samman dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: \”Permisalanku dengan para Nabi sebelumku adalah seperti seorang laki-laki yang membuat bangunan, ia memperbagus dan memperindahnya kecuali satu bata pada salah satu sudut bangunan tersebut, maka manusia berkeliling dan merasa kagum, dan mereka berkata; ‘Sekiranya satu bata ini disempurnakan, ‘ beliau bersabda: \”Maka aku adalah satu bata tersebut, dan aku adalah penutup para Nabi.\” ( Bukhari, Kitab Al Manaqib Bab Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 336, No hadits. 3271. Muslim, Kitab Al Fadhail Bab Dzikru Kaunuhu Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 404, No hadits. 4239, Imam Ahmad hadits no 8802)

Imam Ibnu Hajar berkata:

وَفِي الْحَدِيث ضَرْب الْأَمْثَال لِلتَّقْرِيبِ لِلْأَفْهَامِ وَفَضْل النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سَائِر النَّبِيِّينَ ، وَأَنَّ اللَّه خَتَمَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ ، وَأَكْمَلَ بِهِ شَرَائِع الدِّين .

Hadits ini memberikan perumpamaan  dalam rangka memudahkan pemahaman dan menunjukkan keutamaan Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi wa Sallam di atas nabi – nabi lainnya dan Allah ta’ala menutup kerasulan dengannya serta menyempurnakan syariatNya degannya pula.” (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari,Kitab Al Manaqib Bab Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 336, No hadits. 3270)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, setelah ia mengutarakan berbagai hadits tentang kedudukan Rasulullah sebagai penutup para nabi, beliau berkata:

وقد أخبر تعالى في كتابه، ورسوله في السنة المتواترة عنه: أنه لا نبي بعده؛ ليعلموا أن كل مَنِ ادعى هذا المقام بعده فهو كذاب أفاك، دجال ضال مضل، ولو تخرق  وشعبذ، وأتى بأنواع السحر والطلاسم والنَيرجيَّات  ، فكلها محال وضلال عند أولي الألباب

“Allah Ta’ala telah mengabarkan melalui KitabNya, begitu pula RasulNya telah menyampaikan secara mutawatir (pasti benar) darinya: bahwa tidak ada nabi setelahnya. Agar manusia mengetahui bahwa setiap manusia yang mengaku memiliki kedudukan sebagai nabi setelah  beliau, maka orang itu adalah pendusta, dajjal yang sesat dan menyesatkan, walau dia memiliki kemampuan di luar kebiasaan dan mampu menipu penglihatan manusia, mendatangkan berbagai sihir dan kekuatan. Semuanya adalah tipuan dan kesesatan di mata Ulil Albab (orang-orang yang berpikir). “ (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz. 6, Hal. 431).

Hal di atas dijelaskan oleh Imamul Mufassirin, Abu Ja’far bin Jarir ath Thabari, beliau berkata:

واختلفت القراء في قراءة قوله(وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ) فقرأ ذلك قراء الأمصار سوى الحسن وعاصم بكسر التاء من خاتم النبيين، بمعنى: أنه ختم النبيين. ذُكر أن ذلك في قراءة عبد الله(وَلَكِنَّ نَبِيًّا خَتَمَ النَّبيِّينَ) فذلك دليل على صحة قراءة من قرأه بكسر التاء، بمعنى: أنه الذي ختم الأنبياء صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم وعليهم، وقرأ ذلك فيما يذكر الحسن وعاصم(خَاتَمَ النَّبِيِّينَ) بفتح التاء، بمعنى: أنه آخر النبيين

Para Qurra (Ahli Pembaca Al Quran) berbeda pendapat tentang bacaan terhadap  ayat Khaataman nabiyyin. Para Qurra dari Al Amshar (kota besar) kecuali Al Hasan dan ‘Ashim, mereka mengkasrahkan huruf  ta’ menjadi(Khaatim an Nabiyyin) yang bermaknakhataman nabiyyin penutup para nabi (huruf kha’ pendek). Disebutkan bahwa itulah cara baca Abdullah bin Mas’ud (walakin nabiyyan khataman nabiyyin – tidak memanjangkan kha’ menjadi khaataman). Ini adalah dalil atas benarnya pihak yang membaca dengan mengkasrahkan huruf ta’, maknanya: “Bahwa dia adalah penutup para nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa ‘Alaihim. Adapun yang membaca dengan memfathahkan (Khaatam an Nabiyyin) sebagaimana yang telah disebutkan yakni Al Hasan dan ‘Ashim, maknanya: “Bahwa dia adalah akhir dari nabi – nabi.” (Imam Abu Ja’far bi Jarir ath Thabari, Jami’ al Bayan fii Ta’wil Al Quran, Juz. 20, Hal. 279).

Imam Al Qurthubi berkata:

وقرأ الجمهور بكسر التاء بمعنى أنه ختمهم، أي جاء آخرهم.

“Mayoritas membaca dengan mengkasrahkan huruf ta’, bermakna bahwa dia adalah penutup mereka (para nabi) yaitu yang akhir datangnya di antara mereka.” (Imam Al Qurthubi,Jami’ Li Ahkam Al Quran, Juz. 14, Hal. 196. Dar Ihya ats Turats al ‘Araby, Beirut – Libanon. 1985M-1405H).

Imam Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ud al Baghawi berkata dalam tafsirnya:

ختم الله به النبوة، وقرأ عاصم: “خاتم” بفتح التاء على الاسم، أي: آخرهم، وقرأ الآخرون بكسر التاء على الفاعل، لأنه ختم به النبيين فهو خاتمهم.

“Dengannya Allah telah menutup kenabian. ‘Ashim membacanya ‘Khaatam’ dengan fathah pada huruf ta’menjadi isim, yakni, “Akhirnya mereka (nabi-nabi).”  Sedangkan yang lain membaca dengan mengkasrahkan ta’ menjadi faa’il, karena dengannyalah menutup para nabi, dan dia penutup mereka.” (Imam al Baghawi, Ma’alimut Tanzil, Juz. 6 Hal. 358).

Imam Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar asy Syihi biasa disebut Al Khazin berkata dalam tafsirnya:

ختم الله به النبوة فلا نبوة بعده أي ولا معه

“Dengannya Allah telah menutup kenabian, maka tidak ada kenabian setelahnya, yaitu tidak pula bersamanya.” (Imam al Khazin, Lubab at Ta’wil fii Ma’ani at Tanzil, Juz. 5, Hal. 199).

Kemunculan nabi-nabi palsu di muka bumi ini sesungguhnya merupakan salah satu tanda dari sekian tanda hari kiamat. Di antara mereka, ada yang sekadar mengaku-ngaku. Namun ada pula yang “mendakwahkan” ajarannya sehingga punya banyak pengikut.

Kemunculan para Nabi palsu adalah salah satu tanda akan bangkitnya hari kiamat sekaligus tanda kebenaran kenabian Rasulullah Muhammad bin Abdillah. Di mana apa yang beliau beritakan akan kemunculan mereka benar sesuai kenyataan yang ada, karena beliau berucap dari wahyu bukan dari hawa nafsu dan kedustaan. Dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللهِ

“Tidaklah hari kiamat bangkit sehingga dibangkitkan para (Dajjal) pendusta, pembohong, mendekati 30 orang. Masing-masing mengaku bahwa dirinya adalah Rasulullah.” (Shahih, Al-Bukhari Kitabul Manaqib, Bab ‘Alamatun Nubuwwah fil Islam, Muslim Kitabul Fitan Wa Asyrathus Sa’ah, Bab La Taqumus Sa’ah Hatta Yamurra Ar-Rajul bi Qabri Ar-Rajul… no. 3413)

Dari Tsauban, ia berkata Rasulullah  bersabda:

وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتـِي بِالْـمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تَعْبُدَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ في أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي

“Tidak akan bangkit hari kiamat sehingga beberapa qabilah dari umatku bergabung dengan musyrikin dan sehingga beberapa qabilah dari umatku menyembah berhala-berhala, dan sesungguhnya akan muncul pada umatku para pendusta berjumlah 30 masing-masing mereka mengaku nabi dan akulah penutup para nabi tiada nabi sesudahku.” (HR. Abu Daud, Kitab Al Fitan wal Malahim Bab Dzikru Al Fitan wa Dalailuha, Juz. 11, Hal. 322, No hadits. 3710. At Tirmidzi, Kitab Al Fitan ‘an Rasulillah Bab Maa Ja’a Laa Taqumus Sa’ah hatta Yakruju Kadzdzabun, Juz. 8, Hal. 156, No hadits. 2145. Katanya: Hasan Shahih).

Jadi, adanya orang-orang yang mengaku nabi merupakan bagian dari tanda-tanda datangnya kiamat. Hal itu sudah sinyalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sejak empat belas abad silam. Namun selalu ada para ulama garda depan yang selalu siap mengcounter kebohongan mereka.

Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:

وَقَدْ وُجِدَ مِنْ هَؤُلَاءِ خَلْق كَثِيرُونَ فِي الْأَعْصَار ، وَأَهْلَكَهُمْ اللَّه تَعَالَى ، وَقَلَعَ آثَارهمْ ، وَكَذَلِكَ يُفْعَل بِمَنْ بَقِيَ مِنْهُمْ .

“Mereka selalu ada pada masing-masing zaman, tetapi Allah Ta’ala binasakan mereka, dan Allah hilangkan pengaruhnya, hal itu juga terjadi pada sisa pengikut mereka.” (Imam An Nawawi, Syarah ‘Alash Shahih Muslim,Kitab Al Fitan wal Asyratus Sa’ah Bab Laa taquumus Sa’ah hatta yamurru ar rajul biqabri ar rajul …Juz. 9, hal. 309, No. 5205)

Imam Ibnu Hajar al Asqalani Rahimahullah berkata:

وَلَيْسَ الْمُرَاد بِالْحَدِيثِ مَنْ اِدَّعَى النُّبُوَّة مُطْلَقًا فَإِنَّهُمْ لَا يُحْصَوْنَ كَثْرَة لِكَوْنِ غَالِبهمْ يَنْشَأ لَهُمْ ذَلِكَ عَنْ جُنُون أَوْ سَوْدَاء وَإِنَّمَا الْمُرَاد مَنْ قَامَتْ لَهُ شَوْكَة وَبَدَتْ لَهُ شُبْهَة كَمَنْ وَصَفْنَا ، وَقَدْ أَهْلَكَ اللَّه تَعَالَى مَنْ وَقَعَ لَهُ ذَلِكَ مِنْهُمْ وَبَقِيَ مِنْهُمْ مَنْ يُلْحِقهُ بِأَصْحَابِهِ وَآخِرهمْ الدَّجَّال الْأَكْبَر

“Maksud hadits itu tidaklah berarti secara mutlak jumlahnya (mereka adalah tiga puluh), sebenarnya para nabi palsu ini tak terhitung jumlahnya, namun yang dimaksudkan  dengan pembatasan jumlah itu adalah mereka itulah yang mengaku nabi, memiliki kekuatan dan ajaran menyimpang, dan punya pengikut yang banyak serta terkenal di antara manusia. Lalu Allah Ta’ala binasakan mereka temasuk pengikutnya, hingga akhirnya datangnya dajjal besar.” (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kitab Al Manaqib Bab ‘Alamat an Nubuwah fil Islam, Juz. 10, hal. 410, No hadits. 3340)

Hadits lainnya, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي

“Dahulu Bani Israel dipimpin oleh para nabi, ketika wafatnya seorang nabi maka datanglah nabi setelahnya, namun tidak ada nabi lagi setelahku.” (HR. Bukhari,Kitab Ahadits al Anbiya Bab Maa dziku ‘an Bani Israil, Juz. 11, Hal. 271, No hadits. 3196. Muslim, Kitab Al Imarah Bab Wujub al Wafa’ bibai’ati al Khulafa’ wal Awal fal Awal, Juz.9,  Hal. 378, No hadits. 3429 )

Ketika kenabian telah ditutup dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dengan wafatnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, wahyu telah terputus dari langit.

Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:

لَمْ يَبْقَ مِنَ النُّبُوَّةِ إِلَّا الْمُبَشِّرَاتُ قَالُوا وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ قَالَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ

Tidak tersisa dari kenabian kecuali al-mubasysyirat (perkara-perkara yang memberikan berita gembira). Para sahabat bertanya: “Apakah al-mubasysyirat itu?”, beliau menjawab: “Mimpi yang baik”. [R. Bukhari, kitab: Ta’bir, no:6990, dari Abu Hurairah]

Hadits ini dengan nyata menunjukkan bahwa wahyu tidak tersisa lagi setelah beliau wafat, karena adanya kenabian itu dengan wahyu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ فَلَا رَسُولَ بَعْدِي وَلَا نَبِيَّ قَالَ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ لَكِنِ الْمُبَشِّرَاتُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ قَالَ رُؤْيَا الْمُسْلِمِ وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ النُّبُوَّةِ

Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada Rasul dan tidak ada nabi setelah aku. Maka hal itu terasa berat bagi para sahabat. Lalu beliau bersabda: “Kecuali al-mubasysyirat (perkara-perkara yang memberikan berita gembira). Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah al-mubasysyirat itu?”, beliau menjawab: “Mimpi seorang muslim, hal itu satu bagian dari bagian-bagian kenabian”. [HR. Ahmad III/267; Tirmidzi no: 2272, dan Al-Hakim, dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Irwaul Ghalil no:2473 dan Shahih Al-Jami’ush Shaghir no:1631]

Dan hal itu adalah perkara yang telah maklum bagi para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana hadits di bawah ini:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعُمَرَ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى أُمِّ أَيْمَنَ نَزُورُهَا كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهَا فَلَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَيْهَا بَكَتْ فَقَالَا لَهَا مَا يُبْكِيكِ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا أَبْكِي أَنْ لَا أَكُونَ أَعْلَمُ أَنَّ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ أَبْكِي أَنَّ الْوَحْيَ قَدِ انْقَطَعَ مِنَ السَّمَاءِ فَهَيَّجَتْهُمَا عَلَى الْبُكَاءِ فَجَعَلَا يَبْكِيَانِ مَعَهَا

Dari Anas, dia berkata: Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar pernah berkata kepada Umar: “Marilah kita pergi mengunjungi Ummu Aiman, sebagaimana dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjunginya”. Tatkala kami sampai kepadanya, Ummu Aiman menangis. Maka keduanya berkata kepadanya: “Apa yang menjadikanmu menangis, sedangkan apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam“. Kemudian Ummu Aiman menjawab: “Aku menangis, bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit”. Maka Ummu Aiman menggerakkan Abu Bakar dan Umar untuk menangis, sehingga keduanya menangis bersama Ummu Aiman. [HSR. Muslim, kitab: Fadhail ash-Shahabat]

Yang dimaksud wahyu di sini adalah arti secara istilah agama, bukan arti atau secara bahasa. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Bari (I/9): “Wahyu secara bahasa artinya memberitahukan secara rahasia/tersembunyi. Juga bisa berarti tulisan; sesuatu yang ditulis; mengutus; ilham; perintah; isyarat; dan menjadikan berbunyi sedikit demi sedikit. Juga dikatakan: asal artinya adalah memahamkan, dan apa saja yang engkau pakai untuk menjelaskan dinamakan wahyu, baik berupa: perkataan, tulisan, surat, atau isyarat. Sedangkan arti wahyu menurut istilah agama adalah: memberi-tahukan dengan agama”.

Ringkasnya bahwa wahyu menurut istilah agama adalah: pemberitahuan secara rahasia (bisikan) dari Allah kepada nabiNya, yang berupa syara’ (agama; peraturan; sesuatu yang harus diyakini beritanya dan ditaati perntahnya serta dijauhi larangannya), yang pasti kebenarannya.

Wahyu ini khusus diberikan oleh Allah kepada nabiNya, dan dengan wafatnya nabi dan rasul terakhir, nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka terputuslah berita dari langit tersebut.

Sikap Menghadapi Nabi Palsu

1. Jika ajaran yang dibawanya diakui sebagai ajaran Islam, maka tidak ada kata lain harus ditolak secara nyata karena telah masuk dalam kategori penistaan agama yang dalam hal ini diatur dalam  peraturan perundang-udangan Negara kesatuan Republik Indonesia  sebagai sebuah hal yang dilarang. Mereka harus diproses secara hukum berdasarkan ketentuan hokum yang berlaku, dan mewajibkannya untuk melakukan pertobatan hingga mereka sadar diri bahwa sesungguhnya apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan fatal.

2. Jika ajaran yang dibawanya tidak dinyatakan sebagai ajaran agama Islam tapi menyebarkan dan melakukan propaganda serta mengajak para penganut ajaran Islam untuk mengikutinya, pun juga harus diproses secara hukum karena bertentangan dengan ketentuan bahwa tidak dibenarkan berdasarkan undang-undang menyebarkan faham ajaran agama terhadap penganut ajaran agama lain.

3. Jika ajaran yang dibawanya tidak menyatakan sebagai ajaran agama Islam dan tidak pula melakukan gerakan dakwah terhadap penganut ajaran agama Islam termasuk ajaran agama lainnya yang ada di Indonesia maka berlakulah prinsip laakum diinukum waliyadien,

4. Seyogyanya sebagai seorang muslim agar dapat membentengi diri  bersama dengan keluarga, masyarakat terutama para generasi muda agar mereka memiliki aqidah yang mantap serta sikap ketauhidan yang kuat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi  dan rasul yang terakhir sehingga iman  mereka tidak mudah digoyahkan oleh propaganda, bujukan serta berbagai cara yang dilakukan orang lain untuk menyesatkan umat.

5. Masyarakat muslim harus terus waspada terhadap kemungkinan munculnya pengakuan nabi palsu yang dapat menggoyahkan iman para umat muslim, karena itu mestinya dilakukan pembinaan secara dini melalui pendidikan dan dakwah secara baik, nyata dan berkesinambungan melalui berbagai jalur pendidikan baik padapendidikan formal, non formal maupun jalur pendidikan informal dengan berupaya melibatkan segenap unsur masyarakat dan lembaga terkait secara terprogram, terstruktur dan  berkualitas.

Peringatan:
Maka setelah kita mengetahui hal ini, masihkah kita tertipu dengan dakwaan para pendusta yang mengaku mendapat ilmu/ berita/ wahyu/ wangsit dari Allah. Seperti pengakuan Lia Aminuddin, atau para pendiri aliran kepercayaan, dan aliran-aliran sesat lainnya yang tersebar di nusantara ini. Wahai Allah tunjukkanlah al-haq kepada kami sebagai al-haq sehingga kami dapat mengikutinya. Dan tunjukkanlah kebatilan kepada kami sebagai kebatilan sehingga kami dapat menjauhinya. Amiin.

Hukum Menganai Arisan


Beberapa ulama membolehkan arisan bahkan sebagian mereka menganjurkannya jika tanpa ada persyaratan apa pun. Pendapat ini oleh Abu Zur’ah al-‘Iroqi asy-Syafi’i.

Secara umum arisan termasuk muamalat yang belum pernah disinggung dalam Al Quran dan as Sunnah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yakni boleh-boleh saja. Para ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang bunyinya:

الأصل في العقود والمعاملات الحل و الجواز

“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan boleh.” ( Sa’dudin Muhammad al Kibyi, al Muamalah al Maliyah al Mua’shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002, hlm: 75 )

Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ al Fatawa (29/18)

“Tidak boleh mengharamkan muamalah yang dibutuhkan manusia sekarang, kecuali kalau ada dalil dari Al Quran dan Sunnah tentang pengharamannya.”

Para ulama tersebut berdalil dengan Al Quran dan Sunnah sebagai berikut:

Pertama: Firman Allah SWT,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً

“Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya.” (QS. Al Baqarah: 29)

Kedua: Firman Allah SWT:

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi; dan Ia telah sempurnakan buat kamu nikmat-nikmatNya yang nampak maupun yang tidak nampak.” (Qs Luqman: 20)

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan semua yang ada di muka bumi ini untuk kepentingan manusia, para ulama menyebutnya dengan istilah al imtinan ( pemberian ). Oleh karenanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalat pada asalnya hukumnya adalah mubah kecuali ada dalil yang menyebutkan tentang keharamannya (Al Qurtubi, al Jami’ li Ahkam Al Quran, Beirut, Dar al Kutub Al Ilmiyah, 1993: 1/174-175 ). Dalam masalah ” arisan ” tidak kita dapatkan dalil baik dari Al Quran maupun dari as Sunnah yang melarangnya, berarti hukumnya mubah atau boleh.

Ketiga: Hadits Abu Darda’ ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

ما أحل الله في كتابه فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئاً وتلا قوله تعالى:( وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ) سورة مريم الآية 64

“Apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hukumnya halal, dan apa yang diharamkannya, maka hukumnya haram. Adapun sesuatu yang tidak dibicarakannya, maka dianggap sesuatu pemberian, maka terimalah pemberiannya, karena Allah tidaklah lupa terhadap sesuatu.

Kemudian beliau membaca firman Allah SWT (Dan tidaklah sekali-kali Rabb-mu itu lupa)-Qs Maryam: 64-” (HR al Hakim, dan beliau mengatakan shahih isnadnya, dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi)

Hadits di atas dengan jelas menyebutkan bahwa sesuatu ( dalam muamalah ) yang belum pernah disinggung oleh Al Quran dan Sunnah hukumnya adalah ” afwun ” ( pemberian ) dari Allah atau sesuatu yang boleh.

Keempat: Firman Allah SWT:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

” Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran . ” ( Qs Al Maidah: 2 )

Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling menolong dalam kebaikan, sedangkan tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong orang yang membutuhkan dengan cara iuran rutin dan bergiliran untuk mendapatkannya, maka termasuk dalam kategori tolong menolong yang tidak melanggar perintah Allah SWT.

Kelima: Hadit Aisyah ra, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَطَارَتْ الْقُرْعَةُ عَلَى عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ فَخَرَجَتَا مَعَهُ جَمِيعًا

” Rasullulah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu jatuhlah undian itu pada Aisyah dan Hafsah, maka kami pun bersama beliau.” ( HR Muslim, no: 4477)

Hadits diatas menunjukkan boleh untuk melakukan undian, tentunya yang tidak mengandung riba dan perjudian. Dalam arisan juga terdapat undian yang tidak mengandung perjudian juga riba, maka hukumnya boleh.

Keenam: Hadits Ibnu Zubair

فقد كان ابن الزبير يأخذ من قوم بمكة دراهم ، ثم يكتب لهم بها إلى مصعب بن الزبير بالعراق ، فيأخذونها منه ، فسئل عن ذلك ابن عباس ، فلم ير به بأسا

Ibnu Zubair meminjam uang kepada sejumlah orang di Mekah. Beliau kemudian menulis surat yang ditujukan kepada Mush’ab bin Zubair yang berada di Irak. Orang-orang yang mengutangi Ibnu Zubair lantas mengambil pelunasan utang dari Mus’ab bin Zubair. Kejadian ini ditanyakan kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Abbas menilainya tidaklah bermasalah. (Mushannaf Abdurrazzaq,  8:140 dan Adz Dzakhirah, 5:293)

Demikian pendapat Malikiyah. Yang benar adalah Suftajah hukumnya mubah karena keuntungan dari transaksi utang piutang adalah manakala hanya dinikmati oleh pihak yang mengutangi.

Berdasarkan hal tersebut, arisan yang memiliki sifat menguntungkan orang yang mengutangi dan yang berutang hukumnya jelas diperbolehkan.

Namun menurut pendapat Malikiyah yang melarang keuntungan dalam transaksi utang piutang meski yang diuntungkan dalam hal ini adalah kedua belah pihak kecuali dalam kondisi darurat, maka kita katakan bahwa arisan di zaman ini adalah kebutuhan yang sangat mendesak karena sedikitnya orang yang mau memberi pinjaman uang tanpa riba. Mayoritas orang sangat membutuhkan solusi keuangan mereka dengan cara berutang. Menghadapi kondisi ini ada dua pilihan, uang arisan atau berutang kepada bank ribawi.

Sehingga arisan hukumnya boleh sebagaimana bolehnya transaksi suftajah, transaksi di masa silam yang menguntungkan dua belah pihak. Orang yang mengutangi diuntungkan dengan aman di jalan karena tidak membawa uang dalam jumlah besar. Sedangkan orang yang berutang juga diuntungkan karena bisa mendapatkan harta di daerah yang dia tidak memiliki harta di sana.

Arisan tidak boleh dipermasalahkan dengan alasan anggota arisan tidak mengetahui apakah dia orang yang pertama kali mendapatkan uang arisan ataukah malah yang terakhir karena ketidakjelasan waktu jatuh tempo pelunasan utang hukumnya tidak mengapa. Boleh seorang itu mengutangkan uang kepada orang lain meski tanpa menyebutkan sama sekali kapan waktu jatuh tempo pelunasan utang. Karena utang piutang itu transaksi murni sosial. Lain halnya dengan transaksi jual beli tidak tunai. Ketidak jelasan waktu pelunasan cicilan menyebabkan transaksi jual beli tersebut terlarang.

Dalam kitab Hasyiah Al-Qalyubi ‘ala al Minhaj yang merupakan buku fikih Syafii terdapat penjelasan hukum arisan dan penegasan bahwa hukumnya adalah boleh. Arisan yang disebut dalam buku tersebut disebut arisan wanita.

Penulis Hasyiah Al-Qalyubi mengatakan, “Arisan yang terkenal di tengah-tengah wanita dalam bentuk ada satu wanita anggota arisan yang mengambil uang dari setiap anggota arisan dengan nominal tertentu setiap pekan atau setiap bulan dan setiap anggota seluruhnya secara bergiliran mendapatkan kesempatan semacam ini hukumnya adalah boleh sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Wali Al-‘Iraqi.” (Hasyiah Al-Qalyubi, 3:321)

MEMBUKA INDERA KEENAM


Indera keenam bisa di aktifkan oleh siapa saja,tapi kita memiliki dua jalan untuk meraihnya :
Pertama karena bakat, bakat adalah sesuatu yang mengalahkan segalanya, indera keenam bisa dengan mudah di pelajari secara outodidak oleh orang-orang yang berbakat, karena ibarat buah mereka sudah masak sebelum di petik.
Kedua karena kerja keras bagi yang menempuh jalan ini dia harus memiliki seorang pembimbing yang benar-benar bertanggung jawab,karena bila berjalan sendiri tanpa pembimbing yang kuat tingkat spiritualitasnya, orang tersebut bisa salah jalur.

Salah jalur yang di maksud ada dua :
1. Ia akan mendapat godaan sehingga menempuh kesesatan dan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
2. Jalan darahnya akan kacau karena proses pengolahan energi yang salah sehingga emosinya menjadi labil, terlalu terobsesi dan akhirnya mengalami gangguan jiwa.

Saya sampaikan di sini, bila anda memiliki bakat, maka anda tidak perlu membaca tulisan saya lebih jauh lagi,karena anda akan menguasai apa yang di sebut indera keenam dengan mudah. Tapi bila bakat itu tidak anda miliki maka anda harus mengenali lebih jauh indera keenam tersebut. Lanjuuttt deh....!!!!

Saya sudah mengulas banyak sekali ciri maupun tanda-tandanya,namun semua itu masih dalam taraf umum,artinya semua orang yang berpotensi pasti memilikinya, ketahuilah, masih ada lagi spesifikasi khusus, baik bagi orang yang tidak memiliki bakat sama sekali dan orang-orang yang memiliki bakat lahir.

Orang-orang tidak beruntung yang tak mempunyai potensi indera keenam dalam dirinya.

1. TIDAK PERCAYA BAHWA INDERA KEENAM ITU ADA
2. MENGANGGAP INDERA KEENAM ADALAH MUSYRIK
3. ANTIPATI KARENA FANATISME
4. KETIDAK PEDULIAN AKAN KEBERADAAN INDERA KEENAM.

Pepatah mengatakan, “bila ada satu orang mengatakan ‘there is no fairy in the world’ maka akan ada satu peri yang mati” sama dengan sixthsense bila anda mengatakan tidak ada indera keenam,aku tidak percaya indera keenam, indera keenam adalah musrik bla....bla....bla....maka indera keenam akan mati dalam diri anda.

1. Adapun bakat lahir yang menjadi sumber bangkitnya indera tersebut adalah :Lahir pada tempat dan hari istimewa (tempat wingit, saat gerhana matahari atau bulan, titik balik matahari, saat lintang kemukus atau hujan meteor, Tengah hari (siang) pada tanggal 1 dan 10 bulan muharam atau 17 ramadhan, dan 27 rajab, saat tahun baru china tepat jam 12 malam, selasa kliwon, )
2. Buta sejak lahir.
3. Memiliki darah keturunan orang sakti atau trah Kerajaan.
4. Di sayangi oleh makhluk halus saat usia 0 sampai 3 bulan
5. Memiliki saudara kembar yang meninggal dunia dalam kandungan dan atau sewaktu lahir.

Bakat yang di maksud bukanlah indigo sempurna namun masih tergolong indigo level ringan. orang yang memiliki ciri di atas akan sangat mudah mempelajari indera keenam, karena mereka memiliki keistimewaan yang tiada duanya.
alasanya adalah sebagai berikut :

1. Lahir di tempat wingit akan menarik beberapa pembantu halus yang menemani hidup anda, pembantu halus ini akan tetap mengikuti anda meskipun tidak di butuhkan kecuali anda melakukan rukyah, pembantu halus ini bila benar cara menggunakanya,tanpa melakukan tindak pelanggaran pada kaidah agama, akan mempermudah anda menguasai berbagai ilmu baik itu ilmu supranatural maupun ilmu formal.

2. Lahir saat gerhana matahari dan bulan,membuat kita istimewa karena saat itu bumi di pengaruhi oleh dua gravitasi (matahari dan bulan), di satu titik yang sama sehingga energi abnormal yang terlepas ke bumi akan mencari tempat yang sesuai, tempat itu adalah aura yang masih bersih dan belum tersentuh warna makanan (sekalipun itu asi), bisa di katakan sasaran mereka adalah bayi yang baru lahir, reaksinya adalah saat energi bebas dari gerhana itu menempel pada sisi halus sang bayi, simpul syaraf yang di sebut solar plexus (kundalini)nya menjadi panas dan menyemburkan api ular yang kuat sehingga seluruh sumbatan cakra dalam tubuh bayi tersebut menjadi terbuka lebar.

3. Hujan meteor pada sudut pandang agama merupakan panah api para malaikat yang di lemparkan pada para syetan penguping pembicaraan langit di lahul mahfudz, sehingga keghaiban tersebut mempengaruhi bayi yang lahir di saat itu, dari sisi ilmiah, hujan meteor adalah peralihan benda langit yang sangat cepat sehigga mempengaruhi energi makrokosmos alam semesta, itulah yang nantinya menjadi pemicu bangkitnya bakat bagi bayi yang lahir di saat yang sama, karena manusia merupakan bagian dari makrokosmos juga. Kemudian terjadilah proses perpindahan energi dan perubahan cakra yang mirip dengan point di atas.

4. Tengah hari (siang) pada tanggal 1 dan 10 bulan muharam atau 17 ramadhan, dan 27 rajab, dalam khasanah jawa di sebut julung pujud,tapi sangat istimewa, keistimewaanya murni keghaiban (berhubungan dengan asal kejadian ruh dan pengaruh makhluk ghaib baik jin maupun malaikat)

5. Saat tahun baru china tepat jam 12 malam, menurut kepercayaan china, saat itulah terjadi titik balik rotasi bumi sehingga rotasi bumi terhenti sekitar sepersekian detik, perhentian tersebut akan mempengaruhi solar plexus dan cakra mahkota sang bayi. Di klenteng tertentu pernah membuktikan moment tersebut dengan cara mendirikan telur ayam dengan posisi vertikal,telur ayam tersebut tidak jatuh atau menggelinding, itu di sebabkan keseimbangan alam semesta telah di perbarui, sehingga menyebabkan harmonitas luar biasa. Ingat penanggalan china nyaris sempurnya, detil-detilnya mengenai pengamatan terhadap alam dan perputaran energi chi sangat menakjubkan meskipun masih sedikit kalah dengan kalender Maya.

6. Selasa kliwon atau hanggoro kasih adalah hari spesial untuk sebuah kelahiran, biasanya masyarakat jawa meruwat anak yang lahir pada hari ini, karena mereka di incar oleh raja petaka yang bernama bethara kala, sekedar kepercayaan lokal, namun anda bisa membuktikan sendiri bila anda lahir pada hari ini, akan sangat mudah mempelajari ilmu jenis apapun, dan biasanya kuat melakukan laku tirakat yang berat.

7. Buta sejak Lahir, Atau buta permanen, mirip seperti kisah Daredevil ,si buta dari gua hantu, Blind Fury atau “tha” (legend of aang), maklum saya kan hobby film hehe, orang buta memiliki cara lain untuk melihat dunia ini, bisa dengan pendengaran supra,bisa pula dengan mata batin, di aliran beladiri merpati putih ada ilmu yang mengajarkan melihat jelas apapun dengan mata yang tertutup rapat. Pasifnya mata fisik akan mengaktifkan mata batin. Hal ini sudah sangat jelas sekali, dan banyak contohnya di sekitar kita. Orang buta justru memiliki kelebihan yang tidak kita miliki, makanya jangan meremehkan apalagi menghina mereka dengan kekuranganya,karena mereka mengetahui apa yang tidak tidak kita kitahui.

8. Memiliki darah keturunan orang sakti (no comment,anugrah sekaligus petaka bagi saya) atau trah kerajaan, kekuatan yang di berikan secara turun temurun (no comment karena cukup jelas)

9. Di sayangi oleh makhluk halus saat usia 0 sampai 3 bulan (sama dengan point 1 hanya saja tidak terikat ruang dan waktu)

10. Memiliki saudara kembar yang meninggal dunia dalam kandungan dan atau sewaktu lahir, ia akan selalu membantu dan menemani kita dalam hal apapun,susah maupun senang karena ruh nya tak akan sempurna sebelum kita menyusulnya suatu hari nanti.

Anda pasti faham tentang aura, aura ada bermacam-macam warna, seperti Ungu (ketuhanan), Biru (dingin) Hijau (rindang,sejuk,mengayomi) Hitam (kesedihan,ketenangan) Putih (Kesucian) dan lain-lain.

Aura adalah membran astral yang menyelimuti tubuh kita, sering di sebut biolistrik, yaitu lapisan listrik alami tubuh dari makanan yang membentuk semacam atmosfer di sekililing ragawi dan bisa berubah warna sesuai dengan pola perasaan sekaligus kuat lemahnya jiwa seseorang. Biolistrik yang menempel pada tubuh manusia, hewan dan tumbuhan di sebut aura sedangkan yang bergerak bebas di udara di sebut prana, gabungan dari prana dan aura inilah yang di sebut tenaga dalam. Pelemparan tenaga dalam melalui jalan yang di sebut cakra / simpul syaraf.

Ada Tujuh cakra besar dalam tubuh manusia, antara lain cakra dasar/kundalini/solar plexus (di antara tulang ekor dan kemaluan, pintunya ada di titik berjarak lima jari di bawah pusar), cakra Pusar, cakra limpa,cakra tenggorokan,cakra jantung,cakra mata ketiga dan cakra mahkota. Cakra kecil yang berpengaruh besar dalam melempar tenaga dalam adalah cakra telapak tangan (tepat di tengah-tengah telapak tangan).

Anak indigo adalah anak yang sejak lahir memiliki aura ketuhanan kuat di cakra mahkotanya (Ubun-ubun kepala) sehingga ia mampu membaca apapun yang terjadi baik halus maupun kasar. Aura ketuhanan dan keagungan berwarna Ungu sehingga di juluki Indigo (Ungu) bagi yang memilikinya.

Anak indigo sebenarnya hanya ada satu level namun sejauh pengamatan, dan penelusuran saya , ternyata indigo di bagi menjadi tiga, Level tertinggi adalah indigo yang kita kenal, yaitu anak yang memiliki teman bermain tak terlihat, mengaku di kunjungi kakeknya, namun kakek siapa yang di maksud sangat tidak jelas, Mampu melakukan telekinesis, mampu membaca pikiran orang dewasa, mengetahui akan bahaya yang mengancam orang tuanya, mengetahui di mana barang yang hilang berada dan siapa pencurinya, bila di suruh menggambar manusia, pasti di kepala gambarnya di beri bias warna ungu dan bila di tanya “mengapa?” pasti ia akan menjawab dengan alasan “ibu kan punya warna ungu di kepala.....kaya punya tuan putri...” maksudnya adalah mahkota tuan putri. dan ciri lainya.

Sedangkan level beikutnya adalah Seorang Laduni.
Laduni adalah suatu kelebihan di mana seseorang mampu menguasai banyak hal tanpa harus belajar terlebih dahulu, Laduni adalah ilmu yang datang sendiri pada pemiliknya bukan pemilik yang mencari ilmu kemana-mana.

Biasanya pemilik laduni akan lebih cerdas dari anak seusianya, namun terkadang usianya hanya sampai 30-40 tahunan saja, entah mengapa itu bisa terjadi, kurang begitu jelas, kalaupun ada yang mencapai hari tua, itu kejadian langka selangka keberadaan orang Laduni.

Laduni bisa di pelajari - tapi tidak mudah, bisa dengan puasa ataupun pengisian namun tidak akan sehebat laduni asli dari lahir.

Sedangkan level terendah adalah bakat indera keenam, yang kita bahas sebelumnya.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan,mohon maaf bila saya salah dalam menyampaikan, mohon koreksi bila ada yang kurang berkenan, semua ini adalah pemikiran saya atas dasar pengalaman serta pencarian yang tanpa akhir, mungkin secara teori melenceng jauh dari yang telah ada, namun secara realitas itulah yang saya temui.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...