Minggu, 07 November 2021

Kesunahan Menyaksikan Penyembelihan Kurban


Pada hakekatnya berqurban adalah wajib bagi yang mampu. Ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

أخبرنا الحسن بن يعقوب بن يوسف العدل ، ثنا يحيى بن أبي طالب ، ثنا زيد بن الحباب ، عن عبد الله بن عياش القتباني ، عن الأعرج ، عن أبي هريرة رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من وجد سعة لأن يضحي فلم يضح ، فلا يحضر مصلانا »

“Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda : Siapa yang memperoleh kelapangan untuk berkurban, dan dia tidak mau berkurban, maka janganlah hadir dilapangan kami (untuk shalat Ied).” [HR Ahmad, Daru qutni, Baihaqi dan al Hakim]

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Dari Aisyah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah ‘Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah ‘Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” (HR. Ibnu Majah, At-Tirmidzi, Al-Hakim berkata isnad hadits shahih)

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قُلْتُ أَوْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا مَا لَنَا مِنْهَا قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصُّوفُ قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ

Dari Zaid bin Arqam ia bekata; Saya berkata atau mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, untuk apakah hewan kurban ini?” beliau menjawab: “Yaitu sunnah bapak kalian Ibrahim.” Mereka bertanya lagi, “Lalu kebaikan apakah yang akan kami peroleh darinya?” beliau menjawab: “Setiap helai dari bulunya adalah kebaikan.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana dengan domba?” beliau menjawab: “Setiap helai bulu domba itu adalah bernilai satu kebaikan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim, dia berkata Isnadnya Shahih)

Menghadiri prosesi penyembelihan bukanlah syarat keabsahan kurban. Bahkan jika seseorang mewakilkan kurbannya pada suatu kepanitiaan misalnya lantas ia tidak menghadiri penyembelihannya, maka kurbannya tetap sah. Menghadiri prosesi tersebut hanyalah sunnah, bukan wajib.

Al Bahuti dalam Ar Roudh berkata,

ويتولاها أي الأضحية صاحبها إن قدر أو يوكل مسلما ويشهدها، أي يحضر ذبحها إن وكل فيه. انتهى.

“Hendaklah shohibul kurban mengurus kurbannya sendiri. Namun ia boleh pula mewakilkan muslim yang lain dan ia menyaksikan prosesi penyembelihan ketika diwakilkan.”

Bagi lelaki maupun wanita diprbolehkan mewakilkan penyembelihan hewan kurbannya walaupun mampu mengerjakannya sendiri diserahkan kepada seorang muslim yang mengerti tentang hukum-hukum fiqih yang berkaitan dengan penyembelihan dan kurban. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan Jabir radhiyallahu ‘anha;

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاقَ مَعَهُ مِائَةَ بَدَنَةٍ، فَلَمَّا انْصَرَفَ إِلَى الْمَنْحَرِ نَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا فَنَحَرَ مَا غَبَرَ مِنْهَا


“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggiring 100 ekor unta bersama beliau, lalu ketika beliau mendatangi tempat penyembelihan, beliau menyembelih sendiri 63 ekor dengan tangannya sendiri, kemudian menyerahkannya pada Ali, lalu Ali menyembelih sisanya”. (Shahih Ibnu Hibban, no.4018)

Hanya saja, ketentuan diatas mengecualikan para wanita, sebab bagi seorang wanita yang hendak berkurban disunahkan untuk menyerahkan penyembelihan hewan kurbannya kepada seorang lelaki.

Orang yang berkurban, jika hewan yang dikurbankan tidak disembelih di daerah lain yang menyulitkan untuk didatangi, maka dianjurkan untuk menyaksikan prosesi penyembelihan itu. Hukum sunnah ini berlaku baik menyaksikannya adalah karena orang yang berkurban itu menyembelih sendiri hewan kurbannya maupun karena ia mewakilkan kepada orang lain. Jadi, bukan berarti setelah mewakilkan kemudian ditinggalkan, tetapi tetap mengusahakan menyaksikan prosesi penyembelihan itu meskipun dia sendiri tidak menyembelih. Rasulullah ﷺ telah memberi contoh bagaimana beliau beliau menyembelih sendiri dan menyaksikan prosesi penyembelihan hewan kurbannya. Al-Bukhari meriwayatkan:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

” dari Anas dia berkata; Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih dominan dibanding warna hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelih domba tersebut dengan tangan beliau sendiri sambil menyebut nama Allah dan bertakbir dan meletakkan kaki beliau di atas sisi leher domba tersebut.” (H.R.Bukhari, juz 17 hlm 267)

Sejumlah ulama dari berbagai madzhab telah menegaskan kesunnahan menyaksikan prosesi penyembelihan bagi orang yang berkurban. Di antara mereka adalah Al-Kasani dari madzhab Hanafi, Al-Kasani berkata,

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَحْضُرَ الذَّبْحَ

“…Dianjurkan (bagi orang yang berkurban) untuk menghadiri penyembelihan…” (Bada’i’u Ash-Shona-i’ Fi Tartibi Asy-Syaro-i’ juz 5 hlm 79)

Demikian pula An-Nawawi dari madzhab Asy-Syafi’i. An-Nawawi berkata:

وَيُسْتَحَبُّ إذَا وَكَّلَ أَنْ يَحْضُرَ ذَبْحَهَا وَدَلِيلُ الْجَمِيعِ فِي الْكِتَابِ

“…dianjurkan jika dia (orang yang berkurban) mewakilkan (kepada orang lain untuk menyembelih), hendaknya dia menghadiri penyembelihan itu. Dalil seluruhnya dalam kitab…” (Al-Majmu’ , juz 8 hlm 405)

Demikian pula Ibnu Qudamah dari madzhab Hanbali. Ibnu Qudamah berkata:

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَحْضُرَ ذَبْحَهَا

“…Dianjurkan (bagi orang yang berkurban) untuk menghadiri penyembelihannya…” (Al-Mughni, juz 9 hlm 456)

Demikian pula pakar perbandingan madzhab, Wahbah Az-Zuhaili. Beliau berkata:

ويستحب أن يحضر المضحي الذبح

“…orang yang berkurban dianjurkan untuk menghadiri penyembelihan itu..” (Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, juz 4 hlm. 2734)

Para ulama’ menjelaskan, bahwa ketika seseorang menyerahkan penyembelihannya pada orang lain maka disunahkan bagi orang yang berkurban untuk menyaksikan prosesi penyembelihan hewan kurbannya, berdasarkan hadits yang mengisahkan ketika Fatimah radhiyallahu ‘anha berkurban dan menyerahkan penyembelihannya pada orang lain, ketika hewan kurbannya hendak disembelih nabi berkata kepada Fatimah;

يَا فَاطِمَةُ قَوْمِي إِلَى أُضْحِيَّتِكَ فَاشْهَدِيهَا فَإِنَّهُ يُغْفَرُ لَكِ عِنْدَ أَوَّلِ قَطْرَةٍ تَقْطُرُ مِنْ دَمِهَا كُلُّ ذَنْبٍ عَمِلْتِيهِ

“Wahai Fatimah, beranjaklah kepada hewan kurbanmu, lalu saksikanlah, sebab semua dosa-dosa yang telah engkau perbuat akan diampuni pada saat tetes pertama darahnya”.(Al-Mustadrok, no.7524, 7525).

Jadi, kesimpulannya orang yang berkurban disunahkan untuk melihat prosesi penyembelihan hewan kurbannya.

Ciri-ciri Orang Berilmu


Berilmu atau tidaknya seseorang dalam kacamata Islam tidak dilihat dari segi banyak atau luas wawasan, tapi dilihat dari sifat atau tingkah lakunya. Apakah ilmu yang dimilikinya sesuai degan akhlaknya? Sudahkan ilmu yang digandrunginya mampu mengubah dirinya menjadi pribadi ahli ilmu?

Jika seseorang memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas, tapi akhlak dan budi pekertinya masih seperti orang tidak berilmu, atau bahkan lebih dari itu, maka orang seperti itu belum dikategorikan dalam gologan orang berilmu. Berikut ini sifat yang semestinya dimiliki oleh orang yang berilmu.

1. Bertanggung Jawab

Tanggung jawab yang dimaksud adalah menjaga ilmu yang sudah dianugerahkan sesuai dengan ketentuan syari’at. Salah satu tanggung jawab yang dibebankan syari’at adalah menjaga ilmu yang telah dimiliki agar tidak hilang. Yaitu dengan cara megulang-ngulang dan mengamalkannya.

2. Tidak Menyembunyikan Ilmu

Menyembunyikan ilmu bemakna tidak mau mentransfer ilmu tersebut kepada orang yang membutuhkan. Menyembunyikan sesuatu dengan menutup-nutupinya, menghilangkannya, atau meletakkan objek lain pada sesuatu yang dihilangkannya itu.

Menyembunyikan ilmu terealisasi ketika seseorang datang kepada kita untuk menanyakan sebuah hukum atau sebuah solusi dari sebuah permasalahan, tapi kita tidak melayani orang tersebut. Ataupun pura-pura tidak tahu solusi atau jawabannya.

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang elah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka dilaknan Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. (QS. Al-Baqarah [2]: 159).

Islam melarang penyembunyian ilmu sebab akan menjadi musibah bagi diri sendiri dan musibah bagi orang lain.

3. Tawadu

Tawadu (rendah hati) adalah sifat yang sangat terpuji, Al-Qur’an sendiri telah mengangkat derajat orang-orang yang berlaku tawadu, sebagaimana dalam firman Allah Swt.;

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. As-Syu’ara’ [26]:215)

Menurut Imam Nawawi, orang tawadu akan diangkat derajatnya pada dua tempat. Yaitu dunia dan akhirat. Derajat yang diangkat di dunia adalah didirikan dalam hatinya takhta sehingga ia jadi mulia di hadapan manusia. Sedangkan di akhirat mereka akan memetik pahala terhadap tanaman tawadu yang disemaikan di dunia`

Berbahagialah orang-orang yang tawadu karena derajatnya selalu ditinggikan. Berbahagialah bagi orang-orang yang menafkahkan harta bendanya bukan pada jalan kemaksiatan.

Seseorang Yang Taubat Pasti Akan Diuji


Seringkali untuk menyadarkan kesalahan dan keburukan yang kita tidak sadari, kita simpan rapat-rapat, atau sudah berakar sangat kuat dalam hati kita, Allah Swt memunculkannya mewujud menjadi persoalan dalam kehidupan kita, sebagai cermin untuk kita menyadarinya.

Contohnya, seseorang yang pendengki. Orang lain tidak ada yang tahu kalau ia seorang pendengki, bahkan istrinya. Ia menutupnya dengan rapat, sehingga tidak ada orang yang mengetahuinya. Namun Allah Yang Maha Mengetahui, tidak menginginkan sifat dengki ini bersemayam dalam hati seorang hamba. Apalagi jika ia orang yang ingin bertaubat. Maka Allah menyadarkan orang tersebut tentang sifat dengkinya, melalui persoalan kehidupan. Apakah berupa tetangga-tetangganya yang lebih berhasil dari dia, atau teman-teman kantornya yang mendapat penghargaan walaupun tidak bekerja lebih baik dari dia. Ada lagi seorang yang kikir, dimana agar ia menyadarinya, Allah menghadirkan permasalahan kehidupan seperti sering ditipu orang, memiliki barang yang mudah rusak, dan lain sebagainya.

Semua sifat-sifat buruk kita yang tidak disukai Allah, akan dimunculkan oleh Allah melalui persoalan-persoalan kehidupan, agar kita menyadari dan selanjutnya men-taubatinya. Dapat kita bayangkan jika kita memiliki 1000 keburukan yang tersimpan di hati, maka Allah Swt akan memberikan 1000 jenis musibah untuk menyadarkan kita tentang keburukan-keburukan tersebut. Satu per satu musibah diberikan, sampai akhirnya tidak ada lagi sebuah keburukan pun dalam hati seorang hamba. Dalam kondisi seperti inilah seseorang dapat selamat sejahtera, ketika kembali kepada Allah Swt.

Beratnya urusan ini menyebabkan sangat sedikit orang yang ingin menempuh jalan taubat ini. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai Allah dan Rasul-Nya  yang bersedia menapaki jalan ini. Jalaluddin Rumi mengatakan jalan ini adalah jalan para ksatria, karena sesungguhnya hanya para ksatria yang rela berperang, hidup susah dan penuh penderitaan, agar bangsa dan tanah airnya merdeka.

ماتاب عبد لله إﻻ وامتحن الله صدق توبته بتسهيل السبيل للذنب الذي تاب منه .

"Tidaklah seorang hamba bertaubat kepada Allah Azza wa jalla, melainkan Allah Azza akan kembali menguji kejujuran taubatnya dengan memudahkan jalan baginya menuju dosa yang pernah dia lakukan sebelumnya."

Semoga Allah mengaruniakan pada kita taubat nasuha.

Allah Azza wa jalla berfirman:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS: al-'Ankabuut Ayat: 2-3)

Maksudnya dengan ujian tersebut akan tampak siapa yang benar dalam imannya dan siapa yang dusta dalam imannya. Allah mengetahui kedua golongan tersebut. Karena itu jangan tertipu dengan ketaatan kita selama ini, sebelum kita malalui masa-masa pengujian.

Ujian adalah sunnah kauniyah (ketetapan Allâh Azza wa Jalla yang pasti terjadi) bagi setiap Muslim. Seorang Muslim tidak mungkin mengelak dari ujian tersebut. Oleh karena itu, Allâh memberi penekanan pada firman-Nya لَتُبْلَوُنَّ dengan menggunakan dua huruf (yaitu huruf lam dan nun yang bertasydid, sehingga makna kalimat tersebut, kamu sungguh sungguh atau benar-benar akan diuji).”

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Firman Allâh (yang artinya), “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu” seperti firman-Nya (yang artinya) : Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn'[5] . Seorang Mukmin pasti akan diuji pada harta, jiwa, anak dan keluarganya.”

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ

Demikianlah, apabila Allâh menghendaki niscaya Allâh akan membinasakan mereka, tetapi Allâh hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain [Muhammad/47: 4]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ فَيَتَمَرَّغُ عَلَيْهِ وَيَقُولُ: يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَكَانَ صَاحِبِ هَذَا الْقَبْرِ وَلَيْسَ بِهِ الدِّينُ إِلَّا الْبَلَاءُ

Demi yang jiwaku berada di tangannya! Dunia ini tidak akan fana, kecuali setelah ada seseorang yang melewati sebuah kuburan dan merenung lama di dekatnya seraya berkata, ‘Seandainya aku dulu seperti penghuni kubur ini.” Bukan agama yang mendorong dia melakukan ini namun hanya ujian saja”

Kekokohan Iman Dan Kadar Ujian Selalu Berbanding Lurus
Semakin kuat iman seseorang, maka ujian yang akan diberikan oleh Allâh akan semakin besar. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh Sa’d bin Abî Waqqâsh Radhiyallahu anhu :

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ

“Ya Rasûlullâh! Siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar (kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar kekuatan agamanya”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.

Kewajiban kita adalah bersabar dan bersabar. Ganjaran bersabar sangat luar biasa. Ingatlah janji Allah,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10).
Al Auza’i mengatakan bahwa  ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar pahala bagi mereka tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi akan diberi tambahan dari itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.

Makna asal dari sabar adalah “menahan”. Secara syar’i, pengertian sabar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim,

فَالصَّبْرُ حَبْسُ النَّفْسِ عَنِ الجَزْعِ وَاللَِّسَانِ عَنِ التَّشَكِّي، وَالجَوَارِحِ عَنْ لَطْمِ الخُدُوْد وَشَقِّ الثِيَابِ وَنَحْوِهِمَا

“Sabar adalah menahan diri dari menggerutu, menahan lisan dari mengeluh, dan menahan anggota badan dari menampar pipi, merobek-robek baju dan perbuatan tidak sabar selain keduanya.”Jadi, sabar meliputi menahan hati, lisan dan anggota badan.

Semoga kita semua tergolong sebagai orang yang bertaubat dan bersabar. Amiin

Sholawat Yaqutiyyah



الصلاة الياقوتية لسيدي الشيخ محمد الفاسي الشاذلي

ملآحظة من حافظ على هذة الصيغة ثلاث مرات صباح ومساء كثرت رؤيته لحضرة النبي صلى الله عليه وسلم يقظة ومناما حساًومعنى ,,,

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

”إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا“

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَنْ جَعَلْتَهُ سَبَبًا لِانْشِقَاقِ أَسْرَارِكَ الجَبَرُوتِيَّةِ، وَآنْفِلَاقًا لِأَنْوَارِكَ الرَّحْمَانِيَّةِ، فَصَارَ نَائِبًا عَنِ الحَضْرَةِ الرَّبَّانِيَّةِ، وَخَلِيفَةَ أَسْرَارِكَ الذَّاتِيَّةِ، فَهُوَ يَاقُوتَةُ أَحَدِيَّةِ ذَاتِكَ الصَّمَدِيَّةِ، وَعَيْنُ مَظْهَرِ صِفَاتِكَ الأَزَلِيَّةِ، فَبِكَ مِنْكَ صَارَ حِجَابًا عَنْكَ وَسِرًّا مِنْ أَسْرَارِ غَيْبِكَ،حُجِبْتَ بِهِ عَنْ كَثِيرٍ مِنْ خَلْقِكَ، فَهُوَ الكَنْزُ المُطَلْسَمُ وَالبَحْرُ الزَّاخِرُ المُطَمْطَمُ، فَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ بِجَاهِهِ لَدَيْكَ، وَبِكَرَامَتِهِ عَلَيْكَ، أَنْ تَعْمُرَ قَوَالِبَنَا بِأَفْعَالِهِ، وَأَسْمَاعَنَا بِأَقْوَالِهِ وَقُلُوبَنَا بِأَنْوَارِهِ، وَأَرْوَاحَنَا بِأَسْرَارِهِ، وَأَشْبَاحَنَا بِأَحْوَالِهِ، وَسَرَائِرَنَا بِمُعَامَلَتِهِ، وَبَوَاطِنَنَا بِمُشَاهَدَتِهِ وَأَبْصَارَنَا بِأَنْوَارِ مُحَيَّا جَمَالِهِ، وَخَوَاتِمَ أَعْمَالِنَا فِي مَرْضَاتِهِ، حَتَّى نَشْهَدَكَ بِهِ وَهُوَ بِكَ فَأَكُونَ نَائِبًا عَنِ الحَضْرَتَيْنِ بِالحَضْرَتَيْنِ، وَأَدُلَّ بِهِمَا عَلَيْهِمَا، وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ أَنْ تُصَلِّيَ وَتُسَلِّمَ عَلَيْهِ صَلَاةً وَتَسْلِيمًا يَلِيقَانِ بِجَنَابِهِ وَعَظِيمِ قَدْرِهِ، وَتَجْمَعَنِي بِهمَا عَلَيْهِ، وَتُقَرِّبَنِي بِخَالِصِ وُدِّهِمَا لَدَيْهِ، وتَنْفَحَنِي بِسَبَبِهِمَا نَفْحَةَ الأَتْقِيَاءِ، وتَمْنَحُنِي مِنْهُمَا مِنْحَةَ الأَصْفِيَاءِ، لِأَنَّهُ السِّرُّ المَصُونُ وَالجَوْهَرُ الفَرْدُ المَكْنُونُ، فَهُوَ اليَاقُوتَةُ المُنْطَوِيَةُ عَلَيْهَا أَصْدَافُ مَكْنُونَاتِكَ، وَالغَيْهُوبَةُ المُنْتَخَبُ مِنْهَا مَعْلُومَاتُكَ، فَكَانَ غَيْبًا مِنْ غَيْبِكَ وَبَدَلًا مِنْ سِرِّ رُبُوبِيَّتِكَ حَتَّى صَارَ بِذَلِكَ مَظْهَرًا نَسْتَدِلُّ بِهِ عَلَيْكَ، وَكَيْفَ لَا يَكُونُ كَذَلِكَ وَقَدْ أَخْبَرْتَنَا بِذَلِكَ فِي مُحْكَمِ كِتَابِكَ بِقَوْلِكَ، ”إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللهَ“، فَقَدْ زَالَ عَنَّا بِذَلِكَ الرَّيْبُ وَحَصَلَ الإِنْتِبَاهُ، وَآجْعَلِ اللَّهُمَّ دَلَالَتَنَا عَلَيْكَ بِهِ وَمُعَامَلَتَنَا مَعَكَ مِنْ أَنْوَارِ مُتَابَعَتِهِ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَلَى مَنْ جَعَلْتَهُمْ مَحَلًّا لِلْإِقْتِدَا، وَصَيَّرْتَ قُلُوبَهُمْ مَصَابِيحَ الهُدَى، المُطَهَّرِينَ مِنْ رِقِّ الأَغْيَارِ وَشَوَائِبِ الأَكْدَارِ، مَنْ بَدَتْ مِنْ قُلُوبِهِمْ دُرَرُ المَعَانِي، فَجُعِلَتْ قَلَائِدَ التَّحْقِيقِ لِأَهْلِ المَبَانِي، وَآخْتَرْتَهُمْ فِي سَابِقِ الإِقْتِدَارِ أَنَّهُمْ مِنْ أَصْحَابِ نَبِيِّكَ المُخْتَارِ، وَرَضِيتَهُمْ لِانْتِصَارِ دِينِكَ فَهُمُ السَّادَاتُ الأَخْيَارِ، وَضَاعِفِ اللَّهُمَ مَزِيدَ رِضْوَانِكَ عَلَيْهِمْ مَعَ الآلِ وَالعَشِيرَةِ وَالمُقْتَفِينَ لِلْآثَارِ، وَآغْفِرِ اللَّهُمَّ ذُنُوبَنَا وَوَالِدِينَا وَمَشَايِخِنَا وَإِخْوَانِنَا فِي اللهِ، وَجَمِيعِ المُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ، وَالمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ، المُطِيعِينَ مِنْهُمْ وَأَهْلِ الأَوْزَارِ.

”سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلاَمٌ عَلَى المُرْسَلِينَ، وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِينَ“.

Innallâha wa malâ-ikatahû yushollûna ‘alân-nabiyyi Yâ ayyuhâlladzîna âmanû shollû ‘alaihi wasallimû taslîmân.
Allâhumma sholli wa sallim ‘alâ man ja’altahû sababân linsyiqôqi asrôrikal jabarûtiyyah.
Wanfilâqi anwârikar-rohmâniyyati fashôro tâ-ibân ‘anil hadlrotir-robbâniyyati wa kholîfata asrôrikadz-dzâtiyyah.
Fahuwa yâqûtatu ahadiyyati dzâtikash-shomadiyyati wa ‘ainu madh-hari shifâtikal azaliyyati Fabika minka shôro hijâbân ‘anka wa sirrôn min asrôri ghoibika hujibta bihî ‘an katsîrin min kholqika.
Fahuwal kanzul mutholsam wal bahruz-zâkhirul muthomthom.
Fanas-alukallâhumma bijâhihî ladaika wa bikarômatihî ‘alaika an tu’ammiro qowâlibanâ bi af’âlih.
Wa asmâ’anâ bi aqwâlihî wa qulûbanâ bi anwârihî wa arwâhanâ bi asrôrihî wa asybâhanâ bi-ahwâlihî wa sarô-ironâ bimu’âmalatih.
Wa bawâthinanâ bimusyâhadatihî wa abshôronâ bi anwâri muhayyâ jamâlihî wa khowâtima a’mâlinâ fî mardlôtihî hattâ nasyhadaka bihî Wa huwa bika fa akûna tâ-ibân ‘anil hadlrotaini bil hadlrotaini wa adullu bihimâ ‘alaihimâ.
Wa nas-aluka Allâhumma an tusholliya wa tusallima ‘alaihi sholâtan wa taslîmân yalîqôni bijanâbihî wa ‘adhîmi qodrih.
Wa tajma’anî bihimâ ‘alaihi wa tuqorribanî bikhôlishi wuddihimâ ladaih.
Wa tanfahnî bisababihimâ nafhatal atqiyâ-i wa tamnahanî minhumâ minhatal ashfiyâ-i li-annahû sirrul mashûni wal jauharul fardul maknûn.
Fahuwal yâqûtatul munthowiyatu ‘alaihâ ashdâfu maknûnâtika wal ghoihûbatul muntakhobu minhâ ashnâfu ma’lûmâtika fakâna ghoibân min ghoibika wa badalân min sirri rubûbiyyatika hattâ shôro bidzâlika madh-harôn nastadillu bihî ‘alaika wa kaifa lâ yakûnu kadzâlika wa qod akhbartanâ bidzâlika fî muhkami kitâbika biqoulika.
Innalladzîna yubâyi’ûnaka innamâ yubâyi’ûnallâha, faqod zâla ‘annâ bidzâlikar-roibu wa hasholal intibâha.
Waj’alillâhumma dalâlatanâ ‘alaika bihî wa mu’âmalatanâ ma’aka min anwârika mutâbi’atahu.
Wardlollâhumma ‘alâ man ja’altahum mahallân lil iqtidâ-i wa shoyyarta qulûbahum mushôbîhal hudâl muthohhirîna min roqqil aghyâri wa syawâ-ibil akdâri man badat min qulûbihim durorul ma’ânî faja’alta qolâ-idattahqîqi li ahlil mabânî wakhtartahum sâbiqil iqtidâri annahum min ash-hâbi nabiyyikal mukhtâri wa rodlîtahum lintishôri dînika fahumus-sâdatul akhyâru.
Wadlô’ifillâhumma mazîda ridlwânika ‘alaihim minal âli wal ‘asyîroti wal muqtafîna lil âtsâri Waghfirillâhumma dzunûbanâ wawâlidînâ wa masyâyikhinâ wa ikhwâninâ fîllâhi wa jamî’il mu,minîna wal mu,minâti wal muslimîna wal muslimâtil muthî’îna minhum wa ahlil awzâri

Artinya

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi saw, Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kalian kepadanya dan mohonkan keselamatan yang banyak untuknya.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepada nabi yang menjadi sebab terbukanya rahasia kekuasaan-Mu, bersinarnya cahaya terang kasih sayang-Mu, hingga kemudian menjadikannya Nabi pengantar penerimaan tobat dari Allâh, nabi sebagai khalifah substansi rahasia-Nya, Nabi saw bagaikan intan permata yakut pemberian Allâh, dzat yang Esa ash-Shamadiyyah, sumber kejelasan sifat-sifat-Mu yang azali dengan berkahmu (Muhammad), lalu memunculkan karunia Mu seakan menjadi tirai penghalang dari-Mu, Nabi nan sarat dengan rahasia keagungan Allâh yang tak tampak secara kasat mata. Dengan sebabnya Engkau hijab tirai-Mu dari segenap makhluk-Mu. Dialah Allâh Pemilik gudang kekayaan seluruh mantera. Nabi ibarat lautan lepas, sangat besar perhatiannya pada umat. Aku memohon kepada-Mu, ya Allah, dengan berkah kedudukan (Rasulullah) dan dengan kemuliaannya pada-Mu, ramaikanlah sanubariku dengan zikir kepada-Mu, telingaku mendengarkan kebenaran firman-Mu, hatiku dengan cahaya-Mu, ruhku dengan rahasia-Mu terhadap perilaku, rahasiaku dengan muamalah Nya, batin kami dengan musyahadah padaNya. Penglihatan batin “bashiroh” kami dengan cahaya keindahan menghidupkan, dan akhir amal perbuatan kami ketika sakit ingat pada Nya hingga kami bersaksi padaMu, aku bertaubat kepada Allah dan kembali meneladani akhlak Rasulullah. Dengan petunjuk syahadatain, kesaksian kepada Allah melalui rasul pilihanNya. Ya Allah limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepada Nabi Saw dengan rahmat keselamatan kedudukannya nan agung, himpunlah keduanya untuk Nabi Muhammad saw. Dekatkanlah aku dengan kemurnian cinta padanya. Harumkanlah semerbak wangi ketaqwaannya Engkau beri kami pemberian kemuliaan orang orang bersih akhlaqnya karena ia adalah pemilik rahasia yang terjaga, dan mutiara termahal yang pernah ada, Nabi ibarat yaqut diantara intan permata, wadah wadah kauniah siap sedia menerima kehadirannya, alam pun menyeleksi jenis pengetahuan. Saat ini nabi tak nampak tetapi terasa kehadirannya, bahkan sebagai khalifah diantara rahasia ketuhanan hingga menjadikannya tempat yang jelas terlihat. Dengannya kami meminta bukti padamu. Bagaimana tiada demikian sementara engkau sampaikan berita wahyu Alquran. Sesungguhnya orang orang yang berjanji padamu adalah orang orang yang berjanji kepada Allâh. Maka hilanglah keraguan tumbuhkan kesadaran. Yâ Allâh jadikanlah pada kami petunjuk untuk beribadah kepada Mu, termasuk cahaya yang menerangi. Ya Allah relakanlah orang yang telah engkau jadikan panutan hati mereka ibarat lampu petunjuk yang suci atas tipuan nafsu perbudakan hawa nafsu, segala cabang kebingungan. Tampak kilauan makna dihati mereka, mengokohkan kaum ulama fundamental dalam menata kebenaran dan telah Engkau pilihkan untuk mereka mendahului kemampuannya, sesungguhnya mereka adalah para sahabat nabi terpilih. Engkau limpahkan keridhoan karena pembelaannya terhadap agama Islam. Merekalah bangsawan sejati. Ya Allah lipatgandakan karunia ridho Mu kepada para sahabat dan keluarganya, golongan dan kelompok yang mengikuti jejak para sahabat nabi. Ampunilah kami, yâ Allah, juga para orang tua kamu, guru guru kami, saudara kami seagama, segenap Mukmin dan Muslim laki laki maupun perempuan, yang tetap patuh kepada Allah sekalipun berlumuran dosa.

Keutamaan dan khasiatnya:

Disusun oleh Syaikh Muhammad al-Fâsi asy-Syadzilî r.a, yang saat itu tinggal di al-Haramain yang mulia. Sayyid al-Mubârak al-Maghribî, murid penggantinya, meriwayatkan mimpi berjumpa Rasul saw, setelah redaksi sholawat disusun. Rasulullah saw menyampaikan “Inilah ungkapan rahasia terpelihara” (as-sirr almahshûn) sambil didekatkan ke dada beliau. Syaikh Quthub menyatakan bahwa barangsiapa membaca sholawat itu tiga kali, baik pagi maupun sore selama tujuh hari berturut turut, maka ia akan banyak berjumpa dengan Rasulullah dalam keadaan terjaga maupun dalam mimpi.

Doa Ketika Bekam


Di antara pengobatan ala Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah berhijamah yang disebut dalam bahasa melayu dengan bekam atau sanggrah.

Ada hal yang sangat penting dilakukan ketika berbekam untuk mendapatkan manfaat secara maksimal adalah lagi-lagi dengan mengikuti panduan Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam yakni berdoa. Selain berniat mengamalkan sunnah Rasul sebagai terapi kesembuhan penyakit hendaknya orang yang berbekam membaca doa dan memohon kesembuhan kepada Allah lantaran pada hakikatnya bukan bekam atau si tukang bekam yang menyembuhkan penyakit tetapi Allah Taala.

Imam Ibn as-Sunni meriwayatkan dari sayyidina Ali radiyallahu ‘anhu dia berkata: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ آيَةَ اْلكُرْسِيِّ عِنْدَ اْلحِجَامَةِ كَانَتْ مَنْفَعَةَ حِجَامَتِهِ

‘Siapa saja yang membaca ayat kursi ketika dia berbekam, maka bermanfaat bagi berbekamnya’.

Syekh Ibrahim Bin Abdurrahman al-Azraq dalam kitab Tashilul Manafi halaman 52 mengutip pendapat Imam Ibn Al-Jauziy rahimahullah yang mengatakan bahwa orang yang ingin dibekam sebelumnya hendaknya ia membaca surat al-Fatihah 7 kali dan membaca ayatul Kursiy. Sedangkan si tukang bekam ia dianjurkan membaca bagian ayat-ayat al-Qur'an (seperti surat-surat pendek qulhu, alfalaq, annas atau ayat-ayat kesembuhan) atau doa-doa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Setelah dibekam, hendaknya ia membaca doa;

اللَّهُمَّ إلَيْكَ أَشْكُو ضَعْفَ قُوَّتِي ؛ وَقِلَّةَ حِيلَتِي ؛ وَهَوَانِي عَلَى النَّاسِ ؛ أَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبِّي . اللَّهُمَّ إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهَّمُنِي أَمْ إلَى عَدُوٍّ مَلَّكْتَهُ أَمْرِي ؛ إنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ غَضَبٌ عَلَيَّ فَلَا أُبَالِي ؛ غَيْرَ أَنَّ عَافِيَتَكَ أَوْسَعُ لِي ؛ أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِكَ الَّذِي أَشْرَقَتْ بِهِ الظُّلُمَاتُ ؛ وَصَلَحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ أَنْ يَنْزِلَ بِي سَخَطُكَ ؛ أَوْ يَحِلَّ عَلَيَّ غَضَبُكَ ؛ لَكَ
الْعُتْبَى حَتَّى تَرْضَى ؛ فَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِكَ

Ya Allah hanya kepadamu aku mengadukan kelemahan kekuatanku, Keterbatasan kemampuhanku dan kehinaanku dalam pandangan manusia wahai Dzat yang paling Penyayang. Engkaulah Tuhan orang-orang yang tertindas dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau akan menyerahkanku, apakah kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, atau kepada musuh yang Engkau menguasakan urusanku kepadanya?

Andaikan Engkau tidak marah kepadaku, maka aku tidak akan peduli. Akan tetapi sesungguhnya Ampunan-MU Maha Luas bagiku. Aku berlindung dengan Cahaya Dzat-MU yang menjadi terang bersinarkegelapan karenanya dan menjadi baik urusan dunia akhirat karenanya. Dari Kemarahan-MU yang menimpa diriku atau kemurkaan-MU yang terjadi terhadap diriku. Hanya milik-MU kerelaan sehingga Engkau Ridlo dan tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan Izin-MU.

Setelah selesai bekam, tukang bekam memegang kepala orang yang dibekam dengan tangan kanannya lalu membaca doa di bawah ini 7 kali;

 اسأل الله العظيم رب العرش العظيم أن يشفيك

Aku mohon kepada Allah yang maha agung, pemilik arsy yang agung untuk menyembuhkanmu.

Orang yang dibekam menjawab dengan mengamini dia tersebut.

Riwayat dari Ahli Bait yakni dari Imam ar-Ridha menyebutkan Jika kalian ingin dibekam hendaknya kaluan duduk bersila lalu baca doa ini;

بسم الله الرحمن الرحيم، أعوذ بالله الكريم في حجامتي من العين في الدم، ومن كل سوء وأعلال وأمراض وأسقام وأوجاع، وأسألك العافية والمعافاة والشفاء من كل داء»

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Aku mohon perlindungan Allah yang maha dermawan pada bekam ini dari segala kejahatan mata jahat pada darahku ini dan dari segala keburukan, penyakit dan penderitaan. Aku mohon kepadaMu mendapat afiat, kebaikan dan kesembuhan segala penyakit.

Syekh Ibrahim al-Azraqiy mengatakan; Waktu yang paling bagus untuk berbekam adalah saat matahari terbit dan telah naik setinggi gala (4 derajat) yakni setelah 16 menit dari waktu syuruq (terbit). Jika terbit matahari jam 6 pagi, maka 16 menit kemudian itu waktu yang paling bagus.

Orang yang baru selesai melakukan jima (hubungan seks) dilarang melakukan bekam kecuali antara jima dengan berbekam sudah berlalu masa 12 jam lebih. Dan setelah berbekam dianjurkan mencuci bagian badan yang dibekam dengan ae lingin (air dingin).

Bagi orang yang sudah berusia 40 tahun lebih lakukan bekam paling tidak setaun 2 kali. Adapun di bawah 40, lakukan bekam sesuai dengan kelipatan umurnya. Jika umurnya 30 tahun, lakukan tiap sebulan sekali. Bila 25 tahun, lakukan tiap 25 hari hal tersebut dilakukan jika memang perlu atau sangat mendesak. Bila tidak, atau mugkin dapat bikin kondisi fisiknya makin lemah, maka jangan dilakukan.

Berbekam di bagian antara dua paha dan di kedua betis dapat menghilangkan bisul dan darah hitam. Bekam dibagian pundak untuk mendatangan rangsangan pada panca indera, menyembuhkan kepala penat dan menghilangkan penyakit Pelor (asal nempel molor).

Adapun sanad Muttasil kepada Imam Ibnus Sunniy rahimahullah prngarang kitab Amalul Yaumi Wal Lailah hingga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagai berikut;

احمد بن احمد بن محمد الحسني عن العلامة المسند السيد صلاح الدين التجاني الحسني عن مسند الدنيا الشيخ محمد ياسين بن محمد عيسى الفاداني عن الشيخين العلامة الشيخ محمد علي بن حسين المالكي والشيخ عمر بن حمدان المحرسي عن الشيخ فالح بن محمد الظاهري عن الشيخ محمد بن علي الخطابي السنوسي عن الحافظ السيد مرتضى الزبيدي عن الشمس محمد سالم الحفني عن عبد العزيز الزيادي عن الشمس محمد بن العلاء البابلي عن الشيخ سالم بن محمد السنهوري عن النجم محمد بن احمد الغيطي عن القاضي زكريا الانصاري عن الحافظ احمد بن علي بن حجر العسقلاني عن ابي اسحاق ابراهيم بن احمد التنوخي عن ايوب بن نعمة الله النابلسي عن اسماعيل بن احمد القرافي عن عبد الرزاق بن اسماعيل القومسي عن ابي محمد عبد الرحمن بن احمد الدوني عن ابي نصر احمد حسين الكسار عن الحافظ ابي بكر احمد بن محمد اسحاق الدينوري المعروف بابن السني قالأخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ يَحْيَى بْنِ قِيرَاطٍ، ثنا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، ثنا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْخُرَاسَانِيُّ، ثنا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 

Jangan Tinggalkan Empat Kalimah Agung Ini

Nabi Idris Alaihis adalah salah satu di antara nabi-nabi Allah. Allah  Ta’ala menyebutkan dua kali dalam Alquran, namun tidak menceritakan kepada kita kisahnya atau kisah kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كَلٌّ مِّنَ الصَّابِرِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anbiya’: 85)

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا . وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا

“Dan ceritakanlah (wahai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Alquran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi.— Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS. Maryam: 56-57)

Diriwayatkan bahwa Nabi Idris adalah seorang yang pandai menjahit, tidaklah beliau menancapkan dan memasukan jarum untuk menjahit kecuali mengucapkan 4 kalimat:

سُبْحَانَ اللَّهِ . وَالْحَمْدُ لِلَّهِ . وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . وَاللَّهُ أَكْبَرُ

Allah Taala bertanya kepada Nabi Idris Alaihis Salam: “Wahai Idris, tahukah kamu dengan sebab apa Aku mengangkat derajatmu? Nabi Idris menjawab: Aku tak mengetahuinya Ya Rabb !! Allah Taala menjawab: Setiap hari amal ibadahmu diangkat oleh para malaikat, seimbang dengan amal separuh penghuni dunia lantaran dzikir yang selalu kau baca.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam banyak menyebutkan dalam sabdanya mengenai keutamaan membaca empat kalimat agung tersebut, di antaranya:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ ».

Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Sesungguhnya membaca “subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, dan Allah Maha Besar)” adalah lebih aku cintai daripada segala sesuatu yang terkena sinar matahari.” (HR. Muslim no. 2695).

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِى فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّى السَّلاَمَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ »

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu wa’alaihi wa sallam bersabda, “Aku pernah bertemu dengan Ibrahim pada malam ketika aku diisra`kan, kemudian ia berkata, ‘Wahai Muhammad, sampaikan salam dariku kepada umatmu, dan beritahukan kepada mereka bahwa Surga debunya harum, airnya segar, dan surga tersebut adalah datar, tanamannya adalah kalimat: Subhaanallaahi wal hamdu lillaahi laa ilaaha illaahu wallaahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Maha Besar).” (HR. Tirmidzi no. 3462)

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِنَّ اللهَ اصْطَفَى مِنَ الْكَلَامِ أَرْبَعًا: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، فَمَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ، كَتَبَ اللهُ لَهُ عِشْرِينَ حَسَنَةً، أَوْ حَطَّ عَنْهُ عِشْرِينَ سَيِّئَةً، وَمَنْ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ، فَمِثْلُ ذَلِكَ، وَمَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، فَمِثْلُ ذَلِكَ، وَمَنْ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ، كُتِبَتْ لَهُ ثَلَاثُونَ حَسَنَةً، أَوْ حُطَّ عَنْهُ ثَلَاثُونَ سَيِّئَةً "

Dari Abu Said al-Khudriy dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memilih empat perkataan: subhanallah (Maha suci Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah) dan laa ilaaha illa allah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah) dan Allahu akbar (Allah maha besar). Barangsiapa mengucapkan subhaanallah, maka Allah akan menulis dua puluh kebaikan baginya dan menggugurkan dua puluh dosa darinya, dan barangsiapa mengucapkan Allahu Akbar, maka Allah akan menulis seperti itu juga, dan barangsiapa mengucapkan laa Ilaaha illallah, maka akan seperti itu juga, dan barangsiapa mengucapkan alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin dari relung hatinya maka Allah akan menulis tiga puluh kebaikan untuknya dan digugurkan tiga puluh dosa darinya.” (HR. Ahmad 2/302. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya shahih).

Adapun sanad muttasil kepada imam Ahmad Bin Hambal hingga Rasulullah shallahu alaihi wa sallam sebagai berikut;

احمد بن احمد بن محمد الحسني عن العلامة المحدث السيد عبد الله بن عبد القادر التليدي عن الحافظ السيد احمد بن محمد بن الصديق الغماري عن عبد الباقي بن علي اللكنوي عن فضل الرحمن بن اهل الله المرادبادي عن عبد العزيز بن احمد بن عبد الرحيم الدهلوي عن ابي الطاهر بن محمد بن ابراهيم بن حسن الكردي عن والده عن عبد الباقي الحنبلي عن عبد الرحمن بن يوسف البهوتي الحنبلي عن عبد الوهاب الشعراني عن زكريا الانصاري عن ابن حجر العسقلاني عن الصلاح محمد بن ابي عمر عن الفخر ابي الحسن علي بن احمد البخاري عن ابي اليمن زيد بن حسن الكندي عن ابي بكر محمد بن عبد الباقي الانصاري عن الحسن بن علي الجوهري عن ابي بكر احمد بن جعفر بن حمدان   بن مالك القطيعي عن عبد الله بن الامام احمد عن والده الامام احمد بن حنبل الشيباني عن عبد الرجمن بن مهدي عن اسرائيل عن ابي سنان عن صالح الحنفي عن ابي سعيد الخدري وابي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم

Bertaqwa Kepada Alloh Dengan Sepenuhnya Akan Membawa Pada Kesuksesan


Firman Allah Swt.:

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ}

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)

Maksudnya, barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam semua apa yang diperintahkan kepadanya dan meninggalkan semua apa yang dilarang baginya, maka Allah akan menjadikan baginyajalan keluar dari urusannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Yakni dari arah yang tidak terdetik dalam hatinya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepadaku Kahmas ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abus Salil, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3), hingga akhir ayat. Kemudian beliau Saw. bersabda:

"يَا أَبَا ذَرٍّ، لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوا بِهَا كَفَتْهُمْ". وَقَالَ: فَجَعَلَ يَتْلُوهَا ويُرددها عَلَيَّ حَتَّى نَعَست، ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، كَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أُخْرِجْتَ مِنَ الْمَدِينَةِ؟. "قُلْتُ: إِلَى السَّعَةِ وَالدَّعَةِ أَنْطَلِقُ، فَأَكُونُ حَمَامَةً مِنْ حَمَامِ مَكَّةَ. قَالَ: "كَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أُخْرِجْتَ مِنْ مَكَّةَ؟ ". قَالَ: قُلْتُ: إِلَى السَّعَةِ وَالدَّعَةِ، وَإِلَى الشَّامِ وَالْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ. قَالَ: "وَكَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ أخرجتَ مِنَ الشَّامِ؟ ". قُلْتُ: إِذًا -وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ -أَضَعُ سَيْفِي عَلَى عَاتِقِي. قَالَ: "أَوَخَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ ". قُلْتُ: أَوَخَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ قَالَ: "تَسْمَعُ وَتُطِيعُ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا"

Hai Abu Zar, seandainya semua manusia mengamalkan ayat ini, niscaya mereka akan diberi kecukupan. Abu Zar melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. membaca ayat ini berulang-ulang kepadanya hingga ia merasa mengantuk. Kemudian beliau Saw. bersabda: Hai Abu Zar, apakah yang akan engkau lakukan bila engkau keluar dari Madinah? Aku menjawab, "Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan, dan aku akan menjadi salah seorang dari pelindung kota Mekah." Rasulullah Saw. bertanya: Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari kota Mekah? Aku menjawab, "Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan, yaitu ke negeri Syam dan Baitul Maqdis." Rasulullah Saw. bertanya lagi: Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari negeri Syam? Aku menjawab, "Kalau begitu, demi Tuhan yang telah mengutus engkau dengan hak, aku akan meletakkan pedangku dari pundakku (yakni berhenti berjihad)." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah ada yang lebih baik dari itu?" Aku balik bertanya, "Apakah ada yang lebih baik dari itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Kamu tunduk patuh (kepada pemimpinmu), sekalipun dia adalah seorang budak Habsyi (hamba sahaya dari negeri Habsyah).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Amir, dari Syittir ibnu Syakal yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa sesungguhnya ayat yang paling global dalam Al-Qur'an adalah firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (An-Nahl: 90) Dan ayat yang paling besar mengandung jalan keluar dalam Al-Qur'an adalah firman Allah Swt.: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2)

Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Mahdi ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Al-Wa!id ibnu Muslim, dari Al-Hakam ibnu Mus'ab, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Abdullah ibnu Abbas) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مَنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمَنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ"

Barang siapa yang memperbanyak bacaan istigfar, maka Allah akan mengadakan baginya dari setiap kesusahan pemecahannya dan dari setiap kesempitan jalan keluar dan Allah memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Bahwa Allah akan menyelamatkannya dari setiap kesusahan di dunia dan akhirat. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 3)

Ar-Rabi' ibnu Khaisam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Maksudnya, jalan keluar dari setiap perkara yang menyempitkannya, yakni menyusahkannya.

Ikrimah mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan perceraian sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak.

Ibnu Mas'ud dan Masruq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Yakni dia mengetahui bahwa jika Allah menghendaki, niscaya memberi­nya; dan jika Allah tidak menghendaki, niscaya Dia mencegahnya. dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 3) Maksudnya, dari arah yang tiada diketahuinya.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Ath-Thalaq: 2) Yaitu dari semua kesulitan urusannya dan kesusahan di saat menjelang kematiannya. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq:3) Yakni sesuai dengan apa yang dicita-citakannya, tetapi tidak terlintas dalam benaknya akan dapat diraih.

As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah. (Ath-Thalaq: 2) Yakni menjatuhkan talaknya sesuai dengan tuntunan sunnah dan merujuknya dengan tuntunan sunnah.

As-Saddi mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. yang dikenal dengan nama Auf ibnu Malik Al-Asyja'i mempunyai seorang putra yang tertawan di kalangan kaum musyrik. Dan anaknya itu berada di tangan kaum musyrik, sedangkan ayahnya selalu mendatangi Rasulullah Saw. mengadukan nasib yang dialami oleh putranya itu dan juga tentang kemiskinan yang menimpa dirinya. Dan Rasulullah Saw. selalu menganjurkan kepadanya untuk bersabar menghadapi semua musibah itu dan bersabda kepadanya: Sesungguhnya Allah akan menjadikan bagimu jalan keluar. Tidak lama kemudian ternyata putranya itu dapat meloloskan diri dari tangan musuh dan melarikan diri, kemudian ia bersua dengan iringan ternak kambing milik musuhnya, maka ia menggiring ternak kambing itu dan pulang ke rumah ayahnya dengan membawa ternak kambing hasil jarahannya. Lalu diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan peristiwa ini, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Telah diriwayatkan pula hal yang semisal secara mursal melalui jalur Salim ibnu Abul Ja'd. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdullah ibnu Isa, dari Abdullah ibnu Abul Ja'd, dari Sauban yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصيبُه، وَلَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ"

Sesungguhnya seseorang hamba benar-benar tersumbat rezekinya disebabkan suatu dosa yang dilakukannya. Dan tiada yang dapat menolak takdir selain doa. Dan tiada yang dapat menambah usia selain dari kebaikan.

Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Malik Al-Asyja'i datang kepada Rasulullah Saw., lalu melaporkan kepada beliau bahwa salah seorang anaknya yang bernama Auf ditawan oleh musuh. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:

"أَرْسِلْ إِلَيْهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ يَأْمُرُكَ أَنْ تُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ".

Sampaikanlah kepadanya, bahwa sesungguhnya Rasulullah menganjurkan kepadamu untuk memperbanyak ucapan, 'Tiada daya (untuk menghindar dari kemaksiatan) dan tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan (pertolongan) Allah.”

Tersebutlah bahwa kaum musyrik telah mengikat anak Malik itu pada sebuah tiang, lalu tiang itu roboh dan ia dapat melepaskan diri dari ikatannya. Maka ia keluar melarikan diri. Tiba-tiba ia menjumpai seekor unta milik mereka, maka ia langsung menaikinya dan memacunya. Ketika di tengah jalan ia menjumpai sekumpulan ternak yang banyak jumlahnya milik kaum yang telah menawannya dan yang telah mengikatnya. Lalu ia menggiring ternak unta itu hingga semua ternak unta lari mengikutinya tanpa ada seekor unta pun yang tertinggal.

Tiada yang mengejutkan kedua orang tuanya kecuali seruan anaknya di depan pintu rumah mereka. Maka ayahnya berkata, "Dia Auf, demi Tuhan yang memiliki Ka'bah." Dan ibunya berkata, "Waduh, hebatnya si Auf, padahal dia telah diikat pada tiang oleh musuhnya." Lalu keduanya berebutan menuju ke pintu rumah dan juga pelayan keduanya, tiba-tiba mereka melihat Auf telah tiba dengan membawa ternak unta yang memenuhi halaman rumah mereka. Kemudian Auf menceritakan kepada kedua orang tuanya nasib yang dialaminya dan perihal ternak unta yang dibawanya itu. Maka ayahnya berkata, "Tahanlah sikapmu berdua, aku akan menghadap terlebih dahulu kepada Rasulullah Saw. untuk menanyakan apa yang harus kita lakukan dengan ternak unta ini." Ayahnya datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu menceritakan kepadanya berita tentang Auf anaknya dan ternak unta yang dibawanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Berbuatlah sesuka hatimu dengan ternak unta itu, ternak unta itu sekarang telah menjadi milikmu. Lalu turunlah firman Allah Swt. yang mengatakan: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3)

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Hatim.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ شَقِيقٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْأَشْعَثِ، حَدَّثَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَين قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ كُلَّ مَئُونة، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا وكَلَه إِلَيْهَا"

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Al-Fudail ibnu Iyad, dari Hisyam ibnul Hasan, dari Imran ibnul Husain yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk Allah, maka Allah akan memberinya kecukupan dari semua biaya dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang menghabiskan seluruh waktunya untuk dunia, maka Allah menjadikan dunia menguasai dirinya.

Firman Allah Swt.:

{وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ}

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Ath-Thalaq: 3)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، حَدَّثَنَا قَيْسِ بْنِ الْحَجَّاجِ، عَنْ حَنَش الصَّنْعَانِيِّ، عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ رَكِبَ خَلْفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا غُلَامُ، إِنِّي مُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ، لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ، لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ، وَجَفَّتِ الصُّحُفُ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Qais ibnu Hajjaj, dari Hanasy As-San'ani, dari Abdullah ibnu Abbas yang telah menceritakan kepadanya bahwa di suatu hari ia pernah dibonceng di belakang Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:  hai para pemuda,sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Peliharalah (batasan-batasan) Allah, niscaya Dia akan memeliharamu. Ingatlah selalu Allah, niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Dan apabila kamu memohon, mohonlah kepada Allah; dan apabila kamu meminta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwa umat ini seandainya bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak dapat memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk menimpakan mudarat terhadap dirimu, niscaya mereka tidak dapat menimpakan mudarat terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah akan menimpa dirimu. Qalam telah diangkat (takdir telah ditetapkan) dan semua lembaran telah kering (telah penuh dengan catatan).

Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Lais" ibnu Sa'd dan Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا بَشِيرُ بْنُ سَلْمَانَ، عَنْ سَيَّارٍ أَبِي الْحَكَمِ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ نَزَلَ بِهِ حَاجَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ كَانَ قَمِنًا أَنْ لَا تُسَهَّل حَاجَتُهُ، وَمَنْ أَنْزَلَهَا بِاللَّهِ أَتَاهُ اللَّهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ، أَوْ بِمَوْتٍ آجِلٍ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Sulaiman, dari Sayyar Abul Hakam, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang mempunyai suatu keperluan, lalu ia menyerahkannya kepada manusia, maka dapat dipastikan bahwa keperluannya itu tidak dimudahkan baginya. Dan barang siapa yang menyerahkan keperluannya kepada Allah Swt., maka Allah akan mendatangkan kepadanya rezeki yang segera atau memberinya kematian yang ditangguhkan (usia yang diperpanjang).

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abdur Razzaq, dari Sufyan, dari Basyir, dari Sayyar alias Abu Hamzah. Selanjutnya Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad inilah yang benar, karena Sayyar Abul Hakam belum pernah meriwayatkan hadis dari Tariq.

Firman Allah Swt.:

{إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ}

Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. (Ath-Thalaq: 3)

Yakni melaksanakan ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum-Nya terhadap makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki dan yang diinginkan-Nya.

{قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا}

Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Ath-Thalaq: 3)

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

{وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ}

Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (Ar-Ra'd: 8)

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...