Minggu, 31 Oktober 2021

Gambaran Sang Bidadari


Allah berfirman tentang sucinya bidadari :

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang sucidan mereka kekal di dalamnya” (QS Al-Baqoroh :25)

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلا ظَلِيلا (٥٧)

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjaal-quran

an-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci,dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman” (QS An-Nisaa : 57)

Ibnu Mas’uud, Mujahid, ‘Atoo’, dan Qotaadah berkata :

لاَ يَحِضْنَ وَلاَ يُمْنِيْنَ وَلاَ يَلِدْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطْنَ وَلاَ يَبُلْنَ وَلاَ يَبْزُقْنَ

“(Istri-istri yang disucikan yaitu) mereka tidak haid, tidak mengeluarkan air mani, tidak melahirkan, tidak buang air besar, tidak buang air kecil, dan tidak meludah” (Lihat Ad-Dur Al-Mantsuur 1/97-98)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَالَّذِيْنَ عَلَى إِثْرِهِمْ كَأَشَدِّ كَوْكَبٍ إِضَاءَةً، قُلُوْبُهُمْ عَلَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا يُرَى مُخُ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ لَحْمِهَا مِنَ الْحَسَنِ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا لاَ يَسْقَمُوْنَ وَلاَ يَتَمَخَّطُوْنَ وَلاَ يَبْصُقُوْنَ آنِيَتُهُمْ الذَّهَبُ وَالْفِضَّةُ وَأَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ وَقُوْدُ مَجَامِرِهِمْ الأُلُوَّةَ وَرِشْحُهُمْ الْمِسْكُ

“Rombongan yang pertama kali masuk surga dalam bentuk rembulan di malam purnama, dan rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang cahayanya, hati-hati mereka satu, tidak ada perselisihan di antara mereka, tidak ada saling membenci, masing-masing dari mereka mendapatkan dua orang istri (bidadari), masing-masing dari kedua bidadari tersebut terlihat sum-sum betisnya di belakang dagingnya karena terlalu indahnya, mereka bertasbih kepada Allah pagi dan sore hari, mereka tidak sakit, tidak beringus, tidak meludah, bejana-bejana mereka dari emas dan perak, sisir-sisir mereka dari emas, kayu yang dibakar untuk wewangian adalah kayu gaharu, dan keringat mereka adalah minyak kesturi”(HR Al-Bukhari no 3074 dan Muslim  no 7330)

Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh penghuni surga (bukan hanya bidadari saja) disucikan oleh Allah sehingga tidak memiliki kotoran yang keluar dari tubuh mereka.

وَرَأَوْا عَلَى بُعْدٍ خِيَامًا مُشْرِفا ... تٍ مُشْرِقَاتِ النُّوْرِ وَالْبُرْهَانِ

Dan mereka (para lelaki penghuni surga) melihat dari kejauhan kemah kemah yang tinggi dan memancarkan cahaya dan petunjuk

فَتَيَمَّمُوْا تِلْكَ الْخِيَامَ فَآنَسُوْا ... فِيْهِنَّ أَقْمَارَا بِلاَ نُقْصَانِ

Merekapun menuju ke kemah-kemah tersebut maka mereka mendapati dalam kemah-kemah tersebut rembulan-rembulan yang sempurna tanpa kekurangan sedikitpun

مِنْ قَاصِرَاتِ الطَّرْفِ لاَ تَبْغَى سِوَى ... مَحْبُوْبِهَا مِنْ سَائِرِ الشُّبَّانِ

Para bidadari yang membatasi lirikan mata mereka, bidadari tidak menginginkan melainkan kekasihnya dari para pemuda yang ada

قَصَرَتْ عَلَيْهِ طَرْفَهَا مِنْ حُسْنِهِ ... وَالطَّرْفُ فِي ذَا الْوَجْهِ لِلنِّسْوَانَ

Sang bidadari membatasi pandangannya (hanya kepada kekasihnya) karena tampannya sang kekasih. Karenanya lirikan mata yang tertunduk adalah lirikan mata para bidadari

أَوْ أَنَّهَا قَصَرَتْ عَلَيْهِ طَرْفَهُ ... مِنْ حُسْنِهَا فَالطَّرْفٌ لِلذُّكْرَانَ

Atau sang bidadari membatasi pandangan sang kekasih (penghuni surga) karena cantiknya sang bidadari, maka dalam hal ini lirikan mata yang tunduk adalah lirikan mata sang kekasih

وَالْأَوَّلُ الْمَعْهُوْدُ مِنْ وَضْعِ الْخِطَا ... بِ فَلاَ تَحِدْ عَنْ ظَاهِرِ الْقُرْآنِ

Pendapat pertama (yaitu lirikan mata yang tertunduk adalah lirikan mata bidadari) itulah pendapat yang merupakan dzohir dari ayat Al-Qur’an, maka janganlah engkau berpaling dari dzohirnya Al-Qur’an

وَلَرُبَّمَا دَلَّتْ إِشَارَتُهُ عَلَى الثَّـ ... ـانِي فَتِلْكَ إِشَارَةٌ لِمَعَانِ

Dan bisa jadi pendapat yang kedua (bahwasanya lirikan mata yang tertunduk adalah lirikan mata para lelaki penghuni surga) ditunjukan oleh pendapat yang pertama, maka itu adalah penunjukan ayat dan bukan makna dari dzohirnya ayat al-quran

هَذَا وَلَيْسَ الْقَاصِرَاتُ كَمَنْ غَدَتْ ... مَقْصُوْرَةً فَهُمَا إِذًا صِنْفَانِ

Dan para bidadari yang menunjukan lirikan mata ini, mereka bukanlah para bidadari yang terpingit, maka kalau begitu ada dua model para bidadari

فَاسْمَعْ صِفَاتِ عَرَائِسِ الْجَنَّاتِ ثُمَّ اخْـ ... ـتَرْ لِنَفْسِكَ يَا أَخَا الْعِرْفَانِ

Dengarlah sifat-sifat para para mempelai wanita di surga, lalu pilihlah untuk dirimu wahai saudaraku (apakah engkau memilih wanita dunia yang telah lalu sifat-sifat mereka, ataukah engkau memilih para bidadari?-pen)

حُوْرٌ حِسَانٌ قَدْ كَمُلْنَ خَلاَئِقًا ... وَمَحَاسِنًا مِنْ أَجْمَلِ النِّسْوَانِ

Wanita-wanita yang cantik menawan dan jelita mata-mata mereka, sempurna tubuh mereka dan kemolekan mereka, wanita-wanita yang tercantik

حَتَّى يَحَارَ الطَّرْفُ فِي الْحُسْنِ الَّذِي ... قَدْ أُلْبِسَتْ فَالطَّرْفُ كَالْحَيْرَانِ

Sampai-sampai pandangan menjadi terheran-heran karena memandang keelokan yang telah dihiaskan pada mereka, maka jadilah pandangan terperangah

وَيَقُوْلُ لَمَا أَنْ يُشَاهِدَ حُسْنَهَا ... سُبْحَانَ مُعْطِي الْحُسْنِ وَالْإِحْسَانِ

Dan penghuni surga tatkala melihat keelokan sang bidadari maka ia seraya berkata, “Maha suci Allah yang telah menganugerahkan keelokan dan kebaikan”

وَالطَّرْفُ يَشْرَبُ مِنْ كُؤُوْسِ جَمَالِهَا ... فَتَرَاهُ مِثْلَ الشَّارِبِ النَّشْوَانِ

Maka pandangan mata meneguk dari gelas-gelas (yang dipenuhi dengan) kecantikan bidadari tersebut maka engkau akan melihatnya seperti peminum yang sedang mabuk kepayang

كَمُلَتْ خَلاَئِقُهَا وَأُكْمِلَ حُسْنُهَا ... كَالْبَدْرِ لَيْلَ السِّتِّ بَعْدَ ثَمَانِ

Sungguh sempurna tubuh sang bidadari dan telah disempurnakan pula keelokannya, maka jadilah seperti rembulan tatkala malam ke lima belas

وَالشَّمْسُ تَجْرِي فِي مَحَاسِنِ وَجْهِهَا ... وَاللَّيْلُ تَحْتَ ذَوَائِبِ الْأَغْصَانِ

Dan matahari bergulir dalam keindahan rupa wajahnya, dan malam juga bergulir di bawah ikatan-ikatan kepang rambutnya

فَتَرَاهُ يَعْجَبُ وَهُوَ مَوْضِعُ ذَاكَ مِنْ ... لَيْلٍ وَشَمْسٍ كَيْفَ يَجْتَمِعَانِ

Maka engkau akan melihatnya terkagum-kagum, yaitu pada kondisi demikian kok bisa malam dan matahari tergabungkan

فَيَقُوْلُ سُبْحَانَ الَّذِي ذَا صُنْعُهُ ... سُبْحَانَ مُتْقِنِ صُنْعَةِ الْإِنْسَانِ

Maka iapun berkata, “Maha suci Allah yang demikian indah ciptaannya, maha suci Allah yang menyempurnakan penciptaan sang bidadari”

لاَ الَّيْلُ يُدْرِكُ شَمْسَهَا فَتَغِيْبُ عِنْـ ... ـدَ مَجِيْئِهِ حَتَّى الصَّبَاحِ الثَّانِي

Malam tidaklah menemui mataharinya sehingga matahari tidak tenggelam tatkala tiba malam hari hingga esok pagi

وَالشَّمْسُ لاَ تَأْتِي بِطَرْدِ اللَّيْلِ بَلْ ... يَتَصَاحَبَانِ كِلاَهُمَا أَخْوَانِ

Dan matahari juga tidak mengusir malam, bahkan keduanya bersahabat dan bersaudara

وَكِلاَهُمَا مِرْآةُ صَاحِبِهِ إِذَا ... مَا شَاءَ يُبْصِرُ وَجْهَهُ يَرَيَانِ

Keduanya merupakan cahaya pemiliknya, jika ia hendak melihat wajahnya maka keduanya akan melihat

فَيَرَى مَحَاسِنَ وَجْهِهِ فِي وَجْهِهَا ... وَتَرَى مَحَاسِنَهَا بِهِ بِعَيَانِ

Maka ia akan melihat ketampanan wajahnya di wajah sang bidadari, dan bidadari akan melihat kecantikannya pada sang lelaki dengan pandangan mata

حُمْرُ الْخُدُوْدِ ثُغُوْرُهُنَّ لَآلِئُ ... سُوْدُ الْعُيُوْنِ فَوَاتِرُ الْأَجْفَانِ

Sungguh putih (kemerah-merahan) pipi-pipi para bidadari, gigi-gigi mereka adalah untaian mutiara, lingkaran pupil mata yang sangat hitam dengan lobang mata yang tidak terlalu cekung

وَالْبَرْقُ يَبْدُو حِيْنَ يَبْسِمُ ثَغْرُهَا ... فَيُضِيْءُ سَقْفَ الْقَصْرِ بِالْجُدْرَانِ

Dan Nampak cahaya tatkala mulutnya tersenyum, maka menyinari langit-langit istana dan dinding-dindingnya

وَلَقَدْ رَوَيْنَا أَنَّ بَرْقًا سَاطِعًا ... يَبْدُو فَيَسْأَلُ عَنْهَ مَنْ بِجَنَانِ

Dan sungguh kami telah meriwayatkan bahwasanya ada sebuah cahaya yang terang muncul maka para penghuni surga bertanya-tanya tentang cahaya tersebut

فَيُقَالُ هَذَا ضَوْءُ ثَغْرٍ ضَاحِكٍ ... فِي الْجَنَّةِ الْعُلْيَا كَمَا تَرَيَانِ

Maka dikabarkan bahwasanya ini adalah cahaya yang keluar dari mulut seorang bidadari yang ada di surga yang tinggi sebagaimana yang engkau lihat

للهِ لاَثِمُ ذَلِكَ الثَّغِرِ الَّذِي ... فِي لَثْمِهِ إِدْرَاكُ كُلِّ أَمَانِ

Demi Allah (sungguh bahagia) orang yang mengecup mulut bidadari tersebut yang dalam kecupan tersebut ia akan merasakan penuh rasa tentram

وَالْقَدُّ مِنْهَا كَالْقَضِيْبِ اللَّدُن فِي...حُسْنِ الْقِوَامِ كَأَوْسَطِ الْقُضْبَانِ

Dan perawakan tinggi tubuh sang bidadari seperti batang/dahan pohon yang semampai dengan ketinggian yang cantik sebagaimana batang pohon yang semampai (tidak tinggi dan tidak rendah-pen)

فِي مَغْرِسٍ كَالْعَاجِ تَحْسَبُ أَنَّهُ ...  عَالِي النَّقَا أَوْ وَاحِدُ الْكُثْبَانِ

Yang batang pohon yang semampai tersebut tertancap seperti gading (yang putih), engkau melihatnya tinggi bersih atau seperti sebuah tumpukan pasir putih

لاَ الظَّهْرُ يَلْحَقُهَا وَلَيْسَ ثُدِيُّهَا ... بِلَوَاحِقٍ لِلْبَطْنِ أَوْ بِدَوَانِ

Maka tidaklah bidadari itu pendek, dan tidaklah pula buah dadanya menempel pada perut atau menjulur ke bawah

لَكِنَّهُنَّ كَوَاعِبُ وَنَوَاهِدُ ... فَثُدِيُّهُنَّ كَأَلْطَفِ الرُّمَّانِ

Akan tetapi buah dada mereka bundar dan tegak… maka payudara mereka seperti buah delima yang paling halus

وَالْجَيَدُ ذُوْ طُوْلٍ وُحُسْنٍ فِي بَيَا ... ضٍ وَاعْتِدَالٍ لَيْسَ ذَا نُكْرَانِ

Bidadari yang memiliki leher yang ttinggi dan cantik dalam putihnya kulitnya dengan penuh keseimbangan tanpa ada sifat yang diingkari

يَشْكُو الْحُلِيُّ بِعَادَهُ فَلَهُ مَدَى الْـ ... أَيَّامِ وَسْوَاسٌ مِنَ الْهِجْرَانِ

Hingga perhiasan (kalung) yang ada di dadanya mengeluhkan jauhnya ia dari leher sang bidadari (yang menunjukkan tingginya leher bidadari-pen), maka baginya sejauh hari-hari yang penuh dengan kegelisahan karena terpisah jauh dari leher sang bidadari

وَالْمِعْصَمَانِ فَإِنْ تَشَأْ شَبِّهْهُمَا ... بِسَبِيْكَتَيْنِ عَلَيْهِمَا كَفَّانِ

Dan kedua pergelangan tangan sang bidadari –jika engkau suka- maka serupakanlah dengan dua batang emas yang dua telapak tangan berada di atas dua batang emas tersebut

كَالزُّبْدِ لِيْنًا فِي نُعُوْمَةِ مَلْمَسٍ ... أَصْدَافُ دُرٍّ دُوِّرَتْ بَوَزَانِ

Lembutnya sentuhan bidadari seperti lembutnya yogurt, sungguh kedua pergelangan bidadari seperti mutiara-mutiara yang dijadikan bulat dengan penuh keseimbangan

وَالصَّدْرُ مَتَّسِعٌ عَلَى بَطْنٍ لَهَا ... حُفَّتْ بِهِ خِصْرَانِ ذاتُ ثَمَانِ

Dan dada bidadari melebar di atas perutnya…. Dilingkupi oleh dua pinggangnya yang bodinya membentuk delepan lekukan

وَعَلَيْهَا أَحْسَنُ سُرَّةٍ هِيَ مَجْمَعُ الْـ ... ـخِصْرَيْنِ قَدْ غَارَتْ مِنَ الأَعْكَانِ

Dan di atas pinggangnya ada pusar yang sang sangat indah, yang pusar tersebut adalah tempat bertemunya dua pinggang, dan pusar tersebut telah berbentuk cekung ke dalam karena dikelilingi perut

حَقٌّ مِنَ الْعَاجِ اسْتَدَارَ وَحَوْلَهُ ... حَبَّاتُ مِسْكٍ وَجَلَّ ذُوْ الْإِتْقَانِ

Sungguh cekungnya pusar tersebut sangat mirip dengan cekung dan bulat (serta putihnya) gading, dan disekelilingnya dihiasi dengan butiran-butiran kesturi, dan sungguh maha tinggi Allah Yang maha sempurna penciptaanNya

وَإِذَا انْحَدَرْتَ رَأَيْتَ أمراً هَائِلاً... مَا لِلصِّفَاتِ عَلَيْهِ مِنْ سُلْطَانِ

Jika engkau memandang apa yang ada di bawah pusar sang bidadari maka engkau akan melihat perkara yang menakjubkan (tentang kemaluan sang bidadari-pen), tidak ada kemampuan untuk bisa menjelaskan sifat-sifat perkara tersebut.

لاَ الْحَيْضُ يَغْشَاهُ وَلاَ بَوْلٌ وَلاَ ... شَيْءٌ مِنَ الآفَاتِ فِي النِّسْوَانِ

Tidak ada darah haid yang menutupinya dan tidak juga ada air kencing, serta tidak ada sesuatupun dari hal-hal buruk yang terdapat pada wanita-wanita dunia

فَخِذَانِ قَد حَفَا بِهِ حَرَسًا لَهُ ... فَجَنَابُهُ فِي عِزَّةٍ وِصِيَانِ

Dua paha yang telah meliputi perkara tersebut (kemaluan sang bidadari-pen) dan menjaganya, maka sisi kemaluan bidadari tersebut telah terjaga di bawah penjagaan dan keperkasaan

قَامَا بِخِدْمَتِهِ هُوَ السُّلْطَانُ بَيْـ ... ـنَهُمَا وَحَقٌّ طَاعَةُ السُّلْطَانِ

Kedua paha tersebut melayani kemaluan sang bidadari, dialah sang raja diantara kedua paha tersebut, dan merupakan hak untuk menaati sang raja

وَجِمَاعُهَا فَهُوَ الشِّفَا لِصَبِّهَا ... فَالصَّبُّ مِنْهُ لَيْسَ بِالضَّجْرَانِ

Dan menyetubuhi bidadari merupakan penawar dan obat kecintaannya kepada sang bidadari, maka kecintaan dari sang lelaki dan bukanlah kegelisahan

وَإِذَا يُجَامِعُهَا تَعُوْدُ كَمَا أَتَتْ ... بِكْرًا بِغَيْرِ دَمٍ وَلاَ نُقْصَانِ

Jika ia menyetubuhi sang bidadari maka sang bidadari akan kembali lagi keperawanannya tanpa ada darah dan tanpa ada kekurangan sama sekali

فَهُوَ الشَّهِيُّ وَعُضْوُهُ لاَ يَنْثَنِي ... جَاءَ الْحَدِيْثُ بِذَا بِلاَ نُكْرَانِ

Dialah sang lelaki yang berhasrat, dan kemaluannya tidak akan bengkok (loyo) sebagaimana ada hadits Nabi yang menjelaskan akan hal ini, tidak perlu diingkari

وَلَقَدْ رَوَيْنَا أَنَّ شُغْلَهُمُ الَّذِي ... قَدْ جَاءَ فِي يَاسِيْنَ دُوْنَ بَيَانِ

Dan sungguh kami telah meriwayatkan bahwasanya kesibukan mereka yang telah disebutkan dalam surat yaasiin tanpa perlu penjelasan lagi

شُغْلُ الْعَرُوْسِ بِعُرْسِهِ مِنْ بَعْدِمَا ... عَبَثَتْ بِهِ الْأَشْوَاقُ طُوْلَ زَمَانِ

Yaitu kesibukan seorang pengantin mempelai lelaki dengan mempelai wanitanya, setelah sekian lama sang mempelai lelaki telah diombang ambingkan oleh kerinduan

بِاللهِ لاَ تَسْأَلْهُ عَنْ أَشْغَالِهِ ... تِلْكَ اللَّيَالِي شَأْنُهُ ذُوْ شَانِ

Demi Allah janganlah engkau bertanya kepadanya tentang kesibukannya pada malam-malam itu…perkaranya sangat hebat

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلاً بِصَبٍّ غَابَ عَنْ ... مَحْبُوْبِهِ فِي شَاسِعِ الْبُلْدَانِ

Dan buatlah perumpamaan kepada mereka dengan seorang pria yang memendam kerinduan dan telah terpisah lama dari kekasihnya di negeri yang jauh

وَالشَّوْقُ يُزْعِجُهُ إِلَيْهِ وَمَا لَهُ ... بِلِقَائِهِ سَبَبٌ مِنَ الْإِمْكَانِ

Kerinduan senantiasa menggelisahkannya, namun tidak ada kemungkinan untuk bertemu dengan kekasihnya

وَافَى إِلَيْهِ بَعْدَ طُوْلِ مَغِيْبِهِ ... عَنْهُ وَصَارَ الْوَصْلُ ذَا إِمْكَانِ

Setelah lama berpisah dari kekasihnya tiba-tiba mungkin baginya untuk bisa bertemu dengan kekasihnya

أَتَلُوْمُهُ إِنْ صَارَ ذَا شُغْلٍ بِهِ ... لاَ وَالَّذِي أَعْطَى بِلاَ حُسْبَانِ

Maka apakah engkau mencelanya jika lantas iapun sibuk (bersetubuh) dengan kekasihnya? Tentu tidak, demi Dzat yang memberikan karunia tanpa batasan

يَا رَبِّ غُفْرًا قَدْ طَغَتْ أَقْلاَمُنَا ... يَا رَبِّ مَعْذِرَةً مِنَ الطُّغْيَانِ

Wahai Robku ampunilah kami, pena-pena kami telah melampaui batas (dalam mensifati para bidadari), waha Robku maafkanlah kami karena sikap melampaui batas ini

أَقْدَامُهَا مِنْ فِضَّةٍ قَدْ رُكِّبَتْ ... مِنْ فَوْقِهَا سَاقَانِ مُلْتَفَّانِ

Kaki-kaki sang bidadari dari perak (putih dan padat), telah disusun di atasnya dua betis yang saling rapat

وَالسَّاقُ مِثْلُ الْعَاجِ مَلْمُوْمُ يُرَى ... مُخُ الْعِظَامِ وَرَاءَهُ بِعِيَانِ

Dan betis seperti gading (yang padat dan putih), terhimpun yang terlihat dengan pandangan mata sum-sum tulang di belakang tulang

وَالرِّيْحُ مِسْكٌ الْجُسُوْمُ نَوَاعِمُ ... وَاللَّوْنُ كَالْيَاقُوْتِ وَالْمَرْجَانِ

Dan aroma tubuh sang bidadari adalah harumnya kesturi dan tubuhnya yang lembut dan halus, warna kulitnya seperti permata dan mutiara

وَكَلاَمُهَا يَسْبِي الْعُقُوْلَ بِنَغْمَةٍ ... زَادَتْ عَلَى الْأَوْتَارِ وَالْعِيْدَانِ

Ucapan-ucapan sang bidadari menawan akal, dengan senandung sang bidadari yang lebih indah daripada nada senar-senar gitar dan rebana

وَهِيَ الْعَرُوْبُ بِشَكْلِهَا وَبِدَلِّهَا ... وَتَحَبُّبٍ لِلزَّوْجِ كُلَّ أَوَانِ

Dialah sang bidadari dengan bodinya dan sifat manja dan genitnya adalah ‘Al-‘Aruub” yaitu senantiasa rindu dan cinta kepada suaminya, setiap saat

وَهِيَ الَّتِي عِنْدَ الْجِمَاعِ تَزِيْدُ فِي ... حَرَكَاتِهَا لِلْعَيْنِ وَالأُذُنَانِ

Dialah sang bidadari yang setiap disetubuhi semakin bertambah gerakan-gerakannya yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh kedua telinga

لُطْفًا وَحُسْنَ تَبَعُّلٍ وَتَغَنُّجٍ ... وَتَحَبُّبٍ تَفْسِيْرُ ذِي الْعِرْفَانِ

Sangat lembut dan sangat baik dalam menyikapi suaminya, sangat genit, sangat cinta kepada suaminya…demikianlah penafsiran ahli ilmu (tentang makna “Al-‘Aruub”)

تِلْكَ الْحَلاَوَةُ وَالْمَلاَحَةُ أَوْجَبَا ... إِطْلاَقَ هَذَا اللَّفْظِ وَضْعَ لِسَانِ

Itulah manisnya dan cantiknya bidadari yang menjadikan tersusunlah kata-kata dalam bait-bait sya’ir ini sebagai ungkapan lisan

فَمَلاَحَةُ التَّصْوِيْرِ قَبْلَ غُنَاجِهَا ... هِيَ أَوَّلٌ وَهِيَ الْمَحَلُّ الثَّانِي

Maka moleknya pembentukan tubuh bidadari sebelum kegenitannya….dialah sang bidadari yang memiliki rupa menawan dan dialah tempat kegenitan

فَإِذَا هُمَا اجْتَمَعَا لِصَبٍّ وَامِقٍ ... بَلَغَتْ بِهِ اللَّذَّاتُ كُلَّ مَكَانِ

Ternyata keduanya (kemolekan rupa tubuhnya dan kegenitannya) tergabungkan untuk sang lelaki yang sangat rindu, maka dengan hal ini kelezatan-kelezatan mencapai semua tempat

أَتْرَابُ سِنٍّ وَاحِدٍ مُتَمَاثِلٍ ... سِنُّ الشَّبَابِ لِأَجْمَلِ الشُّبَّانِ

Para bidadari sebaya umur mereka, seperti umur muda-mudi yaitu dari kalangan muda-mudi yang paling menawan

بِكْرٌ فَلَمْ يَأْخُذْ بَكَارَتَهَا سِوَى الْـ ... ـمَحْبُوْبِ مِنْ إِنْسٍ وِلاَ مِنْ جَانِ

Bidadari yang perawan, maka tidak ada dari seorang manusia maupun jin yang merebut keperawanannya  kecuali kekasihnya saja

حِصْنٌ عَلَيْهِ حَارِسٌ مِنْ أَعْظَمِ الْـ ... ـحُرَّاسِ بِأْسَا شَأْنُهُ ذُوْ شَانِ

Keperawanan tersebut adalah benteng bagi kemaluan sang bidadari, sebagai penjaga, bahkan penjaga yang sangat kuat dan kokoh (dimana sang penjaga tidak akan membiarkan sesuatupun masuk, yang boleh masuk hanyalah kemaluan sang penghuni surga-pen)

فَإِذَا أَحَسَّّ بِدَاخِلٍ لِلْحِصْنِ وَلَّـ ... ـى هَارِبًا فَتَرَاهُ ذَا إِمْعَانِ

Jika sang penjaga (yaitu keperawanan) merasakan ada yang hendak masuk dalam kemaluan sang bidadari (yaitu kemaluan penghuni surga yang ingin masuk-pen) maka sang penjaga segera lagi dengan sungguh-sungguh

وَيَعُوْدُ وهنا حِيْنَ رَبُّ الْحِصْنِ يَخْـ ... ـرُجُ مِنْهُ فَهُوَ كَذَا مَدَى الْأَزْمَانِ

Lalu setelah pemilik benteng tersebut telah pergi maka sang penjaga (yaitu keperawanan) pun akan kembali, dan demikianlah kondisi sang penjaga sepanjang zaman

وَكَذَا رَوَاهُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ أَنَّهَا ... تَنْصَاغُ بِكْرًا لِلْجِمَاعِ الثَّانِي

Dan demikianlah Abu Huroiroh meriwayatkan bahwasanya sang bidadari kembali menjadi perawan untuk persetubuhan berikutnya

لَكِنَّ دَرَّاجًا أَبَا السَّمْحُ الَّذِي ... فِيْهِ يُضَعِّفُهُ أُوْلُو الْإِتْقَانِ

Akan tetapi perawi dalam sanad hadits ini yang bernama Darroj Abu As-Samh dinilai dho’iif oleh para ahli hadits

هَذَا وَبَعْضُهُمْ يُصَحِّحُ عَنْهُ فِي التَّـ ... ـفْسِيْرِ كَالْمَوْلُوْدِ مِنْ حِبَّانِ

Akan tetapi sebagian ahli hadits menilai shahihnya hadits ini untuk menafsirkan firman Allah (di surat yaa siin) sebagaimana dishahihkan oleh ibnu Hibbaan

فَحَدِيْثُهُ دُوْنَ الصَّحِيْحِ وَإِنَّهُ ... فَوْقَ الضَّعِيْفُ وَلَيْسَ ذَا إِتْقَانِ

Namun hadits-haditsnya Ibnu Hibban masih dibawah tingkatan hadits-hadits yang shahih meskipun haditsnya di atas hadits-hadits yang dho’iif, dan ia bukanlah yang (paling) ahli

يُعْطَي الْمُجَامِعُ قُوَّةَ الْمِائَةِ الَّتِي اجْـ ... ـتَمَعَتْ لِأَقْوَى وَاحِدِ الْإِنْسَانِ

Seorang penghuni surga yang bersetubuh akan diberi kekuatan 100 orang, yaitu 100 kali lipat kekuatan manusia di dunia yang paling kuat bersetubuh

لاَ أَنّ قُوَّتَهُ تَضَاعَفُ هَكَذَا ... إِذْ قَدْ يَكُوْن لِأَضْعَفِ الْأَرْكَانِ

Bukan kekuatan penghuni surga ini yang dilipat gandakan, karena bisa jadi sang penghuni surga dahulunya tatkala di dunia merupakan orang yang lemah dalam bersetubuh

وَيَكُوْنُ أَقْوَى مِنْهُ ذَا نَقْصٍ مِنَ الْـ ... إِيْمَانِ وَالْأَعْمَالِ وَالْإِحْسَانِ

Dan (tatkala di dunia bisa jadi) orang yang lemah imannya dan lebih sedikit amal dan kebaikannya dari pada dia ternyata lebih kuat bersetubuh dari pada dia tatkala di dunia

وَلَقَدْ رَوَيْنَا أَنَّهُ يَغْشَى بِيَوْ ... مٍ وَاحِدٍ مِائَةً مِنَ النِّسْوَانِ

Dan sungguh kami telah meriwayatkan (dalam sebuah hadits) bahwasanya dalam sehari ia bersetubuh dengah 100 bidadari

وَرِجَالُهُ شَرْطُ الصَّحِيْحِ رَوَوْا لَهُمْ ... فِيْهِ وَذَا فِي مُعْجَمِ الطَّبْرَانِي

Dan para perawi hadits tersebut sesuai dengan persyaratan shahih (Al-Bukhari), dan hadits ini diriwayatkan oleh At-Tabrani dalam mu’jamnya

هَذَا دَلِيْلٌ أَنَّ قَدْرَ نِسَائِهِمْ ... مُتَفَاوِتٌ بِتَفَاوُتِ الْإِيْمَانِ

Hadits ini merupakan dalil bahwasanya banyaknya para bidadari bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan keimanan para penghuni surga

وَبِهِ يَزُوْلُ تَوَهُّمُ الْإِشْكَالِ عَنْ ... تِلْكَ النُّصُوْصِ بِمِنَّةِ الرَّحْمَانِ

Dengan demikian –dengan karunia dari Ar-Rahman- maka hilanglah problem tentang hadits-hadits tersebut (yang sebagiannya menunjukkan bahwa seorang penghuni surga hanya memperoleh 2 bidadari, dan sebagian hadits yang lain menunjukkan bahwa seorang penghuni surga bisa memperoleh lebih dari 2 bidadari-pen)

وَبِقُوَّةِ الْمِائَةِ الَّتِي حَصَلَتْ لَهُ ... أَفْضَى إِلَى مِاَئِة بِلاَ خَوَرَانِ

Dengan kekuatan 100 orang (dalam bersetubuh) yang ia peroleh maka ia bisa menyetubuhi 100 bidadari tanpa lemas dan loyo

وَأَعَفُّهُمْ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا هُوَ الْـ ... أَقْوَى هُنَاكَ لِزُهْدِهِ فِي الْفَانِي

Dan orang yang paling menjaga dirinya di dunia ini maka dialah yang paling kuat kelak di surga, karena ia berskiap zuhud di dunia yang fana ini

فَاجْمَعْ قُوَاكَ لِمَا هُنَاكَ وَغَمِّضِ الْـ ... ـعَيْنَيْنِ وَاصْبِرْ سَاعَةً لِزَمَانِ

Karenanya kumpulkanlah kekuatanmu untuk surga, dan tundukkanlah pandanganmu, dan bersabarlah sebentar untuk kenikmatan abadi

مَا هَهُنَا وَاللهِ مَا يُسَوِّي قَلاَ ... مَةُ ظُفْرٍ وَاحِدَةٍ تَرَى بِجَنَانِ

Demi Allah wanita-wanita dunia tidak sebanding dengan kuku salah seorang bidadari yang kau lihat di surga

مَا هَهُنَا إِلاَّ النَّقَّارُ وَسَيِيءُ الْـ ... أَخْلاَقِ مَعَ عَيْبٍ وَمَعَ نُقْصَانِ

Wanita di dunia hanyalah tukang cerewet dan berakhlak buruk, disertai aib-aib dan kekurangan

هَمٌّ وَغَمٌّ دَائِمٌ لاَ يَنْتَهِي ... حَتىَّ الطَّلاَقِ أَوِ الْفِرَاقِ الثَّانِي

Seorang lelaki di dunia selalu diselimuti kesedihan dan gundah gulana bersama wanita dunia, dan tidak akan hilang hingga berpisah dari istrinya atau ia meninggal dunia

وَاللهُ قَدْ جَعَلَ النِّسَاءَ عَوَانِيًا ... شَرْعًا فَأَضْحَى الْبَعْلُ وَهُوَ الْعَانِي

Allah telah menjadikan para wanita (dunia) sebagai tawanan para lelaki menurut syari’at, akan tetapi kenyataannya malah suami yang tertawan oleh istrinya

لاَ تُؤْثِرِ الْأَدْنَى عَلَى الْأَعْلَى فَإِنْ ... تَفْعَلْ رَجَعْتَ بِذِلَّةٍ وَهَوَانِ

Janganlah engkau mendahulukan yang rendah nilainya dengan mengorbankan sesuatu yang lebih tinggi nilainya, jika engkau melakukannya maka engkau akan memperoleh kehinaan dan kerendahan

وَإِذَا بَدَتْ فِي حُلَّةٍ مِنْ لِبْسِهَا ... وَتَمَايَلَتْ كَتَمَايُلِ النَّشْوَانِ

Jika sang bidadari muncul dengan menggunakan gaun yang indah lantas berjalan bergoyang-goyang seperti wanita yang sedang mambuk kepayang

تَهْتَزُّ كَالْغُصْنِ الرَّطِيْبِ وَحَمْلُهُ ... وَرْدٌ وَتُفَّاحٌ عَلَى رُمَّانِ

Sang bidadaripun bergerak-gerak seperti dahan pohon yang segar dan bawaannya adalah mawar dan buah apel yang berada di atas buah delima (yaitu sang bidadari memiliki tubuh yang segar dengan pipi yang putih kemerah-merahan seperti mawar dan buah apel serta buah dada yang tegak berdiri dan bulat seperti buah delima-pen)

وَتَبَخْتَرَتْ فِي مَشْيِهَا وَيَحِقُّ ذَا ... كَ لِمِثْلِهَا فِي جَنَّةِ الْحَيَوَانِ

Lalu bidadaripun berjalan dengan kesombongan dan berlenggak-lenggok, dan pantas gaya jalan seperti itu dilakukan oleh sang bidadari di surga yang abadi

وَوَصَائِفٌ مِنْ خَلْفِهَا وَأَمَامِهَا ... وَعَلَى شَمَائِلِهَا وَعَنْ أَيْمَانِ

Dan disertai para pelayan bidadari, di belakang dan di depan sang bidadari, serta di sebelah kiri dan sebelah kanan sang bidadari

كَالْبَدْرِ لَيْلَةَ تَمِّهِ قَدْ حَفَّ فِي ... غَسَقِ الدُّجَى بِكَوَاكِبِ الْمِيْزَانِ

Sang bidadari seperti rembulan di malam purnama di gelapnya yang rembulan tersebut diliputi oleh bintang-bintang yang menyala-nyala

فَلِسَانُهُ وَفُؤَادُهُ وَالطَّرْفُ فِي ... دَهَشٍ وَإِعْجَابٍ وَفِي سُبْحَانِ

Maka sang penghuni surga jadilah lisannya, hatinya, dan pandangannya terperanjat dan kagum (melihat bidadari) maka iapun bertasbih memuji Allah

فَالْقَلْبُ قَبْلَ زِفَافِهَا فِي عُرْسِهِ ... وَالْعُرْسُ إِثْرُ الْعُرْسِ مُتَّصِلاَنِ

Sungguh hati lelaki penghuni surga sebelum malam pengantin dengan bidadari telah terpikat dan rindu kepada sang bidadari, maka tersambungkanlah kerinduan yang terpendam tersebut dengan datangnya malam pengantin bersama sang bidadari

حَتىَّ إِذَا مَا وَاجَهَتْهُ تَقَابَلاَ ... أَرَأَيْتَ إِذْ يَتَقَابَلُ الْقَمَرَانِ

Hingga tatkala sang bidadari bertemu dengan sang kekasih maka bagaimanakah pendapatmu jika dua rembulan saling bertemu?

فَسَلِ الْمُتَيَّمَ هَلْ يَحِلُّ الصَّبْرُ عَنْ ... ضَمٍّ وَتَقْبِيْلٍ وَعَنْ فَلَتَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang apakah dia mampu untuk bersabar tidak memeluk dan mencium dan bersegera menuju sang bidadari?

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ أَيْنَ خَلَّفَ صَبْرَهُ ... فِي أَيِّ وَادٍ أَمْ بِأَيِّ مَكَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang mabuk kepayang, dimanakah ia buang kesabarannya, di lembah mana?, atau di tempat yang mana?

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ كَيْفَ حَالَتُهُ وَقَدْ ... مُلِئَتْ لَهُ الأُذُنَانِ وَالْعَيْنَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang bagaimanakah kondisinya padahal kedua telinga dan kedua matanya telah terpenuhi dengan godaan….

مِنْ مَنْطِقٍ رَقَّتْ حَوَاشِيْهِ وَوَجْـ ... ـهٍ كَمْ بِهِ لِلشَّمْسِ مِنْ جَرَيَانِ

Tutur kata sang bidadari yang lembut (yang berisi senandung-senandung yang menggoda-pen), dan wajah bidadari yang sangat cantik jelita seakan-akan bergulir matahari di wajahnya tersebut?

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ كَيْفَ عِيْشَتُهُ إِذًا ... وَهُمَا عَلَى فَرْشَيْهِمَا خَلَوَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang bagaimanakah ketenteraman kehidupannya jika perkaranya demikian?, sementara mereka hanya berdua-duan di atas dipan-dipan mereka

يَتَسَاقَطَانِ لآلِئًا مَنْثُوْرَةً ... مِنْ بَيْنِ مَنْظُوْمٍ كَنَظْمِ جَمَانِ

Mereka berdua saling bersenandung dengan senandung yang terindah yang terlepas dari mulut mereka berdua, seperti mutiara-mutiara yang terlepaskan dan terhamburkan

وَسَلِ الْمُتَيَّمَ كَيْفَ مَجْلِسُهُ مَعَ الْـ ... ـمَحْبُوْبِ فِي رَوْحٍ وَفِي رَيْحَانِ

Bertanyalah kepada sang lelaki yang telah mabuk kepayang bagaimanakah kondisinya tatkala duduk bersama kekasihnya sang bidadari dalam kesenangan, ketenteraman, dan anugerah dari Allah

وَتَدُوْرُ كَاسَاتُ الرَّحِيْقِ عَلَيْهِمَا ... بِأَكُفِّ أَقْمَارٍ مِنَ الْوِلْدَانِ

Para pelayan-pelayan yang muda mengitari mereka berdua sambil membawa (dengan telapak-telapak mereka yang sangat indah) gelas-gelas yang berisi arak

يَتَنَازَعَانِ الْكَأْسَ هَذَا مَرَّةً ... وَالْخُوْدُ أُخْرَى ثُمَّ يَتَّكِئَانِ

Mereka berdua saling memperebutkan gelas-gelas tersebut, terkadang sang lelaki yang meminum dari gelas tersebut dan terkadang sang bidadari, kemudian mereka berdua bertelakan

فَيَضُمُّهَا وَتَضُمُّهُ أَرَأَيْتَ مَعْـ ... ـشُوْقَيْنِ بَعْدَ الْبُعْدِ يَلْتَقِيَانِ

Maka sang lelakipun memeluk sang bidadari, dan sebaliknya sang bidadari juga memeluk sang lelaki…, bagaimana menurutmu tentang dua orang yang saling sangat merindukan setelah lama berpisah kemudian bertemu?

غَابَ الرَّقِيْبُ وَغَابَ كُلُّ مُنَكِّدٍ ... وَهُمَا بِثَوْبِ الْوصْلِ مُشْتَمِلاَنِ

Tidak ada yang mengawasi dan sirnalah semua yang mengganggu, mereka berdua berselimutkan dalam satu pakaian yang menggabungkan mereka berdua

أَتَرَاهُمَا ضَجِرَيْنِ مِنْ ذَا الْعَيْشِ لاَ ... وَحَيَاةِ رَبِّكَ مَا هُمَا ضَجِرَانِ

Apakah engkau akan melihat mereka berdua bosan dan terganggu jika kehidupan mereka seperti ini?, demi Allah, tentu tidak… mereka berdua tidak akan bosan

وَيَزِيْدُ كُلٌّ مِنْهُمَا حُبًّا لِصَا ... حِبِهِ جَدِيْدًا سَائِرَ الْأَزْمَانِ

Masing-masing akan semakin bertambah cintanya –cinta yang baru- kepada pasangannya, bertambah terus sepanjang masa

وَوِصَالُهُ يَكْسُوْهُ حُبًّا بَعْدَهُ ... مُتَسَلْسِلاً لاً يَنْتَهِي بِزَمَانِ

Dan hubungannya dengan bidadari menjadikannya memakai gaun cinta, dan kecintaan tersebut akan terus berkesinambungan tidak akan berakhir…abadi…

فَالْوَصْلُ مَحْفُوْفٌ بِحُبٍّ سَابِقٍ ... وَبِلاَحِقٍ وَكِلاَهُمَا صِنْوَانِ

Hubungannya dengan bidadari telah diliputi oleh cinta sebelumnya dan cinta sesudahnya, dan kedua bentuk cinta tersebut saling bergandengan

فَرْقٌ لَطِيْفٌ بَيْنَ ذَاكَ وَبَيْنَ ذَا ... يَدْرِيْهِ ذُوْ شُغْلٍ بِهَذَا الشَّانِ

Ada perbedaan yang tipis antara dua bentuk cinta tersebut, hanya orang tersibukan dengan perkara cinta yang bisa mengetahuinya

وَمَزِيْدُهُمْ فِي كُلَّ وَقْتٍ حَاصِلٍ ... سُبْحَانَ ذِيْ الْمَلَكُوْتِ وَالسُّلْطَانِ

Maka setiap waktu bertambah kecintaan, kerinduan, dan kegembiraan bagi mereka, maha suci Allah yang Maha memiliki segala sesuatu dan Maha Kuasa

يَا غَافِلاً عَمَّا خُلِقْتَ لَهُ انْتَبِهْ ... جَدَّ الرَّحِيْلُ فَلَسْتَ بِالْيَقْظَانِ

Wahai orang yang lalai dari tujuan diciptakan dirimu…hati-hatilah sesungguhnya perjalanan telah dilakukan sementara engkau belum terbangun

سَارَ الرِّفَاقُ وَخَلَّفُوْكَ مَعَ الْأُلَى ... قَنَعُوْا بِذَا الْحَظِّ الْخَسِيْسِ الْفَانِي

Sahabat-sahabatmu telah berjalan pergi dan mereka meninggalkanmu bersama orang-orang yang tertinggal yang rido dengan kehidupan dunia yang hina fana

وَرَأَيْتَ أَكْثَرَ مَنْ تَرَى مُتَخَلِّفًا ... فَتَبِعْتَهُمْ وَرَضِيْتَ بِالْحِرْمَانِ

Engkau telah mengetahui bahwasanya mayoritas orang yang kau lihat adalah tertinggal, lalu engkau mengekori mereka dan engkau rido dengan terhalangnya engkau (dari kenikmatan bidadari yang abadi)

لَكِنْ أَتَيْتَ بِخُطَّتَيْ عَجْزٍ وَجَهْـ ... ـلٍ بَعْدَ ذَا وَصَحِبْتَ كُلَّ أَمَانِ

Akan tetapi engkau telah menempuh dua jalan yaitu jalan kebodohan dan kemalasan, dan setelah itu engkau masih saja berteman dengan khayalan dan angan-angan

مَنَّتْكَ نَفْسُكَ بِاللِّحَاقِ مَعَ الْقُعُوْ ... دِ عَنِ الْمَسِيْرِ وَرَاحَةِ الْأَبْدَانِ

Hawa nafsumu memberikan angan-angan kepadamu bahwasanya engkau bisa menyusul para penghuni surga dengan hanya sambil duduk dan tubuh yang malas

وَلَسَوْفَ تَعْلَمُ حِيْنَ يَنْكَشِفُ الْغِطَا ... مَاذَا صَنَعْتَ وَكُنْتَ ذَا إِمْكَانِ

Dan tatkala telah terbuka penutup maka engkau akan mengetahui apa yang telah kau perbuat padahal mungkin bagimu (untuk sampai ke bidadari)

Menyiram Air Dan Meletakkan Kerikil Di Kuburan


Disebutkan didalam kitab Nihayah al Zain hal 154, imam Nawawi al Bantani berkata,

ويندب رشّ القبر بماءبارد، تفاؤﻻببرودة المضجع، وﻻبأس بقليل من ماءالورد، لأنّ الملا ئكة تحبّ الرّائحة الطّيّبة

" Disunnahkan untuk menyiram kuburan dengar air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan dengan pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan sedikit air mawar, karena malaikat suka pada aroma harum."

 عن جعفر بن محمّد عن أبيه أنّ رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم رشّ على قبر ابنه إبرا هيم ووضع عليه حصباء "

Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Rasulullah saw menyiramkan air di atas kubur puteranya, yakni Ibrahim r.a dan meletakkan kerikil di atasnya " (HR. Imam syafi'i)

Keterangan: Diriwayatkan imam syafi'i dalam musnad imam Syafi'i. Imam Syafi'i meriwayatkan hadits ini dari jalan Ibrahim bin Muhammad (syadidu ad-dhu'fi / sangat lemah) dari Ja'far bin Muhammad (shaduq) dari Muhammad bin Ali (tsiqah). Di dalam kitab Ma'rifatu as Sunan wal Atsar karya Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits tersebut jalur sanad melalui imam Syafi'i: Jalan riwayatnya adalah imam Baihaqi meriwayatkan melalui Ahmad bin Husain (tsiqah) dari Ahmad bin Hasan (tsiqah) dari Muhammad bin Ya'qub (tsiqah) dari Rabi' bin Sulaiman (tsiqah) dari Muhammad bin Idris (imam Syafi'i - tsiqah) dari Ibrahim bin Muhammad (matrukul hadits/syadidu ad-dhu'fi/sangat lemah) dari Ja'far bin Muhammad (shaduq) dari Muhammad bin Ali (tsiqah).
Maka al bany melemahkan hadits diatas dengan alasan bahwa menurut penelitian al bany Ibrahim bin Muhammad itu tertuduh melakukan kebohongan dan mursal ( Irwa' al-Ghalil, 3/205-206).
Tapi apakah kita akan mempercayai penilaian syaikh al bany begitu saja ???

Tunggu dulu...perlu diketahui bahwa hadits tidak hanya diriwayatkan oleh imam Syafi'i saja. Ada banyak jalan riwayat dari hadits tersebut.

Kaidahnya, jika dari jalan riwayat yang banyak itu terdapat satu saja riwayat yang selamat dari cacat atau shohih, maka yang statusnya dho'if menjadi hadits hasan lighairih. Berikut adalah beberapa jalur riwayat lain dari hadits yang diriwayatkan imam Syafi'i diatas:

1. Imam Baihaqi meriwayatkan hadits diatas dalam kitabnya As Sunan al Kubra:
Beliau meriwayatkan hadits tersebut dari Ahmad bin hasan (tsiqah) dari Muhammad bin Abdullah (tsiqah) dari Muhammad bin Ya'qub (tsiqah) dari Rabi' bin Sulaiman (tsiqah) dari Abdullah bin Wahab (tsiqah) dari Sulaiman bin Bilal (tsiqah) dari Ja'far bin Muhammad (shaduq) dari Muhammad bin Ali (tsiqah). Hadits ini Mursal hanya sampai kepada Muhammad bin Ali, namun semua orang yang meriwayatkannya termasuk kategori tsiqah kecuali Ja'far bin Muhammad, yang masuk kategori shaduq. Maka haditsnya adalah HADITS HASAN.

Hadits ini juga diriwayatkan imam Baihaqi dari Ahmad bin Husain (tsiqah) dari Muhammad bin Musa (tsiqah) menyambung kejalan riwayat diatas kepada Muhammad bin Ya'qub (tsiqah) hingga ke atas.

2. Imam Abdurrazaq juga meriwayatkan hadits diatas dalam kitabnya Mushannaf, sebagai berikut:
Imam Abdurrazaq meriwayatkan hadits ini dari jalan Abdurrazaq bin Hammam (tsiqah) dari Sufyan bin Said (tsiqah) dari Said bin Abi Hilal (tsiqah) dari Makhul bin Syahrab (tsiqah) dari Muhammad bin Ali (tsiqah). Semua rawi tersambung dan semuanya tsiqah dan selamat dari predikat dho'if.

3. Imam Thabrani juga meriwayatkan hadits diatas dalam kitabnya al Mu'jam al Ausath, sebagai berikut:
Imam Thabrani meriwayatkan melalui jalan Sulaiman bin Ahmad (tsiqah) dari Muhammad bin Zuhair (shaduq) dari Ahmad bin Abdah (tsiqah) dari Abdul Aziz bin Muhammad (shaduq) dari Hisyam bin Urwah (tsiqah) dari Urwah bin Zubair (tsiqah) dari Aisyah binti Abdullah (tsiqah). Semua rawinya selamat dari dha'if. Maka haditsnya HASAN karena ada rawi yang shaduq.

Kesimpulan: Dari sejumlah keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hadits yang diriwayatkan imam Syafi'i diatas memiliki penguat dari beberapa hadits lain, terutama yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam kitab al Mu'jam al Ausath yang berpredikat HADITS HASAN.

Dijelaskan dalam kitab  Musnad Asy Syafi’iy :

ومعلوم أن إبراهيم مات طفلاً لا وزر عليه وإنما يفعل ذلك الرسول تعليما لنا : أما الحكمة في رش الماء ووضع الحصى فلا نعرفها فما علينا إلا القبول والإمتثال لأن في الشرع أموراً تعبدية لا ندرك أسرارها

Telah diketahui bahwa Ibrahim wafat saat masih kecil dan tidak ada dosa padanya. Perbuatan Rasulullah  itu merupakan pendidikan buat kita, ada pun apa hikmahnya dalam menyirami air dan meletakkan kerikil itu kita tidak mengetahuinya,  yang wajib bagi kita adalah menerimanya dan menjalankannya, karena pada syariat ada perkara peribadatan yang akal kita tidak mencapai apa rahasia-rahasianya. (Musnad Asy Syafi’i, Ibid)

Menurut mayoritas ulama perbuatan ini adalah SUNNAH, berikut ini keterangannya:

صرح الحنفية والشافعية والحنابلة ؛ بأنه يسن أن يرش على القبر بعد الدفن ماء؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم فعل ذلك بقبر سعد بن معاذ , وأمر به في قبر عثمان بن مظعون. وزاد الشافعية والحنابلة: أن يوضع عليه حصى صغار؛ لما روى جعفر بن محمد عن أبيه ( أن النبي صلى الله عليه وسلم رش على قبر ابنه إبراهيم ووضع عليه حصباء ) , ولأن ذلك أثبت له

Kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah menerangkan bahwa disunahkan menyiramkan air setelah mayit dikubur, sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan itu pada kuburnya Sa’ad bin Mu’adz, dan memerintahkannya pada kubur Utsman bin Mazh’un. Juga diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyiramkan air pada kubur puteranya, Ibrahim, dan juga menaburkan kerikil, karena itu bisa memperkuatnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah,  32/250)

Matholib ulinnuha kitab fiqh, juz 5 hal 2, tentang: ziarah kubur dan hadiah pahala.

( وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ )

قَالَ الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ .

وَأَخْرَجَ السَّمَرْقَنْدِيُّ عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا { مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ ؛ أُعْطِي مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ } وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ : إنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ؛ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى } ، وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا : { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُ يَاسِينَ ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } ، رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ .

( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( بِالنِّيَّةِ ، فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ ، ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ ، وَنَفَعَهُ ذَلِكَ بِحُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ، وَلَوْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ، ذَكَرَهُ الْمَجْدُ .

(dan disunnahkan membaca bacaan di kuburan)

al Marwadzi berkata; aku mendengar imam Ahmad bin Hanbal ra berkata :apa bila kamu memasuki pekuburan maka bacalah fatihah,mu’awwidatain,qul huwallahu ahad dan jadikanlah pahala bacaan tersebut untuk ahli pekuburan maka pahala tersebut akan sampai kepada mereka. dan seperti inilah adat para shahabat Nabi saw dari kaum Anshar dalam hilir mudik mereka dalam (mengubur)orang-orang mati mereka, dan mereka membacakan al qur’an.

Al-samarqandi meriwayatkan dari Ali ra dalam hadits marfu’ :” barang siapa yang melewati pekuburan kemudian membaca qul huwallohu ahad sebelas kali, kemudaian dia hibahkan pahala bacaan tersebut kepada orang-orang yg telah mati,maka ia akan di beri pahala sejumlah bilangan orang yang telah mati.

dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda :”barangsiapa memasuki pekuburan kemudian dia membaca al Fatihah,Qulhuwallohu ahad dan alhakum al takatsur, kemudian dia mengatakan : aku jadikan pahala bacaan kitabmu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan, maka mereka akan menjadi penolong nya di sisi Allah kelak.

dari Aisyah ra dari Abi bakar ra dalam hadits marfu’ : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap jum’ah atau salah satu dari mereka kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah ayat atau hurufnya (HR. Abu Syaikh).

(dan setiap qurbah/ibadah yang dilakukan oleh orang muslim)dan dia jadikan dengan niatnya (bukan hanya dg lafadz nya) untuk muslim lainnya baik yg sudah meninggal maupun masih hidup maka boleh dan dapat memberikan manfa’at dengan mendapatkan pahala untuknya meskipun untuk baginda Rasulillah saw. begitulah seperti apa yang dituturkan oleh al Majd.

Syarah Muntahal Irodat (Kitab Fiqh Madzhab Hanbali) Juz 3 Hal 9, tentang ziarah kubur.

( (وَسُنَّ ) لِزَائِرِ مَيِّتٍ فِعْلُ ( مَا يُخَفِّفُ عَنْهُ وَلَوْ بِجَعْلِ جَرِيدَةٍ رَطْبَةٍ فِي الْقَبْرِ ) لِلْخَبَرِ ، وَأَوْصَى بِهِ بُرَيْدَةَ ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ .

… ( وَ ) لَوْ ( بِذِكْرٍ وَقِرَاءَةٍ عِنْدَهُ ) أَيْ الْقَبْرِ لِخَبَرِ الْجَرِيدَةِ لِأَنَّهُ إذَا رُجِيَ التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِهَا فَالْقِرَاءَةُ أَوْلَى وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ } .

وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يس غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ فِي فَضَائِلِ الْقُرْآنِ ( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( ثَوَابَهَا لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ حَصَلَ ) ثَوَابُهَا ( لَهُ وَلَوْ جَهِلَهُ ) أَيْ الثَّوَابَ ( الْجَاعِلُ ) لِأَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ كَالدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَوَاجِبٌ تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ وَصَدَقَةُ التَّطَوُّعِ إجْمَاعًا وَكَذَا الْعِتْقُ وَحَجُّ التَّطَوُّعِ وَالْقِرَاءَةُ وَالصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ .

قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .

وَمِنْهَا مَا رَوَى أَحْمَدُ { أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَمَّا أَبُوك فَلَوْ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ فَصُمْت أَوْ تَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ } رَوَى أَبُو حَفْصٍ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ ” “

أَنَّهُمَا كَانَا يُعْتِقَانِ عَنْ عَلِيٍّ بَعْدَ مَوْتِهِ ” وَأَعْتَقَتْ عَائِشَةُ عَنْ أَخِيهَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْدَ مَوْتِهِ ، ذَكَرَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ .

artinya: dan “disunnahkan” bagi orang yang berziarah kepada mayit untuk berbuat sesuatu yang meringankan beban mayit tersebut,meskipun dengan meletakkan pelepah kurma yang basah diatas kuburan –karena ada al khobar (hadits)dan buraidah ra berwashiyat dengan demikian sesuai riwayat al Bukhori, juga dengan “dzikir” dan bacaan al Qur’an di samping kuburan tersebut dikarenakan apabila dengan pelepah kurma tersebut dapat diharap dengan tasbihnya maka lebih-lebih dengan bacaan al Qur’an.

dari Ibni Umar ra bahwasanya beliau menyenangi apabila mayit dikubur untuk dibacakan dengan pembukaan dan akhir surat al Baqoroh demikian riwayat Allalka’ie. dan riwayat tersebut diperkuat dengan keumuman hadits (bacalah Yasin untuk orang mati kalian)

dari siti Aisyah ra dari sayyidina Abu bakar ra dalam hadits marfu’ dikatakan : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap hari jum’at atau salah satu dari mereka ,kemudian dia membacakan surat Yasin maka Allah akan mengampuninya sejumlah huruf atau ayat surat tersebut. (HR Abu Syaikh di fadhail al qur’an.)

dan seiap qurbah (ibadah) yang dilakukan seorang muslim kemudian dia jadikan pahalanya sebagai hadiah bagi muslim lain baik hidup maupun sudah mati maka hal tersebut dapat dilakukan meskipun ia tidak tahu,sebab allah swt mengetahuinya seperti halnya do’a dan istighfar,ibadah yg bisa digantikan,shodaqoh sesuai ijmak para ulama begitu juga memerdekakan budak,haji sunnah,bacaan qur’an,sholat dan puasa.

Imam Ahmad berkata :dapat sampai kepada mayit segala kebaikan seperti shodaqoh,sholat atau yang lainnya karena beberapa hadits diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwa : Umar bin khoththob ra bertanya kepada Nabi saw lalu Nabi saw menjawab : adapun ayahmu bila ia mengakui ke Esaan Allah,kemudian kau berpuasa dan bersedekah untuknya maka hal itu akan memberi manfa’at baginya.

Abu Hafash meriwayatkan dari al Hasan dan al Husain bahwa mereka berdua memerdekakan budak untuk ayahnya Ali bin Abi thalib ra setelai ia meninggal dunia. dan Aisyah ra memerdekakan budak untuk saudaranya Abdurrahman setelah ia meninggal dunia,sebagaimana yang dikatakan Ibnul Mundzir

Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab :

 [ محمد بن عبدالوهاب ]

ذكر محمد بن عبد الوهاب في كتابه أحكام تمني الموت [ ص75 ] مايفيد وصول ثواب الأعمال من الأحياء إلى الأموات ومن ضمنها قراءة القران للأموات حيث ذكر:

 ((وأخرج سعد الزنجاني عن أبي هريرة مرفوعا من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله أحد والهاكم التكاثر ثم قال أني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاء له إلى الله تعالى
وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسنده عن أنس مرفوعا من دخل المقابر فقرأ يس خفف الله عنهم وكان له بعدد من فيها حسناتانتهى

Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya “ahkam tamannil al maut ” halaman 75: mengatakan apa yang memberi pengertian bahwa bisa sampainya pahala amal ibadah dari orang hidup untuk orang-orang mati termasuk dengan bacaan al qur’an, ketika dia mengatakan dalam kitab tersebut:

“sa’ad azzanjani meriwayatkan hadits dari abu huroiroh ra dengan hadits marfu’: barang siapa memasuki pekuburan kemudian membaca fatihah, qul huwallohu ahad, alha kum attakatsur kemudian dia berkata : Ya Allah aku menjadikan pahala bacaan kalammu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu’min, maka ahli kubur itu akan menjadi penolongnya nanti dihadapan Allah swt…..

Abdul Aziz Shahib al Khollal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu’…

Nabi saw bersabda: barangsiapa yang memasuki pekuburan kemudian dia membaca Yasin maka Allah akan meringankan siksaan mereka, dan dia akan mendapatkan pahala ahli kubur tersebut……

Mari Kita Telaah Kitab Ar-Ruh Hal 11 Karangan Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah

اخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه يوم الجمعة

فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر فلما كان يوم الجمعة التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقa ابر فأصابنا من روح ذلك أو غفر لنا أو نحو ذلك

Al Hasan bin al Haitsam memberi khabar, dia berkata aku mendengar Abu Bakar bin al Athrusy ibn binti Abi Nashor al Tammar dia berkata:

 “ada seorang laki-laki mendatangi kuburan ibunya pada hari jum’at kemudian dia membacakan surat yasin,selang beberapa hari lagi dia datang berziarah dan membaca yasin pula…laki-laki itu berkata: ya Alloh, kalau engkau sudi membagikan pahala surat ini,maka bagikanlah pahalanya untuk seluruh ahli kubur ini….”

kemudian jum’at berikutnyapun tiba…..namun tiba-tiba ada wanita tidak dikenal bertanya kepada dia :”engkaukah fulan bin fulanah……..? dia menjawab: ia betul….si wanita tadi berkata: sungguh aku mempunyai anak wanita yang sudah meninggal….kemudian aku bermimpi dia sedang duduk disamping kuburannya dengan senang….maka aku bertanya: apa yang membuatmu duduk-duduk di sini seperti ini….???

dia menjawab: sungguh ada seorang pria si fulan bin fulanah yang berziarah di kuburan ibunya dengan membaca surat yasin dan memohon pahalanya di bagikan untuk seluruh ahli kubur….sehingga aku kebagian anugerah bacaan tersebut atau Allah mengampuni kami atau semacamnya….

‎Imam Al Allamah Ibnu Qudamah Al-Hanbali Al-Maqdisy dan bepergian untuk ziarah kubur

قال ابن قدامة في المغني
( فَصْلٌ : فَإِنْ سَافَرَ لِزِيَارَةِ الْقُبُورِ وَالْمَشَاهِدِ .
… فَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : لَا يُبَاحُ لَهُ التَّرَخُّصُ ؛ لِأَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ السَّفَرِ إلَيْهَا ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ } .

 مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَالصَّحِيحُ إبَاحَتُهُ ، وَجَوَازُ الْقَصْرِ فِيهِ ؛ لَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِي قُبَاءَ رَاكِبًا وَمَاشِيًا ، وَكَانَ يَزُورُ الْقُبُورَ ، وَقَالَ : { زُورُوهَا تُذَكِّرْكُمْ الْآخِرَةَ } .

وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ ” فَيُحْمَلُ عَلَى نَفْيِ التَّفْضِيلِ ، لَا عَلَى التَّحْرِيمِ ، وَلَيْسَتْ الْفَضِيلَةُ شَرْطًا فِي إبَاحَةِ الْقَصْرِ ، فَلَا يَضُرُّ انْتِفَاؤُهَا “”".

وقال:”"
فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ الدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ الَّتِي يَكْثُرُ فِيهَا الصَّالِحُونَ وَالشُّهَدَاءُ ؛ لِتَنَالَهُ بَرَكَتُهُمْ ، وَكَذَلِكَ فِي الْبِقَاعِ الشَّرِيفَةِ .

وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ بِإِسْنَادِهِمَا { أَنَّ مُوسَى – عَلَيْهِ السَّلَامُ – لَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ سَأَلَ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُدْنِيَهُ إلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ

Ibnu Qudamah al Hanbali berkata di kitab al Mughni:

 (fashal) maka apabila seseorang bepergian untuk menziarahi kuburan dan masyahid, ibnu Aqil berkata:ia tidak beroleh rukhshoh(mengqoshor & menjama’ shalat) karena bepergian tersebut dilarang Nabi saw bersabda:(tidak dipersiapkan bepergian kecuali ke 3 masjid) muttafaq ‘alaih.

Yang benar (shohieh) adalah diperbolehkannya dan ia boleh mengqoshor shalat itu karena Nabi saw seringkali mendatangi Quba’ dengan berjalan kaki dan naik kendaraan dan seringkali berziarah kubur, Nabi Saw bersabda:”berziarah ke kuburan, karena mengingatkan kalian akan akhirat.

Adapun hadits Nabi saw tadi adalah bukan larangan tetapi sedang menerangkan fadhilah(keutamaan masjid yang tiga)dan fadhilah atas sesuatu itu tidak menjadi syarat atas kebolehan dari mengqoshor shalat. Maka tidak ada fadhilah pun boleh mengqoshor.

Ibnu Qudamah berkata:

(Fashal) dan disunnahkan untuk dikubur di tempat yang terdapat orang-orang sholeh dan para syuhada’ supaya mendapat barokah mereka, juga di tempat-tempat mulia karena telah diriwayatkan oleh imam Bukhory dan Muslim bahwasanya: Nabi Musa As ketika akan meninggal beliau memohon kepada Allah swt untuk dikubur didekatkan dengan tanah suci sepelempar batu…….Nabi saw bersabda:”kalau saya ada di sana maka kalian akan saya tunjukkan (kuburannya) di dekat bukit merah.

Jika Tidak Malu Berbuatlah Sesukamu


Dalam Riwayat Sebuah Hadits

عن أبي مسعود البدري رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن مما أدرك الناس من كلام النبوة الأولى : إذا لم تستحي ، فاصنع ما شئت. رواه البخاري .

Artinya: “Dari Abu Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, perbuatlah sesukamu’.” (HR. Bukhari no. 3483)

Takhrij Hadis

Hadis ini Shahih diriwayatkan oleh: Al-Bukhari (no. 3483, 3484, 6120), Ahmad (IV/121, 122, V/273), Abu Dawud (no. 4797), Ibnu Majah (no. 4183), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 2332), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ (IV/411, VIII/129), al-Baihaqi (X/192), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 3597), ath-Thayalisi (no. 655), dan Ibnu Hibban (no. 606-at-Ta’liqatul Hisan).

Penjelasan:

Sabda beliau: “Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu”

Menunjukkan bahwa ungkapan yang akan beliau sebutkan setelahnya, diwarisi dari para nab-nabi terdahulu, dan bahwasanya orang-orang senantiasa menyebarkan dan mewarisinya dari zaman ke zaman. Ini juga menunjukkan bahwa kenabian pada masa dulu datang membawa ajaran yang terkandung dalam ungkapan ini, lalu tersebar luas dikalangan manusia, hingga sampai pada zaman generasi pertama umat ini (para sahabat).

Sabda beliau: ‘Jika engkau tidak malu, perbuatlah sesukamu’
Makna ungkapan ini ada dalam dua pendapat:

Pendapat Pertama: Ungkapan “Perbuatlah sesukamu” tidaklah bermaksud sebagai kata perintah, namun bermaksud sebagai celaan dan larangan dari berbuat sesukanya. Ulama yang berpendapat seperti ini, berbeda dalam dua pendapat lagi:

1.Ungkapan ini bermaksud “ancaman”, artinya “Apabila engkau tidak lagi memiliki rasa malu, maka perbuatlah sesukamu, karena Allah pasti akan membalas perbuatanmu tersebut dengan yang setimpal”. Ini sama persis dengan firman Allah ta’ala:

اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ۖ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS Fushilat : 40)

Juga firman-Nya:

فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ

Artinya: “Maka sembahlah selain Dia sesukamu!” (QS Az-Zumar: 15).

Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh sekelompok ulama, semisal Abu Al-‘Abbas Tsa’lab rahimahullah.

2.Ungkapan ini adalah suatu perintah, namun bermaksud sebagai “kabar dan penjelasan”, artinya; “Barangsiapa yang tidak lagi memiliki rasa malu, ia akan berbuat sesukanya, sebab yang menghalanginya untuk berbuat keburukan adalah rasa malu, barangsiapa yang tidak lagi memiliki rasa malu, pasti akan terjerumus dalam setiap amalan keji dan mungkar”.

Kedua ini merupakan pendapat yang dipilih oleh Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallaam, Ibnu Qutaibah, Muhammad bin Nashr Al-Marwazi, dan selain mereka. Abu Daud juga meriwayatkan bahwa Imam Ahmad rahimahullah berpendapat seperti pendapat ini.

Pendapat Kedua: Ungkapan ini merupakan perintah untuk berbuat sesukanya sesuai makna kontekstual/lahir dari redaksi hadis ini, artinya: “Apabila yang ingin anda lakukan adalah perbuatan yang tidak membuat malu dari Allah, atau dari manusia (bukan maksiat), maka lakukanlah sekehendakmu”.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah menjadikan rasa malu sebagai bagian dari keimanan, sebagaimana dalam Shahihain dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam melewati seseorang sedang mencela saudaranya yang pemalu, seraya berkata padanya: “Sungguh engkau betul-betul pemalu, -atau ia berkata-: “Rasa malumu telah merugikan dirimu”. Lantas Rasulullahpun menimpalinya: “Biarkan saja dia, sesungguhnya rasa malu itu bagian dari keimanan”.

Juga dalam Shahihain dari sahabat ‘Imran bin Husahin, dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

الحياء لا يأتي إلا بخير -وفي رواية لمسلم-: الحياء خير كله

Artinya: “Rasa malu itu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan” –dalam riwayat Muslim: “Rasa malu itu semuanya baik” .

Ketahuilah, bahwasanya rasa malu itu ada dua macam:

Pertama: Rasa malu yang bersumber dari tabiat dan fitrah sejak lahir, tanpa ada usaha untuk menumbuhkannya dalam diri. Ini merupakan diantara akhlak paling mulia yang dikaruniakan Allah kepada seorang hamba.

Kedua: Rasa malu yang didapatkan lewat usaha dan latihan, yang merupakan pengaruh positif dari mengenal Allah, keagungan-Nya, serta dari mengenal kedekatan-Nya dari makhluk-Nya. Ini merupakan salah satu bagian derajat keimanan yang paling tinggi, bahkan ia juga merupakan salah satu bagian tertinggi dari derajat ihsan. Rasa malu dari Allah ta’ala ini, kadang bersumber dari pengetahuan akan banyaknya nikmat dan karunia-Nya, dan dari adanya perasaan lalai dan kurang dalam mensyukuri nikmat tersebut.

Apabila kedua sifat malu yang bersumber dari usaha dan sifat tabiat ini hilang dari seorang hamba, maka tidak ada sesuatupun yang bisa menghalanginya dari melakukan perbuatan buruk, sehingga seakan-akan ia tidak lagi memiliki keimanan.

Nabi Muhammad shollallaahu alaihi wasallam adalah orang yang paling pemalu, bahkan lebih pemalu dibandingkan gadis dalam pingitan. Namun beliau adalah orang yang paling pemberani.

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا

Adalah Nabi shollallaahu alaihi wasallam manusia yang lebih pemalu dibandingkan gadis dalam pingitannya (H.R alBukhari no 3298 dan Muslim no 4284 dari Abu Said alKhudri)

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَشْجَعَ النَّاسِ وَلَقَدْ فَزِعَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَانْطَلَقَ نَاسٌ قِبَلَ الصَّوْتِ فَتَلَقَّاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاجِعًا وَقَدْ سَبَقَهُمْ إِلَى الصَّوْتِ وَهُوَ عَلَى فَرَسٍ لِأَبِي طَلْحَةَ عُرْيٍ فِي عُنُقِهِ السَّيْفُ وَهُوَ يَقُولُ لَمْ تُرَاعُوا لَمْ تُرَاعُوا

Adalah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam adalah manusia terbaik, manusia paling dermawan, manusia paling pemberani. Pada suatu malam, penduduk Madinah merasa takut karena terdengar suara. Manusia kemudian menuju arah suara. Mereka berpapasan dengan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam yang baru kembali dari arah suara, dan beliau telah mendahului mereka (paling awal) menuju ke arah suara. Beliau menunggang kuda Abu Tholhah tanpa membawa lampu penerangan dan di leher beliau tergantung pedang. Beliau bersabda: Jangan takut, jangan takut (H.R Muslim no 4266)

Nabi adalah manusia paling pemberani dalam pertempuran, paling pemberani dalam menyampaikan al-haq. Beliau adalah sangat pemalu, sangat menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal tercela dan mendzholimi pihak lain.

Seseorang yang memiliki perasaan malu terhadap Allah, akan menghasilkan perasaan muroqobah (senantiasa diawasi Allah), perbuatan ihsan, dan menjauhi kemaksiatan.

Nabi shollallahu alaihi wasallam memerintahkan kita untuk bersikap malu dengan sebenarnya kepada Allah:

اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ لِلَّهِ قَالَ لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الْإِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ

Bersikap malulah kalian kepada Allah. Para Sahabat menyatakan: Wahai Rasulullah, kami telah bersikap malu kepada Allah, Alhamdulillah. Nabi bersabda: Bukan demikian. Tapi sesungguhnya sikap malu dengan sebenar-benarnya kepada Allah adalah menjaga kepala dan apa yang ada padanya, menjaga perut dan yang dikandungnya, dan mengingat kematian dan akan datangnya kebinasaan, dan barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat dan meninggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa yang melakukan hal itu, maka ia telah bersikap malu dengan sebenar-benarnya kepada Allah (H.R atTirmidizi, anNasaai, dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati keshahihannya oleh adz-Dzahaby).

‘Menjaga kepala dan yang ada padanya’ artinya: menjaga penglihatan (mata), ucapan (lisan), dan pendengaran (telinga). Juga bermakna : menjauhi kesyirikan, yaitu kepala tidak ditundukkan (sujud) kepada selain Allah.

‘Menjaga perut dan yang dikandungnya’ artinya menjaga perut dari makanan dan minuman yang haram, juga menjaga kemaluan dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

Tafakkur Dan Berkhidmat


Tafakkur tidak sama dengan meditasi atau bersemedi atau tepekur (istilah Jawa).
Dalam ajaran Islam, tafakur adalah perenungan untuk memikirkan, membesarkan dan mentadaburi tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

Bertafakur berarti berpikir dengan akal sehat untuk menemukan hikmah (kebijaksanaan) dalam setiap peristiwa yang dihadapi, dialami ataupun dirasakan. Dengan cara demikian, maka kita akan mengerti secara jelas sikap terbaik apa yang harus kita berikan atas peristiwa yang terjadi.

Pada saat yang sama kita harus mampu menghubungkan peristiwa yang terjadi dengan konsep keimanan kepada Allah SWT. Inilah yang disebut dengan dzikir, sehingga kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan bersabar atas segala musibah.

Sebagai contoh berikut : Tentang Musibah.
Bila dipikir dengan akal, musibah itu pasti hal yang buruk. Kemudian tak satu pun manusia yang mau apalagi ingin mendapat musibah. Bahkan musibah itu identik dengan apes atau sial. Musibah juga hasil kejahatan orang lain pada kita. Boleh jadi musibah juga karena kebodohan atau kecerobohan kita saja.

Cara berpikir seperti di atas, akan menghasilkan output yang buruk. Wajar orang yang mengalami musibah menjadi stres.  Akan sangat berbeda hasilnya jika proses berfikir seorang mukmin diiringi proses dzikir. Kita harus selalu ingat bahwa Allah Maha Pengasih Maha Penyayang. Allah tidak akan pernah berbuat dzalim, malah Ia Maha Adil. Allah Maha Pandai, Maha Pengatur lagi Maha Suci. Allah selalu mendengar doa hamba-hamba-Nya.
Maka musibah dengan proses fikir dan dzikir akan menghasilkan semakin kuatnya keyakinan seorang mukmin pada kekuasaan Allah SWT. Tidak wajar bila kita stress saat mengalami musibah, bukankah musibah itu adalah realisasi dari permohonan kita, ihdinash shirata al-mustaqim?

Hakikat dari musibah ialah, Allah ingin kita
 hikmah. Betapa banyak kenikmatan yang didapat di antara musibah atau bencana yang terjadi. Musibah adalah tanda cinta Allah pada kita. Dia telah memberikan peluang kepada kita untuk meningkatkan ketaqwaan, dan bukankah manusia yang paling tinggi derajatanya adalah orang yang paling taqwa?

Al-Qur’an menjelaskan hal tersebut dengan gamblang dalam kisah Nabi Yusuf
(QS. Yusuf: 33).

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

"Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh."

Yusuf a.s. dipelihara oleh Allah dengan pemeliharaan yang besar dan dilindungi, sehingga dia menolak ajakan wanita itu dengan tolakan yang keras, dan ia lebih memilih penjara daripada hal tersebut. Ini merupakan kedudukan kesempurnaan yang paling tinggi; karena selain muda, tampan, dan sempurna, ia tetap menolak ajakan tuan wanitanya yang merupakan permaisuri Aziz negeri Mesir, sekalipun wanita itu sangat cantik, berharta, lagi mempunyai pengaruh. Yusuf lebih memilih penjara daripada meme­nuhi ajakan mesum wanita itu, karena takut kepada Allah dan mengharap­kan pahala-Nya.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُودَ إِلَيْهِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَافْتَرَقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقُ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا أَنْفَقَتْ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ جَمَالٍ وَمَنْصِبٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ"

Ada tujuh macam orang yang mendapat perlindungan dari Allah di hari tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu imam yang adil; pemuda yang dibesarkan dalam beribadah kepada Allah; seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid bila ia keluar darinya hingga kembali kepadanya; dua orang lelaki yang saling menyukai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang lelaki yang menyedekahkan suatu sedekah, lalu ia menyembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dibelanjakan oleh tangan kanannya; seorang lelaki yang diajak (berbuat zina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku takut kepada Allah," dan seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dalam kesen­diriannya, lalu berlinanganlah air matanya.

Pada saat yang sama Yusuf terus-menerus memperbaiki diri, sembari senantiasa bertafakkur, berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT, hingga akhirnya ia dinobatkan sebagai perdana menteri Mesir.

Jadi, marilah kita biasakan diri untuk bertafakkur dengan sepenuh hati. Temukanlah hikmah agung atas setiap masalah, musibah, kesulitan, penderitaan yang kita alami. Sebab tidak mungkin apa yang ada dalam kehidupan ini hadir tanpa maksud baik dari Allah SWT.

OBYEK TAFAKUR

Ada 4 (empat) hal yang menjadi obyek tafakur.
(1) Perbuatan--perbuatan Taat.

Pikirkan amalan-amalan fardhu (wajib), bagaimana kita melaksanakannya, bagaimana kita menjaganya dari kekurangan dan keteledoran, bagaimana menyelamatkan diri dari pelaksanaan yang bolong-bolong, bagaimana kita menambalnya atau rnenggantinya dengan amalan-amalan sunah (tambahan).

(2) Perbuatan-perbuatan maksiat.

Anggota Tubuh. Merenungkan dengan mendalam tentang semua dosa yang sudah diperbuat oleh anggota tubuh. Apabila ternyata di antara anggota tubuh berbuat maksiat atau melakukan dosa, maka harus segera meninggalkan dosa dan maksiat. Harus bertobat atas perbuatannya itu.

Lidah sering menjadi alat bagi perbuatan keji seperti memfitnah, menggunjing, berbohong, dan sebagainya.

Telinga. Menyelamatkan telinga kita dari rnendengarkan gunjingan, fitnah, bohong, omong-kosong, mendengarkan hal yang sia-sia dan sebagainya.

Perut. Godaan makan makanan dengan berlebihan atau makan yang haram..

(3) Sifat–sifat yang Membinasakan.

Renungkan dan pikirkan dengan sungguh-sungguh kesalahan dan kejahatan diri kita yang mengganggu dan merusak amalan kita sendiri, maksudnya adalah kekejian diri, misalnya hawa nafsu, ghadlab (marah), kikir, sombong, riya, iri, dengki, malas, gemar menunda-nunda amal-kebajikan, rakus harta, pujian, nama dan kemegahan diri.

Seandainya kita berpikir bahwa kita sudah terbebas dari rasa sombong, takabur, ujub, emosional dan sebagainya, ujilah diri kita.

(4) Sifat-sifat yang menyelamatkan.

Ada 10 (sepuluh) kebajikan dasar yang mengantarkan kita kepada keselamatan di akhirat, yaitu (1) tobat, (2) sabar dalam musibah dan kesulitan, (3) syukur terhadap segala nikmat-karunia Allah, (4) takut, (5) harap, (6) zuhud dari dunia, (7) ikhlas, (8) benar/shiddiq, (9) cinta kepada Allah (mahabbah), dan (10) tawadhu.

Renungkan dan pikirkan ayat-ayat Al-Quran yang kita baca. Satu ayat yang dibaca dengan perenungan lebih baik daripada membaca seluruh (mengkhatamkan) Al-Quran tanpa pemikiran dan perenungan mendalam.

Malaikat Jibril alaihissalam datang kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam lalu berbicara kepada beliau dalam konteks beliau sebagai salah seorang hamba dari hamba-hamba ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala. Dengan demikian apapun yang disampaikan Jibril alaihissalam juga berlaku untuk semua hamba ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala. Jika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saja dinasehati dan diingatkan, maka bagaimana dengan manusia selain beliau?! Tentunya mereka lebih membutuhkan nasehat dan peringatan, mereka tidak bisa lepas dari keduanya. Dari Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

 أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُهٗ بِاللَّيْلِ ، وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ

"Jibril mendatangiku lalu berkata, "Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya." Kemudian dia berkata, "Wahai Muhammad! Kemuliaan seorang mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk shalat malam), dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia." (H.R. Ath-Thabarani, Abu Nu'aim dan Al-Hakim)

Ini adalah hadis yang menjadi rujukan bagi perenungan-perenungan dan tafakur yang harus kita lakukan dan menjadi bahan untuk bercermin dan berkaca diri.

Setiap orang yang berkhidmat kepada agamanya dan menempuh jalan agamanya harus memiliki sebuah daftar kejahatan yang membinasakan (keji dan munkar) dan kebajikan yang menyelamatkan. Ia harus memper-hatikan kejahatan dan kebajikan tersebut setiap hari, apakah ia melakukan kcjahatan atau kebajikan pada hari ini, lebih banyak mana antara kejahatan dan kebajikan yang diperbuatnya. Jika seseorang dapat membebaskan diri dari sepuluh kejahatan (sifat-sifat yang merusak) berikut, maka ia dapat mclepaskan dirinya dari dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan kecil karena kesepuluh kejahatan ini adalah pokok-pokok kejahatan: (1) kikir (bakhil); (2) sombong (takabur); (3) ujub; (4) riya’, memamerkan kebajikan; (5) iri-dengki; (6) ghadiab (marah) yang berlebihan, tidak pada tempatnya; (7)isyraf/rakus terhadap makan (mengonsumsi secara berlebihan); (8) rakus dalam berhubungan intim, berlebihan dalam hubungan intim; (9) rakus/tamak kepada harta-kekayaan; (10) cinta/nafsu kepada kemegahan dan kemasyhuran.

Sedangkan kebajikan-kebajikan dasar (sifat-sifat) yang menyelamatkan juga ada sepuluh: (1) rasa sesal (tobat) atas perbuatan dosa yang dilakukan; (2) sabar dalam musibah dan bencana dan berbagai kesukaran; (3) ridha pada qadha dan takdir; (4) syukur atas nikmat-karunia Allah; (5) cemas dan harap; (6) zuhud terhadap dunia; (7) ikhlas dalam beramal; (8) berakhlak baik kepada makhluk; (9) mencintai Allah; dan (10) khusyuk di hadapan-Nya.

itulah aspek-aspek perenungan bagi orang salih yang berkhidmat kepada jalan agama sejauh ilmu-ilmu yang terkait ditelaah.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...