Rabu, 03 November 2021

UJIAN SAKIT ITU SEBAGAI ROHMAT


Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Musibah di dunia yang menjadi sebab terhapusnya dosa.

Sebagaimana disebutkan dalam shahihain (Bukhari-Muslim), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.”

Hendaknya orang yang sakit memahami bahwa sakit adalah ujian dan cobaan dari Allah dan perlu benar-benar kita tanamkan dalam keyakinan kita yang sedalam-dalamya bahwa ujian dan cobaan berupa hukuman adalah tanda kasih sayang Allah. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.”

Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang hamba, maka Allah menyegerakan siksaan  baginya di dunia”

Mari renungkan hadits ini, apakah kita tidak ingin Allah menghendaki kebaikan kapada kita? Allah segerakan hukuman kita di dunia dan Allah tidak menghukum kita lagi di akhirat yang tentunya hukuman di akhirat lebih dahsyat dan berlipat-lipat ganda. Dan perlu kita sadari bahwa hukuman yang Allah turunkan merupakan akibat dosa kita sendiri, salah satu bentuk hukuman tersebut adalah Allah menurunkannya berupa penyakit.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi wainna ilaihi raji'un." Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.(Qs al-baqarah 155-157)

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia pasti menimpakan cobaan kepada hamba-hamba-Nya, yakni melatih dan menguji mereka. Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَا أَخْبارَكُمْ

Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui (supaya nyata) orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal kalian. (Muhammad: 31)

Adakalanya Allah Swt. mengujinya dengan kesenangan dan adakalanya mengujinya dengan kesengsaraan berupa rasa takut dan rasa lapar, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

فَأَذاقَهَا اللَّهُ لِباسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ

Karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan. (An-Nahl: 112)
Di dalam surat ini Allah Swt. berfirman:

{بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ}

dengan sedikit ketakutan dan kelaparan. (Al-Baqarah: 155)
Yang dimaksud dengan sesuatu ialah sedikit.
Sedangkan firman-Nya:

{وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ}

dan kekurangan harta. (Al-Baqarah: 155)
Yakni lenyapnya sebagian harta.

{وَالأنْفُسِ}

dan kekurangan jiwa. (Al-Baqarah: 155)
Yaitu dengan meninggalnya teman-teman, kaum kerabat, dan kekasih-kekasih.

{وَالثَّمَرَاتِ}

dan kekurangan buah-buahan. (Al-Baqarah: 155)
Yakni kebun dan lahan pertanian tanamannya tidak menghasilkan buahnya sebagaimana kebiasaannya (menurun produksinya). Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa sebagian pohon kurma sering tidak berbuah; hal ini dan yang semisal dengannya merupakan suatu cobaan yang ditimpakan oleh Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya. Barang siapa yang sabar, maka ia mendapat pahala; dan barang siapa tidak sabar, maka azab-Nya akan menimpanya. Karena itulah, maka di penghujung ayat ini disebutkan:

{وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ}

Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 155)
Salah seorang Mufassirin meriwayatkan bahwa makna yarg dimaksud dengan al-khauf ialah takut kepada Allah, al-ju'u ialah puasa bulan Ramadan, naqsul amwal ialah zakat harta benda, al-anfus ialah berbagai macam sakit, dan samarat ialah anak-anak. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.

Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang yang sabar yang mendapat pahala dari Allah ialah mereka yang disebutkan di dalam firman berikut:

{الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ}

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. (Al-Baqarah: 156)
Yakni mereka menghibur dirinya dengan mengucapkan kalimat tersebut manakala mereka tertimpa musibah, dan mereka yakin bahwa diri mereka adalah milik Allah. Dia memberlakukan terhadap hamba-hamba-Nya menurut apa yang Dia kehendaki. Mereka meyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala di sisi-Nya seberat biji sawi pun kelak di hari kiamat. Maka ucapan ini menanamkan di dalam hati mereka suatu pengakuan yang menyatakan bahwa diri mereka adalah hamba-hamba-Nya dan mereka pasti akan kembali kepada-Nya di hari akhirat nanti. Karena itulah maka Allah Swt. memberita-hukan tentang pahala yang akan diberikan-Nya kepada mereka sebagai imbalan dari hal tersebut melalui firman-Nya:

{أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ}

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157)

Maksudnya, mendapat pujian dari Allah Swt. Sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair, yang dimaksud ialah aman dari siksa Allah.

Firman Allah Swt.:

{وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ}

Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157)

Amirul Muminin Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan bahwa sebaik-baik kedua jenis pahala ialah yang disebutkan di dalam firman-Nya: Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157) Kedua jenis pahala tersebut adalah berkah dan rahmat yang sempurna. Dan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:  Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157) adalah pahala tambahannya, yang ditambahkan kepada salah satu dari kedua sisi timbangan hingga beratnya bertambah. Demikian pula keadaan mereka; mereka diberi pahala yang setimpal berikut tambahannya.

Sehubungan dengan pahala membaca istirja' di saat tertimpa musibah, banyak hadis-hadis yang menerangkannya. Yang dimaksud dengan istirja' ialah ucapan Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kita semua dikembalikan).

Antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan:

حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ -يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُسَامَةَ بْنِ الْهَادِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرو، عَنِ الْمُطَّلِبِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: أَتَانِي أَبُو سَلَمَةَ يَوْمًا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: لَقَدْ سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلًا سُررْتُ بِهِ. قَالَ: "لَا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعُ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أجُرني فِي مُصِيبَتِي واخلُف لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا فُعِل ذَلِكَ بِهِ". قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَحَفِظْتُ ذَلِكَ مِنْهُ، فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ اسْتَرْجَعْتُ وَقُلْتُ: اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخَلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهُ، ثُمَّ رَجَعْتُ إِلَى نَفْسِي. فَقُلْتُ: مِنْ أَيْنَ لِي خَيْرٌ مِنْ أَبِي سَلَمَةَ؟ فَلَمَّا انْقَضَتْ عدَّتي اسْتَأْذَنَ عَلِيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -وَأَنَا أَدْبُغُ إِهَابًا لِي -فَغَسَلْتُ يَدِي مِنَ القَرَظ وَأَذِنْتُ لَهُ، فَوَضَعْتُ لَهُ وِسَادَةَ أَدَمٍ حَشْوُها لِيفٌ، فَقَعَدَ عَلَيْهَا، فَخَطَبَنِي إِلَى نَفْسِي، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ مَقَالَتِهِ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا بِي أَلَّا يَكُونَ بِكَ الرَّغْبَةُ، وَلَكِنِّي امْرَأَةٌ، فِيَّ غَيْرة شَدِيدَةٌ، فَأَخَافَ أَنْ تَرَى مِنِّي شَيْئًا يُعَذِّبُنِي اللَّهُ بِهِ، وَأَنَا امْرَأَةٌ قَدْ دخلتُ فِي السِّنِّ، وَأَنَا ذَاتُ عِيَالٍ، فَقَالَ: "أَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ الْغَيْرَةِ فَسَوْفَ يُذهبها اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ عَنْكِ. وَأَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ السِّن فَقَدْ أَصَابَنِي مثلُ الذِي أَصَابَكِ، وَأَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ الْعِيَالِ فَإِنَّمَا عِيَالُكِ عِيَالِي". قَالَتْ: فَقَدْ سلَّمْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَتَزَوَّجَهَا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقالت أُمُّ سَلَمَةَ بَعْدُ: أَبْدَلَنِي اللَّهُ بِأَبِي سَلَمَةَ خَيْرًا مِنْهُ، رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Lais (yakni Ibnu Sa'd), dari Yazid ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Usamah ibnul Had, dari Amr ibnu Abu Amr, dari Al-Muttalib, dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa pada suatu hari Abu Salamah datang kepadanya sepulang dari Rasulullah Saw. Lalu Abu Salamah berkata, "Aku telah mendengar langsung dari Rasulullah Saw. suatu ucapan yang membuat hatiku gembira karenanya." Beliau Saw. telah bersabda:  Tidak sekali-kali seorang muslim tertimpa suatu musibah, lalu ia membaca istirja' ketika musibah menimpanya, kemudian mengucapkan, "Ya Allah, berilah daku pahala dalam musibahku ini, dan gantikanlah buatku yang lebih baik daripadanya," melainkan diberlakukan kepadanya apa yang dimintanya itu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, "Maka aku hafal doa tersebut darinya. Ketika Abu Salamah meninggal dunia, maka aku ber-istirja'' dan kuucapkan pula, 'Ya Allah, berilah daku pahala dalam musibahku ini, dan berilah daku ganti yang lebih baik daripada dia.' Kemudian aku berkata kepada diriku sendiri, 'Dari manakah aku mendapatkan suami yang lebih baik daripada Abu Salamah?' Tatkala masa idahku habis, Rasulullah Saw. meminta izin untuk menemuiku; ketika itu aku sedang menyamak selembar kulit milikku. Maka aku mencuci kedua tanganku dari cairan qaraz (bahan penyamak), dan aku izinkan beliau Saw. masuk, lalu aku letakkan sebuah bantal kulit yang berisikan sabut, kemudian Rasulullah Saw. duduk di atasnya dan mulailah beliau Saw. melamarku. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari ucapannya, aku berkata, 'Wahai Rasulullah, aku tidak menyangka kalau engkau mempunyai hasrat kepada diriku, sedangkan diriku ini adalah seorang wanita yang sangat pencemburu, maka aku merasa khawatir bila kelak engkau akan melihat dari diriku sesuatu hal yang menyebabkan Allah akan mengazabku karenanya. Aku juga seorang wanita yang sudah berumur serta mempunyai banyak tanggungan anak-anak.' Maka Rasulullah Saw. bersabda,'Adapun mengenai cemburu yang kamu sebutkan, mudah-mudahan Allah Swt. akan melenyapkannya dari dirimu. Dan mengenai usia yang telah kamu sebutkan, sesungguhnya aku pun mengalami hal yang sama seperti yang kamu alami (berusia lanjut). Dan mengenai anak-anak yang kamu sebutkan tadi, sesungguhnya anak-anak tanggunganmu itu nanti akan menjadi tanggunganku pula'." Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, "Maka aku memasrahkan diriku kepada Rasulullah Saw." Kemudian Rasulullah Saw. mengawininya. Sesudah itu Ummu Salamah mengatakan, "Allah Swt. telah menggantikan Abu Salamah dengan orang yang lebih baik daripada dirinya, yaitu Rasulullah Saw."
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Ummu Salamah. Ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

"مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} اللَّهُمَّ أجُرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها، إلا آجَرَهُ اللَّهُ مِنْ مُصِيبَتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا" قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفي أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ: رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Tidak sekali-kali seorang hamba tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan, "Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami hanya kepada-Nyalah dikembalikan). Ya Allah, berilah daku pahala dalam musibahku ini, dan gantikanlah kepadaku yang lebih baik daripadanya," melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya itu dan menggantikan kepadanya apa yang lebih baik daripadanya.  Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, "Ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku mengucapkan doa seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. itu. Maka Allah memberikan gantinya kepadaku dengan yang lebih baik daripada Abu Salamah, yaitu Rasulullah Saw. sendiri."

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، وعَبَّاد بْنُ عَبَّادٍ قَالَا حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ أَبِي هِشَامٍ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ أُمِّهِ، عَنْ فَاطِمَةَ ابْنَةِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِيهَا الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ مُسْلِمٍ وَلَا مُسَلَمَةَ يُصَابُ بِمُصِيبَةٍ فَيَذْكُرُهَا وَإِنْ طَالَ عَهْدُهَا -وَقَالَ عَبَّادٌ: قَدُمَ عَهْدُهَا -فَيُحْدِثُ لِذَلِكَ اسْتِرْجَاعًا، إِلَّا جَدَّدَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ ذَلِكَ فَأَعْطَاهُ مِثْلَ أَجْرِهَا يَوْمَ أُصِيبَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid dan Abbad ibnu Abbad. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Abu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ziad, dari ibunya, dari Fatimah bintil Husain, dari ayahnya Al-Husain ibnu Ali, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang lelaki atau perempuan muslim tertimpa suatu musibah, lalu ia mengingatnya, sekalipun waktunya telah berlalu —Abbad mengatakan, "Sekalipun waktunya telah silam"—, kemudian ingatannya itu menggerakkannya untuk membaca istirja', melainkan Allah memperbarui untuknya saat itu dan memberikan kepadanya pahala yang semisal dengan pahala ketika di hari ia tertimpa musibah.
Hadis yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah di dalam kitab sunannya, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki', dari Hisyam ibnu Ziad, dari ibunya, dari Fatimah bintil Husain, dari ayah-nya. Ismail ibnu Ulayyah dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan pula hadis yang sama, dari Hisyam ibnu Ziad, dari ibunya, dari Fatimah, dari ayahnya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ السَّالَحِينِيُّ، أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي سِنَانٍ قَالَ: دفنتُ ابْنًا لِي، فَإِنِّي لَفِي الْقَبْرِ إِذْ أَخَذَ بِيَدِي أَبُو طَلْحَةَ -يَعْنِي الْخَوْلَانِيُّ -فَأَخْرَجَنِي، وَقَالَ لِي: أَلَا أُبَشِّرُكَ؟ قُلْتُ: بَلَى. قَالَ: حَدَّثَنِي الضَّحَّاكُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عرْزَب، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ :يَا مَلَكَ الْمَوْتِ، قبضتَ وَلَدَ عَبْدِي؟ قَبَضْتَ قُرَّة عَيْنِهِ وَثَمَرَةَ فُؤَادِهِ؟ قَالَ نَعَمْ. قَالَ: فَمَا قَالَ؟ قَالَ: حَمِدَك وَاسْتَرْجَعَ، قَالَ: ابْنُو لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ، وسمُّوه بيتَ الْحَمْدِ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq As-Sailahini, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Samalah, dari Abu Sinan yang menceritakan, "Aku baru menguburkan salah seorang anakku yang meninggal dunia. Ketika aku masih berada di pekuburan, tiba-tiba tanganku dipegang oleh Abu Talhah Al-Aulani, lalu ia mengeluarkan aku dari pekuburan itu dan berkata kepadaku, 'Maukah engkau aku sampaikan berita gembira kepadamu?' Aku menjawab, 'Tentu saja mau'." Abu Talhah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Ad-Dahhak ibnu Abdur Rahman ibnu Auzab, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah berfirman, "Hai malaikat maut, engkau telah mencabut anak hamba-Ku, engkau telah mencabut nyawa penyejuk mata dan buah hatinya!" Malaikat maut menjawab, "Ya." Allah Swt. bertanya, "Lalu apa yang dikatakannya?" Malaikat maut menjawab, "Dia memuji dan ber-istirja' kepada-Mu." Allah Swt. berfirman, "Bangunkanlah buatnya sebuah gedung di dalam surga dan namailah gedung itu dengan sebutan Baitul Hamdi(rumah pujian)."

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Ali ibnu Ishaq, dari Abdullah ibnul Mubarak, lalu ia mengetengahkannya. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul Mubarrak. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan garib. Nama asli Abu Sinan ialah Isa ibnu Sinan.

KISAH PERJUANGAN MBAH KYAI DJAUHARI ZAWAWI KENCONG


K.H. Djauhari Zawawi (1911 – 20 Juli 1994 /11 Safar 1415); dimakamkan di Kencong,Jember) adalah pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Assunniyyah, salah satu pesantren salaf terbesar di wilayah kabupaten Jember.

K.H. DJauhari Zawawi adalah cucu Raden Yusuf Mangkudirjo, yang masih keturunan Sunan Kalijaga. Mbah putrinya, Nyai Saroh binti Muhsin adalah cucu Mbah Saman bin Sriman dari Klampis, Madura, mantan prajurit Goa Selarong, pasukan inti Pangeran Diponegoro yang kemudian memilih berjuang di bidang pendidikan dan merintis berdirinya Pondok Pesantren Sarang, Rembang Jawa Tengah. Sementara ibu Beliau Nyai Umamah bin Kyai Nur Khotib adalah keturunan ke-9 Sayyid Abdurrahman Basyaiban alias Mbah Sambu (Pangeran Sambutbakdo) Lasem Rembang.

KH Djauhari Zawawi belajar dasar-dasar agama dari ayahnya, KH. Zawawi di Waru, Sidorejo, Sedan, Rembang.  Di halaman rumah dia dilahirkan, sampai sekarang masih berdiri kokoh madrasah  diniyah bernama Madrasah Tuhfatusshibyan yang dirintis Abahnya bersama Sayyid Hamzah Syatho, cucu keponakan dari Sayyid Bakri Syatho, pengarang kitab I'anah al-Thalibin. Ketika Alfiyah sudah dihafalkan pada usia 11 tahun, Beliau mengatakan bahwa ini bukan hal yang luar biasa.

Pencarian KH. DJauhari terhadap ilmu tidak hanya cukup di desanya saja, Beliau melanjutkan mondok kepada KH. Abd. Syakur, Suwedang, Jatirogo abah KH. Abul Fadlol, Senori,Tuban. Di sana Beliau nyambi ngaji nduduk pada KH. Ma'ruf Jatirogo. Setelah itu Beliau tinggal di Kajen Pati mengaji kepada kyai-kyai dzurriyah Mbah Mutamakkin, seperti KH. Mahfudh (Abah KH. Sahal Mahfudh), KH. Nawawi dan lain sebagainya.

Kurang lebih dua tahun di Kajen, Beliau pindah ke Sarang, ngaji kepada KH. Umar, KH. Syu'aib, KH. Imam, dan KH. Zubair. Lalu tabarrukan di Termas di pesantren KH. Dimyati (adik Syaikh Mahfudh At-Turmusi).

Puas menjelajah pesantren-pesantren di Pantura, KH. DJauhari melanjutkan pencariannya ke Tebu Ireng Jombang, berguru kepada Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari. Setelah beberapa lama di Tebu Ireng, pindah ke Probolinggo, mendirikan madrasah dibantu oleh K. Nawawi, Pajarakan, hingga berkembang pesat. Setelah kurang lebih dua tahun berada di sana, KH. DJauhari memanggil adiknya KH. Atho'illah, meneruskan perjuangannya di Probolinggo, sementara Beliau melanjutkan pengelanaan ke Tanah Suci. Di Tanah Suci yang saat itu berkecamuk perang Wahhabi, KH. Djauhari berguru kepada ulama-ulama Mekah saat itu, seperti Syaikh Masduqi, Syeikh Hamdan, Syeikh Amin Kutby dan lain-lain.

Di Kencong sebagai tempat iqamah permanen, KH. Jauhari memulai nasyrul ilmi dengan membantu mengajar di Langgar Waqaf Ky. Sholihi, disamping membuka pengajian sendiri di ndalem. Inilah cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Assunniyyah.

Tahun 1946, tentara gabungan Belanda dari Probolinggo, Banyuwangi, Jember, Situbondo dan Bondowoso dengan persenjataan lengkap mengadakan serangan umum dari berbagai penjuru, menumpas para gerilyawan Kencong. Basis pertahanan tentara Hizbullah di Cakru dibumi hanguskan, memaksa rakyat dan para gerilyawan menyingkir ke daerah rawa-rawa, walau harus menempuh risiko serangan binatang buas. Akibat serangan ini, seluruh perlawanan rakyat lumpuh. KH. Jauhari yang termasuk target utama buronan Belanda harus berpindah-pindah tempat.

Satu tahun setelah NU didirikan, di Kencong sudah berjalan pengajian-pengajian NU yang dimotori oleh Ky. Zein. Setelah beberapa tahun NU Kencong berstatus ranting, melalui perjuangan dan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal, 16 Rajab 1356 H./21 September 1937 M. Cabang NU Kencong berdiri, membawahi seluruh wilayah kawedanan Puger, melalui keputusan Hoofd Bertuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) yang berkedudukan di Surabaya.

Dalam konperensi Cabang NU Kencong tahun 1950 yang diselenggarakan di Pesantren KH. Abdullah Yaqin, Mlokorejo, KH. Djauhari terpilih menjadi Rais Syuriah PCNU Kencong pertama kali setelah Indonesia Merdeka secara de facto dan de Jure, menggantikan KH. Abd. Kholiq. Inilah salah satu kiprah KH. Djauhari dalam organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini.

Loyalias KH. Jauhari terhadap NU beserta jajaran pengurus atasannya tidak diragukan sama sekali. Beliau aktif dalam kegiatan-kegitan NU. Namun, karakter beliau yang mutasyaddid (keras) menyatakan keluar dari NU, setelah Muktamar Nasional NU di PP. Salafiyah Syafi'iyyah Situbondo, yang kala itu diasuh KH. As'ad Syamsul Arifin, menetapkan Pancasila sebagai asas NU. Argumentasi KH. Ahmad Shidiq yang ahli diplomasi, tidak mampu meluluhkan hati beliau.

Saling Memaafkan Salahsatu Ajaran Beliau.

KH.Abdul Kholiq yang sudah udzur karena kesepuhannya datang ke ndalem KH.Djauhari dengan mengendarai becak. Beliau rupanya hanya ingin bertemu dan bermaaf-maafan dengan KH.Djauhari yang sama-sama sudah sepuh. KH.Abdul Kholiq turun dari becak dan berjongkok (Jawa: ndodok) didepan ndalem. Begitu KH.Djauhari diberi tahu bahwa ada KH.Kholiq di halaman ndalem langsung bergegas keluar. Beliau langsung mempersilahkan KH.Abdul KHoliq agar masuk kedalam. “Monggo mlebet Kiai… kulo mboten purun sepuro-sepuroan yen panjenengan mboten kerso mlebet (Silahkan masuk kiai saya tidak mau bermaaf-maafan kalau tuan masih belum mau masuk)” KH.Abdul Kholiq akhirnya masuk kedalam dan berangkul –rangkulan dengan KH.Djauhari untuk saling maaf memaafkan. Yang lalu biarlah berlalu. Kini kita sama-sama sudah sepuh dan sudah dekat panggilan Tuhan. Kita harus siap-siap mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan kita masing-masing dihadapan-Nya. Kira – kira begitulah isi hati kedua beliau ketika dalam rangkulan permaafan. Sementara Ibu Nyai Sa’dah Djauhari melihat dari belakang dengan pandangan yang sangat terharu.

KH.Abdul Kholiq yang pernah memegang pengurus NU Kencong masih peripean misanan (sepupu ipar) dengan KH.Djauhari. Garwo sepuh KH.Djauhari (Bu Zuhriyah) adalah sepupu garwo KH.Abdul Kholiq. Kedua tokoh yang terkadang ada selisih pendapat ini wafat berurutan. + 40 hari dari wafat KH.Djauhari, KH.Abdul Kholiq menyusul.

Demikian pula halnya dengan KH.Abdul Hayyi. Tokoh ini paling akrab dengan KH.Djauhari ketika sama-sama semangat memimpin NU Cabang Kencong. Bahkan KH.Abdul Hayyi sudah akrab mulai zaman perlawanan terhadap kolonial dahulu. KH.Abdul Hayyi yang juga santri tebuireng inilah yang dulu bersama P.Thowi (H. Nawawi) mengajak kembali KH.Djauhari agar pulang ke Kencong untuk diajak berjuang bersama-sama , ketika itu beliau sudah mulai kerasan menetap dan berjuang di Menampu.

Ibu Nyai Sa’dah Djauhari mempersilahkan KH.Abdul Hayyi agar langsung saja masuk ke ruangan dalam dimana KH.Djauhari sudah berbaring letih karena sakit. KH.Djauhari mempersilahkan KH.Abdul Hayyi agar duduk mendekat disisi beliau dipinggir ranjang. Tidak ada sepatah kata yang mampu keluar dari mulut kedua tokoh idola masyarakat NU Cabang Kencong ini. Rupanya ketika berdekatan satu ranjang itu, kedua tokoh lagi menghayal kembali masa-masa lampau yang penuh suka duka bersama. Sampai pada akhirnya ada perbedaan yang sedikit tajam dalam menanggapi Asas Tunggal BPR. Tapi kini sudah sama-sama sepuh. Sudah dekat dengan panggilan Yang Maha Kuasa. Tidak ada harapan kecuali semoga di akhirat nanti disatukan kembali dalam sorga-Nya. Amin…!. KH.AbdulHayyi lama duduk disamping KH.Djauhari sambil sesenggukan menangis. Sekali-sekali beliau mengusap air matanya. Ibu Nyai mempersilahkan KH.Abdul Hayyi meminum minumannya. Tapi KH.Abdul Hayyi tidak beranjak dari duduknya. “Biarlah Mas Hayyi selalu disampingku. Tinggal kali ini kok” demikian KH.Djauhari bilang kepada Ibu Nyai. Setelah lama KH.Abdul Hayyi berpamitan dengan rasa berat hati. Sampai dihalaman ndalem KH.Djauhari, KH.Abdul Hayyi masih saja menangis. Itulah pertemuan terakhir dari kedua beliau di dunia ini. Setelah 63 hari dari wafat KH.Djauhari. KH.Abdul Hayyi ikut menyusulnya.

Kencong dalam 63 hari ditinggal tokoh-tokohnya secara beruntun:

1.       KH.Djauhari,
2.       KH.Abdul Kholiq
3.       KH.Abdul Hayyi.

Rabu Kliwon, 11 Shafar 1415 H yang bertepatan dengan 20 Juli 1994, jam 05.10 Istiwa' menjelang maghrib, KH. Jauhari Zawawi menghadap Sang Kekasih yang beliau rindukan. Keesokan harinya ribuan pelayat menyaksikan kepergian beliau menuju taman-taman surga. Al-Maghfurlah meninggalkan empat orang putra dan seorang isteri serta Pondok Pesantren Assunniyyah, di tengah putaran arus zaman yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam. Allahumma la taftinna ba'dahu waghfir lana wa lahu. Amin.

سمة صدق العبد فى طاعته * كرامة تظهر بعد موته
فالاولياء الصا لحون عامة * تظهر بعد موتهم كرمة

“pertanda kesungguhan seorang hamba dalam ketaatannya adalah kekeramatan yang nampak setelah wafatnya. Maka para kekasih ( Allah ) yang sholeh-sholeh semuanya. Tampaklah setelah wafat mereka kekeramatan”

KISAH KEKERAMATAN MBAH KYAI IDRIS PLUMBON SELOPAMPANG


Suatu ketika Mbah Mangli muda menghadap sowan ke rumah Mbah Idris Plumbon. Sowan mengadap Kyai sepuh memang membawa aura tersendiri, beda tipis dengan pisowanan agung kepada Sang Ratu penguasa kedaton. Melihat Mbah Mangli datang kerumah, sontak Mbah Idris menyambut kedatangan beliau. "Monggo Kyaine Mangli, pinarak monggo mlebu mrene...!", perintah Mbah Idris menerima pisowanan Mbah Mangli muda. "Injih Mbah", jawaban Mbah Mangli muda atas sambutan tuan rumah. "Brengos dingu koyo majusi...!” kata Mbah Idris di depan Mbah Mangli muda. “Wonten pemes Mbah?” jawab Mbah Mangli muda. Tanpa menunda waktu, Mbah Mangli muda langsung menggunduli kumisnya. “Alhamdulillah bagos-bagos...” celetuk Mbah Idris melihat Mbah Mangli muda mencukur kumisnya

Itulah sekelumit cerita tentang kharisma Mbah Idris yang masyhur di masyarakat Selopampang dan sekitarnya. Cerita di atas juga sebagai contoh ketakdhiman Mbah Mangli muda kepada Kyai yang lebih tua dari beliau. Sesuai falsafah kita, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda.

Tempat Tinggal Mbah Idris

Bertempat di sebuah desa kecil yang berdampingan dengan sungai progo, perbatasan Temanggung-Windusari Magelang, tepatnya Temanggung pojok selatan. Terdapat sebuah desa dengan nama Desa Plumbon. Desa tersebut merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Selopampang. Tepat berdampingan di ‘emperan’ selatan masjid Miftachul Huda Plumbon terdapat sebuah makam satu komplek dengan makam muslim desa Plumbon, di dalam makam tersebut terdapat jenazah Kyai Sepuh winasis satu kurun dengan Simbah Raden Alwi. Orang memanggil beliau dengan sebutan Mbah Idris Plumbon. Masjid Miftachul Huda Plumbon tersebut tepat berada di Garis Lintang -7.3824002 dan Garis Bujur 110.2123826. Masjid tersebut didirikan tahun 1951 dan di rehabilitasi ulang tahun 1997. Dan merupakan tanah wakaf dari Mbah Idris berikut komplek pelataran dan makam di samping masjid.

Jalur Nasab Mbah Idris

Mbah Idris Plumbon bernama panjang KH.Muhammad Idris bin KH.Hasan Wira'i. Ibu beliau bernama Ibu Pairah. Simbah KH.Hasan Wira’i adalah sosok seorang Kyai yang berasal dari Ndungus Sukorejo dan nyantri di jawa timur kemudian di sana di angkat sebagai menantu seorang Demang. Karena suatu hal, KH.Hasan Wira’i berpindah tempat ke Plumbon. Ketika bermukim di Plumbon beliau menikah dengan Simbah Pairah dan dikaruniai 2 keturunan bernama Ahmad Joyo Puspito dan Muhammad Idris. Ketika itu Mbah Pairah merupakan seorang janda yang sudah memiliki putra dengan nama Bapak Muradi yang akhirnya melahirkan seorang Kyai dengan nama Kyai Abdul Rosyid pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Plumbon saat ini.

Mbah Nyai Hj.Muntikanah (menantu) bercerita sambil peninggalan Mbah Idris berupa jubah, sarung, peci puluk dan serban yang pernah dipakai oleh Mbah Idris serta kitab kuning peninggalan Mbah Idris, bahwa :”Kitab – kitab niku tilaran saking Pangeran Trenggono Kusumo , keranten Mbah Idris niku tesih keturunan Pangeran Trenggono”, tutur Mbah Nyai.

Pernah suatu ketika Mbah Idris ziaroh ke Makam Pangeran Trenggono Kusumo di Muneng Candiroto, kebetulan makam di kunci dan Mbah Idris berujar :”Nek aku pancen keturunan Mbah Trenggono Kusumo mesthi wae kunci iki arep bukak dewe”. Setelah itu peristiwa ajaib muncul, tiba-tiba kunci makam tersebut membuka dengan sendirinya, sampai-sampai sang juru kunci marah-marah, dan akhirnya juru kunci tersebut meminta maaf kepada Mbah Idris.

Menurut Bapak Abdurrohman—cucu Mbah Idris dari Bp.KH.Djufri—Mbah Idris lahir pada Tahun 1870 Masehi. Beliau semasa dengan simbah Raden Alwi Tonoboyo Bandongan Magelang. Istri beliau yang ke-9 Hj. Siti Aminah berasal dari Kuwaraan Pirikan Secang, beliau merupakan adik dari KH.Sirodj Payaman yang masyhur dengan nama Simbah Romo Agung Payaman. Mbah Idris berkesempatan naik haji pada tahun 1921.

Bila kita amati dari petikan perbincangan Mbah Idris dengan Mbah Mangli muda tadi, bisa kita amati bahwa Mbah Idris lebih tua dari pada Mbah Mangli (KH.Hasan Asy'ari,Mangli Ngablak Magelang). Itu artinya beliau juga di atas lebih tua ketimbang Simbah Kyai Mandhur dan Simbah Kyai Chudlori Tegal Rejo Magelang, terbukti Mbah Idris sering menyuruh Mbah Mandhur atau Mbah Chudlori untuk mempimpin do'a bila berlangsung sebuah acara. “Dongani Kyaine Mandhur ! utowo Kyaine Chudlori ! sik luwi enom”, demikian kenang Nyai Hj.Muntikanah dalam ceritannya. Mbah Mandhur atau Mbah Chudlori sering sowan kepada Mbah Idris kala itu. Selain Mbah Mandhur dan Mbah Chudlori, Simbah Kyai Mangli juga sempat nyantri kepada Mbah Idris, meskipun sebatas ngaji tabarukan ataupun menyambung nasab kepada muallif kitab. Mbah Mangli ngaji dengan cara membuka kitab bagian awal, kemudian dilanjutkan membuka bagian akhir kitab begitu seterusnya. Demikian penuturan Simbah Nyai Hj.Muntikanah—menantu Mbah Idris. Bapak Abdurohman juga menuturkan bahwa Mbah Idris merupakan salah satu wali kutub pada zamannya.

Guru Mbah Idris

Pada usia muda, beliau hampir mengabiskan waktu mudanya untuk menuntut ilmu kepada Simbah KH.Makshum Punduh Salaman. Tak tanggung-tanggung, Mbah Idris muda menuntut ilmu kepada Simbah Makshum Punduh selama 21 tahun. Hingga akhirnya menikah dengan Ibu Nyai Siti Aminah salah satu Neng dari Kuwaraan Pirikan Secang Magelang kala itu. Pernikahan itu merupakan yang ke-9 kalinya. Dari hasil pernikahan itu dikaruniai 7 keturunan yakni Muslimah, Aminah, Abdul ghoni, Muhammad Rum, Asmuni, Komariyah dan Djufri.

Kedermawanan Mbah Idris

Beliau sosok yang sangat dermawan, ketika itu pernah memberikan sawah (3 kesuk red.jawa) kepada salah satu penduduk yang sering membantu beliau di sawah.

Pada zaman belanda rumah beliau pernah dijadikan sebagai camp markas para pejuang kemerdekaan. Menantu beliau bercerita bahwa ketika itu ada seseorang yang mau minta makan kepada Mbah Idris :”Mbah ajeng nyuwun maem’me”, kemudian Mbah Idris menjawab :”Raono panganane wis tak wehke tentara” jawab Mbah Idris kepada peminta tersebut. Setelah itu peminta tersebut lari hendak melaporkan infomasi tersebut kepada Belanda dan akhirnya dikejar mati di tembak oleh tentara, ternyata dia adalah telik sandi belanda. Dalam hal besedekah beliau tak tanggung-tanggung akan tetapi beliau sangat anti bila mentasyarufkan hartanya kepada hal yang tak ada manfaatnya, apalagi berfoya-foya.

Dalam membina 30 santrinya, beliau menanggung seluruh kebutuhan santri setiap harinya baik makan ataupun pakaian. Semua santri pun demikian, semuanya senantiasa membantu segala kerepotan Mbah Idris, khususnya dalam mengolah sawah olahan beliau. Bahkan beliau sering membagi-bagikan mukena kepada masyarakat.

Karomah Mbah Idris

Ketika itu beliau juga memiliki Kuda dengan nama Kuda Sukro, sebagai kendaraan dalam mengantar perjuangan beliau. Menurut penuturan salah satu santri beliau, Mbah Idris juga memiliki kemampuan untuk berjalan cepat, atau sering dikenal dengan Ilmu Lempit Bumi. Ketika itu sang santri menemani Mbah Idris untuk berdakwah di desa Butuh Selopampang, berangkat dari Plumbon hampir maghrib dan sampai di Butuh masih maghrib, padahal jarak Plumbon—Butuh berkisar 10 KM dengan medan yang terjal. Pernah pula, Mbah Idris berjalan dari Wonoroto Windusari pulang menuju Plumbon bersama santrinya menempuh perjalanan satu puntung rokok pun tidak habis. Selain itu Mbah Idris juga akan tahu kesalahan seseorang dalam membaca dalam Al Qur’an, padahal itu dalam usia yang cukup senja, ketika mendengar kesalahan tersebut Mbah Idris langsung menghardir si pembaca Qur’an tersebut.

Beliau juga terkenal sebagai pengamal ‘Dawamul Wudlu’ atau melanggengkan dalam keadaan suci dari hadas.

Ke-winasisan Mbah Idris juga menetes kepada salah satu salah satu putra beliau,  yakni KH.Djufri. ketika di mintai pendapat keponakannya, yang ketika hijrah untuk bekerja di Jakarta. Keponakannya bermimpi bahwa, Ia sering diikuti babi hutan, Ia menanyakan tafsiran mimpi tersebut kepada KH.Djufri walhasil KH.Djufri memberikan tafsiran bahwa dalam Ia mencari nafkah di Jakarta, kebanyakan mendekati perkara yang di haramkan. Kemudian Beliau menyarankan untuk pulang dan menempuh pendidikan nyantri di Pondok Pesantren I’anatut Mujtahidin Blembeng Magelang di bawah asuhan Simbah KH.Mukhlasin—santri dari Simbah Chudlori Tegal Rejo. Suatu waktu beliau juga sempat berujar kepada keponakannya, bahwa suatu ketika kamu akan mendirkan pondok pesantren di tempat itu. Tunjuk KH.Djurfi kepada keponakannya tersebut, dan kini terbukti keponakan beliau yang bernama Abdul Rosyid telah mendirikan Pondok Pesantren Salafiyah Plumbon di tempat yang Beliau tunjuk tersebut sebagai penerus perjuangan Simbah Idris Plumbon. Kini dalam melanjutkan perjuangan Mbah Idris dan KH.Djufri itu, Kyai Abdul Rasyid melanjutkan Pengajian Kemisan yang merupakan wiridan Mbah Idris ketika itu.

Pada tahun 1960 beliau mendirikan pengajian di desa Ngemplak Petung Windusari bersama Pak Bakin, ditengah perbincangan dengan Mbah Bakin—tokoh Ngempak—beliau pernah berkata bahwa yang menjadi Presiden setelah Pak Karno adalah Soeharto, ”Kin, saiki dewe wis duwe presiden anyar jenenge Soekarno, sak lebare Soekarno sesuk jenenge Soeharto”, kata Mbah Idris kepada Pak Bakin. Dan hingga kini pengajian selapanan itu masih dilestarikan oleh cucu beliau. Tiap tanggal 8 Syawal di adakan Pengajian Syawalan dan Haul Simbah Demang Surwo Purwoto.

Menurut penuturan simbah Son Haji Sumber Ketandan (Alm) : beliau menuturkan bahwa di alam barzah Mbah Idris terlihat duduk nyaman dan berlapiskan Karpet Hijau tebal yang tebalnya tidak dapat di ukur dengan jemari tangan (berkisar 15-san cm) ini menjadi salah satu pertanda kemuliaan beliau.

Di tengah-tengah perjalanannya beliau sering mengamalkan bacaan Hauqolah (bacaan Lahaula Wala Quwwata Illa Billahil ‘aliyyil ‘adzim) dan Hizib Autad 7 kali setelah sholat maktubah, serta tak pernah putus dalam bertahajud.

Mbah Idris di Rindukan Sang Kholik

Malam kamis legi Pukul 19.30 17 April 1976 bertepatan 29 Robi’ul Akhir  malam, rupanya Sang Kholik telah merindukan kehadiran Mbah Idris, beliau menghadap Sang Kholiq pada usia 106 tahun. Usia yang di habiskan untuk mengabdikan diri kepada agama dan masyarakat. Dalam sambutannya kewafatan Mbah Idris, Mbah Raden Alwi—Randucanan Bandongan Magelang—menuturkan bahwa :”Niki sing ajeng ngantos benjing putro ragil nak Djufri”. Terbukti kurun waktu setelahnya KH.Djufri-lah yang melanjutkan pesantren Mbah Idris.

Itulah Sedikit Sejarah Mbah Idris Plumbon Selopampang Temanggung. Semoga Bermanfaat

LEGENDA PATIH JIWONEGORO


Masa Kerajaan Pajang Pada masa Kekuasaan Kerajaan Pajang yang berada di bawah tampuk kepemimpinan Sultan Hadiwijaya, muncul istilah “Pemalang Komplang”. Pada saat itu jabatan Adipati di Pemalang dipegang oleh putra dari Ki Gede Sambung Yudo yang bernama Adipati Anom Windu Galbo dan patih bernama Ki Gede Murti. Setelah Ki Gede Murti wafat, maka jabatan patih digantikan oleh putranya yang bernama Patih Jiwo Negoro. Kekosongan kekuasaan terjadi pada saat Adipati Anom Windu Galbo mangkat. Kekosongan Kadipaten Pemalang pada abad ke XVI sementara jabatan Adipati dirangkap oleh Patih Jiwo Negoro.

Sultan Hadiwijaya menerima laporan dari Kadipaten Pemalang bahwa Pemalang tidak ada penguasanga, atau istilah orang Pemalang adalah “Pemalang Komplang”. Oleh karena itu Sultan Hadiwijaya segera memerintahkan putranya yang bernama Pangeran Benowo untuk menjabat di kabupaten Pemalang. Keberadaan Kadipaten Pemalang dipandang Sultan Hadiwijaya merupakan daerah yang gawat. Pemalang, konon ceritanya sebagai “Kutha Pemalang” atau penghalang semua orang yang akan berbuat jahat. Maka Sultan Hadiwijaya memberikan syarat kepada Pangeran Benowo bahwa sebelum menjabat sebagai Adipati di Kadipaten Pemalang, Pangeran Benowo harus pergi ke Banten untuk menemui Sultan Banten yang bernama Panembahan Yusuf untuk meminta ‘Keris Kyai Tapak’. keris tersebut dipercaya akan menimbulkan sifat kendel atau berani menghadapi segala situasi. Selain itu Pangeran Benowo dibekali Pusaka Keris Kyai Setan Kober yang merupakan pusaka rampasan dari Jipang atau Arya Penangsang. Guna melegitimasi kekuasaannya di Kadipaten Pemalang, Pangeran Benowo di bekali Serat Kekancing menjabat di Kadipaten pemalang dan Surat ke Panembahan Yusuf agar meminjamkan Keris yang dahulu dibawa Fatahillah dari Kerajaan Demak.

Kedatangan Pangeran Benowo di Kadipaten Pemalang disambut dengan gembira. Layang Kekancing dari Sultan Hadiwijaya langsung diumumkan oleh Patih Jiwo Negoro ke seluruh Punggawa Praja dan segenap lapisan masyarakat. Jumenengan atau pengesahan atas dasar Layang Kekancing dari Sultan Hadiwijaya tersebut menyebutkan bahwa Pangeran Benowo putra Pajang diangkat sebagai penguasa Kadipaten Pemalang yang membawahi Pemalang, Tegal dan Brebes pada hari Jumat Pon, 24 Januari 1575 Masehi atau 2 Syawal 1496 (Je) atau tahun 982 Hijriyah. Jumenengan dilakukan pada bulan Syawal dengan maksud pada saat serah terima jabatan dari Patih Jiwo Negoro ke Pangeran Benowo sekaligus bisa diadakan silaturahmi atau halal bihalal antara penguasa kadipaten dan bawahannya. hari itu bertepatan dengan musim hujan, pertanda wilayah Pemalang subur makmur loh jinawi, gemah ripah karto toto raharjo.

Legenda Patih Sampun

Dalam kepemimpinannya di Kadipaten Pemalang, Sang Adipati Benowo mengadakan pertemuan dengan para Punggawa Kadipaten untuk membahas masalah pembangunan di Pemalang.untuk mempermudah hubungan dengan daerah-daerah di Pemalang kala itu, Adipati Pangeran Benowo memerintahkan kepada Patih Djiwonegoro untuk membangun dua jembatan di sungai banger dan di sungai Srengseng di Kebondalem.pada saat diberi mandat tugas tersebut,dengan spontan Patih Djiwonegoro menjawab "sampun dados (sudah jadi),kanjeng Adipati".

Mendengar jawaban Patih Djiwonegoro,sang Adipati Pangeran Benowo tercengang dibuatnya.untuk membuktikan kebenaran ucapan Djiwonegoro,pada pagi harinya Pangeran Benowo meninjau lokasi dua jembatan tersebut,dan ternyata apa yang di ucapkan Djiwonegoro benar adanya,di dua sungai tersebut telah terbentang jembatan yang di kehendaki Adipati.maka semakin yakinlah Pangeran Benowo kepada bhakti dan kesetiaan patih Djiwonegoro,putra asli pemalang yang masyhur kesaktiannya.

Pada hari berikutnya,sang Adipati Benowo memerintahkan lagi kepada patih Djiwonegoro untuk membangun lagi dua jembatan di sungai Rambut di Bojongkelor dan sungai Plawangan. Namun lagi-lagi dijawab "sampun dados,kanjeng Adipati" oleh Djiwonegoro.namun kali ini Adipati Benowo tak perlu lagi mengecek kebenaran jawaban yang di berikan oleh patihnya,dikarenakan sang Adipati sudah mempercayainya.

Bahkan bulan-bulan berikutnya adipati Pangeran Benowo memerintahkan lagi untuk membangun beberapa jembatan berturut-turut,jembatan-jembatan tersebut antara lain sebagai berikut:

- Jembatan Gianti,terdapat didepan polres lama,Sirandu.
- Jembatan di kali Waluh,Kedungbanjar.
- Jembatan di sungai Comal,kali Comal.
- Jembatan sungai Plawangan, di Lawangrejo.
- Jembatan sungai Sudetan di desa Krasak.
-Jembatan Pesapen, didepan kantor kecamatan Pemalang.
- Jembatan Slarang di sungai Waluh,di perbatasan desa Lenggong,Slarang.
- Jembatan sungai Raja (Siraja) di wilayah Bantar bolang,tepatnya di dukuh Simbang,Pegiringan.
- Jembatan di perkebunan kelapa Gentongreot,Karang moncol.
- Jembatan di desa Mejagong di kali Comal.
- Jembatan di desa Datar,di kali Comal.
- Jembatan Sudetan di daerah Moga,didepan Pesanggragan dan pemandian.
- Jembatan di perbatasan desa Cikasur dan desa Randu dongkal.
- Jembatan di desa Bulakan,dan -
- Jembatan di desa Belik.

DI NOBATKAN SEBAGAI PATIH SAMPUN

Pada pertemuan berikutnya,Adipati pangeran Benowo melibatkan Tumenggung dan seluruh Demang serta para Penatus dan Bekel se kadipaten Pemalang,dalam acara tersebut,Adipati pangeran Benowo mengucapkan terima kasih kepada Patih Djiwonegoro dan para punggawanya atas jasa-jasanya dalam membangun beberapa jembatan di wilayah kadipaten Pemalang,maka,atas jasanya tersebut patih Djiwonegoro diberi gelar "sampun",dan sejak saat itu Patih Djiwonegoro lebih dikenal sebagai Patih Sampun.

Denah Kompleks Makam Sunan Gunung Jati


Komplek makam Gunung Sembung berada di Dusun Astana, Desa Astana, Kecamatan Cirebon Utara. Komplek makam terletak di sebelah barat jalan raya yang menghubungkan Cirebon dan Indramayu. Jarak dari pusat kota Cirebon sekitar 5 km. Di sebelah utara komplek makam terdapat aliran Kali Condong dan di sebelah selatannya mengalir Kali Pekik. Secara geografis terletak pada pedataran bergelombang di pantai utara Jawa. Lokasi ini berada pada posisi koordinat 06º 40' 33,2" LS dan 108º 32' 43,2" BT.

Tokoh utama yang dimakamkan di komplek makam Gunung Sembung adalah Sunan Gunungjati. Selain itu juga terdapat makam-makam Sultan Cirebon lainnya beserta kerabatnya. Untuk memasuki komplek ini dari jalan raya melewati jalan kecil sejauh sekitar 500 m.

Kompleks makam Gunung Sembung dibangun pada tahun 1400 Saka yang ditandai dengan candra sengkala “Sirna Tanana Warna Tunggal”. Di depan komplek makam terdapat alun-alun. Di tengah alun-alun terdapat pohon beringin. Sisi barat ditanami pohon munggur, sedangkan pada sisi utara terdapat pohon sawo kecik dan tanjung. Di halaman alun-alun ini terdapat dua bangunan yaitu Mande Mangu atau Mande tepasan yang berada di sisi barat dan Pendopo Ringgit yang berada di timur. Bangunan Mande Mangu dibuat pada tahun 1402 Saka yang ditandai dengan candrasengkala “Singa Kari Gawe Anake”. Menurut tradisi bangunan tersebut merupakan hadiah dari Ratu Nyawa anak Raden Patah dari Demak yang menikah dengan Pangeran Bratakelana anak Sunan Gunung Jati. Pangeran Bratakela meninggal di laut ketika dalam pelayaran dari Demak ke Cirebon.

Gerbang utama untuk memasuki komplek makam ada dua berbentuk gapura candi bentar. Dua gerbang tersebut dinamakan Gapura Kulon dan Gapura Wetan. Gerbang yang dipakai untuk umum adalah yang berada di timur (Gapura Wetan). Memasuki halaman pertama di sisi kanan terdapat Sumur Jati. Di sebelah kiri gerbang berderet tiga bangunan yaitu Mande Cungkup Danalaya, berada di bagian timur, di bagian tengah ruang Museum merupakan tempat penyimpanan benda-benda milik Sunan Gunung Jati. Benda-benda tersebut merupakan pemberian dari negara luar diantaranya 10 guci dari Cina masa dinasti Ming. Di sebelah selatan Kong Museum adalah bangunan Mande Cungkup Trusmi.

Memasuki pintu gerbang kedua di sebelah kanan terdapat bebrapa padasan untuk mengambil air wudlu bagi peziarah. Di sebelah kiri terdapat bangunan Pendopo Soka yang fungsinya untuk tempat istirahat bagi tamu yang akan ziarah. Di sebelah selatan bangunan ini terdapat Siti Hinggil. Selanjutnya di sebelah selatan Siti Hinggil terdapat bangunan Mande Budi Jajar atau Mande Pajajaran, yang dibuat pada tahun 1401 Saka (1479 M) yang ditandai dengan candrasengkala “Tunggal Boya Hawarna Tunggal”. Bangunan ini merupakan hadiah dari Prabu Siliwangi kepada Pangeran Cakrabuana atau Walasungsang. Mande Pajajaran berdenah bujur sangkar dengan ukuran 9, 80 x 9,80 m. Tinggi bangunan 6,80 m dan memiliki tiang 8 buah. Pada bagian atas tiang, antara balok tarik dan tiang, terdapat ornament dengan pola hias kembang persegi. Di bagian ujung atas dan bawah tiang dihias ukiran motif tumbuhan.

Memasuki halaman ketiga melewati Gerbang Weregu, selanjutnya melalui koridor menuju bangsal Pekemitan. Bangsal ini terbagi dua bagian di sebelah timur disebut Paseban Kraman dan yang di sebelah barat disebut Paseban Bekel. Bangsal ini merupakan tempat para pengurus komplek makam menerima para peziarah. Para peziarah selanjutnya harus berbelok ke kiri melewati koridor hingga sampai ke halaman khusus untuk para peziarah. Di sekitar halaman peziarah banyak terdapat makam-makam kerabat kesultanan baik dari Sultan Kasepuhan maupun Kanoman. Di halaman ini juga banyak terdapat hiasan tempel piring porselain dan beberapa tempayan porselin. Kebanyak berasal dari Cina. Para peziarah melakukan prosesi ziarah hanya sampai di sini. Untuk ziarah ke makam Sunan Gunung Jati cukup diwakili hingga di Lawang Pesujudan yang berada di sebelah utara halaman.

Di sebelah timur halaman ini terdapat bangunan yang disebut Gedong Raja Sulaeman. Gedung ini dibangun oleh Sultan Sepuh ke-9. Dinding bangunan dihias tempelan piring porselain dari Eropa dan Cina. Di sebelah barat halaman peziarah terdapat bangunan yang dinamakan Pelayonan atau Mande Layon. Di sebelah barat bagian ini terdapat komplek makam khusus yang berpagar kayu. Salah satu makam di halaman ini adalah makam Nio Ong Tin  atau disebut juga dengan nama Nyai Rara Sumanding.

Di sebelah selatan terdapat gerbang yang disebut Lawang Krapyak. Di sebelah utara terdapat gerbang menuju halaman berikutnya yang disebut Lawang Pesujudan atau Siblangbong. Lawang Krapyak dan Lawang Pesujudan merupakan dua dari sembilan pintu gerbang yang berada pada satu garis lurus dari selatan ke utara hingga sampai ke makam Sunan Gunung Jati di bagian puncak gunung.

Kesembilan pintu gerbang tersebut adalah 1) Gapura Kulon, 2) Lawang Krapyak, 3) Lawang Pesujudan atau Siblangbong, 4) Lawang Ratnakomala, 5) Lawang Jinem, 6) Lawang Rararoga, 7) Lawang Kaca, 8) Lawang Bacem, dan 9) Lawang Teratai. Gapura Kulon, hanya dibuka pada waktu Syawalan dan itu hanya dipakai untuk keluarga Sultan. Lawang Krapyak dibuka setiap malam Jumat Kliwon sesudah acara tahlil. Demikian juga Lawang Pesujudan dibuka hanya pada malam Jumat Kliwon sesudah tahlil, tetapi hanya peziarah yang mendapat ijin dari Sultan yang boleh memasuki halaman berikutnya.

Petugas yang mengurus kompleks makam berada dalam satu sistem organisasi. Seluruh aktivitas berada di bawah koordinator Ki Jeneng. Beliau mengkoordinir 120 staf. Ki Jeneng dibantu 4 orang asisten senior yang disebut Bekel Sepuh atau Bekel Tua dan 8 orang asisten yunior yang disebut Bekel Anom. Selanjutnya terdapat 108 asisten pelaksana yang disebut Wong Kraman. Para petugas ini merupakan keturunan Patih Keling yaitu seorang pembantu Sultan yang berprofesi sebagai pelaut. Struktur organisasi pengelola komplek makam tersebut mengandung makna bahwa Bekel Sepuh dan Bekel Anom merupakan simbol Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Wong Kraman yang berjumlah 108 mengikuti sistem organisasi dalam pelayaran.

Setiap dua minggu terjadi pergantian petugas. Dalam satu kelompok, Ki Jeneng dibantu 2 orang bekel tua dan 2 bekel anom. Di Paseban Kraman terdapat 12 orang kraman yang bertugas penuh selama 2 minggu. Kraman yang 12 hanya bertugas seminggu sebab jumlahnya ada 108 orang yang dilakukan secara bergilir. Baik Jeneng, Bekel Tua, Bekel Anom, maupun Kraman serta penghulu selain punya tugas mengurus makam juga sewaktu dapat membantu tugas-tugas khusus di keraton atas perintah  kedua Sultan Kasepuhan dan Kanoman. Dalam menjalankan tugasnya mereka mengenakan pakaian adat yaitu memakai iket, baju kampret warna putih dan tapih.

Di kompleks Makam Sunan Gunung Jati terdapat beberapa tingkat dan gedung yang terdiri dari beberapa makam sesuai masa para pendahulu. Di bawah ini susunan gedung dan makam yang terdapat di dalam nya:

Gedung Jinem
1. Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati
2. Tubagus Paseh/Fadillah Khan/Falatehan
3. Nyi Mas Rarasantang/Nyi Mas Syarifah Mudaim
4. Nyi Mas Khuraisin/Nyi Gede Sembung
5. Nyi Mas Pakungwati/Nyi Gede Tepasari
6. Pangeran Dipati Carbon
7. Pangeran Bratakelana
8. Pangeran Pasarean
9. Ratu Mas Nyawa
10. Ratu Wanawati
11. Pangeran Dipati Ratu
12. Ratu Raja Wulung Ayu
13. Pangeran Dipati Agung
14. Ratu Raja Agung
15. Pangeran Sendang Lemper
16. Putra Tubagus Paseh
17. Putra
18. Putra

Kompleks Mbah Kuwu Carbon
1. Pangeran Walangsungsang/Mbah Kuwu Carbon/Pangeran Cakrabuana
2. Sayid Abdurahman/Pangeran Panjunan
3. Sayid Syarifudin/Pangeran Kejaksan
4. Putri Nyi Ong Tien/Nyi Mas Rara sumanding

Kompleks Ki Gede Bungko
1. Ki Gede Sembung/Gegeden Kalisapu
2. Pangeran Tuban
3. Pangeran Sendang Jayaning Laut
4. Pangeran Puyuman/Ki gede Bungko

Kompleks Panembahan Ratu
1. Pangeran Dipati Wirasuta
2. Sultan Panembahan Ratu/Sultan II Cirebon
3. Ratu Mas Gelampok/Nyi Mas Ratu Pajang
4. Pangeran Suryamajanegara
5. Ki Surapati Nenggala/Dipati Keling

Kompleks Pangeran Sendang Garuda
1. Pangeran Manis/Ki Penanggapan
2. Ratu Sekarwangi
3. Pangeran Jipang
4. Ratu Sandrawati
5. Raden Pandan
6. Raden Sepet
7. Pangeran Kagok
8. Pangeran Magrib
9. Pangeran Sindang Garuda

Gedung Sultan sepuh Awal
1. Pangeran Wanaon
2. Pangeran Dipati Agung
3. Pangeran Dipati Ageng
4. Nyi Mas Ratu Sewu
5. Pengeran Dipati Permadi
6. Sultan Raja Syamsudin/Sultan Sepuh Awal
7. Guti Ayu Wedaling Asri

Gedung Sultan Gusti
1. Pangeran Dipati Anom Ngalenggah
2. Pangeran Nata Carbon
3. Ratu Dalem Kencanawungu
4. Sultan Muhammad Badridin/Sultan Kanoman Awal

Gedung Sultan Jamaludin
1. Sultan Sepuh Raja Jamaludin
2. Gusti Ayu Ratnawulan
3. Pangeran Wijayakarta
4. Pangeran Tumenggung
5. Pangeran suryaningrat
6. Pangeran Giri Pamungkas
7. Pangeran Demang
8. Pangeran Arya Carbon
9. Ratu Arya Carbon
10. Ratu Ayu Raja Widianingsih
11. Panembahan Pati Tohpati
12. Ratu Ganjarpati
13. Pangeran Giri Panata
14. Pangeran Wanatapati

Gedung Sultan Komarudin
1. Sultan Muhammad Komarudin
2. Ratu Dalem Nurul Lintang

Gedung Panembahan Anom
1. Panembahan Ratu Sesangkan
2. Nyi Mas Ratu Sesangkan
3. Panembahan Mas Carbon
4. Nyi Mas Ratih Ria
5. Nyi Mas Giri Carbon

Gedung Sultan Mandurareja
1. Pangeran Dipati Raja Kesumah
2. Sultan Muhammad Mandurareja
3. Sultan Muhammad Abusoleh Alimudin
4. Pangeran Dipati Kedaton
5. Pangeran Dipati Rama Menggala
6. Pangeran Dipati Keprabon
7. Pangeran Gusti
8. Ratu Dalem sekar Kedaton
9. Pangeran Kesumahdiningrat
10. Pangeran Werak

Gedung Gedhong Malang
1. Sultan Raja Tajul Arifin
2. Pangeran Dipati Tohpati
3. Pangeran Temenggung
4. Pangeran Sebrang
5. Pangeran Natareja
6. Nyi Mas Ratu Natareja
7. Sultan Raja Jaenudin
8. Ratu Raja Wulung Ayuntiarsih
9. Pangeran Raja Ningrat
10. Pangeran Raja Kidul
11. Ratu Raja Wulung Ayu
12. Ratu Siti Khodijah
13. Pangeran Dipati Adiwijaya
14. Ki Mudin Jamiril
15. Ki Wisesa
16. Pangeran Wijayanegara
17. Pangeran Kesumaningrat
18. Ratu Endangsari
19. Ratu Kesimpar
20. Pangeran Baureksa

Gedung Sultan Nurus
1. Pangeran Wangsa Kertayasa
2. Pangeran Dipati Rama Menggala
3. Pangeran Dipati Eyang Suwargi
4. Pangeran Dipati Nayaka
5. Ratu Dalem Rosma Kencana Furi
6. Sultan Muhammad Nurbuat
7. Sultan Muhammad Zulkarnaen
8. Ratu Dalem Raja Wulung Ayu
9. Ratu Dalem Agustina
10. Sultan Muhammad Nurus
11. Pangeran Sukma Gianti

Gedung Sultan Matanghaji
1. Sultan Raja Saefudin Matanghaji
2. Gusti Ayu Kesuma Ningrat
3. Pengeran Dipati Ugawa
4. Pangeran Arya Carbon
5. Pangeran Selang
6. Pangeran Hadibrata

Gedung Sultan sena
1. Sultan Sena Muhammad Zaenuddin
2. Gusti Ayu Raja Ratna
3. Pangeran Dipati Rajaningrat
4. Pangeran Dipati Suryaningrat

Gedung Kadipaten
1. Ki Khotib Madlain
2. Pangeran Dipati Suryamenggala
3. Pangeran Dipati Arya Kulon
4. Pangeran Dipati Arya Kidul
5. Pangeran Sendang Blimbing
6. Pangeran Dipati Anom Carbon
7. Pangeran Dipati Wiranegara
8. Pangeran Dipati Wirasuta
9. Nyi Mas Ratu Demang
10. Nyi Mas Ratu Winaon
11. Pangeran Purabaya (ada diluar gedung)

Gedung Nyi Mas Rarakerta
1. Nyi Mas Ratu Rengsari
2. Nyi Ma Ratu Dampo
3. Nyi Mas Ratu Medangsari
4. Nyi Mas Ratu Rarakerta
5. Nyi Mas Ratu Pamuji
6. Nyi Mas Ratu Kirana
7. Pangeran Dipati Awangga (ada diluar gedung)

Kompleks Nyi Gede Babadan
1. Pangeran Jakalelana
2. Pangeran Sukmalelana
3. Nyi Gede Babadan/Nyi Mas Selangkring
4. Nyi Mas Tanjungsari

Gedung Sultan Raja Suleman
1. Pangeran Dipati Natahing Carbon
2. Pangeran Adiwinata
3. Pangeran Dipati Ragahingsukma
4. Ratu Raja Wulandari
5. Ratu Kencana
6. Sultan Sepuh Raja Suleman
7. Sultan Sepuh Raja Hasanudin
8. Sultan Sepuh Raja Syamsudin
9. Sultan Sepuh Raja Ningrat
10. Sultan Sepuh Raja Jamaludin Aluda
11. Sultan Sepuh Rajaningrat
12. Ratu Ratna Sawiji
13. Ratu Rata Kesumaning Ayu
14. Pangeran Dipati Suryanegara
15. Pangeran Angkawijaya
16. Pangeran Antasena
17. Pangeran Ngalaga
18. Pangeran Wisnu Hain
19. Ratu Raja Wulangkencana
20 Ratu Raja Antarwulan

Nama-nama Pintu bagian dalem urutan dari atas
1. Pintu Gusti
2. Pintu Bachem
3. Pintu Kacha
4. Pintu soko
5. Pintu Pandan
6. Pintu Gandok
7. Pintu Pesujudan (tempat para penziarah umum)
8. Pintu Dalem Keraton
9. Pintu Beling
10. Pintu Penganten

Beberpa pintu lain nya yg terletak di komplek Makam
1. Pintu Terathe (Terletak di Makam Nyi Putri Cina)
2. Pintu Kanoman (Terletak di dekat sumur Kanoman)
3. Pintu Mregu (terletak di tempat orang Cina berziarah)
4. Pintu Krapyak (Terletak di tempat Kraman)
5. Pintu Panglubar (Pintu pertama tamu masuk/Alun-alun)

Tulisan Arab gundul berbahasa Cirebon yang terdapat di setiap pilar di kompleks Makam sunan Gunung Jati Cirebon antara lain:

"Setuhune iku menusa njaluka karo Pangerane kelawan madep tur khusyu, Pangerane arep nyumbadani iku panjaluke manusae kelawan ngilmu kang den lakoni...."

Sholawat Asyghil


Bacaan sholawat, atau doa dan pujian yang kita panjatkan kepada Allah untuk Nabi kita, Rasulullah saw. ada banyak macamnya. Dari yang diajarkan Nabi sendiri hingga yang digubah oleh para ulama. Salah satunya adalah “Shalawat Asyghil“. Sholawat ini dahulu amat akrab di telinga kaum muslimin karena sering terdengar dari masjid-masjid dan mushola-mushola menjelang maghrib. Selain itu, langgam pengucapan sholawat ini juga sangat enak di dengar di telinga.

Sholawat ini menemukan momentum di kala kaum muslimin sedang dalam suasana genting. Isi dan sejarah sholawat asyghil (sibuk) akan kita cermati di bawah ini.

Konon Sholawat tersebut dipanjatkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq (wafat 138 H), salah seorang tonggak keilmuan dan spiritualitas Islam di awal masa keemasan umat Islam. Beliau hidup di akhir masa Dinasti Umawiyyah dan awal era Abbasiyyah yang penuh intrik dan konflik politik.

Bagi beliau, kekacauan politik tak boleh sampai mengganggu proses pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Saat itu, ilmu pengobatan, geografi, astronomi, kimia, sastra, mulai berkembang dan diminati. Maka di setiap Qunut, beliau berdo'a sebagaimana do'a yang ada dalam redaksi Sholawat tersebut .

Sholawat ‘Asyghil’ ini juga dikenal dengan sebutan Sholawat ‘Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan Baalawy’ (wafat 1122 H). Dikarenakan sholawat ini tercantum di dalam kitab kumpulan sholawat beliau, ‘al-Kawakib al-Mudhi’ah Fi Dzikr al-Shalah Ala Khair al-Bariyyah’. Namun beliau hanya mencantumkan, bukan mengarang redaksinya.

Dan Musalsal kepada beliau sebagai berikut:

Sulthān al-'Ulamā' al-Habīb Sālim ibn 'Abdullāh ibn 'Umar al-Syāthirī al-Tarīmī,
Dari al-'Allāmah al-Sayyid Musthafā ibn Ahmad al-Muhdhār,
Dari al-Imām al-Akbar al-'Ārif al-Asyhar al-Sayyid 'Aidrūs ibn 'Umar ibn 'Aidrūs al-Habsyī,
Dari al-'Allāmah al-Musnid al-Syaikh 'Abdullāh ibn Ahmad Bāsūdān al-Hadhramī,
Dari al-Sayyid al-Imām Hāmid ibn 'Umar Hāmid Bā'alawī al-Tarīmī,
Dari al-Imām Ahmad ibn 'Umar al-Hindwān

Sholawat ini pertama kalinya dipopulerkan di Indonesia melalui pemancar radio milik Yayasan Pesantren As-Syafi’iyyah yang diasuh ulama besar Betawi, almarhum KH Abdullah Syafi’i (wafat 1406 H). Sholawat ini dibawakan dengan nagham (nada) yang sangat menyentuh hati, indah didengar dan terasa sejuk di hati pembaca dan pendengarnya.

Hikmahnya, seolah ummat Islam tengah difilter dan diuji keimanannya. Rasa iman yang masih ada mendorong untuk melakukan “perlawanan” dalam setiap kezaliman.

Salah satu senjata yang diandalkan oleh kaum muslimin adalah doa. Jangan remehkan doa kaum muslimin yang terzalimi ditambah lagi dengan sholawat nabi, menuntut Sang Pencipta untuk segera mengabulkannya.

Kuperhatikan, tak lama beredarnya anjuran tuk sholawat asyghil. Tokoh-tokoh yang selama ini getol ingin menyerang islam (islamophobia), selalu sibuk dengan aib-aibnya yang terbuka. Makar (konspirasi) untuk merusak dan memecah kekuatan kaum muslimin, langsung dibalas dengan tunai oleh Allah, dalam sebuah kegagalan konspirasi mereka.

Metode pecah bambu, dengan meninggikan satu kelompok muslim dan menginjak kelompok muslim yang lain, selalu berakibat dengan terbongkarnya aib sang tokoh yang ditinggikan. Bahkan tak sedikit, followenya mulai cerdas dan meninggalkan pemimpin yang mulai asyik dengan godaan dunia. Bagi tokh-tokoh yang “diinjak” selalu mendapat pembelaan ummat dan semakin harum dengan keikhlasannya dalam dakwah Islam. Ummat semakin tahu mana yang dakwah kepada islam dan sebaliknya.

Ini lafadz Sholawat Agung Tersebut

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِيْنَ وَعَلَي الِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Ya ALLAH, limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad,
dan sibukkanlah orang-orang zhalim (agar mendapat kejahatan) dari orang zhalim lainnya,keluarkanlah kami dari kejahatan mereka dalam keselamatan dan berikanlah sholawat kepada seluruh keluarga Nabi serta para sahabat beliau.

Marilah kita bantu kaum muslim yang tengah terdalimi. Kita amalkan sholawat ini, dan ketika membaca doa yang ditengahnya maka bayangkanlah wajah-wajah pelaku kezaliman tersebut. Insyaallah, perhatikan tak lama maka kita bisa saksikan ornag-orang tersebut saliang bertikai dengan masalah-masalahnya sendiri saling menuding terlibat korupsi. Saling menuding menjadi pembohong dan ada saja masalah-masalah diantara mereka.

Ada juga yang menyebutnya dengan nama Sholawat Zhalimin, Sholawat Salimin, Sholawat Sibuk, Shalawat Mlipir, dan lain-lain.

Pada satu kesempatan Prof. K.H. Ali Yafie pernah ditanya, apa yang beliau ketahui tentang Shoalawat ini. Menurut beliau, salawat itulah yang digelorakan oleh Ulama-ulama Shūfī dunia Arab khususnya Iraq tatkala Iraq diluluhlantakan oleh pasukan Mongol Hulagu Khan.

Sejarah mencatat, pada tahun 1258M, lebih dari 200 ribu tentara Mongol menyerbu Iraq serta menumbangkan kekuasaan Bani Abbasiyyah, bahkan khalifahnya yaitu Al-Mus’tasim dipenggal kepalanya.

Mengerikan sekali. Bukan hanya istana yang dihancurkan, tapi seluruh bangunan di Baghdad diratakan dengan tanah, seluruh warga kota dibunuh, kecuali segelintir yang berhasil meloloskan diri, semua buku-buku perpustakaan terbesar di dunia, dimusnahkan dan dibuang ke Sungai Tigris, sampai-sampai air sungai berwarna hitam oleh tintanya.

Praktis pada masa itu Asia Tengah dikuasai Mongol  dan tentara Islam hancur. Di saat seperti itulah bangkit para pahlawan Tasawuf. Mereka mengorganisir kelompok-kelompok gerilyawan dan bersama Pasukan Mameluk dari Mesir, hingga berhasil membendung ekspansi Pasukan Mongol, bahkan untuk pertama kalinya mengalahkan mereka dalam pertempuran dahsyat yang dikenal sebagai Pertempuran Ain Jalut di Palestina pada 3 September 1260.

Sungguh Allah Maha Adil, Hulagu Khan yang menghancurkan kekhalifahan Islam dan kemudian mendirikan Dinasti Ilkhan, sang cucu Ahmad Teguder, yang menjadi raja ke-3 dinasti tersebut, justru memeluk Islam, sayang sekali ia hanya berkuasa selama dua tahun (1282-1284) karena dibunuh oleh saudaranya.

Alhamdulillah, Raja ke-7 yaitu Ghazan (1295-1304), memeluk Islam menjadi Mahmud Ghazan. Mulai periode kekuasaannyalah, posisi umat Islam kembali memperoleh keleluasaan, dan peradaban Islam dibangun kembali meski harus mulai dari nol lagi.

Dalam masa-masa kritis seperti itu, tatkala kekuatan militer secara formal tidak berfungsi, para pahlawan sufi tidak berpangku tangan, tapi terjun langsung ke masyarakat mengorganisir serta menggelorakan semangat juang sambil mengumandangkan shalawat ini.

Spirit dari redaksi Sholawat dan latar belakang kisahnya "klop" dengan kondisi Indonesia dewasa ini, orang-orang zhalim biarlah mereka bertarung dengan sesamanya, jangan sampai Umat dan para Ulama menjadi korban mereka, seperti kata pepatah "Gajah Bertarung Sama Gajah Pelanduk Mati Di Tengah-Tengah".

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...