Minggu, 07 November 2021

Riwayat Raja Si Gentar Alam Bukit Siguntang


Pada masa pemerintahan Balaputera Dewa, Kerajaan Sriwijaya terus membentangkan lagi sayap kerajaannya. Bukan hanya perekonomian saja yang berkembang pesat namun juga bidang pendidikan. Pada masa pemerintahan Raja Balaputera Dewa, banyak putera-puteri Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu agama Budha di perguruan tinggi Nalanda di Benggala, India.

Tahun 860 M, raja dari kerajaan Pala di Benggala, India memberikan sebidang tanah pada Raja Balaputera Dewa. Diatas tanah itu didirikan sebuah biara oleh Raja Balaputera Dewa untuk tempat tinggal putera-puteri Sriwijaya yang menuntut ilmu disana. Banyaknya putera-puteri Sriwijaya yang menjadi ahli agama Budha membuat Sriwijaya menjadi pusat ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan agama Budha dan ilmu bahasa sansekerta.

Banyak pendeta dari Tibet dan China yang belajar disana. Ini dibuktikan dari sebuah berita China yang ditulis oleh I-Tsing. Masih menurut I-Tsing, hampir setiap harinya para pelajar/pendeta dari Tibet dan China berdatangan ke Sriwijaya. Kehadiran mereka semakin memperkaya keberadaan pengetahuan tentang agama Budha.

Para pelajar/pendeta dari negeri seberang itu melakukan penelitian dan mempelajari ilmu yang ada pada waktu itu. I-Tsing sempat menganjurkan para pendeta China yang ingin belajar ke India sebaiknya terlebih dahulu mendapatkan pelajaran di Sriwijaya selama dua atau tiga bulan. Sebab di Sriwijaya ada pendeta Budha yang masyur dan telah menjelajah lima negeri di India untuk menambah ilmunya. Ia bernama Sakyakirti. Beliau adalah salah seorang maha guru agama Budha di Sriwijaya. Atas bantuan seorang guru besar, agama Budha dari India yang bernama Dharmapala, perguruan di Sriwijaya mencapai kemajuan pesat.
Pada masa itu, Sriwijaya dikenal sebagai pusat perdagangan, pusat penyeberangan agama Budha, dan juga sebuah negara maritim yang makmur berkat jasa raja-rajanya. Hingga pada masa pemerintahannya, Raja Balaputera Dewa pun Sriwijaya tetap memperluas kembali wilayah kekuasaannya. Sriwijaya menganut sistem politik ekspansif (perluasan kekuasaan).

Pada awal abad ke-9, Raja Balaputera Dewa dapat memperluas wilayah Sriwijaya. Wilayah itu meliputi Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Dalam kepemimpinaan Raja Balaputera Dewa, wilayah kekuasaan Sriwijaya semakin luas dan armada-armada perangnya terutama angkatan lautnya menjadi sangat besar dan kuat.

Raja Balaputera Dewa merupakan satu-satunya yang mewariskan tahtanya pada keturunannya. Dari anak ke cucunya hingga yang bernama Ratu Dewayani. Pada masa itu Ratu Dewayani baru beranjak remaja namun kepintarannya dalam sistem kepemerintahan tak perlu diragukan lagi. Begitu juga kesaktiannya. Senjatanya berupa cakram emas sangat ditakuti lawan.

Untuk kedua kalinya, Sriwijaya kedatangan tamu agung dari negeri seberang yaitu Majapahit dari pulau Jawa. Tamu agung itu adalah seorang laki-laki gagah dan tampan. Beliau juga merupakan seorang bangsawan dari kerajaan di pulau Jawa.
Parameswara namanya, yang masih Bangsawan Majapahit, Parameswara sengaja meninggalkan negerinya karena terjadinya perang saudara akibat rakus akan kekuasaan.

Kedatangan Parameswara di Sriwijaya disambut baik oleh Ratu Dewayani dan tangan kanannya yang bernama Raden Sri Pakunalang yang merupakan panglima tertinggi di Kerajaan Sriwijaya. Hingga ahkhirnya Parameswara menjadi saudara angkat Raden Sri Pakunalang.

Parameswara tidak mempunyai jabatan apapun di Sriwijaya, namun dirinya membantu Raden Sri Pakunalang dalam menghadapi serangan-serangan dari luar terutama dari Kerajaan Cola yang dipimpin Raja Rajendra Cola Dewa.

Prestasi Parameswara di medan pertempuran sungguh luar biasa. Dengan segenap ilmu kesaktian dan semangat juangnya yang tinggi Parameswara berhasil membunuh panglima-panglima perang musuh. Terlebih ketika Parameswara menjadi murid sosok gaib Dapunta Hyang. Hingga akhirnya kerajaan Cola mengutus ksatria terhebatnya untuk duel dengan ksatria dari Sriwijaya. Colamandala namanya, seorang putera mahkota dan ksatria terhebat disana. Sedangkan kerajaan Sriwijaya diwakilkan oleh ksatria baru mereka yaitu Parameswara. Duel sengit pun terjadi dua orang ksatriaa, tetapi di duel tersebut menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam bertarung.
Pertarungan yang penuh dengan benturan ilmu-ilmu kanuragan tingkat tinggi dan dimenangkan oleh Parameswara. Sesuai perjanjian maka Kerjaan Cola menghentikan serangannya terhadap Kerajaan Sriwijaya.

Nama Parameswara semakin harum. Setiap penjuru Sriwijaya mengenal Parameswara hingga akhirnya beliau menjadi Raja Sriwijaya dengan gelar Cudamaniwarmadewa yang diberikan oleh Dapunta Hyang.

Masa pemerintahan Raja Cudamaniwarmadewa diisi dengan perdamaian dan kemakmuran bagi rakyat Sriwijaya dibawah kepimpinannya. Sriwijaya kembali mengulang masa kejayaannya.
Kabar diangkatnya Parameswara menjadi Raja Sriwijaya terdengar sampai ke telinga ibu angkatnya yang masih menetap di Mojopahit.

Atas permintaan Parameswara, sang ibu akhirnya hijrah ke Sriwijaya serta adik angkatnya yang bernama Raden Mas Kalirang. Parameswara merupakan anak yang berbakti pada ibunya. Walaupun sudah siap ke medan perang dengan pakaian perangnya, namun jika ibunya mengatakan "tidak" maka Parameswara mengurungkan niatnya.

Pada suatu ketika Raja Cudamaniwarmadewa sedang bertapa, tiba-tiba dirinya didatangi sosok gaib yang merupakan gurunya sendiri yaitu Dapunta Hyang.
"Hai, Parameswara! Ketahuilah sejak dahulu aku telah mengetahui bahwa ada agama terakhir dengan nabinya yang bernama Muhammad," ucap Dapunta Hyang.
"Maksud guru, saya harus memeluk agama itu?" Tanya Parameswara.
Dapunta Hyang tidak langsung menjawabnya, namun ia menunjukkan suatu arah yang tiba-tiba dari arah tersebut terlihat seberkas cahaya putih yang melesat cepat menuju Parameswara yang sedang duduk bersila. Setelah berhasil meraih cahaya yang sebenarnya berupa keris dari besi kuning itu barulah Dapunta Hyang berkata kembali.
"Parameswara, pada keris itu terdapat huruf arab gundul yang menceritakan tentang kebesaran Yang Maha Kuasa atas alam semesta ini. Kau telah mendapatkan Hidayah dari-Nya.."

Setelah kejadian itu, Parameswara sering bermimpi yang aneh. Dalam mimpinya, ia melihat kota Mekah dengan kebesaran-kebesaran Allah disana dan banyak hal-hal lainnya yang ia alami. Hingga pada suatu hari Dapunta Hyang kembali mendatangi Parameswara.
"Parameswara, mulai hari ini aku bukan lagi gurumu. Jodoh kita telah selesai," tutur Dapunta Hyang.
"Maksud guru?" Parameswara kebingungan.
"Pergilah ke pesisir Sungai Ogan. Disana kamu akan menemui seseorang yang telah menunggumu." Lanjut Dapunta Hyang.
"Siapa orang itu?" Tanya Parameswara penuh kebingungan.
"Seorang penyebar agama Islam dari Timur Tengah dan Beliau akan menjadi gurumu. Tapi ingat, jangan kau main-main dengannya karena ilmunya tak dapat ku lihat dengan mata bathinku, aku pun segan dengannya. Mengerti kau ?" Ucap tegas Dapunta Hyang.
"Mengerti, Raja Dapunta!" Jawab Parameswara.

Parameswara segera berangkat ke tempat yang dikatakan Dapunta Hyang, yakni pesisir Sungai Ogan. Tiba-tiba kedua matanya melihat sebuah gubuk dan hanya beberapa meter dari gubuk itu terlihat seorang kakek tua sedang sibuk membuat perahu. Parameswara segera mendekat dan bertanya pada orang tua itu.
"Orang tua, apa kau tahu tempat tinggal seorang yang berasal dari Timur Tengah?" Tanya Parameswara.
"Kau bertanya padaku?" Tanya orang tua itu.
"Tentu saja aku bertanya padamu!" Parameswara sudah mulai kesal.
"Dari penampilanmu, tentu kau bukan orang biasa. Tapi sayang kau tak punya sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Lagi pula, buat apa kau mencari orang yang kau maksudkan itu?" Lanjut orang tua itu tetap penuh ketenangan.
"Lancang kau orang tua! Beraninya kau berbicara seperti itu di depan Raja Sriwijaya!" Berang Parameswara.
"Oooo.......ternyata kau Raja Sriwijaya. Maaf jika hamba berkata lancang. Hamba hanya orang biasa," orang tua itu menundukkan kepala memberikan hormat.
"Ya, benar! Aku Raja Cudamaniwarmadewa, Raja Sriwijaya!" Parameswara berkata dengan penuh percaya diri.
"Dau kau murid dari Dapunta Hyang?" Orang tua tersebut kembali bertanya.
"Darimana kau tahu?" Parameswara sungguh terkejut.
"Kau juga disuruh Dapunta Hyang untuk belajar agama Islam?" Lajut orang tua tersebut.
Parameswara sungguh terkejut. Dia tidak menyangka orang tua didepannya itu adalah orang yang dicari-carinya. Betapa malunya ia telah menyombongkan diri didepan orang yang diharapkan menjadi gurunya.
"Maafkan saya, Tuan! Saya bodoh sekali," tutur bijak orang otua yang mempunyai julukan Wali Putih.

Semenjak itu, Parameswara telah resmi menjadi murid dari Wali Putih yang juga telah meng-Islam-kan dirinya. Parameswara kini bernama Iskandar Zulkarnaen Alamsyah. Sebuah nama yang bernuansa Islam yang diberikan oleh Sang Guru.
Ia yang telah berganti nama menjadi Iskandar Zulkarnaen Alamsyah itu menghabiskan hari-harinya untuk belajar agama Islam. Dan jejaknya diikuti oleh Raden Sri Pakunalang yang menjadi mualaf. Sejak saat itu, diantara mereka tidak ada batas raja dan panglimanya.
Dengan resminya Cudamaniwarmadewa (Parameswara) menjadi muslim tentu saja membuat pro dan kontra dikalangan petinggi-petinggi istana.

Namun dikalangan menteri-menteri dan penasehat kerajaan mengecam tindakan sang raja, karena menurut mereka Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat Pendidikan Agama Budha. Demi menghindari perseturan dilingkungan kerajaan, maka sang raja melepaskan gelarnya sebagai Raja Sriwijaya bernama Cudamaniwarmadewa dan menegaskan kini namanya Iskandar Zurkanaen Alamsyah.
Bersama pengikut-pengikut setianya, pergi meninggalkan kerajaan.

Baru saja beliau hendak melangkah melewati pintu gerbang, tiba-tiba seorang hulubalang kerajaan mencegat dan mencaci maki mereka. Hal itu tentu saja membuat murka mantan Raja Sriwijaya.
Dengan emosi yang memuncak, Iskandar Zulkarnaen Alamsyah menghentakkan kakinya ke bumi. Seketika itu juga alam seakan meluapkan amarahnya. Hujan badai, gempa bumi, kilat yang menyambar dan angin yang bertiup kencang tumpah menjadi satu ditambah meluapnya air laut yang meluluh lantakkan kota Sriwijaya.

Sebenarnya Iskandar Zulkarnaen Alamsyah sangat mencintai Sriwijaya. Namun apa boleh buat, dia tidak punya pilihan selain pergi meninggalkan Sriwijaya. Semenjak kejadian itu orang-orang Sriwijaya memanggilnya Raja Si Gentar Alam, yang artinya raja yang kesaktiannya mampu menggetarkan alam.

Iskandar Zulkarnaen Alamsyah atau Si Gentar Alam pergi meninggalkan kota Raja ke pesisir Malaka.
Ternyata disana juga telah masuk dan berkembang agama Islam. Nantinya Si Gentar Alam dan pengikut setianya berjumpa dengan pelaut setempat yang bernama Hang Tuah dan mereka merebut wilayah itu dari Sriwijaya dan mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Kesultanan Malaka.
Beliau mendirikan sebuah kesultanan yang bernama Kesultanan Malaka. Iskandar Zulkarnaen Alamsyah menjadi Raja pertama Kesultanan Malaka yang bergelar Sultan Iskandar Syah dan menikahi bangsawan setempat yang bernama Puteri Rambut Selaka.

Setelah ada penerus Sultan Iskandar Syah kembali ke Palembang. Kala itu Sriwijaya telah runtuh. Beilau bersama para pengikut setianya tinggal di sana hingga beliau wafat dan dimakamkan di Bukit Siguntang (bukit yang tiba-tiba muncul setelah bencana alam di kota Sriwijaya).

Kembali ke masa Sriwijaya, setelah kepergian Iskandar Zulkarnaen Alamsyah, Kerajaan Sriwijaya mengalami kekosongan Tahta. Para menteri pemuka agama segera mengadakan pertemuan membahas siapa yang pantas menduduki tahta kerajaan setelah cukup lama berdiskusi mereka mengangkat Sarjana Agama yang baru saja pulang dari India untuk menjadi Raja.

Nama asli beliau tidak diketahui. Maka resmilah beliau menjadi Raja Sriwijaya dengan gelar Raja Sri Sanggramawijaya tunggawarman. Sayangnya, pada masa kepemimpinannya, Sriwijaya mengalami kemunduran. Banyak para pejabat yang koruptor dan menindas rakyat demi kepentingan mereka.
Hanya seorang panglima tertinggi serta bawahan-bawahannya saja yang masih setia dengan Sang Raja. Nama Panglima itu adalam Panglima Jairo.

Kerapuhan Sriwijaya ternyata tercium oleh Kerajaan Cola di India. Kesempatan emas itu tidak dilepaskan oleh Raja dari Kerajaan Cola.
Mereka menguasai Sriwijaya secara besar-besaran. Serangan Kerajaan Cola membuat Sriwijaya semakin rapuh.

BUKIT SIGUNTANG

Bukit Siguntang merupakan salah satu tempat bersejarah bagi Kerajaan Sriwijaya khususnya pada pemerintahan Raja Cudamaniwarmadewa atau yang akrab disebut dengan nama Raja Si Gentar Alam.

Selain itu, Bukit Siguntang juga merupakan pusat kekuatan gaib di Sumetera Selatan. Pasalnya Bukit Siguntang adalah tempat Raja Si Gentar Alam memperdalam ilmu kesaktiannya dan juga merupakan tempat kesukaan Sang Raja. Begitu cintanya Raja Si Gentar Alam terhadap Bukit Siguntang, sehingga Sang Raja meminta dimakamkan di bukit tersebut.

Jika dirasakan dengan deteksi bathin kekuatan mistis di Bukit Siguntang begitu kuat. Hal itu karena di Bukit Siguntang tertanam benda-benda pusaka milik Sang Raja. Pusaka-pusaka itu antara lain keris Si Gentar Alam, tombak Si Gentar Alam, Panah Seribu Mata, dan juga harta peninggalan Sang Raja yang jumlahnya akan membuat mata siapapun menjadi terbelakan jika melihatnya.

Kata juru kunci Bukit Siguntang, pernah di bukit tersebut dijadikan ajang uji nyali oleh salah satu stasiun televisi swasta. Karena mereka tidak mengindahkan kata-kata sang juru kunci tersebut. Akhirnya terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan oleh kru dan si peserta uji nyali tersebut.
Menurut hasil dialog bathin Misteri dengan sosok gaib Raja Si Gentar Alam, bahwa harta karun miliknya itu mampu menutupi hutang-hutang negara ini. Namun tidak sembarang orang mampu menarik harta karun karena harta karun itu sudah ada yang "berhak".

Dan jika ada orang yang nekad untuk mengangkat/mencuri harta karun tersebut maka Sang Raja (juga keturunannya) tidak bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada pencurinya. Selain itu Bukit Siguntang juga cook sekali menjadi tempat untuk memperdalam ilmu kesaktian terutama ilmu kanuragan.

Sebab aura mistis Bukit Siguntang didominasi sepenuhnya oleh aura Raja Si Gentar Alam yang sama sekali tidak memiliki ilmu Pengasihan. Walaupun di bukit itu juga terdapat aura pengasihan dari sosok gaib Puteri Kembang Dadar yang merupakan anak angkat dari Raja Si Gentar Alam.

Namun satu hal yang perlu diingat, Bukit Siguntang memang diselimuti kabut atau aura mistis yang sangat kuat dan cocok untuk mendalami ilmu kesaktian, kiranya semua kembali berpulang kepada kehendak Allah SWT. Begitu saja pesan dari Raja Si Gentar Alam.

Menurut kabar dari Juru kunci di Bukit Siguntang, yang ditemui di Pondokan Bukit Siguntang, Raja Segentar Alam pertama kali ke Palembang membawa tiga kapal berbendera Lancang Kuning namun saat dalam perjalanan kapal-kapal tersebut karam. Dari semua kapal karam tersebut ada satu kapal membawa raja Segentar Alam terdampar di Bukit Siguntang sedangkan kapal lain hancur di lautan dan adapula  hancur kemudian terseret ke Situ Karang Anyar.

Ada cerita Unik dari kisah Raja Sigentar Alam dahulu saat masa jayanya, Beliau mampu menaklukan hampir seluruh Sumatera, hingga Negeri tetangga Johor dan Malaka di Malaysia. Lagu Layar dimalam hari  sering didendangkan diatas kapal ketika beliau beserta pasukannya sedang berlayar hingga saat ini masih sering dinyanyikan didaerah Medan, Johor dan Malaka.

Terdapat pula tujuh makam  yaitu;
1- Raja Sigentar Alam (Iskandar Alam Syah)
2- Putri Kembang Dadar
3- Putri Rambut Selako artinya rambut keemas-emasan sebagaimana keturunan barat. Nama aslinya Putri Damar Kencana Wungsu, konon berasal dari keraton Majapahit.
4- Pangeran Raja Batu Api seorang ulama  berasal dari Jeddah, Arab Saudi, datang ke tanah Melayu berkelana dan menyiarkan agama Islam.
5- Panglima Bagus Kuning berasal dari Majapahit datang ke Lembang – julukan Palembang silam – untuk mengawal raja Segentar Alam.
6- Panglima Bagus Karang berasal dari Majapahit datang ke Lembang bersama Panglima Bagus Kuning untuk mengawal raja Segentar Alam.
7- Panglima Tuan Djunjungan beliau juga merupakan ulama dari arab yang datang ketanah Melayu untuk berkelana dan menyiarkan agama. Dari ketujuh tokoh diatas yang paling terkenal adalah putri kembang dadar.

“Putri Kembang Dadar itu bukan namo aslinyo, itu gelar bae, namo yang sebenarnyo nian Siti Saleha, ngapo diomongi Putri Kembang Dadar, Kembang itu kan artinyo cantik sedangke Dadar itu brarti beliau tegar, nak cakmano ditempa masih tetap kuat dan bertahan” Ujur Ahmad Rusdi lelaki paruh baya, berbadan tegap dengan tinggi  170 cm  merupakan Juru Kunci makam Putri Kembang Dadar sejak dua puluh enam tahun lalu, teradisi turun temurun dari ayahnya untuk menjaga makam Putri Kembang Dadar.

Makam Kesultanan Palembang Darussalam


Palembang sebagai tempat bernaungnya kerajaan Sriwijaya tentu menyimpan banyak peninggalan budaya dan sejarah, seperti halnya Kawah Tekurep, sebuah makam yang diperuntukkan khusus bagi raja, abdi dalem serta keturunannya. Secara etimologi Kawah Tekurep berasal dari kata Kawah yang bermakna suatu alat yang menyerupai wadah untuk menanak nasi, dan Tekureb memiliki padanan makna terbalik. Jadi secara harfiah Kawah Tekurep dapat dimaknai sebagai wadah terbalik yang digunakan sebagai makam dan tempat pertemuan para wali dan sunan.

Asal Usul dari keturunan Raja-Raja dan Sultan-Sultan Pelembang itu ada 3 (tiga) Jalur, yaitu sebegai berikut ini :

1. JALUR RADEN FATTAH (SULTAN DEMAK)

Raja pelembang baru yang pertama adalah Ki Hang Suro Tuo Sangaji Lor yang memerintah dari tahun 1550 s/d 1555 masehi. Beliau adalah cucu dari Raden Fattah Sultan Demak atau anak dari Raden sedakali Pangeran Seberang Lor seda Ing Lautan Pati Unus sultan Demak II.
Jika pada masa pemerintahan Prabu Ariodillah (Ariodamar) Kerajaan Pelembang dinamakannya PELIMBANGAN yang lokasinya adalah kampung tatang 36 ilir Pelembang sekarang ini. Maka pada masa Ki Hang Suro Tuo, nama PELIMBANGAN digantinya menjadi PELIMBANG BARU Yang berlokasi di batu Hampar seberang ilir pelembang lama sekarang ini.
Ki Hang Suro Tuo Sangaji Lor wafat pada tahun 1555 masehi,

2. JALUR KETURUNAN SUNAN AMPELDENTA

Raja Pelimbanga ke II
KI GEDE ING SURO MUDO SANGAJI WETAN

Disebabkan KI HANG SURO TUO (atau KI GEDE ING SURO TUO) tidak mempunyai anak, maka Raja Pelimbang ke II ialah kemenakannya sendiri yang bernama Ki Gede ing Suro Mudo anak dari Sunan Ampel Denta Surabaya dan ibunya Nyai Gede ing ilir adik dari Ki Gede Ing suro Tuo. Ki Gede Ing Suro Mudo meninggal dunia pada tahun 1589 setelah memerintah selama 34 tahun (1555 – 1589) dan dimakamkan dipemakaman Batu Hampar dekat makam Ki Gede ing Suro Tuo.

Raja Pelimbang ke III
KI MAS ADIPATI ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Raja Pelimbang Baru berikutnya yang ke III adalah anak Ki Gede ing Suro Mudo, yaitu Ki Mas Adipati Angsoko bin Ki Gede ing Suro Mudo yang memerintah selama 5 tahun saja (1589-1594) Lokasi Istana kerajaannya tidak lagi di Batu Hampar tetapi dipindahkan ke TALANG JAWA LAMA.

(Raja Pelimbang ke IV)
PANGERAN MADI ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Oleh karena ketika Ki Mas Adipati Angsoko meninggal dunia, anaknya yang bernama Pangeran Seda ing Kenayan masih kecil, maka Tahta Raja Pelimbang ke IV jatuh kepada saudaranya sendiri bernama PANGERAN MADI ANGSOKO yang memerintah selama 30 tahun (1594 – 1624) dan ketika meninggal tidak meninggalkan anak, maka tahta diserahkan kepada adiknya bernama PANGERAN MEDI ALIT ANGSOKO.

Raja Pelimbang ke V
PANGERAN MEDI ALIT ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Raja Pelimbang baru yang ke V ini hanya memerintah selama satu tahun saja (1624-1625) dan tidak juga mempunyai anak, dan Beliau digantikan oleh adiknya yang.bernama PANGERAN SEDA ING PURO ANGSOKO

Raja Pelimbang ke VI
PANGERAN SEDA ING PURO ANGSOKO
Bin KI GEDE ING SURO MUDO

Pengeran Seda Ing Puro Angsoko memerintah selaku Raja Pelimbang selama 7 tahun (1625 – 1632) dan Beliaupun tidak ada meninggalkan anak, Kedudukannya digantikan oleh anak Kakaknya (KI MAS ADIPATI ANGSOKO) yang bernama PANGERAN SEDA ING KENAYAN.

Raja Pelimbang ke VII
PANGERAN SEDA ING KENAYAN SABO ING KINGKING
Bin KI MAS ADIPATI ANGSOKO

Pangeran seda Ing Kenayan adalah Anak Ki Mas Adipati Angsoko (Raja ke III) Pangeran Seda Ing Kenayan tidak lagi meneruskan dinasti Angsoko tetapi telah membuat dinasti baru yaitu dinasti Sabo Ing King King, Beliau memerintah selama 12 tahun (1632 – 1644) lokasi istananya dipindah pula ke daerah Sabo KingKing Kelurahn 1 ilir Palembang lama sekarang Pangeran Seda ing Kenayan Sabo ing KingKing beristrikan saudara misan / sepupuhnya sendiri yaitu Ratu Sinuhun Simbur Cahaya, Merekapun tidak memiliki anak. Dengan demikian habislah Keturunan ki Gede ing Suro Mudo atau keturunan Sunan Ampel Denta Surabaya

3. JALUR KETURUNAN SUNAN GIRI GERSIK

Raja Pelimbang ke VIII
PANGERAN MOH ALI SEDA ING PASAREAN SABO ING KINGKING

Oleh karena Suami Istri Pangeran Seda Ing Kenayan dan ratu sinuhun simburcahaya tidak menurunkan anak maka Tahta kerajaan dilimpahkan kepada saudara tua (kakak) Ratu Sinuhun bernama Pangeran Moh.Ali Seda ing Pasarean gelar Sultan Jamaluddin Mangkurat V turunan ke 4 dari Raden Paku Moh.Ainulyakin Prabusatmoto joko samudro Sunan Giri gresik Wali songo bin Maulana Ishak Mahdum Syech Awalul Islam Samudra Pasai Aceh.
Pangeran Moh.Ali Seda Ing Pasarean atau Sultan Jamaluddin Mangkurat V ini hanya memerintah selama satu tahun (1644-1645) karena mati terbunuh (diracun) oleh pegawai Keraton Sabo kingking sendiri.

Raja Pelimbang ke IX
PANGERAN SEDA ING RAZAK (SULTAN ABDURROHIM JAMALUDDIN MANGKURAT VI)
Bin Mohammad ali Seda Ing Pasarean

Turunan ke – 5 dari Sunan Giri Gresik walisongo, Pangeran Seda ing Razak ini adalah Dinasti Sabo KingKing terakhir, Istana Sabo KingKing dibumi hangus oleh Angkatan Laut Belanda, maka Sultan Abdurrohim Jamaluddin Mangkurat VI ini beserta keluarganya berhijrah ke Indralaya OKI. Dan Beliau menjadi Sultan di Indralaya. Adapun sebab perang dengan Belanda karena Seda ing Razak tidak mau mengakui VOC dan tidak mau menandatangani kontrak, akhirnya Loji VOC di batu hamper dibakar oleh rakyat atas perintah Sultan. Beliau dimakamkan di desa SAKA TIGA Beliau memerintah selaku Raja Pelimbang ke IX selama 14 tahun (1645-1659) dan memerintah selaku Sultan di Indralaya selama 32 tahun (1659 – 1691).

Raja Pelimbang ke X
KI MAS HINDI (SULTAN ABDURRAHMAN JAMALUDDIN MANGKURAT VII)
Bin Mohammad Ali Seda Ing Pasarean
( Sultan Pelimbang Darussalam ke I )

Beliau adalah adik dari Seda ing Razak atau Sultan Abdurrohim yang hijrah ke Indralaya, Beliau dinobatkan menjadi Raja Pelimbang menggantikan kakaknya dimasa Gubernur Jendral Mr.Johan maaetsuiycker pada bulan juli 1659. Pada tahun 1675 Beliau mendirikan KeSultanan Pelimbang Darussalam, dan oleh karena kakaknya selaku Sultan di indralaya maka beliau memproklamirkan dirinya selaku SUSUHUNAN Pelimbang Darussalam. Lokasi istananya adalah pada lokasi sekolah HIS Kebon Duku 24 ilir Palembang di zaman Hindia Belanda. Atau lokasi SMP Negeri Kobon Duku Palembang. Beliau dimakamkan di pemakaman Cinde Walang di belakang pasar Cinde. Sultan Abdurrahman memerintah selaku Raja Pelimbang ke X selama 16 tahun, (1659 – 1675) dan memerintah Selaku Sultan Pelimbang Darussalam selama 23 tahun (1675 – 1698)

Sultan Pelimbang Darussalam ke II
SULTAN MOHAMMAD MANSYUR
Bin Sultan Abdurrahman Cinde Walang

Sultan Mohammad masyur atau Raden Ario ini adalah anak kedua dari susuhunan Abdurrahman Cinde walang, beliau memerintah selaku Sultan selama 12 Tahun (1698 – 1710) Lokasi istananya dikelurahan KEBON GEDE 32 ilir Palembang dan dimakamkan dilokasi ini juga. Beliau memerintah di Zaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda Willem Van Outhoorn, Johan van Hoorn, dan mininggal dunia di masa Abraham van Riebeek, Sultan Muhammad Mansyur ini selanjutnya digantikan oleh anaknya yang
bernama Ratu Purboyo, tetapi yang hanya satu hari menjadi Sultan karena wafat diracun.

Sultan Pelimbang Darussalam ke III
SULTAN AGUNG KOMARUDDIN SRI TERUNO
Bin Sultan Abdurrahman Cinde Walang

Raden Uju adalah adik kandung dari Sultan Mohammad Mansur, memerintah selaku Sultan Pelembang Darussalam selama 12 Tahun (1710 – 1722) dengan Gelarnya SULTAN AGUNG KOMARUDDIN SRI TERUNO, Lokasi Istananya di kelurahan 1 ilir Palembang dan bermakam ditempat ini juga. Beliau memerintah pada zaman Gubernur Jenderal Abraham van Riebeek, Christoffel van swoll dan hendrik van zwaardekroon.

SULTAN DEPATI ANOM
Bin Sultan Mohammad Masyor

Sultan Depati Anom adalah Kemenakan dari Sultan Agung Komaruddin, atau anak dari Sultan Mohammad Mansyur Kebon Gede. Sultan Depati Anom ini adalah “Sultan intermezzo” karena memaksakan diri menjadi Sultan. Sehingga Sultan Agung Komaaruddin terpaksa mengangkatnya menjadi Sultan, dan Sultan Agung Komaruddin menjadi Sultan AGUNG.

Sultan Depati Anom pada mulanya telah meracuni kakaknya sendiri yaitu Pangeran Purbaya karena ingin menjadi Putra Mahkota, sedangkan adiknya sendiri Pangeran Jaya warakrama (Kemudian hari menjadai Sultan Mahmud Badaruddi I) dimusuhinya pula, hingga Pangeran Jaya Wirakrama hijrah ke Johor Malaya. Sultan Depati Anom bermakam di desa belida kecamatan Gelumbang, ia sempat menjadai Sultan selam 9 tahun (1713 – 1722).

Sultan Pelimbang Darussalam ke IV
SULTAN MAHMUD BADARUDDIN LEMABANG

Sultan Mahmud Badaruddin I adalah Pangeran Ratu Jaya Wikrama, anak ke 3 dari Sultan Mohammad Mansyur. Beliau memindahkan lokasi Istananya ke 3 ilir Palembang, dan bermakam di lokasi ini pula, Makamnya disebut Masyarakat sebagai Makam KAWAH TEKUREP.

Beliau membangun Pasar koto 10 ilir, Membangun masjid Agung, membangun kraton kuto Lamo, dan membangun kraton Koto Besak, yang ketika hayatnya baru mencapai 60%.Sultan Mahmud Badaruddin I memerintah selama 34 tahun (1722 – 1756). Dimasa gubernur jenderal Hendrik Van Zwaardek roon, Mettheus de haan, Diederik Van Durven, van Cloon, Abraham Patras, Adriaan P. De Valckenier, Johannes Theedens, Gustaaf willem Baron Van Imhoff dan Jacob Moseel

Sultan Pelimbang Darussalam ke V
SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN LEMABANG
Bin Sultan Mahmud Badaruddin

Dizaman Sultan Ahmad Najamuddin ini tidak banyak perubahan kecuali merehabilitir masjid Agung, Beliau memerintah selaku Sultan Pelembang Darussalam selama 24 tahun (1756 – 1780) dimasa Gubernur jenderal Jacob mossel, Petrus Albertus Van der Parra, jeremias Van Riemsdijk dan Reinier de Klerk, Sultan Ahmad Najamuddin dimakamkan dikomplek pemakaman Lemabang.

Sultan Pelimbang Darussalam ke VI
SULTAN MUHAMMAD BAHAUDDIN LEMABANG
Bin Sultan Ahmad Najamuddin

Memerintah selaku Sultan selama 27 tahun (1780 – 1807) dimasa gubernur jenderal rainier de klerk, mr.Willem Arnold alting, mr.Peter Gerardus van Overstraten, Johannes Sieberg,dan Albertus henricus wise. Beliau bermakam di Lemabang.

Sultan Pelimbang Darussalam ke VII
SULTAN MAHMUD BADARAUDDIN (II) LEMABANG
Bin Sultan Muhammad Bahauddin

Sultan Mahmud Badaruddin II atau RADEN HASAN memerintah selama 14 tahun (1807 – 1821) Semasa Gubernur Jenderal Albertus HW, Herman Willem Daendels, Jan Willem Jansens, Lord E.O, Sir Thomas Stamford Raffles, John fendall dan Mr. G.A.G Ph Van der Capellen. Beliau amat anti kepada Inggris dan Belanda, hingga beberapa tahun berperang barulah beliau dapat ditangkap dan ditawan oleh Belanda hingga diasingkan ke Ternate dan wafat disana. Beliaulah Sultan Palembang Darussalam yang sudah diakui sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan SK Presiden RI No.063/TK/tahun 1984 tertanggal 29 oktober 1984.
L Sultan Pelimbang Darussalam ke VIII ukisan
SULTAN HUSIN DIA’UDDIN SOAKBATO
(Sultan Ahmad Najamuddin II)

Sultan Husin dia’uddin adalah Pangeran Dipati atau adik kandung dari Sultan Mahmud Badarauddin II, Dengan diasingkannya Sultan Mahmud Badaruddin II ke ternate maka habislah dinasti Lemabang. dan berdirilah Dinasti baru yaitu DINASTI SOAK BATO. Sultan Husin Dia’uddin adalah Sultan yang diangkat oleh Pemerintahan Inggris, berhubung KRATON KUTO BESAK dikuasai Inggris maka Sultan Husin Dia’uddin membangun Kraton di Soakbato sekarang masuk kampong 26 ilir Palembang, Sementara itu Kraton Kadipaten masih tetap berdiri di Kadipatenan yang lokasinya ditempati oleh rumah Ong Boen Tjit di SEKANAK / SUNGI TAWAR. Setelah Belanda berkuasa kembali di Pelembang, Belanda menurunkan Sultan Husin Diauddin dan menobatkan kembali Sultan Mahmud Badaruddin II. Sultan Husin Diauddin Wafat di kampong KRUKUT Jakarta setelah sebelumnya ditawan dan diasingkan oleh Belanda ke Cianjur dan dibawa kembali kebatavia. Beliau memerintah selam 9 tahun (1812 – 1821).

SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN (II) PANGERAN RATU
Bin Sultan Mahmud Badaruddin II

Beliau adalah anak Sultan Mahmud Badaruddin II, Beliau memangku jabatan selaku Sultan “Intermezo” selama 5 tahun (1816 – 1821) Beliau adalah Panglima Perang saat bersama ayahnya melawan Belanda, Tapi akhirnya Pangeran Ratu ditanggap dan dibuang ke Cianjur, lalu dibuang ke pulau Banda hingga akhir hayatnya dan bermakam disana

SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN (III) PRABU ANOM
( Sultan ke Pelimbang Darussalam ke IX )

Raden Ahmad adalah anak Sultan Husin Dia’uddin, memerintah selaku Sultan Palembang Darussalam yang ke IX atau yang terakhir. (1821 – 1825). Dengan gelarnya SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN (III) PRABU ANOM. Pada tahun 1823 Sultan beserta rakyatnya melakukan pemberontakan terhadap Belanda, tetapi akhirnya dapat dihancurkan oleh Belanda dengan bantuan “Penghianat-Penghianat” hingga Sultan terpaksa Hijrah ke Muara Enim, tetapi akhirnya setelah dibujuk dan dilakukan penipuan-penipuan dengan perantaraan para penghianat, dapatlah ditawan dan diasingkan ke kampung Krukut Jakarta menyusul Sultan Tua yang sudah lebih dahulu ditawan disana hingga wafatnya.Dengan itu semua, maka berakhirlah riwayat KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM karena sejak itu BELANDA telah memerintah penuh : selaku penjajah ! Dan banyak Sultan-Sultan Palembang Darussalam yang ditawan dan dibuang dari Palembang oleh BELANDA.

Makam Kesultanan Palembang

Kompleks pemakaman kesultanan menjadi bukti bahwa nilai-nilai Islam begitu kuat di masa Kesultanan Palembang Darussalam. Masyarakat Palembang mengenal kompleks pemakaman ini dengan sebutan Kawah Tekurep. Nama tersebut berasal dari bentuk atap bangunan utama pemakaman yang berbentuk cungkup (kubah) melengkung berwarna hijau. Jika diperhatikan dengan seksama, maka bentuknya menyerupai wajan yang terbalik atau dalam bahasa lokalnya kawah tekurep.

Berdasarkan informasi dari kuncen (juru kunci) makam, pemakaman ini dibangun tahun 1728 atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikramo. Kemudian dilanjutkan pembangunan Gubah Tengah di areal pemakaman oleh Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo. Keunikan arsitektur bangunan makam menjadi keindahan yang berhasil menggabungkan gaya arsitektur Melayu, India, dan China. Untuk bisa memasuki kompleks pemakaman, kita harus melewati gerbang utama yang letaknya di sisi selatan atau bagian yang berhadapan langsung dengan Sungai Musi. Setelah melewati gapura, maka di depan bangunan makam kita bisa melihat silsilah keluarga Kesultanan Palembang Darussalam yang terukir di batu marmer.

Di dalam kompleks pemakaman terdapat empat cungkup. Tiga cungkup diperuntukkan bagi makam para sultan dan satu cungkup untuk putra-putri sultan, para pejabat dan hulubalang. Di cungkup pertama terdapat makam Sultan Mahmud Badaruddin I (yang wafat di tahun 1756), Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah. Kemudian ada makam Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia), ada juga makam Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari China-Melayu. Selain itu ada juga makam Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo), dan makam Imam Sayyid Idrus Al-Idrus dari Yaman yang tak lain guru dari Sultan.

Cungkup kedua, kita dapat melihat makam Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755), di sebelahnya terdapat makam Ratu Mudo (istri dari Pangeran Kamuk), dan makam Sayyid Yusuf Al-Angkawi (imam sultan). Sementara itu, makam Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776), makam Masayu Dalem (istri Najamuddin), dan makam Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (Imam Sultan dari Yaman), berada di cungkup ketiga.

Adapun cungkup keempat terdapat makam Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803), makam Ratu Agung (istri Bahauddin), makam Datuk Murni Hadad (imam sultan dari Arab Saudi), dan beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya. Selain keempat cungkup tersebut, masih ada beberapa makam seperti makam Susuhunan Husin Diauddin, yang wafat dalam pembuangan Belanda di Jakarta, 4 Juli 1826. Semula, Husin Diauddin dimakamkan di Krukut tetapi kemudian dipindahkan ke Palembang.

Perlu kita ketahui bahwa, Sultan-sultan Palembang Darussalam merupakan seorang Habaib.

Disini saya dapat menarik kesimpulan bahwa, pada masa Kesultanan Palembang Darussalam dapat kita lihat dari sedikit cerita dan bukti sejarah yang menggambarkan betapa pentingnya kedudukan para Ulama dan Auliya’ di dalam pemerintahan Kesultanan. Mulai dari penasehat Kesultanan, guru dan disetiap makam kesultanan pasti terdapat Imam kubur yakni dari Ulama.

Baik Ulama maupun Auliya’, jumlahnya sangat banyak terdapat di Palembang. Namun kebanyakan dari Wali yang ada di Palembang bersifat mastur (tidak terkenal) karna mereka selalu menutupi keutamaan yang ada pada diri mereka. Palembang pernah dijuluki “Hadramaut Tsani” (Hadramaut kedua) karena banyaknya Ulama & Auliya’ dan masyarakat keturunannya. Hadramaut pertama terletak di Yaman.

Hal penting yang tidak banyak diketahui bahwa Kebudayaan Islam yang berkembang di Kota Palembang yakni“Tradisi Haul dan Ziarah Kubra”. Ziarah Kubra Palembang merupakan ziarah terbesar kedua setelah Yaman, dimana Tradisi ini dilakukan rutin tahunan yang dilaksanakan masyarakat Palembang (Habaib, Ulama dan para Muhibbin) secara bersama-sama pada hari Minggu awal di bulan Sya’ban. Tak hanya dari Indonesia saja, dari luar Indonesia pun banyak Ulama yang datang untuk melakukan ziarah ini.

Setelah saya melakukan sedikit perjalanan ziarah, timbul rasa kecewa dalam diri saya. Ulama dan Auliya’ sangatlah dihargai dan sangat penting peranannya pada masa Pemerintahan Kesultanan Palembang. Namun sekarang sudah sangat berbeda, sejarah Islam di Palembang sudah tidak terdengar lagi, kecuali bagi mereka yang mencari tahu. Padahal sejarah itu sangat dekat dengan kita. Banyak makam-makam Ulama dan Auliya yang tidak terurus.

Wajib Bai'at Dan Patuh Pada Pemerintah Yang Sah


Ibnu Khaldun dalam kitabnya, al-Muqadimah menyatakan,

البيعة هي العهد على الطاعة، كأن المبايع يعاهد أميره على أنه يسلم له النظر في أمر نفسه وأمور المسلمين، لا ينازغه في شيء من ذلك، ويطيعه فيما يكلفه به من الأمر على المنشط والمكره

”Bai’at adalah janji untuk taat. Seolah orang yang berbai’at itu berjanji kepada pemimpinnya untuk menyerahkan kepadanya segala kebijakan terkait urusan dirinya dan urusan kaum muslimin. Tanpa sedikitpun berkeinginan menentangnya. Serta taat kepada perintah pimpinan yang dibebankan kepadanya, suka maupun tidak.” (Mukadimah Ibnu Khaldun, 1/108).

Istilah baiat telah dikenal sejaka masa silam, bahkan sebelum Islam. Masyarakat memberikan baiatnya kepada masing-masing kepala kabilah mereka. Mentaati setiap perintah dan larangan pimpinan kabilah.

Baiat ialah perjanjian untuk mendengar dan taat kepada pihak yang berkuasa atas urusan kaum muslimin (ulil amri). Baiat berlaku bagi setiap orang yang berada di dalam kekuasaannya. Menjaga janji dalam baiat hukumnya wajib, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Bahwa orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka, maka barang siapa melanggar janji, sesungguhnya dia melanggar janjinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Dia akan memberinya pahala yang besar” (QS. Al Fath: 10).

Wajib Baiat Kepada Pemerintah yang Sah

Islam sangat antuasias untuk mewujudkan persatuan umatnya. Sementara persatuan tidak mungkin terwujud, kecuali jika di sana ada satu imam yang memimpin semuanya. Karena itulah, ketika di tengah kaum muslimin ada pemimpin dan pemerintah yang sah, maka kaum muslimin diwajibkan membaiatnya.

Allâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allâh dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang suatu perkara, kembalikanlah ia kepada Allâh (Al-Quran) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisa’/4:59]

Dalam ayat ini Allâh menyebutkan kata perintah “taatilah” dalam konteks ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla dan ketaatan kepada Rasul-Nya, dan Allâh Azza wa Jalla tidak menyebutkan lagi kata perintah tersebut  dalam konteks ketaatan kepada ulil amri (penguasa/pemimpin).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي

Barangsiapa menaatiku maka sungguh ia telah menaati Allâh. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allâh. Dan barangsiapa yang menaati pemimpin maka sungguh ia telah menaatiku. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada pemimpin, maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku. [HR. al-Bukhâri 2957 dan Muslim 1835]

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (no. 1851), dari Abdullah ibn Umar radhiyallahu anhuma, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barangsiapa melepas tangannya (baiatnya) dalam mentaati pemimpin, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat dengan tanpa memiliki hujjah, dan barangsiapa meninggal dalam keadaan tiada baiat di pundaknya maka matinya seperti mati jahiliyah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya mati dalam kondisi jahiliyah karena manusia yang hidup di zaman jahiliyah, mereka tidak punya pemimin satu negara. Adanya pemimpin kabilah-kabilah kecil. Sehingga peluang terjadinya peperangan antar-suku sangat besar.

An-Nawawi mengatakan,

(ميتة جاهلية) أي على صفة موتهم من حيث هم فوضى لا إمام لهم

Mati dalam keadaan jahiliyah artinya mati seperti orang jahiliyah, dimana mereka suka perang, kacau, tidak punya pemimpin tunggal. (Syarh Shahih Muslim, 12/238).

Sehingga makna hadis, orang yang tidak membaiat pemerintah yang sah, seperti orang jahiliyah. Ini sejalan dengan keteragan di hadis lain, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ، وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

“Siapa yang tidak mau taat, memisahkan diri dari jamaah (di bawah imam), hingga dia mati maka dia mati jahiliyah.” (HR. Muslim 1848).

Tidak disyaratkan bagi pemimpin yang dibaiat untuk menjadi pemimpin secara global bagi seluruh kaum muslimin di dunia. Bahkan tiap pemimpin yang merdeka dan menguasai suatu wilayah wajib atasnya baiat dari seluruh kaum muslimin yang menjadi tanggungannya.

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) rahimahullah, sebagaimana dalam Ushul As Sunnah hal. 64, berkata,

والسمع والطاعة للأئمة وأمير المؤمنين البر والفاجر، ومن ولي الخلافة واجتمع الناس عليه ورضوا به ومن غلبهم بالسيف حتى صار خليفة وسمي أمير المؤمنين

“Wajib mendengar dan menaati para pemimpin dan amirul mukminin yang baik maupun yang fajir (berbuat kerusakan). Wajib pula menaati pemegang kuasa suatu kekhilafahan, dan setiap pemimpin yang disepakati oleh masyarakat, ataupun penguasa yang mengalahkan suatu wilayah dengan pedang (peperangan) hingga ia menjadi khalifah yang disebut amirul mukminin di wilayah tersebut.”

Asy-Syaukani rahimahullah berkata :

من أعظم الأدلة على وجوب نصب الأئمة، وبذل البيعة لهم: ما أخرجه أحمد، والترمذي، وابن خزيمة، وابن حبّان في صحيحه، من حديث الحارث الأشعري، بلفظ: " من مات وليس عليه إمام جماعة فإن موتته موتة جاهلية". ثم إن الصحابة لمّا مات رسول الله صلى الله عليه وسلم قدّموا أمر الإمامة ومبايعة الإمام على كل شيء؛ حتى أنهم اشتغـلوا بذلك عن تجهيزه صلى الله عليه وسلم

”Dalil yang teragung tentang wajibnya mengangkat imam dan memberikan baiat kepadanya adalah : Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dari hadits Al-Haarits Al-Asy’ary dengan lafadh : ”Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mempunyai imam jama’ah, maka matinya seperti mati jahiliyyah”. Maka para shahabat, ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam wafat, meraka mendahulukan perkara imamah dan baiat kepada seorang imam di atas segalanya; sampai-sampai mereka sibuk dalam urusan ini daripada mengurus jenazah beliaushallallaahu ’alaihi wasallam” [As-Sailul-Jarar 4/504].

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata :

طريقها- أي: البيعة- : أن يجتمع جماعة من أهل الحل والعقد، فيعقدون له البيعة .. وأن المعتبر هو وقوع البيعة له – الإمام – من أهل الحل والعقد، فإنها هي الأمر الذي يجب بعده الطاعة ويثبت به الولاية، وتَحرُم معه المخالفة. وقد قامت على ذلك الأدلة وثبتت به الحجة.

......وليس من شرط ثبوت الإمامة: أن يبايعه كل من يصلح للمبايعة، ولا من شرط الطاعة على الرجل أن يكون من جملة المبايعين؛ فإن الاشتراط في الأمرين مردود بإجماع المسلمين أوّلهم وآخرهم، سابقهم ولا حقهم

”Caranya – yaitu bai’at – adalah sekelompok Ahlul-Halli wa-’Aqdi berkumpul, lalu mereka mengikat bai’at kepada seseorang (yang dipilih menjadi imam)..... Dan sesungguhnya yang diakui adalah dibai’atnya seseorang – yaitu imam – oleh Ahlul-Halli wal-’Aqdi, karena setelah adanya pembaiatan tersebut akan terikat kewajiban untuk taat, ber-wala’ (loyalitas), dan haram untuk menyelisihinya/menentangnya. Telah tegak perkara ini berdasarkan dalil dan hujjah yang kuat..... Bukanlah menjadi syarat sahnya imamah agar setiap orang yang pantas berbaiat untuk berbaiat. Bukan pula syarat ketaatan terhadap seseorang (yaitu imam) dengan melihat jumlah orang yang membaiat. Karena menurut ijma’ ulama terdahulu dan sekarang, dua persyaratan tersebut adalah tertolak” [As-Sailul-Jarar 4/511,513].

Terkadang ada orang yang berkata : ”Sesungguhnya baiat itu tidak boleh dilakukan kecuali kepada seorang imam yang memimpin seluruh umat Islam seperti yang terjadi di jaman Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dan Khalifah Rasyidah”.

Maka kita jawab – wabillahit-taufiq – untuk membantah syubhat tersebut dengan penjelasan yang kuat dari Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah :

إذا كانت الإمامة الإسلامية مختصة بواحد، والأمور راجعة إليه، مربوطة به ، كما كان في أيام الصحابة والتابعين وتابعيهم؛ فحكم الشرع في الثاني الذي جاء بعد ثبوت ولاية الأول : أن يقتل إذا لم يتب عن المنازعة.

وأما بعد انتشار الإسلام، واتساع رقعته، وتباعد أطرافه؛ فمعلوم أنه قد صار في كل قطر أو أقطار الولاية إلى إمام أو سلطان، وفي القطر الآخر أو الأقطار كذلك، ولا ينفذ لبعضهم أمر ولا نهي في قطر الآخر وأقطاره التي رجعت إلى ولايته؛ فلا بأس بتعدد الأئمة والسلاطين، ويجب الطاعة لكل واحد منهم بعد البيعة له على أهل القطر الذي ينفذ فيه أوامره و نواهيه؛ وكذلك صاحب القطر الآخر، فإذا قام من ينازعه في القطر الذي قد ثبتت فيه ولا يته ، وبايعه أهله، كان الحكم فيه: أن يقتل إذا لم يتب؛ ولا تجب على أهل القطر الآخر طاعته، ولا الدخول تحت ولايته لتباعد الأقطار.

فاعرف هذا؛ فإنه المناسب للقواعد الشرعية، والمطابق لما تدل عليه الأدلة، ودع عنك ما يقال في مخالفته، فإن الفرق بين ما كانت عليه الولاية الإسلامية في أول الإسلام، وما هي عليه الآن أوضح من شمس النهار، ومن أنكر هـذا فهو مباهت، لا يستحق أن يخاطب بالحجة لأنه لا يعلقها

”Apabila keimamahan Islam dikhususkan untuk satu orang, semua perkara dikembalikan kepadanya, dan terikat melaluinya sebagaimana terjadi di jaman shahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in; maka menurut syari’at Islam, imam yang kedua – setelah adanya imam yang pertama – harus dibunuh, bila ia tidak mau bertaubat atas penentangannya.

Adapun setelah tersebarnya Islam dan luasnya dunia Islam serta tempat-tempat saling berjauhan; maka telah dimaklumi bahwa setiap daerah/negara membutuhkan seorang imam atau sulthan dan mereka (penduduknya) tidak perlu melaksanakan perintah dan larangan (peraturan-peraturan) yang berlaku di daerah/negara lain. Maka berbilangnya imam dan penguasa (yang berlainan daerah kekuasaannya) adalah tidak apa-apa. Setelah dibaiatnya seorang imam, maka wajib bagi setiap orang yang berada di bawah daerah kekuasaannya untuk mentaatinya, yaitu dengan melaksanakan perintah dan larangan-larangannya. Seperti itu pula negara-negara yang lainnya. Apabila ada orang yang menentang/menyelisihi (imam/sulthan) di dalam suatu negara yang kekuasaan telah dipegangnya dan penduduk telah membaiatnya, maka hukuman bagi orang tersebut adalah dibunuh bila tidak mau bertaubat. Akan tetapi tidak wajib bagi penduduk negara lainnya untuk mentaatinya dan masuk di bawah kekuasannya; karena saling berjauhan kekuasannya.

Maka pahamilah perkara ini, karena sesungguhnya hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah syari’at dan bersesuaian dengan dalil. Dan tinggalkanlah pendapat yang menyelisihinya. Sesungguhnya perbedaan antara daerah kekuasaan pada awal permulaan Islam dengan yang ada sekarang ini adalah lebih jelas/terang daripada matahari di siang hari. Maka orang yang mengingkari masalah ini berarti seorang pendusta, ia tidak perlu diajak bicara dengan hujjah karena ia tidak memahaminya” [selesai dengan peringkasan, As-Sailul-Jaraar 4/512].

Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 1844) meriwayatkan dari Abdullah ibn Amr ibn Al Ash dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ

“Barangsiapa telah membai’at seorang imam lalu dia telah memberikan jabatan tangan dan kerelaan hatinya, maka hendaknya dia taat kepadanya dalam batas kemampuannya. Jika datang seorang yang mengaku pemimpin lainnya, maka penggallah leher yang lain itu.”

Karena itulah umat diperintah untuk mendengar dan taat kepada pemimpin, baik ketika suka atau tidak suka, mendahulukan perkataannya ketika terjadi perselisihan dalam perkara ijtihad- sebagaimana akan datang penjelasannya-, bersabar atas kezalimannya, diharamkan keluar dari ketaatan kepadanya meski dia seorang yang fasik (pendosa). Semua ini tidak dilakukan kecuali karena ada manfaat umum yang akan kembali kepada umat itu sendiri. Dan manfaat umum harus lebih didahulukan daripada manfaat khusus, baik manfaat khusus untuk pemimpin itu sendiri, maupun manfaat khusus untuk sebagian anggota masyarakat.

Inilah yang nampak jelas dari pokok ajaran syariat Islam, yaitu tidak mungkin maslahat satu orang atau beberapa orang lebih didahulukan daripada maslahat umat secara keseluruhan. Bahkan di antara kaidah yang telah baku dalam agama Islam bahwa maslahat umum lebih didahulukan daripada maslahat khusus.

Imam asy-Syâthibi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya maslahat umum lebih didahulukan daripada maslahat khusus, dengan dalil terlarangnya mencegat barang dagangan dan terlarangnya orang kota menjualkan barang orang pedalaman… yang mana hal itu mengharuskan kita lebih didahulukannya maslahat umum daripada maslahat khusus, dengan tidak memudaratkan (merugikan) yang khusus.”

Oleh karena itu, tampak jelas bahwa manfaat mendengar dan taat kepada pemimpin akan kembali kepada umat itu sendiri. Dengannya urusan agama menjadi tegak dan keadaan dunia menjadi baik. Sementara, keluar dari ketaatan (membangkang) kepada pemimpin pada hakikatnya bukanlah kerugian untuk pemimpin -sebagaimana sangkaan sebagian orang – akan tetapi, sejatinya itu adalah kejahatan kepada umat dan menelantarkan maslahat agama dan dunia mereka.

Umar bin Khatthâb Radhiyallahu anhu berkata, “Islam tidak akan tegak kecuali dengan jamaah, dan jamaah tidak akan tegak kecuali dengan pemimpin, sedangkan pemimpin tidak akan tegak kecuali dengan ketaatan kepadanya.”

Dan al-Afwah al-Audi berkata:

لَا يَصلُحُ النَّاسُ فَوْضَى لَا سَرَاةَ لَهُمْ   وَلَا سَرَاةَ إِذَا جُهَّالَهُمْ سَادُوا

Manusia tidak akan menjadi baik bahkan akan kacau tanpa pemimpin
Dan dianggap tidak ada pemimpin jika orang-orang bodoh mereka yang memimpin.

Belajarlah Pada Padi


Tumbuhan biji-bijian seperti padi (Oryza sativa) merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia yang banyak mengandung karbohidrat. Tumbuhnya tanaman ini tumbuh di daerah tropis dan subtropics dan banyak menyebar di Asia, Afrika, Amerika dan Australia.

Padi yang lebih dikenal di dunia Botani (Ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan) dengan nama Oryza sativa merupakan tumbuhan yang telah Allah jelaskan dalam al-Qur’an Surat al-An’aam yaitu

إِنَّ اللّٰـهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَىٰ ۖ يُخْرِجُ الْحَىَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ مِنَ الْحَىِّ ۚ ذٰلِكُمُ اللّٰـهُ ۖ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir padi-padian dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? (QS Al An'am. 95)

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim dengan morfologi berbatang bulat dan berongga yang disebut jerami.  Daunnya memanjang dengan ruas searah batang daun.  Pada batang utama dan anakan membentuk rumpun pada fase vegetatif dan membentuk malai pada fase generatif.  Bunga padi terdiri dari tangkai bunga, kelopak bunga lemma (gabah padi yang besar), palae (gabah padi yang kecil, putik, kepala putik, tangkai sari, kepala sari, dan bulu (awu) pada ujung lemma.

Akar tanaman padi berfungsi menyerap air dan zat – zat makanan dari dalam tanah terdiri dari:
1) Akar tunggang yaitu akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah,
2) Akar serabut yaitu akar yang tumbuh dari akar tunggang setelah tanaman berumur 5 – 6 hari.

Ciri khas daun tanaman padi yaitu adanya sisik dan telinga daun, hal ini yang menyebabkan daun tanaman padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian daun padi yaitu:
1) Helaian daun terletak pada batang padi, bentuk memanjang seperti pita,
2) Pelepah daun menyelubungi batang yang berfungsi memberi dukungan pada ruas bagian jaringan,
3) Lidah daun terletak pada perbatasan antara helaian daun dan leher daun. Perkecambahan  adalah munculnya tunas (tanaman kecil dari biji).  Embrio yang merupakan calon individu baru terdapat di dalam benih.  Jika suatu benih tanaman ditempatkan pada lingkungan yang menunjang dan memadai, benih tersebut akan berkecambah.  Perkecambahan benih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perkecambahan epigeal adalah ruas batang di bawah daun lembaga atau hipokotil sehingga mengakibatkan daun lembaga dan kotiledon terangkat ke atas tanah, misalnya pada kacang hijau (Phaseoulus radiatus)

2. Perkecambahan hipogeal adalah ruas batang teratas (epikotil) sehingga daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah, tetapi kotiledon tetap di bawah tanah, misalnya pada tanaman padi (Oryza sativa L.)

Sawah merupakan aset terbesar yang dapat dilihat dengan nyata bahwa hasil dari bercocok tanam di Sawah jika telah dilakukan panen maka harta yang dihasilkannya pun tidak sedikit. Karena padi yang dapat menumbuhkan butir-butirnya sangat dibutuhkan betul untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Maka memang Allah menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia.

Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia bercerita bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَ لاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً

“Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya.”(HR. Imam Muslim Hadits no.1552)

Dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا, أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة ٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan (tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2321)

Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:

فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَ لاَ دَابَّةٌ وَ لاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Imam Muslim hadits no.1552)

Kita ketahui bahwa Allah telah menciptakan bentuk dari bahan mentah makanan pokok masyarakat Indonesia yaitu padi dengan bentuk butir (padi-padian) yang buahnya tumbuh dibagian batang dan keluar dari ruas-ruas batang dengan buah bentuk butir dan pada setiap tangkai dapat ditumbuhi beberapa buitr padi. Dengan banyaknya butir-butir buah padi yang tumbuh maka Allah memberi perumpamaan kepada orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti tumbuhnya butir-butir buah padi, Alloh Subhaanahu Wata'ala Berfirman

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 261).

Jelaslah bahwa, tumbuhan padi dengan menghasilkan butir-butir buahnya yang banyak disetiap tangkainya maka padi dijadikan sebagai perumpamaan pahala bagi orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah.

Tumbuhan padi yang banyak ditemukan di daerah Asia salah satunya adalah di Indonesia telah menjadikan negeri ini indah dipandang, sejuk, dan terasa damai karena dengan hijaunya daun-daun. Yang memencarkan kesan damai, tenang, dan memberi banyak manfaat untuk masyarakat.

Filsafat Padi

Merunduknya padi bisa kita analogikan sebagai sikap kepasrahan diri kepada Allah swt. Ketika dia mendapat kenikmatan maka dia akan bersyukur dan menyadari bahwa itu semua adalah keutamaan yang datang dari Allah swt. Sebaliknya, ketika dia ditimpa masalah dia akan pasrah dan tawakal. Bahwa semua kejadian berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya. Semua itu disikapi dengan rendah hati tanpa ada sikap sombong dan merendahkan orang lain.

Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah hati menunjukan sikap tawadhu, sementara rendah diri bersifat negatif yang menunjukan kelemahan diri seseorang.

Sosok rendah hati tidak akan mau diinjak-injak harga dirinya oleh orang lain, meski dia sendiri akan selalu menghormati siapa pun. Ia akan selalu bereaksi positif terhadap orang yang menginjak-injaknya tanpa sekalipun merendahkannya. Namun orang yang rendah diri ia tidak akan bisa bangkit dan terus terpuruk ketika diinjak-injak oleh orang lain

Allah berfirman di dalam Quran surat Al-furqon ayat yang ke-63:

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba Rabb yang maha penyayang itu ialah orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan.”

Memberi manfaat kepada sesama

Padi adalah makanan bahan makanan pokok yang dikonsumsi orang setelah diolah menjadi beragam jenis makanan, seperti nasi, bubur, lontong, ketupat dan lain sebagainya. Padi merupakan tanaman yang mengenyangkan orang lapar dan memberi tenaga untuk bisa beraktifitas. Begitulah sifat padi yang semestinya ditiru oleh kita.

Seperti padi, hendaknya kita menjadi pribadi yang berguna bagi banyak orang. Ini pula yang diajarkan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim.

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya.

Pintar beradaptasi

Tanaman padi bisa hidup di mana saja. Padi bisa hidup di sawah, ladang, rawa atau bahkan perbukitan. Ketika padi tumbuh di sawah tentu saja padi tumbuh dengan baik karena pengairan relatif mudah didapat. Namun di daerah yang airnya sulit, seperti di ladang dan bebukitan, mau tidak mau padi harus beradaptasi dengan lingkungannya. Untuk daerah yang sulit ini, padi bisa ditanam saat pada musim hujan saja, itu pun tidak selalu mendapatkan air yang tergenang.

Ada juga jenis padi rawa atau padi pasang surut yang tumbuh liar atau dibudidayakan di rawa-rawa. Mampu membentuk batang yang panjang sehingga bisa mengikuti perubahan kedalaman air yang sangat ekstrim.
Intinya, tanaman padi mengajarkan kita untuk bisa beradaptasi dimana saja kita berada, terlebih kita adalah makhluk berakal yang tentunya bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi lingkungan di sekitar kita.

Padi mengajarkan kepada kita untuk mampu menahan gempuran cobaan. Tahan banting meski ditempatkan pada tempat yang tidak mengenakan sekalipun.

Belajarlah dari padi yang membuat damai hati orang lain, terutama para petani. Dirinya selalu ditunggu-tunggu kehadirannya karena memiliki ketawadhuan, rajin memberikan manfaat kepada orang lain dan mampu beradaptasi dalam kondisi apa pun.

Kebangkitan Islam Di Akhir Zaman


Setelah mengalami masa kebekuan dan kelesuan pemikiran selama beberapa abad, para pemikir Islam berusaha keras untuk membangkitkan Islam kembali, termasuk di dalamnya hal pemikiran hukumnya. Kebangkitan kembali ini timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran dunia Islam secara keseluruhan. Maka kemudian muncullah gerakan-gerakan baru.

Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Bagi mayoritas pengamat, sejarah kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam khususnya, terjadi karena dampak Barat. Mereka memandang Islam sebagai suatu massa yang semi mati yang menerima pukulan-pukulan yang destruktif atau pengaruh-pengaruh yang formatif dari barat. Muncul banyak penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses modernisasi maupun pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah.

Selain itu, salah satu sebab perlunya perkembangan modern dalam Islam adalah karena dalam agama terdapat ajaran-ajaran absolute mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak bisa diubah. Ajaran-ajaran itu diyakini sebagai dogma dan sebagai akibatnya timbulllah sikap dogmatis agama. Sikap dogmatis membuat orang tertutup dan tak bisa menerima pendapat yang bertentangan dengan dogma-dogma yang dianutnya. Dogmatisme membuat orang bersikap tradisional, emosional dan tidak rasional.

Berkaca dari kebangkitan kaum Muslim di masa lalu, saat itu kaum Muslimin dapat bangkit diawali dengan berubahnya pemikiran mereka tentang manusia, kehidupan dan alam semesta. Bahwa kehidupan mereka tidak lahir begitu saja, tetapi ada yang mengatur kehidupan mereka dan alam semesta, yaitu Allah Subhanahu Wata’ala. Pemikiran inilah yang kemudian mengubah landasan dasar dari cara pandang kaum Muslimin saat itu tentang hidup mereka. Sebab, pemikiranlah yang membentuk dan memperkuat persepsi manusia terhadap segala sesuatu. Setiap tingkah laku manusia selalu berkaitan erat dengan persepsi /pemahaman yang dimilikinya. Kita dapat melihat bagaimana orang-orang Barat mengubah peradaban mereka yang semula diselimuti kegelapan menjadi abad pencerahan (rennessains).

Begitupula umat Islam dahulu di saat peradaban Islam menguasai hingga lebih 13 abad di dunia. Saat itu, kita sebagai umat Islam melepas diri dari pemahaman sistem hidup jahiliyah dan menggantinya dengan sistem hidup Islam. Semua aktivitas kaum Muslimin yang dilakukan saat itu semuanya dilandasi untuk ber-taqarrub kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Subhanahu Wata’ala

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS: Ar-Ra’d:11).

Sementara itu, saat manusia itu berhasil mengetahui bahwa segala perbuatan yang dilakukan semata-mata mencari ridha Allah dan demi ber-taqarrub kepada-Nya dengan menjalankan setiap perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Maka, dari sana lah akan terwujud akhlak sebagai manifestasi dari perwujudan menjalankan syariat Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan tersebut.

Alloh Subhaanahu Wata'ala Berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya tiap jiwa harus memperhatikan apakah yang telah disiapkannya untuk hari esok (hari kemudian), dan hendaknya benar-benar bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui sedalam-dalamnya semua perbuatanmu.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Di ayat lainnya, Allah Subhanahu Wata’ala berjanji kepada manusia bahwa bila ia benar-benar menjalankan syariat Islam semata-mata mengharapkan ridha-Nya, maka Allah Subhanahu Wata’ala akan menunjukinya jalan yang lurus,

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69).

Mengubah pemahaman manusia tentang kehidupan ke dalam pemahaman Islam adalah termasuk bagian dari jihad dalam bidang pemikiran. Jihad pemikiran adalah salah satu jihad yang utama, yang kedudukannya setara dengan jihad-jihad lainnya, termasuk jihad perang. Jihad pemikiran dikobarkan untuk memerangi kejumudan dan kebodohan. Sedangkan jihad peperangan  adalah jihad yang dikobarkan untuk melawan kezaliman, seperti yang saat ini dilakukan oleh umat Islam di Palestina.

Faktor Kebangkitan Islam

1. Pemahaman umat akan kehidupan pemerintahan yang beraneka ragam yang menerapkan kapitalisme, sosialisme, dan sekularisme yang tampak jelas kelemahannya dalam mewujudkan kebahagiaan bagi manusia atau mencapai kebangkitan dan memperbaiki kondisi mereka.

2. Pemahaman umat akan kepalsuan seruan patriotisme dan nasionalisme. Pemahaman ini gagal menyatukan kelompok-kelompok bangsa yang satu, apalagi untuk menyatukan umat.

3. Kemunculan sejumlah harakah, partai dan kelompok Islam yang menyerukan Islam secara umum atau menyerukan kebangkitan dengan asas Islam.

4. Pemahaman umat akan permusuhan nyata negara-negara kafir terhadap Islam dan kaum Muslim. Perhatian umat terhadap langkah-langkah negara kafir dalam menanamkan doktrin, nilai-nilai dan propaganda kepada kaum Muslim. Doktrin, tata-nilai dan propaganda kufur mereka itu di antaranya berupa seruan kebebasan, demokrasi, penjagaan Hak Asasi Manusia dan sebagainya. Jika perkaranya berkaitan dengan kaum Muslim maka lihat perkataan James Baker – Menhan AS terdahulu – bahwa demokrasi tidak layak bagi bangsa-bangsa Timur Tengah. Lihatlah Perancis, penyeru kebebasan, yang justru mengumumkan akan mengintervensi Aljazair secara militer jika FIS memegang pemerintahan. Lihatlah AS dan sikapnya terhadap pencaplokan tanah, yaitu Israel. Padahal AS mengetahui kebengisan dan dosa Israel karena hal itu tidak perlu penjelasan. Lihatlah Inggris yang bersegera menyematkan cap teroris dan fundamentalis kepada kaum Muslim yang berjuang untuk Islam. Inggrislah yang mereka-reka istilah fundamentalisme dengan sangat getol dikaitkan dengan setiap aktivitas fisik menentang pemerintahan yang menekan berbagai bangsa karena Islam mereka. Masih banyak lagi contoh yang tidak cukup tempat untuk memaparkannya.

5.  Kedudukan dan posisi tawar kaum Muslim terus menukik turun. Kemiskinan, kehinaan, penyakit dan sebagainya terus menyebar di tengah-tengah kaum Muslim di dunia. Hal itu menyebabkan kaum Muslim mulai berpikir mengenai metode menyelesaikannya dan mulai berjuang demi kebangkitan.

6. Munculnya sistem-sistem tiranik yang terus menimpakan tekanan, siksaan, paksaan dan kezaliman. Hal itu menyebabkan kaum Muslim mulai berpikir tentang perubahan, mencari metode paling efektif yang bisa mengantarkan pada kebangkitan yang benar serta membebaskan dari ketidakadilan dan kejahatan.

Menuju Kebangkitan Islam

Pengertian kebangkitan (ash-shahwah) yang langsung terlintas di dalam benak adalah kata shaha-yashhu, yakni bangun dari tidur. Akan tetapi, tatkala kita membicarakan kebangkitan Islam (ash-shahwah al-Islamiyyah) maka maknanya benar-benar berbeda meskipun bahwa umat ini sedang dalam kondisi terlena dari agamanya. Keadaan umat ini bagaikan orang yang sedang tidur, yang terlena dari kesadarannya. Realitanya, kedua pengertian tersebut memiliki banyak kedekatan makna. Karena itu, penjelasan makna ash-shahwah (kebangkitan) secara bahasa dan istilah sangat bermanfaat dan menghantarkan untuk menjelaskan maksud dari tulisan ini dalam mewujudkan kebangkitan.

Inilah pengertian etimologis dari kata bangkit dan kebangkitan. Adapun makna istilah kata kebangkitan (ash-shahwah) sebagaimana diketahui adalah kebangkitan dari keterpurukan dan keterlenaan serta dari ketiadaan pemahaman terhadap realita hakiki yang menjadi realita hidup umat. Hal itu akibat dari banyak faktor yang menutupi umat dari kebenaran; memalingkan umat dari memahami realita; dan kewaspadaan umat terhadap realita ini serta upaya umat untuk mengubah dan membebaskan diri darinya menuju realita yang lebih mulia.

Dari Tsauban radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا

“Sesungguhnya Allah menggulung bumi untukku sehingga aku bisa melihat timur dan baratnya. Dan sesungguhnya kekuasaan ummatku akan mencapai apa yang telah dinampakkan untukku. Aku diberi dua harta simpanan: Merah dan putih. Dan sesungguhnya aku meminta Rabbku untuk ummatku agar Dia tidak membinasakan mereka dengan kekeringan menyeluruh, agar Dia tidak memberi kuasa musuh untuk menguasai mereka selain diri mereka sendiri sehingga menyerang perkumpulan mereka. Dan sesungguhnya Rabbku berfirman, “Hai Muhammad, sesungguhnya Aku bila menentukan takdir tidak bisa dirubah, sesungguhnya Aku memberikan untuk umatmu agar mereka tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh dan Aku tidak akan memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri lalu mereka menyerang perkumpulan mereka, walaupun musuh mengeepung mereka dari segala penjurunya, hingga akhirnya sebagian dari mereka (umatmu) membinasakan sebagaian lainnya dan saling menawan satu sama lain.” (HR. Muslim no. 2889).

Sehingga menurut saya, bahwa apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW pada 14 abad yang lalu akan terwujud di zaman kita sekarang. Dan saat ini pun kita sedang menghitung hari, tentang kapan waktunya itu mulai terjadi. Karena tanda-tanda yang pernah beliau sampaikan dulu satu persatu telah terbukti. Atau mungkin saja tidak akan lama lagi akhir dari nubuwat tersebut (kejayaan Islam di seluruh dunia) akan segera terwujud, tetapi kita sekarang masih belum bisa mengetahuinya secara detil. Bahkan mungkin saja saat ini “sang pemuda” beserta semua pasukannya – secara rahasia di Nusantara – telah mempersiapkan diri dan segala sesuatunya untuk membangkitkan kejayaan Islam di seluruh dunia. Yang dampaknya tentu tidak hanya bagi umat Islam sendiri, melainkan bagi seluruh makhluk di muka bumi ini. Karena tidak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT telah berkehendak melalui ucapan Rasulullah SAW. Dan semuanya itu bisa saja terjadi dengan tiba-tiba dan tanpa di sangka-sangka oleh banyak orang, terutama mereka yang kufur.

Untuk itulah wahai saudaraku. Mulailah mempersiapkan diri sebaik-baiknya dari sekarang, khususnya tentang pengetahuan ajaran Islam yang sebenarnya, lalu mengamalkannya dengan ikhlas. Tambahkan juga dengan pengetahuan ilmiah tentang kehidupan sehari-hari. Agar bila saatnya nanti, saat dimana datangnya proses kebangkitan Islam itu terjadi, maka kita bisa terlibat di dalamnya dengan kesenangan dan bukan kebingungan. Sehingga hasilnya pun akan sepadan, yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

Semoga kita senantiasa mempersiapkan diri dalam kebenaran sikap dan hati kita. Karena hanya dengan begitulah, maka rahmat dan ridha Ilahi akan menyertai. Sementara Islam bisa berjaya dan menaungi kehidupan dunia ini dalam keadilan dan kemakmuran.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...