Rabu, 03 November 2021

Menyikapi Emosional Pribadi


Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan merasakan berbagai macam perasaan atau emosi. Terkadang diliputi perasaan cinta, benci, takut, aman, tenang, sedih, marah, cemburu, iri, dan emosi-emosi lainnya. Psikolog meneliti secara rinci,unsur-unsur, faktor penyebab dan pengaruhnya terhadap prilaku manusia dari aspek fisik dan mentalnya.
         
Kesuksesan hidup manusia dipengaruhi oleh faktor Emosional Question ( EQ), di samping Intelegensi Question ( IQ ). Artinya kedua factor memberikan kontribusi dalam kesuksesan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Tentunya, tidak melepaskan dari usaha dan ikhtiar lahir dalam memenuhi kebutuhan hidup.
         
Bahkan dari beberapa penelitian menyatakan bahwa factor Emosi lebih dominan dalam mencapai kesuksesan baik dalam dimensi vertical mau pun horizontal yang bahasa Islam disebut dengan “ Habluminallah wa habluminannas “ , hubungan dengan Allah SWT dan hubungannya dengan sesama, bahkan dengan lingkungannya.

Marah atau Amarah adalah salah satu emosi alamiah yang muncul ketika suatu keinginan / kebutuhan tidak terpenuhi karena adanya suatu hambatan. Emosi ini diperlukan agar seseorang terdorong untuk melawan dan berjuang mengatasi hambatan yang merintangi terpenuhinya kebutuhan / keinginan tersebut. Tingkat kemarahan seseorang dapat diukur berdasarkan tingkat kebutuhan yang terhambat dan tujuannya  dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Jika kemarahan itu terjadi pada saat adanya hambatan yang menghalangi tercapainya suatu tujuan utama kehidupan maka kemarahan tersebut adalah kemarahan yang mulia bahkan merupakan suatu keharusan.

Dengan demikian emosi marah ( maupun emosi-emosi lain-lain seperti takut, sedih dan juga gembira ) sebetulnya sangat bermanfaat bagi kehidupan selama emosi itu seimbang dan muncul pada saat yang tepat. Al-Quran memerintahkan kita untuk menguasai segala macam bentuk emosi termasuk emosi marah. Emosi yang berlebihan akan mempercepat detak jantung seseorang. Hal ini disebabkan terjadinya kontraksi tekanan darah dalam organ tubuh  sehingga menyebabkan darah mengalir dengan lebih deras. Keadaan seperti ini bila dibiarkan terus-menerus, lama-kelamaan akan membahayakan jantung. Marah yang berlebihan juga dapat meningkatkan produksi hormon adrenalin yang  dapat menyebabkan timbulnya kekuatan yang besar. Kekuatan  inilah yang dikhawatirkan  dapat menyebabkan seseorang melakukan penyerangan fisik dan membahayakan orang yang membangkitkan amarahnya. Disamping itu seseorang pada saat mengalami emosi, produksi getah beningnya  akan berkurang drastis. Kondisi ini dapat mengakibatkan terganggunya proses pencernaan sehingga menyebabkan timbulnya berbagai penyakit lambung .

Demikian pula Rasulullah mengingatkan umatnya bahwa parameter kekuatan terletak pada kemampuan mengendalikan emosi marah sebab emosi marah dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsu tak terkendali

عَنْ اَبِى هُرَيْرَهَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ ان رسو الله صلى الله عليه وسلم قال: ليس السديد با لصر عة انما الشديدالذى يملك نفسه عند الغيب

“ Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah SAW bersabda: Orang yang kuat itu bukan orang kuat berkelahi tetapi orang yang kuat itu ialah orang yang dapat menguasai nafsunya di saat dalam kondisi marah “.
     
Emosi marah sangat mempengaruhi fisik yang dapat mengakibatkan perubahan perangai, tegang, dan stress. Orang yang sedang marah akan melakukan perlawanan baik dengan perbuatan, lisan, dan tulisan.

Oleh karena itu, dalam beberapa hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghadirkan beberapa terapi nabawi untuk meredam emosi:

1. Membaca isti’âdzah (doa mohon perlindungan) dari setan yang terlaknat.

سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ بْنَ صُرَدٍ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ أَحَدُهُمَا فَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى انْتَفَخَ وَجْهُهُ وَتَغَيَّرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ

Diriwayatkan dari Sulaimân bin Shurd Radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah duduk di samping Nabi saat dua orang lelaki tengah saling caci. Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya, dan urat lehernya tegang. Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila diucapkannya, niscaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia mengatakan: a’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm, pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya [HR. al-Bukhâri no. 3282, Muslim no. 2610]

Landasan hadits ini adalah firman Allah Azza wa Jalla

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui [al-A’râf/7:200]

2. Mengambil air wudhu
Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:

عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.

3. Menahan diri dengan diam
Dari Ibnu Abbaas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

Barang siapa marah, hendaknya diam (dulu)

4. Merubah posisi dengan duduk atau berbaring
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْتَجِعْ

Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring (Hadits shahih)

5. Mengingat-ingat keutamaan orang yang sanggup menahan emosi dan bahaya besar yang timbul dari luapan amrah yang akan dijauhkan dari taufik.
Dari Muâdz Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ

Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan [Hadits shahih].

Kyai Hasan Surgi Jatikusumo Teliksandi Perang Jawa


Ketika tanah Jawa masih di bawah kendali pemerintah kolonial Hindia Belanda, Sejarah mencatat pernah terjadi pembrontakan pribumi, sebuah gerakan perlawanan besar dan menyeluruh. Pertempuran yang berdurasi setengah dekade antara tahun 1825-1830 ini dikenal dengan sebutan perang jawa,Perang yang oleh orang Eropa disebut Great War (Perang besar) Adalah Raden Mas Ontowiryo yang bergelar Pangeran Diponegoro sebagai aktor Intelektualnya, tokoh sentral yang sangat berhasil menyulitkan Belanda, Putra sulung Hamengkubuwono III dari seorang selir bernama R.A Mangkarwati dari Kasultanan Jogjakarta yang mengambil pilihan berani meninggalkan kemewahan, kenikmatan duniawi yang ditawarkan keraton dan lebih memilih hidup bersatu dengan rakyat.

Pangeran Diponegoro lebih menyukai kehidupan berbau Agama, oleh pengikutnya tidak hanya dianggap sebagai komandan perang tapi juga sekaligus pemimpin spiritual sehingga dalam usahanya menghentikan praktek keji pemerintahan Hindia Belanda dan mengusirnya dari tanah jawa banyak dibantu oleh kalangan santri.

Salah satunya ialah Kyai Hasan Surgi Jatikusumo putra ke 3 dari 10 bersaudara Putra dari Raden Syamsuri yang masih kerabat Keraton Jogjakarta, Oleh Pangeran Diponegoro ditempatkan sebagai telik sandi di wilayah Batang suatu daerah terpencil di kawasan pantai utara Jawa tengah.

Sebagai telik sandi Kyai Hasan Surgi Jatikusumo memiliki tugas pokok dan fungsi mencari serta menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi perang, meski wilayah Batang cenderung kondusif jarang ada insiden peperangan, peran Kyai Hasan Surgi Jatikusumo sangat dibutuhkan guna mengetahui kondisi kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu,situasi medan, maupun curah hujan di sekitar wilayah Batang seperti di Pekalongan dan Pemalang yang menjadi prioritas Belanda sebagai medan pertempuran. karena strategi gerilya Pangeran Diponegoro akan efektif dibangun atas dasar penguasaan informasi dari para mata-matanya yang tersebar di seluruh jawa tak terkecuali Kyai Hasan Surgi Jatikusumo.

Dalam melancarkan aksi spionasenya Kyai Hasan Surgi Jatikusumo dibantu oleh duet pendekar pilih tanding Wiro Seblu dan Wiro Kucir yang merupakan Panglima Prajurit penatus atau komandan yang membawahi seratus pasukan, mereka bertanggung jawab atas kelancaran tugas intelijen, memelihara stabilitas keamanan seperti mengatasi teror begal di Alas Roban yang sintru dan meresahkan.

Selain memata-matai Belanda Kyai Hasan Surgi Jatikusumo juga memantau pergerakan sekelompok santri yang memiliki simpati mendalam terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro, mereka terhimpun dalam wadah perlawanan Laskar Tholabudin yang bermarkas di desa Masin Warungasem. Meski memiliki spesialisasi berbeda antara Kyai Surgi dan Laskar Tholabudin sama-sama berjuang di bawah instruksi Pangeran Diponegoro selama kurang lebih 5 tahun lamanya sebelum akhirnya melemah dan tercerai berai akibat terjebaknya Pangeran Diponegoro oleh aksi curang Belanda.

Ditangkapnya Pangeran Diponegoro oleh tipu muslihat licik Belanda membuat jaringan intelijen yang sudah terjalin rapi mengalami kelumpuhan, Kyai Hasan Surgi Jatikusumo yang berjuang di bawah komando Pangeran Diponegoro merasakan kecewa berat sama seperti loyalis yang lain. sebagai unsur pelaksana,pemberi masukan dan bukan pengambil keputusan yang menentukan kebijakan, kinerja intelijennya pun kehilangan arah. Kehilangan pemimpin terkasih ternyata melemahkan moral maupun fisik para pejuang diponegoro,akhir cerita perang jawa serta siapa pemenangnya sudah dapat diketahui.

Pasca tertangkap serta dibuangnya Pangeran diponegoro keluar Jawa oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dan Perang Jawa berakhir dengan kekalahan pihak tentara Pribumi.Kyai Hasan Surgi Jatikusumo yang belum sirna rasa kecewanya tidak kembali ke kampung Halaman, tetapi lebih memilih menetap untuk berkhalwat, mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah, dan menenangkan diri.

Kyai Haasan Surgi Jatikusumo menempati sebuah tempat sejuk, tanah pardikan atau tanah bebas pajak yang terletak di tepi kali Kramat sebuah sungai yang airnya tak pernah kering sepanjang musim..atau tepatnya di dukuh Kedungdowo  Batang, hingga sampai ketika jiwanya sudah tenang dan mantap, bersama sahabat sehatinya Kyai Hasan Surgi Jatikusumo mendirikan sebuah padepokan sembari untuk dakwah islam membumikan ajaran langit melalui pendekatan budaya hingga akhir hayatnya, meski tugas dan tujuan utamanya bukan untuk berdakwah. Sementara dua orang prajurit perang yang selama ini tulus membantu kerja heroik Kyai Hasan Surgi Jatikusumo, Wiro Seblu dan Wiro Kucir juga memilih untuk tidak pulang.

Wiro Seblu memilih untuk menetap di Desa Tegalsari Kandeman hingga wafat dan dimakamkan ditempat tersebut, sementara Wiro Kucir memantapkan pilihan untuk menjauh meninggalkan kenangan pahit di Jawa dan pergi ke Sumatra Selatan tepatnya Palembang. Sampai sekarang Kyai Hasan Surgi Jatikusumo masih dikenang sebagai pejuang yang alim, tauladan nasionalisme islami. Sampai sekarang makamnya selalu ramai diziarahi. Bukti heroik perjuangan cinta tanah air meninggalkan jejaknya di Batang, Pesisir Utara Jawa.

Makam Kyai Hasan Surgi Jati Kusumo, terletak di desa Kramat, Kelurahan Kramat, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah tak jauh dari alun-alun Batang sekitar 1,5km ke arah selatan.

Menurut para tetua (sesepuh) adat Batang, mengatakan bahwa tempat tersebut dinamakan Kramat karena di sana terdapat banyak petilasan, baik berbentuk bekas pemujaan nenek moyang pada jaman bahari, tempat istirahat seorang tokoh/panutan, tempat memberi wejangan pesalatan dan bahkan beberapa makam tokoh lengkap ada di seputar Kramat tersebut.

Oleh para anggota masyarakat tradisional, tempat-tempat seperti itu dianggap kramat, sehingga pantas apabila tempat di seputar sugai Lojahan yang juga dikenal sebagai sungai Kramat, Sambong atau Klidang itu yang memanjang dari Utara ke Selatan dan berbatasan dengan desa Kecepak dan Pasekaran itu disebut Kramat.

Dari hal-hal tersebutlah, mungkin yang menjadikan Bupati pertama Kanjeng Raden Adipati Batang ( R. Prawiro ) berkenan memberikan nama lokasi itu dengan nama “Kramat”.

Lebih lanjut para tetua (sesepuh) adat Batang mengemukakan secara kronologis, mengapa daerah tersebut disebut Kramat, menurut mereka, dahulu disekitar bendungan Kendungdowo (lama) terdapat sebuah batu yang terkenal oleh masyarakat setempat sebagai “watu angkrik “ dan sampai sekarang peninggalan lain yang bisa dilihat yaitu ‘Watu Ambon”. Kedua batu tersebut diduga dahulu digunakan oleh nenek moyang kita jaman pra sejarah sebagai tempat pemujaan arwah leluhur.

Pada perkembangan agama Islam pertama di Pulau Jawa, kawasan tersebut diyakini pernah dilalui Sunan Kalijaga semasa beliau menjalankan tugas dari Sunan Bonang untuk berdakwah di lingkungan Pulau Jawa bagian Barat, begitu pula dahulu Sunan Kalijaga saat berguru di Bumi Cirebon singgah di daerah yang kelak dinamakan Kramat.

Dikemukakan pula oleh para tetua (sesepuh)  adat Batang bahwa dua orang dari negeri Arab, yaitu seorang yang bergelar Syekh dan Sayid, dengan tekun mengembnagkan syiar Islam di wilayah Kramat dan sekitarnya, keduanya wafat dan dikebumikan di makam di desa Pasekaran. Bahkan oleh para tetua (sesepuh ) adat Batang tersebut meyakini pula bahwa seorang ulama besar dahulu pernah menjalankan syiar Islam di seputar kawasan Kramat tersebut.

Tadabbur Surat Ali Imron Ayat 190-191


Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهارِ لَآياتٍ لِأُولِي الْأَلْبابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِياماً وَقُعُوداً وَعَلى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنا مَا خَلَقْتَ هَذَا باطِلاً سُبْحانَكَ فَقِنا عَذابَ النَّارِ (191)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS ALI IMRON 190-191)

Dalam ayat 190 menjelaskan bahwa sesungguhnya dalam tatanan langit dan bumi serta keindahan perkiraan dan keajaiban ciptaan-Nya juga dalam silih bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun yang dapat kita rasakan langsung pengaruhnya pada tubuh kita dan cara berpikir kita karena pengaruh panas matahari, dinginnya malam, dan pengaruhnya yang ada pada dunia flora dan fauna merupakan tanda dan bukti yang menunjukkan keesaan Allah, kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya.

Langit dan bumi dijadikan oleh Al-Khaliq tersusun dengan sangat tertib.Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat nampak hidup.Semua bergerak menurut aturan.

Silih bergantinya malam dan siang, besar pengaruhnya atas hidup kita dan segala yang bernyawa.Kadang-kadang malam terasa panjang dan sebaliknya.Musim pun silih berganti.Musim dingin, panas, gugur, dan semi.Demikian juga hujan dan panas.Semua ini menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah bagi orang yang berpikir.Bahwa tidaklah semuanya terjadi dengan sendirinya.Pasti ada yang menciptakan yaitu Allah SWT.

Pada ayat 191 mendefinisikan orang-orang yang mendalam pemahamannya dan berpikir tajam (Ulul Albab), yaitu orang yang berakal, orang-orang yang mau menggunakan pikirannya, mengambil faedah, hidayah, dan menggambarkan keagungan Allah.Ia selalu mengingat Allah (berdzikir) di setiap waktu dan keadaan, baik di waktu ia beridiri, duduk atau berbaring. Jadi dijelaskan dalam ayat ini bahwa ulul albab yaitu orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi.

Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam.Ini berarti pengenalan kepada Allah lebih banyak didasarkan kepada kalbu, Sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, karena itu dapat dipahami sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas,

تفكرافى اخلق ولاتتفكروافى اخا لق

“Pikirkan dan renungkanlah segala sesuatu yang mengenai makhluk Allah jangan sekali-kali kamu memikirkan dan merenungkan tentang zat dan hakikat Penciptanya, karena bagaimanapun juga kamu tidak akan sampai dan tidak akan dapat mencapai hakikat Zat Nya.”

Orang-orang yang berdzikir lagi berfikir mengatakan: "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan makhluk ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan yang tertentu yang akan membahagiakan kami di dunia dan di akhirat, sebagaimana disebar luaskan oleh sementara orang-orang yang ingin melihat dan menyaksikan akidah dan tauhid kaum muslimin runtuh dan hancur. Maha Suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan bukan yang ditujukan kepada Engkau. Karenanya, maka peliharalah kami dari siksa api neraka yang telah disediakan bagi orang-rang yang tidak beriman. Ucapan ini adalah lanjutan perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, berserah dan mengakui kelemahan diri.Sebab itu bertambah tinggi ilmu seseorang, seyogyanya bertambah pula dia mengingat Allah.Sebagai tanda pengakuan atas kelemahan diri itu, dihadapan kebesaran Tuhan.

Pada ujung ayat ini ( “Maha suci Engkau ! maka peliharalah kiranya kami dari azab neraka” ) kita memohon ampun kepada Tuhan dan memohon agar dihindarkan dari siksa neraka dengan upaya dan kekuatan-Mu serta mudahkanlah kami dalam melakukan amal yang diridhai Engkau juga lindungilah kami dari azab-Mu yang pedih.

Ulul Albaab merupakan gelar bagi sang pencerah : Sosok Manusia Pembelajar. Karena sesungguhnya akal fikiran merupakan karunia Allah SWT kepada manusia yang berbeda dengan makhluk yang lain sebagai wujud sebaik – baiknya. sebagaimana Allah SWT SWT berfirnan dalam Al Qur`an Al Karim Surat At Tin / 95 ayat 4 yaitu:


لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ﴿٤﴾

Artinya: Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Hikmah yang dapat kita petik dari kajian Al Qur`an Surat Ali `Imran/3 ayat 190  - 191 di antaranya adalah bahwa manusia diharapkan menggunakan akalnya dalam rangka mentadaburi alam sekitar dengan jalan tafakur yang bertingkat menuju tafahum sebagai salah satu pencerahan, buah aplikasi keimanan. Hal itu juga dapat dipahami bahwa Allah SWT memberi kesempatan kepada manusia agar dapat menghayati tanda – tanda kebesaran dan keberadaan-Nya melalui ayat – ayat semesta.

Telah disebutkan di dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. acapkali membaca sepuluh ayat dari akhir surat Ali Imran ini apabila bangkit di sebagian malam hari untuk tahajudnya. Untuk itu Imam Bukhari mengatakan:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنِي شَرِيكُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنُ أَبِي نَمْر، عَنْ كُرَيب عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ، فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً ثُمَّ رَقَدَ، فَلَمَّا كَانَ ثُلث اللَّيْلِ الْآخِرِ قَعد فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: {إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ} ثُمَّ قَامَ فَتَوَضَّأَ وَاسْتَنَّ. فَصَلَّى إِحْدَى عَشْرَة رَكْعَةً. ثُمَّ أَذَّنَ بلالٌ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ الصُّبْحَ.

telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa ia tidur di rumah bibinya (yaitu Siti Maimunah). Lalu Rasulullah Saw. bercakap-cakap dengan istrinya selama sesaat. kemudian beliau tidur. Ketika malam hari tinggal sepertiganya lagi, beliau bangun dan duduk, lalu memandang ke arah langit seraya mengucapkan: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190), hingga beberapa ayat selanjutnya. Setelah itu beliau bangkit dan melakukan wudu. Setelah bersiwak, beliau melakukan salat sebanyak sebelas rakaat. Kemudian Bilal menyerukan azannya, maka beliau Saw. salat dua rakaat, lalu keluar dan salat Subuh menjadi imam orang-orang.

Demikian pula Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Ishaq As-San'ani, dari Ibnu Abu Maryam dengan lafaz yang sama.

ثُمَّ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ مِنْ طُرقٍ عَنْ مَالِكٍ، عَنْ مَخْرَمَة بْنِ سُلَيْمَانَ، عَنْ كُرَيْبٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ بَاتَ عِنْدَ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهِيَ خَالَتُهُ، قَالَ: فَاضْطَجَعْتُ فِي عَرْض الْوِسَادَةِ، وَاضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَهْلُهُ فِي طُولها، فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا انْتَصَفَ اللَّيْلُ -أَوْ قَبْلَهُ بِقَلِيلٍ، أَوْ بَعْدَهُ بِقَلِيلٍ -استيقظَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَنَامِهِ، فَجَعَلَ يمسحُ النومَ عَنْ وَجْهِهِ بِيَدِهِ، ثُمَّ قَرَأَ الْعَشْرَ الْآيَاتِ الخواتيمَ مِنْ سُورة آلِ عِمْرَانَ، ثُم قَامَ إِلَى شَنّ مُعَلَّقَةٍ فَتَوَضَّأَ مِنْهَا فَأَحْسَنَ وُضُوءه ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي -قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَقُمْتُ فَصَنَعْتُ مِثْلَ مَا صَنَعَ، ثُمَّ ذَهَبتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبه -فَوَضَعَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَه الْيُمْنَى عَلَى رَأْسِي، وَأَخَذَ بِأُذُنِي الْيُمْنَى يَفْتلُها فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ، ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى جَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ، فَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ.

Imam Bukhari meriwayatkannya pula melalui berbagai jalur dari Malik, dari Makhramah ibnu Sulaiman, dari Kuraib, bahwa Ibnu Abbas pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah menginap di rumah Siti Maimunah, istri Nabi Saw. yang juga bibinya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa ia tidur pada bagian dari bantal yang melebar, sedangkan Rasulullah Saw. bersama istrinya (Siti Maimunah) tidur pada bagian yang memanjang dari bantal itu. Rasulullah Saw. tidur hingga tengah malam, atau sedikit sebelumnya atau sedikit sesudahnya. Rasulullah Saw. bangun dari tidurnya, lalu mengusap wajah dengan tangannya untuk mengusir rasa kantuk. Setelah itu beliau membaca sepuluh ayat yang mengakhiri surat Ali Imran. Lalu bangkit menuju arah tempat air yang digantungkan, mengambil air wudu darinya, dan melakukan wudu dengan baik. Sesudah itu beliau berdiri mengerjakan salat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Maka aku berdiri dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya. Setelah itu aku menuju kepadanya dan berdiri di sebelahnya. Maka Rasulullah Saw. meletakkan tangan kanannya di atas kepalaku dan memegang telinga kananku, lalu menjewernya (yakni memindahkan Ibnu Abbas dari sebelah kiri ke sebelah kanannya). Beliau melakukan salat dua rakaat, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, kemudian witir. Sesudah itu beliau berbaring hingga juru azan datang kepadanya. Kemudian beliau bangkit dan melakukan salat dua rakaat secara ringan, lalu keluar (menuju masjid) dan salat Subuh (sebagai imam semua orang)."

Demikianlah hal yang diketengahkan oleh Jamaah lainnya melalui berbagai jalur dari Malik dengan lafaz yang sama.

Imam Muslim meriwayatkannya pula —juga Imam Abu Daud— melalui berbagai jalur dari Makhramah ibnu Sulaiman dengan lafaz yang sama.

Jalur lain diriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan hadis ini oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.

حدثنا محمد بن أحمد بن محمد بْنِ عَلِيٍّ، أَخْبَرَنَا أَبُو يَحْيَى بْنُ أَبِي مسرَّة أَنْبَأَنَا خَلاد بْنُ يَحْيَى، أَنْبَأَنَا يُونُسُ بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرو، عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَمَرَنِي الْعَبَّاسُ أَنْ أَبِيتَ بِآلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحْفَظُ صَلَاتَهُ. قَالَ: فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاسِ صَلَاةَ الْعِشَاءِ الْآخِرَةِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يَبْقَ فِي الْمَسْجِدِ أَحَدٌ غَيْرُهُ قَامَ فَمَرَّ بِي، فَقَالَ: "مَنْ هَذَا؟ عَبْدُ اللَّهِ؟ " فَقُلْتُ نَعَمْ. قَالَ: "فَمَه؟ " قُلْتُ: أَمَرَنِي العباسُ أَنْ أَبِيتَ بِكُمُ اللَّيْلَةَ. قَالَ: "فَالْحَقِ الْحَقْ" فَلَمَّا أَنْ دَخَلَ قَالَ: "افرشَنْ عَبْدَ اللَّهِ؟ " فَأَتَى بِوِسَادَةٍ مِنْ مُسُوحٍ، قَالَ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهَا حَتَّى سَمعتُ غَطِيطه، ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى فِرَاشِهِ قَاعِدًا، قَالَ: فَرَفَع رأسَه إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ: "سُبحان الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ" ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَاتِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ حَتَّى خَتَمَهَا.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya. dari Abu Mai-sarah, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Abi Ishaq, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Al-Abbas memerintahkan kepadaku untuk menginap di rumah keluarga Rasulullah Saw. untuk menghafalkan cara salat (malam hari)nya. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya,- bahwa Rasulullah Saw. melakukan salat Isya bersama orang banyak. Setelah di dalam masjid tidak terdapat seorang pun selain diriku, maka beliau berdiri dan lewat di hadapanku. Beliau bertanya,"Siapakah ini? Abdullah bukan?" Aku menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya, "Mengapa masih di sini?" Aku menjawab, "Al-Abbas (ayahku) telah memerintahkan aku untuk menginap di rumahmu malam ini." Rasulullah Saw. bersabda, "Mari masuk, mari masuk." Setelah masuk ke dalam rumah, beliau Saw. bersabda, "Mau memakai kasur, Abdullah?" Beliau Saw. mengambil sebuah bantal yang berlapiskan kain bulu. Rasulullah Saw. tidur memakai bantal itu hingga aku mendengar dengkurannya. setelah itu beliau duduk tegak di atas kasurnya dan mengarahkan pandangannya ke langit, lalu mengucapkan: Subhanal Malikil Quddus(Mahasuci Raja Yang Mahasuci). sebanyak tiga kali, lalu membacakan ayat-ayat yang berada di akhir surat Ali Imran hingga akhir surat Ali Imran.

Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkan melalui hadis Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya sebuah hadis mengenai hal yang sama.

Jalur lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui hadis Asim ibnu Bahdalah, dari salah seorang muridnya, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa di suatu malam Rasulullah Saw. keluar sesudah sebagian malam hari telah berlalu. Lalu beliau memandang ke arah langit dan membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190), hingga akhir surat.
Sesudah itu beliau Saw. berdoa:

«اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا، وَفِي سَمْعِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا، وَعَنْ يَمِينِي نُورًا، وَعَنْ شِمَالِي نُورًا، وَمِنْ بَيْنِ يَدَيَّ نُورًا، وَمِنْ خَلْفِي نُورًا، وَمِنْ فَوْقِي نُورًا، وَمِنْ تَحْتِي نُورًا وَأَعْظِمْ لِي نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Ya Allah, jadikanlah di dalam kalbuku nur (cahaya), di dalam pendengaranku nur, di dalam pandanganku nur, di sebelah kananku nur, di sebelah kiriku nur, di hadapanku nur, di belakangku nur, di atasku nur, di bawahku nur, dan besarkanlah nur bagiku kelak di hari kiamat.

Doa ini ditetapkan pada sebagian jalur-jalur yang sahih melalui riwayat Kuraib, dari Ibnu Abbas r.a.
Kemudian ibnu Murdawaih dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Ja'far ibnu Abul Mugirah. dari Sa’id ibnu Jubair. dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Yahudi, Lalu mereka bertanya, "Mukjizat-mukjizat apakah yang dibawa oleh Musa kepada kalian?" Orang-orang Yahudi menjawab, "Tongkatnya dan tangannya yang kelihatan putih bagi orang-orang yang memandangnya." Orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Nasrani. Lalu mereka bertanya, "Bagaimanakah yang dilakukan oleh Isa di antara kalian?" Orang-orang Nasrani menjawab.”Dia dapat menyembuhkan orang buta, orang berpenyakit supak. dan dapat menghidupkan orang-orang mati." Mereka datang kepada Nabi Saw., Lalu berkata, "Mintakanlah buat kami kepada Tuhanmu agar Dia menjadikan Bukit Safa ini emas." Maka Nabi Saw. berdoa kepada Tuhannya, Lalu turunlah firman-Nya:Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 190) Dengan kata lain, hendaklah mereka merenungkan semuanya itu.
Lafaz hadis ini berdasarkan riwayat Ibnu Murdawaih. Hadis ini disebutkan dalam permulaan pembahasan ayat melalui riwayat Imam Tabrani. Berdasarkan keterangan ini dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat ini adalah Makkiyyah.

Tetapi menurut pendapat yang masyhur, ayat-ayat ini adalah Madaniyah, sebagai dalilnya ialah hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Syuja' ibnu Asyras, telah menceritakan kepada kami Hasyraj ibnu Nabatah Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Makram, dari Al-Kalbi (yaitu Ibnu Junab), dari Ata yang menceritakan, "Aku dan Ibnu Umar serta Ubaid ibnu Umair berangkat menuju rumah Siti Aisyah r.a. Lalu kami masuk ke dalam rumahnya dan menjumpainya, sedangkan antara kami dengan dia terdapat hijab." Siti Aisyah bertanya, "Hai Ubaid, apakah yang menghalang-halangi dirimu untuk berkunjung kepadaku?" Ubaid menjawab, "Perkataan seorang penyair yang mengatakan, 'Jarang-jaranglah berkunjung, niscaya menambah rasa kangen'." Ibnu Umar memotong pembicaraan, "Biarkanlah kami, ceritakanlah kepada kami hal yang paling mengagumkan yang pernah engkau lihat dari Rasulullah Saw." Siti Aisyah menangis dan mengatakan bahwa semua perkara Nabi Saw. adalah mengagumkan, "Beliau mendatangiku di malam giliranku hingga kulit beliau bersentuhan dengan kulitku. Setelah itu beliau bersabda,'Biarkanlah aku menyembah Tuhanku.' Maka aku berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya aku suka berada di dekatmu, dan sesungguhnya aku suka menyembah Tuhanmu'." Nabi Saw. bangkit menuju qirbah (tempat air dari kulit), lalu berwudu tanpa banyak mengucurkan air. Setelah itu beliau berdiri mengerjakan salat, dan beliau menangis sehingga jenggotnya basah oleh air mata. Lalu sujud dan menangis pula hingga air matanya membasahi tanah. Kemudian berbaring pada lambungnya dan menangis lagi. Ketika Bilal datang memberitahukan kepadanya waktu salat Subuh, seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis, padahal Allah telah memberikan ampunan kepadamu terhadap dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?" Nabi Saw. menjawab, "Celakalah kamu, hai Bilal, apakah yang menghalang-halangiku menangis, sedangkan Allah telah menurunkan kepadaku malam ini ayat berikut: 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ali Imran: 190)." Kemudian Nabi Saw. bersabda pula, 'Celakalah bagi orang yang membacanya, lalu ia tidak merenungkan semuanya itu."
Abdu ibnu Humaid meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Ja'far ibnu Auf Al-Kalbi, dari Abu Hubab (yaitu Ata) yang menceritakan bahwa ia dan Abdullah ibnu Umar serta Ubaid ibnu Umair masuk ke dalam rumah Siti Aisyah Ummul Mukminin r.a. yang saat itu berada di dalam rumah (kemah)nya. Maka kami mengucapkan salam penghormatan kepadanya, dan ia bertanya, "Siapakah mereka?" Kami menjawab, "Abdullah ibnu Umar dan Ubaid ibnu Umair."' Siti Aisyah berkata, "Hai Ubaid ibnu Umair, apakah yang menghalang-halangi dirimu untuk berkunjung kepadaku?" Ubaid ibnu Umair mengucapkan kata-kata tadi yang telah disebutkan di atas, yaitu: Jarang-jaranglah berkunjung, niscaya akan bertambah kangen. Siti Aisyah berkata, "Sesungguhnya aku senang bila dikunjungi olehmu dan berbincang-bincang denganmu." Abdullah ibnu Umar berkata, "Bebaskanlah kami dari obrolan kamu berdua yang ini. Sekarang ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkan yang pernah engkau lihat dari Rasulullah Saw." Siti Aisyah menangis, kemudian berkata, "Semua perkara Nabi Saw. adalah menakjubkan belaka. Beliau datang kepadaku di malam giliranku hingga masuk bersama dan merebahkan diri di atas tempat tidurku hingga kulit beliau bersentuhan dengan kulitku. Kemudian beliau bersabda, 'Hai Aisyah, izinkanlah aku, sekarang aku akan menyembah Tuhanku'." Siti Aisyah berkata, "Sesungguhnya aku suka berada di dekatmu dan aku suka apa yang engkau suka." Rasulullah Saw. bangkit menuju qirbah (wadah air) yang ada di dalam rumah. dan dalam wudunya itu beliau menghemat air. Lalu berdiri dan membaca Al-Qur'an seraya menangis sehingga aku melihat air matanya sampai mengenai kedua sisi pinggangnya. Setelah itu beliau Saw. duduk, lalu membaca hamdalah dan memuji Allah Swt., kemudian menangis lagi sehingga aku melihat air matanya sampai membasahi pangkuannya. Kemudian beliau merebahkan diri pada lambung sebelah kanannya dan meletakkan lengan kanannya pada pipinya, lalu beliau menangis lagi sehingga aku melihat air matanya sampai membasahi tanah. Lalu masuklah Bilal memberitahukan kepadanya bahwa waktu salat Subuh telah masuk. Untuk itu Bilal berkata, "Wahai Rasulullah, sekarang waktu salat." Tetapi ketika Bilal melihat Rasulullah Saw. menangis, maka ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau menangis, padahal Allah telah memberikan ampunan-Nya bagimu atas semua dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?" Rasulullah Saw. menjawab,"Hai Bilal, bukankah aku ingin menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur? Mengapa aku tidak menangis, sedangkan malam ini telah diturunkan kepadaku firman-Nya: 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal' (Ali Imran: 190). sampai dengan firman-Nya: 'Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka' (Ali Imran: 191)." Kemudian beliau Saw. bersabda: Celakalah bagi orang yang membaca ayat-ayat ini, lalu ia tidak merenungkannya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, dari Imran ibnu Musa, dari Usman ibnu Abu Syaibah, dari Yahya ibnu Zakaria, dari Ibrahim ibnu Suwaid An-Nakha'i, dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata yang menceritakan bahwa dia dan Ubaid ibnu Umair masuk ke dalam rumah Siti Aisyah, dan seterusnya hingga akhir hadis.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia di dalam kitab At-Tafakkur wal I'tibar, dari Syuja" ibnu Asyras. Selanjutnya disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Abdul Aziz, ia pernah mendengar Sunaid menceritakan dari Sufyan As-Sauri yang me-rafa'-kannya. bahwa barang siapa yang membaca akhir surat Ali Imran, lalu ia tidak memikirkan maknanya, celakalah dia. Ia mengatakan demikian seraya menghitung dengan jari-jarinya sebanyak sepuluh buah (yakni sepuhih ayat terakhir dari surat Ali Imran).

Al-Hasan ibnu Abdul Aziz mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ubaid ibnus Saib yang menceritakan bahwa pernah dikatakan kepada Al-Auza'i, "Apakah yang dimaksud dengan pengertian memikirkan ayat-ayat tersebut?" Al-Auza'i menjawab, "Membacanya seraya merenungkan maknanya."

Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Qasim ibnu Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Iyasy, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Auza'i tentang batas minimal dari pengertian memikirkan ayat-ayat tersebut dan jalan menyelamatkan diri dari kecelakaan tersebut." Maka Al-Auza'i menundukkan kepalanya sejenak, lalu berkata, "Hendaklah seseorang membaca ayat-ayat tersebut seraya memikirkan maknanya."
Hadis lain mengandung garabah (keanehan). Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Basyir ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim Al-Busti. Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Ammar, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Musa Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Mu-zahir ibnu Aslam Al-Makhzumi, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Setiap malam Rasulullah Saw. selalu membaca sepuluh ayat dari akhir surat Ali Imran.
Muzahir ibnu Aslam orangnya daif.

Secara khusus Al Qur`an Surat Ali `Imran ayat 190 - 191 merupakan dalil bagi para pelajar ataupun ilmuan agar lebih dahulu masuk dan mempelajari bidang Ilmu Pengetahuan Alam. Bahkan dari segi yang lebih khusus lagi dapat mendukung agar orang – orang Islam agar berdimensi Ilmuan sekaligus juga Ulama sebagai aplikasi dari ayat 190 dan 191. Secara umum ayat tersebut merupakan ayat yang menghendaki manusia supaya menjadi sosok makhluk pembelajar dari sesuatu yang dapat ditangkap sinyal kemanfaatan maupun faedahnya bagi diri sendiri maupun umat manusia secara umum dengan pendekatan senyata – nyatanya antara tafakur dan tadzakur. Atau dalam bahasa Indonesia menjadi sosok cendekiawan Muslim berdimensi Pikir dan Dzikir. Sehingga lahirlah Ulil Albab baru “Sang Pencerah: Sosok Manusia Pembelajar”.

Kesimpulannya ialah Al Qur`an yang Mulia ini merupakan petunjuk bagi manusia. Adanya petunjuk inilah kemudian mengajak Umat Islam agar mau belajar sebagai pendayagunaan akal fikirannya serta wujud dari buah keimanan. Pada ayat ini pula dapat memberikan motifasi kepada para ilmuan agar ia menjadi ilmuan yang beramal ulama. Sinyal itu lebih merucut pada ayat 191 Surat Ali `Imran sebagai tafsir maupun bayan serta taukid bagi ayat sebelumnya. Ulil Albab merupakan manusia fenomenal karena dia merupakan Sang Pencerah : Sosok Manusia Pembelajar yang dilandasi keimanannya kepada Ilahi karena telah diberi cahaya-Nya sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah/2 ayat 257 :

اللّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ ….﴿٢٥٧﴾

Artinya: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran dan kebodohan) kepada cahaya (iman dan keintelektualan)…...(257).

Manfaat Dan Madhorotnya Bergadang


Terkadang kita harus begadang malam hari karena suatu keperluan, baik itu belajar atau bekerja atau begadang untuk hal yang kurang bermanfaat. Berikut sedikit pembahasan mengenai hal ini.

Begadang dalam pandangan syariat

Allah telah menjadikan tidur malam untuk istirahat bagi manusia, di mana tidur malam secara medis adalah waktu perbaikan sel-sel tubuh dan penetralan dari berbagai racun.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ ءَايَاتِهِ مَنَامُكُم بِالَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَآؤُكُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah tidurmu diwaktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan”. (Ar Rum: 23)
Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا

“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”. (An Naba : 9)

Karenanya begadang terus menerus (sampai berminggu-minggu) tanpa tidur siang (balas tidur) sehingga kekurang tidur maka ini termasuk dalam larangan yaitu membahayakan tubuh.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار

“tidak boleh berbuat bahaya dan membahayakan.”

Walaupun memang ada manfaatnya akan tetapi jika madharatnya lebih besar sebaiknya jangan dilakukan. Sebagaimana kaidah dalam Khamer. Allah Ta’ala berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.” Al-Baqarah :219)

Jadi Begadang tidak dianjurkan jika tidak ada kepentingan yang benar-benar cukup penting.

Dari Abu Barzah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ، وَلَا يُحِبُّ الْحَدِيثَ بَعْدَهَا

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum isya dan beliau tidak menyukai obrolan setelah isya. (HR. Ahmad, no.19781 dan Ibn Khuzaimah, no.1339)

Ibnu Khuzaimah meletakkan hadis ini setelah judul bab:

بَابُ الزَّجْرِ عَنِ السَّهَرِ بَعْدَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ

Bab, larangan bergadang setelah shalat isya. (Shahih Ibnu Khuzaimah, 2:290)

Diantara kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, beliau tidak suka begadang. Jika tidak ada urusan penting –baik tentang dakwah ataupun jihad- maka beliau menyegerakan tidur setelah shalat Isya’ kemudian bangun di pertengahan malam atau sepertiga malam untuk shalat tahajjud atau qiyamullail.

Selain memudahkan tahajjud, ternyata kebiasaan tidak tidur terlalu malam juga memiliki banyak manfaat medis yang baru diketahui di zaman modern ini. Sebaliknya, orang yang tidur terlalu malam terancam bahaya kesehatan sebagai berikut:

1. Sistem Imun Melemah

Tidur terlalu malam ternyata berpengaruh rusaknya sel-sel darah putih. Akibatnya kekebalan tubuh menjadi melemah dan rentan terhadap serangan berbagai penyakit.

2. Diabetes

Tidur terlalu malam juga merusak hormon di tubuh. Akibatnya tubuh tidak toleran terhadap glukosa karena jumlah insulin menurun. Orang yang tidur terlalu malam menjadi lebih rentan terhadap penyakit Diabetes.

3. Sakit Kepala Hingga Kerusakan Otak

Tidur terlalu malam membuat tubuh tidak bisa beristirahat dengan baik. Meskipun waktu tidurnya sama, katakanlah lima jam, orang yang tidur sebelum tengah malam dan bangun sepertiga malam terakhir akan merasakan kondisi fisik yang lebih fit. Sebaliknya, tidur larut malam membuat istirahat tidak efektif. Ketika bangun kepala terasa berat, itulah tanda gegar otak kecil sedang menyerang. Jika dibiasakan, terus menerus dalam waktu berkepanjangan, kerusakan otak bisa mengancam.

4. Kanker Hati

Dintara penyakit berbahaya akibat tidur terlalu malam adalah kanker hati. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam situs resmi UGM Fakultas Kedokteran Bagian Radiologi. Bahwa penelitian para dokter di National Taiwan Hospital menemukan bahwa tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang merupakan penyebab utama kerusakan hati.

Subhanallah… demikianlah hikmah medis dari salah satu kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aisyah radhiyallahu ‘anha menjelaskan kebiasaan beliau ini:

مَا نَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَلَا سَهِرَ بَعْدَهَا

Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah tidur sebelum waktu isya’ dan tidak pernah begadang setelahnya. (HR. Ahmad; shahih)

Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan dalam Zadul Ma’ad: “Termasuk kebiasaan beliau adalah tidur di awal malam dan bangun di bagian akhirnya. Terkadang beliau begadang di awal malam untuk mengurusi berbagai kepentingan orang-orang miskin.”

Semoga kita dimudahkan untuk meneladani beliau, dan mendapatkan banyak manfaat dan hikmah berkat meneladani beliau.

Boleh jika sekali-kali begadang untuk hal yang bermanfaat, bahkan terkadang waktu malam adalah waktu yang tepat untuk “mengejar cita-cita” karena waktu yang sunyi dan jauh dari manusia sehingga bisa fokus

Karena ada pepatah Arab,

من أراد المعالى سهر اليالى

“Barang siapa yang menginginkan cita-cita tinggi maka begadang malam hari”

Jika kita lihat, ada beberapa kisah ulama yang begadang bahkan menhidupkan sepanjang malam (tidak tidur sama sekali) untuk sesuatu yang bermanfaat. Hanya saja kita tidak pernah mendengar mereka menjadikan begadang sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus.  Termasuk yang bermanfaat di sini adalah menghidupkan 10 malam terakhir bulan Ramadhan untuk beribadah.

Tidak boleh begadang untuk hal yang tidak bermanfaat juga, bahkan walaupun begadang untuk beribadah tetapi melalaikan tidak shalat subuh, sebagaimana kisah berikut.

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَقَدَ سُلَيْمَانَ بْنَ أَبِي حَثْمَةَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَأَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ غَدَا إِلَى السُّوقِ وَمَسْكَنُ سُلَيْمَانَ بَيْنَ السُّوقِ وَالْمَسْجِدِ النَّبَوِيِّ فَمَرَّ عَلَى الشِّفَاءِ أُمِّ سُلَيْمَانَ فَقَالَ لَهَا لَمْ أَرَ سُلَيْمَانَ فِي الصُّبْحِ فَقَالَتْ إِنَّهُ بَاتَ يُصَلِّي فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَقَالَ عُمَرُ لَأَنْ أَشْهَدَ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي الْجَمَاعَةِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةً

Dari Abu Bakr bin Sulaiman bin Abi Hatmah, sesungguhnya Khalifah Umar bin al Khattab tidak menjumpai Sulaiman bin Abi Hatmah saat shalat Shubuh. Rumah Sulaiman itu terletak antara pasar dengan masjid nabawi. Pada pagi harinya Umar pergi ke pasar. Umar melewati as Syifa, ibu dari Sulaiman. Khalifah Umar bertanya kepada sang ibu, “Aku tidak menjumpai Sulaiman dalam jamaah shalat shubuh”. Sang ibu menjawab dengan mengatakan, “Semalaman Sulaiman mengerjakan shalat Tahajud. Pada waktu shubuh matanya tidak kuat untuk diajak bangun mengerjakan shalat shubuh berjamaah.

Khalifah Umar mengatakan, “Sungguh jika aku bisa mengerjakan shalat shubuh berjamaah itu lebih kusukai dari pada aku shalat tahajud semalaman namun tidak kuat untuk bangun shalat shubuh”

Alangkah baiknya, jika seorang mukmin memanfaatkan waktu di malam hari dengan sesuatu yang bermanfaat dan tidak merugikan orang lain. Memang begadang dalam isalm memiliki hukum yang berbeda sesuai dengan kegiatan yang di lakukan, terlintas dari pada itu melakukan segala aktivitas dengan waktu yang produktif akan lebih efektif dan efisien terlebih bagi kesehatan agar waktu istirahat tidak berkurang.

Doa Bagi Orang Yang Susah Tidur


Gangguan tidur di malam hari atau insomnia menjadi salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat modern. Mereka yang mengalaminya pun sering kali merasa sangat tersiksa lantaran kurangnya jam tidur yang mereka dapatkan setiap malamnya. Akibatnya, penderita insomnia cenderung merasa lelah, kurang energi dan konsentrasi. Parahnya, insomnia bahkan dapat menyebabkan seseorang terserang depresi dan stress.

Ada begitu banyak solusi yang ditawarkan medis untuk mencegah masalah tidur yang satu ini, mulai dari mengkonsumsi obat sampai mengikuti bermacam-macam terapi. Namun kebanyakan dari solusi penyembuhan itu justru menimbulkan efek yang jauh lebih buruk.

Sudah tidak dapat di pungkiri  tidur merupakan  kebutuhan yang sangat penting bagi tubuh maupun pikiran kita, karena tubuh dan pikiran juga memerlukan istirahat agar tubuh dan pikiran kita segar kembali untuk menjalani aktifitas sehari-hari.

Jika kita susah untuk tidur atau insomnia badan kita akan terasa lemas pikiranpun menjadi tidak karuan. tidak hanya itu kesehatan juga menurun, aktifitas sehari-hari jadi terganggu karena mengantuk pada siang harinya, kesehatan juga pasti akan menurun yang menyebabkan kita mudah terkena penyakit.

Sahabat Nabi yakni Zaid bin Tsabit ketika mengalami susah tidur (insomnia). Pengakuan Zaid ini ditulis dalam Kitab Ibnu Sunni yang dikutip oleh Imam Nawawi dengan kalimat “Lalu saya membacanya, kemudian Allah menghilangkan apa yang saya alami ”. Berikut adalah lafadz bacaan doa ketika sulit tidur lengkap arab, latin dan artinya.

اَللهُمَّ غَارَتِ النُّجُوْمُ وَهَدَاتِ الْعُيُوْنُ وَأَنْتَ حَيٌّ قَيُّوْمُ لاَتَأْخُذُكَ سِنَةٌ وَلاَنُوْمٌ، يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ أَهْدِىءْ لَيْلِى وَأَنِمْ عَيْنِيْ

ALLAHUMMA GHARATIN NUJUM WA HADAATIL ‘UYUN, WA ANTA HAYYUN QAYYUM, LA TAKKHUZUKA SINATUN WALA NAUMUN. YA HAYYU YA QAYYUM, AHDI’ LAILI WA ANIM ‘AINI

Ya Allah, bintang-bintang telah redup, mata-mata telah memejam dan Engkau Maha Hidup lagi Maha Terus-menerus mengurus makhluk. Tidak menimpa-Mu rasa kantuk dan tidur. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha mengurusi makhluk, tenangkanlah malamku dan tidurkanlah mataku.

Itulah Lafadz Doa Ketika Susah Tidur (Doa Insomnia) Lengkap bahasa arab, tulisan latin dan artinya, sebagaimana Hadits Riwayat Ibnu Sunni. Adapun untuk hadits selengkapnya adalah sebagai berikut.

روينا فى كتاب ابن السني عن زيد بن ثابت رضي الله عنه قال: شكوت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم أرقا أصانبي، فقال: قل: اَللهُمَّ غَارَتِ النُّجُوْمُ وَهَدَاتِ الْعُيُوْنُ وَأَنْتَ حَيٌّ قَيُّوْمُ لاَتَأْخُذُكَ سِنَةٌ وَلاَنُوْمٌ، يَاحَيُّ يَاقَيُّوْمُ أَهْدِىءْ لَيْلِى وَأَنِمْ عَيْنِيْ، فقلتها، فأذهب الله عزّوجلّ عني ماكنت أجد

Sahabat Nabi lainnya yang mengalami insomnia atau susah tidur yaitu Khalid bin Walid. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya bin Haban, Khalid yang mengadukan keadaan yang dialaminya, Rasulullah menganjurkan membacakan :

اعوذ بكلماتالله التامات من غضبه ومن شرعباده ومن همزات الشياطين وان يحضرون

A'UUDZU BIKALIMAATILLAHIT TAAMMAATI MIN GHODLOBIHI WA MIN SYARRI 'IBAADIHI WA MIN HAMAZAATISY SYAYAATIINA WA AYYAHDLURUUN

Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kemarahan-Nya, dan dari keburukan hamba-hamba-Nya, serta dari berbagai godaan syetan dan kehadirannya

Dikisahkan seperti halnya kisah Khalid sebelumnya. Namun dengan resep doa yang berbeda.

اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَمَا أَظَلَّتْ وَرَبَّ الأَرَضِينَ وَمَا أَقَلَّتْ وَرَبَّ الشَّيَاطِينِ وَمَا أَضَلَّتْ كُنْ لِي جَارًا مِنْ شَرِّ جَمِيعِ الْجِنِّ وَالإِنْسِ ، وأَنْ يُفْرَطَ عَلَيَّ أَحَدٌ مِنْهُمْ أَوْ أَنْ يُؤْذِيَنِي عَزَّ جَارُكَ وَجَلَّ ثَنَاؤُكَ وَلا إِلَهَ غَيْرُكَ

“Ya Allah Tuhan langit dan apa yang dinaungi, Tuhan Bumi dan apa yang diangkat, Tuhannya para setan  dan apapun yang disesatkan, Jadilah Engkau (wahai Tuhanku) yang berada di sisiku (melindungiku) dari seluruh kejahatan jin dan manusia, dari tindakan berlebih-lebihan mereka atau dari gangguan salah satu dari mereka. perlindungan-Mu sangatlah agung demikian pula juga pujian kepada-Mu, dan tiada Tuhan selain-Mu.”

Riwayat yang bersumber dari sahabat Khalid ini dapat juga ditemukan di dalam kitab-kitab hadis lainnya seperti, Musnad al-Bazzar karya Abu Bakar al-Bazzar, al-Mu’jam al-Kabir karya al-Thabrani, dan dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah karya Abu Bakar Ibn Abi Syaibah.

NGANTUK ITU ROHMAT DARI ALLOH


Ngantuk dan tidur adalah nikmat Allah yang sangat berharga. Hikmahnya, ketika ngantuk mulai terasa, itu indikasi biologis bahwa fisik dan pikiran mulai lelah. Dan tidur adalah kondisi yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla untuk mengistirahatkan kinerja fisik dan pikiran untuk sementara waktu. Namun, apa jadinya jika ngantuk ketika shalat menimpa anda. Apa yang harus dilakukan?

Permasalahan ngantuk ketika shalat memang banyak terjadi di kalangan masyarakat Muslim. Dan solusi atas permasalahan ini sudah dibahas oleh para ulama, meski di sana dijumpai sedikit perbedaan pendapat para ulama.

Rasa ngantuk yang menimpa seseorang itu bermacam-macam faktornya. Ada yang bermula dari faktor penyakit tubuh yang berefek mudah ngantuk, seperti anemia dan semisalnya. Ada pula yang bermula dari faktor kelelahan fisik dan pikiran akibat pekerjaan dan aktivitas yang dilakukannya.

Jika ngantuk sudah menjadi kebiasaan seseorang, maka hendaknya ia betul-betul menyiasati sejak awal dengan berbagai cara agar ngantuk ketika shalat tidak menimpa dirinya. Bisa dengan tidur sesaat sebelum masuk waktu shalat, atau dengan menggerak-gerakkan fisik sebelum shalat, dan sebagainya.

Dalam tafsir Mafatih al-Ghaib, Muhammad bin Umar atau yang sering dikenal dengan Fahruddin Ar-Razi mengatakan:

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ: النُّعَاسُ فِي الْقِتَالِ أَمَنَةٌ، وَالنُّعَاسُ فِي الصَّلَاةِ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَذَلِكَ لِأَنَّهُ فِي الْقِتَالِ لَا يَكُونُ إِلَّا مِنْ غَايَةِ الْوُثُوقِ بِاللَّهِ وَالْفَرَاغِ عَنِ الدُّنْيَا، وَلَا يَكُونُ فِي الصَّلَاةِ إِلَّا مِنْ غَايَةِ الْبُعْدِ عَنِ اللَّهِ

Artinya: dari Ibnu Mas’ud: “Mengantuk ketika dalam kondisi perang dapat menjadikan rasa aman (bagi tentara yang berperang), sedangkan rasa kantuk dalam shalat adalah dari syetan. Hal itu dikarenakan rasa kantuk saat berperang hanya terjadi ketika ia (seorang tentara) telah menyerahkan jiwa raganya kepada Allah secara total dan ia juga tidak peduli lagi dengan urusan duniawi. Sementara kantuk dalam shalat hanya terjadi apabila seseorang jauh (lupa) dengan Allah.”

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ فَلْيَضْطَجِعْ

Apabila kalian bangun malam, sehingga bacaan al-Qurannya menjadi kacau, sampai dia tidak sadar apa yang dia baca, hendaknya dia tidur. (HR. Muslim 1872, Ibnu Majah 1434 dan yang lainnya).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ

“Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 212 dan Muslim no. 786).

Konteks hadits ini sebenarnya berbicara tentang larangan untuk berlebih-lebihan dalam beribadah (shalat malam), dalam artian setelah shalat beberapa rakaat di tengah malam, berzikir, membaca Al-Qur’an, lalu rasa kantuk datang menyerang, maka seseorang dianjurkan untuk tidur terlebih dahulu sekadar menghilangkan rasa kantuknya. Namun Imam Nawawi dalam Syarah Muslim-nya menggarisbawahi sebagai berikut.

قوله صلى الله عليه وسلم: "إذا نعس أحدكم في الصلاة فليرقد حتى يذهب عنه النوم" إلى آخره نعس بفتح العين، وفيه الحث على الإقبال على الصلاة بخشوع وفراغ قلب ونشاط، وفيه أمر الناعس بالنوم أو نحوه مما يذهب عنه النعاس، وهذا عام في صلاة الفرض والنفل في الليل والنهار وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور، لكن لا يخرج فريضة عن وقتها.

Artinya, “Sabda Rasul SAW di atas mengandung anjuran untuk melakukan shalat dengan khusyuk, sepenuh hati dan perhatian. Selain itu, hadits tersebut juga mengandung anjuran bagi orang yang mengantuk untuk tidur terlebih dahulu atau melakukan hal-hal yang bisa menghilangkan rasa kantuknya. Anjuran ini berlaku umum, baik untuk shalat fardu maupun sunat, baik shalat di malam atau di siang hari. Ini pendapat mazhab kami (Mazhab Syafi’i) dan mayoritas ulama dengan catatan shalat tetap dilakukan di dalam waktunya.”

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa menunda pelaksanaan shalat dimaksudkan hanya untuk menjaga kualitas shalat agar tidak rusak oleh hal-hal yang membuatnya menjadi kurang khidmat dan khusyuk, karena substansi shalat pada dasarnya adalah munculnya rasa tenang, fokus, dan khusuk di dalam hati.

Poin ini akan sulit diperoleh oleh seseorang manakala ia shalat dalam kondisi mengantuk. Hal senada juga diingatkan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya yang lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa ketika azan sudah berkumandang, sementara makanan sudah terlanjur dihidangkan, maka seseorang dianjurkan untuk makan terlebih dahulu agar hasrat untuk makan tidak menganggu konsentrasinya dalam melaksanakan shalat.

Hal inilah yang kemudian mendorong sikap Sayidina Ibnu Umar RA, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari yang bersumber dari Nafi’, “Tetap meneruskan makannya tatkala iqamat shalat sudah dikumandangkan serta imam sudah memulai bacaan shalat.” Begitu juga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban bahwa Imam Nafi’ pernah suatu kali menemui Sayidina Ibnu Umar ketika beliau hendak menjalankan shalat Maghrib. Kebetulan pada saat itu Imam Nafi’ membawakan hidangan berbuka puasa untuk beliau. Namun tiba-tiba iqamat shalat pun berkumandang, akan tetapi Sayidina Umar tetap melanjutkan makannya sampai selesai dan setelah itu baru melaksanakan shalat.

Perlu digarisbawahi juga terkait kebolehan mendahulukan tidur di saat sangat mengantuk atau makan di saat sedang sangat lapar daripada ibadah shalat hanya diperbolehkan manakala pelaksanaan shalat tersebut tidak keluar dari waktunya. Dengan demikian, ketika waktu shalat sudah sempit (hampir habis), sementara rasa kantuk mendera serta rasa lapar menghadang misalnya, maka tetap saja seseorang dianjurkan untuk shalat terlebih dahulu untuk menghormati waktu shalat, meskipun dengan kondisi yang sangat berat dan dilematis.

Jika anda menguap, jangan nekat membaca al-Quran. Karena suara anda akan terdengar aneh. Yang seharusnya anda lakukan adalah menghentikan bacaan alQuran dan menutup mulut. Agar setan tidak masuk.

Ngantuk, kantuk, mengantuk adalah sebuah hal yang sering kita jumpai pada saat hadir di pengajian, khutbah Jum’at, Khutbah ‘Idul Fithri maupun ‘Idul ‘Adha. Bahkan mungkin sebagian dari kita adalah orang yang sering atau pernah mengalami hal di atas.

Yang lebih menakjubkan lagi adalah perkataan sebagian orang, ‘Kalau mau tidur pulas, datanglah ke pengajian, atau hadirilah khutbah Jum’at’. Dan yang lebih membuat kita takjub lagi adalah mereka berdalil pula dengan hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang mulia,

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْإِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya kalan menuju surga. Tidaklah suatu kaum/sekelompok orang berkumpul di salah satu dari rumah Allah yang mereka membaca Kitab Allah dan saling mengajarkannya diantara mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan dan mereka akan ‘dihujani’ rahmat….”

Hadits yang mulia di atas bukanlah sama sekali dalil bagi mereka karena ketenangan yang dimaksudkan bukanlah tertidur. An Nawawiy Rohimahullah mengatakan,

وقيل الطمأنينة والوقار هو أحسن

“Disebutkan bahwa makna (السَّكِينَةُ) adalah tuma’ninah/ketenangan hati dan Wiqor/ketenangan”.

Jadi yang jelas, mengantuk ketika mendengarkan kajian, khutbah jum’at ataupun sholat adalah sesuatu tercela. Bahkan menguap yang menjadi awal atau tanda dari ngantuk adalah sesuatu yang dibenci Allah Subhana wa Ta’ala.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Oleh karena itu bila kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk ber-tasymit (mengucapkan “yarhamukallah”). Sedangkan menguap itu dari setan, jika seseorang menguap hendaklah dia tahan semampunya. Bila orang yang menguap sampai mengeluarkan suara ‘haaahh’, setan tertawa karenanya.” (HR. Bukhari 6223)

Solusi hal ini telah terdapat dalam hadits di atas, yaitu hendaklah ia tahan semampunya. Namun untuk keadaan di luar sholat wajib maka adala solusi Nabawiyah dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam adalah berpindah tempat. Beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhuma,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي مَجْلِسِهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ إِلَى غَيْرِهِ

“Jika salah seorang dari kalian mengantuk di majelis/sidang pada hari Jum’at maka hendaklah ia berpindah dari tempat tersebut ke tempat yang lain”.

Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukaniy Asy Syafi’i Rohimahullah mengatakan,

“Hikmah dari perintah untuk berpindah tempat ini adalah sesungguhnya gerakan akan menghilangkan kantuk. Kemungkinan hikmah lainnya adalah perpindahan dari tempat yang kantuk mengalahkannya dan lalai karena tertidur. Walaupun orang yang tertidur tidaklah berdosa (pada dasarnya –ed.)”

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...