Senin, 01 November 2021

Mengenal Jenis Nama Pamor Pada Bilah Pusaka


Sejak jaman purbakala hingga saat ini, keris menemukan bentuknya yang bermacam-macam dan penuh dengan makna spiritual yang dalam dibalik pembuatanya. Orang-orang jaman sekarang akan semakin rumit bila mempelajari keris secara satu per satu, karena banyak sekali makna yang terkandung di dalam masing-masing keris.

Dari bentuknya ada dua macam jenis keris, yaitu keris lurus dan keris ber-luk (lekuk). Sebagai senjata fisik, keris lurus berfungsi murni sebagai senjata tusuk dan sabet, menjadi senjata yang diandalkan untuk menusuk dan merobek tubuh lawannya dan seperti kabanyakan senjata tarung lainnya, racun pada keris (warangan keris) akan sangat menyakitkan lawan dan bahkan bisa membunuhnya walaupun hanya tergores sedikit saja.

Tidak demikian dengan keris ber-luk. Keris ber-luk, selain sebagai senjata tusuk dan sabet, bentuk luk-nya juga berguna dalam menahan dan menangkis senjata lawan dan menghasilkan luka yang lebih besar dan lebih parah bila berhasil menusuk lawan. Yang terakhir ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang, karena secara filosofis jawa, hal demikian memang tidak pantas untuk diutarakan. Jadi oleh Empu pembuatnya, bentuk luk keris memang sengaja dibuat dengan tujuan lain yang tersembunyi, bukan hanya sebagai pemanis. Selain itu, bentuk keris juga menjadi pakem untuk menunjukkan makna spiritual kerisnya.

Ada 6 Keris Pusaka Paling Melegenda dan merupakan Keris Pusaka Paling Diburu, inilah 6 Keris Pusaka Paling Melegenda :

Keris Pusaka Mpu Gandring.

Keris empu Gandring adalah Benda Pusaka yang sangat terkenal dalam riwayat berdirinya kerajaan singasari di Malang, Keris ganas yang sudah terkenal memakan korban para pendiri kerajaan, pembuat, bahkan pemakainya yaitu Ken Arok. Singkat Cerita, Keris yang Melegenda ini di buat oleh empu yang sangat sakti bernama Empu Gnadring, yang kemudian dimintakan membuat sebuh keris sangat sakti oleh ken Arok.

Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris-keris pusaka masa itu. Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan harus diambil. Kemudian Ken Arok menguji Keris tersebut dan terakhir Keris tersebut ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji (karena sarung keris itu belum selesai dibuat) selebihnya bahkan dikatakan untuk menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya). Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan sumpah kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Sampai sekarang keris mpu gandring ini belum ditemukan lagi oleh siapapun..!!!

Keris Pusaka Naga Sasra Sabuk Inten.

Keris Pusaka Nagasasra dan Sabuk Inten adalah dua benda pusaka berbeda peninggalan Raja Majapahit. Nagasasra adalah nama salah satu dapur keris luk tiga belas dan ada pula yang luk-nya berjumlah sembilan dan sebelas, sehingga penyebutan nama dapur ini harus disertai dengan menyatakan jumlah luk-nya agar tidak salah.
Pada keris dapur Nagasasra yang bagus, sebagian banyak bilahnya diberi kinatah emas, dan pembuatan kinatah emas semacam ini telah dirancang oleh sang empu sejak awal pembuatan. Pada tahap penyelesaian akhir, sang empu sudah membuat bentuk kinatah sesuai rancangan. Bagian-bagian yang kelak akan dipasang emas diberi alur khusus Berupa pamor, untuk “tempat pemasangan kedudukan emas” dan setelah penyelesaian wilah selesai, maka dilanjutkan dengan penempelan emas oleh pandai emas dari dalam kerajaan.

Salah satu pembuat keris dengan dapur Nagasasra terbaik, adalah karya empu Ki Nom, merupakan seorang empu yang terkenal, dan hidup pada akhir zaman kerajaan Majapahit…!!!

Keris Pusaka Kala Munyeng (Milik Sunan Giri).

Dalam Riwayat Prabu Brawijaya murka. Pengaruh Sunan Giri salah satu dari sembilan Wali Songo, dianggap sudah mengancam eksistensi Kerajaan Majapahit. Patih Gajahmada dan pasukannya lalu dikirim ke Giri untuk memberikan serangan, Penduduk Giri pun panik dan menghambur ke Kedaton Giri. Sunan Giri yang saat itu sedang menulis begitu terkejut dan pena (kalam) yang tengah digunakannya ia lontarkan ke arah pasukan Majapahit. Atas kehendak Sang Pencipta pena yang terlontar itu menjelma menjadi keris ampuh dan keris inilah yang memporakporandakan pasukan Majapahit.

Sunan Giri yang nama kecilnya adalah Raden Paku alias Muhammad Ainul Yakin tidak hanya dikenal sebagai penyebar agama Islam yang gigih. Tetapi juga pembaharu pada masanya. Pesantrennya, yang dibangun di perbukitan desa Sidomukti di selalan Gresik, tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan agama dalam arti sempit, tetapi juga menjadi pusat pengembangan masyarakat. Giri Kedaton, pesantrennya di Gresik, bahkan tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa kala itu. Ketika Raden Patah (Demak Bintaro) melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Pada perkembangan, nya kemudian, Demak tak lepas dan pengaruh Sunan Giri. Dan Sunan Giri diakui sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan setanah Jawa.

Meluasnya pengaruh Sunan Giri di Gresik membuat Prabu Brawijaya, raja Majapahit kala itu murka. la memerintahkan patihnya, Gadjah Mada, ke Gin Penduduk Giri ketakutan dan berlari ke kedaton Sunan, Babad Tanah jawa menuturkan, ketika itu Sunan Giri sedang menulis. Karena terkejut mendengar musuh berdatangan merusak Giri, pena (kalam) yang dipegangnya Beliau lontarkan. Sunan Giri kemudian berdoa pada Sang Pencipta. Ternyata kalam yang terlempar itu berubah meniadi keris berputar-putar, Keris dari kalam itu mengamuk dan banyak tentara Majapahit yang menyerbu Giri tewas, Sisanya kabur,berlarian kembali ke Majapahit. Dan keris dari kalam itupun dikisahkan kembali sendiri ke kedaton Giri, Tergeletak di hadapan Sunan dengan berlumuran darah.Sunan lalu berdoa pada Yang Maha Kuasa, dan mengatakan pada rakyat Giri bahwa kerisnya yang ampuh itu dinamai Kalam Munyeng.

Apakah keris Kalam Munyeng (pena yang berputar-putar) itu modelnya seperti keris yang pada masa kini populer dengan nama Kala Munyeng (raksasa yang berputar-putar), wallahu alam!!! Namun keris Kala munyeng juga termasuk keris yang amat tersohor Namanya di nusantara ini.

Keris Pusaka Kyai Condong Campur

Condong Campur adalah salah satu keris pusaka milik Kerajaan Majapahit yang banyak disebut dalam legenda dan folklor. Keris ini dikenal dengan nama Kanjeng Kyai Condong Campur. Keris ini merupakan salah satu dapur keris lurus. Panjang bilahnya sedang dengan kembang kacang, satu lambe gajah, satu sogokan di depan dan ukuran panjangnya sampai ujung bilah, sogokan belakang tidak ada. Selain itu, keris ini juga menggunakan gusen dan lis-lis-an. Condong Campur merupakan suatu perlambang keinginan untuk menyatukan perbedaan. Condong berarti miring yang mengarah ke suatu titik, yang berarti keberpihakan atau keinginan. Sedangkan campur berarti menjadi satu atau perpaduan. Dengan demikian, Condong Campur adalah keinginan untuk menyatukan suatu keadaan tertentu. Konon keris pusaka ini dibuat beramai-ramai oleh seratus orang mpu. Bahan kerisnya diambil dari berbagai tempat. Dan akhirnya keris ini menjadi keris pusaka yang sangat ampuh tetapi memiliki watak yang jahat.

Dalam dunia keris muncul mitos dan legenda yang mengatakan adanya pertengkaran antara beberapa keris. Keris Sabuk Inten yang merasa terancam dengan adanya keris Condong Campur akhirnya memerangi Condong Campur. Dalam pertikaian tersebut, Sabuk Inten kalah. Sedangkan keris Sengkelat yang juga merasa sangat tertekan oleh kondisi ini akhirnya memerangi Condong Campur hingga akhirnya Condong Campur kalah dan melesat ke angkasa menjadi Lintang Kemukus (komet atau bintang berekor), dan mengancam akan kembali ke bumi setiap 500 tahun untuk membuat huru hara, yang dalam bahasa Jawa disebut ontran-ontran.

Keris Pusaka Setan Kober.

Keris setan kober ini dalam sejarah dibuat oleh mpu supo mandagri, beliau adalah keturunan seorang empu dari tuban. Dalam riwayat, Mpu supo memeluk islam dan berguru kepada sunan Ampel, sambil tetap membuat keris, Supo Mandagri adalah mpu sakti yang menjadikan karya nya begitu sangat terkenal antara lain Keris Kyai Sengkelat,dan Keris Kyai Nogo sosro dan setan kober ini sendiri, keris ini dulu bernama “Bronggot Setan Kober” di buat pada awal kerajaan islam demak Bintaro,kemudian keris ini di serahkan kepada Syekh Jafar Soddiq atau Sunan Kudus dalam perjalananya kemudian di berikan lagi kepada Arya penangsang.
Keris pusaka setan kober ini sangat ampuh sekali, tapi membawa hawa perbawa panas, sehingga sering membuat si pemakainya mudah marah, begitu juga dengan arya penangsang yang mudah emosi akibat pembawaan keris ini. keris inilah yang di gunakan arya penangsang untuk bertanding melawan sutawijaya yang memiliki tombak kyai pleret. Sampai detik ini, keris ini juga tidak di ketahui asli keberadaan nya, sama halnya dengan pusaka lain seperti mpu gandring, demikian juga pamor dan dapur asli ciri setan kober tidak diketahui asli dan model nya, alasan ini mungkin menjadi kuat karena keris ini memakan banyak sekali korban petinggi penting, jadi para empu mungkin tidak membuat mirip asli nya karena di yakini membawa sial atau bala sebab telah di anggap haus darah.

Keris Kyai Sengkelat (Brawijaya Ke V).

Keris Sengkelat adalah keris pusaka luk tiga belas yang diciptakan pada jaman Majapahit (1466 – 1478), yaitu pada masa pemerintahan Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) karya Mpu Supa Mandagri. Mpu Supa adalah salah satu santri Sunan Ampel. Konon bahan untuk membuat keris Sengkelat adalah cis, sebuah besi runcing untuk menggiring onta. Konon, besi itu didapat Sunan Ampel ketika sedang bermunajat. Ketika ditanya besi itu berasal darimana, dijawab lah bahwa besi itu milik Muhammad Saw. Maka diberikan lah besi itu kepada Mpu Supa untuk dibuat menjadi sebilah pedang. Namun sang mpu merasa sayang jika besi tosan aji ini dijadikan pedang, maka dibuatlah menjadi sebilah keris luk tiga belas dan diberi nama keris Sengkelat. Setelah selesai, diserahkannya kepada Sunan Ampel. Sang Sunan menjadi kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Maka oleh Sunan Ampel disarankan agar keris Sengkelat diserahkan kepada Prabu Brawijaya V.

Ketika Prabu Brawijaya V menerima keris tersebut, sang Prabu menjadi sangat kagum akan kehebatan keris Kyai Sengkelat. Dan akhirnya keris tersebut menjadi salah satu piyandel (maskot) kerajaan dan diberi gelar Kangjeng Kyai Ageng Puworo, mempunyai tempat khusus dalam gudang pusaka keraton.

Pusaka baru itu menjadi sangat terkenal sehingga menarik perhatian Adipati Blambangan. Adipati ini memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencuri pusaka tersebut demi kejayaan Blambangan, dan berhasil. Mpu Supa yang telah mengabdi pada kerajaan Majapahit diberi tugas untuk mencari dan membawa kembali pusaka tersebut ke Majapahit. karena taktik yang jitu dari mpu supa akhirnya keris itu ia dapatkan kembali dan tanpa menyebabkan peperangan, Malah Ki Nambang akhirnya dianugerahi seorang putri kadipaten yang bernama Dewi Lara Upas, adik dari Adipati Blambangan itu sendiri. Sang Mpu yang berhasil melaksanakan tugas selalu mencari cara agar dapat kembali ke Majapahit. Ketika kesempatan itu tiba maka beliau pun segera kembali ke Majapahit dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Sebelum pergi, beliau meninggalkan pesan kepada sang istri bahwa kelak jika anak mereka lahir laki-laki agar diberi nama Joko Suro, serta meninggalkan besi bahan untuk membuat keris.

Pamor Keris

Setelah anda memahami dapur keris pusaka dunia tahap berikutnya wajib memahami Nama nama Pamor Keris Pusaka , nama untuk pamor keris berlaku juga untuk tosan aji lainnya seperti Tombak, Wedung, Pedang dsb. Khusus pamor yang pemilih yang biasanya diperuntukan untuk kedudukan tertentu atau karakter tertentu, sebaiknya di “tayuh” dahulu apakah cocok atau tidak sedangkan yang tidak pemilih bisa dimiliki oleh siapa saja.

Pada umumnya penamaan pamor seperti gambar pamor tersebut, misalnya Pamor Pari Sawuli (Padi Seuntai) mirip dengan padi yang seuntai, begitu juga Bawang Sebungkul, Ron Pakis dan sebagainya. Tetapi ada juga penamaannya bukan dengan membandingkan kemiripan dengan benda tertentu seperti pamor Raja Abala Raja atau Pandita Bala Pandita, apalagi yang termasuk pamor titipan seperti Makrip, Tamsul, Dikiling yang bentuknya menyerupai lambing namun seolah mempunyai maksud tertentu.

Ada dua pendapat mengenai penamaan pamor

Pertama, bila si Empu ingin membuat Ron Genduru tetapi gagal dan jadinya Ganggeng Kanyut maka namanya harus tetap Ron Genduru tetapi Ron Genduru yang gagal dan bukan Ganggeng Kanyut. Kedua, dilihat dari bentuk jadinya, sehingga pamor tersebut dinamakan Ganggeng Kanyut. Mana dari kedua pendapat tadi yang benar terserah pada penilaian kita masing-masing.

PENAMAAN SECARA UMUM

Banyak tosan aji mempunyai gabungan atau kombinasi dari beberapa pamor, ada pamor dibagian pangkalnya lain dengan bagian ujungnya dan ada yang sisi bilah satu lain dengan sisi bilah lainnya. Ada lagi dalam satu pamor terselip pamor lainnya, lalu bagaiman cara penamaannya ?. Jika pamor itu merupakan kombinasi satu sama lainnya terpisah menjadi dua atau tiga kesatuan pamor maka umumnya dinamakan sederhana pamor Dwi Warna atau Tri Warna.

Kalau pamor yang satu menyelip kedalam pamor yang lain maka pamor yang satu dianggap pamor titipan dan nama pamor tetap menggunakan nama pamor yang lebih dominan.

PAMOR YANG MENYATU ANTARA BILAH DAN GANJA

Ada lagi bentuk pamor yang merupakan kesatuan antara bilah dan ganjanya, jadi pamornya sebagian ada pada bilah dan sebagian lainnya pada ganja.

Contoh Nama Pamor

Wos Wutah.
Pamor yang paling banyak dijumpai, bentuknya tidak teratur tetapi tetap indah dan umumnya tersebar dipermukaan bilah. Ada yang berpendapat pamor ini pamor gagal, saat si empu ingin membuat sesuatu pamor tetapi gagal maka jadilah Wos Wutah. Tetapi ini dibantah dan beberapa empu dan pamor ini memang sengaja dibuat serta termasuk pamor tiban. Pamor ini berkhasiat baik untuk ketentraman dan keselamatan pemiliknya, bisa digunakan untuk mencari rejeki, cukup wibawa dan disayang orang sekelilingnya, pamor ini tidak pemilih.

Ngulit Semangka.
Sepintas seperti kulit semangka, tuahnya seperti Sumsum Buron, memudahkan mencari jalan rejeki dan mudah bergaul pada siapa saja dan dari golongan manapun. Pamor ini tidak memilih dan cocok bagi siapa saja.

Tambal.
Mirip goresan kuas besar pada sebuah bidang lukisan. Tuahnya biasanya menambah kewibawaan dan menunjang karier seseorang. Menurut istilah Jawa bisa menjunjung derajat. Pamor ini termasuk pemilih dan tidak setiap orang cocok.

Pulo Tirto.
Seperti Wos Wutah hanya gumpalan gambarnya terpisah agak berjauhan, seperti bentuk pulau pada peta. Tuahnya sama dengan pamor Wos Wutah.

Sumsum Buron.
Pamor ini juga mirip Wos Wutah, gumpalan juga terpisah agak berjauhan seperti Pulo Tirto hanya agak lebih besar dan lebih menyatu. Tuahnya baik, tahan godaan dan murah rejeki serta tidak pemilih.

Melati Rinonce.
Bentuknya mirip pamor Rante tetapi umumnya bulatannya lebih kecil dan tidak berlubang. Bulatan itu berupa pusaran pusaran mirip dengan pamor Udan Mas tetapi agak lebih besar sedikit. Tuahnya mencari jalan rejeki dan menumpuk kekayaan. Untuk pergaulan juga baik, pamor ini tidak memilih dan bisa digunakan siapa saja.

Rante.
Tuah utama pamor ini adalah untuk menampung dan mengembangkan rejeki yang didapat. Bisa mengurangi sifat boros, tetapi bukan pelit. Cocok untuk semua orang baik digunakan berdagang atau berusaha. Bentuknya agak mirip pamor Melati Rinonce, hanya bedanya pada bulatannya ada semacam gambar “lubang”.

Adeg.
Pamor Adeg banyak dijumpai, tergolong pamor pemilih tetapi lebih banyak yang cocok daripada tidak. Tuahnya terutama sebagai penolak, ada yang menolak gunaguna, ada yang menolak wabah, angin ribut, banjir dan lainnya. Ada yang hanya menolak satu sifat ada yang beberapa sifat penolakan.

Mrambut.
Sepintas seperti Adeg, bahkan ada yang menyamaratakan dengan membuat istilah baru Adeg-Mrambut. Padahal sebenarnya lain. Pamor Mrambut alurnya terputus-putus. Tuahnya hampir sama dengan pamor Adeg. Tergolong pemilih, tidak semua orang cocok.

Sekar Lampes.
Tuah dari pamor ini mirip dengan pamor Tumpal Keli. Hanya pada pamor Sekar Lampes umumnya juga mengandung tuah yang menambah kewibawaan pemakainya dan tergolong pamor yang tidak pemilih.

Ilining Warih.
Rejeki yang lumintu, walaupun sedikit demi sedikit tetapi selalu ada saja. Itulah yang utama tuah dari Ilining Warih. Selain soal rejaki, pamor ini juga baik untuk pergaulan. Tidak memilih dan umumnya cocok untuk siapapun.

Blarak Ngirid.
Disebut juga kadang dengan “Blarak Sinered”, tapi ada juga yang menyebut Blarak Ngirid lain dengan Blarak Sinered. Tuah utamanya menambah kewibawaan dan juga baik untuk pergaulan karena disayang orang sekelilingnya, baik pihak atasan atau bawahan. Pamor ini tergolong pemilih.

Ron Pakis.
Mirip sekali dengan Blarak Ngirid, hanya pada bagian tepinya seolah ada sobekan. Tergolong pemilih dan tuahnya untuk kewibawaan serta keberanian (tata bhs jawa). Baik dimiliki oleh orang yang berkecimpung dibidang Militer dan Keprajuritan.

Koro Welang.
Juga hampir sama dengan Blarak Ngirid atau Ron Pakis, tetapi “daun” nya lebih besar dan lebih menyatu. Tuahnya juga hampir sama dengan Blarak Ngirid, tetapi fungsi pergaulannya lebih besar dari fungsi wibawanya. Beberapa keris dengan pamor ini (tidak semua) baik juga untuk mencari jalan rejeki. Tergolong pamor pemilih.

Ron Genduru.
Ada yang menyingkat menjadi RONGENDURU atau menyebut RON KENDURU. Agak mirip Ganggeng Kanyut tetapi relatif susunannya lebih teratur dan rapi. Tuahnya berkisar pada kewibawaan dan rejeki. Baik digunakan untuk pengusaha yang punya banyak anak buah. Tergolong pamor pemilh.

Mayang Mekar.
Bentuknya indah sekali seperti daun Seledri, tuahnya memperlancar pergaulan dan dikasihani orang sekeliling. Beberapa diantaranya malah bertuah memikat lawan jenis. Tergolong pamor pemilih.

Wiji Timun.
Menyerupai biji ketimun. Hampir sama dengan pamor Uler Lulut tetapi lebih kecil dan lonjong. Tuahnya juga untuk mencari jalan rejeki. Ada sedikit unsur kewibawaan. Baik untuk pedagang maupun untuk pengusaha. Pamor ini agak pemilih.

Kenongo Ginubah.
Tuahnya menarik perhatian orang. Pergaulannya baik dan diterima digolongan manapun. Tetapi pamor ini termasuk pemilih.

Walang Sinuduk.
Bentuknya mirip dengan satai belalang. Posisi belalang-belalangnya bisa miring kekiri, bisa kekanan. Tuah utamanya mempengaruhi orang lain. Wibawanya besar sehingga baik dimiliki oleh pemuka masyarakat, guru, pemimpin politik. Tergolong pamor pemilih.

Tumpal Keli.
Tuahnya baik untuk pergaulan. Bisa menunjang karier karena pemiliknya akan disayang atasan. Termasuk pamor tidak pemilih.

Bendosegodo.
Bentuknya menyerupai bulatan menggumpal dari bawah keatas. Tuahnya untuk jalan rejeki dan pergaulan serta ketentraman rumah tangga. Tergolong tidak pemilih.

Melati Sinebar.
Mirip pamor Tetesing Warih, merupakan bulatan bersusun rangkap tiga atau lebih tetapi bulatannya tidak sempurna betul dengan garis tengah sekitar 1 cm. Tempatnya ditengah bilah dan jarak satu bulatan dengan lainnya sekitar 1 cm atau lebih. Pamor ini tergolong tidak pemilih dan tuahnya untuk mencari rejeki.

Manikem.
Tergolong pamor langka dan hanya dijumpai dikeris muda terutama tangguh Madura. Bentuknya mirip Melati Rinonce atau Melati Sato-or tetapi garis penghubung antar bulatan-bulatannya lebih gemuk, lebih lebar. Sedangkan bulatannya juga lebih lebar dibandingkan Melati Rinonce, bahkan ada yang hampir menyentuh tepi bilah. Tergolong tidak pemilih dan bertuah memudahkan mencari rejeki.

Sekar Kopi.
Ditengah bilah ada pamor yang menyerupai garis tebal dari sor-soran sampai dekat ujung bilah. Dikiri kanan garis tebal ini terdapat lingkaran-lingkaran bergerombol atau berkelompok. Satu kelompok terdiri dari dua atau tiga lingkaran menempel pada garis tebal seolah-olah biji kopi menempel pada tangkai bijinya. Tuahnya memperlancar rejeki tergolong tidak pemilih tetapi termasuk pamor langka.

Bonang Rinenteng.
Ada yang menyebutnya Bonang Sarenteng, agak mirip dengan pamor Sekar Kopi tetapi bulatannya hanya satu. Boleh dikiri-kanan secara simetris atau selang seling. Baik Bonang Rinenteng ataupun Sekar Kopi, bulatannya seperti pusaran di pamor Udan Mas. Tergolong tidak pemilih dan memudahkan mencari rejeki.

Jung Isi Dunya.
Bentuknya mirip Putri Kinurung. Bedanya bulatanbulatan kecil yang terdapat pada “kurungan” bulatan relatif lebih besar. Ada juga yang bentuknya sepintas mirip pamor Bendo Segodo. Tuahnya untuk “menumpuk” kekayaan dan tidak pemilih.

Wulan-Wulan.
Di Jawa Timur disebut Bulan-Bulan. Mirip Melati Sinebar atau mirip Bendo Segodo. Bedanya pada pamor Wulan-Wulan , bagian tengahnya berlubang jelas. Tuahnya memudahkan mencari jalan rejeki dan mengikat langganan. Sering disimpan ditoko atau warung.

Tunggak Semi.
Pamor ini terletak ditengah Sor-soran, bentuk seperti tampak digambar samping. Berkombinasi dengan pamor Wos Wutah. Tuahnya untuk mendapatkan rejeki walau bagaimanapun kecilnya. Tidak termasuk pamor pemilih.

Bawang Sebungkul.
Bentuknya memang mirip bungkul bawang, berlapislapis. Paling sedikit ada lima lapisan dan terletak di sor-soran. Tuahnya dibidang rejeki , untuk pengembangan modal. Cocok untuk orang yang bekerja di Bank dan pengembangan modal. Tidak pemilih.

Udan Mas.
Pamor ini banyak dicari orang, terutama pedagang dan pengusaha. Bentuknya merupakan pusaran atau gelang-gelang berlapis, paling sedikit ada tiga lapisan. Letaknya ada yang beraturan dan ada yang berserakan. Pamor ini sering pula berkombinasi dengan Wos Wutah atau Tunggak Semi. Manfaatnya untuk mencari rejeki dan tidak pemilih.

Sisik Sewu.
Seperti gambar sisik ikan, tetapi bila diperhatikan seperti pamor Udan Mas menggumpal menjadi satu, namun pamor ini kurang begitu dikenal, mungkin karena memang jarang. Selain untuk rejeki juga untuk meningkatkan wibawa. Cocok bagi pengusaha dengan banyak karyawan.

Putri Kinurung.
Bentuknya menyerupai gambaran danau dengan tiga atau lebih “pulau” ditengahnya. Letaknya ditengah sor-soran. Tuahnya untuk memudahkan mencari rejeki dan mencegah sifat boros. Bisa diterima dikalangan manapun. Tidak pemilih.

Gumbolo Geni.
Sering juga disebut “Gumbolo Agni” atau “Gumbolo Gromo”. Letaknya ditengah sor-soran dan gambarnya seperti “binatang Kala” dengan posisi ekor seperti menyengat. Tuahnya baik, wibawanya besar dan bisa untuk “singkir baya”, baik dimiliki oleh pimpinan sipil ataupun militer. Termasuk pamor pemilih.

Tangkis.
Panamaan dari pamor yang hanya terdapat pada satu sisi saja dan sisi lain tanpa pamor alias kelengan, kadang kalau pamor atau bentuk bilah berlainan kiri-kanan sering juga disebut pamor Tangkis. Namun ini harus diperhatikan juga apakah memang tidak ada pamornya ataukah sudah hilang karena terkikis atau aus. Kalau karena aus maka ini bukan pamor Tangkis. Tuahnya menolak wabah penyakit.

Pengawak Waja.
Ini istilah untuk keris TANPA pamor sama sekali. Pada keris muda, Pengawak Waja memang tidak diselipi bahan pamor, tetapi pada keris tua masih mengandung bahan pamor walau tidak kelihatan karena penempaan dibuat ratusan kali bahkan ribuan kali lipatan sehingga sudah menyatu dan luluh bilahnya. Hanya tampak seperti urat halus atau serat saja. Tuahnya susah dibaca, hanya mereka yang mengetahui ilmu esoteri saja yang bisa membaca.

Triman.
Ada yang menyebut Pamor TARIMO, mirip sekali dengan WOS WUTAH, tetapi agak rapat dan pamor ini tiba tiba berhenti ditengah bilah, kadang hanya ada di sor-soran saja. Pamor ini sesuai untuk yang berusia lanjut, pensiunan dan tidak lagi memikirkan soal duniawi. Baik
juga dipunyai oleh yang bersifat brangasan, suka marah tetapi kurang baik dipunyai oleh mereka yang masih aktif bekerja.

Andha Agung.
Mirip pamor Rojo Abolo Rojo tetapi ukurannya relatif lebih kecil. Terletak ditengah bilah biasanya dikelilingi pamor Wos Wutah dan panjang hanya sepertiga atau setengah bilah. Tuahnya menyangkut kederajatan dan kewibawaan. Tergolong pamor tidak pemilih.

Kul Buntet.
Mirip pamor Batu Lapak, bedanya pusarannya hanya satu dan alurnya melingkar dan secara keseluruhan lebih bulat dibandingkan pamor Batu Lapak. Tuahnya hampir sama dengan Batu Lapak tetapi Kul Buntet punya nilai rejeki. Selain menghidarkan bahaya juga menghalangi usaha penipuan. Umumnya pamor ini baik untuk semua orang.

Kuto Mesir.
Ada yang menyebut “Kutu Mesir” atau “Kutu Masir”. Bentuknya terdiri dari tumpukan gelang gelang tidak begitu bulat tetapi cenderung agak persegi. Letaknya dibagian sor-soran dan tuahnya hampir sama dengan Kul Buntet tetapi fungsi rejeki nya lebih kuat. Biasanya dicari
pedagang, pengusaha dan pejabat tinggi. Pamor ini sering dikombinasi dengan pamor lain seperti Wos Wutah dan Tunggak Semi.

Udan Riris.
Ada yang menyebut Udan Riris, ada yang penuh dari sorsoran sampai ujung bilah, ada yang “mengisi” sebagian bilah saja. Walau bentuknya tidak seindah pamor Nogorangsang namun umumnya tuahnya lebih kuat. Selain kewibawaan dan kepemimpinan ada fungsi untuk menolak guna-guna. Pamor ini pemilih.

Reged Banyu.
Pamor ini ada yang menghias seluruh bilah, ada yang sebagian saja, tidak dari sor-soran keujung bilah. Tuahnya untuk melindungi si pemilik dari musibah mendadak. Bahasa Jawanya “Singkir Baya” atau “Tulak Bilahi”. Pamor ini tidak pemilih.

Rojo Suleman.
Ada yang menyebut pamor Nabi Sulaiman. Banyak pula yang mengatakan ini adalah rajanya pamor. Letaknya ditengah sor-soran. Tuahnya memang merupakan kumpulan dari hal-hal yang baik, positip. Menghindari bahaya dan mencari jalan rejeki, wibawanya kuat, disayang dan disegani orang disekilingnya. Namun pamor ini punya sifat “memilih”.

Batu Lapak.
Bentuknya menyerupai pusaran yang melingkar-lingkar, biasanya lebih dari lima. Letaknya di sor-soran tengah. Tuahnya “Singkir Baya”. Baik untuk anggota Militer ataupun orang biasa. Berkhasiat bagi yang mempelajari kekebalan, bela diri. Pamor tidak memilih.

Sirat.
Kadang disebut “Teja Bungkus” atau “Bima Bungkus”, baik dipegang oleh mereka yang punya posisi pimpinan karena factor wibawa, kepemimpinan dan disayang anak buah.

Tunggul Wulung.
Yang baik kalau pamor Tunggul Wulung ini merupakan pamor tiban. Bentuknya mirip gambar anak yang sangat sederhana, hanya kepala, tangan dan kaki dan menempati daerah blumbangan. Tuahnya menolak berbagai macam penyakit dan tidak memilih tetapi pemiliknya harus berperi-laku baik, tak boleh menyeleweng. Tergolong pamor langka.

Lintang Kemukus.
Disebut juga “Kukus Tunggal”, bentuknya seperti Sodo Saler, hanya dibagian sor-soran pamor ini menggumpal. Gumpalan ini boleh berupa Benang Setukel atau Tunggak Semi atau Wos Wutah atau juga Bawang Sebungkul. Selain dipercaya membawa rejeki juga untuk ketenaran dan menambah wibawa. Tidak pemilih.

Pancuran Mas.
Banyak dicari pedagang dan pengusaha karena dipercaya membawa keberuntungan bagi pemiliknya, lagipula tidak pemilih. Bentuknya mirip Sada Saler tetapi dibagian ganjanya tepat diujung Sada Saler pamornya seperti bercabang dua.

Sada Saler.
Arti harfiahnya Lidi Sebatang, bentuknya sesuai dengan namanya. Berupa garis lurus membujur sepanjang bilah. Tuahnya ada yang untuk menambah kewibawaan, ketenaran (populeritas) atau keteguhan iman dan pamor ini cocok untuk semua orang.

Wengkon.
Ada yang menamakan pamor Tepen. Bentuknya mirip bingkai (wengkon artinya bingkai). Tuahnya untuk perlindungan, ada yang untuk menghindari dari godaan, ada yang memperbesar rasa hemat dan ada yang untuk menghindari dari guna-guna.

Kudhung.
Pamor ini selalu terletak diujung bilah dan tuahnya seperti namanya untuk melindungi pemiliknya dari serangan guna-guna dan perlindungan dalam situasi darurat. Pamor ini sering digunakan untuk “penunggu rumah”.

Satriya Pinayungan.
Ada dua macam pamor Satriya Pinayungan. Yang pertama pamor pada bagian sor-soran, apa saja bentuknya, bisa Wos Wutah, lalu diatas pamor itu (dekat ujung bilah) terdapat pamor Kudhung. Yang kedua, motif pada sor-soran menyerupai Udan Mas tapi bentuknya teratur. Tiga bulatan mendatar diteruskan beberapa bulatan keatas. Tuahnya sama, membi perlindungan bagi pemiliknya dari perbuatan sirik orang lain. Walau keduanya tidak pemilih tetapi pamor yang pertama lebih cocok untuk mereka yang bekerja di pemerintahan sedangkan yang kedua untuk wiraswasta. Untuk yang pertama dianut oleh penggemar keris dari Solo ketimur, sedang kedua oleh penggemar dari Yogya ke barat, mana yang benar tetapi pendapat keduanya diterima oleh sebagian besar penggemar keris.

Badaela.
Pamor ini tuahnya buruk, ada yang menyebut pamor Bebala. Sebaiknya dilarung saja sebab pemiliknya akan kena pindah, dicurigai serta menerima akibat buruk pekerjaan orang lain

Segara Wedhi.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia, Gurun Pasir. Namun sifat tuahnya bukan berarti “kering kerontang” atau “gersang” melainkan justru baik. Menurut banyak orang tuahnya mudah mendapatkan rejeki. Mirip Udan Mas tetapi bulatannya lebih kecil dan lebih banyak serta tersebar diseluruh permukaan bilah. Pamor ini tergolong tidak pemilih.

Untu Walang.
Arti harafiahnya “Gigi Belalang” tuahnya menambah kewibawaan seseorang. Dituruti kata katanya dan pamor ini tergolong pemilih, hanya orang yang punya kedudukan cukup tinggi bisa cocok. Untuk guru dan pendidik biasanya juga cocok.

Tundung.
Tergolong pamor yang buruk tuahnya. Sipemilik akan sering pindah rumah atau diusir oleh sesuatu sebab. Rumahtangga tidak tentram dan dijauhi rejeki. Sebaiknya dibuang saja.

Endas Baya.
Tuahnya buruk, sipemilik sering dapat musibah karena tingkah lakunya sendiri. Sebaiknya dibuang saja karena siapapun pemakainya akan selalu sial.

Dhadhung Muntir.
Mirip Sada Saler tetapi “garis” ditengah bilah mempunyai motif seperti pilinan tambang atau dhadhung. Tuahnya sama dengan Sada Saler, menyangkut kewibawaan, keteguhan hati. Pamor ini banyak terdapat pada keris buatan Madura dan tergolong pamor pemilih.

Rahtama.
Terletak dibagian sor-soran merupakan pamor tiban diantara pamor dominan seperti Wos Wutah dan Ngulit Semangka. Baik sekali jika diberikan pada suami-istri yang baru menikah dengan harapan agar memperoleh anak yang soleh dan berbudi luhur.

Pusar Bumi.
Disebut juga Puser Bumi. Bentuknya mirip Udan Mas tetapi dengan skala yang jauh lebih besar, minimal sebesar koin limapuluh rupiah dan kadang sampai 8 cm, terutama pada bilah tombak. Pamor ini tergolong pamor miring, merupakan lingaran yang berlapis dan bukan
melingkar seperti obat nyamuk, tuahnya baik tetapi pemilih dan tidak semua orang “kuat” memilikinya. Umumnya dipercaya sebagai pamor yang baik untuk menjaga rumah.

Lintang Mas.
Letaknya dibagian tengah sor-roran, paling sedikit jumlah pusaran-pusarannya ada lima buah. Baik untuk berdagang terutama perhiasan. Pamor ini pemilih dan tuahnya hanya bisa dirasakan oleh yang cocok saja.

Nur.
Letaknya ditengah sor-soran, mirip huruf S. tuahnya baik terutama untuk guru, pemimpin atau orang yang dituakan serta wibawanya besar, punya sifat pelindung dan tempat bertanya orang lain. Sifatnya pemilih, untuk yang masih “muda” umumnya kurang kuat.

Sekar Susun.
Hampir seperti Melati Rinonce tetapi ukuran bunganya lebih besar. Bentuk bunga seperti bulatan pada pamor Bendo Segodo. Memudahkan dalam mencari rejeki dan tidak pemilih. Hanya ditemukan pada keris keris yang relatif muda.

Sekar Tebu.
Hampir seperti Blarak Ngirid atau Sinered, tetapi ujungnya tidak sampai kebilah keris, malainkan agak mengumpul ditengah saja dan guratannya lebih halus. Tidak pemilih dan tuahnya untuk kewibawaan dan kepemimpinan.

Klabang Sayuto.
Seperti paduan pamor Blarak Ngirid dan Naga Rangsang. Sepintas seperti seekor klabang dengan kaki seribunya. Dipercaya bisa menambah kewibawaan dan kekuasaan. Pamor ini tergolong pemilih dan hanya cocok bagi yang memegang posisi pimpinan.

Manggar.
Mirip untaian Bunga Kelapa. Merupakan kumpulan dari bentuk pamor macam pamor Wiji Timun tetapi letaknya sering menyudut, bersusun dari sor-soran keujung bilah. Memudahkan mencari rejeki dan menonjol dalam lingkungan pergaulan. Tidak pemilih.

Jala Tunda.
Tergolong pamor pemilih. Tuahnya untuk ketenaran, untuk menonjol dalam lingkungandan tergolong pamor langka walau dari teknik pembuatan tidak terlampau sukar. Sepintas mirip pamor Wengkon tetapi lebar dan pada bagian dalam ada lekuk-lekuk yang terkadang simetris berhadapan tetapi pada bagian lain sering tidak simetris. Pamor Jala Tunda yang bagus, garis-garis yang menjadi wengkon biasanya halus dan rangkap banyak sekali.

Sumur Bandung.
Merupakan bulatan hitam besi tanpa pamor sebesar uang logam lima puluh sen-an atau lebih kecil sedikit letaknya ditengah bilah, diantara pamor – biasanya Wos Wutah nggajih atau Pendaringan Kebak nggajih. Banyak terdapat pada keris buatan Madura. Tergolong pamor pemilih dan paling cocok buat keprajuritan, militer atau yang belajar ilmu kekebalan.

Buntel Mayit.
Nama yang menyeramkan, artinya “pembungkus mayat”. Tergolong pamor sangat pemilih. Kalau cocok akan cepat menanjak kariernya atau kekayaannya tetapi kalau tidak cocok bisa mendapatkan malapetaka. Karena itu bila menginginkan pamor ini sebaiknya ditanyakan dulu pada mereka yang tahu agar bisa dilihat cocok atau tidaknya.

Jarot Asem.
Ini termasuk pamor langka walau tampaknya sangat sederhana tetapi pembuatannya sangat sulit. Sepintas seperti jalinan serabut kasar, saling menyilang arahnya tetapi tidak ada kesan tumpang tindih. Pamor ini dipercaya memberikan pengarus baik pada pemiliknya, menjadi teguh hatinya dan besar tekatnya. Amat cocok bagi yang punya cita cita besar baik dalam pendidikan ataupun dalam pekerjaan.

Kendhit Gumantung.
Ini termasuk pamor tiba. Letaknya dibagian sor-soran dan biasanya bercampur pamor yang lebih dominan seperti Wos Wutah atau Ngulit Semangka. Baik untuk setiap orang. Dipercaya dapat menolak segala macam penyakit menular, jadi seperti anti wabah. Tetapi pemiliknya harus menjaga tingkah lakunya dan jangan sampai menyeleweng dari jalan yang lurus.

Kupu Tarung.
Sepintas seperti gambar kupu-kupu sedang berlaga. Namun esoterinya tidak ada sangkut paut dengan bidang laga, bahkan baik untuk pergaulan. Pamor ini tidak pemilih dan terletak sepanjang bilah dari sor-soran hingga ujung bilah.

Mrutu Sewu.
Mirip Udan Mas dan Sisik Sewu. Pamornya berupa bulatan besar dan kecil, rapat satu sama lainnya dan disela pamor yang berbentuk pusaran-pusaran itu ada semacam titiktitik pamor kecil. Pamor ini memudahkan mencari rejaki juga dipercaya orang memudahkan anak gadis atau janda dalam mencari jodoh dan pamor ini tidak pemilih.

Ratu Pinayungan.
Tergolong pamor tiban yang letaknya di sor-soran dan biasanya bercampur pamor dominan lainnya. Pengaruhnya baik pada pemiliknya, melindungi marabahaya, berwibawa dan punya pengaruh luas. Baik bagi seorang pimpinan tetapi tergolong keris pemilih.

Lawe Setukel.
Biasa disebut “benang setukel” atau “saukel”. Sepintas memang mirip benang yang diurai dari gulungannya. Keris ini cocok untuk polisi, militer atau pekerja lapangan. Banyak yang menganggap keris ini bisa menolak gunaguna dan keris ini tergolong pemilih.

Yogapati.
Hati-hatilah bila berjumpa dengan keris ini. Pamor ini punya pengaruh buruk sekali, terutama buat yang bekeluarga. Sering anak-anak sang pemilik sakit-sakitan atau bahkan meninggal. Sebaiknya dilarung saja.

Kinasihan.
Ini pamor baik dan tidak pemilih, tuahnya disayang dan dihormati orang sekeliling. Factor rejeki juga baik, bisa lumintu (selalu ada saja).

Kalacakra.
Tergolong pamor langka. Untuk penguasaan wilayah, kekuasaan dan kewibawaan serta kepemimpinan. Baik dipakai oleh pemimpin masyarakat. Ada faktor penolak bala dan guna-guna.

Bungkus.
Bentuknya sederhana, Cuma gambaran seperti tonjolan berlekuk-lekukbagai kepompong ulat dan letaknya di sorsoran. Tuahnya memudahkan mencari rejeki, hemat serta merupakan pamor yang tidak pemilih. Paling cocok untuk pedagang atau pengusaha.

Slamet.
Bentuknya mirip bayi berjambul sedang tidur. Letaknya di sor-soran dan juga terdapat pada tombak atau pedang. Tuahnya adalah untuk keselamatan dan tergolong “singkir baya”, termasuk berguna untuk menolak guna-guna. Kelebihan dibanding pamor lain, pamor Slamet ini juga mencegah fitnah serta omongan negatif. Tidak pemilih dan cocok untuk semua orang.

Makrib.
Kadang disebut pamor Makarib. Tuahnya baik sekali, menyangkut kepemimpinan, rejeki dan keselamatan dalam perjalanan dan pamor ini tidak pemilih.

Telaga Membleng.
Bentuknya menyerupai gelang-gelang yang tidak begitu bulat dan paling sedikit ada tiga gelang-gelang. Letaknya pada bagian pejetan (blumbangan) dibelakang gandhik. Tuahnya untuk penumpukan harta dan rejeki, yang sudah kita terima sukar keluar lagi kecuali untuk hal yang bermanfaat. Baik buat orang yang pemboros agar bisa lebih hemat dan pamor ini tidak pemilih.

Panguripan.
Disebut juga pamor Ngurip-urip, mirip pamor Tamsul Kinurung tetapi bentuk utamanya bukan jajaran genjang melainkan lingkaran-lingkaran yang pada satu sisinya seperti meleleh. Letaknya ditengah sor-soran, tuahnya seperti namanya untuk memudahkan mencari sandangpangan, rejeki. Pamor ini istimewa dan kadang bisa digunakan untuk mengusir mahluk halus. Perbawanya dijauhi binatang buas. Termasuk pamor tidak pemilih.

Dikiling.
Ada yang menyebut pamor Dingkiling atau Cengkiling, tuahnya buruk bagi yang sudah berumah tangga. Sering ruwet, cekcok dan tidak tentram bahkan bisa jadi rumahtangganya akan bubar.

Ganggeng Kanyut.
Tuahnya seperti Sekar Lampes, tetapi yang menonjol justru kewibawaannya, tergolong juga pamor pemilih.

Unthuk Banyu.
Mirip dengan air berbuih, tuahnya untuk rejeki dan pergaulan serta mengurangi sifat boros. Tergolong tidak pemilh.

Wengkon.
Ada yang menyebut pamot Tepen, ada yang menyebut Lis-lisan. Bentuknya merupakan alur pamor yang merata sepanjang pinggiran bilah keris. Tuahnya macam-macam, ada yang bersifat perlindungan bagi pemiliknya agar terhindar dari bahaya. Ad yang memberikan perlindungan terhadap godaan batin, ada pula yang menambah rasa hemat. Pamor ini tidak pemilih.

Tejo Kinurung.
Seperti perpaduan pamor Sada Saler dan Wengkon, tuahnya cenderung seperti Sada Saler yaitu berkaitan dengan kepemimpinan dan derajat. Tergolong pemilih.

Wiji Semen.
Tergolong pamor rekan dan juga pemilih. Tuahnya melindungi dari guna-guna atau mahluk halus. Tergolong pamor miring yang menempati bagian bilah dari sor-soran sampai keujung bilah.

Tumpuk.
Terletak dibagian sor-soran, bentuknya menyerupai garis melintang antara tiga sampai lima lapis, manfaatnya seperti Udan Mas, memudahkan “menumpuk” rejeki. Pada umumnya kerisnya lurus dengan dapur kalau tidak Tilam Upih atau Brojol.

Rojogundolo (A).
Sebagian orang menyebut Gundolorojo. Umumnya terletak ditengah sor-soran, namun adakalanya terletak agak ketengah bilah keris. Bentuknya mirip gambar mahluk yang menakutkan, kadang seperti perempuan kadang seperti laki-laki atau juga hewan. Rojogundolo yang bertuah biasanya yang dari pamor tiban dan bukan rekan.

Rojogundolo (B).
Umumnya bersifat perlindungan terhadap pemiliknya, bisa digunakan menolak guna-guna, memindahkan mahluk halus, membersihkan rumah “angker” bahkan jika kerisnya istimewa bisa digunakan menyembuhkan orang yang kesurupan. Tergolong pamor tidak pemilih dan bisa juga terdapat di tombak atau pedang.

Uler Lulut.
Pamor Uler Lulut bentuk gambaran pamor Uler Lulut agak mirip dengan Pamor Bendo Segodo. Bedanya, pada Pamor Uler Lulut ukuran bulatan-bulatannya lebih kecil, namun lebih rapat satu sama lainnya, sehingga menyatu. Ditinjau dari tehnik pembuatannya, pamor ini tergolong pamor mlumah dan termasuk pamor rekan. Kata “uler lulut” dalam Bahasa Indonesia artinya ular jinak. Tuah dan angsar pamor uler lulut, bagi sebagian pencinta keris, adalah untuk membantu memudahkan datangannya rezeki bagi pemliknya. Selain itu sang pemilik akan lebih luwes dalam pergaulan, sehingga banyak kawannya. Dalam bidang pekerjaan ia akan disayang dan dipercaya atasannya. Pamor ini tergolong tidak pemilih siapa saja akan cocok memilikinya.
Pamor Asihan.
Bentuknya sama dengan Ngulit Semangka hanya pamornya menyambung antara bilah dan ganjanya, karena tuahnya memperlancar pergaulan termasuk antar jenis, maka pamor ini disebut Asihan. Secara lengkap disebut Pamor Ngulit Semangka Asihan. Ada juga Wos Wutah Asihan tetapi jarang sekali. Kedua pamor Ngulit Semangka dan Wos Wutah ini tidak pemilih tetapi pada pamor Asihan keris itu menjadi pemilih dan tidak setiap orang cocok.

Pancuran Mas.
Pamor ini juga ornamennya dari bilah menyebrang ke Ganja. Pada bilahnya pamor ini sama betul dengan sada Saeler tetapi pada bagian ganja berbentuk cabang seperti lidah ular. Tuahnya dianggap sama dengan Udan Mas dan tergolong tidak pemilih, cocok untuk semua orang.

Adeg Iras.
Pamor Adeg yang menyebrang langsung ke Ganja, tetap bukan ditambahi Asihan melainkan dengan tambahan Iras menjadi Adeg Iras dan tuahnya sama dengan pamor Adeg lainnya.

Bungkalan.
Ini bukan nama pamor tetapi bentuk pamor pada ujung bilah keris atau tombak, pamor apapun apabila pada dekat ujung bilah bercabang dua dan kedua cabang itu menerjang tepi bilah dinamakan pamor Bungkalan. Sepintas seperti lidah ular. Ron Pakis Ron Genduru Mayang Mekar.

Pamengkang Jagad.
Ada celah memanjang ditengah bilah yang disebabkan retak, paling banyak terjadi dikeris dengan pamor miring. Ini terjadi saat membuat saton sewaktu penempaan suhunya kurang tinggi sehingga ada bagian tertentu yang penempelan besi dan bahan pamornya atau dengan lapisan besi lainnya kurang sempurna. Tetapi ini baru diketahui setelah keris jadi, terutama waktu nyepuhi tiba tiba keris itu retak. Jadi dari segi teknik pembuatan keris ini tergolong mis-product. Karena itu pulalah maka keris yang Pamengkang Jagad umumnya bukan keris yang mempunyai garap baik. Kalangan kraton juga menganggap keris ini tergolong tidak baik. Yang mengherankan kalangan luar keraton banyak yang menganggap ini keris baik, malah amat baik, ini juga disukai di Malaysia, Serawak, Brunei. Diduga ini dikarenakan keris dengan teknik lapis itu dibuat oleh empu keraton sehingga biasanya selalu baik dan mis-product juga tetap dianggap baik mutunya. Dari segi esoteri keris Pamengkang Jagad termasuk pemilih, tidak semua orang bisa cocok, tuahnya bisa dirasakan juga oleh orang sekelilingnya, dianggap cocok untuk orang yang mempunyai kekuasaan diwilayah tertentu seperti Bupati, Komandan Kodim dsb.

Pegat Waja.
Keris ini juga keris retak, Cuma retaknya bukan antara besi dengan besi atau besi dengan pamor melainkan antara saton dan lapisan bajanya. Oleh karena itu keris Pegat Waja hanya akan terjadi pada keris-keris yang dilapisi baja saja. Keratakan ini terjadinya bukan vertical permukaan bilah, melainkan horizontal. Mirip dengan keretakan pada kayu Plywood yang tertimpa hujan (nglokop), keris ini sebaiknya dibuang atau dilarung saja karena kurang baik.

Rejang Landep.
Ini bukan nama salah satu pamor tetapi alur pamor tidak mengarah kealur ditengah melainkan ada bagian (ujungnya) keluar dari bilah (lihat gambar). Apapun pamornya, keris ini tuahnya buruk dan biasanya membawa suasana sengketa serta salah pengertian. Tetapi
ada juga yang menyimpan dengan maksud tuah keris ini bisa membantu bila yang punya
melakukan suatu kesalahan dan bisa terhindar dari hukuman. Keris yang telah auspun pamornya bisa berubah menjadi Rejang Landep.

Masih banyak lagi pamor yang belum terdata disini, pamor buatanpun sering tidak terdata dengan baik dan kadang penamaan pamor juga hanya berdasarkan gambar yang terjadi belum ada padanannya atau juga karena timbul kreasi baru dari sipemesan keris kepada sang empu agar dibuatkan pamor seperti rancangannya. Semua masukan mengenai pamor yang baik tercantum didalam tulisan ini ataupun belum tercantum sangat diharapkan untuk melengkapi data dan kekayaan informasi pamor agar informasi itu tidak hilang begitu saja.

Patirtan Jolotundo Peninggalan Zaman Kahuripan


Semilir angin menerpa wajah, sangat terasa sejuknya di kulit dan merasuk melalui pori-pori wajah.Mata memandang dari kanan dan kiri terlihat pemandangan lembah yang penuh pohon-pohon rindang.Kicau burung bersautan saling kejar mengejar di udara.Itulah gambaran udara pagi hari dan suasana di Petilasan Maha Patih Narotama.
Petilasan Maha Patih Narotama terletak di lereng utara Gunung Penanggungan, di Dusun Balekambang,  Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Jarak dari kota Surabaya ± 55 Km.sekitar 100 meter dari Petirtaan Jolotundo.

Maha patih Narotama merupakan Mahapatih dari Prabu airlangga yang sekaligus juga sebagai guru ilmu kenegaraan serta guru agama dan ilmu kedigdayaan yang setia menemani Prabu Airlangga ketika masa pelarian beliau dari Kerajaan Medang yang diserang oleh Kerajaan Lwaram yang merupakan sekutu dari kerajaan Sriwijaya.

100 meter dari Petilasan Maha Patih Narotama ada sebuah candi / petirtan Jolotundo. Tempat Petirtan Jolotundo tersebut sangat asri selain di kelilingi pohon-pohon rindang juga di penuhi arca-arca peninggalan kerajaan Prabu Airlangga.Konon Petirtan Jolotundo dulunya waktu jaman kerajaan yang di perintah Prabu Airlangga digunakan sebagai tempat pemandian para keluarga raja.Dan air Jolotunda menurut hasil uji coba laboratorium dunia, menduduki urutan nomer 3 dunia, untuk tingkat kebaikan air bagi kesehatan.Selain itu menurut kepercayaan banyak orang, air Jolotundo dipercaya mengandung mistis.

Ya Candi Jolotundo atau yang lebih populer dengan nama Candi Jalatunda merupakan salah satu candi yang memiliki arsitektur bangunan yang sangat megah, bahkan di Candi Jolotundo terdapat sebuah Mata air yang tidak pernah surut meskipun kemarau berkepanjangan.

Jika ditinjau secara seksama Candi Jolotundo ini merupakan salah satu main point atau titik utama yang menghubungkan  17 candi lain yang tersebar di sepanjang jalur pendakian Gunung Penanggungan yang merupakan salah satu gunung yang terletak di kecamatan Trawas, adapun model bangunan Candi Jolotundo ini memiliki panjang 16,85 meter, lebar 13,52 meter dan kedalama 5,20 meter.

Kelebihan dan keindahan Candi Jolotundo ini terletak pada arsitektur bangunan relliefnya yang mengandung pitutur tentang kehidupan sosial masyarakat kala itu,  dinding-dinding candi dibagian lain dihiasi berbagai motif relief eksotif juga dijumpai tulisan berbahasa Jawa yang diukir dengan sangat indah.

Adapun menurut asal usul jolotundo ini dibangun pada tahun 997 M, angka pembuatan candi ini terdapat di sebelah kanan tulisan Yenpeng kiri dinding belakang yang dipahat dengan menggunakan tangan. Adapun Candi Jolotundo ini dibangun oleh Raja Udayana yang berasal dari Bali, konon setelah ia menikah dengan Putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Ia memiliki seorang pangeran tampan bernama Airlangga yang lahir pada Tahun 991 M.

Menurut keterangan dari para sejarawan, Candi Jolotundo ini dibangun oleh Raja Udayana untuk menyambut kelahiran Prabu Airlangga, yang dibangun 997 M, pembangunan Candi Jolotundo ini memakan waktu 3 tahun dan selesai dengan konsep bangunan yang sempurna.

Selain membangun Candi Jolotundo, Raja Udayana juga konon membangun dua kolam mandi yang dikenal dengan nama Petirtaan Jolotundo, satu kolam di Petirtaan Jolotundo ini digunakan untuk mandi sekaligus berendam sang ratu dan satu kolam lainnya digunakan untuk sang raja. Dan hingga sekarang pembagian tempat berdasarkan jenis kelamin tersebut masih berlaku bagi pengunjung.

Menurut mitos yang beredar di masyarakat jawa menyatakan bahwa di pemandian dekat Candi Jolotundo ini tersebar kabar barang siapa yang mandi di kolam tersebut, maka ia akan memiliki wajah tampan dan cantik layaknya punggawa Istana kerajaan Majapahit, nah atas dasar mitos inilah maka tak heran banyak orang pengalap berkah yang mandi di pemandian Jolotundo di zaman sekarang menginginkan kecantikan secantik ratu di jaman Majapahit.

Pada malam 1 Muharam atau 1 Suro tepat pada bulan purnama, biasanya di Candi Jolotundo banyak dikunjungi oleh para wisatawan, baik itu untuk memandikan benda pusakanya atau sekedar mandi di kolam dekat Candi Jolotundo tersebut, Pengunjung yang datang ke Candi Jolotundo ini umumnya melakukan ritual yang bertujuan untuk ngalap berkah. Berkah yang  diharapkan oleh pengunjung wanita adalah untuk menambah kecantikan dan awet muda layaknya ratu-ratu Majapahit.

Menariknya, Berdasarkan beberapa penelitian dari para ilmuwan menyatakan bahwa sumber air yang terdapat di  pemandian Jolotundo  ini adalah salah satu yang terjernih di dunia. Selain itu juga di pemandian Jolotundo  ini Ada ratusan ikan dari berbagai jenis hidup liar di dalamnya, namun tidak ada warga yang berani mengambilnya. Konon jika mengambil ikan yang terdapat di pemandian Jolotundo ini berarti orang tersebut akan terkena bencana.

Menguji Kesaktian Keris Pusaka


Senjata tajam yang sangat popular bagi orang Jawa adalah keris. Bagi orang jawa khususnya, keris merupakan sebuah benda pusaka yang telah diakui memiliki kekuatan tertentu. Kekuatan fisik dan kekuatan non-fisik. Kekuatan fisik dari sebuah keris yaitu mampu menahan beban tekan, tekuk (bending), beban kejut, beban impak dan beban puntir.

Banyak pemilik keris yang tidak mengetahui akan hakekat benda pusaka yang dimiliki. Apa kegunaan keris, bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupannya, bertuah atau tidak ?

Jika kemudian pertanyaan-pertanyaan tersebut apabila disodorkan pada para pemilik keris tersebut, khususnya yang memiliki keris karena warisan dari orang tuanya, pasti akan dijawab dengan gelengan kepala alias tidak tahu. Kenyataan semacam ini wajar terjadi, karena para pemilik tersebut tidak terlibat langsung dengan proses kepemilikan benda pusakanya. Mereka punya karena warisan, karena amanah dan bukti bhaktinya pada orang tuanya.

Tidak jarang dari para pemilik keris yang terpaksa memiliki benda pusaka terkena dampak atas keris yang dimilikinya. Sebagaimana kepercayaan para leluhur keris adalah salah satu bendak pusaka yang dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Jalan hidup seseorang bisa berubah setelah memiliki keris. Seseorang yang penakut, pendiam dan suka mengalah bisa berubah seratus delapan puluh derajat menjadi pemberani, pemarah dan mau menang sendiri setelah memiliki keris tertentu. Begitu juga si miskin bisa berubah menjadi kaya raya karena mendapat keris. Begitu sebaliknya, orang yang semula kaya, selalu beruntung bisa berubah menjadi miskin dan selalu buntung..

Merujuk pada catatan sejarah raja-raja di tanah Jawa, rata-rata memiliki keris pusaka yang memiliki daya kesaktian luar biasa. Sebut Ken Arok, pendiri kerajaan Singasari ini memiliki keris Empu Gandring yang dibuat oleh empu Gandring. Keris ini memiliki kesaktian luar biasa, ibarat ditikamkan ke gunung, gunung meletus, ditikamkan ke samudra, samudranya mengering pun ditikamkan ke baja, bajanya pasti akan tembus. Kedahsyatan ( kesaktian ) benda pusaka seperti itu terjadi memang sengaja diciptakan oleh empu atas permintaan si pemilik keris. Tentu untuk mencapai tataran seperti itu diperlukan proses. Namun yang perlu digaris bawahi adalah, dibalik kedahsyatan keris pusaka, ternyata membawa sifat bawa yang dapat berpengaruh negatif pada pemiliknya. Untuk menghindari terjadi hal-hal negatif yang dapat menimpa diri kita seharusnya kita mengetahui dengan persis benda-benda pusaka yang kita miliki.

Kekuatan fisik yang ada pada keris kerena keris diciptakan dari material pilihan dan mengaplikasikan perlakuan pemanasan (heat treatment) yang baik. Bentuk material pilihan adalah material penyusun benda pusaka ini mayoritas berasal dari benda angkasa luar yang jatuh ke permukaan bumi yang disebut dengan meteor.

Mengapa nenek moyang kita dahulu dalam membuat sebuah keris dipilih dari bahan meteor? Telah kita ketahui bersama bahwa meteor adalah benda langit baik itu bintang, planet maupun satelit yang jatuh ke permukaan bumi yang dalam proses perjalanannya mengalami gesekan antara body benda langit dengan udara yang ada disekitarnya. Semakin lama waktu yang dibutuhkan meteor untuk menuju ke bumi akan semakin bertambah kecepatannya, karena kecepatan jatuh meteor berbanding lurus dengan gaya gravitasi bumi.
Akibat kecepatan yang sangat tinggi ini mengakibatkan gaya gesek antara permukaan meteor dengan udara sekitar mengalami peningkatan juga. Sedangkan efek dari kedua benda yang mengalami gesekan adalah timbulnya kenaikan temperatur yang sebanding dengan besar gaya gesek yang diterimanya.

Gaya gesek antara permukaan meteor dengan udara sekitar sangat tinggi sehingga permukaan meteor akan terbakar dengan temperatur yang semakin meningkat. Maka sangatlah tepat sekali apabila benda langit ini dipergunakan sebagai material dasar untuk membuat sebuah benda pusaka berupa keris.

Kekuatan dari sebuah keris tidak hanya berasal dari kekuatan fisik saja namun ada kekuatan non-fisik yang memperkuat kekuatan fisik dari sebuah keris.
Kekuatan fisik dari sebuah keris berasal dari kekuatan material penyusun keris tersebut. Sedangkan kekuatan non-fisik dari sebuah keris tidaklah benar kalau penyebabnya adalah material penyusun benda pusaka meskipun berasal dari langit sekalipun. Akan tetapi lebih dimungkinkan adanya mahluk gaib yang bersarang di dalam pusaka keris tersebut.

Cara termudah mengetahui kegunaan, jenis keris maupun dampak yang ditimbulkan, kita dapat berkonsulatsi atau meminta bantuan paranormal, empu atau tokoh-tokoh yang teruji mampu menguasai ilmu perkerisan untuk menayuh ( menguji ) hakekat keris yang kita miliki. Tentu saja cara ini kurang memberikan nilai lebih(tidak seru ). Persoalan menjadi lain kalau anda bisa melakukan sendiri. Tulisan ini tidak sekedar memberikan imformasi atau tips untuk menguji kesaktian keris dari gagrak ( perwujutan ) yang dapat dilihat oleh mata telanjang.

Seperti diketahui, keris diyakini semua orang memiliki daya linuwih, berkekuatan gaib dan dapat membantu si empunya untuk menyelesaikan berbagai masalah. Tetapi sekali lagi tidak semua orang dapat mengetahui apakah benar kekuatan itu ada. Satu-satunya media yang dapat kita rasakan akan adanya kekuatan gaib tersebut adalah, adanya hawa gaib yang mempengaruhi kehidupan kita.

Tips Menayuh Keris

Keris dikatakan sakti apabila keris tersebut tidak suwung ( kosong), alias ada suatu kekuatan gaib yang ada di dalam keris tersebut. Para empu seperti empu Gandring, Empu Supo Mandragi maupun empu-empu lainnya senantiasa memasukan kekuatan gaib pada bilah keris hasil kreasinya. Ada tiga cara yang dapat anda lakukan untuk mengetahui apakah keris tersebut memiliki kekuatan gaib alias ada isinya atau suwung.

Pertama, menayuh keris dengan cara laku ( tirakat, puasa ). Puasa bisa dilakukan dengan kaifiat layaknya orang puasa wajib, senin kamis, atau puasa khusus seperti mutih, ngalong ( hanya makan buah), atau puasa ngebleng ( berada di tempat gelap ). Puasa tersebut setidaknya dilakukan selama tiga hari. Di hari ketiga puasa dilanjutkan hingga menjelang fajar alias subuh, tanpa tidur. Mulai magrib hendaknya anda melakukan wirid sesuai dengan kemampuan dan menjauhi perbuatan yang bersifat duniawiyah. Insya-Allah menjelang fajar. Wangsit alias ilham biasanya muncul antara pukul 02.00 hingga 04.00 menjelang waktu subuh. Adapun niat puasanya adalah beribadah pada yang maha kuasa dan niat untuk mengetahui atas hakekat benada pusaka yang kita miliki.

Kedua , menayuh keris dengan cara meditasi. Siapkan ruang khusus ( kamar ) beralaskan tikar. Sucikan diri anda dan kuatkan niat untuk metsubudi ( mengeluarkan kekuatan batin kita ) untuk melakukan komunikasi gaib dengan si penungu keris. Tempatkan keris di depan anda dan nyalakan lilin di sampingnya. Setelah itu duduklah anda dalam posisi bersila, kaki kanan di atas kaki kiri. Padukan kedua telapak tangan anda tepat ditengah dada anda. Tataplah nyala lilin yang menyala dihadapannnya sesuai dengan kemampuan anda tidak berkedip. Kemudian pejamkan mata, maka akan tampak dalam pandangan mata yang terpejam perwujutan makhluk gaib yang ada dalam keris tersebut.

Ketiga, menayuh keris dengan memanfaatkan kekuatan hewan. Seperti banyak diberikan kitab suci, satu-satu makhluk kasat mata yang dapat melihat makhluk gaib adalah hewan. Oleh karena itu untuk menguji apakah keris yang ada memiliki punya kekuatan gaib atau tidak kita dapat mengujinya melalui hewan ini. Hewan yang paling peka terhadap mahkluk gaib adalah ayam. Terutama ayam yang sedang beranak. Induk ayam beranak ini sangat peka terhadap ancaman. Sekecil apapun ancaman yang datang, ayam itu langsung bereaksi ( ngabruk). Caranya sederhana, carilah ayam yang sedang mencari makan bersama anak-anaknya. Kemudian lemparkanlah keris anda ke sekitar induk ayam tadi. Jika ayam tersebut bereaksi berupaka kemarahan ( ngabruk ) atau diam, maka dapat dipastikan keris anda kosong alias suwung. Tetapi apabila reaksi si induk ayam lari tungang langgang, atau terdiam kemudian berbunyi kruuk-kruuk,kruuk, maka dapat diayakini bahwa keris anda ada isinya. Reaksi ayam yang diwujutkan dalam suara kruuk-kruuk merupakan gambaran akan hadirnya sosok mahkluk lain yang tidak sama dengan manusia.

Kesaktian Dan Spiritual Dalam Sejarah Persilatan


Setiap daerah umumnya memiliki tokoh-tokoh sakti dunia persilatan sendiri-sendiri yang dibanggakan dan dijadikan panutan. Tradisi pencak silat dan ilmu kesaktian diturunkan dari seorang guru kepada murid-muridnya dan dari seseorang kepada anak keturunannya dan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain.

Pelajaran dan pelatihan ilmu silat bukan hanya berkenaan dengan kesaktian kanuragan, tetapi juga menjadi bagian dari latihan spiritual.  Walaupun gerakan dan jurus-jurusnya banyak mengenai upaya membela diri dan menyerang lawan, tetapi ada filosofi yang ditanamkan di dalamnya, yaitu tujuan utama belajar ilmu beladiri bukanlah untuk menjadi jagoan atau untuk kesombongan, tetapi yang utama adalah untuk keselamatan, keselamatan diri sendiri dan juga keselamatan orang lain, dan untuk membela kebenaran. Tujuan belajar ilmu beladiri adalah sebagai sarana membentuk pribadi ksatria yang membela kebenaran dan keadilan dan membela yang tertindas.

Bentuk pencak silat dan alirannya pun berbeda-beda. Sebagian aliran pencak silat merupakan ajaran asli dari keilmuan seseorang. Sebagian lain adalah pencak silat yang keilmuannya berasal dari aliran-aliran pencak silat lain yang dikombinasikan menjadi satu aliran baru yang lebih lengkap unsur-unsur keilmuannya. Banyak juga aliran pencak silat yang jurus-jurus gerakan silatnya asalnya berasal dari pengamatan atas perkelahian binatang liar. Gerakan harimau si raja hutan yang kuat dan ganas, dan gerakan kera yang lincah dan cerdik, adalah contoh-contoh yang banyak ditiru dalam gerakan silat. Dan sudah umum bahwa dalam banyak perguruan silat juga diajarkan penggunaan tenaga supernatural.

Tenaga supernatural dalam bentuk yang disebut tenaga dalam, kekuatan batin atau ilmu gaib dan ilmu khodam merupakan sarana pengganda kekuatan atau untuk tameng pertahanan. Gerakan-gerakan yang dilambari tenaga supernatural akan menjadi berlipat-lipat kekuatannya dibandingkan yang hanya menggunakan tenaga fisik saja.  Aspek olah raga, aspek bela diri dan aspek tenaga supernatural inilah yang telah membuat pencak silat menjadi terkenal di belahan bumi lain seperti di Eropa, Kanada dan Australia.

Pencak silat hanyalah sebagian saja dari ilmu kesaktian kanuragan. Pada jaman dulu, di tanah Jawa, termasuk Jawa Barat, ilmu kesaktian kanuragan, selain pencak silat dan tenaga dalam, banyak diisi dengan kekuatan dari olah kebatinan yang merupakan inti utama kekuatan kesaktian seseorang. Sekarang, olah kebatinan ini sudah banyak digantikan dengan ilmu gaib dan ilmu khodam, dengan mantra dan khodam, yang walaupun lebih mudah mempelajarinya dan langsung bisa dilihat hasilnya, tetapi telah banyak mengurangi perkembangan dan budaya pencak silat itu sendiri dan keasliannya, bahkan tanpa belajar pencak silat pun pada masa sekarang ini orang dapat menjadi sakti hanya dengan khodam dan mengamalkan ilmu gaib.

Perkembangan ilmu pencak silat selalu disertai dengan kemahiran penggunaan senjata, baik dalam pelajaran menggunakannya ataupun dalam pelajaran bagaimana menangkalnya. Pada jaman dulu, di Jawa  (Jawa Tengah dan Jawa Timur)  sesakti apapun seseorang dan apapun senjata yang dipakainya, biasanya ia juga memiliki sebuah keris sebagai senjata pamungkas andalannya. Walaupun senjata andalannya sehari-hari adalah golok, pedang, cemeti, tombak, dsb, tetap saja keris menjadi senjata pamungkasnya. Hal ini didasari pada keyakinan tentang adanya kegaiban di dalam keris. Dalam kesaktian mereka sendiri sudah terkandung kekuatan gaib dalam penggunaannya. Dan pamungkas penggunaan sebuah keris, selain untuk menambah kekuatan gaib kesaktiannya, juga untuk menandingi / melunturkan kesaktian gaib lawannya.

Tingkat kesaktian seseorang sangat menentukan derajat dan kepangkatannya di dalam struktur kerajaan. Kepala-kepala prajurit, senopati, dsb, biasanya dipilih dari orang-orang yang memiliki kesaktian lebih untuk memimpin prajurit di bawahnya. Kesaktian itu bersifat pribadi dan didapat dari pelajaran tersendiri di luar kerajaan. Di dalam kerajaan sendiri ada pelatihan pencak silat, olah fisik dan olah batin tersendiri yang resmi dan dikhususkan untuk digunakan oleh para prajurit dalam peperangan, terutama untuk keseragaman formasi keprajuritan dan membina ketangguhan prajurit. Kekuatan ketentaraan suatu kerajaan, bukan hanya ditentukan oleh bentuk persenjataan dan banyaknya jumlah tentara, tetapi juga ketangguhan personel tentaranya dalam menghadapi pasukan lawan.

Pada jaman Kerajaan Singasari tentaranya mendapatkan pelajaran resmi gerakan silat keprajuritan berdasarkan gerakan banteng dan singa (macan).

Di dalam formasi bertahan atau menyerang, barisan bertahan dan menyerang seperti banteng ini, selain menguatkan fisik tentaranya, juga sangat ampuh untuk mengalahkan pasukan lawan. Dengan bersenjatakan tombak panjang atau pedang, dengan barisan yang rapat, bergerak menyerang maju menusuk dan mundur bertahan dan gerakan kaki menghentak ke tanah, teratur saling mengisi dan melindungi, gerakan barisan banteng ini membuat tentara lawan terdesak dan tak ada ruang untuk menghindar, kecuali mundur atau kabur. Dan sifat-sifat banteng ketaton (banteng marah karena terluka) siap diterapkan dalam kondisi terdesak, tidak ada kata kalah dan mundur, lebih baik sama-sama hancur.

Gerakan bertahan dan menyerang seperti macan atau singa diterapkan pada saat formasinya terpecah. Para prajurit membentuk kelompok-kelompok kecil seperti sekawanan singa dan melakukan serangan seperti macan mengamuk.

Dengan banyaknya jumlah tentara dan baiknya ketangguhan keprajuritannya itu kerajaan Singasari berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan menundukkan banyak kerajaan di banyak wilayah, bahkan sampai ke negeri seberang, negeri Laos, Vietnam dan Kamboja.

Kerajaan-kerajaan di Jawa Barat tidaklah sama seperti kerajaan-kerajaan di Jawa (Jawa Timur / Jawa Tengah). Di Jawa Barat kerajaannya kecil-kecil, raja-rajanya lebih menyerupai penguasa-penguasa kecil di wilayah yang juga kecil-kecil. Mereka juga tidak memiliki banyak pasukan tentara, sehingga banyak mengandalkan bantuan dari rakyat sipil dan para pendekar di wilayahnya. Para pembesar dan raja-rajanya lebih cenderung berperilaku sebagai orang-orang sakti yang sering turun gunung dan malang melintang di dunia persilatan. Karena itulah ilmu ketentaraan dan kerajaan-kerajaannya tidak berkembang seperti di Jawa.

Pada jaman tersebut di tanah Pasundan juga berkembang banyak pencak silat harimau / macan. Walaupun pencak silat macan ini tidak diajarkan sebagai pelajaran resmi keprajuritan, tetapi para prajurit, senopati, dsb, biasanya menguasai pencak silat macan sebagai ilmu kesaktian pribadi dari pelajaran kesaktiannya di luar kerajaan (ada pencak silat macan yang khusus diajarkan untuk anggota keluarga kerajaan, tapi tidak diajarkan resmi untuk keprajuritan). Di dalam peperangan, ilmu macan pasundan juga dipraktekkan dengan ilmu auman macan yang terdengar seperti auman seribu macan yang berfungsi meruntuhkan mental prajurit lawan, berbeda dengan di Jawa yang dalam ketentaraannya hanya menggunakan formasi dan gerakan-gerakan macan saja (walaupun ada juga ilmu auman macan seperti ilmu senggoro macan, tetapi tidak resmi digunakan di dalam ketentaraan).

Ilmu-ilmu kesaktian tersebut, selain dilambari dengan kekuatan kebatinan, juga tidak terlepas dari pengetahuan manusia tentang roh-roh halus yang banyak digunakan sebagai khodam ilmu, pengganda kekuatan kesaktian seseorang. Bahkan di Jawa Barat ada beberapa kerajaan yang memiliki pasukan gaib berupa roh-roh gaib berwujud harimau. Yang terkenal contohnya adalah pasukan harimau gaib di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi Pajajaran. Juga kerajaan Galuh, yang secara fisik sudah tidak ada, tetapi kerajaannya secara gaib masih ada, di kota Cianjur, yang di sekitar bangunan gaib kerajaan itu berdiri ada juga bangunan-bangunan lain yang adalah tempat tinggal raja, keluarga dan para putri raja, prajurit dan senopati yang tetap setia kepada rajanya, beserta sukma-sukma mereka disana. Kerajaan gaib itu dijaga oleh sembilan sosok gaib harimau sakti yang masing-masing lebih tinggi berlipat-lipat kekuatannya daripada Ibu Ratu Kidul.

Sedangkan perkembangan ilmu kesaktian di kerajaan Singasari dan Majapahit, selain dipengaruhi filosofi singa dan banteng, kemudian juga dilhami oleh sosok gaib berwujud naga. Yang terutama berpengaruh adalah sifat dari sosok gaib naga yang gagah dan berwatak penguasa. Simbol-simbol naga kemudian banyak digunakan sebagai simbol penguasa, simbol raja dan keluarga raja atau para bangsawan, selain simbol naga yang sudah diwujudkan pada bentuk-bentuk dapur keris jawa.

Isi gaib (khodam) keris kesaktian pun berkembang juga. Yang semula sosok wujud gaibnya banyak berwujud seperti manusia laki-laki tinggi besar / ksatria atau bapak-bapak berjubah, kemudian sosok wujud gaibnya juga banyak yang berwujud naga. Contohnya yang terkenal adalah sepasang keris Nagasasra dan Sabuk Inten yang sosok gaibnya berwujud ular naga besar berwarna hitam. Yang satu sisiknya berkilau kekuningan seperti emas, yang satunya lagi memiliki perlik-perlik berkilau seperti intan melingkari tubuhnya. Masing-masing naga tersebut panjangnya + 5 km dan bermahkota. Atau juga keris Kyai Sengkelat yang isi gaib kerisnya berwujud ular naga berwarna hitam gelap. Walaupun ukuran tubuhnya hanya 1/4 naga-naga tersebut di atas dan tidak bermahkota, tetapi lebih sakti daripada mereka semua.

Ilmu kesaktian ketentaraan kerajaan mencapai puncak kejayaannya pada jaman Mahapatih Gajah Mada. Ilmu ketentaraan disempurnakan dengan keilmuan yang didasarkan pada sifat-sifat gajah, yaitu besar, kuat dan menakutkan (ilmu ini juga diilhami oleh sifat-sifat kesaktian dewa pujaan mereka, yaitu Ganesha). Dalam penggunaannya, dengan dilambari kekuatan batin, mereka membuat suara riuh sambil menjejakkan kaki di tanah, membuat bumi seolah-olah bergetar membuat mental pasukan lawan runtuh. Bahkan dalam kasus perang Bubat dengan keilmuan ketentaraan ini pasukan Majapahit tidak hanya dapat melunturkan pengaruh auman ilmu macan Pasundan, tetapi juga merontokkan mental lawan dan membuat barisannya kacau balau.

Dengan kekuatan ketentaraannya ini kerajaan Majapahit berjaya mengembangkan kekuasaannya bukan hanya ke utara seperti pada jaman Singasari, tetapi juga ke timur dan ke barat. Bahkan Sriwijaya, kerajaan terkuat di wilayah barat pun ditaklukannya. Dan pasukan Mongol yang beberapa kali datang untuk menaklukkan Majapahit pun berhasil dipukul mundur.

Dengan filosofi gajah itu Gajah Mada membuat fisik pasukannya menjadi kuat dan bermental baja. Gajah Mada sendiri, selain berkekuatan besar dan berkesaktian tinggi, juga menggunakan untuk dirinya sendiri suatu ilmu yang disebut ilmu gajah atau ilmu lembu sekilan, suatu ilmu untuk mengeraskan dan memadatkan kekuatan kebatinan dan tenaga dalam sampai menjadi setebal sejengkal dari kulit tubuhnya, menjadikannya berkekuatan besar dan berkesaktian tinggi, menjadikan tubuhnya kuat dan tak dapat dikenai pukulan dan segala macam senjata tajam dan pusaka, dan tak mempan sihir dan santet, suatu jenis ilmu kesaktian kekuatan dan pertahanan tubuh yang didasari filosofi gajah yang berbadan besar, kuat dan berkulit tebal, yang menjadikannya jaya tak terkalahkan dalam setiap pertarungan.

Rahasia kejayaan Singasari dan Majapahit ini bukan hanya terletak pada kekuatan ketentaraan dan kesaktian personilnya, tetapi juga kesaktian dari keris-keris sakti mereka. Dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri jajahannya, mereka bukan hanya harus berhadapan dengan bala tentara kerajaan lawan, tetapi juga rakyat sipil, tokoh-tokoh sakti dunia persilatan dan para pendekar setempat yang terpanggil untuk membela negerinya. Mereka juga bukan hanya menghadapi kekuatan kesaktian kanuragan manusia, tetapi juga segala macam ilmu kesaktian gaib, serangan gaib sihir, santet, teluh, tenung dan berbagai macam keilmuan gaib musuh-musuhnya. Dan untuk mengalahkan segala bentuk kesaktian itu, selain digunakan kekuatan kesaktian dari diri mereka sendiri, juga digunakan kesaktian dari keris-keris mereka.

Penggunaan keris pun berbeda dengan jaman sekarang. Pada jaman dulu, selain tata cara penggunaan keris yang mirip dalam pencak silat keris pada jaman sekarang, penggunaan keris yang utama adalah menyatukan kesaktian gaib keris dengan kesaktian kebatinan pemakainya, sehingga kesaktian kebatinan pemakainya dan kegaiban dari kerisnya menjadi satu kesatuan, orangnya menjadi satu pribadi baru yang kesaktiannya berlipat ganda dibandingkan sebelumnya yang tanpa keris. Senjata di tangan bisa apa saja, tetapi penyatuannya dengan gaib kerisnya menjadikan kekuatan kesaktiannya berlipat ganda, walaupun kerisnya belum dikeluarkan dari sarungnya. Kerisnya hanya akan dikeluarkan bila senjata lain sudah tidak berguna untuk mengalahkan lawannya. Bahkan seorang senopati perang, dalam penyatuan kekuatan kebatinan dengan kerisnya, bila hanya menghadapi lawan setingkat prajurit saja, kekuatan kebatinan lewat sorot matanya saja sudah cukup untuk membuat lawannya terkapar, apalagi bila ia menghunus kerisnya dan ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang !

Penggunaan keris tidak hanya sebagai senjata tusuk dan sabet yang di dalamnya mengandung kekuatan gaib, tetapi yang terutama adalah memanfaatkan kekuatan gaib keris itu sendiri untuk disatukan dengan kesaktian kebatinan seseorang. Dalam hal ini penyatuan kesaktian seseorang dengan kekuatan gaib keris mirip dengan penggunaan ilmu khodam, sehingga dengan tambahan kekuatan khodamnya kekuatan ilmu seseorang menjadi berlipat-lipat kekuatannya. Dan dalam pemanfaatan kekuatan gaib keris ini tidak dibutuhkan amalan-amalan seperti dalam ilmu gaib atau ilmu khodam. Yang dibutuhkan hanyalah sugesti kesatuan batin si pengguna dengan kerisnya. Sehingga, walaupun kerisnya belum dikeluarkan dari sarungnya, kekuatan gaibnya sudah bekerja mengikuti sugesti pemakainya.

Itulah sebabnya sebuah keris bersifat khusus bagi pemakainya, karena benar-benar dibutuhkan kecocokkan antara karakter keris dengan kebatinan penggunanya supaya dapat tercapai kesatuan yang sempurna antara seseorang dengan kerisnya. Seseorang yang sudah sedemikian itu tidak membutuhkan banyak keris yang sakti-sakti, ia hanya butuh satu keris saja, dan itu adalah yang sejalan saja dengan kebatinannya. Dan jelas sekali perbedaan penggunaan keris dengan penggunaan jimat yang hanya dipakai atau dibawa-bawa sebagai pelindung atau penambah kekuatan, tetapi tidak ada penyatuan batin pemakainya dengan kegaibannya, sehingga kemampuan orangnya tidak menjadi berlipat-lipat.

Pada jaman sekarang orang sudah tidak lagi berbicara tentang kesaktian, tetapi hanya sebatas ilmu bela diri. Penggunaan keris pun hanya sebatas teknik pencak silat keris saja yang memperlakukan keris mirip dengan memperlakukan pisau belati atau senjata tusuk lainnya. Tidak lagi ada penyatuan kesaktian keris dengan kesaktian batin penggunanya. Pada jaman sekarang, kesaktian batin sudah jauh berkurang. Yang sekarang banyak dipelajari orang adalah kekuatan tenaga dalam dan ilmu gaib / khodam, yang sebenarnya hanyalah sebagian saja dari kesaktian kebatinan.

Setelah berakhirnya kerajaan Majapahit, digantikan kerajaan baru di Demak dan berkembangnya agama Islam di Jawa, kekuatan dan keilmuan keterampilan ketentaraan kerajaan sudah jauh berkurang, sehingga kerajaan-kerajaan berikutnya sesudah Majapahit tidak ada lagi yang mampu menjadi kerajaan besar yang didukung dengan tentara yang kuat.

Keinginan memiliki keris pun sudah banyak berkurang karena alasan haram dan halal dalam agama dan orang lebih suka memiliki jimat batu dan rajahan beraksara Arab. Keris-keris baru yang diciptakan pun sudah jauh berkurang kadar kesaktiannya. Orang mulai mengenakan keris di depan badan dan memperlakukan keris mirip seperti memperlakukan benda jimat, hanya diharapkan tuahnya saja, dan dimanfaatkan untuk keperluan ilmu gaib / perdukunan, hanya dimanfaatkan kekuatan khodamnya saja, tidak ada lagi penyatuan kebatinan orangnya dengan kerisnya.

Kesaktian kebatinan pun sudah berkurang jauh kadarnya, karena orang mulai beralih pada kesaktian ilmu gaib dan ilmu khodam. Ilmu gaib dan ilmu khodam sebenarnya juga bagian dari ilmu kesaktian kebatinan, tetapi orang mulai meninggalkan olah batin dan lebih menekuni ilmu gaib dan ilmu khodam saja, sehingga kadar kesaktian dari menekuni ilmu gaib dan ilmu khodam itu masih jauh di bawah kesaktian keilmuan kebatinan.

Itulah sebabnya orang-orang lama kerajaan Majapahit keberadaannya sangat mengkhawatirkan hati orang-orang kerajaan Demak, karena mereka memiliki kesaktian yang sangat tinggi yang jika dikehendaki mereka akan dapat dengan cukup mudah melenyapkan kerajaan Demak dan tentaranya, walaupun Demak didukung oleh para Wali sekalipun. Itulah sebabnya dalam upaya melenyapkan orang-orang itu, para Wali menggunakan alasan bukan alasan tuduhan pemberontakan atau apapun yang mungkin menimbulkan perlawanan dan peperangan yang akan merugikan Demak, tetapi alasan kesesatan ajaran agama Syech Siti Jenar yang mereka anut.

Kerajaan Singasari dan Majapahit tidak memperlakukan negeri-negeri taklukkan mereka sebagai negeri jajahan yang dijarah kekayaan dan hasil buminya, tetapi mereka memperlakukan dengan baik negeri dan kerajaan-kerajaan bawahannya. Bahkan mereka mengenalkan peradaban dan ilmu-ilmu pemerintahan, dan membantu membangun pelabuhan-pelabuhan, selain supaya kapal-kapal mereka lebih mudah untuk merapat, juga membantu negeri tersebut untuk dikunjungi kapal-kapal dagang dari negeri lain untuk melakukan perdagangan, sehingga negeri-negeri tersebut kemudian menjadi lebih maju peradabannya dan lebih makmur.

Kerajaan Singasari dan Majapahit telah juga berjasa mempopulerkan keris ke negeri-negeri taklukkan mereka dan juga sering meninggalkan keris-keris bagus sebagai cinderamata kepada kerajaan-kerajaan taklukkannya. Keris-keris itu dimaksudkan selain sebagai tanda persaudaraan / kekeluargaan, juga sebagai tanda / lambang bahwa kebesaran kerajaan Singasari / Majapahit ada di atas kerajaan itu, karena keris adalah juga lambang pemerintahan Jawa. Juga pernah sepasang keris cantik dipersembahkan sebagai mas kawin untuk 2 orang putri kerajaan negeri Campa yang dipinang untuk dibawa ke tanah Jawa.

Mereka juga menyebarkan empu-empu keris, tetapi keris-keris yang dibuat di luar Jawa Timur dan Jawa Tengah dan yang dibuat sesudah jaman Majapahit, kualitas tempaan logamnya, dan tingkat kesaktian dan kegaibannya tidak dapat dibandingkan dengan keris-keris Singasari dan Majapahit, hanya bentuknya saja yang indah mengikuti selera dan seni masyarakat setempat. Sampai sekarang keris-keris Singasari dan Majapahit masih banyak dicari orang, bukan hanya karena kualitas tempaan logamnya yang baik sekali, tetapi juga kesaktian gaibnya yang tinggi, sehingga para kolektor keris berani membayar mahal untuk keris-keris tersebut.

Perjuangan Tumenggung Surapati


Perang Banjar berlangsung dalam tiga wilayah yaitu Martapura dan sekitarnya, wilayah Banua Lima (Hulu Sungai) dan wilayah sepanjang sungai Barito (Tanah Dusun). Tumenggung Surapati setia kepada kepemimpinan Pangeran Antasari selaku pemimpin tertinggi di Kesultanan Banjarpasca ditangkapnya Pangeran Hidayatullah yang kemudian diasingkan ke Cianjur.

Tumenggung Surapati anak dari Ngabe Lada bin Ngabe Tuha. Ngabe Tuha merupakan wakil Sultan Banjar di kalangan suku Bakumpai. Ngabe (ngabehi) adalah salah satu gelar pejabat kepala wilayah di kesultanan Banjar. Ngabe Tuha mungkin salah seorang anak dari Patih Darta Suta. Menurut suatu riwayat Patih Darta Suta memiliki lima orang anak yaitu Ngabe Tuha, Ngabe Tumpang, Ngabe Basirun, Ngabe Basunga, dan seorang anak perempuan bernama Jimah. Setelah wafatnya Tumenggung Surapati karena sakit, perjuangannya diteruskan oleh anaknya yaitu Tumeng igung Ajidan (Jidan). Seorang cucu perempuan dari Pangeran Antasari menikah dengan Tumenggung Ajidan, karena pernikahan tersebut Tumenggung Ajidan dianugerahkan gelar bangsawan Raden Dipati Mangku Negara.

Siasat yang dijalankan oleh Tumenggung Surapati dengan cara menyanggupi permintaan Belanda untuk membantu menangkap Pangeran Antasari. Setelah mengadakan perundingan diatas kapal Onsurt pada bulan Desember 1859, Tumenggung Surapati dengan anak buahnya berbalik menyerang tentara Belanda yang berada di atas kapal tersebut, kemudian merebuat senjata dan menenggelamkannya. Benteng pertahanan Tumenggung Surapati di Lambang mendapat serangan dari Belanda dalam bulan Februari 1860. Serbuan yang kuat dari pasukan Belanda menyebabkan Tumenggung Surapati meninggalkan bentang tersebut.

Pada tanggal 25 September 1864 Tumenggung Surapati beserta pengikutnya menyerang benteng Belanda di Muara Teweh dan membunuh dua orang penjaga benteng. Karena kejadian ini, pada bulan Maret 1865 di Muara Teweh didirikan pertahanan yang berkekuatan 4 orang opsir, 75 serdadu yang dilengkapi dengan meriam 2 pon dan 2 mortir. Tumenggung Surapati mencoba menyerang benteng di Muara Teweh itu pada akhir tahun 1865, tetapi karena kekuatan pertahanan Belanda di situ cukup besar, usahanya tidak berhasil. Ia kemudian bergerak bersama pasukannya menuju Sungai Kawatan. Pada tanggal 1 November 1865 satu pasuakn Belanda bergerak sampai di Kuala Baru untuk memutuskan jalan-jalan yang menuju ke tempat-tempat pihak pejuang di kawatan. Sementara itu, pasukan Belanda yang lain pada hari berikutnya berhasil mendaki Kawatan.

Pasukan Surapati yang berada di benteng Kawatan menembaki dengan meriam perahu-perahu Belanda yang mencoba mendekati benteng tersebut. Dalam pertempuran yang terjadi pasukan Surapati menderita kekalahan sehingga mengundurkan diri.

Peranan Temunggung Surapati

Tumenggung Surapati adalah seorang putera suku Dayak Siang dilahirkan dilembah Sungai Kahayan, sekarang termasuk wilayah Kalimantan Tengah. Sebagai seorang kepala suku, dia terkenal dengan gelar Kiai Tumenggung Pati Jaya Raja. Tumenggung Surapati berjuang bersama-sama Pangeran Antasari dan dibantu oleh tokoh-tokoh pejuang lainnya seperti Tumenggung Singapati, Tumenggung Kartapati,Tumenggung Mangkusari dalam perang Barito untuk menghancurkan kekuasaan kolonialisme Belanda di daerah itu. Merekalah tokoh-tokoh pejuang yang menggerakkan rakyat Barito melawan Belanda dalam Perang Barito (1865-1905).

Tumenggung Surapati dengan anak buahnya suku Dayak Siang telah memeluk agama Islam. Kedua tokoh pimpinan perjuangan ini diikat dalam hubungan kekeluargaan dengan mengawinkan putera Tumenggung Surapati yang bernama Tumenggung Jidan dengan cucu Pangeran Antasari. Tumenggung Surapati dengan anak buahnya bersama Pangeran Antasari telah mengangkat sumpah bersama-sama berjuang menghalau penjajah Belanda. Mereka akan berjuang tanpa pamrih dan tanpa kompromi dengan tekad : Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing. Belanda berusaha dengan segala taktik liciknya untuk memikat hati Tumenggung Surapati agar Tumenggung ini tidak melakukan perlawanan terhadap Belanda dan bersedia membantu Belanda untuk menangkap Pangeran Antasari. Tumenggung Surapati sebagaimana suku Dayak lainnya sangat setia pada sumpah yang telah diucapkannya dan apapun yang akan terjadi mereka tidak akan menghianati sumpah tersebut. Siasat licik Belanda akan dibalas dengan siasat licik pula, dimikian tekad Tumenggung Surapati dengan anak buahnya. Belanda mempunyai keyakinan bahwa siasatnya berhasil apalagi Tumenggung Surapati telah bersahabat dengan Belanda sebelumnya. Tumenggung Surapati pernah menjamu dengan segala kebesaran dan penuh keramahan terhadap rombongan Civiel Gezaghebber dan Komandan Serdadu Marabahan Letnan I. Bangert dan stuurman kapal Cipanas JJ. Meyer pada tahun 1857 dua tahun sebelum terjadinya Perang Banjar. Persahabatan dengan Belanda ini menimbulkan kebencian yang mendalam di hati Tumenggung Surapati setelah serdadu Belanda membakar rumah dan kebun rakyat yang tidak berdosa setelah terjadi Perang Banjar. Kebaikan hati Belanda hanya tipu muslihat untuk memikat rakyat agar berpihak pada penjajah. Perang Barito terjadi di sepanjang Sungai Barito dan sekitarnya. Perang ini merupakan bukti kebencian seluruh rakyat dalam wilayah Kerajaan Banjar terhadap penjajah Belanda.

Setelah Pangeran Antasari meninggal, perjuangan dilanjutkan dengan pimpinan Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari dibantu Anak-anak Tumenggung Surapati dan pimpinan lainnya. Mereka membangun sebuah Pagustian atau pemerintahan terdiri dari gusti-gusti (bangsawan Banjar) yang terletak di Gunung Bondang, sebelah udik sungai Lawung, Puruk Cahu. Pagustian ini dibantu oleh Gusti Mat Said, Raden Mas Natawijaya, Muhammad Nasir dan lainnya. Dua tahun berturut-turut yaitu tahun 1864 dan 1865 Tumenggung Surapati menyerang benteng Belanda di Muara Teweh sehingga seluruh isi benteng itu musnah. Begitu pula Benteng Belanda di Muara Montalat dihancurkan oleh suatu serangan Tumenggung Surapati. Untuk menghadapi serangan Tumenggung Surapati ini Belanda bersama orang Dayak Sihong(suku Maanyan) yang selama ini membantu Belanda di bawah pimpinan kepala sukunya Suta Ono dan di sisi ([suku dayak ngaju]) kepala sukunya adalah Temanggung Nikodemus Ambo Jaya Negara (kepala distrik Kwala Kapoeas) membantu Belanda memadamkan perlawanan temanggung surapati. Karena jasa-jasanya terhadap Belanda Suta Ono diberi pangkat Overste (Letnan Kolonel) dan diberi penghormatan bintang Singa Belanda adalah pengahargaan tertinggi atas keberanian. Dayak Sihong ini terkenal pemberani, dan tetap memiliki ketetapan hati kepada agama leluhur yang dianutnya yaitu Kaharingan. Tumenggung Surapati dalam perlawanannya selalu berpindah-pindah dan selama bertahun-tahun dia bertempur melawan Belanda di sepanjang Sungai Barito. Kadang-kadang dia muncul di hilir Barito di sekitar Distrik Bakumpai, tetapi sebentar lagi ada di hulu Barito di sekitar Manawing, sehingga sangat membingungkan pihak Belanda. Berbagai muslihat dilakukan pihak Belanda untuk menangkap Tumenggung Surapati hidup atau mati, tetapi selalu gagal. Pertempuran dan perjuangan yang bertahun-tahun melawan Belanda melemahkan fisiknya yang memang sudah tua dan akhirnya jatuh sakit, meskipun semangat juangnya tidak pernah mundur. Setelah menderita sakit yang agak lama pada tahun 1875 Tumenggung Surapati meninggal dunia sebagai pahlawan, meninggal karena sakit. Tumenggung Ajidan putera Tumenggung Surapati meneruskan perjuangan ayahnya bersama-sama Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari. Kalau keluarga Sultan Muhammad Seman yang tertangkap dibuang ke Bogor (Jawa Barat) maka keluarga Tumenggung Surapati yang tertangkap dibuang ke Bengkulu,Sumatera

Orang-orang yang tidak mendapat pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:

Antasari dengan anak-anaknya
Demang Lehman
Amin Oellah
Soero Patty dengan anak-anaknya
Kiai Djaya Lalana
Goseti Kassan dengan anak-anaknya

Legenda Pangeran Situbondo


Berdasarkan Legenda Pangeran Situbondo, nama Kabupaten Situbondo berasal dan narna Pangeran Situbondo atau Pangeran Aryo Gajah Situbondo, dimana sepengetahuan masyarakat Situbondo bahwa Pangeran Situbondo tidak pernah menampakkan diri, hal tersebut dikarenakan keberadaannya di Kabupaten Situbondo kemungkinan sudah dalam keadaan meninggal dunia akibat kekalahan pertarungannya dengan Joko Jumput, sehingga hanya ditandai dengan ditemukannya sebuah ‘odheng’ (ikat kepala) Pangeran Situbondo yang ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan dan sekarang dijadikan Ibukota Kabupaten Situbondo.Sedangkan menurut pemeo yang berkembang di masyarakat, arti kata SITUBONDO berasal dan kata : SITI = tanah dan BONDO ikat, hal tersebut dikaitkan dengan suatu keyakinan bahwa orang pendatang akan diikat untuk menetap di tanah Situbondo, Kenyataan mendekati kebenaran karna banyak orang pendatang yang akhirnya menetap di Kabupaten Situbondo.

Legenda Pangeran Situbondo

Pangeran Situbondo Hendak Mempersunting Purbawati

Alkisah Purbawati, putri Adipati Jayengrana Surabaya tengah gelisah karena hendak dilamar oleh Pangeran Situbondo atau Pangeran Aryo Gajah Situbondo berasal dari Madura, seorang pangeran Madura, putra Adipati Cakraningrat. Putri Purbawati ingin menolak lamaran Pangeran Situbondo karena telah mencintai Jaka Taruna dari Kadipaten Kediri. Tapi untuk menolak lamaran Pangeran Sirubondo ia merasa tidak enak mengingat hubungan persahabatan ayahnya dengan ayah Pangeran Situbondo terjalin sangat baik. Ia khawatir akan terjadi permusuhan antara Surabaya dan Madura.

Pangeran Situbondo berlayar dari Madura menuju Surabaya untuk melamar Purbawati. Tidak lama kemudian, Pangeran Situbondo tiba di Surabaya. Ia segera menemui Purbawati. Adipati Jayengrana menyerahkan sepenuhnya keputusan pernikahan pada Purbawati. Karena merasa kebingungan, Purbawati akhirnya memberikan syarat sangat berat pada Pangeran Situbondo jika ingin mempersuntingnya. Ia memberikan syarat agar pangeran Situbondo membuka hutan di wilayah Surabaya yang terkenal sangat angker. Ia beralasan, hutan tersebut dibuka agar bisa menjadi tempat tinggal mereka dan keturunan mereka.

Meskipun syaratnya sangat berat, tapi Pangeran Situbondo menyanggupinya. Ia segera masuk ke dalam hutan Surabaya angker tersebut dan mulai bekerja membuka hutan. Dengan kesaktiannya, Pangeran Situbondo merasa yakin dapat membuka hutan tersebut dengan mudah.

Saat Pangeran Situbondo tengah membuka hutan, datanglah Pangeran Jaka Taruna ke Surabaya. Ia merasa kaget ketika mengetahui bahwa Pangeran dari Madura tengah membuka hutan sebagai syarat mempersunting Purbawati. Demi cintanya, Jaka Taruna segera menemui Adipati Jayengrana. Ia mengatakan bahwa ia telah lama menjalin kasih dengan Purbawati. Jaka Taruna menyatakan ingin mempersunting Purbawati.

Adipati Jayengrana menjadi bingung. Ia menyesalkan mengapa Jaka Taruna terlambat melamar Purbawati. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Adipati Jayengrana selain menyerahkan masalah tersebut sepenuhnya kepada putrinya, Purbawati.

Purbawati lantas meminta Pangeran Jaka Taruna yang ia cintai untuk ikut membuka hutan sebagai syarat mempersuntingnya.

Pangeran Jaka Taruna Berduel Dengan Pangeran Situbondo

Jaka Taruna segera pergi ke hutan Surabaya untuk ikut membukanya. Ia membuka hutan di lokasi berdekatan dengan hutan tempat Pangeran Situbondo. Ketika keduanya bertemu, Pangeran Situbondo bertanya sedang apa ia di hutan tersebut. Pangeran Jaka Taruna mengatakan bahwa ia tengah membuka hutan sebagai syarat menikahi Purbawati.

Mendengar jawaban Jaka Taruna, Pangeran Situbondo sangat marah. Ia langsung menyerang Jaka Taruna. Keduanya lantas bertarung sengit mengerahkan segala kesaktian masing-masing. Ternyata kesaktian Situbondo jauh di atas kesaktian Jaka Taruna. Tidak lama kemudian Situbondo mampu memukul Jaka Taruna hingga tubuh Jaka Taruna terpental jauh. Tubuh Jaka Taruna tersangkut di atas pohon. Situbondo kemudian pergi dari tempat itu meninggalkan Jata Taruna begitu saja.

Jaka Taruna berteriak-teriak minta tolong karena ia tidak mampu melepaskan diri dari pohon. Namun hutan angker tersebut sangat jarang dilewati manusia sehingga tidak ada seorang pun mendengarnya. Beberapa lama kemudian ada seorang pemuda bernama Jaka Jumput mendengar teriakan Jaka Taruna. Ia kemudian mendekati Jaka Taruna dan menanyakan apa yang telah terjadi. Jaka Taruna kemudian menceritakan hal yang menimpanya. Setelah Jaka Jumput menolongnya melepaskan dari pohon, Jaka Taruna meminta bantuannya untuk mengalahkan Pangeran Situbondo. Ia berjanji jika Jaka Jumput mampu mengalahkan Situbondo, ia akan mengabulkan apapun permintaan Jaka Jumput.

Situbondo Dikalahkan Jaka Jumput

Jaka Jumput menyatakan kesediannya untuk mengalahkan Situbondo. Ia segera mencari Situbondo untuk menantang duel. Setelah ia bertemu Situbondo, ia langsung menantang duel. Situbondo merasa marah karena ditantang duel oleh orang yang baru ia kenal. Mereka berdua langsung bertempur, mengerahkan segala kesaktiannya, sementara Jaka Taruna hanya menonton dari kejauhan.

Setelah sekian lama adu kesaktian, Situbondo mulai terlihat kelelahan. Ternyata Jaka Jumput merupakan pemuda tangguh dan sakti mandraguna. Situbondo akhirnya merasa tidak sanggup melawan Jaka Jumput. Ia kemudian melarikan diri ke wilayah timur Kadipaten Surabaya. Wilayah tersebut di kemudian hari diberi nama Situbondo, sesuai dengan nama Pangeran Situbondo.

Jaka Taruna Berbohong

Melihat Pangeran Situbondo kalah, Pangeran Jaka Taruna segera pergi menemui Adipati Jayengrana dan Purbawati. Ia mengatakan bahwa Situbondo telah kalah bertarung dan lari ke timur. “Paman Adipati, Hamba telah berhasil mengalahkan Pangeran Situbondo. Ia telah lari ke wilayah timur dan tidak akan kembali. Oleh karenanya izinkanlah hamba mempersunting Purbawati.” kata Pangeran Jaka Taruna.

Tapi tidak lama kemudian datanglah Jaka Jumput di Kadipaten Surabaya menemui Pangeran Jaka Taruna. Saat mengetahui bahwa Pangeran Jaka Taruna mengaku-ngaku telah mengalahkan Pangeran Situbondo, Jaka Jumput merasa geram. Ia segera menemui Adipati Jayengrana dan mengatakan bahwa Pangeran Jaka Taruna telah berbohong. “Mohon maaf atas kelancangan hamba, Adipati Jayengrana. Pangeran Jaka Taruna telah membohongi Kanjeng Adipati. Hamba telah mengalahkan Pangeran Situbondo, bukan Jaka Taruna.” kata Jaka Jumput.

Pangeran Jaka Taruna berang dengan pengakuan Jaka Jumput. Ia membantah telah berbohong pada Adipati Jayengrana. “Jangan percaya dia Kanjeng Adipati. Akulah yang telah mengalahkan Pangeran Situbondo. Jangan percaya orang yang baru dikenal.” kata Pangeran Jaka Taruna.

Adipati Jayengrana terperanjat dengan pengakuan Jaka Jumput. Ia merasa bingung dengan keadaan ini. Ia lantas meminta bukti pada Jaka Taruna dan Jaka Jumput bahwa mereka telah mengalahkan Pangeran Situbondo. “Jika memang salah satu diantara kalian benar-benar telah mengalahkan Pangeran Situbondo, apa buktinya?” tanya Adipati Jayengrana.

Jaka Jumput kemudian mengeluarkan sebilah keris milik Pangeran Situbondo, kemudian menyerahkannya pada Adipati Jayengrana. “Ini adalah keris milik Pangeran Situbondo, Kanjeng Adipati. Ini adalah bukti bahwa hamba telah mengalahkan Situbondo, bukan Jaka Taruna.” kata Jaka Jumput. Sedangkan Jaka Taruna tidak memiliki bukti apapun. Ia hanya terdiam.

“Memang benar ini adalah keris milik Pangeran Situbondo.” kata Adipati Jayengrana. “Lantas mana bukti yang kau miliki hai Jaka Taruna?” tanya Adipati pada Jaka Taruna.

Jaka Taruna Berubah Menjadi Patung Joko Dolog

Pangeran Jaka Taruna hanya terdiam. Ia merasa malu karena kebohongannya terbongkar dengan kedatangan Jaka Jumput. Karena merasa tidak terima, ia lalu menantang Jaka Jumput untuk berduel. “Kenapa Kanjeng percaya pada orang yang baru dikenal? Saya menantang Jaka Jumput berduel. Kita buktikan siapa lebih kuat diantara kita berdua.”

“Baiklah, Siapa diantara kalian memenangkan pertarungan maka ia boleh mempersunting putriku, Purbawati.” kata Adipati Jayengrana.

Pangeran Jaka Taruna kemudian berduel dengan Jaka Jumput. Keduanya mengerahkan kesaktian milik mereka. Jaka Taruna menggunakan keris pusakanya sementara Jaka Jumput menggunakan senjata cambuk yang ia beri nama Kyai Gembolo Geni. Awalnya pertarungan berjalan seimbang namun lambat laun Jaka Taruna terlihat tidak mampu mengimbangi kesaktian Jaka Jumput. Sampai akhirnya cambuk Jaka Jumput mengenai tubuhnya, sehingga membuat Pangeran Jaka Taruna terjatuh dan tergeletak di tanah tidak berdaya.

“Jaka Taruna, mengapa engkau berani membohongiku. Aku kecewa denganmu.” kata Adipati Jayerngrana.

Pangeran Jaka Taruna hanya diam tergeletak di tanah. Tubuhnya lemah seusai bertarung. Ia juga sangat malu.

“Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaanku hai Jaka Taruna? Mengapa sekarang engkau hanya diam seperti patung?” Adipati Jayengrana merasa jengkel.

Tidak lama kemudian terjadi sebuah keanehan, tubuh Pangeran Jaka Taruna berubah menjadi sebuah patung. Ucapan Adipati Jayengrana menjadi sebuah kutukan. Di kemudian hari, patung Pangeran Jaka Taruna dinamakan Joko Dolog.

SEJARAH KANJENG JIMAT PACITAN


Makam Kanjeng Jimat (Kyai Djoyoniman)  berada di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Tepatnya berada di sebuah pemakaman bernama Giri Sampoerno. Kanjeng Jimat dikenal sebagai tumenggung, penjuang, dan penyebar agama Islam di Pacitan.

Pemakaman Giri Sampoerno sangat mudah dijangkau dan sangat dekat dengan pusat kota, hanya sekira 2 - 3 kilometer dari pusat kota. Puluhan anak tangga yang semakin menanjak mengantar hingga sampai ke pemakaman. Rimbunnya pepohonan di sekitar pemakaman tak lantas membuat pemakaman itu terlihat kotor. Bahkan sebaliknya, pemakaman tersebut sangat terawat rapi dan bersih.

Di pintu masuk makam Kanjeng Jimat, terdapat pintu ukir sangat menarik dan indah. Di dalam rumah makamnya terdapat makam Kanjeng Jiman beserta istri yang berdampingan. Lalu di sebelah kanan dan kirinya terdapat makam putra dan putri dari Kanjeng Jimat, lalu ada makam para kerabat Kanjeng Jimat yang tidak disebutkan namanya.

Asal usul Nama Pacitan

Terdapat minimal dua versi mengenai asal usul nama Pacitan. Versi pertama, Pacitan berasal dari kata “Pace Sak Pengetan” yang diberikan oleh Pangeran Mangkubumi saat menyingkir ke daerah Wengker Kidul karena terdesak musuh. Saat itu sedang terjadi perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) )melawan VOC Belanda, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan, beliau disertai 12 orang pengikutnya mundur keselatan sambil mencari dukungan untuk membantu perjuangan. Tanggal 25 Desember 1749 rombongan tersebut lemah lunglai, dan atas bantuan setroketipo beliau diberi sebuah minuman yaitu buah pace yang telah direndam dengan legen buah kelapa, dan seketika itu juga kekuatan Pangeran Mangkubumi pulih kembali. Daerah itu diingat dengan pace sapengetan dan dalam pembicaraan keseharian sering disingkat dengan pace-tan lalu menjadilah sebuah nama kabupaten Pacitan.

Setelah Pangeran Mangkubumi menjadi Hamenku Buwono I beliau memenuhi janjinya kepada para pengikutnya yang ketika itu ikut bergerilya. Setroketipo diangkat menjadi Bupati Pacitan ke-2 setelah sebelumnya dijabat oleh Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo. Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo sebelumnya diangkat juga oleh  Pangeran Mangkubumi pada tanggal 17 Januari 1750 setelah beliau banyak membantu Pangeran Mangkubumi ketika bergerilya didaerah pacitan. Ketika itu Ngabehi Suromarto menjabat demang Nanggungan dan ketika diangkat bupati bergelar Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo.

Versi yang lain mengatakan bahwa Pacitan berasal dari kata pacitan yg berarti makanan kecil, camilan, snack yang tidak mengenyangkan. Ada yang mengkaitkan ini dengan kondisi Pacitan saat itu sebagai daerah minus sehingga sumber daya alam yang ada tidak mencukupi atau tidak mengenyangkan warga yang tinggal di tempat tersebut.

Ada fakta yang menarik bahwa nama Pacitan ternyata telah muncul jauh sebelum terjadi perang gerilya Pangeran Mangkubumi. Nama Pacitan telah disebut-sebut dalam Babad Momana yang dibuat pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645).

Nama-nama Pejabat Bupati Pacitan

1745-1750 : R.T.Notopoero (Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo).
1750-1757 : R.T.Notopoero (Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo).
1757- : R.T.Soerjonegoro I
1757-1812 : R.T.Setrowidjojo I (Setroketipo)
1812- : R.T.Setrowidjojo II ((3 bulan) R.M Lantjoer)
1812-1826 : M.T.Djogokarjo I (Jayaniman)
1826- : M.T.Djogonegoro (Mas Sumadiwiryo)
1826-1850 : M.T.Djogokarjo II (Mas Karyodipuro)
1850-1864 : R.T. Djogokarjo III (Mas Purbohadikaryo)
1866-1879 : R.Adipati Martohadinegoro (Raden Mas Cokrodipuro)
1879-1906 : R.T Martohadiwinoto (Mas Ngabehi Martohadiwinata)
1906-1933 : R.Adipati Harjo Tjokronegoro I (R.T. Cokrohadijoyo)
1933-1937 : kosong (pemerintahan sehari-hari oleh Patih Raden Prawirohadiwiryo)
1937-1942 : R.T.Soerjo Hadijokro (bupati terakhir masa pemerintahan Belanda)
1943- : Soekardiman
1944-1945 : MR.Soesanto Tirtoprodjo
1945-1946 : R.Soewondo
1946-1948 : Hoetomo
1948-1950 : Soebekti Poesponoto
1950-1956 : R.Anggris Joedoediprodjo
1956-1960 : R. Soekijoen Sastro Hadisewojo(bupati)
1957-1958 : R.Broto Miseno (Kepala Daerah Swantara II)
1958-1960 : Ali Moertadlo (Kepala Daerah)
1960-1964 : R.Katamsi Pringgodigdo
1964-1969 : Tedjosumarta
1969-1980 : R.Moch Koesnan
1980-1985 : Imam Hanafi
1985-1990 : H.Mochtar Abdul Kadir
1990-1995 : H. Soedjito
1995-2000 : Sutjipto. Hs
2000-2005 : H. Soetrisno
2005-2010: H. Sujono (meninggal sebelum selesai masa jabatan digantikan wakilnya: H.G. Soedibjo yang memerintah 34 hari)
2011- sekarang: Drs. H. Indartato, MM

Pacitan Zaman Ki Buwono Keling

Sejarah Pacitan umumnya ditulis berawal dari kedatangan Ki Buwana Keling, salah satu utusan Raja Brawijaya ke daerah di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah ini, pada abad ke XII M. Menurut silsilah, asal usul KI Ageng Buwana Keling adalah putra Pejajaran yang di kawinkan dengan salah satu putri Brawijaya V yang bernama putri Togati. setelah menjadi menantu Majapahit maka KI Ageng Buwana Keling mendapat hadiah tanah di pesisir selatan dan di haruskan tunduk di bawah kekuasaan Majapahit. Pusat pemerintahan Negeri Buwana Keling terletak di ± 7 km dari ibukota Pacitan sekarang (Jati Kec. Kebonagung) yang disebut daerah wengker kidul atau daerah pesisir selatan. KI Ageng Buwana Keling berputra tunggal bernama Raden Purbengkoro yang setelah tua bernama KI Ageng Bana Keling.

Keberadaan Ki Ageng Buwana Keling ini dikuatkan dengan prasasti jawa kuno yang diduga dibuat pada abad XV yang menyebutkan bahwa Ki Ageng Buwono Keling merupakan penguasa di daerah wengker kidul.

 PRASASTI JAWA KUNO

 JA PURA PURAKSARA ERESTHA

 BHUWANA KELING ABHIYANA

 JUWANA SIDDHIM SAMAGANAYA

 BHIJNA TABHA MINIGVAZAH

 RATNA KARA PRAMANANTU

Artinya : dahulu ada seorang pendekar ternama bernama buwono keling yang telah mencapai kesempurnaan, dalam ilmu kebathinan dan kekebalan. Seorang guru diantara orang bijaksana dan beliau inilah yang menjadi perintis dan pemakrarsa daerah sekitarnya.

Versi lain menyatakan bahwa Ki Ageng Buwono Keling ini adalah saudara seperguruan Ki Tunggul Wulung, salah seorang kepercayaan Prabu Brawijaya V. Ceritanya dimulai pada saat menjelang kemunduran Kerajaan Majapahit di masa pemerintahan Prabu Brawijaya V yang menikah dengan puteri dari China. Dalam kepercayaan kala itu siapa saja wangsa Jawa yang menikahi puteri China dia akan mengalami kekalahan dalam segala hal. Prabu Brawijaya V menyadari hal tersebut, beliau kemudian menyiapkan seseorang untuk berjaga-jaga bila huru-hara benar-benar terjadi. Seseorang yang dipersiapkan tersebut ialah Ki Tunggul Wulung. Brawijaya V menyuruh Ki Tunggul Wulung untuk bersemedi di Gunung Lawu.

Di saat itulah Agama Islam masuk ke tanah Jawa lewat daerah pesisir utara Pulau Jawa, karena tidak ingin masuk Islam ketiga saudara Ki Tunggul Wulung yaitu Ki Brayut, Ki Buwono Keling dan Ki Tiyoso (mereka berempat bukan saudara kandung melainkan saudara satu perguruan) melarikan diri ke daerah selatan sesuai dengan petunjuk gurunya, “Berjalanlah selama 40 hari dan setelah mencapai tempat yang tinggi lihatlah kearah bawah bila kalian melihat tempat yang datar, tempat itulah yang dinamakan “Alas Wengker Kidul”.  Seampainya di Wengker Kidul perjalanan mereka dibagi menjadi  tiga yaitu, Ki Buwono Keling lewat sebelah utara, Ki Tiyoso lewat pesisir selatan dan Ki Brayut lewat tengah hutan.

Saat kemudain Majapahit benar-benar mengalami huru-hara besar dan Ki Tunggul Wulung  turun gunung, ternyata beliau tidak bisa memadamkan huru-hara tersebut. Kemudian Ki tunggul Wulung memutuskan untuk mencari ketiga saudara seperguruannya dengan meminta petunjuk dari Sang Guru namun Sang Guru dalam keadaan kritis dan dalam hembusan  nafas terakhirnya ia berpesan untuk menggali makam dengan tongkatnya.

Setelah peristiwa tersebut Ki Tunggul Wulung mencari ketiga saudaranya dan sampailah di tempat yang dinamakan Astono Genthong, dari situ ia melihat gunung yang berjajar empat (kelak terkenal dengan sebutan Gunung Limo, tetapi tidak terlihat sebagai lima gunung bila dilihat dari Astono Genthong ). Kemudian ia mempunyai firasat bila saudaranya berada di gugusan gunung tersebut, namun sesampainya di gunung tersebut ia tidak bertemu saudaranya.

Dikisahkan bahwa akhirnya Kyai Tunggul Wulung membuka lahan atau babad alas disekitar lereng gunung Limo. Salah satu dari gugusan gunung yang berjumlah lima merupakan tempat untuk bertapa atau bersemedi. Untuk mencapai lokasi pertapaan harus melewati banyak rintangan seperti tangga (ondo rante) selain itu kita harus menembus hutan lebat, tebing yang terjal serta Selo Matangkep.

Selo Matangkep adalah sebuah celah sempit diantara batu besar yang hanya cukup dilewati sebadan orang saja, dipintu masuk Selo Matangkep tersebut dipercaya apabila ada pengunjung yang berniat jahat maka ia tidak akan bisa melewatinya, sementara itu bagi yang berniat baik untuk berkunjung ke pertapaan kendati ia berbadan besar maupun kecil akan bisa melewatinya.

Berakhirnya Masa Ki Ageng Buwana Keling dan Masuknya Islam di Pacitan

Kegoncangan masyarakat Wengker Kidul dibawah pemerintahan Ki Ageng Buwana Keling di Pesisir selatan terjadi setelah datangnya Muballigh Islam dari kerajaan Demak Bintara, yang di pimpin oleh Ki Ageng Petung (R. Jaka Deleg /Kyai Geseng), KI Ageng Posong (R. Jaka Puring Mas/KI Ampok Boyo ) dan sahabat mereka Syekh Maulana Maghribi. Yang meminta KI Ageng Buwana Keling beserta semua rakyat di wengker selatan untuk mengikuti atau memeluk ajaran Islam.

Namun setelah KI Ageng Buwana Keling menolak dengan keras dan tetap tidak menganut agama baru yaitu agama Islam, maka tanpa dapat dikendalikan lagi terjadilah peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan antara penganut agama Hindu yang dipimpin oleh Ki Ageng Buwana Keling dengan penganut agama Islam yang dipimpin oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syeikh Maulana Maghribi memakan waktu yang cukup lama , karena kedua belah pihak, memang terdiri dari orang-orang sakti. Namun akhirnya dengan keuletan dan kepandaian serta kesaktian para muballigh tersebut peperangan itu dapat dimenangkan Ki Ageng Petung dan pengikut-pengikutnya setelah dibantu oleh prajurit dari Adipati Ponorogo yang pada waktu itu bernama Raden Betoro Katong (Putra Brawijaya V). Dalam legenda sering disebutkan bahwa Ki Ageng Buwana Keling ini adalah seorang yang sakti mandraguna. Beliau tidak bisa mati meesski dibunuh berkali-kali berkat ajian yang beliau miliki yakni “Pancasona”. Akhirnya ditemukan juga kelemahan beliau. Ki Ageng Buwono Keling dibunuh kemudian dipotong menjadi tiga bagain kemudian jenazahnya dimakamkan di tiga lokasi yang berbeda dimana masing-masing dipisahkan oleh sungai.

Kanjeng Jimat

Kyai Jayaniman adalah seorang kyai yang saat sebelum beliau menjadi pemimpin tertinggi di Pacitan hanyalah seorang modin di Kampung Tanjungsari. Itupun karena beliau diambil anak angkat oleh Tumenggung Setrowijoyo I, sembari memperdalam ilmu keislamannya di Tanjungsari. Setelah beliau jadi modin di Tanjung, beliau diangkat menjadi Ngabehi di Arjowinangun, dan pada puncaknya, setelah Tumenggung Setrowijoyo I meninggal dunia, dan digantikan oleh Tumenggung Setrowijiyo II.

Dan pada akhirnya diketahui bahwa Tumenggung Setrwoijoyo II yang sakit – sakitan dan juga kurang piawai menjalankan roda pemerintahan, akhirnya digantikan oleh Kyai Jayaniman, atau kemudian disebut dengan Kyai Kanjeng Jimat. Saat Kyai Djayaniman menjadi Tumenggung, beliau berganti nama menjadi Tumenggung Jokokaryo I.

Sementara kata jimat yang tersemat di nama beliau yang artinya barang keramat yang diberikan kepada Djayaniman berawal dari tugas yang diberikan Pangeran Diponegoro kepada Djayaniman untuk bisa menjaga gedung yang berisi barang keramat .

Kyai Djayaniman secara fisik adalah seorang pemimpin sejati, berperawakan tinggi besar, kuning, dan berwatak keras, dan saat itu usianya baru sekitar 40 tahun. Dalam perjalanan Kyai Kanjeng Jimat atau Tumenggung Jogokaryo I memimpin Pacitan, beliau ini adalah sosok yang sederhana dan penganut Islam yang taat. Salah satu terobosan beliau saat emnjadi Bupati adalah pembangunan Pacitan beraroma keislaman adalah salah satu cita-citanya.

Karena itu pun ketika Kyai Kanjeng Jimat meninggal dunia, dia mewasiatkan untuk dikubur di atas bukit yang berhadapan dengan kota Pacitan. Seperti di Giri Sampoerna sekarang. Dari lokasi makam Kanjeng Jimat, kota Pacitan, berikut hamparan Pantai laut Selatan Teleng Ria terlihat jelas. Meski di sana bersemayam tokoh besar Pacitan, namun makam seluas 8×10 meter itu tergolong sederhana. Tidak ada ornamen khas Pacitan yang terukir di sana. Hanya bangunan rumah yang berdampingan dengan mushola Kanjeng Jimat.

Kyai Djayaniman memiliki beberapa cerita yang menguatkan strategi kepemimpinan beliau, seperti tentang kekuatan lobinya saat pada waktu itu Belanda menguasai tanah Pacitan untuk menjadikan kebun, juga beberapa anaknya yang mewariskan jiwa kepemimpinan beliau, seperti Tumenggung Djogonagoro dan Tumenggung Djogokaryo II yang meruapakan anak – anak kandung Kyai Djayaniman.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...