Senin, 08 November 2021

Tatacara Agar Mudah Menghafal Al-Qur'an


Sholat Hifdzil Quran adalah shalat yang dilakukan pada malam Jumat agar cepat dan kuat mengingat hafalan Al-Quran. Shalat disyariatkan dalam Islam, terutama bagi penghafal Al-Quran. Sudah maklum bersama bahwa menghafal dan mengingat hafalan Al-Quran tidaklah mudah, butuh usaha sungguh-sungguh dan doa terus menerus agar hafalan tetap terjaga dengan baik.

Salah satu cara cepat menghafal Al-Quran dan kuat mengingatnya adalah dengan melakukan shalat Hifdzil Quran. Adapun tata caranya sebagai berikut;

Pertama, dilakukan pada malam Jumat dengan niat sebagai berikut;

اُصَلِّيْ سُنَّةً لِحِفْظِ اْلقُرْاَنِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى

Usholli sunnatan li hifdzil quran arba’a raka’atin lillahi ta’ala

“Saya niat shalat sunnah untuk hafal Al-quran empat rakaat karena Allah Ta’ala.”

Kedua, berjumlah empat rakaat. Pada rakaat pertama setelah membaca surah Al-Fatihah membaca surah Yasin, pada rakaat kedua membaca surah Al-Dukhan, pada rakaat ketiga membaca surah Al-Sajdah, dan rakaat keempat membaca surah Al-Mulk (surah Tabarak).

Ketiga, setelah salam membaca zikir kepada Allah, membaca shalawat dan salam kepada Nabi saw. dan keluarganya, dan membaca istighfar untuk diri sendiri dan orang-orang beriman.

Keempat, kemudian membaca doa berikut;

اَللَّهُمَّ ارْحَمْنِيْ بِتَرْكِ اْلمَعَاصِيْ أَبَدًا مَا أَبْقَيْتَنِيْ وَارْحَمْنِيْ أَنْ أتَكَلَّفَ مَا لاَ يَعْنِيْنِيْ وَارْزُقْنِيْ حُسْنَ النَّظْرِ فِيْمَا يُرْضِيْكَ عَنِّيْ، اَللَّهُمَّ بَدِيْعَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ يَا ذَااْلجَلَالِ وَاْلِاكْرَامِ وَاْلعِزَّةِ اَّلتِيْ لاَ تُرَامُ يَا اللهُ يَا رَحْمَنُ أَسْأَلُكَ بِجَلاَلِكَ وَبِنُوْرِ وَجْهِك َأَنْ تُلْزِمَ قَلْبِيْ حِفْظَ كِتاَبِكَ وَتَرْزُقَنِيْ أَنْ أَتْلُوَهُ عَلَى النَّحْوِ الَّذِيْ يُرْضِيْكَ عَنِّيْ، اَللَّهُمَّ بَدِيْعَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ يَا ذَااْلجَلَالِ وَاْلِاكْرَامِ وَاْلعِزَّةِ اَّلتِيْ لاَ تُرَامُ يَا اللهُ يَا رَحْمَنُ أَسْأَلُكَ بِجَلاَلِكَ وَبِنُوْرِ وَجْهِك أَنْ تُنَوِّرَ بِكِتَابِكَ بَصَرِيْ وَاَنْ تُطْلِقَ بِهِ لِسَانِيْ وَاَنْ تُفَرِّجَ بِهِ قَلْبِيْ وَاَنْ تَشْرَحَ بِهِ صَدْرِيْ وَاَنْ تَغْسِلَ بِهِ بَدَنِيْ فَإِنَّهُ لَا يُعِيْنُنِيْ علىَ اْلخَيْرِ غُيْرُك وَلاَ يُؤْتِيْهِ اِلاَّ اَنْتَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ

Allahummarhamni bitarkil ma’ashi abadan ma abqoitani warhamni an atakallafa mala ya’nini warzuqni husnan nadzari fima yurdhika ‘anni. Allahumma badi’as samawati wal ardhi Ya zaljalali wal ikrom wal ‘izzatillati la turom. Ya Allah, Ya Rohman, as-aluka bijalalika wabinuri wajhika an tulzima qolbi hifdzo kitabika kama ‘allamyani warzuqni an atluwahu ‘alan nahwillazi yurdhika ‘anni. Allahumma badi’as samawati wal ardhi, zaljalali wal ikrom wal ‘izzatillati la turom. Ya Allah, Ya Rohman as-aluka bi jalalika wa binuri wajhika  an tunawwiro bi kitabika bashori wa an tuthliqo bihi lisani wa an tufarrija bihi ‘an qolbi wa an tasyroha bin shodri wa an taghsila bihi badani fainnahu la yu’inuni ‘alal khoiri alla anta wala yu’tihi illa anta wala haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim.

Hadits Sholat Hifdzil-Qur'an

Hadits tentang Shalat untuk menjaga hafalan Al-Quran ini cukup panjang dan termuat dalam beberapa kitab hadits, diantaranya :

Al-Mustadrak 'al Ash-Shahihain, karya Al-Hakim jilid 1 hal. 461
Sunan At-Tirmizy karya Al-Imam At-Tirmizy, jilid 5 hal. 455 yaitu dalam Bab Doa Hifzh.
Al-Asma' wa As-Shifat karya Al-Baihaqi, jilid 2 hal. 108 dan beberapa kitab hadits lainnya.

Berikut petikannya :

بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، إِذْ جَاءَهُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ : بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي تَفَلَّتَ هَذَا الْقُرْآنُ مِنْ صَدْرِي ، فَمَا أَجِدُنِي أَقْدِرُ عَلَيْهِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا الْحَسَنِ ! أَفَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِنَّ ، وَيَنْفَعُ بِهِنَّ مَنْ عَلَّمْتَهُ ، وَيُثَبِّتُ مَا تَعَلَّمْتَ فِي صَدْرِكَ ؟ قَالَ : أَجَلْ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلِّمْنِي

“Ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib datang seraya berkata, “Ayah dan ibuku menjadi tebusan untuk anda. Al-Qur’an mudah hilang dari hafalanku, dan aku tidak mampu untuk menjaganya.” Maka Rasulullah r bersabda, “Wahai Abu Al-Hasan, maukah kamu saya ajarkan beberapa ucapan yang dengannya Allah akan memberikan manfaat kepadamu dan kepada orang yang engkau ajari ucapan ini kepadanya, serta memantapkan apa yang telah engkau pelajari di dalam dadamu?” Dia berkata, “Mau wahai Rasulullah! Ajarkan kepadaku!”

قَالَ : إِذَا كَانَ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَقُومَ فِي ثُلُثِ اللَّيْلِ الْآخِرِ فَإِنَّهَا سَاعَةٌ مَشْهُودَةٌ وَالدُّعَاءُ فِيهَا مُسْتَجَابٌ ، وَقَدْ قَالَ أَخِي يَعْقُوبُ لِبَنِيهِ ( سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي ) يَقُولُ حَتَّى تَأْتِيَ لَيْلَةُ الْجُمْعَةِ ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقُمْ فِي وَسَطِهَا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقُمْ فِي أَوَّلِهَا ، فَصَلِّ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ

تَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَةِ يس

وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَحم الدُّخَانِ

وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ

وَفِي الرَّكْعَةِ الرَّابِعَةِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَتَبَارَكَ الْمُفَصَّلِ

فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ التَّشَهُّدِ فَاحْمَدْ اللَّهَ ، وَأَحْسِنْ الثَّنَاءَ عَلَى اللَّهِ ، وَصَلِّ عَلَيَّ وَأَحْسِنْ وَعَلَى سَائِرِ النَّبِيِّينَ ، وَاسْتَغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلِإِخْوَانِكَ الَّذِينَ سَبَقُوكَ بِالْإِيمَانِ

Beliau bersabda, “Apabila tiba malam Jumat dan engkau mampu bangun pada sepertiga malam terakhir, maka ketahuilah bahwa waktu itu merupakan malam yang disaksikan (para malaikat), doa pada saat itu terkabulkan, dan saudaraku Ya’qub telah berkata kepada anak-anaknya, “Aku akan memintakan kalian ampunan kepada Tuhanku,” dan ucapan ini terus beliau ucapkan hingga datang malam Jumat. Jika engkau tidak mampu untuk bangun di sepertiga malam terakhir, maka bangunlah pada pertengahan malamnya. Dan jika engkau tidak mampu maka bangunlah pada awal malam lalu shalatlah empat raka’at :

Pada rakaat pertamanya hendaklah engkau membaca surat Al-Fatihah dan surat Yaasiin.Pada rakaat kedua hendaklah engkau membaca surat Al-Fatihah dan surat Ad-Dukhan.Pada rakaat ketiga hendaklah engkau membaca surat Al-Fatihah dan surat As-Sajadah.Pada rakaat keempat hendaklah engkau membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Mulk.

Kemudian apabila engkau telah selesai dari tasyahud maka pujilah Allah dengan sebaik-baiknya, ucapkanlah shalawat kepadaku dan kepada semua para nabi dengan sebaik-baiknya, mintakan ampunan untuk orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, dan untuk semua saudaramu yang telah beriman sebelummu.

، ثُمَّ قُلْ فِي آخِرِ ذَلِكَ اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي بِتَرْكِ الْمَعَاصِي أَبَدًا مَا أَبْقَيْتَنِي ، وَارْحَمْنِي أَنْ أَتَكَلَّفَ مَا لَا يَعْنِينِي ، وَارْزُقْنِي حُسْنَ النَّظَرِ فِيمَا يُرْضِيكَ عَنِّي .

اللَّهُمَّ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ ، ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ وَالْعِزَّةِ الَّتِي لَا تُرَامُ : أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ يَا رَحْمَنُ بِجَلَالِكَ وَنُورِ وَجْهِكَ أَنْ تُلْزِمَ قَلْبِي حِفْظَ كِتَابِكَ كَمَا عَلَّمْتَنِي ، وَارْزُقْنِي أَنْ أَتْلُوَهُ عَلَى النَّحْوِ الَّذِي يُرْضِيكَ عَنِّيَ .

اللَّهُمَّ بَدِيعَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ ، ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ وَالْعِزَّةِ الَّتِي لَا تُرَامُ : أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ يَا رَحْمَنُ بِجَلَالِكَ وَنُورِ وَجْهِكَ أَنْ تُنَوِّرَ بِكِتَابِكَ بَصَرِي ، وَأَنْ تُطْلِقَ بِهِ لِسَانِي ، وَأَنْ تُفَرِّجَ بِهِ عَنْ قَلْبِي ، وَأَنْ تَشْرَحَ بِهِ صَدْرِي ، وَأَنْ تَغْسِلَ بِهِ بَدَنِي ، فَإِنَّهُ لَا يُعِينُنِي عَلَى الْحَقِّ غَيْرُكَ ، وَلَا يُؤْتِيهِ إِلَّا أَنْتَ ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ .

(Ya Allah, rahmatilah aku untuk meninggalkan kemaksiatan selamanya selama Engkau masih memberikan kehidupan kepadaku, rahmatilah aku untuk tidak membebani diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagiku, dan berilah aku karunia berupa kenikmatan mencermati perkara yang mendatangkan keridhaan-Mu kepadaku.

Ya Allah, wahai Pencipta langit dan bumi, Pemilik keagungan dan kemuliaan serta keperkasaan yang tidak mungkin bisa dicapai oleh makhluk. Aku memohon kepada-Mu ya Allah, ya Rahman, dengan kebesaran-Mu dan cahaya wajah-Mu agar Engkau berkenan menjadikan hatiku untuk senantiasa menjaga/menghafal kitab-Mu, sebagaimana yang Engkau telah ajarkan kepadaku. Dan berilah aku karunia untuk senantiasa membacanya sesuai dengan cara yang membuat-Mu ridha kepadaku.

Ya Allah, wahai Pencipta langit dan bumi, Pemilik keagungan dan kemuliaan serta keperkasaan yang tidak mungkin bisa dicapai oleh makhluk. Aku memohon kepada-Mu ya Allah, ya Rahman, dengan kebesaran-Mu dan cahaya wajah-Mu agar dengan kitab-Mu, Engkau berkenan untuk menyinari pandanganku, melepaskan kekakuan lisanku, menghilangkan kekakuan dari hatiku, melapangkan dadaku, dan membersihkan badanku. Karena sesungguhnya tidak ada yang dapat membantuku untuk mendapatkan kebenaran selain Engkau, dan juga tidak ada yang bisa memberi kebenaran itu selain Engkau. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Mu, wahai Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).

يَا أَبَا الْحَسَنِ ! تَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ ، أَوْ خَمْسًا ، أَوْ سَبْعًا ، تُجَبْ بِإِذْنِ اللَّهِ ، وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ مَا أَخْطَأَ مُؤْمِنًا قَطُّ .قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ : فَوَاللَّهِ مَا لَبِثَ عَلِيٌّ إِلَّا خَمْسًا أَوْ سَبْعًا حَتَّى جَاءَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مِثْلِ ذَلِكَ الْمَجْلِسِ

Wahai Abu Al-Hasan, hendaklah engkau lakukan amalan ini sebanyak tiga kali atau lima kali atau tujuh kali Jumat, maka niscaya permohonanmu akan dikabulkan dengan izin Allah. Demi Yang mengutusku dengan kebenaran, Allah tidak akan menelantarkan seorang mukmin pun.”

Abdullah bin Abbas berkata: Maka demi Allah, lima atau tujuh Jumat setelahnya, Ali kembali mendatangi Rasulullah r dalam majelis yang sama.

فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! إِنِّي كُنْتُ فِيمَا خَلَا لَا آخُذُ إِلَّا أَرْبَعَ آيَاتٍ أَوْ نَحْوَهُنَّ ، وَإِذَا قَرَأْتُهُنَّ عَلَى نَفْسِي تَفَلَّتْنَ ، وَأَنَا أَتَعَلَّمُ الْيَوْمَ أَرْبَعِينَ آيَةً أَوْ نَحْوَهَا ، وَإِذَا قَرَأْتُهَا عَلَى نَفْسِي فَكَأَنَّمَا كِتَابُ اللَّهِ بَيْنَ عَيْنَيَّ ، وَلَقَدْ كُنْتُ أَسْمَعُ الْحَدِيثَ فَإِذَا رَدَّدْتُهُ تَفَلَّتَ ، وَأَنَا الْيَوْمَ أَسْمَعُ الْأَحَادِيثَ فَإِذَا تَحَدَّثْتُ بِهَا لَمْ أَخْرِمْ مِنْهَا حَرْفًا .فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ : مُؤْمِنٌ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ يَا أَبَا الْحَسَنِ )

Kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, biasanya dulu aku hanya sanggup menghafal empat ayat atau lebih, dan apabila aku membacanya dalam hatiku maka tiba-tiba aku lupa ayat-ayat tersebut. Namun sekarang aku sanggup untuk mempelajari (baca: menghafal) empat puluh ayat atau lebih, dan apabila aku membacanya dalam hati maka seolah-olah Kitab Allah berada di depan mataku. Dan biasanya dahulu ketika aku mendengar satu hadits lalu aku hendak mengulanginya maka tiba-tiba saya lupa akan satu hadits tersebut. Namun sekarang aku sanggup mendengar (baca: menghafal) beberapa hadits, dan apabila aku mengulanginya maka aku tidak meninggalkan satu huruf pun darinya.” Maka Rasulullah r bersabda kepadanya, “Demi Rabb Ka’bah, angkau adalah seorang mukmin wahai Abu Al Hasan.”

Kisah Samson Dalam Riwayat Hadits


Sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Berapa jumlah persis para nabi.”
Beliau menjawab,

مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا

“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.” (HR. Ahmad no. 22288 dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani dalam al–Misykah).

Jumlah mereka sangat banyak, karena umat manusia yang butuh nabi sangat banyak. Manusia butuh bimbingan wahyu dari Allah. Dan itu hanya bisa dilakukan melalui para nabi dan rasul yang mendapatkan wahyu. Allah berfirman,

وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ

“Tidak ada satupun umat, melainkan di lingkungan mereka telah ada sang pemberi peringatan.” (QS. Fathir: 24)

Dan dari sekian banyak nabi itu, tidak semua kita ketahui namanya maupun sejarahnya. Kita kembalikan ilmunya kepada Allah, dan tidak perlu ada upaya untuk berusaha menggalinya. Karena syariat tidak pernah membebani kita dengan mencari tahu masalah ghaib yang tidak ada penjelasannya dalam al-Quran maupun sunnah. Kecuali jika itu dibahas dalam rangka meluruskan mitos yang berkembang di masyarakat.

Pernah ada orang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Rasulallah, kapan kiamat?”

Respon Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا

“Lalu apa yang telah kamu persiapkan?” (HR. Bukhari 7153 & Muslim 6878).

Kita bisa perhatikan, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kiamat, jawaban beliau sama sekali tidak mengarah ke sana. Namun yang beliau sampaikan adalah bagian yang dibutuhkan manusia, yaitu apa yang mereka persiapkan untuk kiamat?

Ada banyak hal yang tidak mungkin kita tahu kecuali melalui wahyu. Seperti kejadian masa silam atau sejarah yang sudah tidak ada penjelasannya. Jika itu pernah disinggung dalam al-Quran, sikap yang tepat adalah mengimaninya secara global sebagaimana yang Allah sebutkan dalam dalil. Selebihnya, kita tidak berusaha menggalinya.

Imam at-Thahawi mengatakan,

العلم علمان: علم في الخلق موجود، وعلم في الخلق مفقود، فإنكار العلم الموجود كفر، وادعاء العلم المفقود كفر، ولا يثبت الإيمان إلا بقبول العلم الموجود، وترك طلب العلم المفقود

Ilmu itu ada 2:
Ilmu tentang makhluk yang ada sumbernya dan ilmu tentang makhluk yang tidak ada sumbernya. Mengingkari ilmu yang ada sumbernya (dari al-Quran dan sunah) adalah kekufuran. Dan mengaku memiliki ilmu yang tidak ada sumbernya juga kekufuran. Dan iman tidak akan kuat sampai menerima ilmu yang ada sumbernya dan tidak melakukan pencarian untuk ilmu yang tidak ada sumbernya. (Matan Aqidah Thahawiyah, hlm. 22)

Adakah Nabi Syam’un?

Terkadang Allah ceritakan dalam al-Quran beberapa nabi tanpa menyebut nama sama sekali.
Diantaranya, firman Allah,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا

“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah.” Nabi mereka itu menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.?” (QS. al-Baqarah: 246).

Dikisahkan dalam tafsir Ibnu Katsir, dari Wahb bin Munabih,

Setelah lama Bani Israil ditinggal mati Nabi Musa ‘alaihis salam, mereka melakukan berbagai macam pelanggaran syariat, hingga Allah menghukum mereka dengan munculnya kerajaan dzalim yang menjajah mereka. Banyak yang dijarah, dibunuh, hingga taurat dirampas mereka. Hingga ada seorang wanita hamil, yang berharap akan melahirkan anak lelaki calon nabi. Allah kabulkan harapan mereka, terlahirlah seorang anak lelaki yang diberi nama Syam’un, dalam riwayat lain Samuel, yang arti dari nama ini adalah “Allah mendengar.”
Setelah dewasa, nabi ini diminta oleh masyarakat Bani Israil, agar menunjuk seseorang sebagai pemimpin mereka, sehingga bisa dilakukan perang melawan penjajah. Lalu sang nabi menunjuk orang yangn soleh namanya Thalut. Hingga terjadilah perang melawan Jalut, dan Daud berhasil membunuh Jalut. (Tarsir Ibn Katsir, 1/665).

Tentang siapakah nama nabi itu, ada dua pendapat ulama. Ada yang mengatakan Syam’un dan ada yang mengatakan Syamuel. (Tarsir Ibn Katsir, 1/665)

Dalam Qashas al-Anbiya ketika menjelaskan persitiwa ini, dinyatakan,

قال أكثر المفسرين : كان نبي هؤلاء القوم المذكورين في هذه القصة هو شمويل وقيل شمعون وقيل هما واحد وقيل يوشع وهذا بعيد

Mayoritas ahli tafsir mengatakan, “Nabi dari bani israil yang disebut dalam kisah itu adalah Samuel. Ada yang mengatakan, Syam’un. Ada yang mengatakan, dua nama itu sama orangnya. Dan ada yang mengatakan, itu nabi Yusya, dan ini pendapat yang jauh.” (Qashas al-Anbiya, hlm. 447)

Kisah Sam'un Dalam Riwayat Isroilliyat
Sejarah seorang pejuang Allah yang bernama Syam’un Al-Ghazi (samson) dan hubungannya dengan Asal Mula Pahala Ibadah 1000 Bulan/Lailatul Qadar. Mengapa lebih baik dari 1000 bulan? Atau, mengapa 1000 bulan? Atau adakah kisah tentang 1000 bulan ?

Kisah tentang 1000 bulan, berawal dari seorang Nabiyullah yang bernama Nabi Syam’un al-Ghazi as. Nabi dari kalangan Bani Israil. Beliau adalah hakim ketiga terakhir pada zaman Israel kuno. 
abi Syam’un al-Ghazi As, memiliki beberapa nama dalam bahasa Arab, beliau disebut dengan Syamsyawn atau Syam’un. dalam bahasa Ibrani, disebut Šimšon, dalam bahasa Tiberias, disebut Šhimšhôn, dalam Alkitab Nasrani, disebut Samson. Nama Syam’un sendiri artinya “yang berasal dari matahari”, sedangkan al-Ghozi, artinya “yang berasal dari Ghazi” (Ghaza,Palestina sekarang).

Suatu ketika Nabi Muhammad saw, Berkumpul bersama para sahabat dibulan Suci Ramadhan. Nabi Muhammad SAW, terlihat tersenyum sendiri, lalu ditanya oleh para sahabatnya “Apa yang membuatmu tersenyum wahai Rasulullah”. “Beliau menjawab,“ Diperlihatkan kepadaku dihari akhir, ketika seluruh manusia dikumpulkan dipadang mah’syar, ada seorang Nabi yang membawa pedang dan tidak mempunyai pengikut satupun, masuk ke dalam surga, dia adalah Syam’un”.

Kemudian Rasulullah bercerita tentang seorang Nabi bernama Sam’un Al Ghozi AS,
beliau adalah Nabi yang berasal dari Bani Israil yang diutus di tanah Romawi. Nabi Sam’un Ghozi AS berperang melawan bangsa yang menentang Ketuhanan Allah SWT. Nabi Syam’un al-Ghozi as. adalah seorang pahlawan berambut panjang yang memiliki kemukjizatan dapat melunakkan besi, dan dapat merobohkan istana. Syam’un memiliki senjata semacam pedang yang terbuat dari tulang rahang unta bernama Liha Jamal, dengan pedang itu dia dapat membunuh ribuan orang kafir. Siapapun musuh yang berhadapan dengannya, pasti akan hancur dengan pedang ajaibnya. Tidak hanya itu, bahkan ketika dia merasa haus dan lapar, dengan perantara pedangnya pula Allah memberikan makanan dan minuman.
Syam’un seorang muslim dan seorang yang ahli ibadah yang sangat disegani oleh kaum kafir. 

Sudah tak terhitung lagi orang kafir yang mati di tangannya. Selain itu, Syam’un juga ahli ibadah dan tercatat ia sanggup beribadah selama 1000 bulan dengan shalat malam dan siangnya berpuasa, dimana selama 1000 bulan tak pernah lepas dari shalat malam dan siangnya selalu berpuasa.

Samson adalah seorang pembela agama tauhid (meng Esa kan 1 tuhan / ALLAH),
berperang melawan kaum kafir selama 1000 bulan, hanya berbekal tulang dagu unta sebagai senjata, tidak memiliki senjata lain. Setiap kali menghantam kaum kafir dengan janggut untanya, terbunuhlah banyak kaum kafir dalam jumlah yang tidak terhitung.

فَإِذاَ عَطَسَ يَخْرُجُ مِنْ مَوْضِعِ الأَسْناَنِ ماَءُ عَذَبٍ فَيَشْرِبَهُ , وَإِذاَ جاَعَ يَنْبُتُ مَنْهُ لَحْمٌ فَيَأْكُلَهُ , فَكاَنَ عَلَى هَذاَ كُلَّ يَوْمٍ حَتَّى مَضَى مِنْ عُمْرِهِ أَلْفَ شَهْرٍ وَهِىَ ثَلاَثُ وَثَمَانُوْنَ سَنَةً وَأَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ , فَعَجَزَ الكُفاَرُ عَنْ رَدِّهِ , فَقاَلُوْا ِلإِمْرَأَتِهِ وَهِىَ كاَفِرَةٌ إِنّاَ نُعْطِيْكِ أَمْواَلاً كَثِيْرَةً إِنْ قَتَلْتِ زَوْجَكِ , قاَلَتْ أَناَ لاَأَقْدِرُ عَلَى قَتْلِهِ

Dengan hanya bersenjatakan tulang rahang seekor unta yang di bentuk menyerupai sebuah pedang pendek yang tajam, Nabi berperang melawan bangsa yang menentang Allah SWT, dengan penuh keberanian dan selalu dapat mengalahkan mereka. Ketangguhan dan keperkasaan Nabi Sam’un dipergunakan untuk menentang penguasa kaum kafirin saat itu, yakni raja Israil. Menghadapi kesaktian Nabi Syam’un al-Ghozi as, membuat para kafirun kewalahan.

Mereka mencari jalan untuk bisa menundukkannya. Dengan segala kehebatannya itu, ia dibenci oleh para musuh, terutama dari golongan orang kafir. Akhirnya, dibuatlah rencana untuk membunuh Syam’un.

Akhirnya sang raja Israil mencari jalan untuk menundukkan Nabi Sam’un. Berbagai upaya pun dilakukan olehnya, sehingga akhirnya atas nasehat para penasehatnya diumumkanlah, barang siapa yang dapat menangkap Sam’un Ghozi, akan mendapat hadiah emas dan permata yang berlimpah. Akhirnya ide licik-pun ditemukan. Mereka menawarkan hadiah berupa uang dan perhiasan yang berlimpah kepada istri Nabi (Istri samson), dengan syarat ia bersedia melumpuhkan suaminya.

Istri Nabi yang ternyata seorang kafir, sangat tergiur oleh hadiah itu. Mereka kemudian memanfaatkan Istri Syam’un, untuk ikut membantu membunuh Syam’un, Sam’un Ghozi AS terpedaya oleh isterinya dan dikhianati istrinya sendiri dan pada akhirnya istrinya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Setelah dirayu dengan imbalan yang menggiurkan, sang istri mengiyakan ajakan kaum kafir untuk membunuh Syam’un suaminya sendiri karena ada iming-iming harta benda yang banyak, si istri akhirnya mau melakukan kejahatan itu.

فَقاَلُوْا نُعْطِيْكِ حَبْلاً شَدِيْداً فَشَدِّى بِهِ يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ فىِ نَوْمِهِ وَنَحْنُ نَقْتُلُهُ , فَشَدَتْهُ المَرْأَةُ فىِ نَوْمِهِ فاَسْتَيْقَظَ فَقاَلَ مَنْ شَدَّنِى ؟ فَقاَلَتْ شَدَدْتُ ِلأَجْرِبَكَ فَجَدَبَ يَدُهُ فَقَطَعَ الحَبَلُ , ثُمَّ جاَءَ الكُفاَرُ بِسِلْسِلَةٍ فَشَدَتْهُ المَرْأَةُ بِهاَ فاَسْتَيْقَظَ , فَقاَلَ مَنْ شَدَّنِى ؟ قاَلَتْ أَناَ شَدَدْتُ ِلأَجْرِبَكَ فَجَدَبَ يَدُهُ فَقَطَعَ السِّلْسِلَةُ

Maka orang kafir memberikan ide agar dia mengikat tangan dan kaki Syam’un sewaktu tidur, untuk kemudian akan dibunuh dengan beramai-ramai. Para pembesar2 Kafir berkata, “Kami akan memberimu seutas tali kuat, ikatlah tangan dan kakinya ketika dia tidur, nanti setelah itu kamilah yang bertindak untuk membunuhnya.”

Pada hari pertama, Istri Syam’un gagal karena ketiduran yang disebabkan karena suaminya terlalu lama mengerjakan shalat malam. Lama waktunya itu sehingga membuat istri Syam’un tak kuasa menahan kantuk yang amat sangat. Memang Syam’un tidurnya hanya sedikit saja dalam semalam. Dimana malam-malamnya hanya dipergunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Keesokan harinya, istri Syam’un lapor kepada kaum kafir quraisy bahwa dia belum berhasil mengikat tangan dan kaki suaminya. Mereka tidak mempermasalahkan hal ini.

Pada hari kedua, Istri Syam’un berhasil mengikat suaminya ketika tidur dengan seutas tali yang kuat. Tatkala Syam’un bangun dan ingin beribadah kepada Allah SWT, ia terkejut karena kedua kakinya terikat. “Wahai istriku, siapakah yang mengikatku dengan tali ini?” tanya Syam’un kepada istrinya. “Aku yang mengikat, hanya sekedar mengujimu sampai sejauh mana kekuatanmu,” ujar istrinya.

Syam’un dengan mudah dapat melepaskan tali yang mengikatnya dengan satu ucapan doa. Kemudian Syam’un lalu bergegas menuju tempat peribadatannya. Maka gagallah rencana pembunuhan pada hari kedua itu. Namun, setelah itu, musuh-musuh kafir datang lagi dengan membawa rantai dan istri Syam’um siap mengikat suaminya lagi pada keesokan malamnya.
Pada hari ketiga, Istri Syam’un di hari ketiga itu berhasil lagi mengikat suaminya dengan rantai yang diberikan oleh orang-orang kafir. “Wahai istriku, siapakah yang mengikatku kali ini?” tanya Syam’un dengan nada agak marah ketika bangun dari tidur. “Aku yang mengikatnya, sekedar untuk mengujimu,” jawab istrinya.
Namun, dengan sekali hentakan Syam’un dapat menghancurkan rantai tersebut.

Rahasia Kekuatan Syam’un Lalu Syam’un segera menarik tangannya dan memotong rantai itu. Kemudian istrinya pun segera membujuk suaminya agar mau menceritakan rahasia kekuatan tubuh yang dimiliki suaminya. Akhirnya Syam’un bercerita juga, jika sebenarnya ia adalah seorang wali dari sekian banyak WALIYULLAH yang hidup di dunia ini.

Sam’un berkata “Wahai istriku aku wali diantara wali kekasih Allah, segala perkara dunia ini tidak ada yang sanggup mengalahkan diriku, aku punya rambut panjang ini, ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkanku dalam perkara dunia kecuali rambutku ini,” jelas Syam’un.
Syam’un memang memiliki rambut yang panjang dan panjangnya digambarkan
bahwa ujung rambutnya akan menyentuh tanah saat Syam’un berdiri.

Karena sudah mengetahui kelemahan suaminya, akhirnya pada saat syamun tidur mulailah istrinya mengikat tangan Syam’un dengan 4 helai rambutnya dan mengikat pula kakinya dengan 4 helai rambut milik Syam’un, sementara ia tetap dalam tidurnya. Setelah bangun, Syam’un bertanya, “Wahai istriku, siapakah yang mengikatku ini?” “Aku, untuk mengujimu,” jawab istrinya yang mulai ketakutan.

Setelah itu Syam’un berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan itu, namun dia tidak berdaya untuk memotongnya. Si istri langsung saja memberitahukan kepada kaum kafir tentang hal ini. Nabi Syam’un al-Ghozi as lalu dibawa ke istana kehadapan raja para kafirun. namun dia tidak berdaya untuk memotongnya. Si istri langsung saja memberitahukan kepada kaum kafir tentang hal ini. Nabi Syam’un al-Ghozi as lalu dibawa ke istana kehadapan raja para kafirun.
lalu diikat pada tiang utama istana dan dipertontonkan kepada khalayak istana.
Mulailah mereka memotong kedua telinga, bibir, kedua tangan dan kakinya.

Tidak hanya itu, Nabi juga disiksa dengan dibutakan kedua matanya,
Mereka menyiksa Nabi dengan tujuan agar beliau mati secara perlahan-lahan.

Istrinya yang jahat, ikut pula menyaksikan penyiksaan tersebut tanpa rasa belas kasihan. Astaghfirullah sungguh biadab orang kafir.

Pertolongan Allah SWT Datang, Begitu hebatnya siksaan tersebut, membuat Allah SWT lewat perantaraan malaikat jibril berbicara dengan suaranya yang hanya bisa didengar oleh Nabi Syam’un al-Ghozi as, “Hai Syam’un apa yang engkau inginkan, Aku akan menindak mereka.” Nabi menjawab, “Ya Allah, berikanlah kekuatan kepadaku hingga aku mampu menggerakkan tiang istana ini, dan akan kuhancurkan mereka dengan kekuatan dari Allah !. Bismillah. La haula wa la quwwata illa billah!

Do’a Nabi Syam’un al-Ghazi as diKabulkan Allah SWT. Allah SWT memberi kekuatan kepada Syam’un yang kekuatannya tidak bisa dibayangkan dan melebihi kekuatan dari rambutnya sendiri.
Maka dengan seizin Allah, Nabi Syam’un al-Ghazi as. menggoyangkan tiang istana tersebut, Syam’un hanya beringsut sedikit saja, putuslah tali rambut itu bahkan dan tiang itupun rubuh menimpa raja bersama seluruh khalayak istana termasuk istrinya yang durhaka dan orang-orang yang telah menyiksanya. Tiangnya juga ikut roboh dan hancur lebur. istana yang dijadikan tempat pembantaian itu juga turut hancur dan atapnya menimpa orang-orang kafir dan semuanya mati.
Begitu juga dengan istrinya, juga ikut tertimpa reruntuhan gedung istana raja kafir.

Mereka semua mati tertimpa reruntuhan bangunan istana dan terkubur didalamnya.
Hanya Syam’un sendiri yang selamat, lalu Allah mengembalikan seluruh anggota badan yang telah terpotong dan menyembuhkan segala sakitnya.

فَبَعْدَ ذَلِكَ عَبَدَ اللهَ أَلْفَ شَهْرٍ مَعَ قِياَمِ لَيْلِهاَ وَصِياَمِ نَهاَرِهاَ , فَضَرَبَ بِالسَّيْفِ فىِ سَبِيْلِ اللهِ

Setelah peristiwa itu, Nabi Syam’un al-Ghozi as. bersumpah kepada Allah SWT akan menebus semua dosanya dengan berjuang menumpas semua kebatilan dan
kekufuran selama 1000 bulan tanpa henti. Nabi menyibukkan diri dalam beribadah kepada Allah. Malam hari dilalui dengan memperbanyak shalat malam, sedangkan siangnya beliau berpuasa. Nabi menjalankan ibadahnya selama seribu bulan hingga ajalnya tiba.

Setelah mendengar kisah Nabi Syam’un al-Ghozi as, para sahabat Nabi Muhammad saw menangis terharu, bertanya sahabat kepada Nabi Muhammad SAW. “Ya Rasullulah, tahukah baginda akan pahalanya?” Jawab Rasulullah, “Aku tidak mengetahuinya.”

فَأَنْزَلَ اللهُ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِهَذِهِ السُّوْرَةِ (القَدْرِ)
وَقاَلَ ياَمُحَمَّدْ أَعْتَيْطُكَ وَأُمَّتَكَ لَيْلَةَ القَدْرِ العِباَدَةُ فِيْهاَ أَفْضَلُ مِنْ عِباَدَةِ سَبْعِيْنَ أَلْفِ شَهْرٍ

Setelah Rasulullah selesai berkisah, Allah SWT menyuruh Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad dan menurunkan Surat Al Qadr.
“Hai Muhammad, Allah memberi Lailatul Qadar kepadamu dan umatmu, ibadah pada malam itu lebih utama daripada ibadah 1000 bulan,” ujar Malaikat Jibril.

Kiasan Dalam Ilmu Rasa


Saloka adalah suatu kiasan bagi seorang pejalan  spiritual  dalam proses  menemukan kesejatian. Mengingat puncak spirit ialah bilamana seseorang telah mencapai tataran bagaimana ia cermat menggunakan rasa-sejatinya; Dimana sasmita/tuntunan guru sejati betahta. Dalam tradisi laku asketik jawa itulah yang disebut pamoring manunggaling kawulo gusti/ hakikat kejumbuhan dengan sang gusti.  Tidak mudah memang bagi pelaku spiritual untuk menemukan jati dirinya. Perlu disiplin dan tekun mengabdikan diri pada sanubarinya. Saloka adalah salah satu instrumen pemicu agar sang pejalan tidak lagi mengurai jawaban pertanyaan/pernyataan dengan nalar melainkan dengan rasanya.

Saloka di berikan oleh mursyid/guru bersamaan seorang murid harus menempuh laku asketik; puasa, melek, ngebleng, meditasi dan lain sebagainya. Yang merupakan sarana proses menurunkan kuantitas pikiran-nalar yang mempengaruhi kinerja fokus rasa sejatinya. Kedisiplinan ini dimaksudkan agar sang murid tidak ingkar pada hatinya. Dimana ia harus berlatih setia pada hatinya. Menggunakan kepekaan rasanya untuk menangkap pesan dari guru sejatinya.

Dalam kehidupan mungkin manusia akan ditawarkan dengan ribuan bahkan jutaan konsepsi atau kepercayaan yang beragam. Entah yang berbentuk petuah bijak spiritual maupun hasil konklusi sains moderen. Disitulah letak hambatan bagi pejalan spirit mengira telah menampung pengayaan khasanah petuah pencerahan sebagai hasil capaian kesadaran, nyatanya masih terbentur pada jebakan penalaran. Karena cenderung menelan ribuan kepercayaan itu tanpa mengujinya satu persatu dengan laku prihatin (tirakat) agar terhubung dengan rasanya.  Bagi saya berspiritual untuk menggapai tataran kesejatian itu amatlah sulit butuh proses yang amat mendalam dan dinamis. Karena seorang pejalan akan memasuki salah satu portal ketanpabatasan yaitu batin  (rasa).

Dimana untuk mencapai batin itu sendiri ada 7 lapis hijab yang menutupi diantaranya:

1. Pranala Wadag: Tubuh daging yang kecenderungan membusuk dan menyumbat laku sari sukma yang berada pada sel darah  saat dimasuki makanan berlebih; maka seorang spiritualis harus memperhatikan betul apapun yang hendak di makan.

2. Jalma brojo: Tubuh listrik dimana cakra mempengaruhi unsur alam yang berada pada tubuh listrik yang mana seorang sepiritualis hendaknya tidurnya pada jam-jam tertentu mengikuti siklus pergantian waktu alam raya. Untuk mengontrol pola elektromagnetik yang ada pada dirinya.

3. Gondo Prono: Tubuh Sutra dimana lapisan otot sutra yang merupakan jelmaan kakang kawah adi ari- ari  yang memberi pengaruh pada insting dan naluri. Seharusnya seorang spiritualis melakukan nyungsang (merasakan nafas dalam sela-sela waktu sehari semalam) untuk mengendalikan kekuatan kakang kawah: insting dan adi ari2: naluri agar selaras.

4. Boko Kencana: Pamoring sedulur papat/ nafsu eleman empat. Dimana supiyah/angin: berwujud hasrat seks, Amarah/api: hasrat amarah, Mutmainah/air: hasrat ingin dipuji serta diperhatikan, Aluamah/tanah: Hasrat keserakahan dan kemelekatan. Dimana seorang spiritualis harus melakukan puasa pada hari kelahirannya dimana hari kelahiran merupakan menyatunya akasik record (catatan perjalanan jiwa manusia) meliputi ajal, urip, susah, senang, sakit, serta penghidupan rejeki.  Tirakat pada hari kelahiran menghasilkan daya untuk menaklukan kekuatan sedulur empat untuk kemudian dijinakan atau diselaraskan mengikuti laku kesemestian dan ketetapan illahiah.

5. Pamoring kawulo gusti (pancer): Tubuh matrix illahi: Dimana guru sejati bertahta di kedalaman batin/rasa. Seorang spiritualis hendaknya tekun melakukan samadi dengan merasakan nafas mengahadap timur dan barat Karena timur adalah aksara jejeran matahari sebagai bapa, barat aksara welas asih  bulan sebagai ibu. Jika menghadap barat meditasi dimulai pukul 12 siang hingga 12 malam, 12 malam hingga 12 siang menghadap timur. Untuk mendapat tuntunan setiap saat.

6. Sunya Nirkumala: Tubuh hukum realitas, dimana siang malam merupakan pijakan jabang bayi manusia menghirup nafas dan menggembalakan rasanya. Hendaknya seorang spiritualis selalu bermantra, berdoa, atau bersabda sebelum dan sesudah tidur agar pikirannya dilindungi dari kekuatan jahat yang menimbulkan bebendu atau sengkala (marabahaya).

7. Ajali Kauri: Tubuh ketiadaan (mati sakjroning urip). Dimana manusia akan mengalami keterpisahan tubuh dan jiwanya (mati). Hendaknya seorang spiritualis memelihara batin - rasanya dengan tekun tirakat mengurangi makan untuk proses mati yang tidak berat karena ubun-ubun (cakra mahkota) tidak tersumbat oleh endapan sari-sari makanan, membau/mencium aroma tubuhnya sendiri (kulit) sebelum tidur malam dan sesudah tidur agar senantiasa penuh kesadaran dimanapun berada.  Begitulah prosesi saya sebelum dan sesudah  menemukan puing-puing kesejatian. Diwedarkan dan dibimbing oleh guru saya di masa lalu.

Adapun contoh saloka yang pernah diwejangkan kepada saya sebagai berikut: bilamana seorang murid bertanya tentang hakikat jati diri.

"Golekono Gong Susuhe Angin; Carilah dimana angin bersarang",
Mapane atine banyu perwitosari; dimana jantung hati air perwitosari",
Tapak e kuntul nglayang; jejak burung bangau terbang",
Mapane galihe kangkung; letak kayukeras/galih di dalam tanaman kangkung.
"Yen wes tinemu jawab e,  saloka sakbanjure yoiku ngudari urip iku sejatine opo, mati iku sejatine opo; bobote pati karo urip yen ditimbang abot endi;
Setelah mendapat jawabannya saloka berikutnya adalah hidup itu sejatinya apa, mati itu sejatinya apa, berat mati dan hidup kalau ditimbang berat mana.
"Rasa welas asih iku teko ngendi watese? Yen shiro turu, melek e mapan ning ngendi, yen shiro melek mapan turu ono ngendi;
Selanjutnya rasa welas asih itu sampai mana batasnya, ketika kamu tertidur dimana letak terjagamu, ketika kamu terjaga dimana letak tudurmu.
"Iki Saloka ngajur-ajer kang kudu diudari naliko pengen nggoleki sejatining diri, anggayuh wedaran kaweruh tuo Sangkan paraning dumadi piwedare Kanjeng Sunan Kalijaga. Laku meper howoning sedulur papat kanggo nggayuh sasmithaning Guru Sejati Kang Dumunung Ing Pancer e diri;
Ini adalah saloka Ngajur-ajer (laku arah angin) yang harus dikupas diurai jawabnya ketika hendak mencari jati diri, memaknai llmu hakikat sastra jendra: sangkan paran (jati diri) yang pernah diwedarkan Kanjeng Sunan Kalijaga. Menaklukan kekuatan saudara empat untuk diselaraskan menuju tuntunan murni guru sejati yang berada di pusat hati."

Iki lakuku mbiyen piwulange guruku, dadi nggayuh kaweruh kui yo kudu kuat lakon, laku, njur lekakon, ben ngerti bab rasa, ora mung laku sumebyare klangenan wae njur dadine kegoda pepaese rerupan kang awujud cipto gambare klangenan sedulur papat kang awot howo nepsu.  Mesu  rogo, mesu budhi sudo dhahar kelawan nendro. Kebak wadah jangkep ing pangisi.

Itulah salah satu ajaran guruku, jadi untuk mendapat pencerahan itu harus kuat menjalani proses agar mengerti ilmu bab rasa, tidak hanya tergoda ilusi angan-angan semata ditampaki sosok ini itu yang jatuhnya hanya cipta gambar/ jelmaan mahluk entitas bawah yang memperdayai. Bahkan saudaramu empat jika tak kau taklukan untuk kemudian diselaraskan dia akan menjadi goda kencanamu yang berwujud apapun bahkan konsepsi kesadaran yang menjebak. Harus mau memprihatinkan raga serta  batin, puasa mengurangi makan mengurangi tidur demi terpangkasnya hasrat yang berlebihan yang menjadikan duka cita yang menggelapi perasaan. Begitulah sempurnanya insan yang dipenuhi daya gusti.

Doa Ajaran Kanjeng Nabi Agar Mudah Membayar Hutang


Doa agar Mudah Melunasi Utang Sepenuh Gunung

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

ALLAHUMAK-FINII BI HALAALIKA ‘AN HAROOMIK WA AGH-NINIY BI FADHLIKA ‘AMMAN SIWAAK

“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu”

 (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh Al Albani)

Makanan Haram Berpengaruh pada Terkabulnya Doa, Pilihlah yang Halal

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ.

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)

Ibnu Rajab punya pernyataan yang baik mengenai hadits di atas, “Selama seseorang mengonsumsi makanan halal, maka amalan shalih mudah diterima. Adapun bila makanan tidak halal dikonsumsi, maka sudah barang tentu amalan tersebut tidak diterima.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 1: 260).

Doa ini adalah di antara doa yang bisa diamalkan untuk melunasi utang dan dibaca sebelum tidur.

Telah diceritakan dari Zuhair bin Harb, telah diceritakan dari Jarir, dari Suhail, ia berkata, “Abu Shalih telah memerintahkan kepada kami bila salah seorang di antara kami hendak tidur, hendaklah berbaring di sisi kanan kemudian mengucapkan,

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ

Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon. A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih. Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.

Artinya:

“Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an). Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah). Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atasMu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu. Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga terlepas dari kefakiran.” (HR. Muslim no. 2713)

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa maksud utang dalam hadits tersebut adalah kewajiban pada Allah Ta’ala dan kewajiban terhadap hamba seluruhnya, intinya mencakup segala macam kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 33).

Juga dalam hadits di atas diajarkan adab sebelum tidur yaitu berbaring pada sisi kanan.

Semoga bisa diamalkan dan Allah memudahkan segala urusan kita dan mengangkat kesulitan yang ada.

Bersedekah Atau Bayar Hutang


Anjuran syariat Islam tentang melaksanakan sedekah sudah tak terhitung banyaknya. Misalnya keterangan dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa’ berikut ini:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ  بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh Allah Maha-Mengetahui,” (QS an-Nisa’: 92).

Pada ayat yang lain Allah subhanahu wa ta’ala bahkan menjanjikan ganjaran yang agung terhadap orang yang mengajak orang lain untuk bersedekah. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam salah satu firman-Nya:

لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami akan memberinya pahala yang besar” (QS an-Nisa’: 114).

Namun apakah anjuran melaksanakan sedekah ini bersifat umum? Sehingga bagi siapa pun disunnahkan untuk bersedekah kapan pun itu, tanpa dibatasi oleh hal lain? Bila seseorang masih memiliki tanggungan utang kepada orang lain, apakah mendermakan harta tetap disunnahkan baginya, atau justru hal yang paling dianjurkan baginya adalah membayar utang terlebih dahulu?

Mengenai pertanyaan di atas, baiknya kita simak penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ

“Sedekah yang paling baik adalah melakukan sedekah dalam kondisi tercukupi, mulailah dari orang yang wajib kamu nafkahi,” (HR. Bukhari).

Berkaitan dengan hadits di atas, Imam Bukhari menjelaskan secara khusus tentang mana yang didahulukan antara bersedekah dengan membayar utang pada orang lain:

بَاب لَا صَدَقَةَ إِلَّا عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ تَصَدَّقَ وَهُوَ مُحْتَاجٌ أَوْ أَهْلُهُ مُحْتَاجٌ أَوْ عَلَيْهِ دَيْنٌ فَالدَّيْنُ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى مِنْ الصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ وَالْهِبَةِ وَهُوَ رَدٌّ عَلَيْهِ

“Bab menjelaskan tidak dianjurkannya sedekah kecuali dalam kondisi tercukupi. Barangsiapa yang bersedekah, sedangkan dia dalam keadaan membutuhkan atau keluarganya membutuhkan atau ia memiliki tanggungan utang, maka utang lebih berhak untuk dibayar daripada ia bersedekah, memerdekakan budak, dan hibah. Dan sedekah ini tertolak baginya” (Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 2 , hal. 112)

Syekh Badruddin al-‘Aini mengartikan perkataan Imam Bukhari di atas dalam salah satu karyanya ‘Umdah al -Qari Syarh Shahih al-Bukhari:

والمعنى أن شرط التصدق أن لا يكون محتاجا ولا أهله محتاجا ولا يكون عليه دين فإذا كان عليه دين فالواجب أن يقضي دينه وقضاء الدين أحق من الصدقة والعتق والهبة لأن الابتداء بالفرائض قبل النوافل وليس لأحد إتلاف نفسه وإتلاف أهله وإحياء غيره وإنما عليه إحياء غيره بعد إحياء نفسه وأهله إذ هما أوجب عليه من حق سائر الناس

“Maksud dari perkataan (Imam Bukhari) di atas bahwa syarat bersedekah adalah sekiranya dirinya atau keluarganya tidak dalam keadaan butuh dan tidak memiliki utang. Jika ia memiliki utang, maka hal yang seharusnya dilakukan adalah membayar utangnya. Karena membayar utang lebih baik untuk dilakukan (baginya) daripada bersedekah, memerdekakan budak, dan menghibahkan (harta), sebab hal yang wajib itu (harus) didahulukan sebelum melakukan kesunnahan. Dan tidak diperkenankan bagi seseorang untuk menyengsarakan dirinya dan keluarganya sedangkan ia menghidupi (membuat nyaman) orang lain. Seharusnya ia menghidupi orang lain setelah menghidupi dirinya dan keluarganya, sebab dirinya dan keluarganya lebih wajib untuk diperhatikan daripadan orang lain,” (Syekh Badruddin al-‘Aini, Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari, juz 13, hal. 327).

Lebih jauh lagi, menurut pandangan para ulama fiqih mazhab Syafi’i, bersedekah ketika masih memiliki tanggungan utang adalah menyalahi kesunnahan, bahkan tindakan tersebut bisa menjadi haram ketika utang hanya bisa lunas dari harta tersebut atau utang tidak mungkin akan terlunasi dari harta yang lain, seandainya ia bersedekah dengan harta itu. Dalam hal ini, Syekh Khatib asy-Syirbini menjelaskan:

ـ (ومن عليه دين أو) لم يكن عليه (و) لكن (له من تلزمه نفقته يستحب) له (أن لا يتصدق حتى يؤدي ما عليه) فالتصدق بدونه خلاف المستحب - (قلت الأصح تحريم صدقته بما يحتاج إليه لنفقة من تلزمه نفقته) أو يحتاج إليه لنفقة نفسه ولم يصبر على الإضاقة (أو لدين لا يرجو له وفاء) لو تصدق به

“Seseorang yang memiliki utang atau ia tidak punya utang namun berkewajiban menafkahi orang lain, maka disunnahkan baginya untuk tidak bersedekah sampai ia membayar tanggungan yang wajib baginya. Sebab bersedekah tanpa (disertai) membayar tanggungannya adalah menyalahi kesunnahan.

Aku berkata. 'Menurut pendapat ashah (yang kuat) haram menyedekahkan harta yang ia butuhkan untuk menafkahi orang yang wajib dinafkahinya, atau menyedekahkan harta yang ia butuhkan untuk menafkahi dirinya sendiri, sedangkan ia tidak tahan untuk menghadapi kondisi hidup yang mendesak itu, atau harta tersebut ia butuhkan untuk membayar utang yang tidak dapat diharapkan untuk dapat dilunasi (dari harta yang lainnya) seandainya ia bersedekah,” (Syekh Khatib Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz 3, hal. 122).

Berbeda halnya ketika masih diharapkan lunasnya utang dari harta yang lain, maka boleh baginya untuk bersedekah, selama tagihan utangnya belum jatuh tempo pembayaran. Beliau (Syekh Khatib asy-Syirbini) melanjutkan:

وأما تقديم الدين فلأن أداءه واجب فيتقدم على المسنون فإن رجاله وفاء من جهة أخرى ظاهرة فلا بأس بالتصدق به إلا إن حصل بذلك تأخير وقد وجب وفاء الدين على الفور بمطالبة أو غيرها فالوجه وجوب المبادرة إلى إيفائه وتحريم الصدقة بما يتوجه إليه دفعه في دينه كما قاله الأذرعي

“Diwajibkannya mendahulukan membayar utang, sebab membayar utang adalah hal yang wajib, maka harus didahulukan dari perkara yang sunnah. Sedangkan jika utangnya bisa lunas dari harta yang lain, maka tidak masalah bersedekah dengan harta tersebut, kecuali ketika akan berakibat pada diakhirkannya pembayaran, sedangkan wajib baginya untuk membayar utang sesegera mungkin dengan adanya tagihan (dari orang yang memberi utang) atau hal lainnya, maka dalam keadaan demikian wajib baginya untuk segera melunasi utangnya dan haram untuk mensedekahkan harta yang akan digunakan untuk membayar utang. Pendapat ini seperti yang diungkapkan oleh Imam al-Adzra’i,” (Syekh Khatib Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz 3, hal. 122).

Namun menurut pandangan Imam al-Adzra’i, ketika harta yang disedekahkan tidak mungkin dialokasikan untuk pembayaran utang, misalnya ketika barang yang disedekahkan adalah hal-hal remeh yang tidak begitu signifikan untuk dijadikan sebagai komponen pembayaran utang yang menjadi tanggungannya, maka dalam hal ini bersedekah tetap dianjurkan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Nihayah al-Muhtaj:

قال الأذرعي : وهذا ليس على إطلاقه إذ لا يقول أحد فيما أظن أن من عليه صداق أو غيره إذا تصدق بنحو رغيف مما يقطع بأنه لو بقي لم يدفعه لجهة الدين أنه لا يستحب له التصدق به ، وإنما المراد أن المسارعة لبراءة الذمة ، أولى وأحق من التطوع على الجملة

“Keharaman ini tidaklah bersifat mutlak. Sebab tidak akan mungkin ada ulama’ yang berpandangan bahwa orang yang memiliki tanggungan, ketika ia bersedekah roti atau harta yang serupa, sekiranya ketika harta tersebut tetap maka ia tidak akan menyerahkan harta tersebut untuk pembayaran utangnya (karena terlalu sedikit), (tidak ada ulama yang berpandangan) bahwa menyedekahkan roti tersebut tidak disunnahkan. Karena yang dimaksud (tidak sunnahnya bersedekah ketika mempunyai utang) adalah menyegerakan untuk terbebas dari tanggungan lebih baik daripada melakukan kesunnahan dalam skala umum” (Syekh Syamsuddin ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Juz 6, Hal. 174)

Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membayar utang adalah hal yang lebih didahulukan daripada bersedekah. Bahkan bersedekah merupakan sebuah larangan ketika utang yang menjadi tanggungannya telah jatuh tempo atau tidak diharapkan adanya harta lain yang dapat melunasi utangnya. Sedangkan bersedekah pada harta-harta remeh yang tidak terlalu signifikan dalam pembayaran utangnya tetap dianjurkan, menurut pandangan Imam al-Adzra’i.

ٍSeseorang mesti bijak dalam mengelola keuangan yang ia miliki. Bersedekah memang hal yang dianjurkan, tapi menjadi tidak baik tatkala dilakukan dalam keadaan terlilit utang atau tersandra oleh kebutuhan lain yang lebih urgen, seperti menafkahi dirinya dan keluarganya. Maka dalam keadaan demikian sebaiknya ia mendahulukan hal-hal yang wajib ia penuhi daripada melakukan hal-hal yang masih dalam koridor kesunnahan, sebab hal demikian merupakan manifestasi dari kaidah “Al-Fardlu afdlalu minan-nafli” (hal yang wajib lebih utama dibanding hal yang sunnah).

Minggu, 07 November 2021

Jejak Sejarah Wali Biru Selokaton


RIWAYAT SINGKAT WALIYULLAH SYAYYID ROBBIBINUR BIN SYAYYID ABDULMAJID / WALI BIRU

KEDATANGAN DITANAH JAWA

Sekitar tahun 1417 M, Syayyid Robbinur yang berasal dari Hadra maut – Yaman berangkat bersama saudara – saudaranya yang sesama Habaib, seperti: Syayyid Shonhaji ( Mbah Bolong - Ampel ) , Syayyid Ahmad Faqih ( Mbah Kaliagung – Tirem – Gresik ), Syayyid Silbani ( Wales – Blado ), Syayyid Laduni ( Kebagusan – Jeporo ), dll. Keberangkatan mereka ketanah Jawa atas petunjuk Syayyid Abdulmajid yang mendapat petunjuk dari Allah, agar mereka berguru kepada Syayyid Ali Rohmatullah / Sunan Ampel di Padepokan / Pesantren Ampel Dento Surabaya. Sesampainya di Ampel, rombongan yang dipimpin oleh Syayyid Robbibinur diterima oleh Sunan Ampel dengan senang hati, bahkan semua fasilitas sudah disiapkan. Mereka sangat terkejut ketika Sunan Ampel memberitahukan kepada rombongan bahwa dia sering kontak dengan Syayyid Abdulmajid.

BELAJAR DAN MENIKAH

Syayyid Robbibinur beserta saudaranya belajar dengan rajin, tekun dan penuh kesabaran. Sesama santri dia tidak mau dibedakan atau membeda bedakan, tidak melihat keturunan, golongan, bangsa dsb, yang penting seiman dan merasa sama – sama mahluk Allah. Karena kemampuanya yang sangat tinggi dan semangat belajar yang besar serta dilandasi sikap sopan santun itulah yang membuat Syayyid Robbibinur sangat menonjol diantara sesama santri. Selain menguasai ilmu agama lahir batin juga menguasai ilmu kanuragan / silat, tata negara dan tataperang, perdagangan juga pertanian. Karena itulah Syeh Nurhadi / Sunan Bungkul – Surabaya ingin menjadikanya menantu. Dengan seijin Sunan Ampel akhirnya menjadi menantu Sunan Bungkul dan dikaruniai putra yang bernama Syayyid Sholeh / Mbah Sholeh. Mbah Sholeh oleh ayahnya disuruh mengabdi kepada Sunan Ampel sampai wafat. Mbah Sholeh pernah hidup mati sampai sembilan kali dan dimakamkan didepan masjid Ampel – Surabaya. Selain itu Syayyid Robbinur yang membikin sayembara buah delima wulung, yangmana siapa yang mampu mengambil buah delima dari pohonya akan dijodohkan dengan adik ipar perempuanya. Banyak Pangeran, Bangsawan, Kiai dan santri, juga pendekar yang mengikuti sayembara itu. Akhirnya yang bisa memenangkan sayembara itu adalah Sunan Giri Gresik.

PERJALANAN DA’WAH

Syayyid Robbibinur mendapat tugas dari Sunan Ampel untuk berda’wah keliling Jawa Timur. Dengan penuh semangat, tekun dan sopan santun membuat da’wahnya berhasil dimana – mana, sehingga hal ini didengar oleh para wali dan ulama’, bahkan Sultan Demak / Raden Fattah juga mendengarnya. Ketika itu Kasultanan Demak sedang terusik oleh kegiatan penyebaran faham Syeh Siti Jenar dan Kiageng Kebo Kenongo yang dirasa menyimpang dari Syariat Islam. Setelah para wali mendapat isaroh dari Allah, kemudian mengadakan musyawarah yang dipimpin oleh Sunan Giri. Hasil musyawarah, yang bisa mengatasi kegiatan Syeh Siti Jenar adalah Syayyid Robbibinur. Kemudian Syayyid Robbibinur dipanggil dan datang ke Kasultanan Demak untu mendapat tugas membendung ajaran Syeh Siti Jenar. Syayyid Robbibinur berangkat kedaerah Rawa Pening / Banyu Biru dan membikin Padepokan / Pesantren sebagai sarana untuk memperlancar tugas dan sarana da’wah. Syeh Siti Jenar mendirikan Padepokan di sebelah timur Banyu Biru dan Syayyid Robbibinur mendirikan Padepokan disebelah barat Banyu Biru tepatnya di Maskumambang ( sampai sekarang petilasanya masih ada ). Dengan kemampuan lahir batin yang mumpuni dari Syayyid Robbibinur, membuat Syeh Siti Jenar kesulitan megembangkan ajaranya bahkan muritnya semakin berkurang. Karena bertempat di Banyu Biru itulah maka Syayyid Robbibinur dijuluki Wali Biru / Kyai Biru / Wali Biron. Ketika itu juga Mbah Wali Biru mempunyai dua orang murid istimewa yaitu Sunan Bonang dan Patih Wonosalam ( Patih Kasultanan Demak ).

MENJADI PENASEHAT SULTAN DEMAK

Setelah Syeh siti Jenar diadili para wali, Mbah Wali Biru diminta oleh Sultan Fatah dan persetujuan Wali Sembilan untuk menjadi penasehat Kasultanan Demak. Adapun pengadilan para Wali Sembilan kepada Syeh Siti Jenar yaitu supaya Syeh Siti Jenar membunuh atau menghilangkan ajaranya / aliranya dan kembali kepada ajaran Islam yang sempurna. Jadi yang selama ini pengertian bahwa Syeh Siti Jenar dibunuh / dipenggal lehernya adalah tidak benar. Yang benar, setelah Syeh Siti Jenar mengakui kesalahanya, namanya dikembalikan namanya oleh para wali menjadi Syeh Abdul Jalil dan diberi tugas untuk mendampingi Ibu Ratu Kalinyamat di Kadipaten Jepara. Adapun Mbah Wali Biru juga mendapat tugas mengawasi kegiatan Syeh Abdul Jalil. Mbah Wali Biru disamping sebagai penasehat juga sebagai pelatih laskar / prajurit Kasultanan Demak. Mbah Wali Biru menjadi penasehat Kasultanan Demak selama 4 tahun.

TUGAS KE KADIPATEN KALIWUNGU

Adipati Kaliwungu datang menghadap kepada Sultan Demak untuk meminta bantuan ulama’ dari Kasultanan Demak sebab perkembangan Agama Islam di Kaliwungu kurang maju. Apalagi di Kadipaten Kaliwungu belum ada tokoh ulama’ yang mempunyai kemampuan tinggi. Dari hasil musyawarah antara Wali Sembilan dan Sultan Demak akhirnya Mbah Wali Biru ditunjuk untuk da’wah di Kadipaten Kaliwungu. Setelah pindah di Kaliwungu Mbah Wali Biru mendirikan Padepokan / Pesantren di daerah Geseng – Kendal. Karena kemampuan yang tinggi dari Mbah Wali Biru akhirnya Kaliwungu menjadi pusat terbesar pendidikan Agama Islam se Negara Kasultanan Demak Bintoro. Santrinya tidak hanya dari wilayah Kasultanan Demak bahkan ada yang dari luar negeri. Mbah Wali Biru tugas di Kaliwungu selama 9 tahun dan sudah menghasilkan ulama’ – ulama’ besar yang menyebar diwilayah Kasultanan Demak.

DA’WAH DI KEPATIHAN SELOTLANGU / SELOKATON

Pada jaman Demak nama Selokaton adalah Selotlangu yang merupakan wilayah Kepatihan / Kawedanan. Setelah jaman Kasultanan Surakarta nama Selotlangu dirubah menjadi Selokaton. Mbah Wali Biru sudah merasa sangat tua dan berkeinginan untuk hidup didaerah yang sepi / ber uzlah. Kebetulan waktu itu Patih Selotlangu mohon bantuan Ulama’ kepada Adipati Kaliwungu yang berda’wah diwilayahnya. Sebab masyarat Selotlangu kurang mengenal Agama Islam, bahkan sebagian besar rakyatnya masih berkepercayaan Animisme dan Dinamisme. Akhirnya Mbah Wali Biru bersama beberapa santrinya yang dibawa dari Banyu Biru dan Kaliwungu berangkat ke Selotlangu setelah mendapat ijin dari Adipati Kaliwungu. Patih selotlangu memberi daerah perdikan untu didirikan Padepokan / Pesantren kepada Mbah Wali Biru yang berupa hutan. Para santri babat alas yang dipimpin oleh Mbah Wali Biru, yang kemudian diberi nama Padukuan Biron. Setelah Padepokan / Pesantren berdiri Mbah Wali Biru mulai menyusun strategi berdda’wahnya, sebab masyarakat Selotlangu mempunyai sifat yang berbeda. Menggunakan da’wah Islam secara langsung tidak memungkinkan, melalui pertanian dan perdagangan tidak menarik, akhirnya Mbah Wali Biru berda’wah dengan cara mengajarkan ilmu kanoragan dan kesaktian. Ternyata dengan cara itu menarik minat masyarakat Selotlangu. Awalnya Mbah Wali Biru memperagakan ilmu silat yang ditonton oleh rakyat Selotlangu di Padepokan, akhirnya mereka berminat dan banyak yang mendaftarkan diri untuk belajar silat. Bila ikut silat saratnya hanya dengan berwudlu, dan bila mereka sudah menguasai ilmu dasar silat maka dikukuhkan dengan membaca Syahadat.

Kalau ingi bertambah sakti ( kata Mbah Wali Biru ), para murid disuruh membaca japa mantra dan bergerak menirukan gerakan beliau. Sebenarnya yang dikerjakan oleh Mbah Wali Biru adalah memberikan contoh tatacara mengerjakan Sholat. Setelah mereka bisa baru dijelaskan bahwa yang mereka kerjakan itu adalah Sholat yang wajib dikerjakan bagi setiap orang Islam. Begitulah cara Mbah Wali Biru berda’wah mulai dari Silat menjadi Sholat. Dalam waktu singkat Padepokan / Pesantren berkembang dengan pesat dan santrinya dari mana – mana.

WAFAT DI SELOKATON

Atas seijin Sultan Demak, Para Wali dan Adipati Kaliwungu, Mbah Wali Biru menetap di Selokaton sampai wafat. Adapun istri dan anaknya jauh sebelumnya sudah wafat dan dimakamkan di Surabaya. Mbah Wali Biru wafat dalam usia 155 tahun dan dimakamkan di sekitar Padepokan / Pesantren Biron – Selokaton yang beliau dirikan. Karena usia yang panjang itu Mbah Wali Biru disebut juga dengan Wali Budha, maksudnya bukan agamanya yang budha tetapi usianya yang panjang / lama / budha.

PESAN AGAMA MBAH WALI BIRU

Pesan Agama yang sangat terkenal dari Mbah Wali Biru antara lain :

1. Qodrat Manusia adalah:
- Bodoh: maka jangan merasa paling Pinter
- Hina : maka jangan merasa paling Mulia
- Apes : maka jangan merasa paling Ampuh
- Salah : maka jangan merasa paling benar
Maka dari itu marilah kita berusaha jadi manusia yang Jujur, Sabar, Tawakal, Ikhlas dan Nerima.

2. Sempurnanya manusia hidup itu apabila:
- Berbakti kepada Allah SWT
- Berbakti kepada kedua Orang Tuanya
- Berbakti kepada Rosulullah dan Gurunya

RIWAYAT WALI BIRU DARI AL MUKHAROM KH. SIROJ

Di tahun 1954 Al Mukharom KH. Siroj – Payaman – Magelang setelah acara pengajian beliau mengatakan ketika sedang ngaji beliau berhenti sebentar sebab kedatangan Mbah Wali Biru bil ghoib. Kemudian Mbah Siroj menceritakan secara singkat tentang riwayat Mbah Wali Biru kepada Santri dan Jamaah yang hadir. Adapun pesan dari Mbah Wali Biru kepada Mbah Siroj adalah:

“ Apabila suatu saat nanti Tanah Biru keluar asapnya, Banyu Biru keluar candinya, maka saat itulah makamku ( Wali Biru ) dirawat oleh anak cucu”. Kemudian Mbah Siroj menyampaikan pesan khusus dan sekaligus tugas kepada santrinya yaitu Abi Mansur ( KH. RNg. Abi Mansyur / Ki. Bodo ) supaya mewujutkan pesan dari Mbah Wali Biru.
Pada tahun 1987 apa yang di pesankan oleh Mbah Wali Biru itu terjadi dan nyata,yaitu Tanah Biru ( Dieng – Wonosobo ) berhari hari keluar asapnya, Banyu Biru ( Rawa Pening – Ambarawa ) keluar pulaunya / candinya, dan di tahun itu juga ditemukan makam Wali Biru di Biron – Selokaton – Sukorejo – Kendal. Sejak itulah makam dibangun / dirawat bersama – sama oleh Jamaah Alkaromah dan warga masyarakat Selokaton sampai sekarang.

PERIHAL MAKAM WALI BIRU

1. Khaul Wali Biru dilaksanakan setiap Hari Senin ke 3 dalam Bulan Syawal
2. Wirid kunci Mbah Wali Biru adalah: YA HAYYU QOYYUMU 300X.
3. Wali Biru merupakan cucu ke 26 dari Rosulullah Muhammad SAW.

Demikianlah riwayat singkat Syayyid Robibbinur / Wali Biru mulai dari Hadramaut – Yaman sampai wafat di Biron – Selokaton – Sukorejo. Semoga sejarah ini menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang Waliyullah yang ada ditanah air kita Indonesia. Dan semoga pula barokah karomah Mbah Walibiru melimpah kepada kita semua yang percaya, sehingga meningkatkan Iman Islam kita untuk menuju keselamatan lahir batin dan dunia akhirat. Amiin..

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...