Selasa, 19 Oktober 2021

Bertindaklah Dengan Hukum Alloh Seperti Nabi Muhammad


Al- Maaidah 44, Ayat inilah yang selalu menjadi senjata andalan para Takfirun dalam upaya mereka mengkafirkan kaum Muslimin yang dianggap tidak berhukum dengan hukum Allaah.. Yang mana penyebabnya adalah panafsiran mereka yang hanya mengedepankan nafsu tanpa merujuk pada pemahaman Salaful Ummah..

Telah berkata Al-Imaam Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain Al-Aajurriy rahimahullah (w. 360 H) :

“Dan termasuk di antara syubhat yang diikuti kaum Haruuriyyah (Khawaarij) dalam firman Allah ta’ala : ‘Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir’ (QS. Al-Maaidah : 44).

Mereka membacanya bersama ayat : ‘Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka’ (QS. Al-An’aam : 1). Apabila mereka melihat seorang imam (penguasa) yang berhukum bukan dengan kebenaran, mereka pun berkata :

‘Sungguh ia telah kafir. Dan barangsiapa yang kafir, maka ia telah mempersekutukan Rabb-nya, dan sungguh ia telah berbuat syirik. Mereka adalah para pemimpin kaum musyrik’.

Akhirnya, mereka (Khawaarij) keluar (dari ketaatan) dan melakukan apa-apa yang telah kamu lihat. Hal itu dikarenakan mereka mena’wilkan (secara keliru) ayat ini”

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman:

 أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (41) سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (42) وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ (43) إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (44)

Hai  Rasul, janganlah kamu biarkan dirimu sedih karena orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah beriman,  padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi, mereka amat suka mendengar(berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini(yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kami, maka terimalah; dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah." Ba­rang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun(yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hen­dak menyucikan hati mereka Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat, mereka beroleh siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, ba­nyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberikan mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah(perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. Dan bagaimana mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu(dari putusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman. Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)takutlah kepada-Ku Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS Al-Maidah Ayat 41-44)

Ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang bersegera kepada kekafiran, keluar dari jalur taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta lebih mendahulukan kepentingan pendapat dan hawa nafsu serta kecenderungan mereka atas syariat-syariat Allah Swt.
{مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ}

dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah beriman, "padahal hati mereka belum beriman. (Al-Maidah: 41)

Yakni mereka menampakkan iman melalui lisannya, sedangkan hati mereka rusak dan kosong dari iman; mereka adalah orang-orang munafik.

{وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا}

dan (juga) dari kalangan orang-orang Yahudi. (Al-Maidah: 41)

Mereka adalah musuh agama Islam dan para pemeluknya, mereka semuanya mempunyai kegemaran.

{سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ}

amat suka mendengar (berita-berita) bohong. (Al-Maidah: 41)
Yakni mereka percaya kepada berita bohong dan langsung terpengaruh olehnya.

{سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ}

dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu.(Al-Maidah: 41)

Mereka mudah terpengaruh oleh kaum lain yang belum pernah datang ke majelismu, Muhammad.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah "mereka senang mendengarkan perkataanmu, lalu menyampaikannya kepada kaum lain yang tidak hadir di majelismu dari kalangan musuh-musuhmu".

{يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ}

mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat)dari tempat-tempatnya. (Al-Maidah: 41)

Yakni mereka menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya dan mengubahnya sesudah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui.

{يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا}

Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.” (Al-Maidah: 41)

Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan orang-orang Yahudi yang telah melakukan suatu pembunuhan terhadap seseorang (dari mereka). Dan mereka mengata­kan, "Marilah kita meminta keputusan kepada Muhammad. Jika dia memutuskan pembayaran diat, maka terimalah hukum itu. Dan jika dia memutuskan hukum qisas,maka janganlah kalian dengar (turuti) keputusannya itu."

Tetapi yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, sedangkan mereka telah mengubah Kitabullah yang ada di tangan mereka, antara lain ialah perintah menghukum rajam orang yang berzina muhsan di antara mereka.
Mereka telah mengubahnya dan membuat peristilahan tersendiri di antara sesama mereka, yaitu menjadi hukuman dera seratus kali, mencoreng mukanya (dengan arang), dan dinaikkan ke atas keledai secara terbalik (lalu dibawa ke sekeliling kota).

Ketika peristiwa itu terjadi sesudah hijrah, mereka (orang-orang Yahudi) berkata di antara sesama mereka, "Marilah kita meminta keputusan hukum kepadanya (Nabi Saw.). Jika dia memutuskan hukuman dera dan mencoreng muka pelakunya, terimalah keputusannya; dan jadikanlah hal itu sebagai hujah (alasan) kalian terhadap Allah, bahwa ada seorang nabi Allah yang telah memutuskan demikian di antara kalian. Dan apabila dia memutuskan hukuman rajam, maka janganlah kalian mengikuti keputusannya."

Hal tersebut disebutkan oleh banyak hadis:

فَقَالَ مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ الْيَهُودَ جُاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلًا مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ الرَّجْمِ؟ " فَقَالُوا: نَفْضَحُهُمْ ويُجْلَدون. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ: كَذَبْتُمْ، إِنَّ فِيهَا الرَّجْمَ. فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا، فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ، فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا، فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ: ارْفَعْ يَدَكَ. فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ، فَقَالُوا صَدَقَ يا محمد، فيها آيَةُ الرَّجْمِ! فَأَمَرَ بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجِمَا فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَحْني عَلَى الْمَرْأَةِ يَقِيَهَا الْحِجَارَةَ.

Antara lain diriwayatkan oleh Malik, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa orang-orang yahudi datang kepada Rasulullah SAW lalu mereka melaporkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan mereka berbuat zina dengan seorang wanita. Maka Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka: Apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hu­kum rajam? Mereka menjawab, "Kami permalukan mereka, dan mereka dihukum dera." Abdullah ibnu Salam berkata, "Kalian dusta, sesungguhnya di dalam kitab Taurat terdapat hukum rajam." Lalu mereka mendatangkan sebuah kitab Taurat dan membukanya, lalu seseorang di antara mereka meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan yang sesudahnya. Maka Abdullah ibnu Salam berkata, "'Angkatlah tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat tangannya, dan ternyata yang tertutup itu adalah ayat rajam. Lalu mereka berkata, "Benar, hai Muhammad, di dalamnya terdapat ayat rajam." Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar keduanya dijatuhi hukuman rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar melanjut­kan kisahnya, "Aku melihat lelaki pelaku zina itu membungkuk di atas tubuh wanitanya dengan maksud melindunginya dari lemparan batu rajam."
Hadis diketengahkan oleh Syaikhain, dan hadis di atas menurut lafaz Imam Bukhari.

Menurut lafaz yang lain, dari Imam Bukhari, disebutkan bahwa Nabi Saw. bertanya kepada orang-orang Yahudi:

فَقَالَ لِلْيَهُودِ: مَا تَصْنَعُونَ بِهِمَا؟ " قَالُوا: نُسخّم وُجُوهَهُمَا ونُخْزِيهما. قَالَ: {فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ} [آلِ عِمْرَانَ:93] فَجَاءُوا، فَقَالُوا لِرَجُلٍ مِنْهُمْ مِمَّنْ يَرْضَوْنَ أعورَ: اقْرَأْ، فَقَرَأَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى مَوْضِعٍ مِنْهَا فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ، قَالَ: ارْفَعْ يَدَكَ. فَرَفَعَ، فَإِذَا آيَةُ الرَّجْمِ تَلُوحُ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ فِيهَا آيَةَ الرَّجْمِ، وَلَكِنَّا نَتَكَاتَمَهُ بَيْنَنَا. فَأَمَرَ بِهِمَا فَرُجما.

Apakah yang akan kalian lakukan terhadap keduanya? Mereka menjawab, "Kami akan mencoreng muka mereka dengan arang dan mencaci makinya." Nabi Saw. bersabda membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran: 93) Lalu mereka mendatangkannya dan berkata kepada seorang lelaki di antara mereka yang mereka percayai, tetapi dia bermata juling, "Bacalah!" Lalu lelaki itu membacanya hingga sampai pada suatu bagian, lalu ia meletakkan tangannya pada bagian itu. Maka Nabi Saw. bersabda, "Angkatlah tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat tangan­nya, dan ternyata tampak jelas adanya ayat hukum rajam. Kemudian lelaki itu berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya di dalam kitab Taurat memang ada hukum rajam, tetapi kami menyembunyikannya di antara kami." Maka Nabi Saw. memerintahkan agar keduanya dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.

Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim:‎

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم أتى بِيَهُودِيٍّ وَيَهُودِيَّةٍ قَدْ زَنَيَا، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى جَاءَ يَهُود، فَقَالَ: "مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ عَلَى مَنْ زَنَى؟ " قَالُوا: نُسَوّد وُجُوهَهُمَا ونُحَمّلهما، وَنُخَالِفُ بَيْنَ وُجُوهِهِمَا ويُطَاف بِهِمَا، قَالَ: {فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ} قَالَ: فَجَاءُوا بِهَا، فَقَرَأُوهَا، حَتَّى إِذَا مَرَّ بِآيَةِ الرَّجْمِ وَضَعَ الْفَتَى الَّذِي يَقْرَأُ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ، وَقَرَأَ مَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا وَرَاءَهَا. فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلام -وَهُوَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: مُرْه فلْيرفع يَدَهُ. فَرَفَعَ يَدَهُ، فَإِذَا تَحْتَهَا آيةُ الرَّجْمِ. فَأَمَرَ بِهِمَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجما. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: كُنْتُ فِيمَنْ رَجَمَهُمَا، فَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَقِيهَا مِنَ الْحِجَارَةِ بِنَفْسِهِ.

disebutkan bahwa dihadapkan kepada Rasulullah Saw. seorang lelaki Yahudi dan seorang perempuan Yahudi yang telah berbuat zina. Tetapi Rasulullah Saw. tidak menanggapinya sehingga datang orang-orang Yahudi, lalu beliau bertanya:Hukum apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat sehubung­an dengan orang yang berbuat zina? Mereka menjawab, "Kami harus mencoreng muka kedua pelakunya dengan arang, lalu kami naikkan mereka ke atas kendaraan dengan tubuh yang terbalik, hingga muka kami saling berhadapan dengan muka mereka,kemudian diarak (ke sekeliling kota)." Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran: 93) Maka mereka mendatangkan kitab Taurat dan membacanya. Ketika bacaannya sampai pada ayat rajam, pemuda yang membacakannya meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan sesudahnya saja. Maka Abdullah ibnu Salam yang saat itu berada di samping Rasulullah Saw. berkata (kepada Rasulullah Saw.), Perintahkanlah kepadanya agar mengangkat tangannya!" Pemuda itu mengangkat tangannya, dan ternyata di bawahnya terdapat ayat rajam. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar kedua pezina itu dihukum rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa dirinya termasuk orang yang ikut merajam keduanya, dan dia melihat pelaku laki-laki melin­dungi pelaku perempuan dari lemparan batu dengan tubuhnya.

قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدٍ الهَمْداني، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْب، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ؛ أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَسْلَمَ حَدثه، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أتَى نَفَرٌ مِنَ الْيَهُودِ، فدعَوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى القُفِّ فَأَتَاهُمْ فِي بَيْتِ المِدْارس، فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، إِنَّ رَجُلًا مِنَّا زَنَى بِامْرَأَةٍ، فَاحْكُمْ قَالَ: وَوَضَعُوا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِسَادَةً، فَجَلَسَ عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَ: "ائْتُونِي بِالتَّوْرَاةِ". فَأُتِيَ بِهَا، فَنَزَعَ الْوِسَادَةَ مِنْ تَحْتِهِ، وَوَضَعَ التَّوْرَاةَ عَلَيْهَا، وَقَالَ: "آمَنْتُ بِكِ وَبِمَنْ أَنْزَلَكِ". ثُمَّ قَالَ: "ائْتُونِي بِأَعْلَمِكُمْ". فَأُتِيَ بِفَتًى شَابٍّ، ثُمَّ ذَكَرَ قِصَّةَ الرَّجْمِ نَحْوَ حَدِيثِ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sa'id Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa'd; Zaid ibnu Aslam telah menceritakan kepadanya, dari Ibnu Umar yang telah mengatakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi datang, lalu mereka mengundang Rasulullah Saw. ke suatu tempat yang teduh, tetapi Rasulullah Saw. mendatangi mereka di rumah tempat mereka mengaji kitab Taurat. Lalu mereka bertanya, ''Hai Abul Qasim, sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kami telah berbuat zina dengan seorang wanita, maka putuskanlah perkaranya." Ibnu Umar mengatakan bahwa mereka menyediakan sebuah bantal untuk Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. duduk di atasnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, "Datangkanlah kepadaku kitab Taurat."Maka kitab Taurat didatangkan, dan Nabi Saw. mencabut bantal yang didudukinya, lalu meletakkan kitab Taurat di atas bantal itu, kemudian bersabda, "Aku beriman kepadamu dan kepada Tuhan Yang telah menurunkanmu." Selanjutnya beliau Saw. bersabda, "Datangkanlah kepadaku orang yang paling alim di antara kalian." Lalu didatangkan oleh mereka seorang pemuda. Kemudian disebutkan kisah hukum ra­jam seperti yang terdapat pada hadis Malik, dari Nafi'.

Az-Zuhri mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah yang dikenal selalu mengikuti ilmu dan menghafalnya, saat itu kami sedang berada di rumah Ibnul Musayyab. Lelaki itu menceritakan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi berbuat zina dengan seorang wanita. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Berangkatlah kalian untuk meminta keputusan kepada Nabi ini. Karena sesungguhnya dia diutus membawa keringanan. Maka jika dia memberikan fatwa kepada kami selain hukum rajam, kita menerimanya; kita jadikan sebagai hujah (alasan) di hadapan Allah, dan kita akan katakan bahwa ini adalah fatwa keputusan dari salah seorang di antara nabi-nabi-Mu." Lalu mereka datang menghadap Nabi Saw. yang saat itu sedang duduk dengan para sahabatnya di masjid. Lalu mereka berkata, "Hai Abul Qasim, bagaimanakah pendapatmu tentang seseorang lelaki dan seorang wanita yang berbuat zina dari kalangan kaum yang sama?" Nabi Saw. tidak menjawab sepatah kata pun melainkan beliau langsung datang ke tempat Midras mereka, lalu beliau berdiri di pintunya dan bersabda: Aku bertanya kepada kalian, demi Allah Yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah yang kalian jumpai dalam ki­tab Taurat tentang orang yang berzina apabila ia telah muhsan (telah terpelihara karena telah kawin)? Mereka menjawab, "Wajahnya dicorengi dengan arang, kemudian di­arak ke sekeliling kota dan didera."
Istilah tajbiyah dalam hadis ini ialah " kedua orang yang berzina dinaikkan ke atas seekor keledai dengan tengkuk yang saling berhadapan, lalu keduanya di arak ke sekeliling kota (yakni dipermalukan)".

Dan terdiamlah seorang pemuda dari mereka. Ketika Rasulullah Saw. melihatnya terdiam, maka beliau menanyainya dengan gencar. Akhirnya ia berkata, "Ya Allah, karena engkau meminta kepada kami dengan menyebut nama-Mu, maka kami jawab bahwa sesungguhnya kami menjumpai adanya hukum rajam dalam kitab Taurat." Nabi Saw. bertanya (kepada pemuda itu), "Apakah perintah Allah yang mula-mula kalian selewengkan?" Pemuda itu menjawab, "Seorang kerabat salah seorang raja kami pernah berbuat zina, maka hukum rajam ditangguhkan darinya. Kemudian berbuat zina pula sesudahnya seorang dari kalangan rakyat, lalu si raja bermaksud menjatuhkan hukum rajam terhadapnya. Akan tetapi, kaumnya menghalang-halangi dan membelanya, dan mereka mengatakan bahwa teman mereka tidak boleh dirajam sebelum raja itu mendatangkan temannya dan merajamnya. Akhirnya mereka mereka-reka hukum ini di antara sesama mereka." Maka Nabi Saw. bersabda:Maka sesungguhnya aku sekarang akan memutuskan hukum menurut apa yang ada di dalam kitab Taurat. Kemudian keduanya diperintahkan untuk dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.

Az-Zuhri mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah. (Al-Maidah: 44)

Nabi Saw. termasuk salah seorang dari para nabi itu. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud serta Ibnu Jarir telah meriwayatkannya, sedangkan hadis ini menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرّة، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: مَرَّ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ محمَّم مَجْلُودٌ، فَدَعَاهُمْ فَقَالَ: "أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ؟ " فَقَالُوا: نَعَمْ، فَدَعَا رَجُلًا مِنْ عُلَمَائِهِمْ فَقَالَ: "أَنْشُدُكَ بِالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ؟ " فَقَالَ: لَا وَاللَّهِ، وَلَوْلَا أَنَّكَ نَشَدتني بِهَذَا لَمْ أُخْبِرْكَ، نَجِدُ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِنَا الرَّجْمَ، وَلَكِنَّهُ كَثُرَ فِي أَشْرَافِنَا، فَكُنَّا إِذَا أَخَذْنَا الشريفَ تَرَكْنَاهُ، وَإِذَا أَخَذْنَا الضَّعِيفَ أَقَمْنَا عَلَيْهِ الْحَدَّ، فَقُلْنَا: تَعَالَوْا حَتَّى نَجْعَلَ شَيْئًا نُقِيمُهُ عَلَى الشَّرِيفِ والوَضِيع، فَاجْتَمَعْنَا عَلَى التَّحْمِيمِ وَالْجَلَدِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَوَّلُ مَنْ أَحْيَا أَمْرَكَ إِذْ أَمَاتُوهُ". قَالَ: فَأَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ، قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ} إِلَى قَوْلِهِ: {يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ} يَقُولُونَ: ائْتُوا مُحَمَّدًا، فَإِنْ أَفْتَاكُمْ بِالتَّحْمِيمِ وَالْجَلْدِ فَخُذُوهُ، وَإِنْ أَفْتَاكُمْ بِالرَّجْمِ فَاحْذَرُوا، إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} قَالَ: فِي الْيَهُودِ إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} قَالَ: فِي الْيَهُودِ {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} قَالَ: فِي الْكُفَّارِ كُلِّهَا.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Al-Barra ibnu Azib yang telah menceritakan bahwa lewat di hadapan Nabi Saw. seorang Yahudi yang dicorengi mukanya dan didera. Lalu Nabi Saw. memanggil mereka (yang menggiringnya) dan bertanya, "Apakah memang demikian kalian jumpai dalam kitab kalian hukum had bagi orang yang berzina?" Mereka menjawab, "Ya." Maka Nabi Saw. memanggil seorang lelaki dari ulama mereka, lalu bersabda kepadanya: Aku mau bertanya kepadamu demi Tuhan Yang telah menurun­kan Taurat kepada Musa. Apakah memang demikian kalian jumpai hukuman had zina di dalam kitab kalian? Lelaki itu menjawab, "Tidak, demi Allah, sekiranya engkau tidak bertanya kepadaku dengan menyebut sebutan itu, niscaya aku tidak akan menjawabmu. Kami jumpai hukuman had zina di dalam kitab kami ialah hukum rajam. Tetapi perbuatan zina telah membudaya di kalangan orang-orang terhormat kami. Bila kami menangkap seseorang yang terhormat berbuat zina, kami membiarkannya; dan jika kami menangkap seorang yang lemah berbuat zina, maka kami tegakkan hukuman had terhadapnya. Akhirnya kami berkata kepada sesama kami, 'Marilah kita membuat suatu kesepakatan hukum yang berlaku atas orang yang terhormat dan orang yang lemah.' Maka pada akhirnya kami sepakat untuk menggantinya dengan hukum mencoreng muka dan mendera pelakunya." Nabi Saw. bersabda:  Ya Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang mula-mula menghidupkan perintah-Mu di saat mereka mematikannya. Kemudian Nabi Saw. memerintahkan agar pelaku zina itu dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan Allah menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh ulah orang-orang yang bersegera kepada kekafiran. (Al-Maidah: 41) Sampai dengan firman-Nya: Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah. (Al-Maidah: 41); Yakni mereka berkata (kepada sesamanya), "Datanglah kalian kepada Muhammad. Jika dia memberikan fatwa tahmim dan dera, maka terimalah; dan jika dia memberikan fatwa hukum rajam, maka hati-hatilah!" Hingga firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Menurut Al-Barra, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi sampai dengan firman-Nya: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45); Menurutnya ayat di atas diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi, sedangkan ayat berikut diturunkan berkenaan dengan semua orang kafir, yaitu firman-Nya:Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al-Maidah: 47)

Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secaramunfarid (menyendiri) tanpa Imam Bukhari; dan Imam Abu Daud, Imam Nasai serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui banyak jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ الحُمَيدي فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَة، عَنْ مُجالد بْنِ سَعِيدٍ الهَمْدَاني، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: زَنَى رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ فَدَك، فَكَتَبَ أَهْلُ فَدَكَ إِلَى نَاسٍ مِنَ الْيَهُودِ بِالْمَدِينَةِ أَنْ سَلُوا مُحَمَّدًا عَنْ ذَلِكَ، فَإِنْ أَمَرَكُمْ بالجلد فخذوه عنه، وإن أمركم بِالرَّجْمِ فَلَا تَأْخُذُوهُ عَنْهُ، تَسْأَلُوهُ عَنْ ذَلِكَ، قَالَ: "أَرْسِلُوا إِلَيَّ أَعْلَمَ رَجُلَيْنِ فِيكُمْ". فَجَاءُوا بِرَجُلٍ أَعْوَرَ -يُقَالُ لَهُ: ابْنُ صُورِيَا-وَآخَرَ، فَقَالَ لَهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْتُمَا أَعْلَمُ مَنْ قَبَلَكُمَا؟ ". فَقَالَا قَدْ دَعَانَا قَوْمُنَا لِذَلِكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُمَا: "أَلَيْسَ عِنْدَكُمَا التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ؟ " قَالَا بَلَى، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَنْشُدُكُمْ بِالَّذِي فَلَق الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ، وظَلّل عَلَيْكُمُ الغَمام، وَأَنْجَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ، وَأَنْزَلَ الْمَنَّ والسَّلْوى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ: مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ الرَّجْمِ؟ " فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ: مَا نُشدْتُ بِمِثْلِهِ قَطُّ. قَالَا نَجْدُ تَرْدَادَ النَّظَرِ زَنْيَةً وَالِاعْتِنَاقَ زَنْيَةً، وَالْقُبَلَ زَنْيَةً، فَإِذَا شَهِدَ أَرْبَعَةٌ أَنَّهُمْ رَأَوْهُ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ، كَمَا يَدْخُلُ الْمَيْلَ فِي المُكْحُلة، فَقَدْ وَجَبَ الرَّجْمُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هُوَ ذَاكَ". فَأَمَرَ بِهِ فَرُجمَ، فَنَزَلَتْ: {فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}

Imam Abu Bakar Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi di dalam kitab Musnad-nya telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Mujalid ibnu Sa'id Al-Hamdani, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir ibnu Abdullah yang telah mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan penduduk Fadak berbuat zina. Lalu penduduk Fadak menulis surat kepada orang Yahudi di Madinah untuk meminta mereka agar menanyakan hukumnya kepada Muhammad. Tetapi dengan pesan "jika dia (Nabi Saw.) memerintahkan untuk menghukum dera, maka terimalah hukum itu; tetapi jika dia memerintahkan untuk menegakkan hukum rajam, maka janganlah diterima". Kemudian mereka menanyakan hukum itu kepada Nabi Saw, Nabi Saw. bersabda, "Kirimkanlah kepadaku dua orang lelaki yang paling alim dari kalangan kalian." Lalu mereka mendatangkan seorang lelaki bermata juling —yang dikenal dengan nama Ibnu Suria— dan seorang lelaki Yahudi lainnya. Nabi Saw. berkata kepada mereka, "Kamu berdua adalah orang yang paling alim di antara orang-orang di belakangmu." Keduanya menjawab, "Memang kaum kami menjuluki kami demikian." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu memiliki kitab Taurat yang di dalamnya terkandung hukum Allah?"Keduanya menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda: Aku mau bertanya kepada kalian, demi Tuhan Yang telah membe­lah laut untuk Bani Israil, dan memberikan naungan awan kepada kalian, dan menyelamatkan kalian dari cengkeraman Fir'aun dan bala tentaranya, serta Dia telah menurunkan kepada Bani Israil manna dan salwa, apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam? Salah seorang dari mereka berdua berkata kepada yang lainnya, ''Engkau sama sekali belum pernah diminta dengan sebutan seperti itu." Akhirnya keduanya mengatakan, "Kami menjumpai bahwa memandang secara berulang-ulang merupakan perbuatan zina, berpelukan merupakan perbuatan zina, dan mencium merupakan perbuatan zina. Maka apabila ada empat orang mempersaksikan bahwa mereka telah melihat pelaku­nya memulai dan mengulangi perbuatannya (yakni naik turun alias ber­zina), sebagaimana seseorang memasukkan tusuk tutup botol celak ke dalam botol celak, maka sesungguhnya hukum rajam merupakan suatu keharusan (atas dirinya)." Nabi Saw. bersabda, "Itulah yang aku maksudkan." Lalu beliau memerintahkan agar pelakunya dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan turunlah firman-Nya: Jika mereka datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42)
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mujalid dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Menurut lafaz Imam Abu Daud, dari Jabir:

جَاءَتِ الْيَهُودُ بِرَجُلٍ وَامْرَأَةٍ مِنْهُمْ زَنَيَا، فَقَالَ: "ائْتُونِي بِأَعْلَمِ رَجُلَيْنِ مِنْكُمْ". فَأَتَوْا بِابْنَيْ صُورِيَا، فَنَشَدَهُمَا: "كَيْفَ تَجِدَانِ أَمْرَ هَذَيْنِ فِي التَّوْرَاةِ؟ " قَالَا نَجِدُ فِي التَّوْرَاةِ إِذَا شَهِدَ أَرْبَعَةٌ أَنَّهُمْ رَأَوْا ذَكَرَهُ فِي فَرْجِهَا مِثْلَ الْمِيلِ فِي المُكْحُلة رُجِمَا، قَالَ: "فَمَا يَمْنَعُكُمْ أَنْ تَرْجُمُوهُمَا؟ " قَالَا ذَهَبَ سُلْطَانُنَا، فَكَرِهْنَا الْقَتْلَ. فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّهُودِ، فَجَاءُوا أَرْبَعَةً، فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوْا ذَكَرَهُ فِي فَرْجِهَا مِثْلَ الْمِيلِ فِي الْمُكْحُلَةِ، فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجْمِهِمَا.

Disebutkan bahwa orang Yahudi datang dengan membawa seorang lelaki dan seorang wanita dari kalangan mereka yang telah berbuat zina. Maka Nabi Saw. bersabda, "Datangkanlah oleh kalian kepadaku dua orang lelaki yang paling alim dari kalian." Maka mereka mendatangkan dua orang anak Suria, lalu Nabi Saw. bertanya kepada keduanya, "Bagaimanakah kalian jumpai perkara kedua orang ini dalam kitab Taurat?" Mereka menjawab, "Kami menjumpai apabila ada empat orang menyaksikan bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan ke dalam farjinya seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan, maka keduanya harus dirajam." Nabi Saw. bertanya, "Mengapa kalian tidak mau merajam keduanya?" Mereka berdua menjawab, "Kekuasaan kami telah lenyap, dan ka­mi tidak suka pembunuhan." Maka Rasulullah Saw. memanggil empat orang saksi. Keempat saksi itu datang, lalu menyatakan persaksiannya bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar kedua pezina dijatuhi hukuman rajam.

Kemudian Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Asy-Sya'bi dan Ibrahim An-Nakha'i secara mursal,tetapi di dalamnya tidak disebutkan bahwa Nabi Saw. memanggil empat orang saksi lalu mereka menyatakan persaksiannya.

Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. memutus­kan hukum sesuai dengan apa yang terkandung di dalam kitab Taurat. Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam bab menghormati mereka melalui apa yang diyakini benar oleh mereka, mengingat mereka telah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Muhammad tanpa dapat ditawar-tawar lagi. melainkan hal ini merupakan wahyu yang khusus dari Allah Swt menyangkut hal tersebut, lalu beliau Saw. menanyakannya kepada mereka. Tujuannya ialah untuk memaksa mereka agar mengakui apa yang ada di tangan mereka secara sebenarnya, yang selama ini mereka sembunyikan dan mereka ingkari serta tidak mereka jalankan dalam kurun waktu yang sangat lama.
Setelah mereka mengakuinya, padahal mereka menyadari bahwa penyelewengan, keingkaran, dan kedustaan mereka terhadap apa yang mereka yakini benar dari kitab yang ada di tangan mereka, lalu mereka memilih untuk meminta keputusan dari Rasulullah Saw. hanyalah semata-mata timbul dari hawa nafsu dan perasaan senang atas keputusan yang sesuai dengan pendapat mereka, tetapi bukan karena meyakini kebenaran dari apa yang diputuskan oleh Nabi Saw. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan di dalam firman-Nya:

إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا

Jika kamu diberi ini. (Al-Maidah: 41) 
Yaitu hukum mencoreng muka dan hukuman dera.

{فَخُذُوهُ}

maka ambillah. (Al-Maidah: 41) ‎
Yakni terimalah keputusan itu.

{وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا}

Dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah. (Al-Maidah: 41)
Yakni janganlah kamu menerima dan mengikutinya. 
Firman Allah Swt.;
{وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ}
Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehina­an di dunia dan di akhirat, mereka beroleh siksaan yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong.(Al-Maidah: 41-42)
Yaitu kebatilan.
{أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ}
banyak memakan yang haram. (Al-Maidah: 42)
Yakni suka memakan hal yang haram, yaitu suap, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dalam takwil ayat ini. Dengan kata lain, orang yang bersifat demikian mana mungkin hatinya dibersihkan oleh Allah, dan mana mungkin diperkenankan baginya.
Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{فَإِنْ جَاءُوكَ}
Jika mereka datang kepadamu. (Al-Maidah: 42) 
Yaitu mereka datang kepadamu untuk meminta putusan hukum.
{فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا}
maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka atau ber­palinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. (Al-Maidah: 42)
Yakni jangan menjadi beban bagimu jika kamu tidak mau memutuskan perkara di antara sesama mereka, karena sesungguhnya mereka bertujuan dalam permintaan keputusan mereka kepadamu hanya semata-mata untuk mencapai kesesuaian pendapat dengan hawa nafsu mereka, dan bukan karena ingin mencari hakikat kebenaran.
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Zaid ibnu Aslam, Ata Al-Khurrasani, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat di atas di-mansukh oleh firman-Nya:
{وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ}
dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.(Al-Maidah: 49)
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ}
Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. (Al-Maidah: 42)
Yakni dengan hak dan adil, sekalipun mereka adalah orang-orang yang zalim lagi keluar dari jalur keadilan.
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42)
Kemudian Allah Swt. mengingkari pendapat-pendapat mereka yang rusak dan tujuan mereka yang menyimpang karena mereka meninggal­kan apa yang mereka yakini kebenarannya dari kitab yang ada di tangan mereka sendiri. Padahal menurut keyakinan mereka dianjurkan berpegang teguh kepada kitab mereka sendiri untuk selama-lamanya. Tetapi ternyata mereka menyimpang dari hukum kitabnya dan menye­leweng kepada lainnya yang sejak semula menurut keyakinan mereka dianggap batil dan bukan merupakan pegangan mereka. 
Allah Swt. ber­firman:
{وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ}
Dan bagaimana mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hu­kum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusan-mu)?Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman. (Al-Maidah: 43)
Kemudian Allah memuji kitab Taurat yang Dia turunkan kepada hamba­Nya yang juga rasul-Nya, yaitu Musa ibnu Imran. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّا أَنزلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا}
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalam­nya (ada) petunjuk dan cahaya(yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah. (Al-Maidah: 44)
Yakni para nabi itu tidak akan keluar dari jalur hukumnya dan tidak akan menggantinya serta tidak akan mengubah-ubahnya.
{وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ}
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka. (Al-Maidah: 44)
Yaitu demikian pula orang-orang alim dari kalangan ahli ibadah mereka dan para ulamanya.
{بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ}
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah. (Al-Maidah: 44)
Yakni melalui apa yang diamanatkan kepada mereka dari Kitabullah yang diperintahkan agar mereka mengajarkannya dan mengamalkannya.
{وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ}
dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kalian takut kepada manusia, (tetapi) ‎takutlah kepada-Ku. (Al-Maidah: 44)
Yaitu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku saja.
{وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}
Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)
Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat yang akan diterangkan kemudian.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturun­kan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45);maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.(Al-Maidah: 47); Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan oleh Allah berkenaan dengan dua golongan dari kalangan orang-orang Yahudi. Salah satu dari mereka berhasil mengalahkan yang lain di masa Jahiliah, tetapi pada akhirnya mereka sepakat dan berdamai dengan syarat "setiap orang rendah yang terbunuh oleh orang yang terhormat, maka diatnya adalah lima puluh wasaq; sedangkan setiap orang terhormat yang terbunuh oleh orang yang rendah, maka diatnya adalah seratus wasaq(kurma)". Ketentuan tersebut berlaku di kalangan mereka hingga Nabi Saw. tiba di Madinah. Kemudian terjadilah suatu peristiwa ada seorang yang rendah dari kalangan mereka membunuh seorang yang terhormat. Maka pihak keluarga orang yang terhormat mengirimkan utusannya kepada orang yang rendah untuk menuntut diatnya sebanyak seratus wasaq. Pihak orang yang rendah berkata, "Apakah pantas terjadi pada dua kabilah yang satu agama, satu keturunan, dan satu negeri bila diat sebagian dari mereka dua kali lipat diat sebagian yang lain? Dan sesungguhnya kami mau memberi kalian karena kezaliman kalian terhadap kami dan peraturan diskriminasi yang kalian buat. Tetapi sekarang setelah Muhammad tiba di antara kita, maka kami tidak akan memberikan itu lagi kepada kalian." Hampir saja terjadi peperangan di antara kedua golongan itu. Kemudian mereka setuju untuk menjadikan Rasulullah Saw. sebagai hakim yang melerai persengketaan di antara mereka. Lalu golongan yang terhormat berbincang-bincang (di antara sesamanya), "Demi Allah, Muhammad tidak akan memberi kalian dari mereka (golongan yang rendah) dua kali lipat dari apa yang biasa mereka berikan kepada kalian. Sesungguhnya mereka (golongan yang rendah) benar, bahwa mereka tidak memberi kita melainkan karena kezaliman dan kesewe­nang-wenangan kita sendiri terhadap mereka. Maka mata-matailah Muhammad melalui seseorang yang akan memberitakan kepada kalian akan pendapatnya. Jika dia memberi kalian seperti apa yang kalian kehendaki, maka terimalah keputusan hukumnya. Jika dia tidak memberi kalian, maka waspadalah kalian, dan janganlah kalian ambil keputusan­nya." Maka mereka menyusupkan sejumlah orang dari kalangan orang-orang munafik kepada Rasulullah Saw. untuk mencari berita tentang pendapat Rasulullah Saw. ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., maka Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya tentang urusan mereka dan apa yang dikehendaki oleh mereka. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, janganlah kamu sedih karena orang-orang yang bersegera(memperlihatkan) kekafirannya. (Al-Maidah: 41) sampai dengan firman-Nya: maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(Al-Maidah: 44); Berkenaan dengan merekalah Allah menurunkan wahyu ini, dan merekalah yang dimaksudkan oleh-Nya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Abuz Zanad, dari ayahnya, dengan lafaz yang semisal.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri dan Abu Kuraib; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq; telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah dimulai dari firman-Nya: maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka. (Al-Maidah: 42) sampai dengan firman-Nya: orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42); Sesungguhnya ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan diat yang ber­laku di kalangan Bani Nadir dan Bani Quraizah. Karena orang-orang yang terbunuh dari kalangan Bani Nadir merupakan orang-orang terhor­mat, maka diat diberikan kepada mereka dengan penuh. Dan orang-orang Bani Quraizah (bila ada yang terbunuh), maka diat diberikan separonya kepada mereka Kemudian mereka meminta keputusan hukum kepada Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut, lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai hal itu berkenaan dengan mereka. Kemudian Rasulullah Saw. membawa mereka kepada keputusan yang adil dalam masalah itu, dan beliau menjadikan diat dalam masalah tersebut sama (antara orang yang terhormat dan rakyat jelata).
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Ishaq dengan lafaz yang semisal.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Ali ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa dahulu terjadi permusuhan antara Bani Quraizah dan Bani Nadir; Bani Nadir lebih terhormat daripada Bani Quraizah. Tersebutlah bahwa apabila seorang Qurazi membunuh seorang Nadir, maka ia dikenakan hukum mati. Tetapi apabila orang Nadir membunuh orang Quraizah, maka sanksinya adalah membayar diat sebanyak seratus wasaqkurma. Ketika Rasulullah Saw. telah diutus, terjadilah suatu peristiwa seorang dari Bani Nadir membunuh seseorang dari Quraizah. Orang-orang Quraizah berkata, "Kalian harus membayar diat kepadanya." Orang-orang Nadir pun berkata, "Yang memutuskan antara kami dan kalian adalah Rasulullah." Maka turunlah firman-Nya: Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. (Al-Maidah: 42)
Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak ‎meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, seperti yang telah diterangkan dalam hadis-hadis sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa kedua penyebab inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat dalam waktu yang sama, lalu ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan semuanya. Karena itulah sesudahnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ}
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata. (Al-Maidah: 45), hingga akhir ayat
Ayat ini memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa penyebab turunnya ayat-ayat ini berkenaan dengan masalah hukum qisas. 
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)
Al-Barra ibnu Azib, Huzaifah ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi, Ikrimah, Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab. Al-Hasan Al-Basri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita (kaum muslim).
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Mansur, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan rida dari Allah kepada umat yang telah menjalan­kan ayat ini; menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Salamah ibnu Kahil, dari Alqamari dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas'ud tentang masalah suap (risywah). Ibnu Mas'ud mengatakan bahwarisywah termasuk perbuatan yang diharamkan. Salamah ibnu Kahil mengatakan, "Alqamah dan Masruq bertanya, 'Bagaimanakah dalam masalah hukum?'." Ibnu Mas'ud menjawab, "Itu merupakan suatu kekufuran." Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud membaca­kan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(Al-Maidah: 44)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Bahwa barang siapa yang memutuskan hukum bukan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan ia meninggalkannya dengan sengaja atau melampaui batas, sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang-orang kafir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubung­an dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Bahwa barang siapa yang ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, sesungguhnya dia telah kafir; dan barang siapa yang mengakuinya, tetapi tidak mau memutuskan hukum dengannya, maka dia adalah orang yang aniaya lagi fasik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Ahli Kitab atau orang yang mengingkari hukum Allah yang diturunkan melalui Kitab-Nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Zakaria, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah (Al-Maidah: 44); Menurutnya makna ayat ini ditujukan kepada orang-orang muslim. 
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menmenceritakan kepada kami Syu'bah,dari Ibnu Abus Safar dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya:Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Menurutnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim. Dan firman-Nya yang mengatakan:Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (Al-Maidah: 45) berkenaan dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan firman-Nya yang mengatakan: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, mana mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al-Maidah: 47) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani. 
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan As-Sauri, dari Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi.
Abdur Razzaq mengatakan juga, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya:Barang siapa yang tidak memutuskan. (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab, orang tersebut menyandang sifat kafir.
IbnuTawus mengatakan, yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata yang telah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan kafir ialah masih di bawah kekafiran (bukan kafir sungguhan), dan zalim ialah masih di bawah kezaliman, serta fasik ialah masih di bawah kefasikan. Demikian­lah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Waki' telah meriwayatkan dari Sa'id Al-Makki, dari Tawus sehu­bungan dengan makna firman-Nya:Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Yang dimaksud dengan "kafir" dalam ayat ini bukan kafir yang mengeluarkan orang yang bersangkutan dari Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Hujair, dari Tawus, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurutapa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Makna yang dimaksud ialah bukan kufur seperti apa yang biasa kalian pahami (melainkan kufur kepada nikmat Allah).
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab ‎Mustadrak melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahnya.

Penjelasan Surat Al-Maidah Ayat 35 Tentang Wasilah


Ada beberapa macam wasilah. Orang-orang yang dekat dengan Allah bisa menjadi wasilah agar manusia juga semakin dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal kebajikan juga dapat dijadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  
Mengenai tawassul dengan sesama manusia, tidak ada larangan dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits mengenai tawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah para Nabi, para Rasul, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in, para shuhada dan para ulama shalihin.
  
Karena itu, berdo’a dengan memakai wasilah orang-orang yang dekat dengan Allah di atas tidak disalahkan, artinya telah disepakati kebolehannya. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, senyatanya tetap memohon kepada Allah SWT karena Allah-lah tempat meminta dan harus diyakini bahwa sesungguhnya :  
لاَمَانَعَ لمِاَ اَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِى لمِاَ مَنَعْتَ
 
‎Tidak ada yang bisa mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya‎.
 Secara psikologis tawassul sangat membantu manusia dalam berdoa. Katakanlah bertawassul sama dengan meminta orang-orang yang dekat kepada Allah SWT itu agar mereka ikut memohon kepada Allah SWT atas apa yang kita minta.
Tidak ada unsur-unsur syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT seperti para Nabi, para Rasul dan para shalihin, pada hakekatnya kita tidak bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang shaleh.‎

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman:
 أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (35) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (36) يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ (37)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad-lah pada jalan-Nya, supaya kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu(pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya, dan mereka beroleh azab yang kekal. (QS Al-Maidah Ayat 35-37)

Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar bertakwa kepada-Nya. Lafaz takwa apabila dibarengi penyebutannya dengan makna yang menunjukkan taat kepada-Nya, maka makna yang dimaksud ialah mencegah diri dari hal-hal yang diharamkan dan meninggalkan semua larangan. Sesudah itu Allah Swt. berfirman:

{وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ}

dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. (Al-Maidah: 35)

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Talhah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-wasilah di sini ialah qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid. Abu Wail, Al-Hasan, Qatadah, Abdullah ibnu Kasir. As-Saddi. dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah "dekatkanlah diri kalian kepada-Nya dengan taat kepada-Nya dan mengerjakan hal-hal yang diridai-Nya".

Sehubungan dengan makna al-wasilah ini, Ibnu Zaid membaca­kan firman berikut dengan bacaan:

{أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ}

Mereka, yaitu orang-orang yang kalian seru itu sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka. (Al Isra: 57)

Yakni dengan bacaan tad'una, bukan yad'una. Dari ayat ini tersimpul­kan bahwa makna al-wasilah ialah jalan atau sarana. Pendapat yang telah dikatakan oleh para imam ini tiada seorang pun dari kalangan mufassirin yang memperselisihkannya. Sehubungan dengan pengertian lafaz ini, Ibnu Jarir mengetengahkan ucapan seorang penyair yang mengatakan:

إِذَا غَفَل الواشُون عُدنَا لِوصْلنَا ...وعَاد التَّصَافي بَيْنَنَا والوسَائلُ

Apabila orang-orang yang tukang mengadu domba kecapaian, maka kita kembali berhubungan, dan kembalilah kejernihan di antara kita serta semua jalan dan sarana,

Al-wasilah ialah sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Al-wasilah mengandung makna "nama suatu kedudukan yang tertinggi di dalam surga, yaitu kedudukan Rasulullah Saw. dan rumah tinggalnya di dalam surga". Kedudukan ini merupakan bagian dari surga yang paling dekat ke 'Arasy. 

Di dalam kitab Sahih Bukhari telah disebutkan melalui jalur Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah, yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

"مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، إلا حَلَّتْ له الشفاعة يوم القيامة".

Barang siapa ketika mendengar suara azan (yakni sesudahnya) mengucapkan doa berikut, yaitu: "Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini dan (Tuhan) salat yang didirikan, berikanlah(kedudukan) al-wasilah dan keutamaan, dan tempatkanlah dia pada kedudukan yang terpuji seperti apa yang telah Engkau janjikan kepadanya, " niscaya syafaat akan diperolehnya pada hari kiamat.

Hadis lain.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Ka'b ibnu Alqamah, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:

"إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ، ثُمَّ صلُّوا عَليّ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَليّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا منزلة فِي الْجَنَّةِ، لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوَسِيلَةَ حَلًّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ."

Apabila kalian mendengar suara muazin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya, kemudian bacalah salawat untukku, karena sesungguhnya barang siapa yang membaca salawat sekali untukku, Allah membalas sepuluh kali salawat untuknya. Kemu­dian mohonkanlah al-wasilah untukku, karena sesungguhnya al-wasilah adalah suatu kedudukan di dalam surga yang tidak layak kecuali bagi seseorang hamba Allah saja, dan aku berha­rap semoga aku adalah hamba yang dimaksud. Dan barang siapa yang memohonkan al-wasilah buatku, niscaya akan mendapat syafaat (dariku).

hadis lain. 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ لَيْث، عَنْ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا صَلَّيْتُمْ عَليّ فَسَلُوا لِي الْوَسِيلَةَ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْوَسِيلَةُ؟ قَالَ: "أعْلَى دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، لَا يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ وَاحِدٌ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ".

Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-Lais, dari Ka'b, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila kalian memanjatkan salawat untukku, maka mohonkanlah al-wasilah buatku. Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah al-wasilah itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kedudukan yang paling tinggi di surga, tidak ada seseorang pun yang dapat meraihnya kecuali seorang lelaki, dan aku berharap semoga aku adalah orangnya.

Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Bandar, dari Abu Asim, dari Sufyan As-Sauri, dari Lais ibnu Abu Sulaim; dari Ka'b yang mengatakan bahwa Abu Hurairah telah menceritakan hadis ini kepadaku. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan hadis ini garib, mengingat Ka'b orangnya tidak dikenal; kami belum pernah mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya selain Lais ibnu Abu Sulaim.

Hadis yang lain dari Abu Hurairah.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي بْنُ قَانِعٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ التِّرْمِذِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ، عَنْ لَيْثٍ، عَنِ الْمُعَلَّى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ: "صَلُّوا عليَّ صَلَاتَكُمْ، وسَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ". فَسَأَلُوهُ وَأَخْبَرَهُمْ: "أَنَّ الْوَسِيلَةَ دَرَجَةٌ فِي الْجَنَّةِ، لَيْسَ يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ وَاحِدٌ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَهُ".

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Qani', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Nasr At-Turmuzi, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab. dari Lais, dari Al-Muala, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari Abu Hurairah yang me-rafa'-kannya (sampai kepada Nabi Saw.), disebutkan: Bacalah salawat untukku dalam salat kalian, dan mohonkanlah kepada Allah al-wasilah untukku. Ketika mereka menanyakan tentang al-wasilah kepadanya, beliau menjawab, "Al-wasilah adalah suatu kedudukan di dalam surga, yang tidak dapat diraih kecuali hanya oleh seorang saja,"dan beliau berharap semoga diri beliau adalah orang yang dimaksud.

Hadis yang lain.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: أَخْبَرْنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ الْأَبَّارُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "سلوا الله لي الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهَا لِي عَبْدٌ فِي الدُّنْيَا إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا -أَوْ: شَفِيعًا-يَوْمَ الْقِيَامَةِ".

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali Al-Abar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdul Malik Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yan, dari Ibnu Abu Zi-b, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ata, dari Ibnu Abbas yang telah mengata­kan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Mohonkanlah kepada Allah oleh kalian al-wasilah untukku, karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang hamba memohonkannya untukku di dunia ini melainkan aku akan membelanya ataumemberikan syafaat untuknya di hari kiamat nanti.

Kemudian ImamTabrani mengatakan bahwa tiada yang meriwayat­kannya dari Ibnu Zi-b kecuali Musa ibnu A'yan. Demikianlah menurut­nya.

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya pula. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ata. Lalu Ibnu Murdawaih mengetengahkan hadis yang semisal.

Hadis yang lain. 

رَوَى ابْنُ مَرْدَوَيْهِ بِإِسْنَادِهِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ وَرْدان: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "أن الْوَسِيلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللَّهِ، لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ، فسَلُوا اللَّهَ أَنْ يُؤْتِيَنِي الْوَسِيلَةَ عَلَى خَلْقِهِ".

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan berikut kedua sanadnya, dari Imarah ibnu Gazyah, dari Musa ibnu Wardan; ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya al-wasilah itu adalah suatu kedudukan di sisi Allah yang di atasnya tiada kedudukan lagi. Maka mohonkanlah kepada Allah, semoga Dia memberiku al-wasilah buat makhluk-Nya.

Hadis yang lain. 

رَوَى ابْنُ مَرْدَوَيْهِ أَيْضًا مِنْ طَرِيقَيْنِ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ بَحْرٍ: حَدَّثَنَا شَريك، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فِي الْجَنَّةِ دَرَجَةٌ تُدْعَى الْوَسِيلَةَ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوا لِي الْوَسِيلَةَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ يُسْكَنُ مَعَكَ؟ قَالَ: "عَلِيٌّ وَفَاطِمَةُ وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ".

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui dua jalur dari Abdul Hamid ibnu Bahr, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Di dalam surga terdapat suatu kedudukan yang disebut al-wasilah. Karena itu, apabila kalian memohon kepada Allah, mohonkanlah al-wasilah untukku. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang akan tinggal bersamamu?" Rasulullah Saw. bersabda:Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain.
Hadis ini garib lagi munkar bila dipandang dari segi ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepada kami Abu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Tarif, dari Ali ibnul Husain Al-Azdi maula Salim ibnu Sauban yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali ibnu Abu Talib berseru di atas mimbar Kufah, "Hai manusia, sesungguhnya di dalam surga terdapat dua mutiara, yang satu berwarna putih, dan yang lain berwarna kuning. Adapun mutiara yang kuning, letaknya sampai kepada halaman 'Arasy (berdekatan dengannya). Dan Maqamul Mahmud (kedudukan yang terpuji) adalah dari mutiara putih terdiri atas tujuh puluh ribu gurfah, setiap rumah luasnya tiga mil berikut semua gurfah, pintu-pintu, dan pelaminannya. Sedangkan para penduduknya berasal dari satu keturunan. Nama tempat tersebut adalah al-wasilah, diperuntukkan bagi Muhammad Saw. dan ahli baitnya. Dan di dalam mutiara yang kuning juga terdapat al-wasilah, khusus untuk Ibrahim a.s. dan ahli baitnya." Asar ini berpredikat garib sekali.

Dalil Tawasul Terjadi Sebelum Rosulullah SAW Diciptakan

Nabi Adam as adalah orang yang mula-mula tawasul dengan Nabi Muhammad SAW.

Imam Hakim an-Naisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ يَا رَبِّىْ إِنِّىْ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لِمَا غَفَرْتَ لِىْ، فَقَالَ اللهُ: يَا آدَمُ كَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أَخْلُقْهُ؟ قَالَ: يَا رَبِّى لِأَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِىْ بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأْسِىْ فَرَأَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوْبًا لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلَّا أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ، فَقَالَ اللهُ: صَدَقْتَ يَا آدَمُ إِنَّهُ لَأَحَبُّ الْخَلْقِ إِلَيَّ اُدْعُنِى بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلَا مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ۲/۶۱۵)

“Rasulullah  bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku”. Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum Aku ciptakan?” Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, ketika Engkau ciptakan diriku dengan kekuasaan-Mu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruh-Mu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis kalimat “Laa ilaaha illallaah muhamadur rasulullah” maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu dengan nama-Mu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai”. Allah menjawab: “Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu”. (HR. Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini adalah shahih dari segi sanadnya) 

Demikian juga pernyataan Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail An-Nubuwwah,Imam al-Qasthalany dalam kitabnya Al-Mawahib, 2/392, Imam Zarqani dalam kitab Syarkhu Al-Mawahib Laduniyyah, 1/62, Imam Subuki dalam kitabnyaShifa As-Saqam, dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khasais An-Nubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadits ini adalah shahih.

Tawassul Kepada Rasulullah Sebelum Menjadi Rasul

Dalam sebuah  hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dari sahabat Ibnu Abbas dinyatakan:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَتْ يَهُوْدُ خَيْبَرَ تُقَاتِلُ غَطَفَانَ فَكُلَّمَا الْتَقَوْا هَزَمَتْ يَهُوْدُ خَيْبَرَ فَعَاذَتِ الْيَهُوْدُ بِهٰذَا الدُّعَاءِ اللّٰهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِيْ وَعَدْتَنَا أَنْ تُخْرِجَهُ لَنَا فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ أَلَّا نَصَرْتَنَا عَلَيْهِمْ، قَالَ: فَكَانُوْا إِذَا الْتَقَوْا دَعَوْا بِهٰذَا الدُّعَاءِ فَهَزَمُوْا غَطَفَانَ فَلَمَّا بُعِثَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم كَفَرُوْا بِهِ فَأَنْزَلَ اللهُ وَقَدْ كَانُوْا يَسْتَفْتِحُوْنَ بِكَ يَا مُحَمَّدُ عَلَى الْكَافِرِيْنَ رواه الحاكم وقال وهو غريب 

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Yahudi Khaibar berperang dengan Kabilah Ghathafan. Setiap bertemu dalam peperang-an, orang Yahudi selalu lari dan meminta pertolongan dengan berdoa: “Kami meminta kepada-Mu dengan Haq (kedudukan) Muhammad seorang Nabi yang Ummi, yang Engkau janjikan kepada kami untuk diutus di akhir zaman, hendaklah Engkau menolong kami”. Maka setiap berperang, Yahudi Khaibar selalu berdoa dengan doa ini sehingga berhasil memukul mundur pasukan Ghathafan. Dan ketika Rasulullah diutus, mereka kufur terhadapnya. Kemudian Allah menurunkan ayat 89 surat al-Baqarah tersebut”. (HR. Hakim, dia mengatakan hadits ini asing)

Kendatipun al-Hakim menyebutkan bahwa riwayat ini adalah ghorib (asing) yang tergolong hadis perorangan (الأحد), namun banyak ahli tafsir yang menjadikannya sebagai asbab al-nuzul (sebab turun) dari ayat di atas sepertial-Razi dalam tafsir kabir Mafatih al-Ghaib, al-Zamakhsyari dalam al-Kasyafdan sebagainya. Bahkan  Abu Abdurrahman Muqbil, setelah mengutip riwayat ini dari Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, berkata:

وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ فَإِنَّ ابْنَ إِسْحَاقَ إِذَا صَرَّحَ بِالتَّحْدِيْثِ فَحَدِيْثُهُ حَسَنٌ كَمَا ذَكَرَهُ الْحَافِظُ الذَّهَبِيُّ فِي الْمِيْزَانِ.

“Hadits ini adalah hadits Hasan. Sebab apabila Ibnu Ishaq menjelaskan tentang hadits, maka haditsnya berstatus Hasan, sebagaimana disebutkan oleh al-Hafidz al-Dzahabi dalam kitab al-Mizan”. (Al-Shahih al-Musnad min Asbab al-Nuzul, I/22)

Berikut ini adalah pernyataan al-Razi dan Zamakhsyari tentang ayat di atas:

أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالٰى (وَكَانُواْ مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوْا) فَفِي سَبَبِ النُّزُوْلِ وُجُوْهٌ أَحَدُهَا أَنَّ الْيَهُوْدَ مِنْ قَبْلِ مَبْعَثِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَنُزُوْلِ الْقُرْآنِ كَانُوْا يَسْتَفْتِحُوْنَ أَيْ يَسْأَلُوْنَ الْفَتْحَ وَالنُّصْرَةَ وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ اللّٰهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا وَانْصُرْنَا بِالنَّبِيِّ الْأُمِّيِّ تفسير الرازي مفاتيح الغيب ۳/۱۶۴

“Sebab turunnya ayat ini (al-Baqarah 89) ada banyak versi, salah satunya bahwa Yahudi sebelum diutusnya Nabi Muhammad dan turunnya Al Quran, senantiasa meminta kemenangan dan pertolongan. Mereka berkata: “Ya Allah. Berilah kami kemenangan dan pertolongan dengan Nabi yang Ummi (Muhammad)”. (Tafsir al-Razi, III/164)

(يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوْا) يَسْتَنْصِرُوْنَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ إِذَا قَاتَلُوْهُمْ قَالُوْا اللّٰهُمَّ انْصُرْنَا بِالنَّبِيِّ الْمَبْعُوْثِ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ الَّذِيْ نَجِدُ نَعْتَهُ وَصِفَتَهُ فِي التَّوْرَاةِ تفسير الكشاف للزمخشري ۱/۱۶۴

“Yahudi meminta pertolongan dalam menghadapi kaum musyrikin. Saat berperang Yahudi berdoa: “Ya Allah. Tolonglah kami dengan seorang Nabi yang akan diutus di akhir zaman yang telah kami temukan ciri-ciri dan sifatnya dalam Taurat”. (Tafsir al-Kasyaf, I/164)

Di dalam hadits yang shahih ini ada petunjuk atau dalil, bahwa setiap orang disamping boleh berdoa (memohon) kepada Allah secara langsung, boleh juga boleh juga mengunakan perantara orang-orang yang dicintai Allah yang dijadikan oleh-Nya sebagai sebab terpenuhinya hajat hamba-hambanya.

أن قتادة نعمان أصيب بسهم في عينه عند يوم أحد فسالت على خدّه فجاء إلى رسول الله وقال عيني يارسول الله فخيره بين الصبر وبين أن يدعو له فاختار الدعاء فردّها عليه السلام بيده الشريفة إلى موضعها فعادت كما كانت

Sesungguhnya Qotadah bin Nu'man pada waktu perang Uhud matanta terkena panah sampai keluar ke pipinya, lalu dating kepada Nabi SAW dan berkata: "mataku Ya Rasulullah." Beliau memberinya pilihan antara sabar dengan sakit pada matanya itu dan beliau berdoa untuk kesembuhannya. Qotadah memilih agar Rasulullah menyembuhkannya melalui doa.Kemudian beliau mengembalikan mata Qotadah ke tempatnya semula dengan mata beliau yang mulia sehingga kembali normal seperti semula."

Ternyata tawassul tidak hanya diperbolehkan saja, namun pernah diajarkan oleh Rasulullah yang berarti menunjukkan makna sunnah. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut ini:

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ  أَنَّ رَجُلاً ضَرِيْرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِيْ دُعَاءً أَدْعُوْ بِهِ يَرُدُّ اللهُ عَلَيَّ بَصَرِيْ، فَقَالَ لَهُ قُلِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلٰى رَبِّيْ أَللّٰهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِيْ فِيْ نَفْسِيْ فَدَعَا بِهٰذَا الدُّعَاءِ فَقَامَ وَقَدْ أَبْصَرَ

“Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta datang kepada Rasulullah  berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya sebuah doa yang akan saya baca agar Allah mengembalikan penglihatan saya”. Rasulullah berkata: “Bacalah doa (artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah bisa melihat”. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak).

Beliau mengatakan bahwa hadits ini adalah shahih dari segi sanad walaupun Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadits ini adalah shahih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa'wat mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan shahih gharib. 

Dalam riwayat Turmudzi disebutkan bahwa Utsman berkata: “Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar”. 

Imam Mundziri dalam kitabnya at-Targhib Wa at-Tarhib, 1/438, mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shahihnya).

Ada dua hal yang dapat diambil kesimpulan dari hadits ini, bahwa:

1.      Doa tersebut memang benar-benar dibaca oleh orang yang buta, bukan didoakan oleh Rasulullah . Sementara Nasiruddin al-Albani (ulama Wahhabi) berpendapat bahwa orang buta tadi sembuh karena didoakan oleh Rasulullah. Pendapat ini sama sekali tidak ada dasarnya dan bertentangan dengan riwayat al-Hakim diatas. Hal ini dikarenakan setelah al-Albani tidak mampu melemahkan hadits ini secara sanad, lantas al-Albani dan kelompoknya berupaya untuk mengaburkan makna teks hadits tersebut dengan menyatakan bahwa doa itu dibacakan oleh Rasulullah. Hali itu dilakukan karena ia telah terlanjur melarang tawassul, sehingga ia memalingkan makna hadits di atas dengan berdasarkan nafsunya.

2.      Rasulullah mengajarkan doa bertawassul dengan menyebut nama beliau di atas tidak hanya berlaku bagi orang buta tersebut dan di masa Rasul hidup saja, sebab Rasulullah tidak membatasinya. Dan seandainya tawassul setelah Rasulullah wafat dilarang, maka sudah pasti Rasulullah akan melarangnya dan menyatakan bahwa doa ini hanya boleh dibaca oleh orang buta tersebut ketika Rasul masih hidup, sebagaimana dalam masalah penyembelihan hewan qurban yang hanya dikhususkan kepada Abu Burdah saja, yaitu sabda Rasulullah :

ضَحِّ بِالْجَذَعِ مِنَ الْمَعْزِ وَلَنْ تَجْزِئَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ رواه البخارى ومسلم عن أبى سعيد الخذرى

“Sembelihlah kambing usia satu tahun itu, dan hal itu tidak berlaku lagi bagi orang lain selain kamu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa'id al-Khudri)
Tawassul Kepada Rasulullah Setelah Wafat

Walaupun Rasulullah  wafat, umat Islam meyakini bahwa Rasulullah tetap bisa mendoakan kepada umatnya. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits:

قَالَ صلى الله عليه وسلم حَيَاتِي خَيْرٌ وَمَمَاتِيْ خَيْرٌ لَكُمْ فَإِذَا أَنَا مُتُّ كَانَتْ وَفَاتِيْ خَيْرًا لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ فَإِنْ رَأَيْتُ خَيْرًا حَمِدْتُ اللهَ تَعَالٰى وَإِنْ رَأَيْتُ شَرًّا اِسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ رواه ابن سعد عن بكر بن عبد الله مرسلا

“Hidupku lebih baik dan matiku juga lebih baik bagi kalian. Jika aku wafat maka kematianku lebih baik bagi kalian. Amal-amal kalian diperlihatkan kepadaku. Jika aku melihat amal baik, maka aku memuji kepada Allah. Dan jika aku melihat aml buruk, maka aku mintakan ampunan bagimu kepada Allah”. (HR. Ibnu Sa’d dari Bakar bin Abdullah secara mursal)

Terkait penilaian hadits ini al-Munawi berkata:

وَرَوَاهُ الْبَزَّارُ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ الْهَيْثَمِي وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيْحِ فيض القدير شرح الجامع الصغير ۳/۵۳۲

“Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Ibnu Mas’ud. Al-Haitsami berkata: “Perawinya adalah perawi-perawi yang sahih”. (Faidl al-Qadir Syarah al-Jami’ al-Shaghir, III/532)

Oleh karena itu, banyak para sahabat yang mengajarkan tawassul kepada Rasulullah  setelah beliau wafat, seperti Utsman bin Hunaif, Bilal bin Haris al-Muzani, Aisyah dan lain-lain. Bahkan penjelasan bahwa orang-orang tertentu (masih hidup) meskipun telah wafat, dijelaskan langsung oleh Allah dalam al-Quran:

وَلَا تَقُوْلُواْ لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ البقرة: ۱۵۴

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (Al-Baqarah:154)

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ ﴿أل عمران ۱۶۹﴾

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki”. (Ali Imran 169)

Imam al-Baihaqi dan Ibnu abi Syaibah dengan sanad yang shohih:

"Sesungguhnya orang-orang pada masa kholifah Umaar banal-Khottob ra tertimpa paceklik karena kekurangan hujan. Kemudian Bilal bin al-Harits ra dating ke kuburan Rasulullah SAW dan berkata: "Ya rasulullah, mintakanlah hujjah untuk umatmu karena mereka telah binasa." Kemudian ketika Bilal tidur didatangi oleh Rasulullah SAW dan berkata: datanglah kepada Umar dan sampaikan salamku kepadanya dan beritahukan kepada mereka, bahwa mereka akan dituruni hujan. Bilal lalu dating kepada kholifah Umara dan menyampaikan berita tersebut. Umar menangis dan orang-orang dituruni hujan."

Di mana letak penggunaan dalil hadits tersebut? Letak penggunaan dalil dari hadits tersebut adalah perbuatan Bilal bin Al-Harits, seorang sahabat Nabi SAW yang tidak diprotes oleh kholifah Umar maupun sahabat-sahabat Nabi lainnya. Imam ad-Darimi juga mentakhrij sebuah hadits:

إن أهل المدينة قحطوا قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة رضي الله عنها فقالت انظروا إلى قبر النبيّ صلى الله عليه وسلّم فاجعلوا منه كوى إلى السماء حتى يكون بيبه وبين السماء سقف ففعلوا فمطروا مطرا شديدا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتي تفتقن فيسمّى عام الفتقة

"Sesungguhnya penduduk Madinah mengalami paceklik yang amat parah, karena langka hujan. Mereka mengadu kepada Aisyah ra dan ia berkata: "lihatlah kamu semua ke kuburan Nabi SAW lalu buatlah lubang terbuka yang mengarah ke arah langit, sehingga antara kuburan beliau dan langit tidak ada atap yang menghalanginya. Meeka melaksanakan perintah Aisyah, kemudian mereka dituruni hujan yang sangat deras, hingga rumput-rumput tumbuh dan unta menjadi gemuk."

Imam Malik telah memberi anjuran tawasul kepada Khalifah al-Mansur, yaitu ketika ia ditanya oleh kholifah yang sedang berada di masjid Nabawi:

Saya sebaiknya menghadap kiblat dan berdo'a atau menghadap Nabi SAW?"

Imam Malik berkata kepada kholifah,  "Mengapa engkau memalingkan wajahmu dari beliau, padahal beliau adalah wasilahmu dan wasilah bapakku Nabi Adam as.kepada Allah SWT. Menghadaplah kepada beliau dan mohonlah pertolongan dengannya, Allah akan memberinya pertolongan dalam apa yang engkau minta."

Dalil Tawasul kepada Rosulullah SAW Sepanjang Masa

Allah swt berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah atau patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS. Al-Maidah-35). 

Berkata Imam Ibn Katsir menafsirkan ayat ini : يف ةلزنم ىلعأ ىلع ملع :اًضيأ ةليسولاو ،دوصقملا ليصحت ىلإ اهب لصوتي يتلا يه :ةليسولاو ىلإ ةنجلا ةنكمأ برقأ يهو ،ةنجلا يف هرادو ملسو هيلع للا ىلص للا لوسر ةلزنم يهو ،ةنجلا لاق :لاق للا دبع نب رباج نع ،رِدَكنُملا نب دمحم قيرط نم ،يراخبلا حيحص يف تبث دقو ،شرعلا ةلصلاو ،ةماتلا ةوعدلا هذه بر مهللا :ءادنلا عمسي نيح لاق نم“ :ملسو هيلع للا ىلص للا لوسر موي ةعافشلا هل ْتَّلَح لإ ،هتدعو يذلا ادومحم اًماقم هثعباو ،ةليضفلاو ةليسولا اًدمحم تآ ،ةمئاقلا ةمايقلا”. ل لا دبع نع ،ريبُج نب نمحرلا دبع نع ،ةمقلع نع بعك ثيدح نم :ملسم حيحص يف رخآ ثيدح ام لثم اولوقف نذؤملا متعمس اذإ“ :لوقي ملسو هيلع للا ىلص يبنلا عمس هنأ صاعلا نب ورمع نب ،ةليسولا يل للا اولس مث ،اًرشع اهب هيلع للا ىلص ةلص ّيلَع ىلص نم هنإف ،ّيلَع اوُّلص مث ،لوقي ةليسولا يل لأس نمف ،وه انأ نوكأ نأ وجرأو ،للا دابع نم دبعل لإ يغبنت ل ،ةنجلا يف ةلزنم اهنإف 1( ”.ةعافشلا هيلع ْتًّلَح) ؛ةريره يبأ نع ،بعك نع ،ثْيَل نع ،نايفس انربخأ ،قازرلا دبع انثدح :دمحأ ماملا لاق :رخآ ثيدح ،للا لوسر اي :ليق .”ةليسولا يل اوُلَسَف ّيلَع متيلص اذإ“ :لاق ملسو هيلع للا ىلص للا لوسر نأ وه انأ نوكأ نأ وجرأو )2( دحاو ٌلُجَر لإ اهلاني ل ،ةنجلا يف ةجرد ىَلْعأ“ :لاق ؟ةليسولا امو 

Wasilah adalah sesuatu yang menjadi perantara untuk mendapatkan tujuan, dan merupakan perantara pula ilmu tentang setinggi tinggi derajat, ia adalah derajat mulia Rasulullah saw di Istana beliau saw di sorga. Dan itu adalah tempat terdekat di sorga ke Arsy, dan telah dikuatkan pada Shahih Bukharidari jalan riwayat Muhammad bin Al Munkadir, dari Jabir bin Abdillah ra, sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yang berdoa ketika mendengar seruan (adzan) :Wahai Alla Tuhan Pemilik Dakwah ini Yang Maha Sempurna, dan shalat yang didirikan, berilah Muhammad perantara dan anugerah, dan bangkitkanlah untuk beliau saw derajat yang terpuji yang telah Kau Janjikan pada beliau saw, maka telah halal syafaat dihari kiamat”.

Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliki memberikan komentar tentang ayat ini: Bahwa yang dimaksud dengan الوسيلةdalam ayat ini adalah setiap sesuatu yang dijadikan pendekatan/perantara kepada Alloh SWT lebih lanjut ia menjelaskan :

وَلَفْظُ اْلوَسِيْلَةِ عَامٌ فِى اْلآيَهِ كَمَا تَرَى فَهُوَ شَامِلٌ لِلتَّوَاسُلِ بِاالذَّوَاتِ اْلفَاضِلَةِ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ وَالصَّالحِيِْنَ فِى اْلحَيَاةِ وَبَعْدَ اْلمَمَاتِ وَباِلْاتِيْاَنِ بِاْلاَعْمَالِ الصَّالِحَةِ عَلَى اْلوَجْهِ اْلمَأْمُوْرِ بِهِ وَلِلتَّوَاسُلِ بِهَا بَعْدَ وُقُوْعِهَا. 

Seperti yang kamu ketahui bahwa lafal الوسيلة pada ayat diatas bersifat umum yang memungkinkan artinyaberwasilah dengan dzat-dzat yang utama seperti para Nabi, orang-orang soleh,baik dalam masa hidup mereka maupun sudah mati juga memungkinka diartikan berwasilah dengan amal-amal soleh dengan menjalankan amal-amal soleh itu dan dijadikan perantara untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.

Dalam Tafsir Shawi dijelaskan:

وَيَصِحُّ اَنَّ اْلمُرَادَ بِالتَّقْوَى اِمْتتَِالُ اْلمَأْمُوْرَاتِ الْوَاجِبَةِ وَتَرْكُ اْلمَنْهِيَّاتِ اْلمُحَرَّمَةِ وّابْتِغَاءِالْوَسِيْلَةَ مَايُقِرُّبِهِ اِلَيْهِ مُطْلَقًا، وَمِنْ جُمْلَةِ ذَلِكَ مَحَبَّةُاَنْبِيَاءِ اللهِ تَعَلَى وَاَوْلِيَائِهِ وَالصَّدَقَاتِ وَزِيَارَةِ اَحْبَابِ اللهِ وَكَشْرَةِ الدُّّعَاءِ وَصِلَةِ الرَّحِمِ وَكَشْرَةِ الذِّكْرِ وَغَيْرِذَلِكَ.فَالْمَعْنَ​ ى كُلُّ مَا يُقَرِّ بُكُمْ اِلَى اللهِ فَالْزَمُوْهُ وَاتْرُكُوْامَا يُبْعِدُكُمْ عَنْهُ اِذَاعَلِمْتَ ذَلِكَ. فَمِنَ الضَّلَالِ اْلمُِيْن وَالْخُسْرَانِ الظَّاهِرِ يَكْفِيْرُ الْمُسْلِمِيْنَ بِزِيَارَةِ أَوْلِيَاءِ اللهِ زَاعِمِيْنَ اَنَّ زِيَارَتَهُمْ مِنْ عِبَادَةِ غَيْرِ اللهِ كَلَّا بَلْ هِيَ مِنْ جُمْلَةِ الْمَحْبَةِ فِى اللهِ الَّتِى قَالَ فِيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلَا لَا اِيْمَانَ لِمَنْ لَا مَحَبَّةَ لَهُ، وَالْوَسِيْلَةِ لَهُ الَّتِى قَالَ اللهُ فِيْهَا: وَابْتَغُواْ اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ:.اھ ΅

Yang dimaksud dwngan taqwa yaitu menjalankan perintah-perintah yang wajib dan menjauhi larangan-larangan yang diharamkan juga mencari perantara untuk mendekatkan kepada Alloh, secara mutlak. Dan termasuk di dalamnya adalah mencari para Nabi, wali-wali Alloh, sodaqoh, menziarahi kekasih-kekasih Alloh, memperbanyak do’a, silaturahim, memperbanyak dzikir dan lain sebagainya. Artinya menjalankan sasuatu yang dapat menjauhkan kita dari Alloh . Maka sesuatu yang dapat mendekatkan kita kepada Alloh dan meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhkan kita dari Alloh. Maka suatu kesesatan yang jelas dan kerusakan yang jelas juga bila mengkairkan orang-orang yang berziarah kemakam-makam wali Al;loh dengan menganggap bahwa ziarah adalah sirik. Padahal ziarah itu sebagian bentuk mahabbah kepada Alloh seperti yang Rosululloh sabdakan” tiadakah iman bagi orang yang tidak mempunyai perantara kepada Alloh sp yang Alloh Firmankan: Carilah perantara untuk menuju Alloh.” 

‎Shahabat Mengajarkan Tawassul

1.      Utsman bin Hunaif

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ  أَنَّ رَجُلاً كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ  فِيْ حَاجَتِهِ وَكَانَ عُثْمَانُ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ وَلَا يَنْظُرُ فِيْ حَاجَتِهِ فَلَقِيَ ابْنَ حُنَيْفٍ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَيْهِ فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ ائْتِ الْمِيْضَأَةَ فَتَوَضَّأْ ثُمَّ ائْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيَقْضِيْ لِيْ حَاجَتِيْ وَتَذْكُرُ حَاجَتَكَ حَتَّى أَرْوَحَ مَعَكَ، فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ فَصَنَعَ مَا قَالَ لَهُ ثُمَّ أَتَى بَابَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ  فَجَاءَهُ الْبَوَّابُ حَتَّى أَخَذَ بِيَدِهِ فَأَدْخَلَهُ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطِّنْفِسَةِ فَقَالَ حَاجَتُكَ فَذَكَرَ حَاجَتَهُ وَقَضَاهَا لَهُ رواه الطبرانى فى المعجم الكبير والبيهقى في دلائل النبوة

“Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif (perawi hadis yang menyaksikan orang buta bertawassul kepada Rasulullah) bahwa ada seorang laki-laki datang kepada (Khalifah) Utsman bin Affan untuk memenuhi hajatnya, namun sayidina Utsman tidak menoleh ke arahnya dan tidak memperhatikan kebutuhannya. Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan mengadu kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air wudlu' kemudian masuklah ke masjid, salatlah dua rakaat dan bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar hajatku dikabukan. Sebutlah apa kebutuhanmu”. Lalu lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman bin Hunaif dan ia memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan. Maka para penjaga memegang tangannya dan dibawa masuk ke hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan di tempat duduk. Utsman bin Affan berkata: Apa hajatmu? Lelaki tersebut menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan permasalahannya”. (HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah)

Ulama Ahli hadits al-Hafidz al-Haitsami berkata:

وَقَدْ قَالَ الطَّبْرَانِيُّ عَقِبَهُ وَالْحَدِيْثُ صَحِيْحٌ بَعْدَ ذِكْرِ طُرُقِهِ الَّتِيْ رَوٰى بِهَا مجمع الزوائد ومنبع الفوائد ۲/۵۶۵

“Dan sungguh al-Thabrani berkata (setelah al-Thabrani menyebut semua jalur riwayatnya): Riwayat ini sahih”. (Majma’ al-Zawaid, II/565)

Perawi hadits ini, Utsman bin Hunaif, telah mengajarkan tawassul kepada orang lain setelah Rasulullah  wafat. Dan kalaulah tawassul kepada Rasulullah dilarang atau bahkan dihukumi syirik maka tidak mungkin seorang sahabat akan mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Rasulullah , karena ia hidup di kurun waktu terbaik, yaitu sebagai sahabat Nabi.

Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki berkata:

هَذِهِ الْقِصَّةُ صَحَّحَهَا الْحَافِظُ الطَّبْرَانِيُّ وَالْحَافِظُ اَبُوْ عَبْدِ اللهِ الْمَقْدِسِيِّ وَنَقَلَ ذَلِكَ التَّصْحِيْحَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ وَالْحَافِظُ نُوْرُ الدِّيْنِ الْهَيْثَمِيُّ كلمة فى التوسل ۷

“Kisah ini disahihkan oleh al-Hafidz al-Thabrani dan al-Hafidz Abu Abdillah al-Maqdisi, dikutip oleh al-Hafidz al-Mundziri dan al-Hafidz Nuruddin al-Haitsami”.(Kalimat fi al-Tawassul, 7)

Ibnu Taimiyah mengutip doa tawassul seperti diatas dan ia mengatakan bahwa ulama salaf membacanya, yaitu:

رَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِيْ كِتَابِ مُجَابِي الدُّعَاءِ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ هَاشِمٍ سَمِعْتُ كَثِيْرَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ كَثِيْرِ بْنِ رِفَاعَةَ يَقُوْلُ جَاءَ رَجُلٌ إلَى عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيْدِ بْنِ أَبْجَرَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ بِكَ دَاءٌ لَا يَبْرَأُ. قَالَ مَا هُوَ؟ قَالَ الدُّبَيْلَةُ. قَالَ فَتَحَوَّلَ الرَّجُلُ فَقَالَ اللهَ اللهَ اللهَ رَبِّيْ لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا اللّٰهُمَّ إنِّيْ أَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ صلى الله عليه وسلم تَسْلِيْمًا يَا مُحَمَّدُ إنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ وَرَبِّيْ يَرْحَمُنِيْ مِمَّا بِيْ. قَالَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ قَدْ بَرِئَتْ مَا بِكَ عِلَّةٌ. قُلْتُ فَهَذَا الدُّعَاءُ وَنَحْوُهُ قَدْ رُوِيَ أَنَّهُ دَعَا بِهِ السَّلَفُ وَنُقِلَ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ فِيْ مَنْسَكِ الْمَرْوَذِيِّ التَّوَسُّلُ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي الدُّعَاءِ وَنَهَى عَنْهُ آخَرُوْنَ مجموع الفتاوى ۱/۲۶۴ وقاعدة جليلة في التوسل والوسيلة ۲/۱۹۹

“Ibnu Abi al-Dunya meriwayatkan dari Katsir bin Muhammad, Ada seorang laki-laki datang ke Abdul Malik bin Said bin Abjar. Abdul Malik memegang perutnya dan berkata: “Kamu mengidap penyakit yang tidak bisa disembuhkan”. Lelaki itu bertanya: “Penyakit apa?” Ia menjawab: “Penyakit dubailah (semacam tumor dalam perut)”. Kemudian laki-laki tersebut berpaling dan berdoa: “Allah Allah Allah.. Tuhanku, tiada suatu apapun yang yang menyekutuinya. Ya Allah, saya menghadap kepadaMu dengan nabiMu Muhammad Nabi yang rahmah Saw. Wahai Muhammad saya menghadap pada Tuhanmu denganmu (agar) Tuhanku menyembuhkan penyakitku”. Lalu Abdul Malik memegang lagi perutnya dan ia berkata: “Penyakitmu telah sembuh”. Saya (Ibnu Taimiyah) berkata: “Doa semacam ini diriwayatkan telah dibaca oleh ulama salaf, dan diriwayatkan dari Ahmad bin Hanbal dalam al-Mansak al-Marwadzi bahwa beliau bertawassul dengan Rasulullah dalam doanya. Namun ulama yang lain melarang tawassul”.(Majmu' al-Fatawa, I/264, dan al-Tawassul wa al-Wasilah, II/199)

2.      Bilal bin Haris al-Muzani

وَرَوَى اِبْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ مِنْ رِوَايَةِ أَبِيْ صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ مَالِك الدَّارِيِّ - وَكَانَ خَازِنَ عُمَرَ - قَالَ أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِيْ زَمَنِ عُمَرَ فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِسْتَسْقِ لِأُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوْا فَأَتَى الرَّجُلَ فِيْ الْمَنَامِ فَقِيْلَ لَهُ اِئْتِ عُمَرَ ... الْحَدِيْثَ. وَقَدْ رَوَى سَيْفٌ فِي الْفُتُوْحِ أَنَّ الَّذِيْ رَأَى الْمَنَامَ الْمَذْكُورَ هُوَ بِلَالُ بْنُ الْحَارِثِ الْمُزَنِيُّ أَحَدُ الصَّحَابَةِ ابن حجر فتح الباري ۳/۴۴۱ وابن عساكر تاريخ دمشق ۵۶/۴۸۹

“Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan hadis dengan sanad yang sahih dari Abi Shaleh Samman, dari Malik al-Dari (Bendahara Umar), ia berkata: Telah terjadi musim kemarau di masa Umar, kemudia ada seorang laki-laki (Bilal bin Haris al-Muzani) ke makam Rasulullah Saw, ia berkata: Ya Rasullah, mintakanlah hujan untuk umatmu, sebab mereka akan binasa. Kemudian Rasulullah datang kepada lelaki tadi dalam mimpinya, beliau berkata: Datangilah Umar…. Saif meriwayatkan dalam kitab al-Futuh lelaki tersebut adalah Bilal bin Haris al-Muzani salah satu Sahabat Rasulullah”. (Ibnu Hajar, Fathul Bari, III/441, dan Ibnu 'Asakir, Tarikh Dimasyqi, 56/489)

Bentuk tawassul dalam riwayat ini adalah seruan memanggil nama Rasulullah dan meminta pertolongan kepada beliau. Sementara menurut al-Albani dan aliran Wahhabi, menyeru kepada orang yang telah meninggal dihukumi syirik. Padahal umat Islam senantiasa berseru kepada Rasulullah  setiap kali melakukan tachiyat dalam salat:

السَّلَامُ عَلَيْك أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أخرجه ابن ماجه ۹۰۲ والنسائي ۲/۲۴۳ قال الدارقطني والبيهقي إسناده صحيح

“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah atas dirimu wahai Nabi. Dan semoga keselamatan atas kami serta para hamba yang salih”.‎

3.      Aisyah Istri Rasulullah‎

حَدَّثَنَا أَبُوْ النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا سَعِيْدُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَالِكٍ النُّكْرِي حَدَّثَنَا أَوْسُ بْنُ عَبْدِ اللهِ قُحِطَ أَهْلُ الْمَدِيْنَةِ قَحْطاً شَدِيْداً، فَشَكَوْا إِلَى عَائِشَةَ فَقَالَتْ انْظُرُوْا قَبْرَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَاجْعَلُوْا مِنْهُ كِوًى إِلَى السَّمَاءِ حَتَّى لَا يَكُوْنَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ السَّمَاءِ سَقْفٌ. قَالَ فَفَعَلُوْا فَمُطِرْنَا مَطَراً حَتَّى نَبَتَ الْعُشْبُ وَسَمِنَتِ الْإِبِلُ حَتَّى تَفَتَّقَتْ مِنَ الشَّحْمِ فَسُمِّىَ عَامَ الْفَتْقِ رواه الدارمي

“Dari Aus bin Abdullah: “Suatu hari kota Madinah mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madinah ke Aisyah (janda Rasulullah ) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: “Lihatlah kubur Nabi Muhammad lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung”, lantas mereka pun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk”. (HR. Imam Darimi)

Kitab Musnad as-Shahabah menjelas-kan status atsar di atas sebagai berikut: 

قَالَ الشَّيْخُ حُسَيْنٌ أَسَدٌ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ وَهُوَ   مَوْقُوْفٌ  عَلَى  عَائِشَةَ  مسند الصحابة في الكتب التسعة ۱۳/۷۶

“Syaikh Husain berkata: “Perawinya adalah orang-orang terpercaya”. Riwayat tersebut bersumber dari Aisyah”. (Musnad al-Shahabat, XIII/76)

Dalil Bertawassul dengan Wali Allah SWT dan Shalihin

Tawasul dengan walinya Allah SWT artinya menjadikan para kekasih Allah sebagai perantara menuju kepada Allah SWT dalam mencapai hajat, karena kedudukan dan kehormatan di sisi Allah yang mereka miliki, disertai keyakinan bahwa mereka adalah hamba dan makhluk Allah SWT yang dijadikan oleh-Nya sebagai lambang kebaikan, barokah, dan pembuka kunci rahmat. 

Pada hakekatnya, orang yang bertawasul itu tidak meminta hajatnya dikabulkan kecuali kepada Allah SWT dan tetap berkeyakinan bahwa Allah-lah yang maha memberi dan Maha Menolak. Bukan yang lain-Nya. Ia menuju kepada Allah SWT.dan orang-orang yang dicintai Allah SWT, karena mereka lebih dekat kepada-Nya, dan Dia menerima doa mereka dan syafaatnya karena kecintaan-Nya. Allah SWT,mencintai orang-orang yang baik dan orang-orang yang bertaqwa.  Dalam hadits qudsi disebutkan:

ولا يزال عبدي يتقرّب إليّ بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذى سمع به وبصره الذى يبصر به ويده التى يبطش بها ورجله الذى يمشى بها ولئن سألني لأعطيته ولئن استعاذني لأعيذنه

Hambaku tidak henti-hentinya mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunah, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan penglihatannya yang ia melihat dengannya, tangannya, dan penglihatannya yang ia melihat dengannya, kakinya yang ia berjalan dengannya. Apabila ia memohon kepada-Ku, maka aku berinya, dan jia meminta perlindungan, maka Aku berinya perlindungan." (HR. Imam al-Bukhori).  
Dalam Kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari (bukan karya Ibnu Hajar ) tetapi yang karyanya Imam Zainuddin Abdurrahman bin Ahmad bin Rojab al-Hanbali hal. 9-10 cet. Dar Kutub Ilmiyah Beirut Lebanon.

Abu Ali Al Ghissani berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Fatah Nasr bin Hasan Assikty Samarkand-ketika beliau tiba di desa kami Lansiyah pada tahun 440-460 H, dia menuturkan:

Pada suatu tahun, paceklik kemarau panjang tak ada hujan telah melanda kami di daerah Samarkand. Orang orang telah memohon hujan berkali kali, namun tak kunjung hujan. Kemudian datanglah seorang lelaki sholih yang sudah populer ke sholihannya menemui hakim agung desa Samarkand, kemudian dia berkata:

“Aku mempunyai sebuah pendapat, yang hendak aku kemukakan kepada anda!”

Hakim agung itu berkata:”Oh ya, apa itu?”

Dia berkata:

”Aku mempunyai gagasan, bagaimana jika engkau keluar bersama orang orang menuju kuburan nya Imam Muhammad bin ismail Al Bukhari dan kuburan nya itu ada di desa Khartank. Kita disana memohon (kepada Allah) di sisi kuburan nya imam bukhari, siapa tahu Allah menurunkan hujan untuk kita.

Kemudian hakim agung itu berkata:”Baiklah, aku akan melaksanakan pendapatmu itu!”

Maka keluarlah sang hakim agung itu bersama orang orang (menuju kuburan imam bukhari-pent) dan dia memohon turun hujan bersama orang orang nya dan orang orang itu menangis di   sisi kuburannya imam bukhari, dan mereka memohon syafaat (tawasul-menjadikan perantara) DENGAN si empunya kuburan itu sehingga kemudian Allah swt mengutus langit untuk membawa air hujan yang lebat sekali. Akibatnya mereka orang orang (rombongannya hakim agung-pent) berdiam diri tinggal di desa Khartank sekitar seminggu lebih. Tak satupun dari mereka bisa sampai kembali ke desa Samarkand karena terus menerusnya hujan deras tersebut, sedangkan jarak tempuh antara Khartank dan Samarkand adalah + 3 mil.

Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW bertawassul supaya Umar jangan lupa untuk menyertakan Rasulullah dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah.

عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اِسْتَأْذَنْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلعُمْرَةِ فَأذِنَ لىِ وَقَالَ: لاَتَنْسَنَا يَااُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَايَسُرُّنِى اَنَّ لىِ بِهَاالدُّنْيَا. وَفِى رِوَايَةِ قَالَ اَشْرِكْنَا يَااُخَىَّ فِى دُعَائِكَ. رواه ابوداود والترمذى

“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda:sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Sandaran lain untuk tawassul jenis ini seperti dalam kitab Sahhihul Bukhari jilid I, bahwa Sayyidina Umar Ibnul Khattab bertawassul dengan Rasulullah dan Sahabat Abbas ketika musim paceklik, sebagaimana disebutkan berikut ini:

عَنْ أَنَسٍ اَنَّ عُمَرَابْنَ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ كاَنَ اِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقىَ بِالعَبَّاسِْبنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ فَقَالَ: الَّلهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا, قَالَ: فَيُسْقَوْنَ. رواه البخارى

“Dari sahabat Anas; bahwasannya Umar Ibnul Khattab r.a. apabila dalam keadaan paceklik (kekeringan) ia memohon hujan dengan wasilah Sahabat Abbas Ibn Abdil Muthalib, maka berdo’a sayyidina Umar : Yaa Allah sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau dengan wasilah paman Nabi kami (Sahabat Abbas) maka berilah kami hujan, berkata Sayyidina Umar kemudian diturunkan hujan”. (HR Bukhari)

Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan do’a diterima Allah SWT. Sebab, seluruhnya juga adalah haq Allah, seperti disebutkan berikut ini:

لاَمَانِعَ لمِاَ أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لمِاَ مَنَعْتَ

“Tiada ada yang mencegah kalau Allah mau memberi, dan tidak ada yang bisa memberi kalau Allah mencegahnya.”

قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ, اَللهُ الصَّمَدُ

“Katakanlah Dia Allah yang Maha Esa dan Allah tempat meminta.”

Dalam kitab Al-Kabir wal Awsath Al-Imam Thabrani meriwayatkan sejarah Fathimah binti Asad Ibu Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika wafat, Rasulullah SAW yang menggali kuburan dan membuang tanahnya dengan tangan beliau. Maka tatkala selesai, Rasulullah masuk ke kubur tadi dan berbaring sambil berdo’a :

اَللهُ الَّذِى يحُىِْ وَيمُيِتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَيَمُوْتُ اغْفِرْ لأُِ مّىِ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْ خَلَهَا ِبحَقّ ِنَبِيّكَ وَاْلأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِى فَاءِنَّكَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ وَكَبَّرَأَرْبَعًا وَاَدْخَلُوْ هَا هُوَ وَاْلعَبَّاسُ وَاَبُوْ بَكْرٍ الّصِدّيِقِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ

“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dia yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.” (HR Thabrani).

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari shahabat Anas. Lalu, diriwayatkan pula Ibnu Abi Syaibah dari shahabat Jabir, dan diriwayatkan pula Ibnu Abdul Barr dari shahbat Ibnu Abbas.

Dengan demikian, bertawassul dengan berdo’a dan mempergunakan wasilah, baik dengan iman, amal shaleh dan dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT jelas tidak disalahkan oleh agama bahkan dibenarkan. Lalu, bertawassul bukan berarti meminta kepada yang dijadikan wasilah, tetapi memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima do’a para pemohonnya. Selanjutnya, bertawassul dengan wasilah yang disenangi Allah, atau berdo’a dengan menyebut sesuatu yang disenangi Allah, tentu Allah akan menyenangi kita, dan meridloinya. Maka apa yang disenangi Allah, seyogyanya disebut dalam do’a

Imam Bukhori juga meriwayatkan hadist tentang tawasulnya sahabat umar bin khatab ketika melakukan shalat istis’qo :

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ اِذَاقَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعِبَاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ الَّلَهُمَّ اِنَا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِناَّ نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِعَمَّ نَبِيِّناَ فاَسْقِناَ قاَلَ فَيُسْقَوْنَ (رواه البخارى،٩٥٤)

Dari Anas bin Malik R.A beliu berkata “Apabila terjadi kemarau, sahabat Umar bin alkhathab bertawasul dengan Abbas bin Abdul Muththalib, kemudian berdo’a “Ya Alloh kami pernah berdo’a dan bwertawasul kepada-Mu dengan Nabi SAW, maka engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan.” Anas berkata “Maka turunlah hujan kepada kami.” (HR. al- Bukhori :954) 

Menyikapi tawasul sayyidina Umar R.A tersebut Sayyidina Abbas R.A berdo’a;

اَللَّهُمَّ اِنَّهُ لَمْ يَنْزِلُ بَلَاءٌ اِلَّا بِذَنْبِ وَلَا يُكْشَفُ اِلَّا بِتَوْبَةِ قَدْ تَوَ جَّهَ اْلقَوْمُ بِي اِلَيْكَ لِمَكَا نِي… الج اخرجه الز بير بن بكار (التحذ ير من الأغترار١٢٥)

Ya Alloh sesungguhnya malapetaka itu tidak akan turun kecuali karena dosa dan tidak akan sirna melainkan dengan taubat. Kini kaum muslimin bertawasul kepadaku untuk memohon kepada Mu karena kedudukanku disisi NabiMu….diriwatkan oleh al-Zubair bin Bakkar.:”(Al-Tahdzir min al-Ightirar, hlm. 125)

Mengomentari hal ini Syaikh Abdul Hayyi al-amrawi dan Syaikh Abdul Karim Murad menyatakan, pada hakikat nya tawasul yang dilakukan Sayyidina umar R.A dengan Sayyidina Abas R.A merupakan tawasul dengan Nabi SAW (yang pada waktu itu telah wafat) disebabkan posisi Abbas sebagai paman Nabi SAW dan karena kedudukannya disisi Nabi SAW. (Al-Tahdzir min al-Ightirar hal:6) 

قَلَ ابْنُ تَيْمِيِّ فِي الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ وَلَا فَرْقَ بَيْنَ الْجَيِّ وَالْمَيِّتِ كَمَازَعَمَ بَعْضُهُمْ فَقَبدْ صَجَّ عَنْ بَعْضِ الصَّجَابَةِ اَنَّهُ اُمِرَ بَغْضُ الْمُجْتاَ جِيْنَ اَنْ يَتَوَسَّلُوْا بِهِ صَلَّئ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بَعْدَ مَوْتِهِ فِئ خِلَا فَتِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَتَوَ سَّلَ بِهِ قَقُضِئَتْ حَاجَتُهُ كَمَا ذَكَرَهُ الطَّبْرَانئِ

Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitabnya Shirath al – Mustaqim : Tak ada perbedaan antara orang hidup dan mati seperti yang diasumsikan sebagian orang. Sebuah hadist sohih menegaskan : Telah diperintahkan kepada orang – orang yang memiliki hajat dimasa khalifah Ustman untuk bertawassul kepada nabi setelah dia wafat. Kemudian, mereka bertawassul kepada Rosul, dan hajat mereka pun terkabul. Demikian diriwayatkan oleh ath – Thabrany
Firman Allah Swt.:
{وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}

Dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kalian mendapat keberuntungan. (Al-Maidah: 35)

Setelah Allah memerintahkan mereka agar meninggalkan semua yang diharamkan dan mengerjakan ketaatan, Allah pun memerintahkan mere­ka untuk berperang melawan musuh dari kalangan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik yang keluar dari jalan yang lurus dan meninggalkan agama yang benar. Lalu Allah memberikan dorongan kepada mereka melalui apa yang telah Dia sediakan pada hari kiamat buat orang-orang yang mau berjihad di jalan-Nya, yaitu berupa keberuntungan dan kebahagiaan yang besar lagi kekal dan terus-menerus yang tidak akan lenyap, tidak akan berpindah serta tidak akan musnah di dalam gedung-gedung yang tinggi-tinggi lagi berada di kedudukan yang tinggi. Di dalamnya penuh dengan keamanan indah pemandangannya lagi semerbak dengan wewangian tempat-tempat tinggalnya yang membuat para penghuninya merasa nikmat, tidak pernah sengsara dan hidup kekal, tidak akan mati; semua pakaiannya tidak akan rusak, dan kemudaannya tidak akan pudar.

Selanjutnya Allah Swt. memberitakan tentang apa yang disediakan­Nya buat musuh-musuh-Nya yang kafir, yaitu berupa azab dan pembalasan di hari kiamat nanti. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu(pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al-Maidah: 36)

Dengan kata lain, sekiranya seseorang dari mereka datang pada hari kiamat dengan membawa emas (kekayaan) sepenuh dunia ini dan yang semisalnya untuk menebus dirinya dengan harta tersebut dari azab Allah yang telah meliputi dirinya dan pasti akan menimpanya, niscaya hal itu tidak diterima darinya, bahkan sudah merupakan suatu kepastian baginya siksa itu dan tiada jalan selamat baginya serta tiada jalan lari dari siksaan Allah Swt. Karena itulah dalam akhir ayat disebutkan:

{وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}

dan mereka beroleh azab yang pedih (Al-Maidah: 36) Yakni siksa yang menyakitkan.

{يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ}

Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya, dan mereka beroleh azab yang kekal. (Al-Maidah: 37)

Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا} الآية

Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsara­an mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22), hingga akhir ayat

Mereka terus-menerus berupaya untuk keluar dari siksaan yang mereka alami itu karena keras dan sangat menyakitkan, tetapi tidak ada jalan bagi mereka untuk itu. Setiap kali luapan api mengangkat mereka, yang membuat mereka berada di atas neraka Jahannam, maka Malaikat Zabaniyah memukuli mereka dengan gada-gada besi, lalu mereka terjatuh lagi ke dasar neraka.

{وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ}‎‎
dan mereka beroleh azab yang kekal. (Al-Maidah: 37)

Yakni siksaan yang kekal terus-menerus, tiada jalan keluar bagi mereka darinya, dan tiada jalan selamat bagi mereka dari siksaan itu.

قَالَ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَيَقُولُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَضْجَعك؟ فَيَقُولُ: شَرَّ مَضْجَعٍ، فَيَقُولُ: هَلْ تَفْتَدِي بقُراب الْأَرْضِ ذَهَبًا؟ " قَالَ: "فَيَقُولُ: نَعَمْ، يَا رَبُّ! فَيَقُولُ: كَذَبْتَ! قَدْ سَأَلْتُكَ أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ فَلَمْ تَفْعَلْ: فَيُؤْمَرُ بِهِ إِلَى النَّارِ".

Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Seorang lelaki dari kalangan ahli neraka dihadapkan, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah rasanya tempat tinggalmu?” Ia menjawab, "Sangat buruk.” Dikatakan, "Apakah kamu mau menebus dirimu dengan emas sepenuh bumi?” Ia menjawab, "Ya, wahai Tuhanku.” Maka Allah Swt. berfirman, "Kamu dusta, sesungguhnya Aku pernah meminta kepadamu yang lebih kecil daripada itu, lalu kamu tidak melakukannya" Maka ia diperintahkan untuk dimasukkan ke dalam neraka.

Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang semisal. 

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui jalur Mu'az ibnu Hisyam Ad-Dustuwai, dari ayahnya, dari Qatadah, dari Anas dengan lafaz yang sama. 

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh keduanya melalui jalur Abu Imran Al-Jauni yang bernama asli Abdul Malik ibnu Habib, dari Anas ibnu Malik dengan lafaz yang sama.

Matar Al-Warraq telah meriwayatkannya melalui Anas ibnu Malik, dan Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Matar Al- Warraq, dari Anas ibnu Malik.

ثُمَّ رَوَاهُ ابْنُ مَردويه، مِنْ طَرِيقِ الْمَسْعُودِيِّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ صُهَيب الْفَقِيرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ؛ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم [قَالَ] "يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ قَوْمٌ فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ" قَالَ: فَقُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: يَقُولُ اللَّهُ: {يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا} قَالَ: اتْلُ أَوَّلَ الْآيَةِ: {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ} الْآيَةَ، أَلَّا إِنَّهُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا.

Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Al-Mas'udi, dari Yazid ibnu Suhaib Al-Faqir. dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak akan dikeluarkan dari neraka suatu kaum, lalu dimasuk­kan ke dalam surga. Yazid ibnu Suhaib Al-Faqir mengatakan, aku bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang firman Allah Swt.: Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya. (Al-Maidah: 37) Jabir ibnu Abdullah memerintahkan kepadanya untuk membaca bagian permulaan dari ayat yang sebelumnya, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mem­punyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu (Al-Maidah: 36), hingga akhir ayat. Jabir ibnu Abdullah mengatakan, yang dimaksud dengan mereka yang tidak dapat keluar dari neraka itu adalah orang-orang kafir.

Imam Ahmad dan Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain, dari Yazid Al-Faqir, dari Jabir, tetapi yang ini lebih sederhana konteksnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, telah menceritakan kepadaku Yazid Al-Faqir yang mengatakan bahwa ia duduk di majelis Jabir ibnu Abdullah yang sedang mengemukakan hadis. Lalu Jabir ibnu Abdullah menceritakan bahwa ada segolongan manusia yang kelak dikeluarkan dari neraka. Saat itu aku (perawi) memprotes hal tersebut dan marah, lalu kukatakan, "Aku tidak heran dengan segolongan manusia itu, tetapi aku heran kepada kalian, hai sahabat-sahabat Muhammad. Kalian menduga bahwa Allah mengeluarkan manusia dari neraka, padahal Allah Swt. sendiri telah berfirman:Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya. (Al-Maidah: 37), hingga akhir ayat. Kemudian murid-muridnya membentakku, sedangkan Jabir ibnu Abdullah sendiri adalah orang yang penyantun (penyabar), lalu ia berkata, "Biarkanlah laki-laki itu, sesungguhnya hal tersebut hanyalah bagi orang-orang kafir" (yakni bukan untuk orang muslim yang berdosa). Kemudian ia membaca Firman-Nya:Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu(pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat. (Al-Maidah: 36) Sampai dengan firman-Nya: dan bagi mereka azab yang kekal. (Al-Maidah: 37) Jabir ibnu Abdullah bertanya, "Tidakkah kamu hafal Al-Qur'an?" Aku (Yazid Al-Faqir) menjawab, "Memang benar, aku telah hafal semuanya." Jabir ibnu Abdullah bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dan pada sebagian malam hari bersalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji '(Al-Isra: 79). Maka kedudukan itulah yang dapat berbuat demikian, karena sesungguh­nya Allah Swt. menahan banyak kaum di dalam neraka karena dosa-dosa mereka selama apa yang dikehendaki-Nya. Allah tidak mau berbi­cara kepada mereka; dan apabila Dia hendak mengeluarkan mereka, maka Dia tinggal mengeluarkan mereka." Yazid Al-Faqir mengatakan, "Sejak saat itu ia tidak berani lagi mendustakannya."‎
Kemudian Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hafs As-Sadusi, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Al-Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnul Muhallab, telah menceritakan kepadaku Talq ibnu Habib yang mengatakan bahwa dia pada mulanya adalah orang yang paling tidak percaya kepada adanya syafaat sebelum ia bersua dengan Jabir ibnu Abdullah, "Ketika aku bersua dengannya, aku membacakan kepadanya semua ayat yang aku hafal mengenai ahli neraka yang disebutkan oleh Allah bahwa mereka kekal di dalamnya." Maka Jabir ibnu Abdullah menyangkal, "Hai Talq, apakah menurutmu kamu adalah orang yang lebih pandai tentang Kitabullah dan lebih alim tentang sunnah Rasulullah Saw. daripada aku?" Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Sesungguhnya mengenai orang-orang yang kamu sebutkan dalam ayat-ayat tersebut adalah penghuni tetapnya, yaitu kaum musyrik, tetapi mengenai mereka adalah kaum yang melakukan banyak dosa, lalu mereka diazab karenanya, kemudian dikeluarkan dari neraka." Kemudian ia menutupi kedua telinganya dengan kedua tangannya dan berkata, "Tulilah aku jika aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Mereka dikeluarkan dari neraka sesudah memasukinya. dan kami pun membacanya sebagaimana kamu membacanya.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...