Rabu, 03 November 2021

Makna Filosofi Dalam Ricikan Keris


Keris dalam masyarakat Jawa, sekarang digunakan untuk pelengkap busana Jawa, keris sendiri memiliki banyak filosofi yang masih erat dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat Jawa. Makna filosofis yang terkandung dalam sebuah keris sebenarnya bisa dilihat mulai dari proses pembuatan hingga menjadi sebuah pusaka bagi pemiliknya. Seiring berjalannya waktu dan modernisasi, kita sadari bahwa perlu dilakukan pelestarian terhadap warisan leluhur ini agar tidak terkikis akan perkembangan jaman,  keris atau dalam bahasa jawa disebut tosan aji, merupakan penggalan dari kata tosan yang berarti besi dan aji berarti dihormati, jadi keris merupakan perwujudan yang berupa besi dan diyakini bahwa kandungannya mempunyai makna yang harus dihormati, bukan berarti harus disembah-sembah tetapi selayaknya dihormati karena merupakan warisan budaya nenek moyang kita yang bernilai tinggi.

Bila kita merunut dari pembuatnya atau yang disebut empu, ini mempunyai sejarah dan proses panjang dalam membuat atau menciptakan suatu karya yang mempunyai nilai estetika yang tinggi. Empu menciptakan keris bukan untuk membunuh tetapi mempunyai tujuan lain yakni sebagai piyandel atau pegangan yang diyakini menambah kewibawaan dan rasa percaya diri, ini dapat dilihat dari proses pembuatannya pada zaman dahulu. Membuat keris adalah pekerjaan yang tidak mudah, membutuhkan sebuah keuletan, ketekunan, dan mental yang kuat, sehingga para pembuat harus meminta petunjuk dari Tuhan melalui  laku / berpuasa, tapa / bersemadi dan sesaji untuk mendapatkan bahan baku.

Posisi keris sebagai pusaka mendapat perlakuan khusus mulai dari proses menyimpan, membuka dari sarung sampai dengan merawatnya, hal ini sudah merupakan tradisi turun temurun yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa yang masih meyakini. Kekuatan spiritual didalam keris diyakini dapat menimbulkan satu perbawa atau sugesti kepada pemiliknya. Menilik Pada masa kerajaan Majapahit,  keris terbagi menjadi 2 kerangka yang saat ini masih menjadi satu acuan si empu atau pembuat keris, yakni rangka Gayaman dan rangka Ladrang/Branggah. Saat ini rangka Gayaman banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Yogjakarta dan rangka Ladrang banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Surakarta.

Nilai atau makna filosofis sebuah keris bisa pula dilihat dari bentuk atau model keris, atau yang disebut dengan istilahdapur. Selain dari dapurnya, makna-makna filosofi keris juga tecermin dari pamor atau motif dari keris itu sendiri. Keris bukan lagi sebagai senjata, namun masyarakat Jawa memaknai bahwa keris sekarang hanya sebagai ageman atau hanya dipakai sebagai pelengkap busana Jawa yang masih mempunyai nilai spiritual religius, dan sebagai bukti manusia yang lahir, hidup dan kembali bersatu kepada Tuhan sebagai Manunggaling Kawulo Gusti.

Ricikan keris, selain merupakan elemen estetik yang mempercantik penampilan keris, sebenarnya mengandung banyak makna. Dalam ricikan ada pesan dan pengharapan yang berkaitan erat dengan hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta, Tuhan yang Maha Esa.

Tak dipungkiri bahwa keris memiliki makna sendiri bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Selama ini sebilah keris dimaknai sebagai simbol keabadian yaitu bersatunya lelaki (pesi) dan perempuan (gonjo) atau juga bersatunya bapa angkasa (pamor dari langit) dan ibu pertiwi (wesi).

Bahkan pemaknaan warongko manjing curigo, curigo manjing warongko (warangka yang membungkus bilah keris, dan bilah keris yang masuk dalam warangka) merupakan manifestasi dari ajaran Manunggaling Kawulo-Gusti yang benyak diugemi oleh masyarakat Jawa pada khususnya. Inti ajarannya adalah bahwa rasa sejati manusia sesungguhnya harus mencerminkan kehendak Tuhan yang Maha Esa.

Menyangkut ricikan keris yang lebih detil, sebenarnya juga dibuat dengan landasan kepasrahan kepada Dzat Pencipta yang Maha Agung. Mengapdi dan menyembah kepada Sang Pencipta. Seperti yang sudah dipahami selama ini bahwa pesimerupakan simbol lelaki, gonjo adalah simbol perempuan, maka wilah atau bilah keris merupakan lambang panembah jati kepada Tuhan. Wilah yang meruncing ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut olah batin-nya menuju kepada cahaya Allah yang terang benderang. Sementara sisi tajam di samping kanan-kiri bilah menyiratkan bahwa dalam menyembah harus menggunakan tatanan lahir dan batin atau syariat dan marifat.

Ada-ada-yang membentuk garis tengah dari atas sogokan menuju ke ujung keris adalah peringatan agar manusia dalam bertindak harus selalu berhati-hati. Ini artinya perilaku manusia menjadi hal yang utama. Lis atau Gusen merupakan pengambaran hawa nafsu. Bungkul adalah lambang tekad yang sudah bulat.  Tekad untuk menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik atau tekad untuk mencari ilmu yang bermanfaat. Dalam kebulatan tekad itu, manusia juga harus memiliki landasan bati yang luas yaitu kesediaan untuk memaafkan kesalahan orang lain dan dirinya sendiri. Landasan ini dilambangkan dalam blumbangan yang berarti kesabaran.

Ricikan janur yang terletak di antara sogokan merupakan nasehat agar manusia mesti bersifat luwes dan tidak kaku. Sebagai makhluk yang selalu menyembah kepada Allah SWT, manusia harus bersikap toleran kepada sesamanya-termasuk dalam perbedaan beragama. Greneng yang berbentuk dua huruf Jawa "dha" yang bisa dibaca "dhadha" bisa diartikan kejujuran. Seperti ada ungkapan lama : iki dadaku, endi dadamu? (ini dadaku, mana dadamu?), maka greneng melambangkan orang yang bicaranya selalu jujur dan terus terang.

Ricikan thingil memberi gambaran agar manusia itu mesti rendah hati dan tak suka pamer. Bila memiliki kelebihan ilmu, seharusnya tak perlu ditonjol-tonjolkan, karena kalau memang berilmu, nantinya juga akan dikenal orang lain. Sogokan mencerminkan tetang seseorang yang selalu ingin mengetahui tentang kebenaran sejati. Jadi manusia diharuskan untuk mengungkapkan tentang kebenaran, bukan hanya sekadar tahu sebatas kulit luarnya  saja. Namun dalam mencari  dan mencoba mengungkapkan kebenaran itu, manusia harus selalu waspada-berhati-hati agar tak merugikan manusia lain yang tak bersalah. Tikel alis dimaknai sebagai lambang kewaspadaan.

Sementara salah satu ricikan keris yang paling terkenal sekar kacang (kembang kacang) merupakan imbauan agar manusia meniru dan memakai ilmu padi : semakin berisi semakin menunduk. Kerendahan inilah yang selalu diingatkan karena manusia mudah tergelincir dalam sikap sombong dan arogan. Kedua sikap ini gampang menjatuhkan manusia dalam alam kebejatan dan kenistaan.

Gandhik menjadi cermin kapasrahan kepada Tuhan yang Maha Esa. Bentuk Gandhik yang agak miring merupakan lambang ketundukan hati terhadap Sang Pencipta. Dengan rasa yang selalu pasrah kepada Sang Ilahi, maka manusia akan lebih berhati-hati dalam berbicara. Semua ucapannya sudah dipikirkannya terlebih dahulu. Kehati-hatian dalam berbicara ini di dalam keris dilambangkan sebagai lambe gajah.

Manusia akan bisa menjalankan semua ajaran yang dicerminkan dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya bersedia menerima nasihat luhur. Kesediaan menerima nasihat ini dilambangkan dalam bentuk sirah cecak pada gonjo. Sementara perhatiannya terpusat dengan seksama kepada orang pandai yang sedang memberi nasihat luhur kepadanya. Perhatian yang terfokus inilah disimbolkan oleh para empu keris dalam bentuk gulu meler-nya. Setelah menerima semua nasihat itu, yang bersangkutan akan mengikuti semua nasihat gurunya itu - dilambangkan dalam bentuk buntut urang yang terakhir, setelah semua langkah dipenuhi, makan manusia harus mengamalkan ilmunya yang telah diperolehnya itu. Seharusnya mengamalkan ilmu ini dimaknakan dalam bentuk sebit ron lontar.

Jadi pada dasarnya, ricikan keris merupakan lambang-lambang pengharapan dan doa bagi manusia yang mau ngugemi.

Anatomi (Ricikan) Keris


Seseorang bisa menandai atau menyebutkan nama dhapur keris apabila ia mengetahui dengan benar nama-nama bagian dari sebilah keris, karena itu sebelum kita membicarakan soal dhapur keris, kita harus lebih dulu mengetahui bagian-bagian keris yang menandakan dhapur keris. Sebilah keris yang lengkap mempunyai 26 macam bagian atau ricikan dan masing-masing ricikan memiliki nama. Untuk penamaan ricikan baku sifatnya dan sesuai dengan pakem. Nama-nama ricikan telah dipakai turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Dalam perjalanan waktu, bisa dipahami jika terjadi pula kelasahan dalam pengucapan, gaya bahasa tiap daerah dan pengucapan berdasarkan sinonim, sama maksudnya tetapi lain penamaannya.

Kali ini sengaja diberikan sinonimnya, selain itu ricikan yang dipakai adalah yang menurut pakem Jawa, terutama Jogyakarta, Surakarta dan sedikit Madura. Dalam melihat ricikan keris, yang paling utama adalah dibagian sor-soran, berikut saya jabarkan ricikan keris untuk mempermudah membedakan dhapur suatu keris :

Pesi
Tangkai bilah keris yang terbuat dari bahan yang sama dengan bahan bilah kerisnya, terletak di bawah ganja. Untuk keris-keris tangguh/buatan pulau Jawa, Bali dan Lombok, ukurannya cukup panjang, antara 5,5 cm s,d 9 cm. Sedangkan keris buatan Palembang, Riau, Luwu, Makasar dan Semenanjung Melayu umumnya pendek, antara 4 cm s.d 6,5 cm. Pesi ini sering juga disebut dengan Peksi, Paksi, Puting atau Punting.

Ganja (dibaca Gonjo)
Ada yang terpisah dari bagian bilah, ada pula yang menyatu dan hanya dibatasi semacam guratan. Ganja yang menyatu dengan bilah disebut Ganja Iras. Ganja ini sering juga disebut dengan Aring atau Ariang.

Bungkul
Bungkul atau Sebungkul atau Bonggol. Bentuknya mirip irisan bawang. Bungkul ini merupakan kelanjutan dari bagian Janur yang bersinggungan dengan bagian ganja.

Blumbangan
Blumbungan atau Pejetan atau Pijetan, merupakan daerah lekukan di belakang bagian Gandhik. Keris-keris yang terbilang garapan baik, bentuk blumbangan ini digarap dengan manis.

Srewehan
Srewehan merupakan bagian melandai di belakang Sogokan sampai ke bagian Greneng. Srewehan disebut juga dengan istilah Sraweyan, Sarewehan atau Sreawahan.

Gandhik
Gandhik merupakan raut muka dari sebilah keris. Ada yang polos, ada yang dilengkapi dengan Kemang Kacang, Lambe Gajah dll. Gandhik biasanya terletak di bagian depan bilah keris. Tetapi ada pula yang berada di bagian belakang, antara lain pada dhapur Cengkrong. Bagian bawah pada Gandhik bersinggungan dengan Ganja.

Jalu Memet
Merupakan tojolan runcing pada bagian paling bawah dari Gandhik, paling dekat dengan Ganja.

Lambe Gajah
Lambe Gajah atau Bibir Gajah merupakan dua tonjolan runcing, atas bawah, pada bagian Gandhik, dekat dengan ujung Kembang Kacang. Walaupun kebanyakan Lambe Gajah ini rangkap dua, namun ada pula keris yang hanya memiliki satu Lambe Gajah.

Kembang Kacang
Kembang Kacang atau Tlale Gajah atau Belalai Gajah, bentuknya memang mirip dengan namanya. Bentuk Kembang Kacang ada beberapa macam yaitu : Gula Milir, Bungkem, Nguku Bima dan Pogok

Jenggot
Jenggot atau Janggut merupakan beberapa tonjolan tajam di bagian dahi Kembang Kacang. Jumlah tonjolan ini umumnya 3 buah.

Tikel Alis
Sebuah alur melengkung seperti Alis, mulai dari atas Gandhik ke atas, dengan panjang sekitar 3,5 cm. Alur Tikel Alis ini tidak sedalam alur Sogokan.

Jalen
Jalen merupakan tonjolan tajam, hanya sebuah, persis di ketiak Kembang Kacang. Ada sebagian yang berpendapat, yang disebut Jalen merupakan Jalu Memet, begitu juga sebaliknya. Memang dalam buku-buku kuno terdapat perbedaan pendapat, tidak ada alasan yang kuat untuk membenarkan salah satu pendapat atau menyalakan pendapat lainnya.

Sogokan Depan
Sogokan Depan, relatif lebih dalam dibandingkan dengan alur Tikel Alis, letaknya di belakang Tikel Alis. Bagian bawah Sogokan Depan langsung menyambung dengan Blumbangan atau Pejetan.

Lis-Lisan
Lis-Lisan atau Elis, merupakan garis batas sepanjang tepi bilah, dari atas Kembang Kacang atau Gandhik ke atas ujung bilah, melingkar turun ke bawah sampai ke dekat Greneng. Garis batas ini merupakan sudut tumpul dan merupakan batas daerah Gusen.

Gusen
Gusen adalah daerah sempit sepanjang tepi bilah yang dibatasi oleh tepi bilah yang tajam, dengan garis Lis-Lisan.

Kruwingan
Kruwingan atau Keruwingan merupak garis yang mendampingi Lis-Lisan, dalam jarak sekitar 1 cm. Kruwingan ini ada yang sampai ke dekat ujung bbilah, ada pula yang hanya setengah panjang bilah saja.

Ada-Ada
Ada-Ada atau Sada, bisa dikatakan merupakan garis tengah dari bilah keris, yang agak menonjol dari permukaan bilah keris. Dengan mengamati bentuk potongan melintang bilah keris, terutama bagian Ada-Ada, maka kita bisa membedakan bilah keris yang Ngadal Meteng atau Nggingir Lembu.

Janur
Berbentuk alur yang membukit, yang memisahkan Sogokan Depan dengan Sogokan Belakang. Bagian atas dari Janur ini menyambung ke Ada-Ada, sedangkan bagian bawahnya menyambung ke Bungkul.

Sogokan Belakang
Sama seperti Sogokan Depan, hanya letaknya di bagian belakang, bersebelahan dengan Janur.

Wadidang atau Wedidang
Wadidang atau Wedidang merupakan bagian tepi sebelah belakang daerah Sor-Soran.

Ron Dha Nunut
Ron Dha Nunut adalah rangkaian beberapa duri kecil di bagian Wadidang yang seolah membentuk huruf Dha menurut abjad Jawa. Letaknya di bagian sebelah bawah dari Wadidang.

Tungkakan
Bagian yang melengkung yang membatasi bagian buntut ganja dengan bagian bilah keris sebelah bawah paling pojok.

Greneng
Rangkaian beberapa duri kecil di bagian sebelah bawah Wadidang yang terdiri dari Ri Pandan atau Eri Pandan dan Ron Dha Nunut serta Ron Dha. Ada yang merupakan Greneng lengkap/utuh dan ada pula Greneng tidak lengkap atau disebut juga Greneng Wurung, yang bentuknya lebih sederhana.

Ri Pandan
Ri Pandan atau Eri Pandan, berujud seperti duri yang meruncing di antara Ran Dha dan Ron Dha Nunut atau antara dua buah Ron Dha.

Kanyut
Terletak di bagian ekor dari Ganja, wujudnya seperti duri tetapi biasanya agak melengkung ke atas, tepat di Buntut Urang dari Ganja.

Thingil
Berbentuk duri tumpul, lebih besar dari ukuran duri-duri pada Ri Pandhan atau Ron Dha. Kalau memakai Thingil, maka keris itu tidak memakai Greneng.

Pundhak Setegal
Pundhak Setegal atau Pundhak Sategal , bentuknya merupakan duri yang ukurannya lebih besar dari Thingil, mirip dengan kelopak bunga yang mencuat ujungnya keluar dari tepi bilah keris. Pundhak Sategal ini harus sepasang, yaitu di bagian depan dan di bagian belakang.

Dapur Keris

Dapur Keris adalah penamaan ragam bentuk atau tipe keris, sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dilihat dari jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokannya, ada pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, patokan atau pembakuan ini biasanya disebut pakem dapur keris. Misalnya, keris yang bentuknya lurus, memakai gandik polos, tikel alis, danpejetan, disebut keris dapur Tilam Upih.

Jadi, semua keris yang bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Keris buatan mana pun atau buatan siapa pun, kalau bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Pembedaan selanjutnya adalah dengan melihat tangguh (era/zaman pembuatan, atau gaya pembuatan), melihat gambaran bentuk pamornya, dan memperkirakan empu pembuatnya.

Itulah sebabnya, keris berdapur Tilam Upih mungkin ada ratusan ribu jumlahnya, dan bahkan dapur Nagasasra yang terkenal itu ada puluhan ribuan pula jumlahnya. Bila dibandingkan dengan dunia otomotif, bentuk mobil juga dapat dibadakan antara jeep, truk, bis, sedan, pick-up, dsb. Jumlah jeep di dunia ini mungkin ada jutaan buah, tetapi masing-masing dapat dibedakan karena merknya berlainan, tahun pembuatannya ber-beda, warnanya berbeda, dan interior serta variasinya pun berlainan satu sama lain.

Nama Dapur Keris Menurut Pakem Jawa

Keris Lurus :

1. Betok
2. Brojol
3. Tilam Upih
4. Jalak
5. Panji Anom
6. Jaka Supa
7. Semar Betak
8. Regol
9. Karna Tinanding
10. Kebo Teki
11. Kebo Lajer atau Mahesa Lajer
12. Jalak Ruwuh
13. Sempane Bener
14. Jamang Murub
15. Tumenggung
16. Pantrem
17. Sinom Worawari
18. Condong Campur
19. Kalamisani
20. Pasopati
21. Jalak Dinding
22. Jalak Sumelang Gandring
23. Jalak Ngucup Madu
24. Jalak Sangu Tumpeng
25. Jalak Ngore
26. Mundarang
27. Yuyu Rumpung
28. Mesem
29. Semar Tinandu
30. Ron Teki
31. Dungkul
32. Kelap Lintah
33. Sujen Anpel
34. Lar Ngatap
35. Mayat Miring
36. Kanda Basuki
37. Putut Kembar
38. Mangkurat
39. Sinom
40. Kala Munyeng
41. Pinarak
42. Tilam Sari
43. Jalak Tilam Sari
44. Wora Wari
45. Marak
46. Damar Murub
47. Jaka Lola Sepang
48. Sepang
49. Cundrik
50. Cengkrong
51. Naga Tapa
52. Jalak Ngoceh
53. Kala Nadah
54. Balebang
55. Pundhak Sategal
56. Kala Dite
57. Pandan Sarawa
58. Jalak Barong atau Jalak Makara
59. Bango Dolok Leres
60. Singa Barong Leres
61. Kikik
62. Mahesa Kantong
63. Maraseba

Dapur Keris Luk 3 :

1. Jangkung Pacar
2. Jangkung Mangkurat
3. Mahesa Nempuh
4. Mahesa Soka
5. Segara Winotan
6. Jangkung
7. Campur Bawur
8. Tebu Sauyun
9. Bango Dolok
10. Lar Monga
11. Pudhak Sategal Luk 3
12. Singa Barong Luk 3
13. Kikik Luk 3
14. Mayat
15. Wuwung
16. Mahesa Nabrang
17. Anggrek Sumelang Gandring

Dapur Keris Luk 5 :

1. Pandawa
2. Pandawa Cinarita
3. Pulang Geni
4. Anoman
5. Kebo Dengen
6. Pandawa Lare
7. Pudhak Sategal Luk 5
8. Urap – Urap
9. Naga Salira
10. Naga Siluman
11. Bakung
12. Rara Siduwa
13. Kikik Luk 5
14. Kebo Dengen
15. Kala Nadah Luk 5
16. Singa Barong Luk 5
17. Pandawa Ulap
18. Sinarasah
19. Pandawa Pudak Sategal

Dapur Keris Luk 7 :

1. Carubuk
2. Sempana Bungkem
3. Balebang Luk 7
4. Murmo Malelo
5. Naga Keras
6. Sempana Panjul
7. Jaran Guyang
8. Singa Barong Luk 7
9. Megantara
10. Carita Kasapta
11. Naga Kikik Luk 7

Dapur Keris Luk 9 :

1. Sempana
2. Kidang Soka
3. Carang Soka
4. Kidang Mas
5. Panji Sekar
6. Jurudeh
7. Paniwen
8. Panimbal
9. Sempana Kalentang
10. Jaruman
11. Sabuk Tampar
12. Singa Barong Luk 9
13. Buto Ijo
14. Carita Kanawa Luk 9
15. Kidang Milar
16. Klika Benda

Dapur Keris Luk 11 :

1. Carita
2. Carita Daleman
3. Carita Keprabon
4. Carita Bungkem
5. Carita Gandu
6. Carita Prasaja
7. Carita Genengan
8. Sabuk Tali
9. Jaka Wuru
10. Balebang Luk 11
11. Sempana Luk 11
12. Santan
13. Singa Barong Luk 11
14. Naga Siluman Luk 11
15. Sabuk Inten
16. Jaka Rumeksa

Dapur Keris Luk 13 :

1. Sengkelat
2. Parung Sari
3. Caluring
4. Johan Mangan Kala
5. Kantar
6. Sepokal
7. Lo Gandu
8. Nagasasra
9. Singa Barong Luk 13
10. Carita Luk 13
11. Naga Siluman Luk 13
12. Mangkunegoro
13. Bima Kurdo Luk 13
14. Kalawelang Luk 13

Dapur Keris Luk 15 :

1. Carang Buntala
2. Sedet
3. Raga Wilah
4. Raga Pasung
5. Mahesa Nabrang
6. Carita Buntala Luk 15

Dapur Keris Luk 17 :

1. Carita Kalentang
2. Sepokal Luk 17
3. Kancingan
4. Ngamper Buta

Dapur Keris Luk 19 :

1. Trimurda
2. Karacan
3. Bima Kurda Luk 19

Dapur Keris Luk 21 :

1. Kala Tinanding
2. Trisirah
3. Drajid

Dapur Keris Luk 25

 1. Bima Kurda Luk 25

Dapur Keris Luk 27

1. Onggo Wirun

Dapur Keris Luk 29

1. Kala Bendu Luk 29

Penamaan Dapur Keris Di Bali :

Dapur Keris Lurus :

1. Ranggasemi  
2. Jaka Wijaya
3. Rangga Perwangsa
4. Demang Drawalika  
5. Parung Carita  
6. Parung Sari

Dapur Keris Luk 3 : Jangkung Maelo
Dapur Keris Luk 5    : Tangan
Dapur Keris Luk 7    : Palang Soka
Dapur Keris Luk 9    : Rang Suting
Dapur Keris Luk 11   : Lawat Nyuk
Dapur Keris Luk 13 : Lawat Buah
Dapur Keris Luk 15 : Jeruji

Macam – Macam Dapur Tombak Menurut Pakem Jawa :

Dapur Tombak Lurus :

1.  Baru  
2. Baru Teropong  
3. Baru Kuping atau Sipat Kelor  

Dapur Tombak Luk 3 :

1. Buta Meler  
2. Pandu  
3. Panggang Lele

Dapur Tombak Luk 5 :

1. Daradasih  
2. Rangga  
3. Panggang Welut  
4. Dora Manggala  
5. Seladang Hasta  
6. Daradasih Menggah

Dapur Tombak Luk 7 :

1. Karacan  
2. Megantara  
3. Lung Gandu

Dapur Tombak Luk 9 :

1. Bandotan

Dapur Tombak Luk 11 :

1. Carita Anoman  
2. Carita Blandongan

Dapur Tombak Luk Khusus :

1. Cacing Kanil (Luk 3, 5, 7)  
2. Banyak Angkrem  
3. Kuntul Ngantuk

Dapur Tombak Kalawaijan :

1. Tunjung Astra  
2. Nagendra  
3. Wulan Tumanggal  
4. Dwisula  
5. Trisula  
6. Catursula  
7. Pancasula  
8. Rosan Dita

Dapur Pedang Menurut Pakem Jawa :

1. Lameng  
2. Bandol
3. Luwuk  
4. Lar Bango  
5. Sada  
6. Tebalung  
7. Suduk Maru  
8. Sokayana  
9. Sabet

ISTI'ADZAH PADA BAYI YANG BARU LAHIR


Dari Abu Musa radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ، وَدَفَعَهُ إِلَيَّ

“Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku. (HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi inipun dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asma mengatakan,

ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ تَفَلَ فِي فِيهِ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا لَهُ، وَبَرَّكَ عَلَيْهِ

“..Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya.” (HR. Bukhari 3909).

Bayi yang baru saja dilahirkan dianjurkan untuk segera diisti'âdzahi, agar Bayi tersebut terlindung dari godaan dan gangguan Setan yang terkutuk; sebagaimana isteri 'Imrân yang mengisti'âdzahi puterinya Maryam, Nabi Ibrâhîm yang mengisti'âdzahi kedua puteranya yaitu: Nabi Ismâ'îl dan Nabi Ishâq, serta sebagaimana Nabi Muhammad yang mengisti'âdzahi kedua cucunya yaitu: Hasan dan Husain.

Salah satu diantara contoh hal ini adalah apa yang dipraktekkan oleh istri Imran, yang merupakan ibunya maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam,

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).

Satu hal yang istimewa, karena doa ibunda Maryam ini, ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلَّا يَمَسُّهُ الشَّيْطَانُ حِينَ يُولَدُ، فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيْطَانِ، غَيْرَ مَرْيَمَ وَابْنِهَا

Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya. (HR. Bukhari 3431). Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.

Al-Hâfizh al-Hâkim meriwayatkan dalam al-Mustadrak 'alâ ash-Shahîhaynya (No.Hadis: 4158):

أَخْبَرَنِيْ إِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ بْنِ مُحَمَّدٍ الشَّعْرَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَدِّيْ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ ثَابِتٍ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ الْمَدَائِنِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ يَزِيْدَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ قُسَيْطٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ وَلَدِ آدَمَ الشَّيْطَانُ نَائِلٌ مِنْهُ تِلْكَ الطَّعْنَةَ, وَلَهَا يَسْتَهِلُّ الْمَوْلُوْدُ صَارِخًا، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ وَابْنِهَا. فَإِنَّ أُمَّهَا حِيْنَ وَضَعَتْهَا يَعْنِيْ أُمَّهَا قَالَتْ: إِنِّيْ أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَضَرَبَ دُوْنَهَا الْحِجَابَ فَطَعَنَ فِيْهِ. فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ, وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا. وَهَلَكَتْ أُمُّهَا فَضَمَّتْهَا إِلَى خَالَتِهَا أُمِّ يَحْيَى.

قَالَ الْحَاكِمُ: هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ الْإِسْنَادِ, وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ. فَوَافَقَهُ الذَّهَبِيْ.

"Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ telah mengabarkan saya (mengabarkan al-Hâkim), dia (Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Kakekku (namanya yaitu: al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) telah bercerita kepada kami (kepada Ismâ'îl bin Muhammad bin al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ) berkata: "Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ telah bercerita kepada kami (kepada al-Fadhal bin Muhammad asy-Sya'rânŷ), dia (Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ) berkata: "Ismâ'îl bin Ja'far telah bercerita kepada kami (kepada Abû Tsâbit Muhammad bin 'Ubaidillâh al-Madâinŷ), dari Yazîd bin 'Abdullâh bin Qusaith, dari bapaknya (namanya yaitu: 'Abdullâh bin Qusaith), dari Abû Hurayrah, dia (Abû Hurayrah) berkata: "Rasûlullâh SAW. bersabda: "Setiap anak-cucu (Nabi) Âdam (ketika dilahirkan) ditusuk-tusuk Setan, (karena tusukan Setan tersebut) Bayi (tersebut menangis) sambil berteriak dengan keras; kecuali Maryam dan anaknya (yaitu: Nabi 'Îsâ). Karena sesungguhnya Ibunya (Ibunya Maryam) ketika telah melahirkannya (telah melahirkan Maryam) Ibunya (Ibunya Maryam) berkata: "Sesungguhnya saya (Ibunya Maryam) memohon perlindungan untuknya (untuk Maryam) serta anak-anak keturunannya (anak-anak keturunan Maryam) kepada (pemeliharaan) Engkau (Allâh) dari Setan yang terkutuk. Maka Setan mengganggu pada anggota tubuh lain yang tidak terhijab, kemudian Setan menusuk-nusuk bagian tubuh tersebut. Maka Allâh SWT. mengabulkan doa Ibu Maryam. Kemudian Ibu Maryam mendidik dan mengasuh Maryam hingga tumbuh dewasa dan menjadi wanita yang shâlehah (baik). Ketika Ibu Maryam wafat, Maryam dititipkan ke Bibinya yaitu: Ummu Yahyâ".

"Al-Hâfizh al-Hâkim berkata: "Hadis ini sanadnya shahîh, (akan tetapi) al-Hâfizh al-Bukhârî dan Muslim tidak meriwayatkan sebagaimana periwayatan al-Hâfizh al-Hâkim. Dan disetujui oleh al-Hâfizh adz-Dzahabî".{HR. Al-Hâkim dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 1015). Al-Bayhaqî dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 12485). Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya (5/339). Dan al-Mizzî dalam Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâlnya (No. 7051 atau 32/177)


Al-Imâm al-Hâfizh Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120):

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ, قَالَ: حَدَّثَنَا جَرِيْرٌ, عَنْ مَنْصُوْرٍ, عَنِ الْمِنْهَالِ, عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ. وَيَقُوْلُ: إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيْلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ.

"'Utsmân bin Abî Syaibah telah bercerita kepada kami (kepada al-Bukhârî), dia ('Utsmân bin Abî Syaibah) berkata: "Jarîr telah bercerita kepada kami (kepada 'Utsmân bin Abî Syaibah), dari Manshûr, dari al-Minhâl, dari Sa'îd bin Jubair, dari 'Abdullâh bin 'Abbâs, dia ('Abdullâh bin 'Abbâs) berkata: "Dahulukala Nabi SAW. pernah mengisti'adzahi Hasan dan Husain (cucu Nabi SAW). Kemudian beliau SAW. bersabda: "Sesungguhnya bapak/ moyang kalian berdua (yaitu Nabi Ibrâhîm) dahulukala pernah mengisti'adzahi (Nabi) Ismâ'îl dan (Nabi) Ishâq (dengan doa): "A'ûdzu bi Kalimâtillâhittammâti min Kulli Syaithânin wa Hâmmah, wa Min Kulli 'Ainin Lâmmah".

{HR. Bukhârî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh li al-Bukhârînya (No. Hadis: 3120). At-Tirmidzî dalam al-Jâmi’ ash-Shahîh Sunan at-Tirmidzînya (No. Hadis: 1986). Abû Dâwud dalam Sunan Abî Dâwudnya (No. Hadis: 4112). An-Nasâ-î dalam as-Sunan al-Kubrânya (No. Hadis: 7679 dan 10778). Ahmad bin Hanbal dalam Musnad al-Imâm Ahmad Ibn Hanbalnya (No. Hadis: 2308). Al-Hâkim dalamal-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhaynnya (No. Hadis: 4781 dan 8282). Ath-Thabrânîdalam al-Mu’jam al-Awsathnya (No. Hadis: 2275, 4793, 4899, dan 9183). Al-Bayhaqî dalam al-Asmâ wa ash-Shifâtnya (No. Hadis: 401). Al-Bazzâr dalam Musnad al-Bazzâr al-Mansyûrnya (No. Hadis: 5099). Ibnu Abî Syaibah dalam al-Kitâb al-Mushannaf fî al-Ahâdîts wa al-Âtsârnya (No. Hadis: 23577, 29497, dan 29498). Ath-Thahhâwî dalam Syarh Musykil al-Âtsârnya (No. Hadis: 2885). Ibnu Baththah dalamal-Ibânah al-Kubrânya (No. Hadis: 30). Ibnu 'Asâkir dalam Mu'jam asy-Syuyûkhnya (No. Hadis: 408). Al-Baghawî dalam Syarh as-Sunnahnya (No. Hadis: 1417). Dan Ibnu as-Sunnî dalam 'Amal al-Yaum wa al-Laylah Sulûk an-Nabî ma'a Rabbihi 'Azza wa Jalla wa Mu'âsyaratihi ma'a al-'Ibâdnya (No. Hadis: 634)}

Kita bisa meniru doa wanita sholihah, istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.

a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Artinya dua teks doa ini sama,

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”

Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mendoakan cucunya: Hasan dan Husain.

Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,

أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pAndangan mata buruk. (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).

Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis kelamin bayi.

a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, Anda bisa baca,

أُعِيذُكِ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

U’iidzuki …..

b. Jika bayi yang lahir laki-laki, kita bisa membaca,

أُعِيذُكَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

U’iidzuka …..

Berbeda pada kata ganti; ‘…ka’ dan ‘…ki’

PENTINGNYA ISTI'ADZAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI


Secara bahasa isti’adzah berarti doa untuk memohon perlindungan dan penjagaan. Secara istilah isti’adzah adalah kalimat yang dimaksudkan untuk memohon perlindungan dan penjagaan kepada Tuhan yang Maha Pelindung dari bisikan dan godaan syaitan.

Ia bagaikan tabir untuk menghalangi datangnya keburukan yang tidak tampak, keburukan yang bersifat batiniah. Nabi secara tegas mengajarkan kepada dua sahabat yang sedang bertikai untuk membaca isti’adzah agar amarah dan angkuh dalam jiwanya melebur menjadi ketenangan.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa membaca isti’adzah merupakan permohonan agar terhindar dari hal-hal negatif yang bersifat batiniah, dan untuk mendatangkan kebaikan. Membaca isti’adzah merupakah anjuran yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ia boleh dibaca kapan saja, lebih-lebih dibaca saat membaca Al-Qur’an.

Isti’aadzah berarti memohon perlindungan kepada Allah ta’ala dari kejahatan setiap yang jahat. Adapun istilahal-‘iyaadzah (العياذة) adalah isitilah (permohonan pertolongan) dalam usaha untuk menolak kejahatan. Danal-liyaad (اللياذ) adalah istilah (permohonan pertolongan) yang digunakan dalam upaya memperoleh kebaikan.

A’uudzubillaahi minasy-syatithaanir-rajiim, berarti aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk agar ia tidak membahayakan diriku dalam urusan agama dan duniaku, atau menghalangiku untuk mengerjakan apa yang telah Dia perintahkan. Atau agar ia tidak menyuruhku mengerjakan apa yang Dia larang, karena tidak ada yang mampu mencegah godaan syaithan itu kecuali Allah.

Oleh karena itu, Allah ta’ala memerintahkan manusia agar menarik dan membujuk hati setan jenis manusia dengan cara menyodorkan sesuatu yang baik kepadanya, sehingga dapat berubah tabiat dari kebiasaannya mengganggu orang lain. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari setan dari jenis jin, karena dia tidak menerima pemberian dan tidak dapat dipengaruhi oleh kebaikan. Tabiat mereka jahat dan tidak ada yang dapat mencegahnya dari dirimu kecuali Rabb yang menciptakannya.

Inilah makna yang terkandung dalam tiga ayat Al-Qur’an. Pertama adalah firman-Nya dalam surat Al-A’raaf :

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”[QS. Al-A’raf : 199].

Makna di atas berkenaan dengan muamalah terhadap musuh dari kalangan manusia.

Kemudian (yang kedua), Allah ta’ala berfirman :

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

”Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan, maka berlindunglah kepada Allah ( = dengan membaca : a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim). Sesunggunya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-A’raaf : 200].

Sedangkan dalam Surat Al-Mukminuun, Allah ta’ala berfirman :

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (96) وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98)

”Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah : ‘Ya Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaithan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku” [QS. Al-Mukminuun : 96-98].

Dan dalam surat Al-Fushshilat, Allah ta’ala berfirman :

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35) وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (36)

”Dan tidaklah sama  kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-oleh telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. Al-Fushshilat : 34-36].

Dalam bahasa Arab, kata setan (الشيطان) berasal dari kata “شطن” (syathana), yang berarti ‘jauh’. Jadi tabiat setan itu sangat jauh dari tabiat manusia, dan karena kefasikannya dia sangat jauh dari segala macam kebaikan.

Ada juga yang mengatakan bahwa kata syaithan (الشيطان) itu berasal dari kata “ شاط” (syaatha) ( = terbakar), karena ia diciptakan dari api. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar, tetapi makna yang pertama adalah lebih benar.

Menurut Imam Sibawaih (seorang ulama pakar bahasa), bangsa Arab biasa mengatakan = “ تشيطن فلان” (tasyaithana fulaanun), jika Fulan itu berbuat seperti perbuatan setan. Jika kata setan itu berasal dari kata “ شاط”, tentu mereka akan mengatakan “ تشيط”.

Jadi menurut pendapat yang benar, kata setan (الشيطان) itu berasal dari kata “  شطن” yang berarti jauh. Oleh karena itu, mereka menyebut syaithan untuk setiap pendurhaka, baik jin, manusia, maupun hewan.

Berkenaan dengan hal ini, Allah ta’ala berfirman :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلّ نِبِيّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنْسِ وَالْجِنّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىَ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً

”Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” [QS. Al-An’aam : 112].

Dalam Musnad Ahmad, disebutkan hadits dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu :

 قال رسول الله ﷺ يا أبا ذر «تعوذ بالله من شياطين الإنس والجن» فقلت أوَ للإنس شياطين ؟ قال «نعم»

Rasulullah ﷺ bersabda : “Wahai Abu Dzarr, mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaithan-syaithan dari jenis manusia dan jin”. Lalu aku bertanya : “Apakah ada syaithan dari jenis manusia ?”. Beliau menjawab : “Ya”.

Dalam Shahih Muslim, masih dari Abu Dzarr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata:

 قال رسول الله ﷺ «يقطع الصلاة المرأة والحمار والكلب الأسود» فقلت يا رسول الله ما بال الكلب الأسود من الأحمر والأصفر ؟ فقال: «الكلب الأسود شيطان»

Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Yang dapat membatalkan shalat itu adalah wanita, keledai, dan anjing hitam”. Aku berkata : “Ya Rasulullah, mengapa anjing hitam dan bukan anjing merah atau kuning?”. Beliau ﷺ menjawab : “Anjing hitam itu adalah setan”.

Kata “الرّجيم”, berwazan  فعيل (subjek), tapi bermakna  مفعول(objek), yang berarti setan itu terkutuk (marjuum) dan terusir dari semua kebaikan. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ

”Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan” [QS. Al-Mulk : 5].

Allah ta’ala berfirman :

 فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ * إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

”Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya syaithan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang beriman dan bertawakal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) itu hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas- orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” [QS. An-Nahl : 98-100].

Yang masyhur menurut jumhur ulama’ bahwa isti’adzah dilakukan sebelum membaca Al-Qur’an untuk mengusir gangguan setan. Menurut mereka, ayat yang berbunyi:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

‘Jika kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk’

artinya : Jika engkan hendak membaca, sebagaimana firman-Nya ta’ala:

إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ

‘Jika kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah wajah dan kedua tanganmu’ [QS. Al-Maaidah : 6].

Artinya, jika kalian bermaksud mendirikan shalat.

Penafsiran seperti ini didasrkan pada beberapa hadits dari Rasulullah ﷺ. Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Apabila Rasulullaah ﷺ hendak mendirikan shalat malam, maka beliau ﷺ membuka shalatnya dan bertakbir seraya mengucapkan :

سبحانك اللهم وبحمدك، وتبارك اسمك، وتعالى جدك، ولا إله غيرك " . ويقول: " لا إله إلا الله " ثلاثًا، ثم يقول: " أعوذ بالله السميع العليم، من الشيطان الرجيم، من هَمْزه ونَفْخِه ونَفْثه

”Maha Suci Engkau, Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Maha Agung nama-Mu dan Maha Tinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau”. Kemudian beliau mengucapkan : “Laa ilaha illallaah (Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)” - sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau ﷺ mengucapkan (isti’aadzah) : ”Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari godaan, tiupan, dan hembusannya”.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh empat penyusun kitab As-Sunan dari riwayat Ja’far bin Sulaimaan, dari ‘Aliy bin ‘Aliy Ar-Rifaa’iy. At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan hadits ini merupakan hadits yang paling masyhur dalam masalah ini. Kata al-hamz (الْهَمْزُ) ditafsirkan sebagai cekikan (sampai mati); an-nafkh (الْنَفْخُ) sebagai kesombongan; dan an-nafts(الْنَفْثُ) sebagai syه’ir.

Al-Bukhaariy rahimahullah meriwayatkan (dengan sanadnya) dari Sulaiman bin Shurad radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

استب رجلان عند النبي صلى الله عليه وسلم، ونحن عنده جلوس، فأحدهما يسب صاحبه مغضَبًا قد احمر وجهه، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: " إني لأعلم كلمة لو قالها لذهب عنه ما يجد، لو قال: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم " فقالوا للرجل: ألا تسمع ما يقول رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إني لست بمجنون

”Ada dua orang yang saling mencela di hadapan Nabi ﷺ, sedangkan kami sedang duduk di sisi beliau ﷺ. Salah seorang dari keduanya mencela yang lain dalam keadaan marah sehingga mukanya memerah. Maka Nabi ﷺbersabda : ”Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika seseorang mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu. Yaitu jika ia mengucapkan :  a’uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim”. Maka para shahabat berkata kepada orang tersebut : ”Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ ?”. Ia menjawab : ”(Aku mendengarnya), dan sesungguhnya aku bukan orang gila”.

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’i melalui beberapa jalan, dari Al-A’masy.

Hukum Isti'aadzah

1.     Jumhur ulama berpendapat isti’aadzah hukumnya sunnah dan bukan suatu kewajiban yang menyebabkan dosa bagi orang yang meninggalkannya. Diriwayatkan dari Maalik, bahwasannya ia tidak membaca ta’awudz dalam mengerjakan shalat wajib, namun mengucapkannya ketika shalat tarawih pada bulan Ramadlaan di awal malamnya.

2.     Dalam kitab Al-Imlaa’, Asy-Syaafi’iy mengatakan ta’awwudz dibaca jahr (keras), namun jika dibaca sir (pelan) tidak apa-apa. Sedangkan dalam kitab Al-Umm, beliau rahimahullah mengatakan : Diberikan pilihan, karena Ibnu ‘Umar membacanya sirr, sedangkan Abu Hurairah jahr.

Jika orang yang memohon perlindungan itu membaca a’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajiim; maka cukuplah baginya.

3.     Menurut Abu Hanifah dan Muhammad (bin Al-Hasan), ta’awwudz dalam shalat adalah untuk membaca Al-Qur’an; sedangkan Abu Yuusuf rahimahumullah berpendapat ta’awwudz itu justru dibaca untuk shalat.

Berdasarkan hal ini, seorang makmum membaca ta’awwudz. Hendaknya ia juga membacanya dalam shalat ‘Ied setelah takbiratul-ihraam dan sebelum membaca takbir-takbir ‘Ied. Menurut jumhur ulama, ta’awwudz itu dibaca setelah takbir sebelum qira’ah/membaca (Al-Faatihah atau surat Al-Qur’an).

Diantara manfaat ta’awwudz adalah untuk menyucikan dan mengharumkan mulut dari kata-kata yang tidak mengandung faidah dan buruk. Ta’awwudz ini digunakan untuk membaca firman-firman Allah ta’ala; yaitu : memohon pertolongan kepada Allah ta’ala sekaligus memberikan pengakuan atas kekuasaan-Nya, kelemahan dirinya sebagai hamba, dan ketidakberdayaannya dalam melawan musuh yang sesungguhnya (yaitu setan), yang bersifat baathiniyyah, yang seorang pun tidak mampu menolak dan mengusirnya kecuali Allah ta’ala yang telah menciptakannya. Hal itu sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah ta’ala :

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلا

”Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabbmu sebagai penjaga” [QS. Al-Israa’ : 65].

Dan para malaikat telah turun untuk memerangi musuh dari kalangan manusia. Barangsiapa dibunuh oleh musuh yang bersifat lahiriyyah yang berasal dari kalangan manusia, maka ia meninggal sebagai syahid; dan barangsiapa yang dibunuh oleh musuh yang bersifat baathiniyyah (setan), maka ia sebagai thariid. Barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh manusia biasa, maka akan mendapatkan pahala; dan barangsiapa yang dikalahkan oleh musuh baathiniyyah, maka ia tertipu atau menanggung dosa. Hal itu dikarenakan setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihatnya; sehingga ia memohon perlindungan kepada Rabb yang melihat setan, dan setan tidak dapat melihat-Nya.

Imam Khalaf al-Hasaniy bersenandung lewat bait syair:

إذَا مَا أَرَدْتَ الدَّهْرَ تَقْرَأُ فَاسْتَعِذْ ** وَبالْجَهْرِ عِنْدَ الْكُلِّ فِى الْكُلِّ مُسْجَلاً
بشَرْطِ اسْــتِمَاعٍ وَابْتِدَاءِ دِرَاسَةٍ ** وَلاَ مُـخْفِيًا أَوْ فىِ الصَّلاَةِ فَفَصَّـــلاَ

Sementara merendahkan suara dianjurkan apabila:
• Seorang qori’ bermaksud membaca dengan suara rendah, baik dalam suatu majlis atau sendirian.
• Tidak dalam keramaian, baik hendak membaca dengan suara rendah atau tinggi.
• Jika berada dalam shalat, baik shalat jahriyah maupun sirriyah.
• Membaca ketika berada di tengah-tengah jama’ah yang belajar al-Quran. Misalnya membaca bergiliran dalam maqra’ah (majlis penghafal Al-Qur’an).

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...