Minggu, 31 Oktober 2021

Kriteria Imam Dalam Sholat


Al-Hafidz Ibn Hajar rahmatullah ‘alaih mengatakan,

إِلَى صِحَّة إِمَامَة الصَّبِيّ ذَهَبَ الْحَسَن الْبَصْرِيّ وَالشَّافِعِيّ وَإِسْحَاق , وَكَرِهَهَا مَالِك وَالثَّوْرَيْ , وَعَنْ أَبِي حَنِيفَة وَأَحْمَد رِوَايَتَانِ ، وَالْمَشْهُور عَنْهُمَا الْإِجْزَاء فِي النَّوَافِل دُونَ الْفَرَائِض

Tentang keabsahan anak kecil (mumayiz) yang menjadi imam merupakan pendapat Hasan Al-Bashri, As-Syafii, dan Ishaq bin Rahuyah. Sementara Imam Malik dan Ats-Tsauri melarangnya. Sementara ada dua riwayat keterangan dari Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Pendapat yang masyhur dari dua ulama ini (Abu Hanifah dan Imam Ahmad), anak kecil sah jadi imam untuk shalat sunah dan bukan shalat wajib. (Fathul Bari, 2/186)

Dalil mengenai hal ini adalah hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

كُنَّا بِحَاضِرٍ يَمُرُّ بِنَا النَّاسُ إِذَا أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانُوا إِذَا رَجَعُوا مَرُّوا بِنَا، فَأَخْبَرُونَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: كَذَا وَكَذَا وَكُنْتُ غُلَامًا حَافِظًا فَحَفِظْتُ مِنْ ذَلِكَ قُرْآنًا كَثِيرًا فَانْطَلَقَ أَبِي وَافِدًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِهِ فَعَلَّمَهُمُ الصَّلَاةَ، فَقَالَ: «يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ» وَكُنْتُ أَقْرَأَهُمْ لِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ فَقَدَّمُونِي فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ لِي صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ…، فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ

“Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat. Beliau bersabda, “Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.”  Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika aku berusia 7 tahun atau 8 tahun.” (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585).

Seorang imam harus menjadi orang yang paling mengerti terhadap hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat jama’ah secara khusus, Hak dan kewajiban sebagai imam dan juga hak kewajiban sebagai makmum. Karena baik dan buruknya pelaksanaan sholat jama’ah menjadi tanggung jawab seorang imam. Oleh karena itu, selain kefasihan dalam membaca Al Qur’an yang tentunya menjadi syarat mutlak menjadi imam, seorang imam juga dinilai pengenalannya terhadap sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Bila ada dua orang yang sama tingkatannya dalam hafalan dan bacaan Al Qur’an, maka untuk menjadi imam dipilih yang paling mengenal sunnah.

Sering kali kita saksikan para khotib jum’at, mereka hebat dalam menyampaikan materi khotibnya tapi cacat baca Al Qur’annya, baik itu cacat saat mereka baca Al Qur’an ketika menjadi khotib dan juga cacat ketika mereka menjadi imam sholat.

Imam mempunyai tanggung jawan untuk makmumnya, maka dari itu seorang imam sangat membutuhkan dirinya yang berkualitas.

Sahabat mulia, Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu bercerita,

أَتَيْنَا النَّبِيَّ, وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا  وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا فَأَخْبَرْنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا فَقَالَ: ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

“Kami pernah datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Saat itu, kami semua pemuda sebaya. Kami pun bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selama 20 hari 20 malam. Setelah memandang bahwa kami telah merindukan keluarga, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan. Kami pun menceritakannya kepada beliau. Ternyata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Setelah itu beliau bersabda, ‘Pulanglah ke keluarga kalian. Tinggallah di antara mereka, ajari dan perintahkan mereka (untuk melaksanakan Islam). Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan shalat. Jika waktu shalat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian dan yang paling tua di antara kalian menjadi imam’.”

Kedudukan Hadits Malik bin al- Huwairits radhiyallahu ‘anhu

Hadits di atas, dengan tambahan lafadz ( وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي ), dikeluarkan oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah di tiga tempat dalam Shahih al-Bukhari,

1. Kitab al-Azan (no. 631)

2. Kitab al-Adab (no. 6008)

3. Kitab Akhbarul Ahad (no. 7246)

Ketiga riwayat tersebut bersumber dari jalur Ayyub dari Abu Qilabah dari Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu. Mengenai sahabat yang meriwayatkan hadits di atas, beliau adalah Abu Sulaiman Malik bin al-Huwairits bin Asyam bin Zabalah bin Hasyis. Beliau berasal dari suku Sa’d bin Laits bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah. Beliau menetap di Bashrah hingga wafatnya pada 74 H. Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu memiliki beberapa hadits di dalam Shahih al- Bukhari, seluruhnya berkenaan dengan tata cara shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Peristiwa datangnya Malik bin al- Huwairits radhiyallahu ‘anhu bersama rombongan dari suku Laits disebutkan oleh sebagian ahli sejarah terjadi pada tahun al- Wufud (tahun kedatangan utusan secara bergelombang dari berbagai negeri untuk menyatakan keislaman). Ibnu Sa’d rahimahullah menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum Perang Tabuk yang terjadi pada bulan Rajab tahun 9 H. (Fathul Bari, 13/292—293)

Pandangan Ulama tentang Hadits Ini

Ash-Shan’ani rahimahullah menyatakan, “Hadits ini adalah landasan yang kuat untuk menyatakan bahwa apa yang dilakukan dan yang diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalat adalah bayan (penjelasan) tentang perintah shalat yang masihmujmal (global) di dalam al-Qur’an.” (Subulus Salam) Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Hadits ini menjelaskan tentang wajibnya seluruh perbuatan dan ucapan di dalam shalat yang tsabit (sahih) dari RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam. Yang mendukung hal ini adalah tata cara tersebut merupakan bentuk bayan(penjelasan) terhadap firman Allah Subhanahu wata’ala yang masih mujmal (global) dari ayat,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ

‘Dan dirikanlah shalat.’ (al- Baqarah: 43)

Perintah di atas adalah perintah al- Qur’an yang menunjukkan wajib. Danbayan (penjelasan) untuk bentuk mujmal(global) yang wajib juga dihukumi wajib.” (Nailul Authar 2/175)

Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan shalat,”

diterangkan oleh al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah, “ (Kalimat ini) adalah bentuk perintah yang mencakup segala hal yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalatnya. Hal-hal yang dikecualikan oleh ijma’ atau riwayat, maka tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya di dalam shalat. Adapun yang tidak dikecualikan oleh ijma’ atau riwayat, maka hal itu adalah perintah yang tidak boleh ditinggalkan oleh kaum muslimin seluruhnya, apa pun alasannya.” (al- Ihsan, 3/286)

Beberapa Hukum dan Faedah dari Hadits Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu

Ada banyak hukum dan faedah yang dapat dipetik dari hadits Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu antara lain,

1. Semangat setiap muslim untuk menyampaikan ilmu dan kebenaran.

Al – Imam al – Bukhari rahimahullah memberikan judul bab untuk hadits di atas di salah satu pembahasannya, “Motivasi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Utusan Suku Abdul Qais Agar Mereka Menghafalkan Iman dan Ilmu lalu Menyampaikannya kepada Masyarakat Mereka.” Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu  berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada kami, ‘Pulanglah kepada keluarga kalian dan ajarkanlah ilmu kepada mereka’.”

2. Azan dan iqamat disyariatkan untuk shalat saat sedang safar.

Hukum ini diambil dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pada hadits di atas,

وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكمْ

“Jika waktu shalat telah tiba, hendaknya salah seorang di antara kalian mengumandangkan azan untuk kalian.”

Al-Imam Bukhari rahimahullah membuatjudul untuk hadits di atas pada salah satu pembahasannya, bab “Azan dan Iqamat bagi Musafir Apabila Mereka Berjamaah”.Dalil lain adalah hadits Abu Qatadah rahimahullah dalam riwayat Muslim (no. 681) yang secara panjang mengisahkan salah satu safar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam perjalanan tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat tertidur sampai matahari terbit. Kemudian Bilal Shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan azan. Dalil berikutnya adalah hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2203), beliau pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي فَيَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا، يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ يَخَافُ مِنِّي، قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

“Rabb kalian kagum terhadap seorang penggembala kambing yang berada di puncak bukit. Ia mengumandangkan azan dan melaksanakan shalat. Lalu Allah Shallallahu ‘alaihi wasallam berfirman, ‘Lihatlah hamba- Ku ini. Ia mengumandangkan azan dan melaksanakan shalat karena takut kepada-Ku. Sungguh, Aku telah memberikan ampunan untuknya dan Aku akan memasukkannya ke dalam surga’.”

Al-Imam Abu Dawud rahimahullah membuat judul untuk hadits di atas, bab “Azan di Saat Safar.” Hadits ini dinyatakan sahih oleh al-Albani dalamash-Shahihah (1/65).

3. Bersikap kasih sayang dan lembut kepada sesama manusia.

Al – Imam al – Bukhari rahimahullah memberikan judul untuk hadits di atas pada salah satu pembahasannya, bab “Bersikap Rahmat kepada Binatang dan Manusia”. Faedah ini dipahami dari keterangan Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu yang menilai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang penuh kasih dan kelembutan.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar radhiyallahu ‘anhu menerangkan bahwa ada dua riwayat di dalam Shahih al-Bukhari untuk lafadz

,(رَفِيقًا)

رَفِيقًا) )
 dengan huruf fa’ kemudian qaf

رَقِيقًا) ),
 
dengan huruf qaf kemudian qaflagi. Adapun di dalam riwayat Muslim hanya dengan lafadz

( رَقِيقًا ),

 dengan huruf qaf kemudian qaf lagi. Namun, kedua lafadz tersebut satu makna.

4. Keterangan tentang salah satu kriteria imam shalat.

Adapun kriteria seorang muslim yang berhak menjadi imam telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  dalam sebuah hadits secara berurutan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا، وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Yang berhak menjadi imam shalat untuk suatu kaum adalah yang paling pandai dalam membaca al-Qur’an. Jika mereka setara dalam bacaan al- Qur’an, (yang menjadi imam adalah) yang paling mengerti tentang sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila mereka setingkat dalam pengetahuan tentang sunnah NabiShallallahu ‘alaihi wasallam, (yang menjadi imam adalah) yang paling pertama melakukan hijrah. Jika mereka sama dalam amalan hijrah, (yang menjadi imam adalah) yang lebih dahulu masuk Islam.” (HR. Muslim no. 673 dari Abu Mas’ud al-Anshari radhiyallahu ‘anhu) Dalam riwayat lain, ada tambahan lafadz,

فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَكْبَرُهُمْ سِنًّا

“Jika mereka sama dalam amalan hijrah, (yang menjadi imam adalah) yang paling tua di antara mereka.”

Dengan demikian, yang paling berhak menjadi imam shalat secara berurutan adalah;

1. Yang paling pandai membaca al-Qur’an. Jika sama-sama pandai,

2. Yang paling mengerti tentang sunnah Nabi radhiyallahu ‘anhu. Jika sama-sama mengerti,

3. Yang paling pertama melaksanakan hijrah. Jika sama dalam hal hijrah,

4. Yang lebih dahulu masuk Islam. Jika bersama masuk Islam,

5. Yang lebih tua.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan al-aqra’, apakah yang paling baik bacaannya ataukah yang paling banyak hafalannya? Jawabannya adalah yang paling baik bacaannya. Maknanya, yang bacaannya sempurna dengan pengucapan huruf sesuai dengan makhrajnya. Adapun keindahan suara bukanlah syarat. Jika ada dua orang;

1. Bacaan al-Qur’annya sangat baik.

2. Bacaannya baik, namun tidak sebaik orang pertama, hanya saja ia lebih menguasai fikih tentang shalat dibandingkan dengan orang pertama. Dalam hal ini, orang kedua lebih berhak untuk menjadi imam shalat. Pembahasan ini tidak berlaku jika pada pelaksanaan shalat berjamaah di sebuah masjid telah ditunjuk imam tetap, maka imam tetap tersebut yang paling berhak selama tidak ada uzur.

5. Riwayat ahad dapat diterima meskipun di dalam masalah akidah.

Hal ini berseberangan dengan yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah. Al-Imam al-Bukhari rahimahullah menamakan sebuah bab untuk hadits di atas pada salah satu pembahasannya, bab “Keterangan tentang Diperbolehkannya Khabar dari Satu Orang yang Jujur Tepercaya dalam Masalah Azan, Shalat, Puasa, Kewajiban- Kewajiban Islam, dan Masalah Ahkam.”

6. Perjuangan dakwah Islam tidak pernah lepas dari peran dan andil para pemuda.

Di dalam hadits di atas, suku Laits mengutus kaum muda untuk mempelajari syariat Islam agar dapat diajarkan kembali kepada masyarakatnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman tentang Ashabul Kahfi,

إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (al-Kahfi: 13)

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan, “Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan (tentang Ashabul Kahfi) bahwa mereka adalah para pemuda. Kaum muda lebih mudah menerima al-haq (kebenaran) dan lebih cepat mengikuti jalan kebaikan dibandingkan dengan kaum tua. Sebab, kaum tua telah terlalu jauh dan tenggelam di dalam agama kebatilan. Oleh sebab itu, kalangan sahabat yang menyambut seruan Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya didominasi oleh kaum muda. Adapun kalangan tua Quraisy, mayoritas mereka tetap memilih agama nenek moyang. Hanya sedikit saja dari kalangan tua yang masuk Islam.” Di dalam ayat lain, tentang dakwah Nabi Musa ‘Alaihissalam, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَمَا آمَنَ لِمُوسَىٰ إِلَّا ذُرِّيَّةٌ مِّن قَوْمِهِ عَلَىٰ خَوْفٍ مِّن فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِمْ أَن يَفْتِنَهُمْ ۚ

“Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, selain pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka.” (Yunus: 83)

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan, “Allah Subhanahu wata’ala memberikan kabar, meskipun Nabi Musa ‘Alaihissalam membawa ayat-ayat yang kuat, argumen-argumen pasti, dan alasan-alasan yang jelas, tetap saja kaumnya tidak beriman kecuali sedikit sekali. Yang sedikit itu adalah kaum dzurriyah, yaitu kaum muda. Itu pun masih dibayangi oleh kecemasan dan kekhawatiran dari makar Fir’aun dan pengikutnya yang berusaha mengembalikan mereka kepada kekufuran sebagaimana dahulu.”

Mudah-mudahan beberapa pelajaran dari hadits Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu di atas bermanfaat.

Jika ada dua orang yang sama pandainya dalam bidang fiqih dan bacaan Al-Qur'an, dalam hal ini ada dua pendapat:

Imam Asy-Syafi'i dalam qaul qodim berpendapat: "Yang didahulukan adalah orang yang lebih mulia kedudukannya dalam masyarakat, lalu orang yang lebih dahulu hijrahnya, kemudian orang yang lebih tua umurnya; dan inilah pendapat yang lebih kuat.

Orang yang lebih dahulu hijrahnya lebih didahulukan dari pada orang yang lebih tua umurnya adalah berdasarkan hadits dari Abu Mas'ud Al-Badri.

Tidak ada perbedaan pendapat mengenai orang yang mulia kedudukannya di masyarakat lebih didahulukan dari pada orang yang lebih dahulu hijrahnya.

Jika orang yang lebih dahulu hijrahnya lebih didaulukan dari pada orang yang lebih tua umurnya, maka mendahulukan orang yang lebih mulia keduduknya di masyarakat daripada orang yang lebih dahulu hijrahnya adalah lebih utama.

Dalam qaul jadid Imam Asy-Syafi'i berpendapat bahwa orang yang lebih tua umurnya harus didahulukan, kemudian orang yang lebih mulia kedudukannya di masyarakat, kemudian orang yang lebih dahulu hijrahnya. Hal ini berdasarkan riwayat Malik bin Huwairits bahwa Nabi Muhammad saw. telah bersabda:

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي وَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ .

"Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu sekalian melihat aku melakukan shalat. Hendaklah salah seorang dari kamu melakukan adzan untuk kamu sekalian, dan hendaklah orang yang paling tua di antara kamu mengimami kamu sekalian".

Mendahulukan orang yang umurnya lebih tua, adalah karena orang yang lebih tua itu lebih khusyu' dalam shalat, sehingga lebih utama.

Umur yang berhak untuk didahulukan menjadi imam adalah umur dalam masuk agama Islam. Adapun jika seseorang menjadi tua dalam kekafiran, kemudian masuk Islam, maka tidak didahulukan atas pemuda yang tumbuh dalam Islam.

Orang mulia yang berhak untuk didahulukan adalah apabila orang tersebut dari golongan Quraisy.

Yang dimaksud dengan hijrah di sini adalah dari orang yang berhijrah dari Makkah kepada Rasulullah saw., atau dari anak cucu mereka.

Apabila ada dua orang yang sama dalam ketentuan-ketentuan tersebut, maka sebagian dari para ulama' terdahulu berpendapat bahwa yang didahulukan adalah orang yang paling baik di antara mereka. Di antara para pendukung madzhab Syafi'i ada orang yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang yang paling baik tersebut adalah orang yang paling baik rupanya.

Di antara mereka ada orang yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang yang paling di sini adalah orang yang paling baik sebutannya di masyarakat.

Jika orang-orang yang berhak menjadi imam yang telah disebutkan di atas berkumpul dengan pemilik rumah, maka pemilik rumah adalah lebih utama menjadi imam daripada mereka. Hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Abu Mas'ud Al-Badri bahwa Nabi Besar Muhammad saw. bersabda:

لاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي أَهْلِهِ وَلاَ سُلْطَانِهِ وَلاَ يَجْلِسْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ.

"Janganlah sekali-kali seseorang laki-laki mengimami orang laki-laki lain pada keluarga laki-laki lain tersebut dan janganlah seseorang laki-laki duduk pada tempat duduk yang khusus bagi laki-laki lain, kecuali dengan izinnya".

Jika datang pemilik rumah dan orang yang menyewa rumah tersebut, maka penyewa rumah lebih utama untuk menjadi imam. Karena penyewa rumah lebih berhak mempergunakan manfaat-manfaat dari rumah tersebut.

Jika datang pemilik budak belian dan budak belian dalam sebuah rumah yang dibangunkan oleh majikan (pemilik budak) untuk tempat tinggal budak tersebut, maka sang majikan lebih utama untuk menjadi imam. Karena majikan tersebut adalah pemilik rumah tersebut pada hakikatnya, bukan si budak belian.

Jika berkumpul selain majikan dan budak dalam rumah budak tersebut, maka si budak lebih utama menjadi imam. Karena budak tersebut lebih berhak dalam mengatur rumah tersebut.

Jika orang-orang tersebut di atas berkumpul di masjid bersama imam masjid, maka imam masjid tersebut adalah lebih utama menjadi imam. Karena telah diriwayatkan bahwa Abdullah Umar mempunyai budak yang shalat dalam masjid, kemudian Ibnu Umar datang dan budaknya meminta beliau berdiri di depan sebagai imam. Ibnu Umar ra berkata: "Engkau lebih berhak menjadi imam di masjidmu!"

Jika imam dari orang-orang muslim berkumpul dengan pemilik rumah atau dengan imam masjid, maka imam dari orang-orang muslim tersebut adalah lebih utama, karena kekuasaannya adalah bersifat umum dan karena dia adalah pemimpin sedang orang-orang tersebut adalah orang-orang yang dipimpin; sehingga mendahulukan pemimpin adalah lebih utama.

Jika berkumpul orang musafir dan orang mukim, maka orang yang mukim adalah lebih utama. Karena sesungguhnya jiika orang mukim menjadi imam, maka seluruhnya menyempurnakan shalat sehingga mereka tidak berbeda. Dan jika orang musafir yang menjadi imam, maka mereka berbeda-beda dalam jumlah rakaat.

Jika orang merdeka berkumpul dengan budak belian, maka orang merdeka lebih utama. Karena menjadi imam itu adalah tempat kesempurnaan, sedangkan orang merdeka itu adalah yang lebih sempurna.

Jika orang yang adil dan orang yang fasik berkumpul, maka orang yang adil adalah lebih diutamakan, karena dia lebih utama.

Jika anak zina berkumpul dengan lainnya, maka lainnya adalah lebih utama. Sayyidina Umar ra. dan Mujahid menganggap makruh anak zina menjadi imam, sehingga selain anak zina adalah lebih utama dari pada anak zina.

Jika berkumpul orang yang dapat melihat dengan orang yang buta, maka menurut ketentuan nas dalam hal menjadi imam adalah bahwa kedua orang tesebut sama. Sebab orang yang buta itu mempunyai kelebihan karena dia tidak melihat hal-hal yang dapat melengahkannya. Sedang orang yang dapat melihat juga memiliki kelebihan, yaitu dapat menjauhkan diri dari najis.

Abu Ishaq Al-Maruzi berpendapat bahwa orang yang buta lebih utama. Sedangkan menurut Abu Ishaq As-Syairozi orang yang dapat melihat adalah lebih utama. Karena dia dapat menjauhi barang najis yang dapat merusak shalat. Sedang orang yang buta dapat meninggalkan memandang kepada hal-hal yang dapat melengahkannya; dan hal tersebut tidak merusak shalat.

Doa 'Arsy Yang Sangat Bermanfaat


Diantara hal-hal yang penting adalah mengenal makhluq-makhluq Allah yang ghoib yang tidak tampak oleh panca indera kita, akan tetapi telah diberitakan oleh Allah melalui Al-Quran dan As-Sunnah keberadaannya, sehingga menuntut kita untuk mengetahui dan mengimaninya agar dapat dikatakan telah beriman kepada yang ghoib.

Diantara mereka adalah Arsy, tempat bersemayamnya Allah Taala sebagaimana disebutkan di 19 surat dalam Al-Quran, di antaranya.

إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam. [Al A’raf /7:54]

وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung”. [At-Taubah/9:129]

إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مَامِن شَفِيعٍ إِلاَّ مِن بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ

Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada keizinan-Nya. Yang demikian itulah Allah, Rabb kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran. [Hud/10:3]

/32:4]

وَتَرَى الْمَلاَئِكَةَ حَآفِّينَ مِنْ حَوْلِ الْعَرْشِ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رِبِّهِمْ وَقُضِيَ بَيْنَهُم بِالْحَقِّ وَقِيلَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين

Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar disekeliling ‘Arsy bertasbih sambil memuji Rabb-nya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan:”Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”. [Az-Zumar/39:75]

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَىْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekililingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan):”Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala. [Al-Mu’min/40:7]

APAKAH ARSY ITU?

Pengertian Al Arsy menurut Ahlu Sunnah wal Jamaah (manhaj Salaf), adalah makhluq Allah yang tertinggi berupa singgasana seperti kubah yang memiliki tiang-tiang yang dipikul dan dikelilingi oleh para malaikat.

Berkata Al-Baihaaqy : dan pendapat para ahli tafsir tentang Al-Arsy adalah singgasana, dan dia adalah jasad yang berbentuk yang telah diciptakan Allah dan Dia perintahkan para malaikat untuk memikilnya dan beribadah dengan mengagungkan dan berthawaf padanya, sebagimana Dia menciptakan satu rumah dibumi dan memerintahkan bani Adam untuk berthawaf padanya dan menghadapkan kepadanya ketika sholat. Dan pendapat-pendapat mereka itu ada dalil penunjukkannya yang jelas dalam ayat-ayat dan hadits-hadits serta atsar-atsar.

Berkata Ibnu Katsir : Dia adalah singgasana yang memiliki tiang-tiang yang dipikul oleh para malaikat dan dia seperti kubah yang menutupi alam ini dan dia adalah atapnya para makhluq.

Dan berkata Adz-Dzahabiy – setelah menyebutkan kebahagian ahli syurga- : Apa yang disangka tentang Al-Arsy yang agung yang telah dijadikan Allah untuk diriNya dalam ketinggian, luas, tiang-tiang, bentuk, pemikulnya dan melaikat-malaikat berlingkar disekeliling ‘Arsy serta kebagusan dan keindahannya. Sungguh telah diriwayatkan, dia dibuat dari yaquut (jenis permata yang sangat indah (pen)) yang berwarna merah. Berdalil dengan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Dalil Al-Arsy adalah makhluq Allah yang telah Allah ciptakan:
Dari Al-Quran

ذَالِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ

(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Rabb kamu; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. [Al-An’am/6:102]

Maka setiap sesuatu di alam ini adalah makhluq yang Allah ciptakan dan adakan, dan Al Arsy adalah salah satu makhluq dari makhluq-makhluq Allah.

Dan firman Allah :

اللهُ لآإِلَهَ إِلاَّهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Allah, tiada Ilah Yang disembah kecuali Dia, Rabb Yang mempunyai ‘Arsy yang besar. [An-Naml/27:26]

وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung. [At-Taubah/9:129]

Berkata Al Haafidz Ibnu Hajar, firman Allah :

وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung”. [At-Taubah/9:129]

Memberikan isyarat penunjukkan bahwa Al-Arsy dimiliki, dan setiap yang dimiliki adalah makhluq… dan dalam penetapan tiang-tiang Al-Arsy ada penunjukan yang tegas bahwa Arsy adalah sesuatu yang tersusun dari beberapa bagian dan anggota tubuh, dan sesuatu yang tersusun demikian adalah makhluq yang diciptakan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Abu Raziin Al uqailiy, beliau berkata:

يَارَسُوْلَ الله أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ ؟ قاَلَ كَانَ فِيْ عَمَاء مَا فَوْقَهُ هَوَاءُ وَ مَا تَحَْهُ هَوَاءُ ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى اْلمَاءِ

Wahai Rasulullah dimana dahulu Rabb kita berada sebelum menciptakan makhluqNya ? Beliau menjawab: Dia berada di ‘amaa, tidak ada diatas dan bawahnya udara, kemudian dia menciptakan Arsy-Nya diatas air.

Ini adalah dalil-dalil yang digunakan oleh para ulama salaf dalam menetapkan Arsy sebagai makhluq dari makhluq Allah.

2. Dalil Al-Arsy adalah makhluq Allah yang tertinggi dan berbentuk kubah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا سَأَلْتُمُ الله فَاسْأَلُوْهُ اْلفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ وَسَطُ اْلجَنَّةِ وَ أَعْلاهَا وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفْجُرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

Jika kalian meminta, mintalah Al-Firdaus, karena dia adalah tengah-tengah syurga dan yang paling tinggi dan diatasnya adalah Arsy Allah, dan darinya terpancar sungai-sungai syurga.

Berkata Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah bin Abi Zamaniin dalam kitabnya Ushulus Sunnah : Dan dari pendapat Ahlus Sunnah adalah Allah telah menciptakan Al-Arsy dan mengkhususkannya dengan berada diatas dan ketinggian diatas semua makhluqNya…

Dan berkata Ibnu Taimiyah : Adapun Al-Arsy maka dia berupa kubah sebagimana diriwayatkan dalam As-Sunan karya Abu Daud dari jalan periwayatan Jubair bin Muth’im, dia berkata : Telah datang menemui Rasulullah seorang A’rab dan berkata : Wahai Rasululloh jiwa-jiwa telah susah dan keluarga telah kelaparan- dan beliau menyebut hadits- sampai berkata Rasulullah :

إِنَّ الله عَلَى عَرْشِهِ وَ إِنَّ عَرْشَهُ عَلَى سَمَوَاتِهِ وَ أَرْضِهِ كَهَكَذَا وَ قَالَ بِأَصَابِعِهِ مِثْلَ اْلقُبَّةِ

Sesungguhnya Allah diatas ArsyNya dan ArsyNya diatas langit-langit dan bumi, seperti begini dan memberikan isyarat dengan jari-jemarinya seperti kubah.

Dan tentang ketinggiannya Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا سَأَلْتُمُ الله فَاسْأَلُوْهُ اْلفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ وَسَطُ اْلجَنَّةِ وَ أَعْلاهَا وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفْجُرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

Jka kalian meminta, mintalah Al-Firdaus, karena dia syurga yang paling utama dan yang paling tinggi dan diatasnya adalah Arsy Allah, dan darinya terpancar sungai-sungai syurga.

Dan jelaslah dengan hadits-hadits ini bahwa Al-Arsy adalah makhluq yang paling tinggi dan dia seperti kubah…

3. Dalil Al-Arsy Ialah Singgasana.

Berkata Ibnu Qutaibah : Mereka mencari-cari makna lain untuk Arsy selain singgasana, sedangkan Ulama bahasa (Arab) tidak mengenal makna untuk Arsy kecuali singgasana dan apa yang digelar dari atap-atap dan yang serupanya.

Berkata Ibnu Katsier : Al-Arsy dalam bahasa Arab artinya dari singgasana untuk seorang raja, sebagaimana firman Allah :

وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ

Adalah dia (ratu Bilqis) mempunyai singgasana yang besar [An-Naml : 23]

Dan bukan galaksi.

Demikian juga bangsa Arab tidak mengenal hal itu sedangkan Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, maka dia adalah singgasana yang memiliki tiang-tiang…

4. Dalil Bahwa Arsy Adalah Singgasana Yang Memiliki Tiang-Tiang

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ النَّاسَ يَصْعَقُوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ فَأَكُوْنَ أَوَّلَ مَنْ يَفِيْقُ فَإِذَا أَنَا بِمُوْسَى آَخِذٌ بِقَائِمَةٍ مِنْ قَوَائِمِ اْلعَرْشِ فَلا أَدْرِيْ أَفَاقَ قَبْلِيْ أَمْ جُوْزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّوْرِ

Sesungguhnya manusia pingsan pada hari kiamat, lalu aku adalah orang yang pertama sadar, seketika itu aku mendapatkan Musa sedang memegang sebuah tiang dari tiang-tiang Al-Arsy, maka aku tidak tahu apakah dia telah sadar sebelumku ataukah dia dibebaskan (dari pingsan tersebut) karena telah pingsan di Bukit Thur.

Berkata Ibnu Abil Izz : Telah tetap dalam syariat bahwa Al-Arsy memiliki tiang-tiang.

4. Dalil Bahwa Arsy Dipikul Dan Para Malaikat MelakuKan Thawaf

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَىْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekililingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan):”Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala. [Al-Mu’min:7]

وَالْمَلَكُ عَلَى أَرْجَآئِهَا وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ

Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka. [Al-Haaqah/69:17]

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Jabir bin Abdillah : Aku diizinkan untuk membicarakan seorang malaikat dari para malaikat Allah dari pemikul Al-Arsy, sungguh jarak antara daun telinganya sampai bahunya sepanjang perjalanan 700 tahun.

Dari sini jelaslah aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah tentang Al-Arsy dan ini merupakan pendapat salaf dalam hal itu.

Doa 'Arsy

Saya penasaran mengenai Doa Arsy ini, apakah bener terdapat dalam kitab annawadir, setelah saya dapatkan kitabnya ternyata bener terdapat dalam kitab Annawadir dalam BAB “Faidah fi fadloili baitil maqdis” dalam fasal Faidah Doa arsy, halaman kitab 155 disitu di ceritakan jelas mengenai keutamaan Doa Arsy ini. Jika teman-teman punya kitabnya silahkan buka halaman 155-157 dan kitab annawadir sendiri terdiri dari 164 halaman.

Kitab Annawadir sendiri merupakan buah karya Syaikh Syihabuddin Ahmad bin Ahmad bin Salamah al Qalyubi al Mishri as Syafi’i. Selain itu ada beberapa kitab buah karya beliau antara lain : Hasyiah Syarah al Ajurumiyah, Hasyiyah al Qa-lyubi. Kitab ini dicetakkan dalam satu kitab yang terkenal bernama Al Mahalli. Beliau wafat pada tahun 1070 H.

دعاء عرش

﴿بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ﴾

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ الْمَتِيْنُ، رَبُّنَا وَرَبُّ أبَائِنَا الأَوَّلِيْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ وَحْدَه‘ لاَ شَرِيْكَ لَه‘، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ دَائِمٌ لاَيَمُوْتُ أَبَدًا بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَإِلَيْهِ الْمَصِيْرُ وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ، وَبِه نَسْتَعِيْنُ وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ شُكْرًا لِنِعْمَتِهِ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ إقْرَارًا بِرُبُوْبِيَّتِهِ. وَسُبْحَانَ اللّهِ تَنْزِيْهًا لِعَظَمَتِه، أَسْأَلُكَ اللّهُمَّ بِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى جَنَاحِ جِبْرِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَ بِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى مِيْكَائِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى جَبْهَةِ إِسْرَافِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الْمَكْتُوْبِ عَلى كَفِّ عَزْرَائِيْلَ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ سَمَّيْتَ بِه مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ وَأَسْرَارِ عِبَادِكَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ تَمَّ بِهِ الإِسْلاَمُ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ تَلَقَّاهُ أدَمُ لَمَّا هَبَطَ مِنَ الْجَنَّةِ فَنَادَاكَ فَلَبَّيْتَ دُعَاءَهُ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَكَ بِه شِيْثُ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ قَوَّيْتَ بِه حَمَلَةَ الْعَرْشِ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اَسْمَائِكَ الْمَكْتُوْبَاتِ فِى التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيْلِ وَالزَّبُوْرِ وَالْفُرْقَانِ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اَسْمَائِكَ إِلى مُنْتَهى رَحْمَتِكَ عَلى عِبَادِكَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ تَمَامِ كَلاَمِكَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه إِبْرَاهِيْمُ فَجَعَلْتَ النَّارَ عَلَيْهِ بَرْدًا وَّسَلاَمًا عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه إِسْمَاعِيْلُ فَنَجَّيْتَهُ مِنَ الذَّبْحِ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه إِسْحَاقُ فَقَضَيْتَ حَاجَتَه‘ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه هُوْدٌ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ دَعَاكَ بِه يَعْقُوْبُ فَرَدَدْتَ عَلَيْهِ بَصَرَه‘ وَوَلَدَه‘ يُوْسُفَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه دَاودُ فَجَعَلْتَه خَلِيْفَةً فِى الأَرْضِ وَأَلَنْتَ لَه الْحَدِيْدَ فِى يَدِه عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ دَعَاكَ بِه سُلَيْمَانُ فَأَعْطَيْتَه مُلْكَ الأَرْضِ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه أَيُّوْبُ فَنَجَّيْتَه مِنَ الْغَمِّ الَّذِيْ كَانَ فِيْهِ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه عِيْسى ابْنُ مَرْيَمَ فَأَحْيَيْتَ لَه الْمَوْتى عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه مُوْسى لَمَّا خَاطَبَكَ عَلى الطُّوْرِ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَتْكَ بِه أسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ فَرَزَقْتَهَا الْجَنَّةَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ لَمَّا جَاوَزُوْاالْبَحْرَ عَلَيْكَ يَارَبِّ، وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه الْخَضِرُ لَمَّا مَشَى عَلَى الْمَاءِ عَلَيْكَ يَارَبِّ. وَبِحَقِّ اسْمِكَ الَّذِيْ نَادَاكَ بِه مُحَمَّدٌ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلًّمَ يَوْمَ الْغَارِ فَنَجَّيْتَه عَلَيْكَ يَارَبِّ، إِنَّكَ أَنْتَ الْكَرِيْمُ الْكَبِيْرُ، وَحَسْبُنَا اللّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ، وَصَلَّى اللّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ وَعَلَى ألِه وَصَحْبِه وَسَلَّمَ.

FAIDAH DAN MANFAATNYA :

1. Barangsiapa yang membaca doa Arasy ini seumur hidupnya sekali terutama sering ( dawam ) maka akan diberikan kepada orang tersebut oleh Allah Ta’ala di hari kiamat, cahaya yang terang seperti cahaya bulan tanggal 14 belas ( purnama ) sehingga semua orang menyangka orang tersebut dari golongan nabi atau golongan malaikat. Dan akan dikasih Buroq sebagai kendaraan menuju ke surga dan juga tanpa di hisab dulu serta tanpa di siksa dulu.
2. Jika orang tersebut mempunyai banyak dosa sepert banyaknya air laut ditambah banyaknya tetesan hujan ditambah banyaknya dedaunan ditambah banyaknya tumbuhan dan hewan yang ada di alam ini akan di ampuni oleh Allah Ta’ala karena berkahnya do’a Arasy ini.
3. Pada Hari kiamat nanti akan menuju shirothol mustaqim seperti kilat yang menyambar untuk ganjarannya membaca do’a Arasy ini.
4. Barangsiapa membaca do’a Arasy ini maka akan dituliskan pahala untuk orang tersebut sebanyak pahala seribu kali menunaikan ibadah haji ditambah seribu kali menunaikan ibadah umroh yang Mabrur.
5. Jika dibacakan kepada orang yang sedang sakit maka akan disembuhkan oleh Allah Ta’ala dari sakitnya.
6. Barangsiapa yang mempunyai banyak kebutuhan sekali baik di dunia dan akhirat maka dengan membaca do’a Arasy ini akan dikabulkan dan dipenuhi kebutuhannya oleh Allah Ta’ala.
7. Barangsiapa yang membawa do’a Arasy ini maka sama saja dengan yang membacanya untuk pahalanya dan juga akan di jaga oleh Allah Ta’ala dari upaya semua musuh-musuh dan dari kemudhorotannya pemerintah yang berkuasa di dunia dan dari kemudhorotannya bangsa jin, syaithon, iblis dan sebangsanya.
8. Jika do’a Aray ini dibawa oleh seorang isteri akan dimulyakan oleh suaminya
9. Barangsiapa yang membaca do’a Arasy ini 5 kali maka tentu akan bermimpi berjumpa dengan Rosululloh SAW pada waktu tidurnya. ( catatan : mimpi ini tidak mesti penampaknnya berwujud orang tetapi bisa juga berwujud nur Muhammad )
10. Banyak sekali faidah dan manfaatnya yang sebenarnya akan dirasakan sendiri oleh orang yang mengamalkannya juga tergantung dari niatnya untuk tujuan apa. Adapun manfaat yang saya tulis sebelumya juga saya ambil dari kutipan kitab An Nawadir. Insya Allah saya akan jelaskan lebih banyaknya lagi manfaatnya lain waktu tetapi jika anda paham dan mengerti isi dari Do’a Arasy ini baik secara artinya ataupun terlebih lagi secara sirr-nya, Insya Allah anda akan bisa mengamalkannya tergantung dari niat dan hajat anda.

Sebutan Gelar 'Alaihissalam Untuk Ahlulbait Rosululloh SAW


Pernyataan Alaihis Salam (AS) pada Ahlul Bait Rasulullah SAW seringkali mengundang keraguan di sebagian kalangan. Beberapa dari mereka menuduh hal tersebut bid’ah dengan alasan Ghulat atau Pengkultusan yang berlebihan. Kebanyakan dari mereka para Penuduh suka sekali menuduh bahwa orang-orang yang menyebutkan AS pada Ahlul Bait adalah Syiah. Dan seperti biasa lagu sumbang “Syiah Yang Sesat” kembali berkumandang.

Patut disayangkan, tetapi memang begitulah adanya. Keterbatasan Ilmu yang diiringi dengan tabiat suka menuduh membuat Syubhat ini merasuki banyak kaum muslim yang memang tidak terbiasa berkeras untuk tahu.

Penyebutan AS pada Ahlul Bait adalah suatu bentuk penghormatan kepada mereka karena kedudukan mereka yang tinggi yaitu sebagai pedoman bagi Umat Islam seperti yang dinyatakan dalam Hadis Tsaqalain. Mereka Ahlul Bait adalah Pribadi-pribadi luhur yang merupakan Padanan Al Quranul Karim. Pribadi-pribadi yang selalu dalam kebenaran. Pribadi-pribadi yang memiliki keutamaan-keutamaan yang besar. Pribadi-pribadi yang dimuliakan oleh Allah dan RasulNya. Semua ini adalah alasan yang cukup jelas untuk menyandangkan gelar Alaihis Salam kepada mereka Ahlul Bait.

Berikut beberapa di antara teks hadits yang memberikan gelar alaihissalam kepada ahlul bait:

Imam Ali bin Abi Thalib Alaihis Salam

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ أَنَّ حُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ عَلِيًّا عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ كَانَتْ لِي شَارِفٌ مِنْ نَصِيبِي مِنْ الْمَغْنَمِ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَانِي شَارِفًا مِنْ الْخُمْسِ فَلَمَّا أَرَدْتُ أَنْ أَبْتَنِيَ بِفَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاعَدْتُ رَجُلًا صَوَّاغًا مِنْ بَنِي قَيْنُقَاعَ أَنْ يَرْتَحِلَ مَعِي فَنَأْتِيَ بِإِذْخِرٍ أَرَدْتُ أَنْ أَبِيعَهُ مِنْ الصَّوَّاغِينَ وَأَسْتَعِينَ بِهِ فِي وَلِيمَةِ عُرُسِي

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdan yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab yang berkata telah mengabarkan kepadaku Ali bin Husain bahwa Husain bin Ali radiallahuanhuma mengabarkan kepadanya bahwa Ali Alaihis Salam berkata Aku memiliki seekor unta yang kudapat dari ghanimah dan Rasulullah memberikan unta kepadaku dari bagian khumus (seperlima). Ketika aku ingin menikahi Fathimah Alaihas Salam binti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam aku menyuruh seorang laki-laki pembuat perhiasan dari bani Qainuqa’ untuk pergi bersamaku maka kami datang dengan membawa wangi-wangian dari daun idzkhir, aku jual yang hasilnya kugunakan untuk pernikahanku.

[Shahih Bukhari 3/60 no 2089].

Sayyida Fathimah Alaihas Salam

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاجِدٌ وَحَوْلَهُ نَاسٌ مِنْ قُرَيْشٍ جَاءَ عُقْبَةُ بْنُ أَبِي مُعَيْطٍ بِسَلَى جَزُورٍ فَقَذَفَهُ عَلَى ظَهْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَرْفَعْ رَأْسَهُ فَجَاءَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام فَأَخَذَتْهُ مِنْ ظَهْرِهِ وَدَعَتْ عَلَى مَنْ صَنَعَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ عَلَيْكَ الْمَلَأَ مِنْ قُرَيْشٍ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَشَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ أَوْ أُبَيَّ بْنَ خَلَفٍ شُعْبَةُ الشَّاكُّ فَرَأَيْتُهُمْ قُتِلُوا يَوْمَ بَدْرٍ فَأُلْقُوا فِي بِئْرٍ غَيْرَ أُمَيَّةَ بْنِ خَلَفٍ أَوْ أُبَيٍّ تَقَطَّعَتْ أَوْصَالُهُ فَلَمْ يُلْقَ فِي الْبِئْرِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ghundar yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abu Ishaq dari Amru bin Maimun dari Abdullah RA yang berkata ketika Nabi SAW sedang sujud disekeliling Beliau ada orang-orang Quraisy kemudian Uqbah bin Abi Mu’aith datang dengan membawa isi perut hewan dan meletakkannya di punggung Nabi SAW. Beliau tidak mengangkat kepala Beliau sampai akhirnya Fathimah Alaihas Salam datang dan membuangnya dari punggung Beliau dan memanggil orang yang melakukan perbuatan tersebut. Nabi SAW berkata “ya Allah aku serahkan para pembesar Quraisy kepadamu Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayah bin Khalaf atau Ubay bin Khalaf”. Dan sungguh aku melihat mereka terbunuh dalam perang Badar. Kemudian mereka dibuang ke sumur kecuali Umayyah atau Ubay karena dia seorang yang badannya besar ketika badannya diseret anggota badannya terputus-putus sebelum dimasukkan kedalam sumur.

[Shahih Bukhari 5/45 no 3854]

Sebutan Alaihas Salam kepada Sayyidah Fathimah dapat ditemukan di banyak tempat dalam Shahih Bukhari bahkan Bukhari sendiri membuat judul khusus dengan kata-kata:

مناقب قرابة رسول الله صلى الله عليه وسلم، ومنقبة فاطمة عليها السلام بنت النبي صلى الله عليه وسلم

Keutamaan Kerabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Was Salam dan Keutamaan Fathimah Alaihas Salam binti Nabi Shallallahu Alaihi Was Salam

[Shahih Bukhari 5/20 kitab Al Manaqib]

باب مناقب فاطمة عليها السلام

Bab ; Keutamaan Fathimah Alaihas Salam

[Shahih Bukhari 5/29 kitab Al Manaqib]

Imam Hasan bin Ali Alaihis Salam

حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا جُحَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلَام يُشْبِهُهُ قُلْتُ لِأَبِي جُحَيْفَةَ صِفْهُ لِي قَالَ كَانَ أَبْيَضَ قَدْ شَمِطَ وَأَمَرَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثَ عَشْرَةَ قَلُوصًا قَالَ فَقُبِضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ نَقْبِضَهَا

Telah menceritakan kepadaku Amru bin Ali yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abi Khalid yang berkata aku mendengar Abu Juhaifah RA berkata “Aku melihat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan Hasan bin Ali Alaihimas Salam sangat mirip dengan Beliau”. Aku [Ismail] bertanya kepada Abu Juhaifah “Ceritakan sifat Beliau kepadaku?”. Abu Juhaifah berkata “Beliau berkulit putih, rambut Beliau sudah beruban dan Beliau pernah memerintahkan untuk memberi 13 anak unta kepada kami”. Ia kemudian berkata “Nabi SAW wafat sementara kami belum sempat mengambil pemberian Beliau tersebut”.

[Shahih Bukhari 4/187 no 3544]

Husain bin Ali Alaihis Salam

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ أَنَّ حُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلَام أَخْبَرَهُ أَنَّ عَلِيًّا قَالَ كَانَتْ لِي شَارِفٌ مِنْ نَصِيبِي مِنْ الْمَغْنَمِ يَوْمَ بَدْرٍ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَانِي شَارِفًا مِنْ الْخُمُسِ

"Telah menceritakan kepada kami ‘Abdan yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abdullah yang berkata telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri yang berkata telah mengabarkan kepadaku Ali bin Husain bahwa Husain bin Ali Alaihimas Salam mengabarkan kepadanya bahwa Ali berkata “Aku memiliki seekor unta yang kudapat dari bagian ghanimah dalam perang badar dan Nabi SAW memberiku unta dari bagian khumus (seperlima)…"
[Shahih Bukhari 4/78 no 3091]

Banyak orang mempertanyakan kebenaran penyebutan gelar ‘Alaihimussalam’ setelah nama-nama Ahlulbait Nabi ﷺ. Sebagian dari mereka menyangka bahwa hal itu adalah perbuatan orang-orang Syiah, bukan Ahlussunnah.

Pertama

Dalam berbagai buku rujukan hadits utama Ahlussunnah disebutkan berulangkali kata ‘As-salam’ atas tokoh-tokoh Ahlulbait Nabi ﷺ, bahkan adakalanya dirangkaikan dengan kata ‘was-shalatu ‘alaihim’.

Contohnya dalam kitab Shahih Al-Bukhari:

1. Kitab Kusuf, Bab Tahridh Al-Nabi ﷺ ‘ala Shalat Al-Layl wa Al-Nawafil min ghairi Ijabi, wa Tharaqa Al-Nabiyy ﷺ Fathimata wa ‘Aliyyan ‘alaihimassalam (salam atas keduanya).

2. Kitab Al-Hibah, Bab Idza wahaba daynan ‘ala rajulin, Syu’bah berkata dari Al-Hakam, bahwa hal itu diperbolehkan sebagaimana Al-Hasan bin Ali ‘alaihimassalam (salam atas keduanya) memberikan hutang kepada seseorang.

3. Kitab Jihad wa Al-Sayr, Sahl r.a ditanya tentang luka Nabi ﷺ pada peristiwa perang Uhud, ia menjawab, “Maka Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) membersihkan darah beliau Saw.

4. Bab Fardh Al-Khumus, Al-Zuhri berkata, Ali bin Al-Husein menceritakan kepadaku bahwa Husein bin Ali ‘alaihimassalam (salam atas keduanya) menceritakan bahwa Ali berkata, “Aku memperoleh bagian dari rampasan perang Badar.”

5. Bab Du’a Al-Nabiyy Saw, bahwa Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) putri Rasulullah ﷺ meminta bagian warisan dari Rasulullah Saw kepada Abu Bakar As-Shiddiq r.a setelah Rasulullah ﷺ wafat…

6. Bab Du’a Al-Nabiyy Saw, bahwa Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) mengeluhkan…

7. Bab Du’a Al-Nabiyy Saw, sehingga Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) datang dan mengambil dari punggung beliau…

8. Bab Shifat Al-Nabiyy ﷺ, “Aku melihat Nabi ﷺ dan Al-Hasan bin Ali ‘alaihimassalam (salam atas keduanya) sangat mirip dengan beliau.”

9. Bab Manaqib Al-Muhajirin, Ali menyampaikan kepadaku bahwa Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) mengeluhkan bekas lukanya akibat penggiling gandum.

10. Bab Manaqib Qarabah Rasulullah ﷺ wa Manqibah Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya), bahwa Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) menuliskan surat kepada Abu Bakar…

11. Bab Qisshah Ghazwah Badr, bahwa Ali berkata… ketika aku ingin memberikannya kepada Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya)…

12. Bab Ghazwah Uhud, Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) putri Rasulullah ﷺ membersihkannya.

13. Bab ‘Umrah Al-Qadha’, dan berkata kepada Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya)…

14. Bab Maradh Al-Nabiyy ﷺ, Nabi Saw memanggil Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) ketika beliau sakit menjelang wafat.

15. Bab Maradh Al-Nabiyy ﷺ, ketika beliau akan dikebumikan, Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) berkata, “Wahai Anas, apakah engkau tega menyegerakan penguburan Rasulullah ﷺ?

16. Bab Surah Al-Dzariyat,  Ali ‘alaihissalam (salam atasnya) berkata, “Al-Dzariyat…”

17. Ali bin Al-Husein ‘alaihimassalam (salam atas keduanya) berkata…

18. Kitab Al-Dzaba’ih wa Al-Shaid, Al-Hasan ‘alaihissalam (salam atasnya) naik ke atas pelana yang terbuat dari kulit berang-berang.

19. Kitab Al-Thibb, ketika Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) melihat darah, maka ia menambahkan air.

20. Kitab Al-Adab, Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) berkata, “Rasulullah ﷺ memberi isyarat kepadaku, maka aku tertawa…”

21. Kitab Al-Adab, ‘Uday bin Tsabit berkata, “Aku mendengar Al-Barra’  berkata, ‘Ketika Ibrahim ‘alaihissalam (putra Rasulullah dari Mariah Al-Qibthiyyah)wafat, Rasulullah ﷺ berkata,…

22. Kitab Al-Isti’dzan, Rasulullah ﷺ mengunjungi rumah Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) dan Ali tidak ada di dalamnya.

23. Kitab Al-Isti’dzan, Masruq diceritakan oleh Aisyah ummul mukminin r.a, “Suatu kali kami para istri Nabi berada di sisi beliau, maka Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) datang.

24. Kitab Al-I’tisham bil Kitab wa Al-Sunnah, dan Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) putri Rasulullah ﷺ.

25. Kitab Al-Da’awat, Ali menyampaikan bahwa Fathimah ‘alaihassalam (salam atasnya) mengeluhkan bekas luka di tangannya akibat penggiling gandum.

26. Kitab Al-Tauhid, Ali bin Al-Husein berkata bahwa Husein bin Ali ‘alaihimassalam (salam atas keduanya) menyampaikan kepadanya.

Contoh dari kitab-kitab hadis lainnya:

Musnad Ahmad, jilid II, Rasulullah ﷺ bersabda pada perang Khaibar, “Niscaya aku berikan panji kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan Allah akan membuka kepadanya. Umar pun berkata, ‘Aku tidaklah mencintai kedudukan sebelum hari itu, dan aku berangan-angan mendapatkan kehormatan dengan memperolehnya. Ketika hari esok tiba, beliau memanggil Ali ‘alaihissalam (salam atasnya) dan memberikan panji kepadanya dan bersabda, “Berperanglah tanpa menoleh sehingga engkau membuka (gerbang Khaibar-).

Shahih Muslim, Kitab Fadhail Al-Shahabah, Bab Fadhilah Fathimah binti Nabi ‘alaihassalam (salam atasnya).

Sunan Abu Dawud, Kitab Al-Shalah, Bab Al-Rajul yushalli ‘aqishan sya’rahu, Al-Hasan bin Ali menceritakan kepada kami, … bahwasanya beliau melihat Abu Rafi’ pembantu Rasulullah Saw melewati Hasan bin Ali ‘alaihimassalam (salam atas keduanya) yang sedang shalat …

Kedua

Perbedaan pendapat di antara orang-orang berilmu adalah seputar penyebutan kata ‘Ash-Shalat’ bukan pada ‘As-Salam’ kepada selain para Nabi secara terpisah. Menurut Imam Malik dan Syafi’i dianjurkan menyertakan Ash-Shalat dan As-Salam atas para Nabi. Sementara Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan penyebutan terpisah atas selain para Nabi.

Dalil yang membolehkan hal itu adalah firman Allah ﷻ, ‘Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat itu kamu dapat membersihkan dan mensucikan harta mereka. Dan berdoalah untuk mereka (wa shalli ‘alaihim), karena doamu akan membuat tenang jiwa mereka. Sesungguhnya Allah ﷻ Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. (QS. Al-Taubah [9]: 103). dan hadis Nabi, “Ya Allah ﷻ anugerahkanlah shalat atas keluarga Abu Awfa” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Imam Bukhari membuat sebuah bab dengan nama, “Bab Shalat Al-Imam wa Du’auhu lishahibi Ash-Shadaqah.”… Dari Jabir bin Abdullah bahwa seorang wanita berkata kepada Nabi ﷺ, “Shalli ‘alayya wa ‘ala Zauji (doakanlah aku dan suamiku). Maka Rasulullah menjawab,“Shalla Allahu ‘alaika wa ‘ala Zaujik (semoga Allah menganugerahkanmu dan suamimu) (Riwayat Imam Ahmad dan Abu Dawud).

Ketiga

Sebagian ahli hadis menjadikan salam atas sahabat selain Ahlulbait juga, di antaranya:

1. Sunan Ma’tsurah lil Imam Al-Syafi’i, “Hanya saja tidak diketahui bahwa Umar ‘alaihissalam.

2. Kitab Al-Aahad wa Al-Matsani, Ibn Abi ‘Ashim, “Ibnu Umar berkata, Umar ‘alaihissalam (salam atasnya) wafat.

3. Sunan Ad-Daruquthni, dari Asy-Sya’bi, Aku mendengar Umar ‘alaihissalam (salam atasnya) berkata.

4. Fadhail Ash-Shahabah, Ad-Daruquthni, “Dari Sya’bi, Ali ‘alaihissalam (salam atasnya) berkata.

Terakhir

Jelas sudah bahwa persoalan yang menyebar luas ini tidak lagi mengandung perseteruan, perbedaan dan penolakan lagi.

Saudara-saudara Muslim yang suka berkomentar sebaiknya tidak bersikap terburu-buru mengingkari adanya penyebutan salam atas Ahlulbait sebelum menyelidiki lebih jauh, berhati-hati dan bertanya kepada orang-orang berilmu jika memang mereka bukan ahli di bidangnya. Sesungguhnya banyak orang berangan-angan memiliki ilmu dan ahli di bidangnya, namun terjerumus dalam memberikan pendapat/fatwa tanpa didasari keahliannya. Mereka ini begitu mudahnya memberikan tuduhan tanpa dasar. Hanya Allah ﷻ tempat memohon pertolongan.

Selain itu, sebaiknya kita tidak menganggap setiap orang yang mengagungkan, mencintai dan memberikan pujian terbaik yang ditujukan secara khusus atas Ahlulbait Nabi ﷺ sebagai orang Syiah saja dan seolah-olah kecintaan kepada Ahlulbait Nabi ﷺ hanya milik Syiah dan Ahlussunnah tidak termasuk di dalamnya. Kita berlindung kepada Allah dari pernyataan demikian.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...