Rabu, 03 November 2021

LAKU PRIHATIN DAN TIRAKAT ILMU KEBATINAN


Kebatinan adalah sesuatu yang dirasakan manusia pada batin yang paling dalam, dan terjadi pada siapa saja, termasuk pada orang-orang yang sangat tekun dan murni dalam agamanya, karena setiap agama pun mengajarkan juga tentang apa yang dirasakan hati dan batin, mengajarkan untuk selalu membersihkan hati, bagaimana harus berpikir dan bersikap, dsb. Dalam masing-masing firman dan sabda terkandung makna kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Bahkan panggilan yang dirasakan seseorang untuk beribadah, itu juga batin. Dan di dalam batin tersimpan sebuah kekuatan yang besar jika dilatih dan diolah. Kekuatan batin menjadi kekuatan hati dalam menjalani hidup dan memperkuat keimanan seseorang.

Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan.  Kejawen atau Kejawaan (ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spiritualitas orang Jawa. Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan keharmonisan hidup”.  Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama di pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi pekerti, juga diwarnai ritual-ritual kepercayaan dan ritual-ritual yang berbau mistik.

Secara kebatinan dan spiritual dipahami bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari ‘lebih’.  Dengan demikian idealisme kebatinan jawa menuntun manusia pada sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka menolong, tidak serakah, tidak berfoya-foya / berhura-hura, dsb. Idealisme inilah yang menjadikan manusia hidup tenteram dan penuh rasa syukur kepada Tuhan.

Mereka terbiasa hidup sederhana dan apapun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebagai karunia Allah.
Mereka percaya adanya ‘berkah’ dari roh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka ‘keberkahan’.  Karena itu dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku, kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya hidup mereka diberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta, rasa, budi dan karsa.

Laku adalah usaha / upaya.
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang enak-enakan.
Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan.

Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu ‘keberkahan’, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup.

Di luar segala bentuk laku prihatin yang dijalankan manusia, ada laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yaitu puasa hati dan batin, senantiasa menjaga sikap hati dan batin, yang dalam kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk lakunya.

Laku prihatin yang biasa dilakukan pada dasarnya adalah :
1.  Membersihkan hati dan batin dan membentuk hati yang tulus dan iklas.
2.  Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.
3.  Mengurangi makan dan tidur.
4.  Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.
5.  Menjaga sikap eling lan waspada.

Di dalam tradisi spiritual kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dan laku prihatin dengan hitungan hari tertentu, biasanya disesuaikan dengan kalender jawa, misalnya puasa senin-kamis, wetonan, selasa kliwon, jum’at kliwon, dsb.

Puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih ‘bersih’ dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut ‘Sedulur Papat’, sehingga puasa itu juga memelihara  ‘berkah’  indera keenam seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib / pertanda, peka tanda-tanda alam, dsb.

Laku prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk  menahan diri  terhadap kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu / hasrat yang tidak baik dan tidak bijaksana dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksudkan sebagai upaya menggembleng diri untuk mendapatkan  ‘ketahanan’  jiwa dan raga dalam menghadapi gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Orang yang tidak biasa laku prihatin, tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin.

Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Idealnya, hidup ini dijalani secara proporsional, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak berlebihan dan tidak pamer). Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap sebagai ukuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, tidak pantas, tidak bijaksana, dan menahan diri dari perilaku konsumtif berlebihan. Menjalani laku prihatin juga tidak sama dengan menahan diri karena hidup yang serba kekurangan.

Laku prihatin melandasi perbuatan yang bermoral.

Prihatinnya Orang Miskin Harta.
Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejar kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.
Filosofinya : makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan). Urip iku mung mampir ngumbe thok.
Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar / menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati ke dalam kubur.
Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih tanpa bandha. Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah kekayaannya.

Prihatinnya Orang Kaya Harta.
Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi hidupnya dengan kesombongan dan bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang menjadi kebutuhan.
Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang “lebih” untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak menjalani laku prihatin. Namun hidup yang bermewah-mewahan sama saja dengan hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku prihatin.
Orang kaya harta, yang selalu mengsyukuri kesejahteraannya, akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi ‘lebih’ kepada orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, tidak ada yang dikurangkan.

Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan ilmunya tidak untuk kesombongan dan kejayaan dan kepentingan dirinya sendiri, dan tidak untuk membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih kehormatan atau upah.

Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja, sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati.
Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, atau untuk mencari popularitas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya pemerintahan yang keliru, yang menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak.

Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan semestinya dan tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk menindas, memeras, atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain, mencukupkan dirinya dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara-cara yang halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta / menerima sogokan.

Orang jawa bilang intinya kita harus selalueling lan waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya mengejar kesuksesan saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.

Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan. Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap negatif dan menumbuhkan aura negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita juga akan banyak berisi hal-hal yang negatif. Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri, peluang-peluang, dsb, dan dapat memanfaatkannya dengan tindakan nyata, akan juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak moralitasnya.

Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan lebih banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.

Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan kehidupan masing-masing mahluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal. Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan banyak eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.

Dalam tradisi jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk upaya spiritual / kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan raga, ditambah dengan laku-laku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, suatu ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian, pangkat atau kemuliaan hidup. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan bagian dari usaha dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu ‘keharusan’ yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka.

Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya.

Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa niat dan tujuannya, mendekatkan hati dengan Tuhan, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin saja.

Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas / bersuci, menyajikan sesaji sesuai yang diajarkan dan memanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam leluhur / orang-orang linuwih, hutan / goa / bangunan yang wingit, dsb.

Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya :

1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.
Jenisnya :
- Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidak makan dan minum setiap hari Senin dan Kamis.
- Puasa Weton, puasa tidak makan / minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.
- Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.
- Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.
- Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai mahgrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.
- Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.
- Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dsb.
- Puasa Nganyep, hampir sama dengan Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak
mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai dan garam.
- Puasa Ngrowot, dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah- buahan dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.
- Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum selama sehari penuh siang dan malam, atau beberapa hari
siang dan malam tanpa putus, biasanya 1 – 3 hari.

2.  Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.

3.  Menyepi dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.

4.  Berziarah dan berdoa di makam leluhur / orang-orang linuwih, dan di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, pohon / goa / bangunan yang wingit, dsb.

5.  Mandi kembang telon atau kembang setaman tujuh rupa.

6.  Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1 – 3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.

7.  Tapa Melek Ngalong, biasanya 1 – 7 hari. Siang hari boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.

8.  Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari mahgrib sampai pagi, melakukan kunjungan ke makam leluhur / orang-orang linuwih atau ke tempat-tempat keramat dan berdoa.

9.  Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan, tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1 – 3 hari.

10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai), selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.

Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi nomor 1 sampai 10  dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat khusus, biasanya supaya mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan keilmuan.

Tidak hanya dalam kehidupan keseharian, laku-laku kebatinan di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan / usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti memulai suatu usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan hajatan nikahan, dsb. Bahkan sudah biasa bila orang-orang tua berpuasa untuk memohonkan keberhasilan kehidupan dan usaha anak-anaknya.

Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan oleh para pelakunya, dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku pelakunya.

Puasa weton terkait dengan kepercayaan dan kegaiban sukma (kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda.

Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Orang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur.

Bagi orang-orang tersebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang untuk membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama, jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya.

Kekuatan sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita, dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka penuh dengan muatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui proses kematian, adalah sesuatu yang biasa. Bahkan banyak yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya, kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.

Selama orang itu berpuasa dan berzikir, tubuhnya memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya suatu sosok mahluk halus tertentu kepada manusia. Keberadaan sosok halus itu kemudian dapat menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian sudah tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan berfungsi. Jadi bisa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang suatu sosok gaib untuk datang menjadi khodam pendamping, maka cara puasanya adalah puasa bentuk ini. Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang datang mendampingi kita itu.

Pemahaman Tentang Laku Tirakat

Semua bentuk laku dan tirakat hanya akan bermanfaat jika ada maksud dan tujuannya, kalau tidak ya hanya akan menyiksa tubuh saja, hanya lapar dan haus saja. Karena itu sebelum dan selama melakukan laku tersebut harus selalu fokus pada tujuan lakunya dan berdoa niat dan tujuannya.

Suatu laku puasa yang dilakukan tanpa tujuan khusus, tetapi sebagai kebiasaan rutin, akan menjadi upaya memperkuat kebatinan manusia, supaya kuat sukmanya, bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan sebagai upaya membersihkan hati dan mencari keberkahan pada jalan hidup. Hasilnya akan lebih baik lagi bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa tentang niat dan tujuan / harapan-harapannya.

Dalam melakukan laku-laku prihatin dan tirakat di atas akan baik sekali bila dilakukan dengan menyendiri / menyepi (di dalam rumah), tidak mendatangi tempat-tempat keramaian dan tidak menonton hiburan, keluar rumah pada malam hari di tempat terbuka dan banyak berdoa. Manfaat dari suatu laku hanya akan didapatkan bila dilakukan dengan niat dan tujuan tertentu. Tanpa adanya niat dan tujuan, maka perbuatan itu hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia. Berdoalah kepada Tuhan memohon tercapainya tujuan dari laku tersebut pada awal dan selama pelaksanaannya.

Diawali dengan bersuci / mandi keramas, atau lebih baik lagi dengan mandi kembang telon atau kembang setaman / kembang tujuh rupa supaya aura dari kembang-kembang tersebut menyelaraskan aura-aura negatif di dalam tubuh agar menjadi positif, menjadi lebih bersih dan lebih bercahaya, yang berguna untuk membantu mempermudah jalan hidup, membuang kesulitan-kesulitan yang berasal dari aura negatif di dalam tubuh, yang sekarang pun banyak diselenggarakan di spa-spa dan salon kecantikan modern. Kembang yang digunakan haruslah yang berbau harum dan masih segar, belum layu, apalagi kering. Laku ini dapat dilengkapi dengan laku-laku yang lain yang berguna untuk memperkuat aura positif seseorang dan membuat hidup lebih ‘keberkahan’. Jangan lupa baca doa niat tujuan.

Makna Filosofi Dalam Ricikan Keris


Keris dalam masyarakat Jawa, sekarang digunakan untuk pelengkap busana Jawa, keris sendiri memiliki banyak filosofi yang masih erat dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat Jawa. Makna filosofis yang terkandung dalam sebuah keris sebenarnya bisa dilihat mulai dari proses pembuatan hingga menjadi sebuah pusaka bagi pemiliknya. Seiring berjalannya waktu dan modernisasi, kita sadari bahwa perlu dilakukan pelestarian terhadap warisan leluhur ini agar tidak terkikis akan perkembangan jaman,  keris atau dalam bahasa jawa disebut tosan aji, merupakan penggalan dari kata tosan yang berarti besi dan aji berarti dihormati, jadi keris merupakan perwujudan yang berupa besi dan diyakini bahwa kandungannya mempunyai makna yang harus dihormati, bukan berarti harus disembah-sembah tetapi selayaknya dihormati karena merupakan warisan budaya nenek moyang kita yang bernilai tinggi.

Bila kita merunut dari pembuatnya atau yang disebut empu, ini mempunyai sejarah dan proses panjang dalam membuat atau menciptakan suatu karya yang mempunyai nilai estetika yang tinggi. Empu menciptakan keris bukan untuk membunuh tetapi mempunyai tujuan lain yakni sebagai piyandel atau pegangan yang diyakini menambah kewibawaan dan rasa percaya diri, ini dapat dilihat dari proses pembuatannya pada zaman dahulu. Membuat keris adalah pekerjaan yang tidak mudah, membutuhkan sebuah keuletan, ketekunan, dan mental yang kuat, sehingga para pembuat harus meminta petunjuk dari Tuhan melalui  laku / berpuasa, tapa / bersemadi dan sesaji untuk mendapatkan bahan baku.

Posisi keris sebagai pusaka mendapat perlakuan khusus mulai dari proses menyimpan, membuka dari sarung sampai dengan merawatnya, hal ini sudah merupakan tradisi turun temurun yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa yang masih meyakini. Kekuatan spiritual didalam keris diyakini dapat menimbulkan satu perbawa atau sugesti kepada pemiliknya. Menilik Pada masa kerajaan Majapahit,  keris terbagi menjadi 2 kerangka yang saat ini masih menjadi satu acuan si empu atau pembuat keris, yakni rangka Gayaman dan rangka Ladrang/Branggah. Saat ini rangka Gayaman banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Yogjakarta dan rangka Ladrang banyak dipakai sebagai pelengkap busana Jawa Surakarta.

Nilai atau makna filosofis sebuah keris bisa pula dilihat dari bentuk atau model keris, atau yang disebut dengan istilahdapur. Selain dari dapurnya, makna-makna filosofi keris juga tecermin dari pamor atau motif dari keris itu sendiri. Keris bukan lagi sebagai senjata, namun masyarakat Jawa memaknai bahwa keris sekarang hanya sebagai ageman atau hanya dipakai sebagai pelengkap busana Jawa yang masih mempunyai nilai spiritual religius, dan sebagai bukti manusia yang lahir, hidup dan kembali bersatu kepada Tuhan sebagai Manunggaling Kawulo Gusti.

Ricikan keris, selain merupakan elemen estetik yang mempercantik penampilan keris, sebenarnya mengandung banyak makna. Dalam ricikan ada pesan dan pengharapan yang berkaitan erat dengan hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta, Tuhan yang Maha Esa.

Tak dipungkiri bahwa keris memiliki makna sendiri bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Selama ini sebilah keris dimaknai sebagai simbol keabadian yaitu bersatunya lelaki (pesi) dan perempuan (gonjo) atau juga bersatunya bapa angkasa (pamor dari langit) dan ibu pertiwi (wesi).

Bahkan pemaknaan warongko manjing curigo, curigo manjing warongko (warangka yang membungkus bilah keris, dan bilah keris yang masuk dalam warangka) merupakan manifestasi dari ajaran Manunggaling Kawulo-Gusti yang benyak diugemi oleh masyarakat Jawa pada khususnya. Inti ajarannya adalah bahwa rasa sejati manusia sesungguhnya harus mencerminkan kehendak Tuhan yang Maha Esa.

Menyangkut ricikan keris yang lebih detil, sebenarnya juga dibuat dengan landasan kepasrahan kepada Dzat Pencipta yang Maha Agung. Mengapdi dan menyembah kepada Sang Pencipta. Seperti yang sudah dipahami selama ini bahwa pesimerupakan simbol lelaki, gonjo adalah simbol perempuan, maka wilah atau bilah keris merupakan lambang panembah jati kepada Tuhan. Wilah yang meruncing ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut olah batin-nya menuju kepada cahaya Allah yang terang benderang. Sementara sisi tajam di samping kanan-kiri bilah menyiratkan bahwa dalam menyembah harus menggunakan tatanan lahir dan batin atau syariat dan marifat.

Ada-ada-yang membentuk garis tengah dari atas sogokan menuju ke ujung keris adalah peringatan agar manusia dalam bertindak harus selalu berhati-hati. Ini artinya perilaku manusia menjadi hal yang utama. Lis atau Gusen merupakan pengambaran hawa nafsu. Bungkul adalah lambang tekad yang sudah bulat.  Tekad untuk menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik atau tekad untuk mencari ilmu yang bermanfaat. Dalam kebulatan tekad itu, manusia juga harus memiliki landasan bati yang luas yaitu kesediaan untuk memaafkan kesalahan orang lain dan dirinya sendiri. Landasan ini dilambangkan dalam blumbangan yang berarti kesabaran.

Ricikan janur yang terletak di antara sogokan merupakan nasehat agar manusia mesti bersifat luwes dan tidak kaku. Sebagai makhluk yang selalu menyembah kepada Allah SWT, manusia harus bersikap toleran kepada sesamanya-termasuk dalam perbedaan beragama. Greneng yang berbentuk dua huruf Jawa "dha" yang bisa dibaca "dhadha" bisa diartikan kejujuran. Seperti ada ungkapan lama : iki dadaku, endi dadamu? (ini dadaku, mana dadamu?), maka greneng melambangkan orang yang bicaranya selalu jujur dan terus terang.

Ricikan thingil memberi gambaran agar manusia itu mesti rendah hati dan tak suka pamer. Bila memiliki kelebihan ilmu, seharusnya tak perlu ditonjol-tonjolkan, karena kalau memang berilmu, nantinya juga akan dikenal orang lain. Sogokan mencerminkan tetang seseorang yang selalu ingin mengetahui tentang kebenaran sejati. Jadi manusia diharuskan untuk mengungkapkan tentang kebenaran, bukan hanya sekadar tahu sebatas kulit luarnya  saja. Namun dalam mencari  dan mencoba mengungkapkan kebenaran itu, manusia harus selalu waspada-berhati-hati agar tak merugikan manusia lain yang tak bersalah. Tikel alis dimaknai sebagai lambang kewaspadaan.

Sementara salah satu ricikan keris yang paling terkenal sekar kacang (kembang kacang) merupakan imbauan agar manusia meniru dan memakai ilmu padi : semakin berisi semakin menunduk. Kerendahan inilah yang selalu diingatkan karena manusia mudah tergelincir dalam sikap sombong dan arogan. Kedua sikap ini gampang menjatuhkan manusia dalam alam kebejatan dan kenistaan.

Gandhik menjadi cermin kapasrahan kepada Tuhan yang Maha Esa. Bentuk Gandhik yang agak miring merupakan lambang ketundukan hati terhadap Sang Pencipta. Dengan rasa yang selalu pasrah kepada Sang Ilahi, maka manusia akan lebih berhati-hati dalam berbicara. Semua ucapannya sudah dipikirkannya terlebih dahulu. Kehati-hatian dalam berbicara ini di dalam keris dilambangkan sebagai lambe gajah.

Manusia akan bisa menjalankan semua ajaran yang dicerminkan dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati dan pikirannya bersedia menerima nasihat luhur. Kesediaan menerima nasihat ini dilambangkan dalam bentuk sirah cecak pada gonjo. Sementara perhatiannya terpusat dengan seksama kepada orang pandai yang sedang memberi nasihat luhur kepadanya. Perhatian yang terfokus inilah disimbolkan oleh para empu keris dalam bentuk gulu meler-nya. Setelah menerima semua nasihat itu, yang bersangkutan akan mengikuti semua nasihat gurunya itu - dilambangkan dalam bentuk buntut urang yang terakhir, setelah semua langkah dipenuhi, makan manusia harus mengamalkan ilmunya yang telah diperolehnya itu. Seharusnya mengamalkan ilmu ini dimaknakan dalam bentuk sebit ron lontar.

Jadi pada dasarnya, ricikan keris merupakan lambang-lambang pengharapan dan doa bagi manusia yang mau ngugemi.

Anatomi (Ricikan) Keris


Seseorang bisa menandai atau menyebutkan nama dhapur keris apabila ia mengetahui dengan benar nama-nama bagian dari sebilah keris, karena itu sebelum kita membicarakan soal dhapur keris, kita harus lebih dulu mengetahui bagian-bagian keris yang menandakan dhapur keris. Sebilah keris yang lengkap mempunyai 26 macam bagian atau ricikan dan masing-masing ricikan memiliki nama. Untuk penamaan ricikan baku sifatnya dan sesuai dengan pakem. Nama-nama ricikan telah dipakai turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Dalam perjalanan waktu, bisa dipahami jika terjadi pula kelasahan dalam pengucapan, gaya bahasa tiap daerah dan pengucapan berdasarkan sinonim, sama maksudnya tetapi lain penamaannya.

Kali ini sengaja diberikan sinonimnya, selain itu ricikan yang dipakai adalah yang menurut pakem Jawa, terutama Jogyakarta, Surakarta dan sedikit Madura. Dalam melihat ricikan keris, yang paling utama adalah dibagian sor-soran, berikut saya jabarkan ricikan keris untuk mempermudah membedakan dhapur suatu keris :

Pesi
Tangkai bilah keris yang terbuat dari bahan yang sama dengan bahan bilah kerisnya, terletak di bawah ganja. Untuk keris-keris tangguh/buatan pulau Jawa, Bali dan Lombok, ukurannya cukup panjang, antara 5,5 cm s,d 9 cm. Sedangkan keris buatan Palembang, Riau, Luwu, Makasar dan Semenanjung Melayu umumnya pendek, antara 4 cm s.d 6,5 cm. Pesi ini sering juga disebut dengan Peksi, Paksi, Puting atau Punting.

Ganja (dibaca Gonjo)
Ada yang terpisah dari bagian bilah, ada pula yang menyatu dan hanya dibatasi semacam guratan. Ganja yang menyatu dengan bilah disebut Ganja Iras. Ganja ini sering juga disebut dengan Aring atau Ariang.

Bungkul
Bungkul atau Sebungkul atau Bonggol. Bentuknya mirip irisan bawang. Bungkul ini merupakan kelanjutan dari bagian Janur yang bersinggungan dengan bagian ganja.

Blumbangan
Blumbungan atau Pejetan atau Pijetan, merupakan daerah lekukan di belakang bagian Gandhik. Keris-keris yang terbilang garapan baik, bentuk blumbangan ini digarap dengan manis.

Srewehan
Srewehan merupakan bagian melandai di belakang Sogokan sampai ke bagian Greneng. Srewehan disebut juga dengan istilah Sraweyan, Sarewehan atau Sreawahan.

Gandhik
Gandhik merupakan raut muka dari sebilah keris. Ada yang polos, ada yang dilengkapi dengan Kemang Kacang, Lambe Gajah dll. Gandhik biasanya terletak di bagian depan bilah keris. Tetapi ada pula yang berada di bagian belakang, antara lain pada dhapur Cengkrong. Bagian bawah pada Gandhik bersinggungan dengan Ganja.

Jalu Memet
Merupakan tojolan runcing pada bagian paling bawah dari Gandhik, paling dekat dengan Ganja.

Lambe Gajah
Lambe Gajah atau Bibir Gajah merupakan dua tonjolan runcing, atas bawah, pada bagian Gandhik, dekat dengan ujung Kembang Kacang. Walaupun kebanyakan Lambe Gajah ini rangkap dua, namun ada pula keris yang hanya memiliki satu Lambe Gajah.

Kembang Kacang
Kembang Kacang atau Tlale Gajah atau Belalai Gajah, bentuknya memang mirip dengan namanya. Bentuk Kembang Kacang ada beberapa macam yaitu : Gula Milir, Bungkem, Nguku Bima dan Pogok

Jenggot
Jenggot atau Janggut merupakan beberapa tonjolan tajam di bagian dahi Kembang Kacang. Jumlah tonjolan ini umumnya 3 buah.

Tikel Alis
Sebuah alur melengkung seperti Alis, mulai dari atas Gandhik ke atas, dengan panjang sekitar 3,5 cm. Alur Tikel Alis ini tidak sedalam alur Sogokan.

Jalen
Jalen merupakan tonjolan tajam, hanya sebuah, persis di ketiak Kembang Kacang. Ada sebagian yang berpendapat, yang disebut Jalen merupakan Jalu Memet, begitu juga sebaliknya. Memang dalam buku-buku kuno terdapat perbedaan pendapat, tidak ada alasan yang kuat untuk membenarkan salah satu pendapat atau menyalakan pendapat lainnya.

Sogokan Depan
Sogokan Depan, relatif lebih dalam dibandingkan dengan alur Tikel Alis, letaknya di belakang Tikel Alis. Bagian bawah Sogokan Depan langsung menyambung dengan Blumbangan atau Pejetan.

Lis-Lisan
Lis-Lisan atau Elis, merupakan garis batas sepanjang tepi bilah, dari atas Kembang Kacang atau Gandhik ke atas ujung bilah, melingkar turun ke bawah sampai ke dekat Greneng. Garis batas ini merupakan sudut tumpul dan merupakan batas daerah Gusen.

Gusen
Gusen adalah daerah sempit sepanjang tepi bilah yang dibatasi oleh tepi bilah yang tajam, dengan garis Lis-Lisan.

Kruwingan
Kruwingan atau Keruwingan merupak garis yang mendampingi Lis-Lisan, dalam jarak sekitar 1 cm. Kruwingan ini ada yang sampai ke dekat ujung bbilah, ada pula yang hanya setengah panjang bilah saja.

Ada-Ada
Ada-Ada atau Sada, bisa dikatakan merupakan garis tengah dari bilah keris, yang agak menonjol dari permukaan bilah keris. Dengan mengamati bentuk potongan melintang bilah keris, terutama bagian Ada-Ada, maka kita bisa membedakan bilah keris yang Ngadal Meteng atau Nggingir Lembu.

Janur
Berbentuk alur yang membukit, yang memisahkan Sogokan Depan dengan Sogokan Belakang. Bagian atas dari Janur ini menyambung ke Ada-Ada, sedangkan bagian bawahnya menyambung ke Bungkul.

Sogokan Belakang
Sama seperti Sogokan Depan, hanya letaknya di bagian belakang, bersebelahan dengan Janur.

Wadidang atau Wedidang
Wadidang atau Wedidang merupakan bagian tepi sebelah belakang daerah Sor-Soran.

Ron Dha Nunut
Ron Dha Nunut adalah rangkaian beberapa duri kecil di bagian Wadidang yang seolah membentuk huruf Dha menurut abjad Jawa. Letaknya di bagian sebelah bawah dari Wadidang.

Tungkakan
Bagian yang melengkung yang membatasi bagian buntut ganja dengan bagian bilah keris sebelah bawah paling pojok.

Greneng
Rangkaian beberapa duri kecil di bagian sebelah bawah Wadidang yang terdiri dari Ri Pandan atau Eri Pandan dan Ron Dha Nunut serta Ron Dha. Ada yang merupakan Greneng lengkap/utuh dan ada pula Greneng tidak lengkap atau disebut juga Greneng Wurung, yang bentuknya lebih sederhana.

Ri Pandan
Ri Pandan atau Eri Pandan, berujud seperti duri yang meruncing di antara Ran Dha dan Ron Dha Nunut atau antara dua buah Ron Dha.

Kanyut
Terletak di bagian ekor dari Ganja, wujudnya seperti duri tetapi biasanya agak melengkung ke atas, tepat di Buntut Urang dari Ganja.

Thingil
Berbentuk duri tumpul, lebih besar dari ukuran duri-duri pada Ri Pandhan atau Ron Dha. Kalau memakai Thingil, maka keris itu tidak memakai Greneng.

Pundhak Setegal
Pundhak Setegal atau Pundhak Sategal , bentuknya merupakan duri yang ukurannya lebih besar dari Thingil, mirip dengan kelopak bunga yang mencuat ujungnya keluar dari tepi bilah keris. Pundhak Sategal ini harus sepasang, yaitu di bagian depan dan di bagian belakang.

Dapur Keris

Dapur Keris adalah penamaan ragam bentuk atau tipe keris, sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dilihat dari jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokannya, ada pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, patokan atau pembakuan ini biasanya disebut pakem dapur keris. Misalnya, keris yang bentuknya lurus, memakai gandik polos, tikel alis, danpejetan, disebut keris dapur Tilam Upih.

Jadi, semua keris yang bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Keris buatan mana pun atau buatan siapa pun, kalau bentuknya seperti itu, namanya tetap dapur Tilam Upih. Pembedaan selanjutnya adalah dengan melihat tangguh (era/zaman pembuatan, atau gaya pembuatan), melihat gambaran bentuk pamornya, dan memperkirakan empu pembuatnya.

Itulah sebabnya, keris berdapur Tilam Upih mungkin ada ratusan ribu jumlahnya, dan bahkan dapur Nagasasra yang terkenal itu ada puluhan ribuan pula jumlahnya. Bila dibandingkan dengan dunia otomotif, bentuk mobil juga dapat dibadakan antara jeep, truk, bis, sedan, pick-up, dsb. Jumlah jeep di dunia ini mungkin ada jutaan buah, tetapi masing-masing dapat dibedakan karena merknya berlainan, tahun pembuatannya ber-beda, warnanya berbeda, dan interior serta variasinya pun berlainan satu sama lain.

Nama Dapur Keris Menurut Pakem Jawa

Keris Lurus :

1. Betok
2. Brojol
3. Tilam Upih
4. Jalak
5. Panji Anom
6. Jaka Supa
7. Semar Betak
8. Regol
9. Karna Tinanding
10. Kebo Teki
11. Kebo Lajer atau Mahesa Lajer
12. Jalak Ruwuh
13. Sempane Bener
14. Jamang Murub
15. Tumenggung
16. Pantrem
17. Sinom Worawari
18. Condong Campur
19. Kalamisani
20. Pasopati
21. Jalak Dinding
22. Jalak Sumelang Gandring
23. Jalak Ngucup Madu
24. Jalak Sangu Tumpeng
25. Jalak Ngore
26. Mundarang
27. Yuyu Rumpung
28. Mesem
29. Semar Tinandu
30. Ron Teki
31. Dungkul
32. Kelap Lintah
33. Sujen Anpel
34. Lar Ngatap
35. Mayat Miring
36. Kanda Basuki
37. Putut Kembar
38. Mangkurat
39. Sinom
40. Kala Munyeng
41. Pinarak
42. Tilam Sari
43. Jalak Tilam Sari
44. Wora Wari
45. Marak
46. Damar Murub
47. Jaka Lola Sepang
48. Sepang
49. Cundrik
50. Cengkrong
51. Naga Tapa
52. Jalak Ngoceh
53. Kala Nadah
54. Balebang
55. Pundhak Sategal
56. Kala Dite
57. Pandan Sarawa
58. Jalak Barong atau Jalak Makara
59. Bango Dolok Leres
60. Singa Barong Leres
61. Kikik
62. Mahesa Kantong
63. Maraseba

Dapur Keris Luk 3 :

1. Jangkung Pacar
2. Jangkung Mangkurat
3. Mahesa Nempuh
4. Mahesa Soka
5. Segara Winotan
6. Jangkung
7. Campur Bawur
8. Tebu Sauyun
9. Bango Dolok
10. Lar Monga
11. Pudhak Sategal Luk 3
12. Singa Barong Luk 3
13. Kikik Luk 3
14. Mayat
15. Wuwung
16. Mahesa Nabrang
17. Anggrek Sumelang Gandring

Dapur Keris Luk 5 :

1. Pandawa
2. Pandawa Cinarita
3. Pulang Geni
4. Anoman
5. Kebo Dengen
6. Pandawa Lare
7. Pudhak Sategal Luk 5
8. Urap – Urap
9. Naga Salira
10. Naga Siluman
11. Bakung
12. Rara Siduwa
13. Kikik Luk 5
14. Kebo Dengen
15. Kala Nadah Luk 5
16. Singa Barong Luk 5
17. Pandawa Ulap
18. Sinarasah
19. Pandawa Pudak Sategal

Dapur Keris Luk 7 :

1. Carubuk
2. Sempana Bungkem
3. Balebang Luk 7
4. Murmo Malelo
5. Naga Keras
6. Sempana Panjul
7. Jaran Guyang
8. Singa Barong Luk 7
9. Megantara
10. Carita Kasapta
11. Naga Kikik Luk 7

Dapur Keris Luk 9 :

1. Sempana
2. Kidang Soka
3. Carang Soka
4. Kidang Mas
5. Panji Sekar
6. Jurudeh
7. Paniwen
8. Panimbal
9. Sempana Kalentang
10. Jaruman
11. Sabuk Tampar
12. Singa Barong Luk 9
13. Buto Ijo
14. Carita Kanawa Luk 9
15. Kidang Milar
16. Klika Benda

Dapur Keris Luk 11 :

1. Carita
2. Carita Daleman
3. Carita Keprabon
4. Carita Bungkem
5. Carita Gandu
6. Carita Prasaja
7. Carita Genengan
8. Sabuk Tali
9. Jaka Wuru
10. Balebang Luk 11
11. Sempana Luk 11
12. Santan
13. Singa Barong Luk 11
14. Naga Siluman Luk 11
15. Sabuk Inten
16. Jaka Rumeksa

Dapur Keris Luk 13 :

1. Sengkelat
2. Parung Sari
3. Caluring
4. Johan Mangan Kala
5. Kantar
6. Sepokal
7. Lo Gandu
8. Nagasasra
9. Singa Barong Luk 13
10. Carita Luk 13
11. Naga Siluman Luk 13
12. Mangkunegoro
13. Bima Kurdo Luk 13
14. Kalawelang Luk 13

Dapur Keris Luk 15 :

1. Carang Buntala
2. Sedet
3. Raga Wilah
4. Raga Pasung
5. Mahesa Nabrang
6. Carita Buntala Luk 15

Dapur Keris Luk 17 :

1. Carita Kalentang
2. Sepokal Luk 17
3. Kancingan
4. Ngamper Buta

Dapur Keris Luk 19 :

1. Trimurda
2. Karacan
3. Bima Kurda Luk 19

Dapur Keris Luk 21 :

1. Kala Tinanding
2. Trisirah
3. Drajid

Dapur Keris Luk 25

 1. Bima Kurda Luk 25

Dapur Keris Luk 27

1. Onggo Wirun

Dapur Keris Luk 29

1. Kala Bendu Luk 29

Penamaan Dapur Keris Di Bali :

Dapur Keris Lurus :

1. Ranggasemi  
2. Jaka Wijaya
3. Rangga Perwangsa
4. Demang Drawalika  
5. Parung Carita  
6. Parung Sari

Dapur Keris Luk 3 : Jangkung Maelo
Dapur Keris Luk 5    : Tangan
Dapur Keris Luk 7    : Palang Soka
Dapur Keris Luk 9    : Rang Suting
Dapur Keris Luk 11   : Lawat Nyuk
Dapur Keris Luk 13 : Lawat Buah
Dapur Keris Luk 15 : Jeruji

Macam – Macam Dapur Tombak Menurut Pakem Jawa :

Dapur Tombak Lurus :

1.  Baru  
2. Baru Teropong  
3. Baru Kuping atau Sipat Kelor  

Dapur Tombak Luk 3 :

1. Buta Meler  
2. Pandu  
3. Panggang Lele

Dapur Tombak Luk 5 :

1. Daradasih  
2. Rangga  
3. Panggang Welut  
4. Dora Manggala  
5. Seladang Hasta  
6. Daradasih Menggah

Dapur Tombak Luk 7 :

1. Karacan  
2. Megantara  
3. Lung Gandu

Dapur Tombak Luk 9 :

1. Bandotan

Dapur Tombak Luk 11 :

1. Carita Anoman  
2. Carita Blandongan

Dapur Tombak Luk Khusus :

1. Cacing Kanil (Luk 3, 5, 7)  
2. Banyak Angkrem  
3. Kuntul Ngantuk

Dapur Tombak Kalawaijan :

1. Tunjung Astra  
2. Nagendra  
3. Wulan Tumanggal  
4. Dwisula  
5. Trisula  
6. Catursula  
7. Pancasula  
8. Rosan Dita

Dapur Pedang Menurut Pakem Jawa :

1. Lameng  
2. Bandol
3. Luwuk  
4. Lar Bango  
5. Sada  
6. Tebalung  
7. Suduk Maru  
8. Sokayana  
9. Sabet

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...