Minggu, 31 Oktober 2021

Dakwah Secara Sembunyi Masa Rosululloh SAW


Termaktub Dalam Sebuah Hadits

مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ فِي أُمَّةٍ قَبْليِ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوْفٌ يَقُوْلُوْنَ ماَ لاَ يَفْعَلُوْنَ وَيَفْعَلُوْنَ ماَ لاَ يُؤْمَرُوْنَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذلِكَ مِنَ الإِيْمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلَ (رواه مسلم من باب الإيمان).

“Tidaklah seorang nabi yang diutus Allah dari umat sebelumku, kecuali dari umatnya terdapat orang-orang hawariyun (para pembela dan pengikut) yang melaksanakan sunnahnya serta melaksanakan perintah-perintahnya. Kemudian, datang generasi setelah mereka; mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan dan mereka mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan. Oleh karena itu, siapa yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya, maka ia adalah orang mukmin, siapa yang berjihad melawan mereka dengan lisannya, maka ia adalah orang mukmin. Dan siapa yang berjihad melawan mereka dengan hatinya, maka ia adalah orang mukmin. sedangkan di bawah itu semua tidak ada keimanan meskipun hanya sebesar biji sawi (H. R. Muslim)”

Pada awal dakwahnya, nabi Muhammad menggunakan dakwah sirriyah dalam menyebarkan Islam. Nabi Muhammad melakukan dakwah sirri bukan karena takut melainkan strategi dakwah. Dimana Nabi mengantisipasi pengikut Nabi yang masih sedikit dan belum kuat. Sedangkan ancaman dan siksaan masyarakat kafir Quraisy masih kua dan status kota Mekkah sebagai pusat agama bangsa Arab. Disana terdapat para pengabdi ka’bah dan tiang sandaran bagi berhala dan patung-patung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab Nabi Muhammad Saw melakukan dakwah sirri  dengan pendekatan personal. Hal ini disebabakan pendekatan personal memiliki keterkaitan batin serta interaksi emosional antara pengajak dan yang diajak. pendekatan personal ini Nabi Saw telah menggabungkan antara ikhtiar dan tawakal. Artinya nabi dalam berdakwah memperhatikan situasi dan kondisi yang ada.

Tidak ada sedikitpun alasan bagi Khadijah untuk tidak mempercayai apa yang diceritakan lelaki yang telah menemaninya dalam suka dan duka selama 15 tahun pernikahan itu. Muhammad tidak pernah sekalipun berbohong dan ia juga tidak gila. Bahkan dengan kata-kata lembut namun tegas ia menjawab bahwa tidak mungkin apa yang dilihat suaminya itu setan ataupun jin karena Muhammad adalah orang yang memiliki sifat dan akhlak terpuji. Jawaban yang begitu meyakinkan ini tentu saja membuat Muhammad yang tadinya khawatir bahwa ia telah diganggu jin jahat menjadi tenang kembali.

Itu sebabnya Muhammad tidak menolak ajakan Khadijah untuk menemui Waraqah bin Naufal demi menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Waraqah adalah sepupu Khadijah yang dikenal alim. Ia adalah pendeta Nasrani yang menguasai kitabnya dengan sangat baik. Ialah yang kemudian menerangkan bahwa  kitabnya menceritakan apa yang dialami para nabi sejak dahulu. Menurutnya sosok raksasa yang mendatangi Muhammad dari balik langit itu adalah malaikat Jibril yang biasa menyampaikan wahyu dari Tuhannya. Ia bahkan bersumpah bila Muhammad memang adalah nabi, sesuai dengan apa yang telah diramalkan Injil, kitab sucinya, ia akan menjadi orang yang pertama membaiatnya.

Namun beberapa bulan setelah kejadian di jabal Nur itu Muhammad tidak pernah lagi didatangi sosok bernama Jibril itu lagi. Muhammad sempat kecewa dan merasa bahwa  ia telah ditinggalkan Tuhannya. Tampaknya Allah sedang menguji kesabaran calon utusan-Nya ini.

Hingga pada suatu saat, Muhammad kembali melihat sosok tersebut berada di antara langit dan bumi seraya berkata : ” Wahai Muhammad, kamu adalah utusan Allah kepada manusia”. Muhammad sangat terkejut dan lari ketakutan. Ia segera pulang dan meminta istrinya menyelimuti dirinya. Namun kali ini mahluk asing tersebut terus mengejarnya dan berkata :

Alloh Subhaanahu Wata'ala Berfirman

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5) وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ (7) فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9) عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ (10)

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan (kepada manusia) dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, danperbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah! dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui hadis Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah, dari Jabir; ia pernah mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an yang mula-mula diturunkan adalah firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut). (Al-Muddatstsir:1)

Tetapi jumhur ulama berbeda. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur'an yang mula-mula diturunkan adalah firman Allah Swt.:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Al-'Alaq:1)

Sebagaimana yang akan diterangkan di tempatnya, insya Allah.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَوَّلِ مَا نَزَلَ مِنَ الْقُرْآنِ، قَالَ: {يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ} قُلْتُ: يَقُولُونَ: {اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ} ؟ فَقَالَ أَبُو سَلَمَةَ: سَأَلْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ذَلِكَ، وقلتُ لَهُ مِثْلَ مَا قلتَ لِي، فَقَالَ جَابِرٌ: لَا أُحَدِّثُكَ إِلَّا مَا حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "جَاوَرْتُ بحرَاء، فَلَمَّا قَضَيْتُ جِوَارِي هبطتُ فنُوديت فَنَظَرْتُ عَنْ يَمِينِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ عَنْ شَمَالِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ أَمَامِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ خَلْفِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا. فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ شَيْئًا، فَأَتَيْتُ خَدِيجَةَ فَقُلْتُ: دَثِّرُونِي. وَصُبُّوا عَلَيَّ مَاءً بَارِدًا. قَالَ: فَدَثَّرُونِي وَصَبُّوا عَلَيَّ مَاءً بَارِدًا قَالَ: فَنَزَلَتْ {يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ}

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ali ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Abu Kasiryang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Salamah ibnu Abdur Rahman tentang ayat Al-Qur'an yang mula-mula diturunkan. Maka Abu Salamah menjawab dengan membaca firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut). (Al-Muddatstsir: 1) Aku berkata, bahwa orang-orang menyebutnya:Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Al-'Alaq:1) Maka Abu Salamah menjawab, bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang masalah ini, dan kukatakan kepadanya apa yang telah kamu katakan kepadaku. Lalu ia menjawab, bahwa ia tidak sekali-kali menceritakan hadis kepadaku melainkan apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda, "Aku ber-tahannus di Gua Hira. Setelah aku menyelesaikan tahannus-ku, lalu aku turun, dan tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggilku. Aku menoleh ke arah kanan dan ternyata tidak melihat apa pun; dan aku menoleh ke arah kiriku, tetapi ternyata tidak kulihat sesuatu pun; dan aku memandang ke arah depanku, ternyata tidak ada apa-apa; begitu pula sewaktu aku memandang ke arah belakangku. Lalu aku mengarahkan pandanganku ke langit, dan ternyata kulihat sesuatu (yang menakutkan, karena Jibril menampakkan dirinya dalam rupa aslinya). Maka aku pulang ke rumah Khadijah dan kukatakan kepadanya, 'Selimutilah aku, dan tuangkanlah air dingin ke kepalaku (kompreslah aku)'." Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu mereka (keluarga beliau) menyelimuti diriku dan mengompres kepalaku, maka turunlah firman Allah Swt: Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah. (Al-Muddatstsir: 1-3)

Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari melalui jalur ini.

Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah, ia pernah mendengar Rasulullah Saw. menceritakan tentang masa terhentinya wahyu. Antara lain disebutkan, bahwa ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, maka aku melihat ke arah langit. Tiba-tiba malaikat yang pernah datang kepadaku di Hira datang kepadaku duduk di atas sebuah kursi di antara langit dan bumi, maka aku merasa takut dengannya hingga aku terjatuh ke tanah. Kemudian aku pulang ke rumah keluargaku dan kukatakan, "Selimutilah aku, selimutilah aku, selimutilah aku," maka turunlah firman Allah Swt.: Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! (Al-Muddatstsir: 1-2) sampai dengan firman-Nya:dan perbuatan dosa, tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)

Abu Salamah mengatakan bahwa ar-rijzu artinya penyembahan berhala, setelah itu wahyu sering datang dan berturut-turut. Konteks hadis inilah yang dikenal, dan ini memberikan pengertian bahwa sesungguhnya pernah turun wahyu sebelum itu, karena sabda Nabi Saw. yang mengatakan: maka kulihat malaikat yang pernah mendatangiku di Hira. Dia adalah Malaikat Jibril yang saat itu datang kepadanya membawa firman Allah Swt: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 1-5)

Sesudah itu terjadi masa fatrah dari wahyu, lalu malaikat itu turun lagi kepadanya setelah masa fatrah.

Pengertian gabungan kedua hadis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa wahyu yang mula-mula diturunkan sesudah beberapa lama wahyu tidak turun adalah surat ini (Al-Muzzammil).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا لَيْث، حَدَّثَنَا عُقَيل، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَقُولُ: أَخْبَرَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "ثُمَّ فَتَرَ الْوَحْيُ عَنِّي فَتْرَةً، فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِي سمعتُ صَوْتًا مِنَ السَّمَاءِ، فَرَفَعْتُ بَصَرِي قِبَل السَّمَاءِ، فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي [بِحِرَاءٍ الْآنَ] قَاعِدٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَجُثت مِنْهُ فَرَقًا، حَتَّى هَوَيت إِلَى الْأَرْضِ، فَجِئْتُ أَهْلِي فَقُلْتُ لَهُمْ: زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي. فَزَمَّلُونِي، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ} ثُمَّ حَمِيَ الْوَحْيُ [بعدُ] وَتَتَابَعَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Aqil, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Salamah ibnu Abdur Rahman mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kemudian wahyu mengalami fatrah dariku selama satu masa, Dan ketika aku sedang berjalan, kudengar suara dari langit (memanggilku), maka aku mengarahkan pandanganku ke langit. Tiba-tiba aku melihat malaikat yang pernah datang kepadaku sedang duduk di atas kursi di antara langit dan bumi, maka tubuhku gemetar karenanya hingga aku terjatuh ke tanah. Lalu aku pulang ke rumah keluargaku dan kukatakan kepada mereka, "Selimutilah aku, selimutilah aku, selimutilah aku.” Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya, "Hai orang yang berkemul, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agangkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.”(Al-Muddatstsir: 1 -5). Kemudian wahyu datang lagi dengan berturut-turut.

Bukhari dan Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Az-Zuhri dengan sanad yang sama.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Syu'aib As-Simsar, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Bisyr Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'afa ibnu Imran, dari Ibrahim ibnu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, bahwa sesungguhnya Al-Walid ibnul Mugirah membuat jamuan makan untuk orang-orang Quraisy. Maka setelah mereka menyantap jamuan itu Al-Walid bertanya kepada mereka, "Bagaimanakah pendapat kalian dengan lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.)?" Sebagian dari mereka mengatakan seorang penyihir, sebagian yang lain mengatakan bukan seorang penyihir. Dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan seorang tukang tenung, maka sebagian yang lainnya menjawab bukan seorang tukang tenung. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan seorang penyair, dan sebagian yang lainnya menjawabnya bukan seorang penyair. Lalu sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa bahkan dia adalah seorang penyihir yang belajar (dari orang-orang dahulu). Akhirnya mereka sepakat menyebutnya sebagai seorang penyihir yang belajar dari orang-orang dahulu. Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka hati beliau berduka cita dan menundukkan kepalanya serta menyelimuti dirinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (Al-Muddatstsir: 1-7)

Adapun firman Allah Swt.:

{قُمْ فَأَنْذِرْ}

bangunlah, lalu berilah peringatan! (Al-Muddatstsir: 2)

Yakni berjagalah dengan tekad yang bulat, lalu berilah peringatan kepada manusia. Dengan demikian, berarti dia dilantik sebagai rasul, sebagaimana dalam wahyu sebelumnya dia dilantik menjadi nabi.

{وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ}

dan Tuhanmu agungkanlah. (Al-Muddatstsir: 3)

Maksudnya, besarkanlah nama Tuhanmu.

Firman Allah Swt.:

{وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ}

Dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)

Al-Ajlah Al-Kindi mengatakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu menanyakan kepadanya tentang makna ayat ini, yaitu firman Allah Swt.:dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)

Ibnu Abbas menjawab, "Janganlah kamu mengenakannya untuk maksiat dan jangan pula untuk perbuatan khianat." Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Tidakkah engkau pernah mendengar ucapan Gailan ibnu Salamah As-Saqafi dalam salah satu bait syairnya:

فَإني بِحَمْدِ اللَّهِ لَا ثوبَ فَاجر ... لبستُ وَلَا مِنْ غَدْرَة أتَقَنَّعُ

'Dengan memuji kepadaAllah, sesungguhnya kukenakan pakaianku bukan untuk kedurhakaan, dan bukan pula untuk menutupi perbuatan khianat'."

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Bahwa menurut kalam orang-orang Arab, artinya membersihkan pakaian. Tetapi menurut riwayat yang lain dengan sanad yang sama, sucikanlah dirimu dari dosa-dosa.

Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim, Asy-Sya'bi, dan Ata. As-Sauri telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Dari dosa.

Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni dirimu bukan pakaianmu.

Dan menurut riwayat yang lain dari Mujahid disebutkan bahwa firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir. 4) Artinya, perbaikilah amalmu.

Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin; dan menurut riwayat yang lain, makna firman-Nya:dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni kamu bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang penyair, maka berpalinglah kamu dari apa yang mereka katakan.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah.(Al-Muddatstsir: 4) Yaitu bersihkanlah dari perbuatan-perbuatan durhaka; dahulu orang-orang Arab mengatakan terhadap seorang lelaki yang melanggar janjinya dan tidak memenuhinya, bahwa dia adalah seorang yang kotor pakaiannya. Dan apabila dia menunaikan janjinya, maka dikatakan bahwa sesungguhnya dia benar-benar orang yang bersih pakaiannya.

Ikrimah dan Ad-Dahhak mengatakan, bahwa janganlah kamu mengenakannya untuk berbuat maksiat. Dan seorang penyair telah mengatakan:

إِذَا المرءُ لَمْ يَدْنَس منَ اللُّؤْمِ عِرْضُه ...فَكُلّ ردَاء يَرْتَديه جَميلُ ...

Apabila seseorang itu tidak mengotori kehormatannya dengan sifat yang tercela, maka semua pakaian yang dikenakannya indah.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Maksudnya, janganlah pakaian yang kamu kenakan dihasilkan dari mata pencaharian yang tidak baik. Dikatakan pula, "Janganlah kamu kenakan pakaianmu untuk maksiat."

Muhammad ibnu Sirin telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni cucilah dengan air.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak pernah membersihkan dirinya. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk bersuci dan membersihkan pakaiannya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Tetapi makna ayat mencakup semua pendapat yang telah disebutkan, di samping juga kebersihan (kesucian) hati. Karena sesungguhnya orang-orang Arab menyebut hati dengan sebutan pakaian, seperti apa yang dikatakan oleh Umru-ul Qais berikut ini:

أفاطمَ مَهلا بَعْضَ هَذا التَدَلُّل ... وَإن كُنت قَد أزْمَعْت هَجْري فأجْمِلي ...

وَإن تَكُ قَد سَ ـاءتك مِنِّي خَليقَةٌ ...فَسُلّي ثِيَابي مِن ثِيَابِكِ تَنْسُلِ

Hai kekasihku Fatimah, sebentar, dengarkanlah kata-kataku yang memohon ini; bahwa jika engkau telah bertekad untuk meninggalkanku, maka lakukanlah dengan baik-baik. Dan jika memang ada sikapku yang kurang berkenan di hatimu, tanyakanlah kepada hatiku dengan mata hatimu, maka engkau akan memahaminya.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Artinya. bersihkanlah hati dan niatmu.

Dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa perindahlah akhlakmu.

Firman Allah Swt.:

{وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ}

dan perbuatan dosa, tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan ar-rijzuialah berhala, yakni tinggalkanlah penyembahan berhala. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, bahwa sesungguhnya ar-rijzu artinya berhala.

Ibrahim dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehbungan dengan makna firman-Nya: dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5) Yakni tinggalkanlah perbuatan durhaka.

Pada garis besarnya atas dasar takwil mana pun, makna yang dimaksud bukan berarti Nabi Saw. Telah melakukan sesuatu dari perbuatan-perbuatan tersebut. Makna yang dimaksud semisal dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلا تُطِعِ الْكافِرِينَ وَالْمُنافِقِينَ

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. (Al-Ahzab: 1)

Dan firman Allah Swt.:

وَقالَ مُوسى لِأَخِيهِ هارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ

Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun, "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (Al-A'raf: 142)

Adapun firman Allah Swt.:

{وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ}

dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (Al-Muddatstsir: 6)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu memberikan suatu pemberian dengan maksud agar memperoleh balasan yang lebih banyak darinya. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Ata. Tawus, Abul Ahwas, Ibrahim An-Nakha'i, Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi serta lain-lainnya. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa dia membaca firman-Nya dengan bacaan berikut, "Dan janganlah kamu merasa memberi dengan banyak."

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa janganlah kamu merasa beramal banyak kepada Tuhanmu. Hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman Allah Swt.:dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (Al-Muddatstsir: 6) Yakni janganlah kamu merasa lemah diri untuk berbuat banyak kebaikan. Mujahid mengatakan bahwa orang Arab mengatakan tamannana, artinya merasa lemah diri.

Ibnu Zaid mengatakan, janganlah kamu merasa berjasa dengan kenabianmu terhadap manusia dengan maksud ingin memperbanyak dari mereka imbalan jasa berupa duniawi. Keempat pendapat ini yang paling kuat di antaranya adalah yang pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Firman Allah Swt.:

{وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ}

Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (Al-Muddatstsir: 7)

Yaitu gunakanlah kesabaranmu dalam menghadapi gangguan mereka sebagai amalmu karena Allah Swt. Ini menurut Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i berpendapat bahwa bersabarlah kamu terhadap nasibmu karena Allah Swt.

Firman Allah Swt.:

{فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ}

Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 8-10)

Ibnu Abbas, Mujahid, Asy-Sya'bi, Zaid ibnu Aslam, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ibnu Zaid telah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan naqiir ialah sangkakala. Mujahid mengatakan bahwa bentuk sangkakala itu sama dengan tanduk.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُطَرِّف، عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: {فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ} فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيْفَ أَنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدِ الْتَقَمَ الْقَرْنَ وَحَنَى جَبْهَتَهُ، يَنْتَظِرُ مَتَى يُؤْمَرُ فَيَنْفُخُ؟ " فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "قُولُوا: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Mutarrif, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila sangkakala ditiup. (Al-Muddatstsir. 8) Rasulullah Saw, bersabda:Bagaimana aku bisa hidup senang sedangkan malaikat Israfil telah mengulum sangkakalanya dan mengernyitkan dahinya menunggu bila diperintahkan untuk meniup? Maka para sahabat Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau anjurkan kepada kami untuk melakukannya, ya Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda:Ucapkanlah, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung, dan hanya kepada-Nya kami bertawakal.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Asbat dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Ibnu Fudail dan Asbat; keduanya dari Mutarrif dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui jalur lain dari Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.

Firman Allah Swt.:

{فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ}

maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit. (Al-Muddatstsir: 9)

Yakni hari yang sangat keras iagi sangat sulit.

{عَلَى الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ}

bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 10)

Yaitu tidak mudah bagi mereka menjalaninya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

يَقُولُ الْكافِرُونَ هَذَا يَوْمٌ عَسِرٌ

Orang-orang kafir berkata, "Ini adalah hari yang berat.” (Al-Qamar: 8)

Telah diriwayatkan kepada kami dari Zurarah ibnu Aufa (kadi kota Basrah) bahwa ia mengimami mereka salat Subuh, Lalu membaca surat ini. Ketika bacaannya sampai kepada firman-Nya: Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 8-10) Tiba-tiba ia merintih sekali rintih, Lalu terjungkal dalam keadaan tidak bernyawa lagi; semoga rahmat Allah tercurahkan kepadanya.

Undang-Undang lokal maupun kode etik internasional terkadang juga memaksa umat Islam di era kontemporer untuk menentukan garis perjuangan, baik sembunyi atau terang-terangan. Semua itu harus menjadi kesadaran mendalam para dai, untuk kemudian diputuskan langkah yang tepat dalam menyukseskan dakwah.Try and Error tentu adalah sesuatu yang biasa. Yang tidak biasa bagi kader dakwah adalah ketika ia tidak pernah/tidak mau “try” sehingga tidak pernah “error” tindakannya. Padahal sesungguhnya yang tidak pernah/tidak mau “try”melalui aktifitas fisik, yang “error” memang “bukan tindakannya”, namun seringkali “hatinya yang error.”

Meraih Keberkahan Dalam Hidup


Barokah atau berkah selalu diinginkan oleh setiap orang. Namun sebagian kalangan salah kaprah dalam memahami makna berkah sehingga hal-hal keliru pun dilakukan untuk meraihnya. Coba kita saksikan bagaimana sebagian orang ngalap berkah dari kotoran sapi. Ini suatu yang tidak logis, namun nyata terjadi. Inilah barangkali karena salah paham dalam memahami makna keberkahan dan cara meraihnya. Sudah sepatutnya kita bisa mendalami hal ini.

Makna Barokah

Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu.Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”.

Adapun makna barokah dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya. Sebagaimana do’a keberkahan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering kita baca saat tasyahud mengandung dua makna di atas.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud dari ucapan do’a “keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, do’a keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan karena apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”.

Seluruh Kebaikan Berasal dari Allah

Kadang kita salah paham. Yang kita harap-harap adalah kebaikan dari orang lain, sampai-sampai hati pun bergantung padanya. Mestinya kita tahu bahwa seluruh kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allah. Allah Ta’ala berfirman,

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

”Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Ali Imron: 26).
Yang dimaksud ayat “di tangan Allah-lah segala kebaikan” adalah segala kebaikan tersebut atas kuasa Allah. Tiada seorang pun yang dapat mendatangkannya kecuali atas kuasa-Nya. Karena Allah-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Demikian penjelasan dari Ath Thobari rahimahullah.

Dalam sebuah do’a istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan,

وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ

“Seluruh kebaikan di tangan-Mu.” (HR. Muslim no. 771)

Begitu juga dalam beberapa ayat lainnya disebutkan bahwa nikmat (yang merupakan bagian dari kebaikan) itu juga berasal dari Allah. Dan nikmat ini sungguh teramat banyak, sangat mustahil seseorang menghitungnya. Allah Ta’alaberfirman,

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya)” (QS. An Nahl: 53).

قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ

“Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah” (QS. Ali Imron: 73).

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya” (QS. Ibrahim: 34 dan An Nahl: 18).

Kita telah mengetahui bahwa setiap kebaikan dan nikmat, itu berasal dari Allah. Inilah yang disebut dengan barokah. Maka ini menunjukkan bahwa seluruh barokah, berkah atau keberkahan berasal dari Allah semata.

Berbagai Keberkahan yang Halal

Setelah kita mengerti dengan penjelasan di atas, maka untuk meraih barokah sudah dijelaskan oleh syari’at Islam yang mulia ini. Sehingga jika seseorang mencari berkah namun di luar apa yang telah dituntunkan oleh Islam, maka ia berarti telah menempuh jalan yang keliru. Karena ingatlah sekali lagi bahwa datangnya barokah atau kebaikan hanyalah dari Allah.

Perlu diketahui bahwa keberkahan yang halal bisa ada dalam hal diniyah dan hal duniawiyah, atau salah satu dari keduanya. Contoh yang mencakup keberkahan diniyah dan duniawiyah sekaligus adalah keberkahan pada Al Qur’an Al Karim, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.  Keberkahan seperti ini juga terdapat pada majelis orang sholih, keberkahan bulan Ramadhan, keberkahan makan sahur. Keberkahan pada hal diniyah saja semisal pada tiga masjid yang mulia yaitu masjidil harom, masjid nabawi, dan masjidil aqsho. Sedangkan keberkahan pada hal duniawiyah seperti keberkahan pada air hujan, pada tumbuhnya berbagai tumbuhan, keberkahan pada susu dan hewan ternak.

Ada satu catatan yang perlu diperhatikan. Keberkahan yang halal di atas kadang diketahui karena ada dalil tegas yang menunjukkannya, kadang pula dilihat dari dampak, di sisi lain juga dilihat dari kebaikan yang amat banyak yang diperoleh. Namun untuk keberkahan dalam hal duniawiyah bisa diperoleh jika digunakan dalam ketaatan pada Allah. Jika digunakan bukan pada ketaatan, itu bukanlah nikmat, namun hanyalah musibah.

Contoh Ngalap Berkah yang Halal

Kami contohkan misalnya keberkahan orang sholih, yaitu orang yang sholih secara lahir dan batin, selalu menunaikan hak-hak Allah. Di antara keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia akan memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan sengsara. Allah Ta’ala berfirman,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123).

Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang dimaksudkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih yang berilmu sebagai pewaris para nabi.

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi”.

Keberkahan juga bisa diperoleh jika seseorang berlaku jujur dalam jual beli. Dari Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang”.

Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa tamak, maka keberkahan pun akan mudah datang.

عن حكيم بن حزام رضي الله عنه قال: سألت رسول الله صلّىالله عليه وسلّم فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع. اليد العليا خير من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي بعثك بالحق لا أرزأ أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا. متفق عليه

Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan, “Pada suatu saat, aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah ishallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya dan beliaupun  kembali memberiku, kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (dan tamak atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (tamak), niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa  kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah.’ Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata, ‘Kemudian aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan meminta harta seseorang sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia.’” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

Hadits ini menunjukkan, bahwa sifat qana’ah, memeras keringat sendiri untuk memenuhi kebutuhan, serta menempuh jalan yang baik ketika mencari rezeki akan senantiasa diiringi dengan keberkahan. Dan bahwa orang yang mencari harta kekayaan dengan ambisi dan keserakahan, sehingga ia tidak mengumpulkan dengan cara-cara yang dibenarkan, niscaya harta kekayaannya tidak akan pernah diberkahi, bahkan akan dihukumi dengan dihalangi dirinya dari kemanfaatan harta yang telah ia kumpulkan (Syarah Shahih Bukhari oleh Ibnu Batthal, 3/48).

Pada hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh nyata bagi pekerjaan yang terhormat dan tidak merendahkan martabat diri pelakunya,

وَالَّذِي نَفْسِي بيده لَأَنْ يَأْخُذَ أحدكم حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ على ظَهْرِهِ خَيْرٌ له من أَنْ يَأْتِيَ رَجُلا فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أو مَنَعَهُ

“Sungguh demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kamu membawa talinya, kemudian ia mencari kayu bakar dan memanggulnya di atas punggunya, lebih baik baginya daripada ia mendatangi orang lain, kemudian meminta-minta kepadanya, baik ia diberi atau tidak.” (HR. Bukhary).

Pada hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan wujud lain dari penjagaan terhadap kehormatan diri dan agama seseorang ketika bekerja, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(مَنْ طَلَبَ حَقّاً فَلْيَطْلُبْهُ فِي عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرَ وَافٍ (رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان والحاكم

“Barangsiapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak.“  (HR. аt-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan al-Hakim).

Begitu pula keberkahan dapat diperoleh dengan berpagi-pagi dalam mencari rizki. Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta.

Dari penjelasan di atas, sebenarnya banyak sekali jalan untuk meraih keberkahan atau ngalap berkah yang dibenarkan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita mencukupkan dengan hal itu saja tanpa mencari berkah lewat jalan yang keliru, bid’ah atau bernilai kesyirikan. Carilah keberkahan dengan beriman dengan bertakwa pada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)

Yaitu hati mereka beriman kepada apa yang disampaikan oleh rasul-rasul, membenarkannya, mengikutinya, dan bertakwa dengan mengerjakan amal-amal ketaatan dan meninggalkan semua yang diharamkan.

{لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ}

pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (Al-A'raf: 96)
Maksudnya hujan dari langit dan tetumbuhan dari bumi. Tetapi dalam firman selanjutnya disebutkan:

{وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}

tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Al-A'raf: 96)

Artinya, tetapi mereka mendustakan rasul-rasul-Nya, maka kami siksa mereka dengan menimpakan kebinasaan atas mereka karena perbuatan-perbuatan dosa dan hal-hal haram yang mereka kerjakan.

Kemudian Allah Swt. berfirman memperingatkan orang-orang yang berani menentang perintah-perintah-Nya dan bersikap berani melanggar larangan-Iarangan-Nya, yaitu:

{أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى}

Maka apakah penduduk kota-kota itu merasa aman. (Al-A'raf: 97)
Maksudnya penduduk kota-kota yang kafir.

{أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا}

dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka. (Al-A'raf: 97)
Yakni azab dan pembalasan Kami.

{بَيَاتًا}

di malam hari. (Al-A'raf: 97)
Al bayat artinya di malam hari.

{وَهُمْ نَائِمُونَ * أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ}

di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika mereka sedang bermain? (Al-A'raf: 97-98)
Yaitu di saat mereka sedang sibuk dan lalai.

{أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ}

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? (Al-A'raf: 99)

Yakni azab, pembalasan, dan kekuasaan-Nyaterhadap diri mereka serta siksaan-Nya terhadap mereka di saat mereka dalam keadaan lalai dan tidak menyadari kedatangannya

{فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ}

Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 99)

Karena itulah Al-Hasan Al-Basri rahimahullah pernah mengatakan bahwa orang mukmin mengerjakan amal-amal ketaatan, sedangkan hatinya dalam keadaan takut, bergetar, dan khawatir; sementara orang yang durhaka mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat dengan penuh rasa aman.

Istri Yang Berkhianat Akan Dilaknat


Alloh Subhaanahu Wata'ala Berfirman

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْمُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Lelaki yang berzina tidak boleh menikahi melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.(QS. An-Nur: 3).

ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ ،وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ ، وَالدَّيُّوثُ

“Tiga orang yang tidak akan Allah lihat mereka pada hari kiamat: Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita tomboi, dan lelaki dayuts.” (HR. Ahmad 5372, Nasai 2562, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).

Dalam Musnad Imam Ahmad terdapat penjelasan siapakah Dayuts,

وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ

“Lelaki dayuts yang membiarkan perbuatan keji pada keluarganya.” (Musnad Ahmad no. 6113)

Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ أَلاَ وَلاَ غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أَمِيرِ عَامَّةٍ

“Di Hari Kiamat kelak setiap pengkhianat akan membawa bendera yang dikibarkannya tinggi-tinggi sesuai dengan pengkhianatannya. Ketahuilah, tak ada pengkhianatan yang lebih besar daripada pengkhianatan seorang penguasa terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim).

Wanita adalah kebanyakkan penghuni neraka:

Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

« اطَّلَعْتُ فِى الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِى النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ ».

“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.”(HR. Bukhari, no. 3069 dan Muslim no.7114, dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)

Dari Usamah Bin Zaid –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

«قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِينُ، وَإِذَا أَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوسُونَ إِلاَّ أَصْحَابَ النَّارِ فَقَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ وَقُمْتُ عَلَى بَابِ النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ». رواه مسلم (رقم:7113).

“Aku berdiri di depan pintu syurga, lalu (kulihat) kebanyakkan orang yang masuk kedalamnya adalah orang orang miskin, dan orang orang yang kaya di tahan kecuali penghuni neraka mereka di suruh untuk masuk keneraka, dan aku berdiri di depan pintu neraka maka (kulihat) kebanyakkan yang masuk kedalamnya adalahwanita“. (H. R Muslim, no. 7113).  

Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi -Shalallahu ‘alaihi wassalam- bersabda :

( إن أقل ساكني الجنة النساء ). رواه مسلم (7118).

 “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim, no. 7118).

Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di atas seraya berkata:

(قال علماؤنا: إنما كان النساء أقل ساكني الجنة لما يغلب عليهن من الهوى و الميل إلى عاجل زينة الدنيا لنقصان عقولهن أن تنقدن بصائرها إلى الأخرى فيضعفن عن عمل الآخرة والتأهب لها ولميلهن إلى الدنيا والتزين بها و لها ثم مع ذلك هن أقوى أسباب الدنيا التي تصرف الرجال عن الأخرى لما لهم فيهن من الهوى والميل لهن فأكثرهن معرضات عن الآخرة بأنفسهن صارفات عنها لغيرهن سريعات الانخداع لداعيهن من المعرضين عن الدين عسيرات الاستجابة لمن يدعوهن إلى الأخرى و أعمالها من المقتين). التذكرة

“Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal. Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka, kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369)

Hadits hadits diatas menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang penduduk Surga yang mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas penduduknya adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi mayoritas penduduknya, namun disebutkan dalam hadits lainnya.

Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka, seraya bersabda:

((…ورأيت النار فلم أر منظرا كاليوم قط ورأيت أكثر أهلها النساء قالوا: بم يا رسول الله ؟ قال بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن العشير ويكفرن الإحسان لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما رأيت منك خيرا قط )) رواه البخاري.

 “ … Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya :“Mengapa (demikian) wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab :“Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari, no. 1053, dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma)

Kekufuran model ini terlalu banyak kita dapati di tengah keluarga kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya selama sekian waktu yang panjang hanya dengan sikap suami yang tidak cocok dengan kehendak sang istri sebagaimana kata pepatah, panas setahun dihapus oleh hujan sehari. Padahal yang harus dilakukan oleh seorang istri ialah bersyukur terhadap apa yang diberikan suaminya, janganlah ia mengkufuri kebaikan-kebaikan sang suami karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat istri model begini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :

(لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ). رواه النسائي في السنن الكبرى (رقم:9086) والبزار في مسنده (2349). وصححه الشيخ الألباني في الصحيحة (رقم: 289).

 “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri suaminya sedang ia selalu membutuhkannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra(9086) dan Al Bazzar dalam musnadnya (2349) dari Abdullah bin ‘Amr). Di shohihkan oleh syekh Al Bani (no. 289).

Hadits di atas adalah peringatan keras bagi para wanita Mukminah yang menginginkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Surga-Nya. Maka tidak sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk mengkufuri kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk dibesar-besarkan.

Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok sekali jika wanita yang kufur terhadap suaminya serta kebaikan-kebaikannya dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai mayoritas kaum yang masuk ke dalam neraka walaupun mereka tidak kekal di dalamnya.

Cukup kiranya istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi istri-istri kaum Mukminin dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang diberikan suaminya kepadanya, agar mereka tergolong kedalam orang orang yang mensyukuri Allah Ta’ala, sebagaimana yang di jelaskan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau:

(( لا يشكر الله من لا يشكر الناس )). أبو داود (رقم: 4813).

“Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia”

Tentang sifat-sifat para wanita yang mengkhianati para suami-suami mereka.

يَا مُطْلِقَ الطَّرْفِ الْمُعَذَّبِ فِي الأُلَى ... جُرِّدْنَ عَنْ حُسْنٍ وَعَنْ إِحْسَانِ

Wahai orang yang tersiksa yang mengumbar pandangannya pada para wanita dunia ketahuilah bahwa para wanita dunia telah dihilangkan dari mereka kecantikan dan kebaikan (tentunya para wanita dunia memiliki kecantikan dan kebaikan, hanya saja tidak sebanding dengan kecantikan dan kebaikan bidadari-pen)

لاَ تَسْبِيَنَّكَ صُوْرُةٌ مِنْ تَحْتِهَا ... الدَّاءُ الدَّوِيُّ تَبُوْءُ بِالْخُسْرَانِ

Maka janganlah engkau tertawan oleh rupa mereka (yang nampaknya cantik) sementara dibalik rupa tersebut ada penyakit, akhirnya engkau akan membawa kerugian

قَبُحَتْ خَلاَئِقُهَا وَقَبُحَ فِعْلُهَا ... شَيْطَانَةٌ فِي صُوْرَةِ الْإِنْسَانَ

Rupa wanita dunia buruk dan demikian pula tingkahnya, syaitan perempuan yang datang dalam bentuk manusia

تَنْقَادُ لِلْأَنْذَالَ وَالْأَرْذَالِ هُمْ ... أَكِفَّاؤُهَا مِنْ دُوْنِ ذِيْ الْإِحْسَانِ

Wanita dunia tergoda oleh para lelaki yang rendah dan hina, tangan-tangannya tunduk kepada mereka bukan kepada lelaki yang baik

مَا ثَمَّ مِنْ دِيْنٍ وَلاَ عَقْلٍ وَلاَ ... خُلُقٍ وَلاَ خَوْفٍ مِنَ الرَّحْمَانِ

Tidak memiliki agama, tanpa akal, tanpa akhlak, serta tidak takut kepada Ar-Rahman

وَجَمَالُهَا زُوْرٌ وَمَصْنوْعٌ فَإِنْ ... تَرَكَتْهُ لَمْ تَطْمَحْ لَهَا الْعَيْنَانِ

Kecantikanya hanyalah kedustaan dan dibuat-buat, jika ia meninggalkan kecantikannya maka mata-mata tidak ada lagi yang tertarik kepadanya

طُبِعَتْ عَلَى تَرْكِ الْحِفَاظِ فَمَا لَهَا ... بَوَفَاءِ حَقِّ الْبَعْلِ قَطُّ يَدَانِ

Ia diciptakan dalam kondisi tidak bisa menjaga, karenanya ia tidak bisa menjaga dan tidak mampu menunaikan hak suami

إِنْ قَصَّرَ السَّاعِي عَلَيْهَا سَاعَةً ... قَالَتْ وَهَلْ أَوْلَيْتَ مِنْ إِحْسَانِ

Jika sang suami kurang dalam menunaikan haknya sesaat maka ia akan berkata, “Apakah engkau pernah berbuat baik kepadaku sedikitpun?”

أَوْ رَامَ تَقْوِِيْمًا لَهَا اسْتَعْصَتْ وَلَمْ ... تَقْبَلْ سِوَى التَّعْوِيْجِ وَالنُّقْصَانِ

Atau jika sang suami menginginkan untuk meluruskannya maka ia menolak dan tidak mau menerima kecuali ingin tetap bengkok dan kurang

أّفْكَارُهَا فِي الْمَكْرِ وَالْكَيْدِ الَّذِي ... قَدَ حَارَ فِيْهِ فِكْرَةُ الْإِنْسَانِ

Pikirannya selalu membuat makar dan tipuan terhadap suaminya yang hal ini membuat bingung pikiran manusia

فَجَمَالُهَا قِشْرٌ رَقِيْقٌ تَحْتَهُ ... مَا شِئْتَ مِنْ عَيْبٍ وَمِنْ نُقْصَانِ

Kecantikannya hanyalah kulit tipis, yang dibalik kulit tipis tersebut terlalu banyak aib dan kekurangan

نَقْدٌ رَدِيْءٌ فَوْقَهُ مِنْ فِضَّةٍ ... شَيْءٌ يُظَنٌّ بِهِ مِنَ الْأَثْمَانِ

Ibarat uang logam yang buruk akan tetapi dilapisi perak, maka disangka merupakan logam yang berharga

فَالنَّاقِدُوْنَ يَرَوْنَ مَاذَا تَحْتَهُ ... وَالنَّاسُ أَكْثُرُهُمْ مِنَ الْعُمْيَانِ

Akan tetapi orang-orang yang jeli melihat logam yang buruk di bawah perak tersebut, adapun kebanyakan orang-orang buta tidak melihat keburukan yang tersembunyi tersebut

أَمَا جَمِيْلاَتُ الْوُجُوْهِ فَخَائِنَا ... تٌ بُعُوْلَهُنَّ وَهُنَّ لِلْأَخْدَانِ

Adapun wanita-wanita yang cantik jelita wajah-wajah mereka, maka mereka adalah wanita-wanita yang mengkhianati suami-suami mereka, para wanita tersebut adalah milik pacar-pacar selingkuh mereka

وَالْحَافِظَاتُ الْغَيْبَ مِنْهُنَّ الَّتِي ... قَدْ أَصْبَحَتْ فَرْدًا مِنَ النِّسْوَانِ

Adapun wanita-wanita yang menjaga diri tatkala tidak ada suami-suami mereka maka sangatlah sedikit diantara para wanita dunia

فَانْظُرْ مَصَارِعَ مَنْ يَلِيْكَ وَمَنْ خَلاَ ... مِنْ قَبْلُ مِنْ شَيْبٍ وَمِنْ شُبَّانِ

Maka lihatlah keterpurukan orang-orang yang setelahmu dan yang telah lalu dari kalangan orang-orang tua dan para pemuda (akibat ulah para wanita dunia-pen)

وَارْغَبْ بِعَقْلِكَ أَنْ تَبِيْعَ الْعَالِيَ الْـ ... ـبَاقِي بِذَا الْأَدْنَى الَّذِي هُوَ فَانِ

Dan gunakanlah akalmu, apakah engkau hendak menukarkan suatu yang bernilai dan abadi (yaitu bidadari surga) dengan wanita dunia yang hina dan akan sirna?

إِنْ كَانَ قَدْ أَعْيَاكَ خُوْدٌ مِثْلُ مَا ... تَبْغِي وَلَمْ تَظْفَرْ إِلَى ذَا الآنِ

Jika engkau tidak mampu untuk meraih wanita (yang cantik dan sholihah) sebagaimana yang kau harapkan hingga saat ini

فَاخْطُبْ مِنَ الرَّحْمَنِ خُوْدًا ثُمَّ قَدِّ ... مْ مَهْرَهَا مَا دُمْتَ ذَا إِمْكَانِ

Maka majukanlah lamaranmu kepada Allah untuk melamar bidadari, lalu serahkan maharnya, selama engkau masih mampu melakukannya

ذَاكَ النِّكَاحُ عَلَيْكَ أَيْسَرُ إِنْ يَكُنْ ... لَكَ نِسْبَةٌ لِلْعِلْمِ وَالْإِيْمَانِ

Pernikahan dengan bidadari lebih mudah bagimu jika engkau memiliki ilmu dan keimanan

وَاللهِ لَمْ تَخْرُجْ إِلَى الدُّنْيَا لِلَذَّ ... ةِ عَيْشُهَا أَوْ لِلْحُطاَمِ الْفَانِي

Demi Allah, engkau tidaklah keluar di dunia ini hanya untuk menikmati kelezatan kehidupan dunia atau harta benda dunia yang akan sirna

لَكِنْ خَرَجْتَ لِكَيْ تُعِدَّ الزَّادَ لِلْـ ... أُخْرَى فَجِئْتَ بَأَقْبَحِ الْخُسْرَانِ

Akan tetapi engkau keluar di muka bumi ini untuk mempersiapkan bekal akhirat, akan tetapi engkau malah menjadi orang yang sangat merugi

أَهْمَلْتَ جَمْعَ الزَّادِ حَتَّى فَاتَ بَلْ ... فَاتَ الَّذِي أَلْهَاكَ عَنْ ذَا الشَّانِ

Engkau lalai dari mengumpulkan bekal akhirat hingga lenyaplah kesempatan bahkan sirnalah dunia yang melalaikan engkau dari perkara yang penting (akhirat)

وَاللهِ لَوْ أَنَّ الْقُلُوْبَ سَلِيْمَةٌ ... لَتَقَطَّعَتْ أَسَفًا مِنَ الْحِرْمَانِ

Demi Allah kalau seandainya hati-hati itu bersih maka tentu hati-hati akan tercabik-cabik bersedih karena terhalangnya (dari meraih akhirat)

لَكِنَّهَا سَكْرَى بِحُبِّ حَيَاتِهَا الدُّ ... نْيَا وَسَوْفَ تُفِيْقُ بَعْدَ زَمَانِ

Akan tetapi karena sikap mabuk kepayang kepada kehidupan dunia (sehingga hati tidak bersedih tatkala terhalang dari kabaikan akhirat dan amal sholeh), akan tetapi suatu saat engkau akan sadar (yaitu tatkala datang kematian)

Dan ketahuilah bahwa suamimu wahai saudariku Muslimah adalah syurgamu atau nerakamu, jika kamu mentaatinya balasanmu adalah syurga, akan tetapi sebaliknya jika kamu mendurhakainya maka nerakalah balasannya, sebagaimana dalam hadits:

(أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ مِحْصَنٍ أَخْبَرَ عَنْ عَمَّةٍ لَهُ أَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَعْضِ الْحَاجَةِ فَقَضَى حَاجَتَهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ، إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ). رواه النسائي في السنن الكبرى (رقم:8913) وأحمد في المسند (رقم:27352) وصححه الألباني في الصحيحة (رقم:2612).

“Abdullah Bin Mihshan mengabarkan dari bibinya, bahwasanya ia masuk menemui Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, lalu Rasulullah berdiri (pergi) untuk sebagian keperluannya, lalu ia memenuhi kebutuhannya, dan beliau bertanya kepadanya: apakah kamu mempunyai suami? Ia menjawab: Ya, beliau bertanya: bagaimana (sikap/layanan) kamu kepadanya, ia menjawab: Saya tidak membiarkannya (selalu memperhatikannya) kecuali jika saya tidak mampu, maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “perhatikanlah sikapmu (layananmu) kepadanya, sesungguh ia adalah syurgamu dan nerakamu”).

Maksudnya adalah: ia (suami) adalah penyebab istri masuk syurga dengan keredhaannya, dan juga penyebab istri masuk nereka dengan kemurkaannya, maka hendaklah para istri bermu’amalah baik dan memberikan layanan yang terbaik dan tidak menyelisihi perintahnya selagi dalam keta’atan kepada Allah.

Dalam hadits Rasulullah –shalallahu’alahi wasallam- bersabda:

(لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها). رواه الترمذي.

“Jika aku menyuruh seorang sujud kepda seseorang tentu akan akau suruh istri sujud kepada suaminya”.

Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang pernah ia lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan sabar dalam mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan kesengsaraan di dunia yang ia takuti dan tangisi.

Kenapa Hanya Kaum Pria Yang Dijanjikan Dengan Bidadari??


Allah berfirman tentang sucinya bidadari :

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang sucidan mereka kekal di dalamnya” (QS Al-Baqoroh :25)

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلا ظَلِيلا (٥٧)

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci,dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman” (QS An-Nisaa : 57)

Ibnu Mas’uud, Mujahid, ‘Atoo’, dan Qotaadah berkata :

لاَ يَحِضْنَ وَلاَ يُمْنِيْنَ وَلاَ يَلِدْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطْنَ وَلاَ يَبُلْنَ وَلاَ يَبْزُقْنَ

“(Istri-istri yang disucikan yaitu) mereka tidak haid, tidak mengeluarkan air mani, tidak melahirkan, tidak buang air besar, tidak buang air kecil, dan tidak meludah” (Lihat Ad-Dur Al-Mantsuur 1/97-98)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَالَّذِيْنَ عَلَى إِثْرِهِمْ كَأَشَدِّ كَوْكَبٍ إِضَاءَةً، قُلُوْبُهُمْ عَلَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا يُرَى مُخُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ لَحْمِهَا مِنَ الْحَسَنِ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا لاَ يَسْقَمُوْنَ وَلاَ يَتَمَخَّطُوْنَ وَلاَ يَبْصُقُوْنَ آنِيَتُهُمْ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ وَأَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَقُوْدُ مَجَامِرِهِمْ الأُلُوَّةَ وَرِشْحُهُمْ الْمِسْكُ

“Rombongan yang pertama kali masuk surga dalam bentuk rembulan di malam purnama, dan rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang cahayanya, hati-hati mereka satu, tidak ada perselisihan di antara mereka, tidak ada saling membenci, masing-masing dari mereka mendapatkan dua orang istri (bidadari), masing-masing dari kedua bidadari tersebut terlihat sum-sum betisnya di belakang dagingnya karena terlalu indahnya, mereka bertasbih kepada Allah pagi dan sore hari, mereka tidak sakit, tidak beringus, tidak meludah, bejana-bejana mereka dari emas dan perak, sisir-sisir mereka dari emas, kayu yang dibakar untuk wewangian adalah kayu gaharu, dan keringat mereka adalah minyak kesturi”(HR Al-Bukhari no 3074 dan Muslim  no 7330)

Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh penghuni surga (bukan hanya bidadari saja) disucikan oleh Allah sehingga tidak memiliki kotoran yang keluar dari tubuh mereka.

Dalam hadits yang shahih Rasulullah bersabda :

وَأَزْوَاجٌ وَوَصَائِفُ أَدْنَاهُنَّ حَوْرَاءُ عَيْنَاءُ عَلَيْهَا سَبْعُوْنَ حُلَّةً يُرَى مُخُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ حُلَلِهَا، كَبِدُهَا مِرْآتُهُ وَكَبِدُهُ مِرْآتُهَا إِذَا أَعْرَضَ عَنْهَا إِعْرَاضَةً ازْدَادَتْ فِي عَيْنِهِ سَبْعِيْنَ ضِعْفًا عَمَّا كَانَتْ قَبْلَ ذَلِكَ، فَيَقُوْلُ لَهَا وَاللهِ لَقَدْ ازْدَدْتِ فِي عَيْنِي سَبْعِيْنَ ضِعْفًا وَتَقُوْلُ لَهُ وَأَنْتَ لَقَدِ ازْدَدْتَ فِي عَيْنِي سَبْعِيْنَ ضِعْفًا

“Dan para istri serta para pelayan, yang paling rendah diantara mereka adalah bidadari yang memakai 70 gaun, terlihat sum-sum betisnya di balik gaun-gaun tersebut. Hati sang bidadari merupakan cermin bagi sang lelaki dan hati sang lelaki juga menjadi cermin bagi sang bidadari. Jika sang lelaki (penghuni surga) berpaling dari sang bidadari (kemudian kembali kepada sang bidadari-pen) maka sang bidadari akan bertambah cantik 70 kali lipat dari sebelumnya. Maka sang lelakipun berkata, “Demi Allah dikau telah bertambah cantik 70 kali lipat di mataku”, maka sang bidadari juga berkata kepada sang lelaki, “Demikian juga engkau bertambah ketampananmu 70 kali lipat di mataku” (Hadits ini di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih at-Targhiib wa at-Tarhiib 3/227 no 3591)

Adapun hadits yang menyebutkan bahwa wajah bidadari seperti cermin dan juga sebaliknya wajah sang lelaki juga seperti cermin maka haditsnya lemah. Diriwayatkan bahwasanya Nabi bersabda

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَّكِئُ فِي الْجَنَّةِ سَبْعِينَ سَنَةً قَبْلَ أَنْ يَتَحَوَّلَ ثُمَّ تَأْتِيهِ امْرَأَتُهُ فَتَضْرِبُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ فَيَنْظُرُ وَجْهَهُ فِي خَدِّهَا أَصْفَى مِنْ الْمِرْآةِ

“Sesungguhnya seorang lelaki bertelekan di surga selama 70 tahun sebelum ia berpindah, kemudian datanglah kepadanya seorang wanita lalu menepuk pundak sang lelaki, mak sang lelakipun melihat wajahnya tercerminkan di pipi sang wanita, lebih bening daripada kaca” (HR Ahmad 18/243 no 11715 )

Pertanyaan:

لماذا وعد الله الرجال في الجنة بالحور العين، ولم يعد النساء بشيء من ذلك؟ جزاكم الله خيرا

Mengapa Allah menjanjikan bidadari kepada laki-laki di surga sedangkan wanita tidak disiapkan sebagaimana laki-laki (bidadara)

Jawaban:

الحكمة في ذلك -والله أعلم- أن الرجال هم القوامون على النساء، وأنهم إذا وعدوا بهذه الأشياء صار هذا أقرب إلى نشاطهم في طلب الآخرة، وحرصهم على طلب الآخرة، وعدم ركونهم إلى الدنيا الركون الذي يحول بينهم وبين المسابقة إلى الخيرات والنساء تابعات للرجال في الأغلب، فإذا رزق الرجل الحور العين في الجنة مع ما وعد الله به النساء المؤمنات من الخير العظيم والدرجات العالية في الجنة فلهن من الأجر ما يجعلهن زوجات للخيرين من الرجال في الجنة والرجل يعطى زيادة من الحور العين وليس في الجنة أذى ولا منافسة ولا ضرر كما يقع للضرات في الدنيا بل كل واحدة مع زوجها ولو معه آلاف النساء ما تتضرر بذلك ولا تندم من ذلك ولا تحزن من ذلك فالكل في خير وفي نعمة وفي راحة في أنس وطمأنينة اً.

Hikmah dari hal tersebut – wallahu a’lam-  karena laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Jika laki-laki dijanjikan semisal ini maka mereka akan lebih semangat dan berupaya dalam mencari akhirat dan tidak adanya kecondongan terhadap dunia karena bisa menghalangi mereka dengan berlomba-lomba menuju kebaikan.

Wanita umumnya mengikuti laki-laki. Jika laki-laki (dijanjikan) diberikan bidadari di surga, bersamaan dengan itu, Allah juga menjanjikan bagi wanita yang beriman kebaikan yang besar dan kedudukan yang tinggi di surga (yaitu mereka jauh lebih cantik dari bidadari, sehingga terkadang bidadari tidak ditoleh oleh suaminya sedikitpun, pent). Bagi mereka pahala yang menjadikan mereka istri bagi suami mereka yang baik di surga (wanita di dunia akan mendapatkan suaminya di surga, menjadi suami-istri abadi, pent).

Di surga tidak ada gangguan, perselisihan dan bahaya sebagaimana yang terjadi pada para madu (istri-istri) di dunia. Bahkan mereka bersatu (hatinya) bersama suami mereka. Walaupun bersama suaminya 1000 wanita, maka tidak membahayakan, tidak membuat menyesal dan bersedih. Semuanya berada dalam kebaikan, kenikmataan, kenyamanan dan ketenangan.

Catatan:

Salah satu hikmahnya juga karena laki-laki bertugas mendidik wanita para istri mereka. Dan laki-laki akan diminta pertanggungjawaban terhadap istri mereka. Ketika si istri melakukan kemaksiatan, maka suami juga akan ditanya diakhirat, “mengapa engkau biarkan istrimu bermaksiat? Mengapa tidak kau didik?”. Dan umumnya wanita terkadang mengingkari kebaikan suami mereka (sebagaimana dalam hadits) dan bidadari adalah sebagai motivasi serta hiburan bagi para suami dan laki-laki (misalnya semangat berperang dalam jihad).

Oleh karena itu jika si istri membangkang dan sulit dididik, maka para suami memiliki hiburan berupa bidadari. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا ؛ إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ ؛ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

“Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya di akhirat dari bidadari akan berkata, “Janganlah engkau mengganggunya, semoga Allah membinasakanmu. Sesungguhnya ia hanyalah tamu (sebentar) di sisimu, sebentar lagi ia akan meninggalkanmu menuju kami”

Wanita juga mendapatkan kenikmatan laki-laki yang ganteng, tubuhnya atletis dan penampilan yang sangat menarik. Yaitu suami mereka di dunia (jika suaminya masuk surga). Para suami mereka akan diubah penampilannya menjadi sangat sempurna. Penduduk surga akan menyerupai bentuk bapak mereka nabi Adam ‘alahissalam . Dan Nabi Adam adalah manusia yang paling sempurna, paling ganteng dan paling sempurna penampilannya karena langsung diciptakan oleh tangan Allah Azza wa Jalla.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ آدَمَ

“Semua yang masuk surga seperti bentuknya Nabi Adam“

Dalam riwayat yang lain,

إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لاَ يَبُوْلُوْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطُوْنَ وَلاَ يَتْفُلُوْنَ وَلاَ يَمْتَخِطُوْنَ … وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُوْرُ الْعِيْنُ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُوْرَةِ أَبِيْهِمْ آدَمَ سِتُّوْنَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ

“Sesungguhnya rombangan pertama yang masuk surga seperti rembulan yang bersinar di malam purnama, kemudian rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang di langit, mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak membuang ludah, tidak beringus….istri-istri mereka adalah para bidadari, mereka semua dalam satu perangai, rupa mereka semua seperti rupa ayah mereka Nabi Adam, yang tingginya 60 hasta menjulang ke langit“

Sebagaimana laki-laki, wanita juga ingin mendapatkan pasangan yang paras dan penampilannya indah. Maka para wanita surga juga akan mendapatkan apa yang mereka inginkan di surga. Sebagaimana firman Allah,

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ

“Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah Balasan orang-orang yang berbuat baik” (Az-Zumar : 34)

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

“Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (Qaaf : 35)

Jika ada yang bertanya: “Nanti kalau berubah wajahnya, istrinya tidak kenal”?

Jawabannya: Allah Maha Mampu, logikanya jika kita punya kenalan anak kecil (misalnya adik sepupu), parasnya kurang bagus, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, kemudian kita bertemu sekarang dengan keadaan wajahnya yang ganteng. Tentu kita masih ingat si anak kecil tersebut sekarang sudah menjadi pemuda yang gagah.

Jika ada yang bertanya: “Bagaimana jika wanita yang tidak punya suami di dunia, atau tidak sempat menikah atau suaminya masuk neraka”?

Jawaban: mereka akan dipasangkan dengan laki-laki disurga (misalnya laki-laki yang belum sempat menikah di dunia, jika mereka ridha). Karena tidak ada yang membujang di surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَمَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبُ

“Tidak ada seorang yang membujang pun di surga”

Tidak ada rasa cemburu dan sakit hati serta perselisihan bagi para istri (laki-laki yang memiliki lebih dari satu istri, maka di surga ia juga dipasangkan dengan istri-istrinya).

Allah Ta’ala berfirman,

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ

“Dan Kami lenyapkan/hilangkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangmereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr : 47)

Semua wanita dunia yang masuk surga lebih tinggi kedudukannya daripada bidadari, mereka lebih cantik. Bahkan jika amal mereka baik, maka kecantikan mereka mengalahkan bidadari. Bisa jadi para bidadari yang sedemikian cantiknya dalam gambaran Al-Quran dan Sunnah, mereka hanya sebutir pasir di pantai, para bidadari tidak lagi ditoleh sedikitpun oleh suami wanita terebut disurga. Oleh karena itu para wanita bisa membuat cemburu bidadari disurga sesuai dengan amal dan kepatuhan mereka terhadap suami dalam perkara yang baik.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...