Minggu, 07 November 2021

Pentingnya Ijazah Dalam Ilmu Hikmah


"Ijazah adalah memperkuat hubungan ruh dengan pemilik doa atau guru atau Rasul saw, Ijazah adalah Izin untuk mengamalkan sesuatu dan menyambung keberkahan dari yg punya doa, walau kita tak jumpa namun menyambung hubungan batin lewat murid murid yg bersambung sanadnya kepada pemilik doa..
Boleh saja membaca tanpa harus lewat ijaisahan karena ia adalah doa,siapapun boleh berdoa dan boleh mengikuti cara doa orang lain tanpa perlu izin dulu darinya,Namun jika dg Ijazah maka akan lebih Afdhal,dan tak ada syarat wajib membacanya harus sekian ribu atau sekian kali jumlahnya karena ia bukan perintah ALlah swt, jika perintah ALlah swt maka menjadi wajib,jika tidak maka tentunya tak wajib untuk masalah jumlahnya.
Jadi membaca shalawat wajib hukumnya, namun tak ada perintah untuk jumlah angkanya.
IJAZAH
Saya ingin mengupas sedikit tentang Ijazah dan keharusan bagi pengamal wirid untuk meng ijazahkan amalan yang mereka terima. Ijazah bagi kalangan Hikmah berbeda pengertiannya dengan ijazah untuk pelajar. Ijazah yang dimaksud adalah perkenan untuk membaca suatu amalan wirid dengan tata cara yang ditentukan.
Ada 3 jenis ijazah :
1. Ijazah ‘Ammah ( umum )
2. Ijazah Khususiyah ( Khususon )
3. Ijazah Ghoibiyah
I. Ijazah ‘Ammah
Ijazah jenis ini sangat gampang di jumpai. Misalnya dari buku-buku doa yang menyampaikan informasi tentang bentuk suatu amalan wirid. Atau pun dari suatu majelis yang memberikan Ijazah untuk jamaahnya secara global. Biasanya Ijazah jenis ini tidak menyertakan jumlah hitungan dan sanadnya. Contohnya seorang Kyai memberikan keterangan tentang faedah suatu sholawat, dan menyarankan membacanya agar mendapatkan faedah yang dimaksud. Ijazah ‘ammah juga biasanya tidak melihat siapa yang menjadi pembacanya. Jadi siapapun bisa dan boleh mengamalkan wiridan tersebut.
II. Ijazah Khususiyah ( Khususon )
Ijazah jenis ini lebih spesifik. Biasanya dilihat dari karakter sipengamal dan ijazah yang dikeluarkan. Jenis wirid yang dikeluarkan juga lebih khusus. Misalnya Hizib atau Asma. Semua karakter amalan yang mengandung tingkat karakteristik lebih ‘ panas ‘ biasanya di ijazahkan secara hati-hati. Ataupun suatu amalan yang notabene lebih ringan namun mempunyai tata cara khusus untuk sampai ke tingkat terbukanya Hijab / keterkabulan Hajat si pengamal. Beberapa hal yang menyertai Ijazah ini adalah adanya :
A. Sanad / mata rantai mujiz
Sanad ini pun terbagi dua :
• Sanad Sughro
Ijazah ini mempunyai sanad yang tidak terlalu panjang. Mungkin hanya sebatas 3 orang sampai 5 nama menyertakan Mujiz nya.
• Sanad Kubro
Ijazah ini mempunyai sanad yang lebih lengkap dan panjang juga biasanya disertai dengan beberapa nama khusus yang berkaitan dengan isi amalan wirid tersebut. Misalnya nama dari beberapa penjaga ( baca : Khodam ayat ) yang menyertai amalan itu. Untuk sanad yang seperti ini biasanya di punyai oleh Jama’ah Thoriqoh. Hanya saja tidak ada nama khodam ayat seperti dalam amalan hikmah.
B. Hitungan / jumlah
Untuk hitungan pun, ijazah jenis ini lebih disiplin. Sang Mujiz biasanya menyertakan sejumlah bentuk hitungan dalam bacaan tersebut. Ada hitungan ringan untuk harian yang terbagi menjadi 3 waktu dan Hitungan accident ( darurat.red )
Sebagai contoh pembagiannya seperti dibawah ini :
@. Hitungan Harian
• Hitungan ringan.
Wirid yang dibaca dalam satu waktu dalam sehari diwaktu tertentu. Misalnya : Ayat Qursyi yg dibaca 3 kali saat waktu maghrib.
• Hitungan sedang.
Wirid yang dibaca 2 kali dalam waktu tertentu. Misal : Ayat Qursyi dibaca 3 kali saat waktu maghrib dan shubuh.
• Hitungan berat.
Wirid yang dibaca setiap ba’da sholat fardhu. Misal : Ayat Qursyi dibaca 3 kali setiap ba’da sholat fardhu.
@. Hitungan accidential
• Hitungan khusus yang berkaitan dengan saat Riyadhoh.
Hitungan ini biasanya hanya dibaca saat menjalani / melakoni Riyadhoh , selesai riyadhoh maka jumlah itu diturunkan untuk pengamalan harian.
• Hitungan khusus yang berkaitan dengan Hajat
Hanya dibaca satu kali saja dalam riyadhoh untuk mendapatkan Hajat. Ijazah jenis ini biasanya mempunyai dosis yang lumayan berat. Misalnya saya pernah mendapat Ijazah Sholawat Jibril dari KH. Kholil Bisri, rembang- yang mesti dibaca sebanyak 15.000 kali. Ijazah itu hanya dibaca sekali saja dalam satu majelis ( Walopun jika mau dan sanggup tidak ada salahnya di ulang ).
III. Ijazah Ghoibiyah
Ijazah jenis ini jarang diterima orang awam. Biasanya hanya diterima kalangan Khowas / mursyid tertentu. Setelah melampaui berbagai syarat maka bisa ditentukan apakah ijazah ini berlaku untuk dirinya sendiri atau bisa dikeluarkan kepada umat. Ijazah jenis ini menjadi bukti akan keramatnya seorang ‘ khowas ‘ dan dekatnya maqom beliau kepada Allah Ta’ala. Namun pada beberapa kasus ada juga orang-orang tertentu mendapatkan ijazah ghoibiyah. Dan yang terbaik adalah dipertanyakan kepada yang mengerti ( Mursyid. Red ). Biasanya ijazah ini akan membawa kebaikan bagi sipenerima. Baik urusan dunia dan akhiratnya. Terlebih bagi kepribadian yang bersangkutan. Pasti akan mengalami perobahan kearah yang lebih agamis, santun dan terarah. Saya pernah kenal dengan orang yang mengalami ini. Sekarang beliau menjadi santrinya Al-Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan.
Ijazah yang didapat merupakan perkenan bagi seseorang untuk membacanya. Dengan adanya Ijazah ini maka akan terbentuklah kemantapan hati bagi sipengamal. Dengan Ijazah maka hasil yang benar pun akan didapatkan. Pengalaman menunjukkan dengan adanya mujiz yang menunjukkan cara pengamalan yang benar, maka tingkat keberhasilan seseorang bisa dipastikan lebih cepat dan bagus. Kemudian timbul pertanyaan, “ Apakah orang yang tidak mempunyai guru kemudian mendapatkan informasi tentang sebentuk amalan, maka apakah hasil yang didapat tidak benar atau tidak akan berhasil ?”
Wiridan hamper sama seperti matematika. Hanya saja matematika adalah ilmu pasti. Jika 2×2 = 4, maka ilmu wirid tidaklah demikian. Ilmu Wirid adalah keyakinan yang berbalut agama. Walopun demikian tetap diperlukan hitungan dan rumus yang tepat. Laboratorium, rumus dan alat dipastikan harus ada. Laboratoriumnya adalah tempat kita kholwat / riyadhoh, rumusnya adalah hitungan dan jumlah yang tepat, sedangkan alat yang kita pakai bisa berupa tasbih , biji-bijian, minyak dan ubo rampe lainya. Dan hasilnya bisa seperti yang kita inginkan, atau berbeda. Malah ga jarang bisa gagal.
Ilmu wirid adalah kombinasi antara imaginasi,logika dan mantra ( doa / wirid.red ). Contohnya seperti ini, saat saya ribut dengan istri biasanya dia akan mendiamkan saya selama beberapa hari. Nah…yang repot ya saya, ga ada yang kasih sarapan, makan atau setrika baju.Pokoknya di cuekin abis…apa yang saya lakukan agar dia mau saya ajak baikan lagi ?? Biasanya saya akan melaksanakan suatu ‘ riyadhoh kecil ‘. Caranya ?? Malam hari saya akan melaksanakan hajat dengan niat minta dibaikkan urusan saya dengan istri. Saat pembacaan wirid, maka benak saya akan membayangkan ( baca : Imajinasi ) istri dengan keadaan yang menyenangkan. Wirid tadi sebagai senjata / wasilah saya dalam berhadapan dengan dia. Logikanya…saya bersikap lebih baik dengan dia akan niat saya tadi. Hasilnya ?? Ya bagus sekali…dalam hitungan jam, atau besok paginya sudah bisa dipastikan dia akan menegor saya.
Kembali kepada pertanyaan di atas. Jawaban saya : BISA !! tanpa ijazah dan petunjuk sekalipun, asal dia yakin bisa saja terjadi keajaiban. Orang yang seperti ini biasanya bersandar kepada kemauan hati dan niat yang kuat. Jeleknya…saat menemui kendala dia akan kebingungan. Ibarat orang naik perahu tapi tidak mengerti cara membuka layar. Ijazah mempunyai beberapa point penting. Antara lain :
• Mengikuti sunah Rasul, bahwa belajar harus dengan bimbingan guru
• Mentaati perintah Guru, adanya hubungan batiniyah dengan mujiz
• Kemantapan hati dalam beramal. Karena mengerti tata caranya dengan baik.
• Mengikuti mata rantai / sanad ilmu yang semestinya.
• Menghilangkan kebingungan dan kebimbangan hati.
Maka alangkah baiknya, siapapun mereka yang mencintai dunia wirid dengan segala kerumitannya akan mencari guru yang baik. Dengan itu maka apa yang menjadi kendalanya akan terburai. Sang Guru yang bijak akan menjadi tempat bertanya bagi simurid. Maka ilmu akan turun dengan tertib mengikuti perkembangan batiniyah si murid. Pondasi yang ditanamkan akan menghujam kuat kesanubari. Ilmu akan berkembang dengan baik. Walaupun keadaan dilapangan sebagian orang masih mengikuti pakem tradisional secara turun temurun. Hal ini tidak bisa disalahkan. Pada intinya ilmu adalah apa yang kau yakini dengan hatimu. Peran terpenting dari sebentuk ijazah adalah Guru. Yang terbaik bagimu adalah mendapatkan seorang Guru yang bijak dan mempunyai hikmah. Guru yang baik akan mengantarmu ke gerbang Futuh yang sebenarnya. Guru yang hatinya berkarat akan membuatmu tersesat dan hilang dari rahmat Allah SWT.
Maka carilah Sang Guru itu demi kebaikanmu. Mintalah dalam munajatmu kepada Allah SWT seorang guru sejati yang dapat membimbing lahir dan batinmu. Bukan hanya sampai keterkabulan hajat. Karena sesungguhnya setan pun dapat mengabulkan hajatmu. Mursyidmu adalah seseorang yang kelak menolongmu dalam gelombang dahsyat Hari Pembalasan. Pertolongan yang berupa perpanjangan syafaat dari Rasulullah SAW. Dan yang terbaik adalah jika sang Guru bersambung, baik itu SANAD ilmunya atau NASAB nya kepada Beliau SAW. Pilihlah satu diantaranya. Alangkah beruntungnya mereka yang bersama Gurunya kelak. Bergandengan tangan, beriringan menuju keindahan abadi di dalam Jannah. Semoga aku pun termasuk diantara yang beruntung itu.

Semoga risalah ini berguna bagimu. Izinkanlah saya dan semua keluarga serta guru dan mursyid menjadi bagian yang terindah bagimu. Apapun itu bentuknya, sesungguhnya kita mencintai kebaikan. Tugas kitalah untuk menarik para sahabat yang terperosok.Agar kembali bangkit..Doaku selalu untuk para Sahabat.

Wali Tanpa Gelar Yang Sering Diabaikan


“Andaikan mereka tahu bahwa ada wali “tanpa nama tanpa gelar” yang memiliki kemampuan seperti wali Qutub, niscaya mereka akan datang berbondong-bondong mencium tangan wali tanpa nama tanpa gelar tersebut minta dido’akan hajatnya. Jika wali tanpa nama tanpa gelar itu telah wafat niscaya mereka akan berlama-lama dipekuburannya berdzikir, berdo’a dan bermuhasabah diri meminta ampun kepada Allah Maha Pengampun atas dosa-dosa mereka selama ini. Andaikan mereka tahu jika mereka sami’na wa atho’na kepada wali tanpa nama tanpa gelar niscaya Allah SWT akan angkat derajatnya, Namun sayang sekali karena wali tersebut tanpa nama dan tanpa gelar kewalian, maka ia seringkali dilupakan dan diabaikan setiap orang”

Wali tanpa nama dan tanpa gelar itu adalah orangtuamu sendiri.

“Apakah kau tidak tahu tentang Uwaisy al Qarni, salah satu sahabat yang tidak pernah bertemu Nabi secara fisik dan juga seorang wali? Apa yang menyebabkan dia memiliki derajat yang begitu agung hingga namanya terkenal di langit walau di bumi tak ada seorang pun mengenalnya? Kau tahu!! Sahabat Uwaisy al Qarni berkata bahwa ibunya pernah berkata dan mendo’akannya ‘anakku Uwaisy aku tahu hatimu begitu sangat mencintai dan menginginkan dapat bertemu Nabi Muhammad SAW, namun kini kau datang padaku dengan wajah dirundung sedih karena tak berhasil menemui Rasulullah SAW dan kau memilih segera pulang karena memikirkan dan mengkhawatirkan aku. ibumu ini, Nak, dan aku ridho padamu, Ya Allah, Kau Maha Tahu, saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah ridha pada anakku, maka terimalah ridhoku ya Allah dan ridhoilah anakku Uwaisy‘,

Dan apa kau tidak kau tahu bahwa Sulthanul Aulya Syeikh Abdul Qadir Jailani di masa kecilnya ketika dirampok malah berkata jujur tentang kantung emas yang ia bawa, perampok itu heran mengapa ia malah jujur mengatakan kantung emas yang dibawanya padahal setiap orang yang mereka rampok selalu berbohong tentang bawaannya dan berusaha menyembunyikannya dari mereka, lalu kau tahu apa kata Syeikh Abdul Qadir Jailani? beliau berkata ‘ketika aku hendak bepergian menuntut ilmu, ibuku berpesan: anakku, bila engkau bertemu dengan siapa pun, maka jujurlah jangan berbohong, sungguh ibu lebih ridho bila engkau jujur sekalipun engkau harus kehilangan harta dan perbekalanmu daripada kau harus kehilangan kejujuranmu”.

“Lihatlah ibumu, berapa lama dia menanggung dirimu dalam perutnya? Apakah kau sanggup menahan perih dan pedih seperti dirinya hanya untuk menginginkan kau lahir di dunia hingga bertaruh nyawa agar kau terlahir sehat dan selamat? Bahkan ketika dalam kondisi darurat ia lebih rela menerima kematian agar kau tetap hidup, apakah kau pernah memikirkan hal ini? Kekuatan apa yang membuat ibumu sekuat dan setabah itu sebagaimana kekuatan awliya yang sanggup menerima dan menanggung beban yang berat? Itu kekuatan Allah SWT yang dianugerahkan kepada ibumu melalui Rahman dan Rahim-nya. Ini adalah sumber kekuatan para auliya”.

“lihat dirimu, kelak kau akan jadi seorang bapak, apakah kau tahu karomah bapakmu selama ini? Lihat tangannya, lihat punggungnya lihat kulitnya, setiap hari ia membanting tulang agar kau tetap bisa makan, tetap bisa tertawa, tetap tersenyum, bekerja siang dan malam hanya untuk mengabulkan segala macam pinta dan rengekmu. Ketika kau kecil, dirimu melakukan kesalahan, dialah orang yang paling depan membelamu. Ketika kau dalam bahaya, dia rela menghadapi bahaya itu untuk menyelamatkanmu, dia tanggung bebanmu dan ibumu di pundaknya, walau kian rapuh, dia tetap berusaha menopang. Tidakkah kau sadari bahwa bapakmu itu seorang Mujahid fi Sabilillah? Yang setiap hari berjuang menafkahi kehidupanmu bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun. Dia, bapakmu adalah mujahidin kebanggaanmu”.

“kau bangga dan takjub dengan karomah para wali tapi pernahkah kau banggakan dan takjub dengan karomah ibumu yang Allah SWT anugerahkan kepadamu? Pernahkah kau bangga dan takjub dengan karomah ibumu yang mengajarkan berkata-kata ketika masih bayi? Tidurnya sedikit karena kau selalu nangis dan rewel sebagaimana para auliya yang tidurnya sedikit karena memikirkan umat Nabi Muhammad SAW yang banyak berkeluh kesah dan merengek, air susunya seakan-akan tak pernah habis setiap kali kau merengek ingin netek, apakah kau tak tahu kalau itu adalah bukti karomah ibumu? Tidakkah kau pernah mendengar kalimat ini:
ridho orangtua adalah ridho nya ALlah. Para auliya, mereka menjadi wali Qutub dikarenakan ridho dari orangtua mereka. Tidakkah kau sadar bahwa doa dan harapan kedua orangtuamu hampir setara dengan wali Qutub?”

Keutamaan Sholawat Jibril


PERBANYAK SHOLAWAT
AGAR ILMU DAN AMAL SEMAKIN BERKAH

قال الشيخ الشعراوى : وقد كان فى زمن شيخنا نور الدين الشونى من هو أكثر علما وعملا منه ولكنه لم يكن يكثر الصلاة على النبى صلى الله عليه وسلم كما كان يكثر الشيخ ، فلم يكن ينهض بهم علمهم وعملهم إلى القرب الذى كان الشيخ نور الدين المذكور وكانت حوائجه مقضية وطريقه ماشية وسائر العلماء والمجاذيب تحبه....

Syech Asy Sya'rawi berkata : Di masa Syaikhina Nuruddin Asy Syuni ada seseorang yang sebenarnya lebih 'alim dan lebih banyak amalnya dari pada beliau, hanya saja orang itu tidak banyak baca Sholawat Nabi saw., tidak seperti Syaikhina yang gandrung bersholawat, maka meski dengan ilmu dan amal lebih banyak, orang itu tidak bisa dekat (dengan Nabi saw. atau Allah swt.) seperti kedekatan Syaikhina sebab banyaknya bersholawat. Selain itu, (berkah Sholawat) hajat-hajat beliau terpenuhi, urusan-urusannya lancar, dan semua ulama bahkan para wali yang jadzab juga mencintai beliau....
Syarah Rothib Al Haddad, Hal. 199
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
SHOLAWAT JIBRIL
صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ
SHOLLALLOOHU 'ALAA MUHAMMAD

Artinya:
Semoga Allah swt. selalu melimpahkan shalawat keharibaan beliau Nabi Muhammad saw.

قال الامام الشعراني كان صلى الله عليه و سلم يقول من قال هذه الصلاة فقد فتح على نفسه سبعين بابا من الرحمة و ألقى الله محبته في قلوب الناس فلا يبغضه الا من في قلبه نفاق

Dijelaskan oleh Al Imam Assya'rany, Nabi Muhammad saw. bersabda: “Barang siapa membaca sholawat ini maka sungguh terbuka baginya 70 (tujuh puluh) pintu rahmat dan Allah swt. letakkan sebuah cinta kasih (mahabbah) pada hari setiap orang untuknya, dan tidak ada orang yang benci kepadanya kecuali orang-orang yang dihatinya terdapat kemunafikan

قال شيخنا يعني عليا الخواص رضي الله عنهما هذا الحديث و الذي قبله و هو قوله صلى الله عليه و سلم اقرب ما يكون احدكم مني اذا ذكرني و صلى على رويناهما عن بعض العارفين عن الخضر عليه السلام عن رسول الله صلى الله عليه و سلم و هما صحيحان في اعلى درجات الصحة و ان لم يثبتهما المحدثون على مقتضى اصطلاحهم و الله اعلم اهـ

Syekh Ali al-Khowwash Radhiyallahu 'Anhu berkata: "Hadis tersebut diriwayatkan para ahli ma'rifah melalui Khidir dari Rosulullah Shollallaahu 'alaihi wa sallam. Menurut kami jalur sanadnya sampai pada martabat shohih sekalipun para ahli hadits menolak jalur periwayatannya lantaran mereka mempertahankan basic dasar keilmuan riwayat mereka.

و يؤيد ذلك ما نقله الحافظ السخاوي عن مجد الدين الفيروزبادي صاحب القاموس بسنده الى الامام السمرقندي قال سمعت الخضر و الياس على نبينا و عليهما السلام يقولان سمعنا رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ما من مؤمن يقول صلى الله على محمد الا احبه الناس و ان كانوا ابغضوه و والله لا يحبونه حتى يحبه الله عز و جل و سمعناه صلى الله عليه و سلم يقول على المنبر من قال صلى الله على محمد فقد فتح على نفسه سبعين باب من الرحمة.

Imam Syamsuddin Muhammad Bin Abdurrahman as-Sakhowiy  mengutip dari imam Majduddin Fairuz Zabadi dari Imam 'Ali Bin Ishaq as-Samarqandiy berkata: "Aku mendengar al-Khidhir dan Ilyas keduanya berkata: Kami mendengar dari Rosulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah seorang mu'min membaca :
صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ

SHOLLALLOOHU 'ALAA MUHAMMAD
Melainkan ia akan dicintai manusia, sekalipun banyak manusia membencinya di satu saat mereka akan Allah kehendaki untuk mencintainya. Dan kami mendengar Rosulullah Shollallaahu 'alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda: " Siapa yang membaca Shollallaahu 'Alaa Muhammad" akan Allah bukakan baginya 70 pintu rahmat."

و نقل الحافظ المذكور بالسند المتقدم ان الامام السمرقندي سمع الخضر و الياس ايضاً يقولان كان في بني اسرائيل نبي يقال له اسمويل قد رزقه الله النصر على الأعداء و انه خرج في طلب عدو فقالوا هذا ساحرا جاء ليسحر اعيننا و يفسد عساكرنا فنجعله في ناحية البحر فقال اصحابه كيف نفعل فقال احملوا و قولوا صلى الله على محمد فحملوا و قالوا فصار اعداؤهم في ناحية البحر فغرقوا اجمعهم.

Imam Syamsuddin as-Sakhowiy juga menyebutkan bahwa imam as-Samarqandiy mendengar al-Khidir dan Ilyas berkata: Dahulu pada zaman bani Israil ada seorang Nabi bernama Samuel yang selalu diberikan kemenangan oleh Allah Taala ketika menghadapi musuh.
Pada suatu hari musuh ingin menyerang perkampungan beliau. Musuh meyakini bahwa Nabi Samuel orang yang memiliki magic (sihir) sehingga musuh meyerang dari arah laut dengan membawa banyak pasukan. Ketika serangan musuh terdengar oleh penduduk kampung di mana Nabi Samuel berada, mereka bertanya kepada beliau apa yang harus mereka lakukan untuk menghadang musuh. Nabi Samuel 'alaihis salam menyerukan penduduk setempat untuk membaca: "Shollallaahu 'Alaa Muhammad"
Akhirnya para penduduk mengamalkan bacaan tersebut, dan tidak lama terdengar kabar bahwa tentara musuh yang ingin menyerang mengalami mushibah kapal mereka tenggelam.

و روى الحافظ ايضاً انه جاء رجل من الشام الى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله ابي شيخ كبير و هو يحب ان يراك فقال ائتني به فقال انه ضرير البصر فقال قل له ليقل في سبع اسبوع يعني في سبع ليال صلى الله على محمد فانه يراني في المنام حتى يروي الحديث ففعل فرآه في المنام فكان يروي عنه

Pada suatu hari seorang lelaki dari Syam mendatangi Rosulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada beliau: Ya Rosulallah, aku punya ayah yang sudah lanjut usia dan ia ingin sekali berjumpa denganmu. Beliau berkata; "Datangkan dia ke sini! Lelaki itu menjawab: "apalah daya fisiknya tidak memungkinkan itu. Beliau berkata; Kalau begitu, suruh dia untuk memperbanyak membaca "Shollallaahu 'Alaa Muhammad" selama 7 hari 7 malam, maka dia akan bertemu aku dalam mimpi." Lelaki itupun bergegas pulang dan menyampaikan pesan Rasululllah kepada ayahnya lalu ayahnya mengamalkan pesan tersebut hingga beliau bertemu Rosulullah lewat mimpinya.
Bacaan sholawat selesai sholat dhuha, 313x saja. Kalau lebih jos gandos... Dibacanya 5000x habis sholat Dhuha.. Baca 5000x sholawat Jibril selama 7 hari, rasakan apa yang terjadi......!!!

Fadhilah nya buat kehidupan
1. 313x habis sholat Shubuh dan Maghrib buat usaha dagang penglaris mau usaha online atau offline
2. 1071x khusus stelah sholat Maghrib biar Ndak kekosongan uang
3. 5000x tiap malam buat mendirikan bangunan rumah dll.
4. Buat pembuka rejeki magnet rejeki 5000x setelah sholat Dhuha
5. Hajat keperluan penting dibaca sekali masjlis 12.000x selama 40 malam berturut-turut .
6. Untuk kepentingan butuh uang mendesak dibaca 24 jam harus selesai 124.000x, tidak boleh makan dan minum dan tidur.
7. Agar mendapat modal/dana. Aapabila ada keinginan punya hajat besar membutuhkan dana yang besar ingin naik haji, buat hajatan anak, mau sekolahkan anak belum persiapan biayanya. Misal mau ada acara besar butuh biaya 1 atau 2 bulan lagi, bacalah sholawat " SHOLLALLAHU 'ALA MUHAMMAD sebanyak yang dimampu tutup dengan membaca ayat Al fath ayat 29, atau ayat terakhir dari surah Al fath jangan lebih jangan kurang 41x, boleh dilakukan setelah sholat fardlu, boleh sehari semalam. Insya Allah itu TAJRIB. Niatkan Saja buat acara apa agar bisa terpenuhi.
8. Buat keselamatan lahir dan batin dibaca 300.000x dalam satu Minggu harus selesai, mulai baca Sabtu 'Ashar hitungannya.
9. Agar mudah mustajab do'a dibaca dalam hati terus menerus tanpa hitungan, jalan, baring, duduk. Minimal satu tahun Istiqomah.
10. Amalkan dengan baik memohon ridho Allah, niat ibadah. Fadhilah diatas serahkan semua urusan sama Allah.

Sholawat Munjiyat Yang Agung


Shalawat munjiyat adalah shalawat yang ditulis oleh ulama sufi dari tariqat Asy-Syadziliyah yaitu Syaikh Shalih Musa Al-Dharir. Kisah mendapatkan/terciptanya shalawat munjiyat ini adalah sebagai berikut:

عن الشيخ الصالح موسى الضرير رحمه الله، قال : ركبت البحر الملح وقامت علينا ريح قل من ينجو منها من الغرق وضج الناسفغلبتني عيني فنمت فرايت الني صلى الله عليه وسلم وهو يقول : قل لأهل المركب يقولوا ألف مرة { اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد صلاة تنجينا بها من جميع الأهوال والآفات وتقضي لنا بها جميع الحاجات ... االخ } فاستيقطت وأعلمت أهل المركب بالرؤيا فصلينا بها ثلثمائة مرة ففرج الله عنا

وللعلم انا جربتها في احدات ثورة 17 فبراير المجيدة وصليت بيها في حدود 200 مرة والحمد لله ربي تقبل مني ونجانا من طغيان ومكر الي مايتسمى هو واعوانه فأكثرو اخوتي منها حتى ينجينا الله من كل كرب وبلاء

Dari Syekh Sholeh Musa Al-Dhorir ia berkata: Aku menaiki perahu di lautan lalu kami diserang angin yang besar sehingga sedikit dari kami yang selamat dari karam. Aku merasa sangat ngantuk dan tertidur, lalu aku bermimpi bertemu Nabi beliau bersabda: Katakan pada para penumpang perahu untuk mengucapkan ini 1000 (seribu) kali [اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد صلاة تنجينا بها من جميع الأهوال والآفات .. dst] lalu aku terbangun dan mengajarkan bacaan tersebut pada seluruh penumpang kapal. Lalu kami membaca shalawat itu 300 kali lalu Allah menyelamatkan kami. 

Shalawat al-Munjiyah

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ . صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلاَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ . وَتَقْضِىْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ . وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ . وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ . وَتُبَلِّغُنَا بِهَا اَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاتِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ .

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat (rahmat) atas penghulu kami Nabi Muhammad dan keluarga beliau, semoga dengan berkah shalawat itu Engkau lepaskan kami dari segala bencana dan musibah, Engkau tunaikan segala hajat kami, Engkau bersihkan kami dari segala kejahatan dan Engkau tingkatkan derajat kami di sisi Engkau, Engkau sampaikan tujuan maksimal kami dari semua kebaikan kehidupan kami baik di dunia maupun sesudah wafat.”

Arti dari Shalawat Munjiyat sendiri adalah “Shalawat Penyelamat”. Penamaan bacaan shalawat di atas tidak terlepas dari kronologi ‘terciptanya’ bacaan shalawat tersebut yang berasal dari sebuah peristiwa yang dialami oleh salah satu orang ‘arif. Berikut kronologinya:

قال بعض العارفين كنت في مركب فعصفت علينا الريح فأشرفنا على الغرق فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم في منامي فقال قل لهم يقولون اَللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ، وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِيْ الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ فاستيقظت فقلناها جميعا فسكن الريح بإذن الله تعالى

“Sebagian orang arif berkata: ‘aku berada di kapal, kemudian badai berembus kencang, hampir saja menyebabkan kami tenggelam. Lalu aku (tertidur dan) melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi, beliau bersabda: Katakan pada mereka ‘Bacalah doa Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’il ahwâli wal âfât wa taqdhî lanâ bihâ jamî’al hâjat wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’is sayyiât wa tarfa’unâ bihâ ‘indaka a’lad darajât wa tuballighunâ bihâ aqshal ghâyat min jamî’il khairâti fil hayâti wa ba’dal mamât, lalu aku terbangun dan kami ucapkan bacaan sholawat tersebut, lalu angin pun terdiam atas seizin Allah ta’ala,” (Abdurrahman bin Abdissalam Ash-Shafuri, Nudhah al-Majâlis wa Muntakhab an-Nafâis, hal. 284).

Dalam kitab lain, yakni kitab al-Fajr al-Munir fi as-Shalat ala al-Basyir wa an-Nadzir, menyebutkan lebih jelas bahwa orang arif yang dimaksud dalam referensi di atas adalah salah satu pemuka tarekat Syadziliyah, yakni Syekh As-Shalih Musa ad-Dlarir. Sebagaimana disampaikan dalam referensi berikut: 

وأخبرني الشيخ الصالح موسى الضرير رحمه الله تعالى: أنه ركب في البحر؛ قال: وقامت علينا ريح تسمى: الأقلابية قلَّ من ينجو منها من الغرق، وضج الناس خوفاً من الغرق، قال: فغلبتني عيناي، فنمت، فرأيت النبي صلى الله عليه وآله وسلم وهو يقول: قل لأهل المركب يقولون ألف مرة:
اَللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ، وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِيْ الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ

قال: فاستيقظت، وأعلمت أهل المركب بالرؤيا، فصلينا بها نحو ثلاثمائة مرة؛ ففرج عنا، هذا أو قريب منه، صلى الله عليه وسلم.

Syekh Shalih Musa ad-Dharir rahimahullah mengabarkan kepadaku bahwa beliau mengendarai perahu, lalu berkata: “Badai yang dikenal dengan sebutan Aqlabiyah menyerang kami, sangat sedikit orang yang selamat dari tenggelam sebab badai tersebut. Manusia berteriak karena khawatir akan tenggelam. Lalu aku diserang rasa kantuk, hingga akhirnya aku tertidur. Dalam mimpi Aku melihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: ‘Katakan pada penumpang perahu, agar mereka membaca shalawat berikut: ‘Allâhumma shalli ‘alâ Sayyidinâ Muhammadin wa ‘alâ âli Sayyidinâ Muhammadin shalâtan tunjînâ bihâ min jamî’il ahwâli wal âfât wa taqdhî lanâ bihâ jamî’al hâjat wa tuthahhirunâ bihâ min jamî’is sayyiât wa tarfa’unâ bihâ ‘indaka a’lad darajât wa tuballighunâ bihâ aqshal ghâyat min jamî’il khairâti fil hayâti wa ba’dal mamât.’ 

Lalu Aku terbangun dan aku beritakan pada penumpang perahu tentang mimpi yang aku alami, kami pun membaca shalawat tersebut, dan ketika mencapai sekitar bilangan 300, badai pun reda,” (Syekh Umar bin ‘Ali bin Salim al-Fakihani, al-Fajr al-Munir fi as-Shalat ala ala al-Basyir wa an-Nadzir, hal. 25)

Keistimewaan dan keutamaan shalawat al-Munjiyat adalah:

1. Imam Dinawariy meriwayatkan; pada suatu ketika masyarakat muslim ditimpa kesusahan atau penyakit menular. Maka mereka kemudian membaca shalawat al-Munjiyah ini secara bersama-sama dan tidak berapa lama, masyarakat bebas dari penyakit. Shalawat ini diakui oleh banyak ulama, mendatangkan sangat banyak manfaat.
2. Syaikh Ali al-Buniy dan Imam al-Jazuliy mengatakan bahwa; “Siapa saja yang mempunyai hajat, baik hajat dunia, maupun hajat akhirat, bacalah shalawat ini sebanyak 1.000 kali, sebaiknya di waktu tengah malam, insya Allah akan dikabulkan hajatnya dengan segera. Shalawat al-Munjiyah lebih cepat dalam mendatangkan ijabah dari kilat yang menyambar, ia merupakan eklisir (bahan untuk mengubah logam murah menjadi emas) dan anti oksin yang mujarrab.”

Imam Umar Ibn Ali al-Lakhamiy al-Fakihaniy al-Malikiy dalam kitabnya al-Fajrul Munir Fi Shalawat Ala al-Nabiy al-Basyir al-Nadzir meriwayatkan bahwa: Syaikh Musa al-Dharir, seorang yang shaleh suatu ketika bercerita: “Aku sedang belayar menggunakan sebuah perahu besar yang terbuat dari kayu namun tiba-tiba ada angin besar yang disebut angin al-Iqlabiyyah, jarang sekali orang bisa selamat dari angin tersebut, sehingga menyebabkan perahu yang aku tumpangi menabrak karang dan hendak karam. Pada saat itu entah kenapa saya tidak panik seperti kebanyakan penumpang kapal. Saya malah dikuasai rasa kantuk yang berat. Antara sadar dan tidak, Rasulullah datang mengajarkan aku shalawat al-Munjiyah dan beliau berkata: ”Hendaknya orang-orang yang ada di perahu ini membaca sebanyak 1000 kali. Saya pun terbangun dan membaca di dalam hati. Saat saya sudah membaca sebanyak 300 kali, maka perahu yang awalnya mulai oleng hampir tenggelam itu perlahan kembali tegak seperti biasa dan pelayaran dilanjutkan seperti tidak terjadi bencana apapun.

Imam Muhammad Ibn Ya’qub Fairuz al-Abadiy mengatakan:” Telah mengabarkan kepadaku Syaikh Hasan Ibn Ali al-Aswaniy bahwa siapa saja yang membaca shalawat al-Munjiyah sebanyak 1000 kali, maka Allah akan mengabulkan segala hajatya dan Allah akan hilangkan kesusahan hidupnya.”
Sebagian ulama menyatakan “siapa saja yang membaca shalawat al-Munjiyah ketika naik kapal laut, maka akan selamat dari bahaya tenggelam. Siapa saja yang membacanya saat terjadi thaun (wabah), maka ia akan diberikan perlindungan dan rasa aman. Siapa saja yang membaca sebanyak 500 kali, maka ia akan mendapat manfaat besar dan hidup dalam kecukupan.

Habib Salim Ibn Hafizh Ibn Syaikh Abi Bakr Ibn Salim mengatakan: “Para ulama salaf telah mengamalkan amalan yang teruji coba khasiatnya sebagai mediasi menggapai cita-cita dan menolak segala mushibah diantaranya: membaca shalawat al-Munjiyah 1000 kali, melakukan ziarah Nabi Hud, membaca surat Yasin 40 kali, membaca kitab Shahih al-Bukhariy dan membaca 16.000 kali “Ya Lathif”.

Sebagian orang membaca shalat al-Munjiyah menggunakan lafaz (صَلاَةً تُنَجِّيْنَا ), lafaz (تُنَجِّيْنَا) adalah bentuk fiil Mudhari’ dari kata dasar fiil Madhi Mudha’af ( نَجَّى ), sedangkan lafaz ( تُنْجِيْنَا ) fiil Mudhari’ bentukan kata dasar fiil Madhi ( أَنْجَى ) dengan tambahan Hamzah. Lafaz Tunajjina ataupun Tunjina keduanya merupakan bentuk fiil Mudhari’ dari fiil Madhi Mutaaddiy (butuh kepada objek) yang memiliki arti menyelamatkan. Jadi bacaan Tunajjina atau Tunjina jangan diributkan karena keduanya memiliki arti yang sama. Hanya saja dari berbagai Naskah kumpulan kitab-kitab shalawat yang penulis miliki, seluruh kitab-kitab tersebut menggunakan lafaz Tunjina.

Imam Muhammad Mahdi al-Fasiy dalam kitab Syarh Dalail al-Khairat, Imam Muhammad Abdul Aziz al-Jazuliy ar-Rasmukiy dalam kitab Wardah al-Juyub Fi shalat Ala al-Habib al-Mahbub dan Sayyid Muhammad Ibn Alawiy al-Malikiy al-Hasaniy dalam kitab beliauSyawariq al-Anwar Min Ad’iyyah al-Sadah al-Akhyar pun mencatatkan shalawat al-Munjiyah dengan redaksi “Tunjiina”. Inilah yang menjadi alasan, kenapa penulis dalam buku ini memilih untuk menyebutkan redaksi (تُنْجِيْنَا) ketimbang redaksi (تُنَجِّيْنَا ).

Shalawat Munjiyat ini biasa dilafalkan pada awalan bacaan doa-doa, khususnya pada saat bacaan doa tahlil. Masyhur sekali bahwa doa yang diawali dengan membaca shalawat munjiyat ini akan cepat terkabulkan, tentu atas seizin Allah subhanahu wa ta’ala. Selain itu, bacaan shalawat munjiyat juga dianjurkan untuk dibaca sebagai dzikir pada saat setelah melaksanakan shalat hajat, dengan harapan agar hajat yang diinginkan segera terpenuhi.

Shalawat Munjiyat juga banyak tercantum dalam wirid-wirid dan hizib-hizib yang biasa diamalkan di banyak pesantren. Hal ini menunjukkan betapa dahsyatnya keutamaan membaca Shalawat Munjiyat ini. Namun meski begitu, akan lebih afdhal jika dalam mengamalkan shalawat munjiyat atas petunjuk dari seorang guru (mujiz)  yang mengarahkan kita untuk mengamalkan membaca shalawat munjiyat, agar kadar bacaan yang kita amalkan dapat lebih efektif dan proposional. 

Adapun sanad yang penulis dapatkan sebagai berikut:

احمد بن احمد بن محمد الحسني عن العلامة السيد أحمد بن أبي بكر بن أحمد الحبشي عن العلامة محدث الحرمين أبو حفص عمر بن حمدان المحرسي التونسي المالكي عن أحمد بن اسماعيل البرزنجي المدني عن السيد أحمد بن زيني دحلان المكي عن الشيخ عثمان بن حسن الدمياطي عن الشيخ عبد المنعم بن أحمد العمادي الأزهري عن الشيخ محمد بن عيسى الدفري عن الشيخ سالم بن عبد الله بن سالم البصري المكي عن والده عن المسند محمد بن سليمان الرداني والشيخ محمد بن علاء الدين البابلي عن العلامة شمس الدين محمد السخاوي عن ابن ظهيرة عن جمال الدين ابن عتيق بن حديدة الانصاري عن ابن الفاكهاني اللخمي عن الصالح موسى الضرير رضي الله تعالى عنه . 

Arwah Para Ahli Kubur Bisa Saling Berkunjung


Allah berfirman,

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) ruh (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah ruh (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan ruh yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar : 42)
Ada dua pendapat ahli tafsir tentang ayat ini. Salah satunya, bahwa ruh orang yang ditahan adalah ruh orang yang sudah meninggal, sehingga dia tidak bisa kembali ke jasadnya di dunia. Sedangkan ruh orang yang dilepas adalah ruh orang yang tidur. (Ar-Ruh, Ibnul Qoyim, hlm. 31).
Diriwayatkan dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menjelaskan tafsir ayat tersebut,

إِنَّ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ تَلْتَقِي فِي الْمَنَامِ فَتَتَعَارَفُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْهَا، فَإِذَا أَرَادَ جَمِيعُهَا الرُّجُوعَ إِلَى الْأَجْسَادِ أَمْسَكَ اللَّهُ أَرْوَاحَ الْأَمْوَاتِ عِنْدَهُ، وَأَرْسَلَ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ إِلَى أَجْسَادِهَا

Sesungguhnya ruh orang yang hidup dan ruh orang mati bertemu dalam mimpi. Mereka saling mengenal sesuai yang Allah kehendaki. Ketika masing-masing hendak kembali ke jasadnya, Allah menahan ruh orang yang sudah mati di sisi-Nya, dan Allah melepaskan ruh orang yang masih hidup ke jasadnya. (Tafsir At-Thabari 21/298, Al-Qurthubi 15/260, An-Nasafi 4/56, Zadul Masir Ibnul Jauzi 4/20, dan beberapa tafsir lainnya).

أن الأرواح قسمان: أرواح معذبة، وأرواح منعمة، فالمعذبة في شغل بما هي فيه من العذاب عن التزاور والتلاقي والأرواح المنعمة المرسلة غير المحبوسة تتلاقى، وتتزاور، وتتذاكر ما كان منها في الدنيا، وما يكون من أهل الدنيا، فتكون كل روح مع رفيقها الذي هو على مثل عملها، فروح نبينا محمد صلى الله عليه وسلم في الرفيق الأعلى

Arwah itu ada dua, arwah yang sedang disiksa dan arwah yang mendapat nikmat. Arwah yang sedang disiksa, dia berada dalam kesibukannya menerima siksa, sehingga tidak bisa saling mengunjungi dan saling bertemu. Sementara ruh yang mendapatkan kenikmatan, dia dilepas, dan tidak ditahan, sehingga bisa saling berjumpa, saling berkunjung, saling menyebutkan keadaannya ketika di dunia, dan keadaan penduduk dunia. Sehingga setiap ruh, bersama rekannya yang memiliki amal semisal dengannya. Ruh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama ar-Rafiq al-A’la.
Kemudian menyebutkan dalilnya,

والدليل على تزاورها، وتلاقيها قول الله تعالى: {وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا{ وهذه المعية ثابتة في الدنيا، وفي دار البرزخ، وفي دار الجزاء، والمرء مع من أحب في هذه الدور الثلاث

Dalil bahwa mereka saling berkunjung dan saling bertemu adalah firman Allah, yang artinya, “Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa: 69).
Kebersamaan ini bersifat hakiki, di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat negeri pembalasan. Setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya di tiga tempat ini.

وقد أخبر الله عن الشهداء بأنهم أحياء عند ربهم يرزقون، وأنهم يستبشرون بالذين لم يلحقوا بهم من خلفهم، وأنهم يستبشرون بنعمة من الله وفضل، وهذا يدل على تلاقيهم

Allah juga telah menyampaikan tentang keadaan para syuhada, bahwa mereka hidup, mendapat rizki di sisi Tuhan mereka. Mereka saling menyampaikan kabar gembira dengan keadaan orang-orang yang masih hidup, yang belum menyusul mereka. Mereka juga saling menyampaikan kabar gembira dengan kenikmatan dan karunia dari Allah. Ini semua menunjukkan bahwa mereka saling bertemu.
Dalil yang ditunjuk adalah firman Allah di surat Ali Imran,

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ . فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ . يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka bergembira disebabkan karunia yang Allah berikan kepada mereka, dan mereka saling memberi kabar gembira terhadap orang-orang yang masih tinggal (masih hidup) di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.  Mereka saling memberi kabar gembira dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 169 – 171).

Bacaan Tahlil Arwah


بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ

إلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَلِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَوْلادِهِ وَذُرِّيَاتِهِ. اَلْفَاتِحَةْ

ثُمَّ إلَى حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَاْلأَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ وَاْلمُصَنِّفِيْنَ وَجَمِيْعِ اْلمَلاَئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنْ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخ عَبْدُالْقَادِرْ الَجَيْلانِى. الفاتحة………………………

ثُمَّ إليَ جَمِيْعِ أَهْلِ اْلقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ اْلاَرْضِ وَمَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا اَبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادَنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخَنَا وَمَشَايِخَ مَشَايِخِنَا
وَلِمَنِ اجْتَمَعْنَا هَهُنَا بِسَبَبِهِ وَخُصُوْصًا......... اَلْفَاتِحَةْ

BACAAN TAHLIL

Bacaan-bacaan detail tahlil ada sedikit perbedaan antara satu daerah dengan daerah yang lain walaupun tidak begitu prinsip. Bacaan di bawah merupakan standar umum bacaan tahlil.

Catatan: Surat Al-Ikhlas dibaca 3x. Sedang surat Al Falaq dan An Nas masing-masing dibaca sekali.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. اللَّهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَد.ْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَد.

لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلّهِ اْلحَمْدُ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ. قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ * مِن شَرِّ مَا خَلَقَ * وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ * وَمِن شَرِّ النَّفَّـثَـتِ فِى الْعُقَدِ * وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلّهِ اْلحَمْدُ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم.ِ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاس.ِ مَلِكِ النَّاس.ِ إِلَهِ النَّاس.ِ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاس.ِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ. مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ.

لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلّهِ اْلحَمْدُ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّين أمِينْ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. الم ذَلِكَ اْلكِتَابُ لاَرَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ. اَلَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ.وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْاخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ. اُولئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَاُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ.
 وَإِلهُكُمْ إِلهُ وَاحِدٌ لاَإِلهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ
اللهُ لاَ إِلَهَ اِلاَّ هُوَ اْلحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَتَأْخُذُه سِنَةٌ وَلاَنَوْمٌ. لَهُ مَافِى السَّمَاوَاتِ وَمَافِى اْلأَرْضِ مَنْ ذَالَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَيُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَلاَ يَؤدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ.
لِلّهِ مَافِى السَّمَاوَاتِ وَمَا في اْلأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوْا مَافِى أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهِ فَيُغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ. وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. امَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا أُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَبَّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ.
كُلٌّ امَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَنُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ.
لاَيُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَاكَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَتُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَ أَوْ أَخْطَعْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَطَاقَةَ لَنَا بِهِ
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا 7
أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
إِرْحَمْنَا يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 7

أللّهمّ اصْرِفْ عَنَّا السُّوْءَ بِمَا شِئْتَ وَكَيْفَ شِئْتَ إِنَّكَ عَلَى مَاتَشَاءُ قَدِيْرُ

وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا.

أَللّهُمَّ صَلِّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ نُوْرِ الْهُدَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ. عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ.

أَللّهُمَّ صَلِّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ شَمْسِ الضُّحَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْعَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ

أَللّهُمَّ صَلِّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ بَدْرِ الدُّجَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ. عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ.

وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ سَادَتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ. وَحَسْبُنَا الله وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ. وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْم 3

أَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ حَيٌّ مَوْجُوْدٌ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ حَيٌّ مَعْبُوْدٌ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ حَيٌّ بَاقٍ ,

اَإِلهَ إِلاَّ اللهُ 100

لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ نَبِيُّ الله
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ يَارَبِّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ

سبحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ x3

أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ
أَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ أَجْمَعِيْنَ. الفاتحة

DOA TAHLIL:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمن الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. أَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلأَوَّلِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلأخِرِيْنَ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ فِى اْلمَلَإِ اْلأَعْلَى إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أَللّهُمَّ اجْعَلْ وَأَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ مِنَ اْلقُرْأنِ الْعَظِيْمِ . وَمَا هَلَّلْنَاهُ مِنْ قَوْلِ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَقَوْلِ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ وَمَا صَلَّيْنَاهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فِى هذَااْلمَجْلِسِ اْلمُبَارَكِ هَدِيَّةً وَاصِلَةً إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِناَ وَنَبِيِّناَ وَمَوْلَناَ مُحَمَّدٍ ثُمَّ إِلَى أَرْوَاحِ أباَئِهِ وَإِخْوَانِهِ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَأَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَاْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَالأَئِمَّةِ اْلمُجْتَهِدِيْنَ وَاْلعُلَمَاءِ اْلعَامِلِيْنَ وَأَهْلِ طَاعَتِكَ أَجْمَعِيْنَ . وَخُصُوْصًا إِلى رُوْحِ ( فُلَانْ إِبْنُ فُلَانْ ) أَللّهُمَّ اجْعَلْهُ فِدَاءً لَهُ مِنَ النَّارِ وَفِكَاكاً لَهُمْ مِنَ النَّارِ . أَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ وَوَالِدِيْنَا وَوَالِدِيْهِمْ وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . أَللّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلَامَ وَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ اْلكَفَرَةَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ , وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلى يَوْمِ الدِّيْنِ , أَللّهُمَّ أَمِنَّا فِىْ دُوْرِنَا , وَأَصْلِحْ وَلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلِ اللّهُمَّ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَ وَاتَّقَاكَ . أَللّهُمَّ انْصُرْ سُلْطَانَنَا سُلْطَانَ اْلمُسْلِمِيْنَ , وَانْصُرْ وُزَرَاءَهُ وَوُكَلاَءَهُ وَعَسَاكِرَهُ وَعُلَمَاءَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ وَاْلعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَى اْلحُجَّاجِ وَاْلغُزَاةِ وَاْلمُسَافِرِيْنَ وَاْلمُقِيْمِيْنَ فِى إِنْدُوْنَيْسِيَّا وَغَيْرِهِمْ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَألِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَاْلحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
أمين

Sanad Fiqih Kaum Nahdliyin Bersambung Sampai Rosululloh saw


Perkembangan teknologi informasi yang pesat belakangan ini, semakin memudahkan orang untuk mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum. Disatu sisi keberadaan teknologi informasi baik internet, aplikasi media sosial dan sebagainya dapat mempermudah pencarian informasi maupun mendapatkannya namun disisi lain juga dapat menjerumuskan orang bila tidak dengan bijaksana mencerna dan mengolah informasi atau ilmu yang didapatkan. Sehingga memunculkan “orang-orang pintar” baru yang sesungguhnya tidak memahami ilmu yang didapatkan.
Fenomena semacam ini pernah diwanti-wantikan atau diperingatkan oleh Hadhrotusyeikh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab beliau Risaalatu Ahli as Sunnah wal Jama’ah dimana beliau berkata: “Hendaknya berhati-hati dalam mengambil suatu ilmu (informasi), dan seyogyanya untuk tidak mengambil ilmu dari orang yang bukan ahlinya.” (1418: 17)
Kemudian Syeikh Hasyim Asy’ari menegaskan hal tersebut dengan menukil perkataan Imam Malik r.a. sebagai berikut:

لا تحمل العلم عن أهل البدع، ولا تحمله عمن لا يعرف بالطلب، ولا عمن يكذب في حديث الناس وإن كان لا يكذب في حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم.

_”Jangan mengambil ilmu dari orang ahli bid’ah, serta janganlah menukilnya dari orang yang tak diketahui darimana ia mendapatkannya, dan tidak pula dari siapapun yang dalam perkataannya ada kebohongan, meskipun ia tidak berbohong dalam menyebutkan hadits Rasulullah saw.
Ilmu sanad adalah sebuah tradisi ilmiah yang hanya dimiliki oleh umat Islam. Tidak ada umat, dari agama dan ras manapun yang memiliki tradisi ilmiah ini. Ahli hadits menyusun rumusan keilmuan ini dengan kaidah-kaidah detil yang mengagumkan.
Isnad atau sanad adalah silsilah nama-nama perawi (pewarta) yang membawakan suatu berita tentang hadits Nabi ﷺ atau kejadian-kejadian sejarah. Dinamakan sanad, karena para penghafal menjadikannya acuan dalam menilai kualitas suatu berita atau ucapan. Apakah ucapan tersebut shahih (valid) atau dha’if (tidak valid).
Dalam tradisi Islam sejarah Islam, kita harus membaca sejarah sebagaimana halnya membaca hadits-hadits Rasulullah ﷺ. Tidak mungkin riwayat dari Rasulullah ﷺ diketahui benar atau tidaknya tanpa melalui proses penelitian sanad (silsilah pewarta) dan matannya (teks berita). Para ulama kita memperhatikan nama-nama periwayat dan redaksi ucapan yang mereka riwayatkan. Mereka mengumpulkan setiap redaksi hadits yang diriwayatkan oleh perawi, memilah-milahnya, menghukuminya, dan memisahkan mana yang shahih dan mana yang dha’if. Dengan metode ini, hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah ﷺ bisa dibersihkan dari kebohongan dan hal-hal buruk yang disisipkan padanya.
Ironisnya, sekarang ini kaum muslimin tidak lagi memperdulikan kualitas kabar, cerita, dan berita yang mereka baca. Mereka lupa tradisi emas yang disusun oleh ulama-ulama mereka. Sebagian umat Islam gandrung dengan tulisan-tulisan modern dan mengenyampingkan karya ulama-ulama mereka. Mereka membaca sejarah dengan mengedepankan keindahan bahasa dan runut alurnya. Tak lagi memperhatikan apakah riwayat yang dinukil buku-buku tersebut benar atau tidak. Padahal Islam memiliki standar yang tinggi dalam menerima berita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS:Al-Hujuraat | Ayat: 6).
Sanad Adalah Harta Istimewa Kaum Muslimin
Terjaganya hadits Nabi ﷺ hingga saat ini –setelah karunia Allah ﷻ- karena adanya sanad yang bersambung kepada beliau ﷺ. Metodologi ini, Allah ﷻ berikan hanya kepada umat Islam, tidak pada umat yang lain. Kita lihat sejarah-sejarah umat, selain umat Islam, kualitas berita yang mereka kabarkan rapuh sekali. Mereka tidak punya metodologi yang dapat diandalkan untuk menerima ucapan-ucapan nabi mereka. Sehingga terputuslah hubungan mereka dengan para nabi itu, secara ilmiah dan sejarah.
Umat Islam berbeda. Umat ini pemilik tunggal metodologi periwayatan. Berita yang didapat umat ini, diriwayatkan oleh pewarta yang kuat daya ingatnya, jujur, dan amanah dalam menyampaikan berita. Nabi ﷺ telah memberi isyarat bahwa ilmu ini akan kekal di tengah-tengah umatnya. Beliau ﷺ bersabda,

تَسْمَعُونَ وَيُسْمَعُ مِنْكُمْ، وَيُسْمَعُ مِمَّنْ سَمِعَ مِنْكُمْ

“Kalian mendengar dan didengar dari kalian. Dan orang-orang yang mendegar dari kalian akan didengarkan.” (HR. Abu Dawud, Bab Fadhl Nasyrul Ilmi 3659).
Urgensi Sanad atau Isnad
Para ulama telah menjelaskan tentang urgensi sanad. Mereka menjelaskan pentingnya ilmu ini dengan pemisalan yang tinggi. Seperti ucapan ulama tabi’in, Muhammad bin Sirin rahimahullah,

إِنَّ هَذَا العِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Karena itu, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.” (Riwayat Muslim).
Sufyan ats-Tsaury (ulama tabi’ at-tabi’in) rahimahullah mengatakan,

اَلإِسْنَادُ هُوَ سِلَاحُ المُؤْمِنِ. فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سِلَاحٌ فَبِأَيِّ شَيْءٍ يُقَاتِلُ؟

“Sanad adalah senjatanya orang-orang beriman. Kalau bukan dengan senjata itu, lalu dengan apa mereka berperang?” (al-Majruhin oleh Ibnu Hibban)
Berperang maksudnya, perang argumentasi. Mengkritik orang yang menyampaikan kabar bohong dan membela agama ini dari kepalsuan.
Abdullah bin al-Mubarak (ulama tabi’ at-tabi’in) rahimahullah mengatakan,

اَلإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلَا الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Sanad itu bagian dari agama. Kalau bukan karena Isnad, pasti siapaun bisa berkata apa yang dia kehendaki.” (Riwayat Muslim).
Sanad Ilmu Fikih Nahdlatul Ulama – Sanad Imam Syafi’i (w. 204 H) kepada Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallama memiliki 2 Jalur, Jalur Imam Malik dan Jalur Imam Abu Hanifah.
1. Jalur Imam Malik
Imam Malik bin Anas (w. 179 H, Pendiri Madzhab Malikiyah) berguru kepada ①Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124 H), ② Nafi’ Maula Abdillah bin Umar (w. 117 H), ③Abu Zunad (w. 136 H), ④ Rabiah al-Ra’y (w. 136H), dan ⑤ Yahya bin Said (w. 143 H)
Kesemuanya berguru kepada ①Abdullah bin Abdullah bin Mas’ud (w. 94 H), ② Urwah bin Zubair (w. 94 H), ③ al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar (w. 106 H), ④ Said bin Musayyab (w. 94 H), ⑤ Sulaiman bin Yasar (w. 107 H), ⑥Kharihaj bin Zaid bin Tsabit (w.100 H), ⑦ dan Salim bin Abdullah bin Umar (w.106 H).
Kesemuanya berguru kepada ① Umar bin Khattab (w. 22 H), ② Utsman bin Affan (w. 35 H),③ Abdullah bin Umar (w. 73 H), ④ Abdullah bin Abbas (w. 68 H), dan ⑤ Zaid bin Tsabit (w. 45 H).
Kesemua Sahabat dari Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallama
2. Jalur Imam Abu Hanifah
Imam Syafii berguru kepada Muhammad bin al-Hasan (w. 189 H), berguru kepada Abu Hanifah (w. 150 H, Pendiri Madzhab Hanafiyah), berguru kepada Hammad bin Abi Sulaiman (w. 120 H).
Berguru kepada ① Ibrahim bin Yazid al-Nakhai (w. 95 H), ② al-Hasan al-Basri (w. 110 H), dan ③ Amir bin Syarahbil (w. 104 H).
Kesemuanya berguru kepada ① Syuraih bin al-Haris al-Kindi (w. 78 H), ②Alqamah bin Qais al-Nakhai (w. 62 H), ③ Masruq bin al-Ajda’ al-Hamdani (w. 62 H), ④ al-Aswad bin Yazid bin Qais al-Nakhai (w. 95 H).
Kesemuanya berguru kepada ①Abdullah bin Mas’ud (w. 32 H) dan ② Ali bin Abi Thalib (w. 40 H)
Kesemua Sahabat dari Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallama
Madzhab Syafiiyah terdiri dari beberapa generasi (Thabqah).
Thabqah I Murid-Murid Imam Syafi’i
Abdullah bin Zubair Abu Bakar al-Humaidi (w. 219 H), Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya al-Buwaithi (w. 231 H), Ishaq bin Rahuwaih (w. 238 H), Abu Utsman al-Qadhi Muhammad bin Syafi’i (w. 240 H), Ahmad bin Hanbal (w. 241 H, Pendiri Madzhab Hanbali), Harmalah bin Yahya bin Abdullah al-Tajibi (w. 243 H), Abu Ali al-Husain bin Ali bin Yazid al-Karabisi (w. 245 H), Abu Tsaur al-Kulabi al-Baghdadi (w. 246 H), Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman al-Tajibi (w. 250 H), al-Bukhari (w. 256 H), al-Hasan bin Muhammad bin al-Shabbah al-Za’farani (w. 260 H).
Thabqah II
Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H), Ahmad bin al-Sayyar (w. 268 H), al-Rabi’ bin Sulaiman (w. 270 H), Abu Dawud (w. 275 H), Abu Hatim (w. 277 H), al-Darimi (w. 280 H), Ibnu Abi al-Dunya (w. 281 H), Abu Abdillah al-Marwazi (w. 294 H), Abu Ja’far al-Tirmidzi (w. 295 H), Al-Junaid al-Baghdadi (w. 298 H).
Thabqah III
al-Nasai (w. 303 H), Ibnu Suraij (w. 306 H), Ibnu al-Mundzir (w. 318 H), Abu Hasan al-Asy’ari (w. 324 H, Imam Ahlissunah Dalam Aqidah), Ibnu al-Qash (w. 335 H), Abu Ishaq al-Marwazi (w. 340 H), al-Mas’udi (w. 346 H), Abu Ali al-Thabari (w. 350 H), al-Qaffal al-Kabir al-Syasyi (w. 366 H), Ibnu Abi Hatim (w. 381 H), Al-Daruquthni (w. 385 H).
Thabqah IV
al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani (w. 403 H), Ibnu al-Mahamili (w. 415 H), Mahmud bin Sabaktakin (w. 422 H), Abu Muhammad al-Juwaini (w. 438 H), al-Mawardi (w. 458 H), Ahmad bin Husain al-Baihaqi (w. 458 H), al-Qadhi al-Marwazi (w. 462 H), Abu al-Qasim al-Qusyairi (w. 465 H), Abu Ishaq al-Syairazi (w. 476 H), Imam al-Haramain (w. 478 H), Al-Karmani (w. 500 H).
Thabqah V
al-Ghazali (w. 505 H), Abu Bakar al-Syasyi (w. 507 H), al-Baghawi (w. 516 H), al-Hamdzani (w. 521 H), al-Syahrastani (w. 548 H), al-Amudi (w. 551 H), Ibnu Asakir (w. 576 H), Ibnu al-Anbari (w. 577 H), Abu Syuja’ al-Ashbihani (w. 593 H).
Thabqah VI
Ibnu al-Atsir (w. 606 H), Fakhruddin al-Razi (w. 606 H), Aminuddin Abu al-Khair al-Tibrizi (w. 621 H), al-Rafii (w. 623 H), Ali al-Sakhawi (w. 643 H), Izzuddin bin Abdissalam (w. 660 H), Ibnu Malik (w. 672 H), Muhyiddin Syaraf al-Nawawi (w. 676 H), Al-Baidhawi (w. 691 H).
Thabqah VII
Ibnu Daqiq al-Id (w. 702 H), Quthbuddin al-Syairazi (w. 710 H), Najmuddin al-Qamuli (w. 727 H), Taqiyuddin al-Subki (w. 756 H), Tajuddin al-Subki (w. 771 H), Jamaluddin al-Asnawi (w. 772 H), Ibnu Katsir (w. 774 H), Ibnu al-Mulaqqin (w. 804 H), al-Zarkasyi (w. 780 H).
Thabqah VIII
Sirajuddin al-Bulqini (w. 805 H), Zainuddin al-Iraqi (w. 806 H), Ibnu al-Muqri (w. 837 H), Syihabuddin al-Ramli (w. 844 H), Ibnu Ruslan (w. 844 H), Ibnu Zahrah (w. 848 H), Ibnu Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H), Jalaluddin al-Mahalli (w. 864 H), Kamaluddin Ibnu Imam al-Kamiliyah (w. 874 H).
Thabqah IX
Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H), al-Qasthalani (w. 923 H), Zakariya al-Anshari (w. 928 H), Zainuddin al-Malibari (w. 972 H), Abdul Wahhab al-Sya’rani (w. 973 H), Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H), al-Khatib al-Syirbini (w. 977 H), Ibnu al-Qasim al-Ubbadi (w. 994 H).
Thabqah X
Syamsuddin al-Ramli (w. 1004 H), Abu Bakar al-Syinwani (w. 1019 H), Syihabuddin al-Subki (w. 1032 H), Ibnu ‘Alan al-Makki (w. 1057 H), al-Raniri (w. 1068 H), Syihabuddin al-Qulyubi (w. 1070 H), Muhammad al-Kaurani (w. 1078 H), Ibrahim al-Maimuni (w. 1079 H), Ali al-Syibramalisi (w. 1078 H), Abdurrauf aS-Sinkili al-Fanshuri (w. 1094 H).
Thabqah XI
Najmuddin al-Hifni (w. 1101 H), Ibrahim al-Kaurani (w. 1101 H), Ilyas al-Kurdi (w. 1138 H), Abdul Karim al-Syarabati (w. 1178 H), Jamaluddin al-Hifni (w. 1178 H), Isa al-Barmawi (w. 1178 H), Athiyah al-Ajhuri (w. 1190 H), Ahmad al-Syuja’i (w. 1197 H).
Thabqah XII
Abdushomad al-Palimbani (w. 1203 H), Sulaiman al-Jamal (w. 1204 H), Sulaiman al-Bujairimi (w. 1221 H), Arsyad al-Banjari (w. 1227 H), Muhammad al-Syinwani (w. 1233 H), Muhammad al-Fudhali (w. 1236 H), Khalid al-Naqsyabandi (w. 1242 H), Abdurrahman Ba’alawi al-Hadhrami (w. 1254 H), Khatib al-Sanbasi (w. 1289 H), Ibrahim al-Bajuri (w. 1276 H).
Thabqah XIII
Achmad Zaini Dahlan (w. 1303 H), al-Bakri Muhammad Syatha (w. 1310 H), Nawawi al-Bantani (w. 1315 H), Shalih Darat (w. 1321 H), Muhammad Amin al-Kurdi (w. 1332 H), Ahmad Khatib al-Minangkabawi (w. 1334 H), Mahfudz al-Tarmasi (w. 1338 H), Muhammad Khalil al-Bangkalani (w. 1345 H), Yusuf bin Ismail al-Nabhani (w. 1350 H).

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...